Anda di halaman 1dari 23

SEJARAH ASIA TIMUR II

“POLITIK LUAR NEGRI RRC DALAM 5 DASAWARSA ”

Disusun oleh :

Ananda Bima S. (K4416006)

Annisa Safira R (K4416007)

Faturrahma Nur W. (K4416025)

Galuh Alit Fatimah (K4416028)

Hasan Widodo (K4416029)

PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, taufik
serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Harapan kami, semoga makalah ini dapat digunakan sebagai acuan serta dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Penyusun,
DAFTAR ISI

SEJARAH ASIA TIMUR II ..................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4

A. Latar Belakang Masalah................................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 5

BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................................................... 6

A. Politik Luar Negeri Cina Pada Tahun 1949-1971 ......................................................... 6

B. Politik Luar Negeri RRC Pada Tahun 1972-1979 ........................................................ 9

C. Politik Luar Negeri RRC Pada Tahun 1980-an........................................................... 12

D. Politik Luar Negeri RRC Pada Tahun 1990-an........................................................... 14

E. Politik Luar Negeri RRC Pada Tahun 2000-an........................................................... 17

F. Implikasi terhadap dunia Internasional, khususnya Asia Tenggara ............................ 19

BAB III. PENUTUP ............................................................................................................... 21

A. Kesimpulan ................................................................................................................. 21

B. Saran ........................................................................................................................... 22

Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 23


BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cina melaksanakan politik luar negeri yang independen atas dasar prinsip
hidup berdampingan, sesuai dengan kebijakan Peacefull Coexistance
(Koesmawan, 2002:4). Prinsip-prinsip tersebut meliputi menghormati
kedaulatan negara lain, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain,
semua negara memiliki derajat yang sama dan saling menghormati dalam
hubungan internasional, penyelesaian sengketa dalam hubungan internasional
melalui konsultasi secara bersahabat, dan tidak melakukan agresi terhadap
negara lain. Dalam menunjukkan legitimasi dan prestise, pemerintah dan
Partai Komunis Cina menggunakan foreign affair sebagai landasan kebijakan
luar negeri untuk tiap-tiap isu, seperti ekonomi, politik, militer, sosial, dll
(Sutter, 2008:22).

Hubungan luar negeri Cina menunjukkan peningkatan yang signifikan


melalui keseimbangan hubungan dengan negara-negara di berbagai kawasan.
Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan dan mempertahankan hubungan
internasional yang bersifat multipolar, tidak hanya didominasi oleh Amerika
Serikat, yang merupakan ancaman bagi Cina. Oleh karena itu, Cina
menghindari diplomasi konkrit dan inisiatif militer yang bersinggungan
langsung dengan kepentingan Amerika Serikat, serta tetap melegitimasi
norma internasional (Sutter, 2002:30). Saat ini, saat kepemimpinan Hu Jintao,
arah politik luar negeri Cina semakin jelas, yaitu penciptaan situasi
internasional yang kondusif bagi pertumbuhan ekonominya dengan cara
menghindari konfrontasi yang ada. Bentuk politik luar negeri ini ditujukan
untuk memenuhi kepentingan nasionalnya melalui pertumbuhan ekonomi
domestiknya dan meciptakan status sebagai great power yang cinta damai dan
tidak hegemon dalam sistem internasional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Politik Luar Negeri Cina pada tahun 1949-1971?
2. Bagaimana Politik Luar Negeri RRC pada tahun 1972-1979?
3. Bagaimana Politik Luar Negeri RRC pada tahun 1980-an?
4. Bagaimana Politik Luar Negeri RRC pada tahun 1990-an?
5. Bagaimana Politik Luar Negeri RRC pada tahun 2000-an?
6. Apa Implikasi Bagi Politik Internasional, Khususnya Asia Tenggara?
BAB II. PEMBAHASAN

A. Politik Luar Negeri Cina Pada Tahun 1949-1971


Republik Rakyat China (RRC) berdiri pada tahun 1949, diawali oleh
kemenangan Partai komunis China (PKC) dalam perang Kuochangtang-
Kuomintang. Partai yang dibentuk pada tahun 1921 sebagai dampak
suksesnya revolusi Rusia yang berideologi marxisme-Leninisme tersebut
menang melawan partai Kuomintang yang disokong oleh barat. Buntut dari
dikuasainya China daratan oleh PKC, Partai Kuomintang melarikan diri ke
Taiwan. Walaupun secara de facto China telah dikuasai oleh Partai Komunis
dan dibentuk negara baru, namun hal tersebut tidak diakui oleh negara –
negara didunia. Di dalam Persatuan Bangsa – bangsa (PBB) pun yang duduk
dalam dewan keamanannya adalah Taiwan bukan RRC. RRC sendiri justru
terisolasi dan hanya diakui oleh negara-negara komunis saja.

Mao melihat situasi internasional dari sudut pandang musuh dan sahabat.
Dalam hal ini RRC dengan tegas menunjuk Amerika yang memimpin kubu
imperialis sebagai musuh utama RRC, sedangkan Uni Soviet yang memimpin
blok sosialis merupakan sahabat, atau lebih dikenal dengan “kebijaksanaan
condong ke satu pihak” (lean to one side). China memilih untuk condong ke
pihak Soviet untuk memerangi imperialisme dan kolonialisme. Sikap ini
dimanifestasikan oleh RRC melalui kebijaksanaan luar negeri yang
mendukung sepenuhnya semua posisi Uni soviet dalam masalah-masalah
internasional dan menjalin hubungan erat dengan negara-negara sosialis. RRC
menjalin hubungan erat dengan unsur-unsur gerakan komunis di dunia dan
mendukung mereka menjalankan revolusi menjatuhkan pemerintahan non-
komunis di negara masing-masing. (Ririn Darini. 2010 : 56)

Hal tersebut dapat dilihat Seperti ketika keterlibatan mereka diperang


Korea yang pecah pada tahun 1950. Perang yang terjadi antara tahun 1950-
1953 tersebut, pasukan Amerika Serikat di bawah panji Persatuan Bangsa-
bangsa (PBB) membantu pihak Korea Selatan. Sedangkan RRC membantu
Korea Utara dengan mengirimkan pasukannya. Di bawah pimpinan Jenderal
Peng Dehuai tentara RRC yang berjumlah 130.000 orang menyeberangi
Sungai Yalu dan berhadapan dengan pasukan Amerika Serikat. Sampai
berakhirnya Perang Korea pada tahun 1953 tidak kurang 1 juta tentara China
tewas dalam Perang Korea termasuk diantaranya putera Mao. Akibat
peperangan ini China dicap sebagai aggressor. ( Ririn Darini,2010 : 56)

Keterlibatan RRC dalam perang Korea ini juga merupakan kekhawatiran


Pemerintahan Beijing akan dikuasainya wilayah Korea Utara oleh Amerika
Serikat. Mereka khawatir bahwa dengan dikuasainya Korea Utara, maka akan
mengancam provinsi – provinsi di timur laut China. Disamping juga adanya
dukungan Stalin kepada RRC untuk terlibat dalam perang Korea tersebut.
Sementara bagi Amerika Serikat, keterlibatan mereka dalam perang tersebut
merupakan upaya politiknya dalam membendung pengaruh Komunisme di
kawasan Asia Pasifik. (WD Sukisman. 1993 :54)

Namun hal tersebut malah memancing permusuhan RRC dengan negara


Asia lainnya yang masuk kedalam kubu Amerika Serikat seperti Jepang,
Korea Selatan serta Taiwan. Selain dengan negara – negara tersebut, RRC
juga bermusuhan dengan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara seperti
Philipina, Muangthai (Thailand), Malaysia, serta Singapura. Alasan RRC
memusuhi Philipina dan Thailand adalah disebabkan karena kedua negara
tersebut mengikuti kebijaksanaan Amerika Serikat dan masuk menjadi
anggota South East Asia and Treaty Organization (SEATO). Organisasi yang
dibentuk pada tahun 1954 tersebut, merupakan salah satu wujud untuk
membendung RRC di Asia Tenggara. Dalam permusuhan dengan kedua
negara ini, RRC memberikan bantuan kepada partai Komunis lokal atau
kekuatan subversif lain yang ingin menjatuhkkan pemerintahan yang pro
Amerika Serikat.
Sementara untuk Malaysia dan Singapura walaupun keduanya tidak
masuk kedalam keanggotaan dan bahkan tidak mengakui keberadaan SEATO,
namun kedua negara ini tidak mau menjalin hubungan diplomatik dengan
Beijing. Kedua negara bekas jajahan Inggris ini juga ikut serta dalam Five
Powers Defense Arrangement bersama Inggris, Australia, dan Selandia Baru
yang merupakan sekutu loyal Amerika Serikat. Maka secara tidak langsung
Malaysia dan Singapura ikut serta dalam sistem keamanan Amerika Serikat
yang berlawanan dengan RRC. (Leo Agung. 2002 :51 )

Hubungan internasional RRC mulai mengalami pergeseran sejak


munculnya ketidakpuasan mereka terhadap Uni Soviet terkait dengan
perbedaan politik 2 pimpinan Negara komunis tersebut. Di samping itu
perhatian Beijing terhadap negara-negara Asia Afrika semakin meningkat,
sehingga memunculkan teori Zona Antara. Pada 6 November 1957 Mao
mengeluarkan pernyataan tentang “Zona Antara”, bahwa imperialis Amerika
Serikat melakukan tindakan ikut campur dalam urusan dalam negeri semua
bangsa, terutama dalam urusan-urusan dalam negeri negara zona antara yang
terletak di antara kubu sosialis dan imperialis. Politik luar negeri RRC tersebut
pada dasarnya dapat disimpulkan sebagai usaha untuk mendorong bangsa-
bangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin untuk mengobarkan revolusi
melawan imperialisme pada umumnya dan melawan pemerintah nasional
masing-masing yang dinilai reaksioner. (Ririn Darini. 2010 : 56)

Kubu zona antara yang pertama adalah negara-negara di kawasan Asia,


Afrika, dan Amerika Latin; dan kubu zona antara yang kedua adalah seluruh
Negara Eropa Barat, Oceania (Australia dan Selandia Baru), Kanada, dan
Jepang. Ketika hubungan RRC dan Uni Soviet semakin memburuk pada tahun
1972 terdapat perubahan sistem internasional, yaitu: 1. Zona superpower yang
terdiri atas imperialism AS dan imperialisme sosial Uni Soviet, 2. Zona
sosialis yang terdiri dari Negara-negara sosialis, 3. Zona antara pertama yang
terdiri dari negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin, 4. Zona antara
kedua yang terdiri dari negara-negara kapitalis tertentu di Timur dan Barat
kecuali superpower. Dalam pandangan tersebut Uni Soviet dianggap sebagai
musuh nomor satu. Sengketa RRC – Uni Soviet mencapai puncaknya
sehingga RRC tidak lagi mengakui Uni Soviet sebagai puncak pimpinan dari
gerakan komunis internasional. RRC menilai bahwa kedua superpower
tersebut sedang bersaing sekaligus bersekongkol untuk menguasai negara-
negara zona antara, terutama zona antara pertama. Selanjutnya RRC
menjalankan strategi permusuhan kembar terhadap AS dan US. (Andi
Hallang, 2007 : 1)

B. Politik Luar Negeri RRC Pada Tahun 1972-1979

RRC merupakan sekutu Uni Soviet dan Amerika Serikat yang merupakan
sekutu kaum Cina nasionalis (partai Koumintang) yang dipimpin Chiang Kai
Sek. Meskipun pada akhirnya kaum Cina nasionalis dapat dikalahkan oleh
kaum komunis cina yang tergabung dalam PKC dibawah perlindungan Uni
Soviet. Seiring berjalannya waktu, Amerika merasa bahwa Uni Soviet
merupakan saingan yang sangat serius bagi Amerika pada abad ke 20 ini.

Hal ini disebabkan :

1. Uni Soviet selalu muncul sebagai kekuatan laut yang ingin menandingi
Amerika Serikat dimana saja termasuk di kawasan Asia Pasifik
2. Pada permulaan dasawarsa 1970-an, Uni Soviet sedikit banyak telah dianggap
mencapai kesetaraan dengan Amerika Serikat dalam hal senjata nuklir
3. Amerika Serikat merasa bahwa kekuatan Uni Soviet tidak bisa diremehkan lagi,
bahkan bisa jadi Uni Soviet menggantikan Amerika Serikat sebagai kekuatan
dominan dengan segala konsekuensinya bagi dunia anti maupun pro komunis.
Hal tersebut membuat Amerika serikat melibatkan diri dalam Perang
Korea dan Perang Vietnam guna membendung pengaruh RRC di kawasan
Asia Pasifik. Namun ternyata hal tersebut tak berpengaruh sama sekali, karena
jelas perang sudah tidak mungkin dimenangkan oleh Vietnam. Maka satu-
satunya jalan untuk melepaskan diri dari perang Vietnam adalah memperbaiki
hubungan Amerika Serikat dengan RRC.

Berbeda dengan Amerika Serikat, sejak tahun 1960 justru hubungan Uni
Soviet-RRC semakin hari semakin memburuk. Hal ini dikarenakan perbedaan
pendapat kepentingan nasional dan tafsiran ideologi. RRC menuding
kepemimpinan Uni Soviet telah menyimpang dari ajaran murni Marxisme.
Bahkan pada pertengahan tahun 1960-an pemimpin RRC menyatakan bahwa
Amerika Serikat dan Uni Soviet melakukan konspirasi untuk menghadang
revolusi China.

Bahkan Militer Soviet dan China saling melepaskan tembakan pada 2


Maret 1969. Baku tembak itu terjadi setelah dua negara dengan pengaruh
komunis yang besar tersebut terlibat dalam sengketa wilayah di sungai Ussuri,
di wilayah Vladivostok, Rusia. Sementara itu, bagi Amerika Serikat, rusaknya
hubungan Soviet dan China menjadi jalan pembuka bagi kesempatan
diplomasi. Awal tahun 1970-an, Amerika Serikat mulai melakukan inisiasi
untuk membuka kesempatan diplomasi dengan China.

Selain diatas, sebab langsung yang mengakibatkan akurnya Amerika


Serikat-RRC adalah adanya rencana politik koeksistensi damai yang
dilancarkan Perdana Menteri Nikita Krushchev (Uni Soviet) kepada Presiden
Eisenhower (Presiden Amerika Serikat), sehingga RRC menarik suatu
kesimpulan bahwa hubungan baik dua negara adikuasa ini memiliki tujuan
untuk membendung rotal RRC baik dari utara maupun selatan. Dengan
demikian, sebelum kedua negara tersebut menjalin kerjasama, dan akan
membahayakan RRC, maka RRC harus mendahului Uni Soviet dan
memperbaiki hubungan terdahulu dengan Amerika Serikat.

Tahun 1972, Presiden Richard Nixon (Presiden Amerika Serikat ke-37


(1969 - 1974) mengumumkan rencana kunjungan ke China. Dorongan terkuat
AS untuk memperbaiki hubungan dengan China adalah untuk menekan
Soviet. Amerika Serikat menjadikan hubungan dengan China sebagai cara
agar Uni Soviet bersedia melunakkan sikap mereka soal kontrol senjata dan
dukungan mereka pada pemberontak di Vietnam Utara.

Selain itu, banyak hal yang membuat RRC sangat penting bagi Amerika
Serikat, yaitu :

1. Secara strategis : RRC merupakan salah satu dari dua kekuatan dunia (world
power) yang memiliki rudal-rudal balistik antar benua (Intercontinental
Balistic Missiles) yang mampu menjangkau sasaran-sasaran di wilayah
Amerika Serikat. Cina juga menempati posisi sentral dalam perimbangan
Asia, yang berdiri di sepanjang Asia Rim yang telah lama memiliki hubungan
erat dengan Amerika Serikat serta memberikan fasilitas-fasilitas dan
pangkalan-pangkalan militer kepada Amerika Serikat
2. Secara Politis : cina telah memainkan suatu peranan mengemuka dalam
forum-forum internasional berdasarkan posisinya sebagi anggota tetap Dewan
Keamanan PBB, serta memiliki kekuatan militer yang sangat besar.
3. Secara ekonomis : wilayah yang luas penting artinya bagi kebijaksanaaan
ekonomi Amerika Serikat. Adanya pertukaran perdagangan yang setiap
tahunnya mencapai milyar dollar Amerika Serikat, berkembangnya alih
teknologi canggih Amerika Serikat ke Cina, usaha-usaha patungan Cina-
Amerika Serikat dan inventasi Amerika Serikat di Cina.
C. Politik Luar Negeri RRC Pada Tahun 1980-an
Politik baru RRC yang mengandalkan Amerika Serikat dan sekutunya
dalam membendung “hegemoni” Uni Soviet, tidak berlangsung lama.
Komunike shanghai disusul hubungan diplomatik Amerika Serikat-RRC
mulai 1 Januari 1979 dan diputuskannya hubungan diplomatik AS-Taiwan
semasa pemerintahan Jimmy Carter, luntur setelah tampilnya Ronald Reagen
yang dituduh telah menyalahi Komunike Shanghai dengan politik Taiwannya
dan memojokkan Deng Xiaoping dan kelompoknya yang muncul sebagai
kekuatan utama di panggung politik RRC setelah meninggalnya Mao Zedong.
Akibatnya RRC menggantikan orientasi lama politik luar negerinya yang
mengandalkan satu kekuatan raksasa untuk menghadapi ancaman raksasa
lainnya dengan orientasi baru yang mengutamakan peranannya sebagai “
balancing force “ antara Uni soviet dan Amerika serikat. Adapun faktor-
faktornya antara lain:

a. Penyokong utama Ronald Reagen adalah sayap konservatif partai


Republik yang antikomunis dan dekat dengan taiwan. Mereka ini
menentang kerjasama dengan RRC dan mengorbankan taiwan.
b. Di masyarakat Amerika Serikat masih banyak orang yang anti kepada
RRC, hal ini disebabkan:
 Terdapat anggota keluarga yang mati, cacat atau hilang dalam
perang korea dan terutama perang vietnam, yang dilakukannya
terutama untuk membendung meluasnya komunisme RRC ke Asia
terutama Asia Tenggara.
 Propaganda anti-china intensif dan membabi buta selama perang
dingin (1950-1970), yang menuduh Beijing telah mendalangi
kejahatan di seluruh kawasan Asia Pasifik,bahkan dunia.
c. Politik Taiwan Ronald Reagen, yakni dengan menjual senjata ke Taiwan.
Hal ini tidak dapat diterima oleh RRC, karena dianggap sebagai “ campur
tangan “ dalam negeri RRC. Deng merasa kecewa dengan Amerika
Serikat.

Meskipun Ketua Mao tidak secara khusus disalahkan, tidak ada keraguan
tentang bagian tanggung jawabnya. Sidang juga mengesahkan penerimaan
resmi sebuah garis ideologi baru yang menyerukan untuk “mencari kebenaran
dari fakta” dan unsur-unsur lainnya dan pemikiran Deng Xiaoping. Pukulan
lebih jauh lagi bagi Hua adalah persetujuan dimundurkannya sejumlah elemen
kin dari pos-pos utama partai dan pemerintahan. Kemajuaan ekonomi dan
pencapaian-pencapaian politik telah cukup memperkuat posisi reformis Deng
sehingga pada Februari 1980 partai menyelenggarakan Sidang Pleno Kelima
Komite Sentral KPN ke-11. Komite Sentral mengangkat anak didik Deng. Hu
Yaobang dan Zhao Zhiyang masuk ke komite Tetap Politbiro dan Sekertariat
PKC yang baru saja diperbarui. Dibulan Juni 1981 Sidang Pleno keenam
Komite Sentral KPN ke-11 mengesahkan tonggak bersejarah menandai
berlalunya era Maois. Komite Sentral menerima pengunduran Din Hua dan
memberinya posisi yang menyelamatkan muka selaku wakil ketua partai.
Sebagai gantinya di jabatan sekertaris partai Komite Sentral menunjuk Hu
Yaobang. Pada tahun 1983 pemerintah mengambil beberapa tindakan untuk
mendukung reformasi yang di usulkan oleh Deng. Salah satunya jaminan
pensiunan yang layak setara gaji penuh para perwira selain itu bonus khusus
akan diberikan kepada masing-masing perwira setiap tahunnya. Di tahun
1986, para komandan TPR dan penasehat politik di tujuh daerah militer terdiri
dari orang-orang yang lebih muda dan terpelajar. Suatu laporan menunjukan
bahwa 91% dari seluruh pejabat di daerah-daerah militer tersebut telah belajar
di akademi militer dan sekitar 60% telah menyelesaikan pendidikan sekolah
menengah. Sekitar 25% dan para perwira yang aktif telah memperoleh
pendidikan tinggi setingkat universitas pada tahun 1986 Han Huaizi, wakil
kasum TPR kala itu mengungkapkan bahwa lebih separuh perwira yang
berusaha lanjut di tujuh daerah militer telah dipensiunkan.
Pada tahun 1989, lebih dari 2000 organ ACFROC didirikan di 29 daerah
tingkat provinsi, kota, dan kabupaten otonom, mereka dilengkapi dengan 8000
organisasi yang berafiliasi pada tingkat administrasi yang lebih rendah. Sejak
1984 Kongres Nasional China Perantauan Kembali dan keluarga (KNCPKK)
telah dilansungkan setiap lima tahun, yang terakhir diselenggarakan di Beijing
pada bulan Juli 2004 dan hasil mengumpulkan 1.000 delagasi China
perantauan dari seluruh dunia.

Pada tahun 1983, Kongres Tiongkok (renda) membentuk Komisi China


Perantauan atau CPCOCC yang terdiri dari empat belas orang anggota yang
bertanggung jawab untuk penelitian, rekomendasi dan pengamatan
pelaksanaan kebijakan pemerintah terhadap kerabat, mereka yang kembali,
dan China perantauan.

Sebagai,buah dari kerja kolektif lembaga-lembaga di atas, selama kurun


periode 1979-2000 pembagunan kebijakan China perantauan mewujudkan
hasil berupa adopsi lebih dari 360 regulasi maupun hukum-hukum komite
PKC yang berkaitan dengan China perantauan.

D. Politik Luar Negeri RRC Pada Tahun 1990-an


Pada masa kepemimpinan Deng Xioping, Cina mulai mengadopsi
kebijakan yang pragmatis dengan menjadikan ekonomi domestik sebagai
fokus utama politik luar negerinya, melalui penerapan open door policy. Pada
awal tahun 1990-an, Cina membangun perekonomiannya melalui
perdagangan, bantuan luar negeri, serta FDI (Foreign Direct Investment).
Kondisi ini memantapkan Cina untuk semakin meluaskan pasar dalam pasar
global, melalui penggabungan dengan WTO, World Bank, The Asian
Development Bank, dan APEC (Sutter, 2008:21). Transformasi ekonomi dan
integrasi Cina dalam pasar global menjadi salah satu perkembangan ekonomi
dunia yang sangat dramatis. Pertumbuhan produk domestik Cina rata-rata
hampir mencapai angka delapan persen dan membuat Cina menempati
peringkat enam besar ekonomi dunia

Menjelang akhir 1997 kegiatan diplomatic RRC menunjukkan


peningkatan, hal ini terlihat dari kunjungan pemimpin-pemimpin Cina ke
Negara-negara lain; sebaliknya adanya kunjungan pemimpin-pemimpin
Negara lain ke RRC. Dari rangkaian kunjungan yan menonjol untuk dicatat
adalah :

1. Kunjungan Presiden Jiang Zemin ke Amerika Serikat, Kanada dan


Meksiko pada 26 Oktober - 4 November 1997
2. Kunjungan Presiden Boris Yeltsin ke RRC pada 9 November 1997
3. Kunjungan Perdana Menteri Li Peng ke Jepang pada 11-16 November
1997
4. Kehadiran Presiden Jiang Zemin ke KTT Informal Sino-ASEAN di Kuala
Lumpur pada 16 Desember 1997
5. Adanya kunjungan Wakil Perdana Menteri/Mentri Luar Negeri Qia
Qichen ke Libanon, Syria, Israel, Mesir dan Otoritas Nasional Palestina
pada 18-26 Desember 1997; ke Afrika Selatan dari 28 Desember 1997-1
Januari 1998

Banyak pakar tentang Cina yang telah mengulas politik luar negeri
Negara komunis terbesar di Asia tersebut. Tetapi yang cukup konperhensif
adalah ulasan Prof Quansheng Zao dalam bukunya Interpreting Chinese
Foreign Policy. Guru besar pada Fairbank Center ofor East Asian Research,
Universitas Harvard, menyusun pendekatan politik luar negeri RR yang
disebutnya micro-macro linkage approach. Esensi pendekatan ini, telah terjadi
perubahan besar dalam politik luar negeri RRC dari suatu kekuatan
revolusioner menjadi Negara pascarevolusioner.

Perubahan besar tersebut direfleksikan dalam perubahan nyata antara dua


periode besar dalam sejarah Cina, yakni era Mao Zedong (1949-1976) ,
kemudian dilanjutkan oleh Presiden Jiang Zemin. Melalui analisis micro-
macro terlihat perubahan-perubahan dalam prioritas dari pengorbanan revolusi
dunia ke modernissi, dari penggunaan kekuatan militer dan subversi ke
perdamaian dunia, dari outsider menjadi insider (menjadi mitra dialog
ASEAN dan APEC) dari dogamtisme ke pragmatisme dan dari pembebasan
Taiwan menjadi one contry two system. Perubahan – perubahan juga terjadi
dalam struktur pembuatan putusan seperti dari dominasi tunggal ( Mao
Zedong ) kepemimpinan kolektif dengan Jiang Zemin sebagai core (collective
authotarianism), kebebasan pusat-pusat kekuasaan untuk berbicara, partisipasi
birokrasi dalam pembuatan keputusan, perluasan agenda kebijaksanaan, dan
kepentingan-kepentingan daerah yang lebih terwakili. Kesimpulannya
kecenderungan, umum politik luar negeri RRC pasca Perang Dingin ialah
termuat dalam kata kunci yakni : moderniasi, nasionalisme dan regionalism.
(Leo Agung, 2016:57-58).

Dalam situasi politik luar negeri Cina pada tahun 1990-an, terjadi
perubahan yang dilakukan oleh pemerintah RRC diantaranya :

a. Situasi politik dalam negeri semakin stabil dan kedudukan pemimpin-


pemimpin yang berkuasa sekarang semakin terkonsolidasikan sehingga
memperkuat percaya diri. Terdapat konsesus nasional bahwa Cina mesti
memusatkan pada ideologi dan melancarkan kampanye politik sebagaimana
terjadi pada waktu Revolusi Kebudayaan.
b. Status Internasional RRC telah berubah sejak awal 1970-an dimana PBB
mengakui Beijing sebagai wakil tunggal dan sekaligus menjadi anggota tetap
Dewan Keamanaan PBB, pembukaan hubungan diplomatic dengan Jepang,
Negara-negara Eropa Barat dan Cina menjadi salah satu dari strategic triangle
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet
c. Negara-negara disekitar Cina mengalami perubahan besar. Jepang dan
Negara-negara industri baru seperti Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan
Singapura telah mengalami perkembangan ekonomi yang cepat. Keberhasilan
Negara-negara tetangga RRC tersebut mendorong perubahan mendasar
terhadap interpretasi dari para pemimpin Cina tentang national survival dan
arti penting kompetensi ekonomi dalam hubungan internasional
d. Kemajuan teknologi barat seperti program Star Wars dan belakangan Perang
Teluk memperkuat kesadaran Cina akan ketertinggalannya dalam kemajuan
IPTEK dan harus dikejar dengan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
e. Kebutuhan negeri khsusunya minyak mentah semakin meningkat sejak 1994
Cina telah menjadi net importer minyak dan memasuki abad ke-21 kebutuhan
itu akan semakin besar.

E. Politik Luar Negeri RRC Pada Tahun 2000-an


Cina sebagai negara dengan kekuatan populasi terbesar di dunia memiliki
potensi yang besar pula untuk menggerakkan kehidupan ekonomi, sosial dan
politik yang besar pula di dalam sistem internasional. Berdasarkan sensus
pada November 2000, jumlah populasi Cina tercatat sebesar 1,295 miliar.
Angka tersebut menunjukkan bahwa Cina memiliki sumber daya manusia
yang potensial untuk dikelola sebagai modal perekonomiannya. Meski
memiliki potensi power besar, namun Cina tetap menjalin kerjasama ekonomi
dan keamanan dengan negara lain untuk mengejar kepentingan di tingkat
kawasan. Kebutuhan kerjasama didorong dari faktor lingkungan eksternal
Cina, yaitu globalisasi serta dari adanya transformasi faktor lingkungan
domestik politik dan ekonomi Cina.

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) telah menjadi salah


satu instrumen politik luar negeri Cina dalam mengejar kepentingan ekonomi
dan keamanannya di kawasan Asia Tenggara. Instrumen ini digunakan Cina
sejak negara ini memutuskan untuk membuka dirinya kepada ASEAN.
Keuntungan ekonomi tentu dapat diperoleh melalui kerjasama Cina dengan
ASEAN. Menurut Swee-Hock (2005, 3), perdagangan antara Cina dengan
ASEAN tergolong menjalani perkembangan yang sangat cepat dengan rata-
rata tingkat pertumbuhan 20,8 persen sejak 1990 hingga 2003. Hingga 2005,
ASEAN menjadi mitra kerjasama kelima terbesar bagi Cina. Sedangkan Cina
merupakan mitra kerjasama keenam bagi ASEAN. Investasi ASEAN di Cina
meningkat rata-rata sekitar 28 persen sejak 1991 hingga 2000.

Sejak 1999 hingga 2000 China telah menandantangani kerangka kerja


dokumen dalam kerjasama bilateral dengan seluruh negara anggota ASEAN.
Kerjasama dalam transnational non traditional security threats terutama dalam
hal drug trafficking terwujud dalam Beijing Declaration pada Agustus 2001
antara Cina, Laos, Myanmar dan Thailand. Hal ini diikuti dengan
penandatanganan Joint Declaration of ASEAN and China on Cooperation in
the field of Non Traditional Security Issues. Pada 2003, Cina menandatangani
ASEAN Security Protocol yang penting yaitu The Treaty of Amity and
Cooperation (TAC). Kerjasama dengan masing-masing negara anggota
ASEAN dilakukan dengan kunjungan antara pemimpin militer, pelatihan
militer dan bantuan persenjataan, teknologi militer dan kunjungan pelabuhan
(Swee-Hock 2005, 2-3).

Pada November 2002, ASEAN-China Summit di Phnom Penh, Kamboja,


pemimpin ASEAN dan PM Cina, Zhu Rongji menandatangani Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation sebagai landasan bagi
ASEAN-Cina untuk menyelenggarakan FTA. Perjanjian ini mulai berlaku
efektif pada 1 Juli 2003, namun FTA baru akan diberlakukan mulai 2010
dengan negara anggota lama ASEAN terlebih dahulu yaitu Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.
Sedangkan FTA lain dimulai pada 2015 antara Cina dengan anggota baru
ASEAN yaitu Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam. Selain itu, dalam
catatan ASEAN Secretariat, kemajuan kerjasama ini juga diikuti dengan
ditandatanganinya kesepakatan Joint Declaration of ASEAN and China on
Cooperation in the Field of Non-Traditional Security Issues pada pertemuan
tersebut. Dengan demikian, baik ASEAN maupun Cina sebenarnya telah
sama-sama memiliki potensi keuntungan ekonomi apabila keduanya
senantiasa menjaga interaksi yang positif dalam wujud kerjasama.

Melihat ekonomi yang kian mapan dan selalu diperhitungkan akhirnya


India yang diwakili oleh Perdana Menteri Atal Bihari Vajpayee melakukan
lawatannya ke Cina pada Juni tahun 2003. Kunjungan tersebut telah
disepakati sebuah deklarasi bersama dan sangat bersejarah bagi keduanya.
Deklarasi bersama tersebut adalah “The Joint Declaration on 8 Principle for
Relations and Comprehensive Cooperation Between the the Republic of India
and People’s Republic of China”, yang dikemukakan di Beijing 23 Juni
2003.7 Dalam deklarasi tersebut terdapat poin-poin penting selain masalah
kerjasama ekonomi, perdagangan, dan kerjasama-kerjasama yang lain.

F. Implikasi terhadap dunia Internasional, khususnya Asia Tenggara

Cina tidak hanya aktif secara global, tetapi juga aktif dan membangun
kerja sama kawasan. Keaktifan ini semata-mata hanya bertujuan untuk
mengamankan posisi diri dengan tetap berfokus pada pembangunan ekonomi
nasional, tanpa banyak memberikan komitmen yang bersifat mengikat dalam
institusi. Salah satu bentuk kerja sama adalah kerja sama ekonomi Cina,
Jepang, dan Korea Selatan dengan negara-negara Asia Tenggara yang
tergabung dalam ASEAN melalui ASEAN +3. Jalinan kerja sama kawasan
antara Cina dengan ASEAN ditujukan agar persepsi ancaman dari Cina
terhadap negara kawasan Asia Tenggara dapat tereduksi dengan sendirinya.
Hubungan ini dapat dikatakan terjalin dengan baik, bahkan lebih baik
dibanding hubungan Cina dengan negara kawasan Asia Timur lainnya. Hal ini
dikarenakan hubungan ketiganya memang tidak pernah akur, terkait dengan
latar belakang sejarah yang berbeda, ikatan regional yang kurang kuat,
ketakutan akan hadirnya ancaman, dan berbagai eksistensi sistem politik yang
berbeda.
Pengaruh Cina di Asia Tenggara terus menguat baik secara ekonomi,
politik, maupun militer. Tantangan ekonomi yang dihadapi ASEAN, dimana
tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi Cina membuat Cina terdorong untuk
melakukan investasi di negara-negara berkembang seperti negara kawasan
Asia Tenggara. Masa depan keamanan kawasan Asia Tenggara akan terbentuk
oleh beberapa faktor politik dan ekonomi yang saling mempengaruhi, antara
lain: (1) evolusi ekonomi Asia Tenggara; pembangunan ekonomi dan politik
Cina, serta interaksinya dengan Asia Tenggara; (2) perlawanan dan
mempertahankan keutuhan negara; (3) masalah integrasi regional dan
kerjasama; dan (4) aktor-aktor eksternal, terutama AS, Jepang, dan Australia.
BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Republik Rakyat China (RRC) berdiri pada tahun 1949, diawali oleh
kemenangan Partai komunis China (PKC) dalam perang Kuochangtang-
Kuomintang. Partai yang dibentuk pada tahun 1921 sebagai dampak
suksesnya revolusi Rusia yang berideologi marxisme-Leninisme tersebut
menang melawan partai Kuomintang yang disokong oleh barat

RRC merupakan sekutu Uni Soviet dan Amerika Serikat yang merupakan
sekutu kaum cina nasionalis (partai Koumintang) yang dipimpin Chiang Kai
Sek. Meskipun pada akhirnya kaum Cina nasionalis dapat dikalahkan oleh
kaum komunis cina yang tergabung dalam PKC dibawah perlindungan Uni
Soviet.

Politik baru RRC yang mengandalkan Amerika Serikat dan sekutunya


dalam membendung “hegemoni” Uni Soviet, tidak berlangsung lama.
Komunike shanghai disusul hubungan diplomatik Amerika Serikat-RRC
mulai 1 Januari 1979 dan diputuskannya hubungan diplomatik AS-Taiwan
semasa pemerintahan Jimmy Carter, luntur setelah tampilnya Ronald Reagen
yang dituduh telah menyalahi Komunike Shanghai dengan politik Taiwannya
dan memojokkan Deng Xiaoping

Pada masa kepemimpinan Deng Xioping, Cina mulai mengadopsi


kebijakan yang pragmatis dengan menjadikan ekonomi domestik sebagai
fokus utama politik luar negerinya, melalui penerapan open door policy.

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) telah menjadi salah


satu instrumen politik luar negeri Cina dalam mengejar kepentingan ekonomi
dan keamanannya di kawasan Asia Tenggara. Instrumen ini digunakan Cina
sejak negara ini memutuskan untuk membuka dirinya kepada ASEAN.
Keuntungan ekonomi tentu dapat diperoleh melalui kerjasama Cina dengan
ASEAN.

B. Saran

Tidak dipungkiri, dalam setiap pembuatan makalah pasti ada nilai kelebihan dan
kekurangan. Kami menyadari bahwa makalah kami ini memiliki banyak kekurangan
dan kesalahan, maka dari itu untuk memperbaiki makalah ini baik dari segi struktur
penyusunan hingga isi makalah, kami mohon kritik dan saran yang membangun guna
memperbaiki makalah ini
Daftar Pustaka

Agung, Leo. 2002. Sejarah Asia Timur 2. Yogyakarta: Ombak

Darini, Ririn. 2010. Garis Besar Sejarah China Era Mao. Yogyakarta: UNY

Sukisman, WD. 1993. Sejarah China Kontemporer Jilid 2. Jakarta: P.T Pradya
Paramita

Andi Hallang. 2007. Pola Perubahan Kebijakan Luar Negeri China. Semarang:
Jurnal LITE,Vol. 3, No. 2: 67-72

Sutter, Robert G. (2008). Chinese Foreign Relations: Power and Policy since Cold
War. Maryland: Rowman & Littlefield Publisher, Inc.

Koesmawan. (2002). “Penentuan Jenis Komoditas Ekspor Indonesia ke Cina:


Pemanfaatan Hubungan Perdagangan Indonesia-Cina”. Jurnal Ekonomi & Bisnis, No.
2, Jilid 7.

http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

http://www.viva.co.id/dunia/742584-2-3-1969-militer-soviet-dan-china-terlibat-baku-
tembak

http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t13807.pdf

Anda mungkin juga menyukai