Anda di halaman 1dari 24

SEJARAH DAN SUMBER SῘRAH NABAWIYYAH

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sirah Nabawiyah yang diampu oleh
Bapak Delta Yaumin Nahri, Lc., M.Th. I.

Oleh:

KELOMPOK 3

Ali Akbar (20384011027)

Widayatul Amalia (20384012017)

PROGRAM STUDI ILMU QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI MADURA

SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur senantiasa penulis haturkan kepada


Allah Swt. Tuhan semesta alam yang telah memberikan penulis nikmat iman dan
sehat sehingga penulis dapat menyelesaikam makalah dengan judul Sejarah dan
Sumber Sirah Nabawiyah.

Solawat dan salam senantiasa tercurahkan atas junjungan kita Nabi


Muhammad saw. serta keluarga, sahabat, dan para penerus risalahnya, yang telah
memberikan arahan dan bimbingan menuju jalan yang lurus dan selaras dengan
tuntunan Islam.

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sirah Nabawiyah, Dosen Pengampu Delta Yaumin Nahri, Lc., M. Th.I.
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FAUD) dan kami harap dapat menimbah ilmu
yang banyak dari beliau. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dan pembaca budiman demi penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi banyak orang serta
memberikan manfaat dalam perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Pamekasan, 28 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan Masalah ...........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Sirah Nabawiyah .............................................................................2
B. Sumber-sumber Sirah Nabawiyah ...............................................................6
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan ................................................................................................18
B. Saran .........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................19

iii
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir tidak ada manusia selain Nabi Muhammad saw. di muka bumi ini yang
dalam setiap hari namanya disebut oleh jutaan umat manusia (baik dalam bacaan
salat maupun bacaan salawat secara terpisah). Terlebih di bulan Rabῐ`uil Awwāl
(Jawa: Mulud), bulan di mana Nabi mulia Muhammad saw. dilahirkan, pembacaan-
pembacaan kitab Maulid dengan berbagai ragam kitab yang dibaca dilakukan di
berbagai daerah.
Buku-buku yang mengulas tentang dirinya dari berbagai sudut dan perspektif telah dan
terus ditulis dalam berbagai bahasa dan tak terhitung jumlahnya. Tak berlebihan bila ia oleh
para sufi disebut sebagai seorang manusia paripurna “akmāl al-insān al-kāmil”.
Maka dari buku-buku itulah yang akan menjadi gerbang pertama yang mengantarkan
umat Islam ke dalam studi dan penulisan sejarah mereka secara umum. Berbagai prinsip
ilmiah yang mereka gunakan untuk menjaga kesahihan riwayat dan cerita sejarah adalah
prinsip umat islam yang didasari kebutuhan untuk menjaga mata air ajaran Islam agar tidak
ternodai oleh berbagai kebusukan dan kotoran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Penulisan Sirah Nabawiyah?
2. Apa saja Sumber Sirah Nabawiyah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dan sejarah Sirah Nabawiyah.
2. Untuk mengetahui sumber Sirah Nabawiyah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Sirah Nabawiyah


Sῐrah Nabawiyyah merupakan hasil dari sebuah proses panjang historiografi
klasik al-Maghazi dan al-Siyar. Keduanya merupakan embrio penulisan Sirah dari
generasi sahabat yang berisi rangkaian sanad dan matan hadits. Di dalamnya masih
bercampur meliputi berbagai aspek hukum, kisah peperangan, berita ekspedisi, dan
termasuk didalamnya tentang pribadi Nabi saw. Al-Maghāzi dan al-Siyār mengalami
kemajuan yang cukup signifikan terjadi di masa tābi 'un (pengikut), hal ini di
sebabkan oleh gerakan kodifikasi hadis yang dicetuskan oleh Khalifah Umar Ibn
'Abdul 'Aziz pada masa Dinasti Umayyah. karya di periode ini sudah dimulai sedikit
analisis dengan cakupan kajian diperluas dan dipadukan dengan metode hauliyyat
(periode tahun). Al-Maghāzi dan al-Siyār mengalami puncak kemajuan yang relatif
mapan dan sudah merupakan bagian dari tema yang mandiri, terbentuk pada masa
tābi'u al-tābi'in (pengikut tābi’in) atau masa akhir dan transisi dari Dinasti Umayyah
ke Dinasti Abbasiyyah. Puncaknya terjadi pada masa Abu ja'far al-Manshur,
Khalifah Dinasti Abbasiyah kedua. Khalifah al-Manshur memerintahkan Ibnu Ishaq
untuk menulis sejarah awal penciptaan hingga pada masanya.1
Metode yang digunakan menggunakan perpaduan antara metode hauliyyat dan
metode maudu'iyyāt (tematis). Tokoh-tokoh sejarawan di masa ini sudah melakukan
observasi langsung ke berbagai wilayah taklukan Islam, pusat-pusat pemerintahan,
dan pusat-pusat keilmuan pada masanya. Terjadinya kristalisasi dan perkembangan
tema al-Maghazi dan al-Siyār, terjadi di masa-masa akhir estafet generasi tabiu' al-
tabi'in tepatnya dimasa Ibn Hisyam yang melakukan ringkasan terhadap karya Ibn
Ishaq. Ibn Hisyam kemudian menamai ringkasan karya Ibn Ishaq itu dengan nama
al-Sῐrah al-Nabawiyyah. 2
Urgensi Sῐrah Nabawiyyah, dapat dilihat dari tiga hal yaitu; fungsi keagamaan,
fungsi sosial budaya, dan fungsi politik. Fungsi keagamaan merujuk pada pengertian

1
Taufiq, Historiografi Sīrah Nabawiyyah, (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2018), 81.
2
Ibid., 82.

2
mempelajari suatu bagian ilmu dalam Islam merupakan suatu dorongan spirit
Agama. Nabi saw. merupakan cerminan nilai-nilai Qur'ani yang hidup dan nyata. Hal
ini menjadikannya sebagai teladan agung (ideal type) baik sebagai Uswah (great
example) maupun sebagai Qudwah (role models). Fungsi sosial budaya dalam
penulisan Sῐrah Nabawiyyah bisa dilihat dari tiga kepentingan; (a) menunjukkan
eksistensi bangsa Arab, (b) kesadaran sejarah, dan (c) fanatisme dan primordialisme
kesukuan. Fungsi politik dalam penulisan dilihat dari beberapa kepentingan; (a)
eksistensi dinasti/kekuasaan, (b) kekuatan politik khalῐfah/sultan, (c) kredibilitas
Ulama/pemilik karya.
Pembabakan sejarah, dalam penulisan Sῐrah Nabawiyyah terbagi kedalam tiga
Ṭabaqah (derajat,serupa); (A) ṭabaqah (derajat) Sahabat (abad ke 1 H/ 7 M), (B)
Ṭabaqah Tābi'un (derajat pengikut) (akhir abad ke 1-2 H/ 7-8 M), (C) Ṭabaqah
Tābi'u al-Tābi'in (derajat pengikut tābi`in) (akhir abad 2-3 H/ 8-9 M). Ṭabaqah awal,
merupakan generasi-generasi yang menjadi peletak dasar penyusunan al-Maghāzi
dan al-Siyār sebagai sumber utama dalam penulisan Sirah Nabawiyyah. Dua
Ṭabaqah setelahnya, merupakan generasi yang melakukan reformasi, koreksi, kritik,
serta melakukan berbagai variasi dalam penulisannya.
Dari sudut pandang genealogi penulisannya, Sῐrah Nabawiyyah merupakan
sublimasi dari tema historiografi awal Islam al-Maghāzi dan al-Syiar yang muncul
pada pada generasi Sahabat. Kemudian dikembangkan pada masa Ṭābi'in, (pengikut)
dan Tābi'u al-Tābi'in (pengikut ṭābi`in). Tema penulisan berubah nama menjadi al-
Sῐrah al-Nabawiyyah, menjelang akhir masa tābi'u al-tābi'in, (pengikut ṭābi`in)
hingga dikenal sampai sekarang. 3
Pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam Islam, baik pemikiran hukum,
teologi, atau aqidah, semuanya turut andil dalam mewarnai karakter penulisan Sῐrah
Nabawiyyah. Sῐrah Nabawiyyah dari sisi Madzhab penulisannya ditelaah melalui
beberapa pendekatan; (1) Pendekatan Spasial (tempat), (2) Pendekatan Sekte/Aliran
dalam Teologi. Pendekatan spasial, terdiri dari aliran Yaman, Aliran Madinah, dan
Aliran Irak. Di dalam perkembangan historiografi Sirah Nabawiyyah, terdapat dua

3
Ibid., 82-83.

3
aliran Islam, Sunni dan Syi'ah, yang merupakan dua arus besar yang juga mewarnai
penulisan Sirah Nabawiyyah.
Sῐrah Nabawiyyah sebagai hasil dari evolusi historiografi Islam klasik, memang
menunjukkan arah perkembangan yang mengarah pada orientasi dinamis. Pada fase
klasik tema penulisan dibagi beberapa bagian. Pertama, al-Mubtada, bagian kedua,
al-Mab'aṡ, berisi riwayat kerasulan Nabi Mubammad saw. bagian ketiga, al-Maghāzi
berisi riwayat hidup Nabi saw. di Madinah sejak awal hijrah hingga tahun 11 H, Tiga
tema pokok utama dalam penulisan Sῐrah Nabawiyyah ini ditemui hampir di seluruh
karya masa klasik. Bagian tema selanjutnya, kepemimpinan di masa al-khulafa al-
rāsyidin dan Dinasti-Dinasti Islam yang berkuasa, dari Umayyah I hingga periode
awal 'Abbasiyyah hingga kurun waktu abad ke empat hijriyah. 4
Hadirnya sentuhan-sentuhan baru dalam penulisan Sῐrah Nabawiyyah,
memberikan alternatif baru dan menengahi kubu-kubu yang berdebat dengan
membawa latar aqidah/sekte yang berbeda. Setidaknya, dipastikan akan muncul
karya-karya sejarah biografi Nabi saw. yang bersifat praktis sebagaimana hukum-
hukum taklῐfῐ dalam Islam yang membentuk figh. Penulis mengasumsikan misalnya
frame keteladanan akhlak Nabi saw. sebagai bagian dari jawaban atas krisis moral,
kemudian disusunlah karya biografi dengan nuansa historis-moral. Dan contoh-
contoh lain yang merupakan definisi dari jiwa zaman yang sekarang berkembang.
Tema-tema kajian di "frame" dengan tema; ringkasan (mukhtashar), simpulan
(khulāṡah), penjelasan (syarh), catatan-catatan kecil (hasyiyah), persembahan/hadiah
(tuhfah), pensyairan (nadzm), makna indah (al-Durār, Jawāhir), pendekatan fiqih
(figh al-Sῐrah), riwayat hidup (hayah), pelajaran (dirāsah), novel biografi sejarah
(maulid). 5

Proses penulisan Sirah Nabawiyah


Pada masa sahabat, kajian Sirah Nabawiyah diambil dari riwayat-riwayat yang
disampaikan secara turun temurun tanpa ada yang berusaha menyusunnya dalam satu
buku husus, kendati sudah ada beberapa orang yang memperhatikan secara husus

4
Ibid., 83-84.
5
Ibid., 84.

4
Sῐrah Nabawiyah dengan rincian-rinciannya. Baru pada periode berikutnya yaitu
periode ṭābi’īn (pebgikut), beberapa ṭābi’īn (pengikut) mencoba menyusun buku
Sῐrah Nabawiyah. Diantaranya nama-nama ṭābi’īn (pengikut) yang bisa dicatat
dalam hal ini ialah urwah bin az-Zubair yang meninggal dunia pada tahun 93 H, aban
bin Utsman bin Affan yang meninggal dunia pada tahun 105 H, Wahb bin Munabbih
yang meninggal dunia pada tahun 110 H, Syurahbil bin Sa’ad yang meninggal dunia
pada tahun 123 H, ibnu Syihab az-zuhri yang meninggal dunia pada tahun 124 H,
dan Abbdullah bin Abu Bakr bin Hazm meninggal pada tahun 135 H.
Namun sangat disayangkan, Sirah Nabawiyah yang pernah mereka tulis itu
lenyap, dan tidak ada yang tersisa kecuali beberapa bagian yang sempat diriwayatkan
imam at-Ṭabari. Kemudian muncullah generasi Sῐrah Nabawiyah (perjalanan nabi)
pada era berikutnya, seperti Ma’mar bin Rasyid yang meninggal dunia pada tahun
150 H, Muhammad bin Ishaq yang meninggal dunia pada tahun 151 H, dan Ziyad
bin Abdullah Al-Bakkai yang meninggal pada tahun 183 H.
Kemudian disusul generasi penyusun sῐrah nabawiyah (perjalanan nabi)
berikutnya seperti Al-Wāqidi yang meninggal dunia pada tahun 207 H, Ibnu Hisyam
yang meninggal dunia pada tahun 230 H, dan Muhammad bin Sa’ad penulis buku Aṭ-
Ṭabaqāt (derajat) yang meninggal pada tahun 230 H, para ulama sepakat bahwa apa
yang ditulis Muhammad bin Ishaq adalah data yang paling terpercaya tentang Sῐ rah
Nabawiyah (perjalanan nabi). Tapi sangat disayangkan bahwa bukunya yang
berjudul Al-Maghāzi termasuk buku yang musnah pada masa itu tetapi
Alhamdulillah, sesudah periode Muhammad bin Ishaq muncullah Abu Muhammad
abdul Malik yang terkenal dengan nama Ibnu Hisyam. Ia riwayatkan sirah nabawiyah
Ibnu Ishaq dengan berbagai penyempurnaan setengah abad sesuai penyusunan sῐrah
nabawiyah (perjalanan nabi ) oleh Ibnu Ishaq. jadi pada hakikatnya sῐrah nabawiyah
(perjalanan nabi ) ibnu Hisyam yang ada di tangan pembaca adalah duplikat dari Al-
Maghāzi ibnu Ishaq dengan berbagai tambahan dan penyempurnaan oleh Ibnu
Hisyam. Oleh karena itu, Anda tidak usah heran jika membaca sῐrah nabawiyyah
(perjalanan nabi ) Ibnu Hisyam ini banyak sekali menemukan kata-kata, "Ibnu Ishaq
berkata, " karena Ibnu Hisyam mengambil dari buku Ibnu Ishaq yang berjudul AJ-
Maghāzi dan As-Siyar.

5
Ibnu Khalqan berkata, "Ibnu Hisyam adalah orang yang menghimpun Sirah
Rasulullah dari buku Al-Maghāzi dan buku As-Siyar karangan Ibnu Ishaq. Ibnu
Hisyam menyempurnakan kedua buku tersebut dan meringkasnya. Buku itulah yang
ada sekarang, dan yang lebih terkenal dengan nama Sῐrah (perjalanan) Ibnu Hisyam."
Selanjutnya, muncullah buku-buku Sῐrah Nawabiyyah (perjalanan nabi) lain;
sebagiannya menyajikan Sῐrah Nawabiyyah (perjalanan nabi ) secara menyeluruh,
dan sebagiannya memper-hatikan segi-segi tertentu, seperti Al-Aṣfahāni dalam
bukunya Dalā` Hu An-Nubuwwah, At-Tirmidzi dalam bukunya Asy-Syamāil, dan
Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah dalam bukunya Zād AJ-Mād. 6
B. Sumber-sumber Sirah Nabawiyah
Kajian sirah Nabi itu mengacu pada berbagai macam sumber. Diantaranya ada
sumber-sumber yang asli dan ada sumber-sumber yang bersifat penyempurna.
Diantara sumber-sumber yang bersifat asli dalam kajian sirah ialah Al-Quran Al-
Karim, hadits Nabi, kitab-kitab berisi dalil, kitab-kitab khusus sirah, dan kitab-kitab
sejarah umum. Adapun sumber-sumber yang bersifat penyempurna ialah kitab-kitab
yang tidak secara khusus membahas tentang sirah atau sejarah, tetapi mencakup
topik-topik pembahasan lain dan mengandung kajian tentang sirah. Contohnya, kitab
fikih, kitab tentang silsilah keturunan, kitab kamus bahasa, dan lain sebagainya.
Al-Quran Al-Karim menempati posisi terdepan dalam daftar sumber-sumber
tentang sirah.? Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad swt. dalam bentuk lafaż dan makna lewat cara wahyu. Al-Quran
mengandung penjelasan tentang akidah dan syariat Islam. Di dalam Al-Quran
terdapat ayat-ayat hukum yang sangat penting dalam menerangkan sistem dan
pertumbuhan Islam. Ayat-ayat tersebut menyoroti tentang pelaksanaan-pelaksanaan
hukum syariat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik yang dipraktekkan oleh
nabi Muhammad saw. ketika mengatur pemerintahan Islam yang pertama.
Di dalam Al-Quran Al-Karim ada keterangan tentang beberapa peristiwa sejarah
pada periode sirah, seperti: Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandag, dan Perang
Hunain. Al-Qur'an menggambarkan tentang iklim dan situasi secara umum ketika

6
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyyah (Jakarta Timur: Darul Falah, 2000), 4-5.

6
terjadi pertempuran dan peristiwa-peristiwa penting lainnya, terutama tentang
kondisi psikologis yang tidak mungkin bisa diketahui dengan cermat dari sumber-
sumber lain, kecuali dari Al-Quran Al-Karim saja.
Selain itu, di dalam Al-Quran Al-Karim kita juga melihat suatu gambaran yang
cermat tentang adanya pergumulan pemikiran dan materi antarakaum Muslimin dan
orang-orang Yahudi di Hijaz." Berkat adanya petunjuk Al-Quran Al-Karim terhadap
umat-umat yang telah lalu, umat Islam lalu memperluas wawasan sejarah mereka
sehingga kajian-kajian sejarah mereka meliputi para nabi terdahulu dan umat-umat
masa lalu. Dengan tuntunan Al-Quran Al-Karim yang memperkenalkan umat Islam
kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar Semenanjung Arabia, seperti
pertempuran antara kekuatan raksasa Romawi dan kekuatan raksasa Persi, mereka
lalu cenderung mau memperhatikan sejarah yang bertaraf internasional. Mereka
mencatat cerita tentang bangsa Romawi, Persi, Turki, dan bangsa-bangsa besar
lainnya. 7
Akan tetapi, satu hal yang tidak layak kita harapkan ialah adanya keterangan
secara detail tentang peristiwa-peristiwa sejarah di dalam Al-Qur'an Al-Karim. Hal
itu logis karena Al-Quran bukan kitab sejarah. Akan tetapi, kitab tentang konstitusi
kehidupan. Terdapat beberapa ayat yang sulit untuk kita ketahui sebab dan waktu
turunnya, mungkin karena tidak adanya riwayat-riwayat yang menjelaskan hal
tersebut, atau karena kerancuan riwayat-riwayat yang berlaku' sehingga
membutuhkan upaya identifkasi. Riwayat-riwayat yang shahih perlu dikelompokkan
tersendiri, dan riwayat-riwayat yang saling bertentangan kalau memang ada harus
dihilangkan.
Patut dimengerti bahwa memanfaatkan Al-Quran Al-Karim secara total itu belum
dianggap sempurna jika tidak dengan membaca kitab-kitab tafsir yang standar,
terutama kitab-kitab tafsir yang sudah sangat populer, seperti, Tafsir Ath-Thabari dan
Tafsir Ionu Katsir. Selain itu, sebaiknya juga membaca kitab-kitab yang
menerangkan tentang nasikh dan mansukh, kitab-kitab tentang asbabun nuzul, dan
kitab-kitab lain yang ada hubungan dengan Al-Quran dan ilmu-ilmu Al-Qur'an.

7
Akram Dhiya’ Al-Umuri, Seleksi Sirah Nabawiyah (Jakarta: Darul Falah, 2004), 22-23.

7
Ada sementara ahli sejarah sekarang ini yang tidak mau membaca kitab-kitab
tersebut. Mereka cukup mengandalkan kemampuannya dalam memahami pola dan
makna-makna bahasa. Akibatnya, mereka terjerumus dalam kekeliruan-kekeliruan
yang sangat fatal. Contohnya, penafsiran orang-orang orientalis terhadap firman
Allah Ta'ala surat Al-Jumu'ah ayat 2, "Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta
huruf seorang rasul di antara mereka. Menurut pendapat mereka, yang dimaksud
dengan buta huruf di sini ialah tidak mengetahui agama dan juga tidak bisa menulis.
Sementara Al-Quran Al-Karim menyifatkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
sebagai nabi yang ummi. Adalah sangat tidak rasional ada seorang nabi yang tidak
punya pengetahuan tentang masalah agama. 8
Sesungguhnya integritas ilmiah itu menuntut seseorang untuk membaca kitab-
kitab tafsir yang standar dan mengartikan makna-makna nash Al-Qur'an secara
benar, seperti yang dikehendaki oleh Allah. Bukan menakwilkannya sesuai dengan
keinginan nafsu untuk membela suatu pendapat atau mazhab-mazhab tertentu. Hal
itulah yang telah diperingatkan oleh Nabi swt dalam sabdanya,
‫ان ِب َرأْ ِي ِه أ َ ْو ِب َما الَ َي ْعلَ ُم فَ ْل َيت َ َب َّوأْ َم ْق َعدَهُ مِ نَ النّا َ ِر‬
ِ ‫فى اْلقُ ْر‬
ِ ‫َم ْن قَا َل‬

“Barangsiapa yang mengomentari Al-Quran berdasarkan pendaptanya


atau berdasarkan sesuatu yang tidak ia ketahui, hendaklah ia mengambil
tempat duduk di neraka.”
Sumber kedua dari Sirah Nabawiyah yakni hadits mengenai pentingnya hadits
dalam kajian sirah yang suci, terdapat beberapa hadits yang menjelaskan akidah dan
adab-adab Islam. Juga terdapat beberapa hadits yang menerangkan hukum-hukum
yang menyangkut ibadah dan tasyri'-nya, seperti: puasa, shalat, haji, zakat, sistem
politik, sistem ekonomi, dan sistem pemerintahan. Tidak mungkin bisa
menggambarkan Islam dengan sempurna, tanpa mengetahui hadits. Seluruh aspek
yang disinggung oleh hadits memiliki hubungan dengan kehidupan budaya, sosial,
ekonomi, dan pemerintahan pada zaman nabi Muhammad saw. dan zaman para
sahabat. Kaum Muslimin memang wajib menerapkan ajaran As-Sunnah seoptimal
mungkin dalam kehidupan mereka.

8
Ibid., 24.

8
Demikian pula ada beberapa tulisan hadits yang salah satu bagiannya khusus
membahas masalah peperangan dan strateginya; contohnya kitab Shahih Al-Bukhari.
Materi sirah yang terdapat dalam kitab-kitab hadits yang standar itu harus
dijadikan sebagai pegangan dan juga harus lebih didahulukan daripada riwayat kitab-
kitab tentang peperangan dan sejarah umum. Terlebih yang diriwayatkan oleh kitab-
kitab hadits yang shahih karena hal itu merupakan hasil jerih payah dari para ulama
ahli hadits ketika mereka melakukan penelitian dan kritik terhadap hadits, baik dari
segi sanad maupun matan atau materinya. Dan hal itu tidak bisa dilakukan terhadap
kitab-kitab sejarah.
Akan tetapi, yang patut dipahami ialah bahwa kitab-kitab hadits itu tidak
menerangkan tentang peristiwa-peristiwa perang dan sirah secara detail. Hanya
sebagiannya saja yang diterangkan sehingga hal itu tidak memberikan gambaran
yang utuh atas apa yang terjadi. Oleh karena itu, harus disempurnakan dengan kitab-
kitab yang khusus membahas tentang sirah supaya tidak timbul kerancuan-
kerancuan. 9
Mengingat hadits telah disusun sedemikian rapi dalam kitab-kitab hadits; baik dari
segi para perawinya yang terdin dari golongan shahabat, seperti yang terdapat dalam
kitab-kitab musnad, di antaranya Musnad Imam Ahmad bin Hanbal; atau dari segi
letak dan formatnya, seperti yang terdapat dalam kutubussittah, tanpa
memperhatikan unsur waktunya, maka orang yang menelitinya menghadapi
kesulitan dalam menentukan hadits dari segi waktu. Tidak seperti ketika meneliti
kitab-kitab sirah dan kitab-kitab sejarah.
Kitab hadits yang paling lama, paling lengkap, dan yang sampai kepada kita ialah
kitab Al-Muwatha' karya Imam Malik, lalu Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim,
lalu Sunan Abu Daud, lalu Sunan At-Tirmidzi, lalu Sunan An-Nasa'i, lalu Sunan Ibnu
Majah, lalu Musnad Ad-Darami, lalu Musnad Ahmad bin Hanbal. 10
Adapun yang dimaksud dengan kitab-kitab dala'il ialah kitab-kitab yang
pembahasannya mencakup mukjizat dan bukti-bukti yang menjelaskan kebenaran
nabi Muhammad saw. Kendatipun kitab-kitab hadits memuat bab tentang tanda dan

9
Ibid., 24-25.
10
Ibid., 26.

9
bukti kenabian serta ciri khas Rasulullah saw. tetapi ulama pertama yang
membahasnya secara tersendiri adalah:
Muhammad bin Yusuf Al-Faryabi (wafat tahun 212 H), seorang ulama ahli hadits
tepercaya, dalam kitabnya Dala'il An-Nubuat. 13 Ali bin Muhammad Al-Mada ini
(wafat tahun 225 H) dalam kitabnya Ayat An-Nabiyyi.14 Daud bin Ali Al-Ashbahani
(wafat tahun 270 H) dalam kitabnya A'lam An-Nubuat. Ibnu Qutaibah (wafat tahun
276 H) dalam tulisannya A'lam Rasulillah.
Ibnu Abu Hatim (wafat tahun 327 H) dalam kitabnya A'lam An-Nubuat. Abu
Bakar bin Abdu Dunya (wafat tahun 281 H). dan Abu Abdullah bin Mundat (wafat
tahun 395 H).
Abu Nu'aim alias Ahmad bin Abdullah Al-Ashbahani (wafat tahun 430 H) dalam
sebuah mukhtasharnya yang juga berisi riwayat-riwayat dhaif. Al-Qadhi Abdul
Jabbar Al-Mu'tazili (wafat tahun 415 H) dalam kitabnya Tastbit Dala'il An-Nubuat.
Selanjutnya, adalah Abul Abbas alias Ja'far bin Muhammad Al-.Mustaghfiri (wafat
tahun 432 H).
Abu Bakar Ahmad bin Husain Al-Baihaqi (wafat tahun 458 H) dalam sebuah
kitabnya yang sudah dicetak. Kitab yang membuat hadits-hadits shahih, hasan, dhaif,
dan juga maudhu' ini mendapat pujian dari Al Hafizh Adz-Dzahabi."
Abul Hasan alias Ali bin Muhammad Al-Mawardi (wafat tahun 450H). Kitabnya
sudah dicetak. Abul Qasım alias Ismail Al-Ashfahani (wafat tahun 535 H). Umar bin
Ali bin Al-Mulgin (wafat tahun 804 H) dalam kitabnya Khasha'ish Afdhala Al-
Makhlugin.
Dan terakhir adalah Jalaluddin As-Suyuthi (wafat tahun 911 H) dalam kitabnya
Al-Khasha 'ish Al-Kubra. Kitab yang sudah dicetak ini juga mencakup pembahasan
tentang sirah, akhlak, dan bukti-bukti yang menunjukkan kebenaran Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam. Kitab yang menerangkan tentang keistimewaan-keistimewaan
Nabi sebenarnya cukup banyak. Yang saya kemukakan tadi hanya sebagiannya saja.
11

11
Ibid., 26-27.

10
Adapun kitab-kitab syama'il ialah kitab-kitab yang mencakup pemba hasan
tentang akhlak, adab, dan sifat-sifat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ulama
pertama yang membahasnya secara tersendin adalah:
Abu Al Bakhtari alias Wahab bin Wahab Al-Asadi (wafat tahun 200 H) dalam
tulisannya berjudul Shifat An-Nabiyyi Abul Hasan alias Ali bin Muhammad Al-
Mada'ini (wafat tahun 224 H)
Daud bin Ali Al-Ashbahani (wafat tahun 270 H) dalam kitabnya Shifat Akhlaq
An-Nabiyyi, seperti yang dituturkan oleh Ibnu An-Nadim," dan oleh Al-Hafizh At-
Tirmidzi (wafat tahun 279 H) dalam kitabnya As Syama 'il An-Nabawiyyah wa Al-
Khasha 'ish Al-Mashthufiyyah yang sudah dicetak.
Abu Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Hayyan Al-Ashbahani (wafat tahun
369 H) dalam kitabnya Akhlaq An-Nabiyyi wa Adabuhu yang sudah dicetak. Abu
Sa'id alias Abdul Malik bin Muhammad An-Naisaburi (wafat tahun 406 H) dalam
kitabnya Syaraf Al-Mushthafa. Abul Abbas Al-Mustaghfiri (wafat tahun 432 H)
dalam kitabnya Syama'il An-Nabiyyi.
Al-Qadhi lyadh (wafat tahun 544 H) dengan judul kitabnya As-Syifa bi Ta'rif
Huquq Al-Musthafa. Kitab yang cukup lengkap ini juga sudah dicetak.
Al-Hafzih As-Suyuthi (wafat tahun 911 H) mengetengahkan hadits-hadits Al-
Qadhi Iyadh dalam kitabnya Manahil As-Shafa fi Takhrij Ahadits As-Syifa, yang
sudah dicetak.
Sejumlah ulama mengulasnya. Di antara mereka ialah Ali Al-Qari (wafat tahun
1014 H) dalam kitabnya Syarah As-Syifa yang sudah dicetak, dan Al-Khafaji (wafat
tahun 1069 H) dalam kitabnya Nasim Ar-Riyadh fi Syarhi As-Syifa li Al-Qadhi
Iyadh. Kemudian, Al-Hafizh Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) menulis kitabnya yang
sudah dicetak berjudul Syama'il Ar Rasul.
Ketiga, Kitab-kitab sirah tertentu, dari segi kecermatan peringkatnya berada di
bawah Al-Qur'an Al-Karim dan hadits Nabi. Di antara nilai ilmiah besar yang
disumbangkannya ialah bahwa kitab-kitab tersebut ditulis sejak dini sekali oleh para
tabi'in ketika para shahabat masih hidup dan mereka tidak mengingkarinya. Hal ini
membuktikan bahwa para shahabat mengakui kitab kitab sirah yang ditulis oleh
tabi'in. Kita tahu bahwa para shahabat adalah orang-orang yang memiliki

11
pengetahuan akurat dan luas terhadap masalah sirah karena mereka hidup di tengah-
tengah nabi dan menjadi saksi mata atas segala peristiwa yang terjadi pada waktu itu.
Kecintaan mereka kepada Rasulullah saw kecenderungan mereka untuk mengikuti
beliau, dan semangat mereka untuk menggunakan sunnah beliau dalam menetapkan
hukum, mendorong mereka untuk memberikan lampiran pada kabar kabar tentang
sirah dan sekaligus mengingat serta menjaganya. Ini merupakan penerapan nyata
terhadap ajaran-ajaran Islam. Ada beberapa sahabat yang menaruh perhatian sangat
besar terhadap topik tentang sirah. Di antara mereka adalah Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Amr bin Al Ash, dan Al-Barra' bin Azib. 12
Di antara sumber-sumber tentang sirah paling menonjol yang sampai kepada kita
ialah:
l. Sirah lbnu Hisyam. Sirah ini mengorelsi Sirah lbnu Ishaft. Selain membuang
riwayat-riwayatisrailiat dan syair-syair yang menjiplak, Ibn Hisyam juga
menambahkan data-data bahasa dan silsilah sehingga menjadikan Sirah lbnu Hisyam
sebagai kitab yang mengundang simpati mayoritas ulama. Tirlisan-tulisan senada
yang muncul belakangan juga mengacu pada Sircfi lbnu Hisgam ini. Sebenarnya
gaya penulisan Ibnu Hisyam tentang kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi ua
SaIIam dari aspek-aspek peperangan sangat mirip dengan yang ditulis dalam kitab-
kitab hadits yang shahih. Itulah yang membuat Sirah lbnu Hisyam menjadi sangat
terkenal dan punya nilai tersendiri. Sirafr lbnu Hisgam ini diulas oleh Al-Hafizh As-
Suhaili (wafat tahun 581 H) dalam kitabnya Ar-Raudhu AI-Anfu yang sudah dicetak.
2. Aṭ-Ṭabaqah Al-Kubrā. Jilid pertama dan jilid kedua kitab karya Muhammad
bin Sa'ad (wafat tahun 230 H) ini khusus menerangkan tentang sirah. Harus diakui
bahwa Ibnu Sa'ad memang seorang ulama tsiqah yang sangat teliti terhadap riwayat-
riwayatnya, seperti yang diungkapkan oleh Abdurrahman Al-Khathib Al-Baghdadi
dan lbnu Hajar Al-Asqalani. Akan tetapi, ia juga mengutip riwayat dari beberapa
perawi yang dhaif; seperti Al-Waqidi yan g kutipan-kutipan nya banyak dicugai oleh
lbnu An-Nadim "mencuri" dari tulisan-tulisannya. Namun, berdasarkan pengamatan
yang cermat, Ibnu Sa'ad adalah seorang penulis yang memiliki metode tersendiri.

12
Ibid., 28-29.

12
Selain sering mengutip dari Al-Waqidi, ia juga sering mengutip dari guru-guru lain
yang cukup terkenal; seperti Affan bin Muslim, Ubaidillah bin Musa, dan Al-Fadhal
bin Dakin. Ketiganya adalah para ulama ahli hadits yang tsiqah. Al-Hafizh Adz-
Dzahabi mengatakan, "Menurut para ulama, apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad
dari Al-Waqidi, lalu ia tulis dalam kitab Ath-Thabaqah cenderung menggambarkan
riwayat ulama lain yang dikutip darinya."
3. Tārikh Khalīfat Al-Khayyāṭ. Khalīfat Al-Khayyāṭ (wafat tahun 240 H) adalah
seorang ulama ahli hadits yang ṡiqah. Ia adalah salah seorang guru Imam Al-Bukhari
dalam menulis kitabnya Shahih Al-Bukhari. Kitabnya adalah sejarah umum yang
pada bagian pertama membahas tentang potongan peristiwa-peristiwa sirah, dan
menempatkan lbnu Ishak sebagai referensi utamanya.
4. Anṣab Al-Asyraf. Kitab karya Ahmad bin Yahya bin Jabir Al-Baladziri (wafat
tahun 279 H) ini berisi sejarah umum yang cukup sistematik. Pada bagian awal kitab
ini Al-Baladziri khusus membahas tentang sirah. Menurut para ulama ahli hadits, Al-
Baladziri adalah seorang perawi yang dhaif. Ibnu Hajar Al-Asqalani menuturkan data
biografi Al-Baladziridalam kitabnya, Lisan Al-Mizcn, yang membahas tentang para
perawi yang dhaif.
5. Tārikh Ar-Rusul wa Al-Muluk. Bagian pertama kitab tulisan Muhammad bin
Jarir Aṭ-ṭabari (wafat tahun 310 H) ini khusus membahas tentang sirah. Aṭ-ṭabari
adalah seorang perawi tsigoh yang menempatkan Ibnu Ishak sebagai referensi
utamanya. Metode yang digunakan Aṭ-ṭabari tidak menganggap penting kritik yang
menyoroti riwayat dari aspek ṣahih dan ḍa`ifnya. Ia mengemukakan riwayat berikut
sanad-sanadnya begitu saja, dan menyerahkan tugas untuk meneliti dan mentarjih
kepada pembaca.
6. Aḍ-Ḍurārr fi lkhtiṣar Al-Magāzi wa As-Sair. Kitab ini ditulis oleh lbnu Abdul
Ban Al-Qurthubi (wafat tahun 463 H), seorang ulama ahli hadits terkemuka pada
zamannya. Kitab ini berorientasi pada kitab Sirah Ibnu Hisyam, Sirafi Musa bin
Uqbah, Tarikh lbnu Khaitsamah, dan beberapa kitab hadits. Ia tidak menegaskan
telah mengutip dariAl-Waqidi, kecuali hanya dalam satu bagian saja. Akan tetapi, ia
mengaku mengutip riwayat Al-Maghazi milik Al-Waqidi.m Dalam menulis

13
kitabnya, ia menyatakan secara umum mengikuti pola Ibnu Ishak.er Dan ia tidak
terikat harus menyebutkan sanad.
7. jawāmi’ As-Sirah. Kitab karya lbnu Hazm Azh-Zhahiri (wafat tahun 456 H)
ini sama sekali tidak menyinggung cara penyebutan sanad, dan juga tidak
menunjukkan sumber-sumbernya. Ia juga mengadakan unggulan di antara riwayat-
riwayat, menetapkan riwayat unggulan dalam kitabnya, dan mengadakan penelitian
terhadap peristiwa-peristiwa sejarah. Ia menggunakan pola penyimpulan untuk
membersihkan sirah dari syair dan kisah-kisah.
8. AI-Kāmil fi At-Tārīkh. Kitab sejarah umum yang ditulis oleh Ibnu Al-Atsir Al-
Jazari (wafat tahun 632 H) seorang ulama ahli sejarah yang tsiqah ini, beberapa
bagiannya khusus membahas tentang sirah.
9. `Uyun Al-Aṡār fī Funun Al-Magāzi wa As-Syamāil wa As-Syair. Kitab ini ditulis
oleh Ibnu Sayyidinnas (wafat tahun 734 H), seorang ulama ahli hadits yang tsiqah.
Al-Hafizh Adz-Dzahabi dan Al-Hafizh lbnu Katsir juga menganggapnya tsiqah.
Dalam kitabnya itu ia banyak mengutip dari kitab-kitab hadits dan juga kitab-kitab
tentang peperangan yang sebelumnya. Ia juga menyebutkan sumber-sumbernya pada
bagian mukadimah kitabnya.
10. Zād Al-Ma'ād fī ḥadyi Khairi Al-lbād. Kitab ini ditulis oleh lbnu Qayyim Al-
Jauziyah (wafat tahun 751 H), seorang ulama terkemuka pada zamannya. Kitab ini
sangat penting karena isi materinya mencakup tentang perilaku, akhlak, adab, fikih,
dan cerita-cerita peperangan.
11. As-Sirah An-Nabawiyyah. Kitab itu ditulis oleh Al-Hafizh Adz-Dzahabi
(wafat tahun 748 H), seorang penulis yang tsiqaA dan memiliki kekuatan intelektual
yang tajam, terutama dalam menggunakan kaidah-kaidah para ulama ahli hadits.
Dalam kitab ini ia hanya mengkritik sebagian riwayat saja.
12. Al-Bidāyah wa An-Niḥāyah. Kitab yang ditulis oleh Al- Hofith Ibnu Katsir
(wafat tahun774 H) ini merupakan kitab sejarah umum yang beberapa bagiannya
khusus membahas tentang sirah. Ibnu Katsir adalah termasuk imam tsigah yang
mutahaqqiq. Adz-Dzahabi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, dan lbnu Al-Ammad Al-Hanbali
juga menganggapnya sebagai ulama yang tsiqah.

14
13. Imtā’ Al-Asmā’. Kitab ini ditulis dengan ringkas tanpa menyebutkan sanad
oleh Al-Muqrizi, seorang ulama yang fsigcfr. Akan tetapi, menurut As-Sakhawi,
kitab ini banyak mendapatkan kritikan.
14. Al-Mawāhib Al-Ladduniyah bi Al-Manhi Al-Muhammadivah, oleh Ahmad bin
Muhammad Al-Qasthalani (wafat tahun 923 H).
15. Syarah Al-Mawāhib Al-Ladduniyyah, oleh Muhammad bin Abdul Baqi Az-
Zarqani (wafat tahun I 122 H). Kedua kitab tadi termasuk kitab-kitab yang secara
lengkap membahas tentang perilaku, akhlak, dan sirah Nabi.
16. As-Sirah Al-halbiyah. Kitab karya Burhanuddin AI-Halbi (wafat tahun
841 H) ini berisi sisipan-sisipan dan cerita-cerita israiliat. Ia sengaja membuang
sanad riwayat-riwayatnya. Ia cukup menyebutkan perawi hadis, mengulas riwayat-
riwayat yang gharib, dan memberikan tambahan komentar-komentar lain.
17. Subul Al-Hadyi wa Ar-Rasyād fī sirah Khairi Al-Ibād. Kitab tulisan
Muhammad bin Yusuf Ad-Damsyiqi Asy-Svami (wafat tahun 942 H) ini telah dipilih
oleh lebih dari dua ribu orang penulis. 13

Sumber-sumber lain yang bersifat penyempurnaanya

Dari segi kecermatan, sumber lain setelah Al-Qur'an Al-Karim, hadits, dan kitab-
kitab sirah tertentu ialah sebagai sumber-sumber yang bersifat penyempurna.
Peranan sumber-sumber ini adalah untuk menutupi celah atau kekosongan-
kekosongan yang masih ada setelah terpenuhinya sumber-sumber yang asli.
Kitab-kitab tentang adab atau sastra cenderung menyoroti aspek-aspek kehidupan
budaya, tingkat kehidupan, berbagai jenis pakaian, makanan,tradisi, dan aspek-aspek
kehidupan lainnya dalam kehidupan sirah. Karyasyair, misalnya, dianggap sebagai
dokumen sejarah yang sangat penting karenamengekspresikan kehidupan mental
intelektual dan sosial, menggambarkan pertempuran pertempuran, dan menceritakan
tentang kisah-kisah kepah-lawanan. Sebagai contoh, saya ingin menunjukkan
peranan Hassan bin Tsabit,Ka'ab bin Malik, dan Abdullah bin Rawahah dalam
menggambarkan beberapa peristiwa sirah. Akan tetapi, satu hal yang perlu diingat

13
Ibid., 42-46.

15
bahwa kitab-kitab adab atau sastra cenderung mengangkat hal-hal yang
kontroversial, yang aneh, dan yang langka sehingga ia kurang memperhatikan
peristiwa-peristiwa kehidupan yang teratur dan mapan. Akibatnya, terjadi
ketimpangan. Berangkat dari sini kita menjadi tahu dengan jelas betapa pentingnya
upaya pemerataan dan penyetaraan.
Kitab-kitab untuk mengenali para shahabat ditulis oleh generasi yang hidup dan
menyaksikan peristiwa-peristiwa sirah. Kitab-kitab ini mengedepankan data-data
sejarah yang bisa dipercaya. Kendatipun terpencar-pencar dan sedikit, namun
sebagian ada yang menerangkan tentang silsilah nasab mereka, dan sebagian lagi
menerangkan tentang cerita-cerita mereka. Sementara kitab-kitab biografi lainnya
(selain kitab-kitab untuk mengenali para ṣahabat) berguna untuk mengenali para
tokoh sanad kitab-kitab sirah. Pengaruhnya cukup besar untuk mengkaji sumber
kitab-kitab tersebut dalam mengkritik sanad-sanadnya.
Kitab-kitab biografi dan sejarah cenderung menyoroti tentang berbagai
wilayah Semenanjung Arabia yang menjadi tempat peristiwa sirah, menjelaskan
tingkat kehidupan serta penghasilannya di bidang pertanian, menentukan jarak antara
satu tempat ke tempat yang lain, dan menjelaskan pembagian suku atau kabilah-
kabilah.
Dengan demikian sumber-sumber penyempurna tadi dapat membantu melengkapi
kajian aspek-aspek sirah dan memperjelas detail-detailnya. Itulah pandangan sekilas
tentang sumber-sumber sirah. Menjelang akhir pembicaraan ini, saya hanya bisa
mengatakan betapa kita sangat membutuhkan metode-metode yang komprehensif
dalam kritik sejarah dan interpretasi sejarah. Sesungguhnya kajian-kajian sejarah
Islam tidak akan mampu mengungkapkan dengan benar dan secara ilmiah- tentang
perjalanan sejarah umat kita, sepanjang metode-metode kritik sejarah dan interpretasi
sejarah tidak saling menyempurnakan.
Sejak dahulu para cendekiawan Eropa telah melakukan sejumlah kajian tentang
karakter sejarah berikut metode kritik dan interpretasinya. Sebagiannya sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.' Akan tetapi, kajian-kajian tersebut sudah
barang tentu pandangan Barat yang lahir dari falsafah kehidupan orang-orang Eropa,
karakter sejarah Eropa, dan pola-pola kajiann. Begitu pula penerapannya juga

16
diambil dari sana. Sementara kita juga membutuhkan kajian-kajian setara yang lahir
dari akidah kita, mencerminkan sejarah kita, dan tidak dilihat dari sudut pandang
orang-orang Barat.
Satu hal yang perlu saya isyaratkan di sini bahwa ada beberapa cendekiawan
Muslim Arab yang telah berhasil menulis kajian-kajian utama. Mereka melontarkan
pikiran-pikiran yang brilian dalam masalah ini. Sebuah kegigihan yang tidak
mengenal menyerah pasti akan sampai pada suatu metode penelitian yang sempurna
dan pandangan yang komprehensif terhadap interpretasi sejarah Islam yang benar. 14

14
Ibid., 49-50.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulisan sīrah nabawiyah di tulis oleh beberapa tabi'in di antaranya 'Urwah
bin az-Zubair pada tahun 93 H. Dan aban bin Utsman bin Affan yang meninggal
dunia pada tahun 105 H, penulisan sīrah nabawiyah di ambil dari riwayat-riwayat
yang sudah turun temurun dan tidak ada yang bisa menyusunnya kedalam bentuk
buku khusus, sebab itulah maka sīrah nabawiyah perlu di tulis.
Di dalam penulisan sīrah Nabawiyah terdapat tiga babak yang disebut dengan
ṭabaqat (mengikuti). yaitu ṭabaqot sahabat, ṭabaqat tābi'in (pengikut) dan ṭabaqat
tabi'u al-Ṫābi'in (pengikut). Kemudian sirah nabawiyah mempunyai sumber
tersendiri, ada sumber yang bersifat asli dan juga ada yang bersifat penyempurna,
Di antara sumber-sumber yang bersifat asli, ialah Al-Quran Al-Karīm, hadits
Nabi, kitab-kitab berisi dalil, kitab-kitab khusus sīrah, dan kitab-kitab sejarah
umum.
Adapun sumber-sumber yang bersifat penyempurna ialah kitab-kitab yang tidak
secara husus membahas tentang sirah atau sejarah, tetapi mencakup semua topik-
topik pembahasan lain dan juga mengandung kajian tentang sīrah nabawiyah.
Contohnya, kitab fikih, kitab tentang silsilah keturunan-keturunan.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang telah penulis rangkai sangatlah minim
dari kata sempurna,tentunya banyak sekali kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Akan tetapi penulis sangat berharap semoga makalah yang
telah penukis rangkai ini bisa menjadi jalannya kemanfaatan dan kebarokahan ilmu
dari pada menulis ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Jakarta Timur: Darul Falah, 2000.


Umuri (al), Akram Dhiya’. Seleksi Sirah Nabawiyah. Jakarta: Darul Falah, 2004.
Taufiq, 2018. “Historiografi Sirah Nabawiyah”. Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga

19

Anda mungkin juga menyukai