Disusun Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah Subahanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat
taufiq, serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh dari masa ke masa” dengan lancar dan tepat waktu.
Dan tidak lupa sholawat serta salam kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari kegelapan zaman jahiliyyah menuju Cahaya islam.
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Ilmu
Fiqh. Selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan pembaca mengenai Sejarah
perkembangan ilmu fiqh serta yang bersangkutan dengan hal tersebut.
Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada bapak Anis Nizar, Lc. M.H. selaku
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Fiqh yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan
penyususunan kedepanya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
digunakan dengan baik.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
C. Tujuan........................................................................................................................... 1
BAB II.................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 2
PENUTUP ......................................................................................................................... 11
Kesimpulan ..................................................................................................................... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Fiqh merupakan salah satu ilmu yang penting dalam kehidupan sehari-hari
manusia. Tidak terlepas dari setiap keadaan, permasalahan, dan kegiatan manusia, baik
kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan manusia dengan
tuhannya yang sangat membutuhkan ilmu fiqh dalam menanganinya. Seperti cara
beribadah, cara membersihkan najis dengan baik, muamalah, dan lain-lain
Adapun sejarah ilmu fiqh telah dimulai dari diangkatnya Nabi Muhammad
SAW menjadi nabi sampai wafatnya beliau. Pada masa Rasulullah SAW, beliau telah
mewariskan beberapa nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun hadist. Ketika
kedua hal tersebut dijadikan rujukan dan bahan kajian, maka muncullah pemikiran dan
pemahaman dari beberapa sahabat.
Dari sejarah tersebut, Ilmu fiqh mengalami perkembangan dari masa ke masa
yang memiliki ciri-ciri ataupun hal yang menonjol dalam masa tersebut. sehingga Ilmu
Fiqh dapat menyalurkan banyak manfaat untuk kehidupan dari zaman dahulu sampai
zaman sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan ilmu fiqih dari masa ke masa ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqih dari masa ke masa
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Prof. Dr. Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh (Da’wah Islamiah Syabab Al-Azhar Kairo, 1996) hal 27
2
Ahmad Jazuli, Konsep dan Ruang Lingkup Fiqh (Madrasah Aliyah Al Ahron Demak, 2009)
3
Prof. Dr. H. Alaiddin Koto, M.A., ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Depok, 2004) hal 13
2
Sumber hukum yang ada pada masa ini adalah Al-Qur’an yang berdasarkan pada wahyu
yang telah diterima oleh Nabi Muhammad Saw dan diimplementasikan dalam kehidupan
beliau. Sebagaimana telah dijelaskan dalam surah QS. An-Najm (53): 3-4 yang berbunyi:
ۡ ع ِن
َ )ٰ ِإ ۡنٰٰه َُوٰٰ ِإ َّل٤(ٰٰٰٰٱل َه َوى
(٣) ٰٰٰو ۡحيٰٰيُو َحى َ َٰٰو َماٰ َينطِ ُق
Artinya: “Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya.Tidak lain
(Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),” (AnNajm[53]:3-4).
Periode ini berlangsung selama 20 tahun beberapa bulan yang dibagi menjadi 2 masa,
yaitu :
1. Perkembangan Ilmu Fikih Periode Makkah
Pada masa ini belum ada hal yang mendorong Nabi Muhammad Saw
untuk membuat hukum. Sehingga tidak ada ayat-ayat dari surah makiyyah yang
berkenaan dengan hal tersebut. Namun, Kebanyakan dari surah makiyyah
berisikan tentang akidah, akhlak, dan Sejarah.
3
Jadi, pada masa ini ilmu fiqih lebih bersifat praktis dan realis dalam
artian kaum muslimin dapat mencari hukum dari suatu peristiwa tersebut yang
betul-betul terjadi. 4
b. Periode Sahabat
Periode ini bermula dari tahun 11 H (sejak Nabi wafat) sampai masa Muawiyah bin Abi
Sufyan menjabat sebagai khalifah pada tahun 41 H. Pada periode ini kaum muslimin telah
memiliki rujukan hukum syariat yang sempuna, berupa al-Quran dan hadist. Disisi lain para
sahabat Nabi mulai mengibarkan bendera islam dibeberapa daerah untuk memperluas wilayah
islam sehingga hal itu menjadi faktor utama dalam munculnya masalah-masalah baru.5
Faktor-faktor munculnya masalah tersebut karena tidak semua orang dapat memahami
nash (Al-Quran dan Hadist) secara benar, materi belum tersebar secara detail ke wilayah
perluasan islam, dan terakhir karena banyaknya peristiwa dan hukum syariat yang belum terjadi
dan belum ditentukan di masa Nabi Muhammad Saw.
c. Periode Tadwin
Pada periode tadwin ini terjadi pada Daulah Abbasiyah yang dimulai dari pertengahan
abad ke-2 H sampai pertengahan ke-4, yaitu kekhalifahan kedua islam yang berkuasa di
Baghdad setelah runtuhnya Daulah Umayyah. Pada masa ini terjadi pembukuan dan
penyempurnaan fikih sehingga periode ini disebut juga sebagai masa mujahidin dan masa
pembukuan hukum islam (fikih). Seperti adanya usaha dalam pembukuan al-Hadis, Atsar
Sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in dalam bidang fikih, ushul fikih, tafsir, dan sebagainya yang
dilakukan secara intensif. 7
4
Prof. Dr. H. Alaiddin Koto, M.A., ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Depok, 2004) hal 14
5
Prof. Dr. Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh (Da’wah Islamiah Syabab Al-Azhar Kairo, 1996) hal 29
6
Prof. Dr. H. Alaiddin Koto, M.A., ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Depok, 2004) hal 15
7
Ahmad Jazuli, Konsep dan Ruang Lingkup Fiqh (Madrasah Aliyah Al Ahron Demak, 2009)
4
Oleh karena itu, masa ini mengalami kemajuan yang pesat sekali. Sehingga
disebut juga dengan masa keemas an islam yang ditandai dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan yang dapat dirasakan hingga zaman sekarang.
Adapun faktor-faktor yang menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh,
antara lain :
a. Adanya khalifah yang perhatiannya sangat besar terhadap ilmu fiqh maupun
ilmu pengetahuan pada umumnya.
b. Adanya kebebasan dalam berpendapat dan berkembangnya diskusi ilmiah
dikalangan ulama.
c. Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al Quran pada masa
Khalifah ar Rasyidin, Hadis pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Tafsir
dan llmu Tafsir pada abad pertama hijriah yang dirintis oleh Ibnu Abbas serta
muridnya, dan kitab-kitab lainnya. 8
Sehingga pada masa ini muncul pula madzah-madzhab fikih yang banyak
mempengaruhi pekembangan hukum Islam, diantaranya
Nama asli beliau adalah Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi,
tetapi lebih dikenal dengan nama Abu Hanifah, seorang mujtahid dan pendiri
madzhab Hanafi. Beliau lahir di Kufah, Irak pada tahun 80 H ./ 699 M dan
meninggal di Baghdad, Irak pada tahun 150 H / 767 M.
8
Prof. Dr. H. Alaiddin Koto, M.A., ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Depok, 2004) hal 18
5
Syaikh Abu Yusuf. Dari Syaikh Abu Yusuf inilah mazhab Hanafi terus berkembang
sampai sekarang.
Nama asli beliau adalah Malik bin Anas bin Malik bin ‘Amr Al-Humayari
Al-Asbahi Al-Madani. Beliau terkenal dengan kecerdasan yang luar biasa. Beliau
memiliki buah karya yang sangat terkenal,yakni kitab Al–Muwattha’. Kitab yang
memuat kompilasi Hadis dan ucapan para sahabat.
Beliau juga salah satu mujtahid mutlak, pendiri mazhab Maliki yang dalam
perkembangannya banyak digunakan di daerah Madinah dan sebagian Makkah.
Diantara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ Al-Muqbiri, Na’imul
Majmar, Az-Zuhri dan lain-lain. Kemudian murid-murid beliau diantaranya adalah
Ibnul Mubarok, Penerus dan pengembang dari mazhab Malikiyyah, Sufyan At-
Tsauri, Imam As-Syafi’i, pendiri mazhab Syafi’iyyah, Abu Hudzaifah AsSahmi dll.
Nama asli beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris AS-Syafi’i Al-
Muttholibi Al-Quraisy. Seorang mufti besar sunni islam dan pendiri mazhab
Syafi’i. Lahir di Palestina tahun 150 H / 767 M dan wafat di Mesir tahun 204 H /
819 M. Beliau masih tergolong kerabat nabi melalui jalur kakeknya yang bernama
Al-Muttholib, yakni saudara dari Hasyim yang merupakan kakek Rasulullah Saw.
Dalam perjalanan hidupnya, setelah ayah beliau meninggal dan dua tahun
kelahirannya, sang ibu membawanya ke Makkah, tanah air nenek moyangnya. Di
Makkah, As-Syafi’i kecil belajar fikih kepada mufti disana, Syaikh Muslim bin
Kholid AzZanji sampai beliau mengizinkan Syafi’i kecil memberikan fatwa ketika
masih berumur 15 tahun. Kemudian Syafi’i remaja berguru kepada Imam Dawud
bin Abdurrahman Al-Atthar dan masih banyak lagi guru-guru beliau. Ketika As-
Syafi’i kecil berumur 9 tahun,
Ia pergi ke Madinah dan berguru fikih kepada Imam Malik bin Anas. Ia
mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan mampu menghafalkannya hanya
dalam 9 maalam saja. Setelah Imam As-Syafi’i dewasa, dengan segala ilmu yang
telah Ia pelajari, Ia mulai berijtihad dan berfatwa serta produktif dalam menulis
kitab-kitab. konseptual nan praktis sebagai media rujukan kaum muslim dalam
6
menjalankan kehidupan individual maupun sosial. Buah dari ijtihad beliau adalah
mazhab syafi’iyyah yang mana mazhab ini merupakan mazhab dengan penganut
terbanyak di dunia saat ini.
7
tinggal di Baghdad, Ahmad Ibn Hambal rajin mengikuti halaqahnya. Kedalaman
ilmu fikih dan hadisnya menjadikan pribadi Ahmad ibn Hambal sebagai pribadi
yang unggul di majelis Imam asy-Syafi’i. Imam asy-Syafii juga tercatat berjumpa
dengan Imam Ahmad di dataran Hijaz saat Imam Ahmad sedang melakukan haji,
serta saat Imam As-Syafi’i sedang berkunjung ke Irak.
Imam As-Syafi’i pun memuji sosok Imam Ahmad bin Hambal: “Aku keluar
dari Irak, dan tiada kutemui orang yang lebih mumpuni ilmunya dan zuhud
dibanding Ahmad bin Hambal,” tutur beliau. Ia digambarkan para muridnya sebagai
pribadi yang wara’, santun, dan ramah. Ahmad bin Hambal fokus menimba ilmu,
dan baru menikah pada usia 40 tahun.
Di usia itu, dengan perbendaharaan ilmu yang kaya khususnya dalam bidang
hadis dan fikih, Ahmad mendirikan majelis tersendiri di kota Baghdad. Oleh
beberapa ulama ia dinilai mengikuti jejak Imam Abu Hanifah yang membuka
majelis saat usia serupa, dan dianggap baru memberanikan diri membuka majelis
usai wafatnya Imam Syafi’i sebagai bentuk takzim. Dari majelis ini pula, Ahmad
bin Hambal mulai merumuskan dasar-dasar mazhabnya, mengeluarkan fatwa, dan
membimbing murid-muridnya.9
d. Periode Taqlid
Periode taqlid merupakan zaman dimana ilmu fiqih yang berkembang sejak awal abad
ke-4 H mulai suram dan terus berlangsung selama berabad-abad. Periode yang lalu juga
terdapat golongan yang bertaqlid (muqallid), dan juga golongan yang berijtihad (mujtahid)
Mulai dari abad ke-4 ini taqlid berpengaruh bagi ulama dengan mempunyai arti dengan yang
lalu.
Pada periode ini, pemerintahan Bani Abbasyiyah berada dalam keadaan lemah
dikarenakan pada masa itu banyak terjadi konflik politik dan beberapa faktor sosiologis,
sehingga banyak daerah yang melepaskan diri seperti Bani Samani (874-999 M), Bani Ikhsyidi
(935-1055 M) dqan beberapa beberapa kerajaan kecil lainnya. Selain itu, banyak ulama pada
masa itu yang kemampuannya sudah lemah untuk mencapai tingkat mujtahid mutlak
sebagaimana masa sebelumnya. 10
9
Ahmad Jazuli, Konsep dan Ruang Lingkup Fiqh (Madrasah Aliyah Al Ahron Demak, 2009)
10
Prof. Dr. H. Alaiddin Koto, M.A., ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Depok, 2004) hal 22
8
Pada periode Taqlid mujtahid dan muqallid memiliki arti tersendiri, dimana mujtahid
adalah muqaiyad atau mujtahid mazhab yakni orang yang berijtihad tanpa melepas diri dari
suatu mazhab. Sedangkan muqallid yaitu orang yang menerima suatu hukum dari seorang
imam dan memandang bahwa fatwanya seolah-oleh merupakan sebuah syara’.11
Berdasarkan ahli Tarikh Tasyri’ zaman taqlid ini berlangsung selama tiga tahun atau
empat periode :
1. Dari abad ke-4 H sampai jatuhnya baghdad ketangan Tartar (pertengahan abad
ke-7 H).
Pada masa ini taqlid belumlah merata secara penuh, banyak ulama yang
berijtihad walaupun tidak sebagai ulama mujtahidin dimasa Bani Umayyah dan
permulaan masa bani abbas. Dalam periode ini, kelemahan ruh ijtihad terlihat
lebih nyata, hanya sebagian kecil ulama yang masih menggunakan daya ijtihad
diperiode ini, seperti:
11
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam (Semarang, 2001) hal 68-70
9
Di periode kedua telah dijelaskan bahwa masih ada ulama yang maju
untuk mencapai derajat ijtihad serta memikirkan masalah yang belum terjadi
sebelumnya, dan juga masih berani membantah taqlid buta seperti Ibnu
Taimiyah dan Ibnu Qoiyim. Pada periode ini ijtihad sudah benar sirna, dan
fatwa bahwa berijtihad haram juga telah berkembang. Bahkan taqlid tidak lagi
sampai kepada Mutaqaddimin dan salaf yang shaleh, namun hanya sampai
kepada seorang alim yang terdahulu di kalangan mereka saja.
12
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam (Semarang, 2001) hal 71
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Abdul Wahhab Khallaf membagi perkembangan Sejarah Ilmu fikih, menjadi
empat periode, yaitu periode Rasul, Sahabat, Tadwin, dan Taqlid. Pada masa periode
Nabi Muhammad Saw. Pada hakikatnya, semua perkembangan ilmu berasal sejak masa
Rasulullah Saw, karena yang berwewenang atas dasar wahyu yang mentasyrikan
hukum dan berakhir pada wafatnya Rasulullah. Pada periode nabi Muhammad Saw ini
disebut juga dengan Periode Pertumbuhan, Periode ini berlangsung selama 20 tahun
beberapa bulan yang dibagi menjadi 2 masa, yaitu Perkembangan Ilmu Fikih Periode
Makkah yang berlangsung selama 13 tahun dan Perkembangan Ilmu Fikih Periode
Madinah Periode yang berlangsung selama 10 tahun ini menjadi awal terbentuknya
negara islam dengan seperangkat aturan hukum yang mengatur Masyarakat islam
Madinah.
Periode ketiga yaitu periode Sahabat. Periode ini bermula dari tahun 11 H sejak
Nabi wafat sampai masa Muawiyah bin Abi Sufyan menjabat sebagai khalifah pada
tahun 41 H. Pada periode ini kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum syariat
yang sempuna, berupa al-Quran dan hadist. Dan periode yang terakhir yaitu Periode
taqlid. Periode taqlid merupakan zaman dimana ilmu fiqih yang berkembang sejak awal
abad ke-4 H mulai suram dan terus berlangsung selama berabad-abad. Periode yang
lalu juga terdapat golongan yang bertaqlid (muqallid), dan juga golongan yang
berijtihad (mujtahid) Mulai dari abad ke-4 ini taqlid berpengaruh bagi ulama dengan
mempunyai arti dengan yang lalu.
Telah kita ketahui dari beberapa periode-periode diatas yang telah dibahas
dalam sejarah perkembangan ilmu fiqih dari masa ke masa menjadikan kita menambah
pemahaman tentang ilmu fiqih serta menambah rasa Syukur sehingga kita dapat
menyadari bahwa begitu besar perjuangan ulama-ulama dari step by step periode
sehingga kita mampu mendapatkan dan mengamalkan ilmu fiqih tanpa berjuang keras
sperti ulama-ulama terdahulu.
11
DAFTAR PUSTAKA
Jazuli Ahmad, Konsep dan Ruang Lingkup Fiqh, Madrasah Aliyah Al Ahron:
Demak,2009.
Koto Alaiddin, ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh , Depok:Gema Risalah Press, 2004
Muhammad Teungku Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam Semarang:PT
Pustaka Riski Putra,2001.
Wahab Abdul, Ilmu Ushulul Fiqh, Da’wah Islamiah Syabab Al-Azhar, Kairo: 1996.
12