Anda di halaman 1dari 16

PENULISAN ISLAM AWAL: AL-MAGHAZI, AL-SIRAH, SEJARAH

DINASTI, BIOGRAFI DAN AL-ANSAB


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Historiografi Islam”

Dosen Pengampu : Yudi Pratama, M.Pd

Disusun oleh :

CHRISTINA ANJANI (19-001.1873)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH RAUDHATUL ULUM

TAHUN 2020/2021 (1442 H)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala atas limpahan
rahmat dan RidhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul
“Penulisan Islam Awal: Al-Maghazi, Al-Sirah, Sejarah Dinasti, Biografi dan Al-Ansab” yang
menjadi salah satu tugas dari mata kuliah Historiografi Islam.

Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Historiografi Islam dan juga merupakan suatu tambahan pengetahuan dan wawasan bagi penulis
makalah ini terutama materi-materi baru yang dapat memberikan pemahaman-pemahaman yang
lebih bervariatif.

Penulis selaku penyusun makalah ini, menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis selaku penyusun makalah ini
dan bagi pembaca pada umumnya sebagai referensi tambahan di bidang Historiografi Islam.

Prabumulih, Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……..…………………………………………….… i

DAFTAR ISI ………....……………………………………………………. ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………………………………………….…………. 1

1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………..….. 2

1.3. Tujuan Penulisan ………..…………………………………….….. 2

BAB II. PEMBAHASAN

A. AL-MAGHAZI …………………..……….………………………... 3

B. AL SIRAH ………………………………………………………...… 4

C. SEJARAH DINASTI …………………………………………….….. 9

D. BIOGRAFI ……………………………………………………….…. 9

E. AL-ANSAB …………………………………………………………. 10

BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan ……………………………………………………… 11

3.2. Saran ……………………………………………………...……… 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Historiografi awal Islam pada dasarnya merupakan historiografi Arab yang berkembang
dalam periode sejak Islam pertama kali disampaikan Nabi Muhammad SAW sampai abad ke-3
H., ketika historiografi Islam awal mengambil bentuk relatif mapan. sulit dibantah, bahwa
historiografi awal ini mempunyai sumber dasar keagamaan. Adalah Islam yang memberikan
kesadaran sejarah kepada kaum muslim baik melalui al-Qur'an --- dengan banyak ayat yang
mendandung dimensi historis dan quasi-historis—maupun melalui Nabi Muhammad sendiri
sebagai figus historis.(M. Azami, 1977:1-3)
Dalam pandangan Yusni Abdul Gani, ilmu sejarah dalam Islam dianggap sebagai ilmu-
ilmu keagamaan ('ulum an-naqliyyah) kerena pada awalnya terkait erat dengan ilmu
hadis. Seperti dikemukakan Duri, kebangkitan tulisan sejarah sejak masa awal Islam merupakan
bagian integral dari perkembangan kebudayaan Islam umumnya; historiografi Islam berkaitan
sangat erat dengan kebangkitan disiplin hadits.(Duri, 1986:12-3) Senada dengan pernyataan
Duri, Azra, melihat bahwa penulisan hadits itu dapat dikatakan sebagai cikal bakal penulisan
sejarah. Dari penulisan hadits-hadits Nabi itu, para sejarawan segera memperluas cakupan
sejarah. Pertama-tama mereka mengembangkannya kepada riwayat-riwayat yang berkenaan
dengan perang-perang Nabi yang disebut dengan al-maghazi.
Sementara pandangan, Badri Yatim, selain dari al-Qur'an dan hadits sebagai sumber
historiografi, Islam mendapatkan kontribusi berarti dari warisan kuno budaya Arab berupa al-
Anshab dan al-Ayyam. Dua bentuk pokok ini merupakan instrumen pewarisan turun-temurun
cerita tentang kepahlawanan seseorang, kemenangan di medan perang serta tuturan dan sedikit
catatan tentang silsilah keluarga.(Yatim, 1997:37-9)

1
Dalam bukunya Historiografi Islam Kontemporer, Azra, mengungkapkan bahwa
literatur hadits menempati posisi yang sangat krusial sebagai tambang informasi bagi
historiografi awal Islam. Materi hadits yang luar biasa banyaknya merupakan tambang informasi
bagi tulisan sejarah Islam di masa awal, seperti maghazi (razia atau serangan
militer), sirah (biografi), asma al-rijal (biografi perawi hadis), dan semacamnya. Dalam
penulisan sejarah awal, seperti halnya dalam penulisan hadits, para sejerawan menggunakan
metode isnad dalam penulisannya dan penggunaan metode kronologis dalam karya biografis
juga mempengaruhi metode historiografi awal Islam. Metode isnad dalam sejarah biografi
dan maghazi sangat jelas terlihat pada penulis sejarah generasi pertama.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana corak dan metode penulisan kitab Al-Maghazi karya Al-Waqidi?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan dalam penulisan Al-Sirah?
3. Bagaimana tema penulisan sejarah Dinasti?
4. Bagaimana arah dan model perkembangan dalam penulisan biografi?
5. Bagaimana bangkitnya tulisan Al-Ansab?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui corak dan metode yang digunakan dalam penulisan kitab Al-
Maghazi karya AL-Waqidi,
2. Untuk memahami sejarah dan perkembangan dalam penulisan Al-Sirah,
3. Untuk mengetahui tema penulisan sepanjang sejarah Dinasti,
4. Untuk mencari tahu arah dan model perkembangan dalam penulisan biografi,
5. Untuk mengetahui asal usul Al-Ansab sampai kebangkitannya oleh aliran Irak

2
A. AL-MAGHAZI

Salah satu fase penting dalam historiografi Islam adalah masa awal munculnya karya
sejarah. Pada masa ini karya-karyanya lebih banyak berkenaan dengan perang Nabi atau
al Maghazi. Satu dari karya masa awal historiografi Islam yang menjelaskan perang Nabi
ialah kitab al -Maghazi karya al Wakidi. Karya al-Wakidi ini merupakan karya yang
dianggap sebagai karya yang cukup baik dan lebih baik dari apa yang dituliskan oleh Ibn
Ishaq. Dengan demikian menjadi penting untuk menjadi sebuah bahan penelitian dalam
upaya untuk melihat corak dan metode yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui beberapa hal mengenai kitab Al Maghazi dan pengaruhnnya terhadap
historiografi generasi berikutnya, untuk itu tujuannya adalah: (1) Apa yang
melatarbelakangi Al-Waqidi menulis kitab Al-Maghazi, (2) Bagaimana corak dan metode
penulisan Kitab Al-Maghazi karya Al-Waqidi, (3) Bagaimana pengaruh kitab Al-
Maghazi karya Al-Waqidi terhadap sejarawan berikutnya. Adapun metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah. Dalam metode
penelitian sejarah terdapat empat tahap, yaitu heuristik, (pengumpulan sumber-sumber
primer dan sekunder), kritik (internal dan eksternal), interpretasi (menafsirkan sumber-
sumber sejarah) dan historiografi (penulisan sejarah). Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa al Waqidi adalah seorang sejarawan yang berasal dari Madinah. Ia
menulis banyak karya namun yang paling terkenal ialah kitab al Maghazi. Kitab ini berisi
tentang peperangan yang dilakukan oleh Nabi. Dilihat dari sisi penulisan, kitab al
Maghazi termasuk pada corak Madinah dengan beberapa alasan. Pertama, dalam
penulisannya menggunakan sanad yang ketat. Kedua, ruang lingkup penulisannya
berkisar pada kehidupan Nabi. Kemudian metode yang digunakan al Wakidi dalam
karyanya yaitu berdasarkan ilmu hadits. Ia mengumpulkan sumber yang berupa hadits-
hadits dari orang-orang yang di anggap valid.

3
Selain itu ia juga mendatangi tempat yang pernah menjadi ajang pertempuran.
Dikarenakan kualitasnya karya ini dijadikan rujukan oleh beberapa ulama berikutnya
yang berbeda jaman, seperti Ibnu Sa’ad, Ibnu Katsir dan Ibnu Khaldun. Dalam Ibnu
Sa’ad nampak pengaruh al Waqidi pada sisi periwayatan. Ibnu Sa’ad mengambil riwayat
dari al Waqidi menggunakan dua cara. Pertama ia mengambil utuh pembahasan dari al
Waqidi, Kedua ia mengambil riwayat dari al Waqidi untuk dipadukan dengan riwayat
dari orang lain pada suatu pembahasan. Pengaruh al Waqidi juga tampak pada karya Ibnu
Katsir. Ibnu Katsir mengambil riwayat dari al Waqidi sebagai tambahan dalam
pembahasannya. Ibnu Khaldun adalah seorang sejarawan yang paling berkompeten pun
mengambil riwayat dari Al Waqidi. Ia mengambil riwayat dari al Waqidi sebagai
tambahan dalam pembahasan kitabnya terkait dengan al Maghazi.

B. AL-SIRAH
Selain al-maghazi, bentuk historiografi awal adalah sirah Menurut Yatim,
penulisan sirah lahir dari aliran Madinah bersamaan dengan lahirnya maghazi.(Yatim,
1997: 183) Adapun penulis sirah adalah Muhammad ibn Muslim ibn Syihab Al-Zuhri,
yang melakukan studi maghazi dalam cara yang lebih sesuai dengan metode penelitian
sejarah. Menurut Duri, al-Zuhri adalah orang pertama yang dapat disebut sebagai
sejerawan yang sebenarnya dimasa awal ini dan telah menempatkan sejarah pada
landasan yang jelas dan menggambarkan orientasi studi sejarah. Ia adalah orang pertama
memakai istilah sirah, merekontruksi sirah Nabi dengan struktur yang baku, dan
menggariskan kerangka dalam bentuk yang jelas. Tetapi ia tetap memakai istilah maghazi
ketimbang sirah sebagai judul karyanya. Dalam hal ini dia juga memulai penulisan al-
maghazi atau al-sirah dengan materi-materi yang berhubungan dengan kehidupan Nabi
sebelum kenabian, dan ada kemungkinan dia juga memberikan silsilah keturunannnya.
Setelah menyebutkan tanda-tanda kenabian, dia beralih kepada turunnya wahyu pertama,
kemudian tentang peristiwa-peristiwa penting pada periode Mekah, dan setelah itu hijrah
dan peristiwa-peristiwa penting pada periode Madinah sampai wafatnya Rasulullah.
(Duri, 1986: 99).

4
Pendekatan al-Zuhri terhadap sirah pada dasarnya merupakan pendekatan
seorang muhaddits. Karena itu tidak mengherankan kalau al-Zuhri mengambil kebanyakan bahan
untuk sirah dari hadits. Metodenya dalam menyeleksi materi hadits dan riwayat lainnya
bersandar pada isnad. Sikapnya terhadap isnad merupakan sikap tipikal muhaddits bahkan ia
memainkan peranan besar dalam penekanan dan perluasan penggunaan isnad dalam literatur
hadits. Tetapi, al-Zuhri cenderung isnad kolektif; mengumpulkan berbagai riwayat kedalam
penuturan yang lancar dan berkesinambungan dengan didahului suatu daftar isnad yang
merupakan sumber asli riwayat yang diungkapkannya.
Tampaknya al-Zuhri memperhatikan rangkaian dan kronologi sejarah, dan juga sudah
mencantumkan tahun kejadian sejarah itu. Pencantuman tahun kejadian ini sangat membantu
untuk merekontruksi kerangka buku karangan Al-Zuhri. Sayang kajian al-Sirah al-Zuhri tidak
sampai ke tangan kita hanya dalam bentuk bagian kajian al-Zuhri bisa ditemukan terutama
didalam karya Ibn Ishaq, al-Wakidi, Al-Thabari, Al-Balazduri dan Ibn Sayyid Al-Nas.
Studi maghazi atau zirah dikembangkan lebih lanjut oleh tiga murid Al-Zuhri: Musa
ibn Uqbah (w. 141/758), Ma'mar ibn Rasyid (96-154/714-771) dan Muhammad ibn Ishaq (w.
151/761). Musa ibn Uqbah terkenal sebagai seorang yang banyak meiliki pengetahuan
tentang al-maghazi. Ia sangat ketat bepegang pada metode isnad dan penanggalan dan
kronologis peristiwa. Musa juga semakin menekankan pentingnya isnad dalam penulisan karya
sejarah. Karya maghazi-nya mencakup masa al-khulafa al-rasyidun dan bahkan periode Dinasti
Umaiyah. Tetapi karyanya tentang maghazi ini dipandang sebagian ahli hanya merupakan edisi
lain dari karya al-Zuhri.
Sedangkan murid yang paling termasyhur dari Al-Zuhri adalah Muhammad ibn Ishaq
ibn Yasar, yang lebih terkenal sebagai ibn Ishaq. Ia menyusun berjilid-jilid sirah Nabi
Muhammad dengan menggunakan materi yang amat banyak. Namun yang sampai pada kita
hanya bentuk ringkasan sirah yang ditulis oleh Ibnu Hisyam dalam karyanya al-sirah al-
Nabawiyah yang lebih dikenal dengan nama Sirah ibn Hisyam. Dia sangat dikenal sebagai
seorang ahli dalam bidang sirah dan, oleh Muhammad Ahmad Tarhini, dipandang sebagai
tonggak penting aliran Madinah. (Tarhini, t.t: 50-1)

5
Dalam menyusun sirah Nabi, Ibn Ishaq memakai berbagai sumber. Sumber utama al-
mubtada' adalah Al-Qur'an, hadis yang diriwayatkan terutama Wahb ibn Munabbih dan Ibn
Abbas, pernyataan sastrawan Yahudi dan Kristen, dan teks Biblikal. Dalam al-mab'ats, ia hampir
sepenuhnya bersandar pada hadits yang diriwayatkan Ahl  Al-Madinah, dan dokumen-dokumen
tertulis lainnya. Dalam bagian ini, ia kadang-kadang memakai isnad. Sedangkan dalam al-
maghazi, ia juga memakai hadits dan isnad-nya secara ketat. 
Karya ibn Ishaq merupakan perkembangan baru dalam tulisan sejarah di masa awal
Islam. Dalam hal ini, Duri, berpendapat bahwa perkembangan paling jelas adalah penggunaaan
dan pemaduan berbagai macam sumber oleh Ibn Ishaq, sejak dari Al-Qur'an, hadits, riwayat
historis, bahkan Isra'iliyat, kisah rakyat, dan syair. Bahkan Ibn Ishaq sering dituduh membesar-
besarkan riwayatnya dengan memperbanyak materi hadits dengan pernyataan lain yang
dikumpulkannya sendiri.
Umumnya dalam metode penulisan sejarah, ibn Ishaq, menggunakan isnad tidak secara
ketat seperti muhaddits; baginya cukup memadai menggunakan metode isnad kolektif. Dengan
begitu ia bisa menyajikan periwayatan yang menarik. Karenanya, baik dari segi pandangnya
tentang sejarah maupun dari segi metode, Muhammad Ahmad Tarhini, menilai apa yang telah
dilakukan oleh ibn Ishaq ini sudah melampaui batas-batas metodologis aliran Madinah. Pada ibn
Ishaq mulai terjadi pergeseran dikalangan para ahli: mereka pertama-tama adalah sejerawan baru
kemudian muhadits.
Terdapat empat penulis maghazi atau sirah lainnya: Abu Ma'syar al-Sindi (w. 170/787),
Muhammad ibn Umar al-Waqidi (130-207/748-823), Ali ibn Muhammad al-Mada'ini (135-
225/753-840), dan Muhammad ibn Sa'd (w.230/844). Dalam karyanya, yang terdapat dalam
kutipan al-Waqidi dan al-Thabari, bahwa maghazi Abu ma'syar membahas keseluruhan riwayat
Nabi. Ia dikenal menggunakan isnad dalam kebanyakan periwayatannya. Sementara al-Madani
dipercaya menyusun sekitar 240 karangan tentang berbagai topik sejak dari sejarah Nabi sampai
sejarah Dinasti Abbasiah.

6
Apa yang penting dari karya al-Mada'ini bagi kita adalah bahwa ia mengikuti
metode muhadits dalam kritisismenya atas sumber-sumbernya. Metode isnad lebih kuat
mempengaruhinya ketimbang para pendahulunya. Dengannya kita melihat munculnya orientasi
kearah pengumpulan lebih komprehensif dan pengorganisasian lebih ekstensif atas riwayat-
riwayat historis. Ia meminjam lebih banyak sumber-sumber Madinah dibandingkan para
pendahulunya, dan juga memakai sumber-sumber lain dengan baik, seperti riwayat dari
masyarakat Basrah. Karena ciri khas ini, al-Mada'ini menjadi sumber fundamental bagi
sejerawan lebih belakangan, dan riset modern mengkonfirmasikan akurasi karya-karya. 
Studi maghazi atau sirah berkembang lebih jauh dalam karya al-Waqidi.  Karya al-
Waqidi yang sampai ke tangan kita adalah Al-Maghazi, yang membatasi pembahasannya hingga
kehidupan Nabi di Mekkah. Sementara periode-periode lain dibahas dalam kitab Sirah-nya dan
karya-karya lain.
Al-Waqidi mengikuti perencanaan baku dalam penyajiannya atas maghazi. Ia mulai
dengan daftar sumber primernya; tanggal kronologis pengiriman dari dan kembalinya ekspedisi
militer Nabi ke Madinah; dan nama  orang-orang yang berada di Madinah selama Nabi pergi.
Dalam menulis Al-Maghazi, al-Waqidi menggunakan seluruh sumber yang dapat
dikumpulkannya, ia menawarkan banyak sekali bahan yang tidak ditemukan sama sekali dalam
karya ibn Ishaq. Karenanya, Al-Maghazi karya al-Waqidi memberikan riwayat yang jauh lebih
kaya tentang periode Madinah ketimbang karya Ibn Ishaq, meski sebagian dari riwayat itu
sebenarnya lebih menyangkut persoalan hukum daripada perkembangan historis.
Dalam metode penulisannya, seperti tampak dari karyanya al-maghazi ini, ia
menyebutkan sumber-sumber periwayatan secara umum saja. Dalam hal ini, Badri Yatim,
melihat bahwa al-Waqidi merusaha melepaskan corak penulisan sejarah dari corak penulisan
hadits. Oleh karena itulah ia tidak begitu taat menggunakan metode isnad, sebagaimana yang
berlaku dalam periwayatan hadits. 

7
Disamping itu al-Waqidi juga sangat kritis terhadap sumber-sumbernya. Ia memeriksa
sangat hati-hati segala sumber yang dihadapinya; mencari dokumen-dokumen baru; dan
menyiapkan daftar nama mereka yang ikut dalam ekspedisi militer. Ia bahkan melakukan
perjalanan ke berbagai medan tempur untuk menyesuaikan riwayat yang ada dengan situasi
aktual di lapangan. Melihat metode al-Waqidi, Gibb, menyimpulkan bahwa ilmu sejarah yang
berasal dari hadits mendekati cara pengumpulan meteri sejarah sebagaimana dilakukan dalam
filologi, sementara mempertahankan metode penyajian tradisionalnya yang khas. 
Pengarang maghazi atau sirah terakhir disinggung adalah Ibn Sa'd yang juga dikenal
sebagai sekretaris Al-Waqidi. Ibn Sa'ad menulis dua buku: Kitab Akhbar Al-Nabi dan Kitab
Thabaqat al-Kabir. Dalam pendahuluan buku ini mengungkapkan sejarah Nabi-nabi terdahulu,
yang kemudian diikuti riwayat masa kanak-kanak Nabi Muhammad  sampai hijrah ke Madinah.
Sementara pada buku yang lain mengabdikan pada pertempuran-pertempuran yang dihadapi nabi
atau maghazi dalam pengertian sempit. Sedangkan bagian kedua volume ini memberikan
kesimpulan tentang biografi pribadi Nabi.
Dalam menyusun kitab-kitabnya Ibn Sa'ad banyak bersandar pada karya Al-Waqidi.
Tetapi ia melampaui Al-Waqidi dalam pengorganisasian dan pembagian sistematik karyanya ke
dalam bab-bab. Ia juga memperkenalkan penambahan penting kepada studi sirah dengan
menambahkan  bagian-bagian tentang "tanda misi kenabian" (alamat al-nubuwwah), dan tentang
sifat kebiasaan dan karasteristik Nabi (sifat akhlaq Al-Nabi). Perkembangan ini, menurut Gibb,
merupakan satu tahap lebih maju dalam penyatuan unsur hadits asli dengan arus kedua tradisi
literatus—seperti terlihat Ibn Ishaq—yang bertumpu pada seni iisah rakyat seperti dikembangkan
Wahb ibn Munabbih.(Gibb, 1938: 113)
Dengan arah baru sirah ini, karya Ibn Sa'ad akhirnya secara kuat memapankan struktur
sejarah kehidupan Nabi. Seluruh sirah yang ditulis sesudah itu mengikuti kerangka yang sama
dan bersandar terutama pada bahan-bahan yang disajikan dalam karya-karya yang disebutkan di
atas.

8
C. SEJARAH DINASTI
Penulisan sejarah yang dilakukan pada masa Bani Abbasiyah pertama merupakan
tonggak awal perkembangan historiografi Islam. Dinasti Abbasiyah sebagai pengganti
dinasti Umawiyah telah berusaha memarjinalkan peranan daulah Umawiyah diatas atas
sejarah. Tradisi penulisan sejarah Islam yang diawali dimasa Abbasiyyah pertama terus
berkembang mengikuti perkembangan kebudayaan. Penulisan sejarah telah dilandasi oleh
suatu ide yang sistematis dengan menaruh perhatian terhadap rangkaian peristiwa dan
situasi. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode sejarah,
karena pembahasannya bersifat histories. Untuk mensintesiskan fakta agar mempunyai
bentuk dan struktur dilakukan interpretasi dan diperlukan pendekatan ilmu-ilmu social
yang meiputi teori-teori dan konsep sebagai alat analisis. Isu politik yang berkembang
mempunyai pengaruh yang besar dalam penulisan sejarah. Pertentangan antara daulah
Umayyah dengan daulah Abbasiyah telah membawa mereka terjebak pada dikotomi pro
dan kontra.Diantara para sejarawan-sejarawan yang sangat dekat dengan kalangan elit
politik atau khalifah pada masa itu adalah Ibn Ishaq, Al-Waqidi, Ibn Sa'ad, dan al Kalbi.
Inilah yang menyebabkan penulisan sejarah mengenai daulah Umayyah lebih condong
diabaikan dan mereka lebih memilih menulis sejarah dinasti-dinasti terdahulu atau
biografi Nabi atau para sahabat, ataupun tokohtokoh ulama.

D. BIOGRAFI
Biografi keagamaan sangat penting dalam peradaban Islam, yakni ketika karya
dalam berbagai genre mengisahkan kebajikan para sahabat Muhammad SAW.
Semangatnya untuk menyatukan komunitas Muslim serta merunut silsilah dan afiliasi
suku, terutama mengenai hubungan antara biografi dan kumpulan hadis.
Dalam konteks ini, ilmu periwayatan tentang hadis merupakan cabang
historiografi Islam yang menguji keandalan para periwayat hadis berdasarkan kriteria
apakah mereka mengenal nabi atau periwayat lain secara langsung dan bagaimana
kealiman dan kegiatan mereka sebagai individu. Kualitas kebajikan orang-orang penting
merupakan subbagian dari kebanyakan kumpulan hadis.

9
Selain itu juga mengungkapkan konsep awal tentang karisma, karakter, atau
otoritas religius. Tema lainnya dalam hadis yang berkembang menjadi sebuah genre
literatur biografis dijumpai dalam buku kezuhudan, yang memberikan wawasan
mengenai perkembangan awal sufisme dan bagaimana praktik kezuhudan membentuk
peringkat kealiman dan otoritas.
Pada umumnya, sirah merujuk pada biografi Nabi Muhammad. Tapi, kehidupan
para wali pun disebut dalam bentuk siyar yang berarti biografi kolektif. Ada juga yang
disebut thabaqat (tingkatan atau kelas), yang lebih dikenal dengan istilah kamus
biografis.
Sebutan thabaqat mengacu pada sistem penyusunan entri-entri biografis dalam
karya yang berjilid jilid. Contoh karya paling awal dan masih dapat dijumpai adalah
Kitab al-Thabaqat al-Kabir yang ditulis oleh Ibnu Sa’d. Dia meninggal dunia pada 845
Masehi. Kitab ini memuat sekitar 4.250 entri biografi laki-laki dan perempuan generasi
Islam pertama, mulai dari dua baris hingga beberapa halaman. Pola umum entrinya,
antara lain, berupa silsilah seseorang, perkawinannya, anak-anaknya, saat masuk
Islamnya, janji setianya kepada Rasulullah, dan berbagai riwayat itu yang terkait dengan
hadis, diakhiri dengan kematian, pemakaman, serta daftar pelayatnya.

E. AL-ANSAB
Pengagungan terhadap keberadaan nasab (garis keturunan) merupakan tradisi
Arab Jahiliyah yang diwarisi kaum Muslim dan menjadi cikal-bakal dalam
mengembangkan tradisi ketokohan seseorang. Karena salah satu keberadaan status sosial
seseorang terletak pada garis keturunannya. Bagi kebanyakan masyarakat Arab,
kebanggaan pada suku merupakan ciri dari keberadaan status sosial yang memilikinya,
meskipun pada saat itu (masa-masa pra Islam tradisi) al-ansâb hanya cukup dengan
dihafal saja.

10
Bangkitnya penulisan al-ansâb dimulai oleh aliran Irak, dan menjadi sesuatu yang sangat
penting ketika Bani Umayyah di Damaskus kembali melakukan legitimasi politik
kearabannya dengan menempatkan posisi status kesukuan Quraisy sebagai pewaris
politik dunia Islam satu-satunya yang sah saat itu. Kepentingan ini menjadi semakin
kokoh ketika kebijakan arabisme yang digulirkannya menjadi mainstream politik umum,
yang ingin menempatkan posisi orang-orang Arab menjadi sentral di pos-pos kekuasaan
di wilayah-wilayah luar arab dibanding bangsa-bangsa lainnya. Meskipun pola penulisan
ansâb ini terus berlanjut dalam menggunggulkan ketokohan seseorang, namun setelah
abad ke 9 M. kepentingannya lebih bersifat melunak, karena etnik lain di luar Arab dalam
tubuh pemerintahan Dinasti Abbasiyah terutama Persia dan Turki cukup dominan.
Fungsinya lebih melebar dan mengembang bukan hanya dalam kepentingan politik saja,
tapi juga masuk dan membentuk pada garis geneologi keilmuan. Tradisi penulisan al-
ansâb ini, kelak akan memberikan pengaruh dalam membentuk jalur-jalur genelogi
keilmuan atau sanad-sanad keilmuan serta telah menunjang bagi pola penulisan biografi
dan hagiografi dalam sejarah Islam. Kesan ini akan terasa nampak, bila tendensi
pengagungan tokoh selalu dimulai dari cikal-bakal keluarga besar atau geneologi
keluarga besarnya, guru-guru sebagai sanad (geneologi) periwayatan keilmuan dan
sebagainya.

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dalam kajian tentang penulisan sejarah atau apa yang dikenal dengan
historiografi, akan tampak keanekaragaman corak, bentuk, metode, maupun isinya.
Memang historiografi merupakan suatu studi tentang keanekaragaman pendekatan
dalam penulisan sejarah, di samping sebagai keanekaragaman penafsiran tentang
peristiwa-peristiwa masa lampau. Lebih dari itu, historiografi juga diangkat sebagai
studi tentang teknik yang dipergunakan masing-masing sejarawan dalam menuliskan
karya-karyanya.

11
Demikian juga halnya dalam perkembangan penulisan sejarah atau historiografi
Islam, terjadi hal yang demikian; bahkan menarik untuk dikaji secara ilmiah
perubahannya dari tradisional-konvensional hingga menjadi model kritis-
multidimensi.

b. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari terdapat banyak kesalahan
dari segi penyusunan. Maka dari itu, kritik ataupun saran sangat diperlukan untuk
membangun usaha yang lebih baik dan maksimal lagi ke depannya.

DAFTAR PUSTAKA
Chaedi, Nur. “Historiografi Masa Daulah Abbasiyyah Pertama” UIN Sunan Kalijaga
tanggal 21 Desember 2016. Diakses dari http://digilib.uin-suka.ac.id/4511/

Kusumah, Irfan Hadi. “Corak dan metode penulisan kitab AL Maghazi karya Al
Waqidi dan pengaruhnya terhadap Ibnu Sa'ad, Ibnu Katsir dan Ibnu
Khaldun” UIN Sunan Gunung Djati tanggal 16 November 2018.

Diakses dari http://digilib.uinsgd.ac.id/16687/


12

Anda mungkin juga menyukai