Anda di halaman 1dari 18

GAGASAN PENAFSIRAN PROGRESIF MOHAMMED ARKOUN

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pemikiran Tafsir Kontemporer
yang diampu oleh Bapak. Afifullah, S. Th. I, M. Sc.

Oleh:
Sulistina Febriyatul Q. (20384012014)
Wiqayatul Hikmah (20384012019)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
APRIL 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kami haturkan kepada Allah Swt.


Tuhan semesta alam yang telah memberikan kami nikmat iman dan sehat,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Gagasan Penafsiran
Progresif Muhamemd Arkoun” dengan tepat waktu tanpa terkendala apa pun.
Tak lupa jua selawat beserta salam tetap tercurah limpahkan kepada baginda nabi
besar Nabi Muhammad saw. yang telah membimbing kita dari zaman jahiliah
menuju zaman yang terang benderang dengan ilmu pengetahuan. Kami juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Afifullah, S. Th. I, M. Sc.
selaku dosen pengampu yang telah memberikan tugas dan bimbingan, sehingga
menambah wawasan tentang program studi yang kami tekuni.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pemikiran tafsir
kontemporer. Di samping tujuan tersebut, kami juga berharap dapat memberikan
wawasan lebih kepada para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna. Oleh karenanya, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca budiman demi penyempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat menambah wawasan bagi banyak orang serta memberikan
manfaat dalam perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Pamekasan, 6 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar belakang.................................................................................................. 1

B. Rumusan .......................................................................................................... 2

C. Tujuan .............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Biografi Mohammed Arkoun........................................................................... 3

1. Kelahiran Arkoun ......................................................................................... 3

2. Keluarga Arkoun .......................................................................................... 3

3. Pendidikan Arkoun ...................................................................................... 4

4. Karya Arkoun ............................................................................................... 5

B. Gagasan Penafsiran Mohammed Arkoun ........................................................ 6

1. Pemikiran Arkoun tentang Wahyu ............................................................... 6

2. Pemikiran Arkoun tentang Al-Qur‟an .......................................................... 7

3. Pemikiran Arkoun dalam penafsiran Al-Qur‟an .......................................... 9

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13

A. Kesimpulan .................................................................................................... 13

B. Saran .............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mohammed Arkoun adalah seorang sarjana Islam dan penulis
Aljazair. Sabagai salah seorang intelektual muslim Arab terkemuka, Arkoun
terlibat dalam tugas yang sangat penting untuk menafsirkan dan menyusun
kembali tradisi-tradisi keagamaan, fiqih, dan filosofis klasik melalui sistem
hermeneutik canggih yang terilhami oleh metodoligi kritis barat
kontemporer. tugas ini yang membuatnya menjadi seorang pemikir
kontroversial dalam menciptakan wacana kritis arab-islam modern.
Mohammed Arkoun sebagai salah satu tokoh di antara banyaknya
pemikir dan tokoh muslim yang memberikan tawaran dalam metodologi
penafsiran Al-Qur‟an. Teori-teori yang muncul dalam hal penafsiran Al-
Qur‟an pun juga sangat kaya. Muhammed Arkoun menawarkan kajian yang
cukup menggingit dan berani dalam pembacaannya terhadap Al-Qur‟an.
Secara radikal Arkoun mempersoalkan kembali esensi wahyu sebagai kalam
Allah yang transenden dan wacana wahyu sebagai perwujudan kalam
tersebut dalam dataran imanen. Ia menekankan pembacaan Al-Qur‟an
sebagai kajian yang memungkinkan suatu pembacaan yang ideal bertepatan
dengan maksud-maksud pemaknaan yang asli dari Al-Qur‟an pada tahap
wacana bukan pada tahap teks. Dengan mengadopsi ilmu-ilmu barat
kontemporer dalam menafsirkan Al-Qur‟an, baik itu ilmu linguistik, sejarah,
antropologi dan yang lainnya, dia mengharapkan akan menghasilkan
penafsiran baru yang belum pernah dilakukan oleh ilmuan muslim
sebelumnya. Ia telah mengangkat hermeneutika Al-Qur‟an dalam terma-
terma kontemporer modern sehingga penafsiran yang ia tawarkan cukup
menggeser peran metode tafsir Al-Qur‟an bil ma‟tsur.

1
B. Rumusan
1. Bagaimana biografi dari Mohammed Arkoun?
2. Bagaimana gagasan penafsiran progresif dari Mohammed Arkoun?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Mohammed Arkoun.
2. Untuk mengetahui gagasan penafsiran progresif Mohammed Arkoun.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Mohammed Arkoun


1. Kelahiran Arkoun
Mohammed Arkaoun lahir pada tanggal 1 Februari 1928 di Tourirt
Mimoun, Kabyliah, Aljazair. kabilia adalah suatu daerah pegunungan
berpenduduk Berber di sebelah timur Ajir (Algeria). Beber merupakan
penduduk yang tersebar di Afrika bagian Utara. Bahasa yang dipakainya
adalah bahasa non Arab („ajamiyah) dan mayoritas penduduk Beber
beragama Islam. Dan corak keislaman yang berkembang pada masyarakat
Berber serta sebagian besar masyarakat Afrika Utara dengan model
sufisme.1
2. Keluarga Arkoun
Orang tua Arkoun adalah tokoh masyarakat di daerahnya dan masih
menggunakan bahasa aslinya, Kabilia. Walaupun demikian Arkoun
sendiri menguasai 3 bahasa dengan baik, yaitu: bahasa kabilia, salah satu
bahasa Berber yang diwarisi dari Afrika Utara, bahasa Arab, bahasa
nasional Aljazair yang ia pelajari sejak muda. Dan dalam mengungkapkan
gagasannya ia banyak menulis dalam bahasa Prancis.
Sebagai anak seorang pedagang rempah-rempah, Arkoun tumbuh
menjadi sarjana dan pemikir internasional yang sangat sukses. Arkoun
berasal dari keluarga sederhana yang tergolong pada strata sosial yang
rendah. Dalam masyarakat Kabyliah, islam berkembang melalui tradisi
lisan sehingga taktek hafalan komunal cenderung mengabaikan study
literet. Ketika Arkoun lahir dan dibesarkan, Aljazair berada dibawah
kekuasaan Prancis. Prancis melakukan kolonisasi dan menguasai Negara
itu sejak 1830.2

1
Misnawati, Samsul Bahri, dkk, “Pemikiran Mohammed Arkoun dalam Penafsiran Kontemporer,”
Jurnal Mudarrisuna: Media Kajian Pendidikan Agama Islmam 12, no. 2 (2022): 274.
2
Fidia Ardana, Meta Ratna Sari,” Pembaharuan Pemikiran Muhammad Arkoun,” UIN Sultan
Syarif Kasim Riau.

3
3. Pendidikan Arkoun
Pendidikan dasar Arkoun dimulai dari desa asalnya Kabilia.
Kemudian melanjutkan sekolah menengah di kota pelabuhan Oran, sebuh
kota utama di Aljazair bagian barat yang jauh dari Kabilia. Dan Arkoun
melanjutkan studi bahasa dan sastra di Universitas Aljir (1950-1954),
sambil mengajar bahasa Arab pada sebuah sekolah menengah atas di Al-
Harach yang berlokasi didaerah pinggiran ibu kota Aljazair.3
Pada saat perang kemerdekaan Aljazair dari Prancis (1954-1962).
Arkoun melanjutkan studi tentang bahasa dan sastra Arab di Universitas
Sorbonne, Paris. Ketika itu, dia sempat bekerja sebagai agrege bahasa dan
kesusastraan Arab di Paris serta mengajar SMA (Lyce) di Strasbourg
(daerah Prancis sebelah timur laut) dan diminta member kuliah di
Fakultas sastra Universitas Strasbourg (1956-1959).
Di Universitas Sarbonne inilah Arkoun memperoleh gelar Doktor
sastra pada 1669 dengan disertasinya mengenai humanisme salam
pemikiran etika Ibnu Miskawayh seorang pemikir Arab abad X Masehi
yang menekuni antara lain bidang kedokteran dan filsafat. Judul disertasi
tersebut adalah L‟Humanisme Arabe au IVe/ Xe sience: Miskawayh
philosope et historian. Penelitian disertasinya sudah ia persiapkan jauh-
jauh sebelumnya, terbukti pada 1961 Arkon telah menyelesaikan
terjemahan, membuat pengantar dan member catatan atas karya
Miskawayh dari bahasa Arab , Tahzib al-Akhlaq kedalam bahasa Prancis
dengan judul Traite d‟Ethique traduction francaise avec introduction et
notes du Tahzib al-Akhlaq de Miskawayh. Dua tahun kemudian ia menulis
sebuah buku tentang pemikiran Islam klasik yaitu Aspect de la pense
muselman clasique.4
Jenjang pendidikan dan pergulatan ilmiah yang ditempuh Arkoun
membuat pergaulannya dengan tiga bahasa (Berber Kabilia, Arab dan
Prancis) dan tradisi serta kebudayaannya menjadi semakin erat. Pada
kemudian hari, inilah yang cukup mempengaruhi perhatiannya yang
3
Ardana, ” Pembaharuan Pemikiran Muhammad Arkoun,”
4
Ibid.

4
begitu besar terhadap peran bahasa dalam pemikiran dan masyarakat
manusia. Ketiga bahasa tersebut mewakili tiga tradisi, yaitu orientasi
budaya, cara berpikir dan cara memahami yang berbeda bahasa Berber
Kabilia merupakan alat untuk mengunkapkan berbagai tradisi dan nilai
mengenai kehidupan sosial dan ekonomi yang sudah ribuan tahun
usianya, bahasa Arab merupakan alat untuk melestarikan tradisi
keagamaan Islam di Aljazair dan di berbagai belahan dunia Islam lainnya.
Adapun bahasa Prancis merupakan bahasa administrasi pemerintahan
serta alat untuk mengenal nilai-nilai dan tradisi keilmuan Barat terutama
Prancis.
4. Karya Arkoun
Arkoun dikenal sebagai seorang pemikir yang aktif dan produktif.
banyaknya karya yang dihasilkannya yang meliputi beberapa bidang baik
dalam bentuk buku maupun artikel dan sudah banyak yang sudah
diterbitkan. Di antara karya-karyanya yang terkenal adalah:5
a. Traité d‟éthique (traduction francaise avec introduction et notes du
Tahdhīb alAkhlāq), merupakan tulisan tentang etika berupa
terjemahan Prancis dengan pengantar dan catatan-catatan dari Tahdhīb
al-Akhlāq karya Miskawaih, Damaskus, 1969.
b. Contribution â l‟étude de l‟humanisme arabe au IV/Xe siècle:
Miskawayh philosophe et historien (sumbangan terhadap pembahasan
humanism Arab pada Abad IV/X: Miskawayh sebagai Filsuf dan
Sejarawan), Paris: Vrin, 1970.
c. La pensée arabe (Pemikiran Arab), Paris:P.U.F, 1975.
d. Ouvertures sur l‟Islam (catatan-catatan Pengantar untuk Memahami
Islam), Paris:Grancher, 1989.
Beberapa karya Arkoun dalam bentuk kumpulan artikel yang telah
dipublikasikan, diantaranya: Essais sur la pensée islamique (Esei-esei
tentang pemikiran Islam), Lectures du Coran (Pembacaan pembacaan
Qur‟ān), Pour une critique de la raison islamique (Demi Kritik nalar
Islami). Sedangkan dalam bentuk Buku-buku yang lain adalah Aspect de

5
Misnawati, dkk, “Pemikiran Mohammed Arkoun,” 277.

5
la pensée musulmane classique (Aspek-aspek Pemikiran Islam Klasik),
Paris: IPN, 1963, Deux Epitres de Miskawayh (Dua Surat Miskawaih),
edisi kritis, Damaskus, 1961, Discours coranique et pensée scientifique
(Wacana al-Qur‟ān dan Pemikiran Ilmiah), dan L‟Islam, Religion et
Societe (Islam, Agama dan Masyarakat). Kebanyakan karya-karya
Arkoun sesungguhnya ditulis dalam bahasa Perancis.6
B. Gagasan Penafsiran Mohammed Arkoun
Mohammed Arkoun dikenal sebagai pemikir Islam modernis. Fokus
perhatiannya tertuju pada persoalan Islam yang berhubungan dengan problem
sosial, pemahaman terhadap kitab suci, etika dan kaitannya antara Islam dan
modernitas. Dalam proyek pemikirannya, Arkoun memfokuskan diri
mengkaji Al-Qur‟an dengan menggunakan dua cara, yaitu dekonsturksi dan
historisitas. Secara etimologis dekonstruksi berarti pembongkaran dari dalam.
Dekonstruksi merupakan alternatif untuk menolak segala keterbatasan
penafsiran ataupun bentuk penafsiran baku.7
Sebagai seorang pemikir, Arkoun tentu saja tidak muncul secara tiba-
tiba. Ia dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sebelumnya, karena pemikiran itu
adalah rentetan demi rentetan sejarah. Pemikiran tidak jatuh dari atas langit.
Diantara tokoh yang memengaruhi pemikirannya adalah: Paul Ricoeur
(penemu konsep mitos dalam al-Kitab), Ferdinand de Saussure (1857-1913)
(pakar bahasa dari Swiss, dikenal sebagai bapak linguistik modern dan
gerakan, strukturalis), Michael Faucault (1926-1984), Jacques Lacan (ahli
semiotika), dan Roland Barthes (antropolog Prancis).8
1. Pemikiran Arkoun tentang Wahyu
Kritik tentang konsep wahyu dilatarbelakangi oleh kegelisahan
Arkoun terhadap sistem epistimologi Islam. Menurut Arkoun selama
berabad-abad umat Islam mengalami problem sistem epistemologi, maka
tugas utama pemikir Islam menurutnya adalah membongkar epistemologi
Islam tradisional karena dianggap telah membentuk ortodoksi Islam yan

6
Misnawati, dkk, “Pemikiran Mohammed Arkoun,” 277.
7
Ibid., 278.
8
A.Washil, “(De) Rekonstruksi Nalar Islam Ala Muhammad Arkoun: Gagasan Prinsip
Hermeneutika dan Semiotika Al-Qur‟an,” JPIK 1, no. 2 (September, 2018): 468.

6
telah mengendap lama dalam nalar umat Islam. Sumber utama sistem
ortodoksi itu adalah posisi Al-Qur‟an.
Arkoun memahami wahyu adalah sebagai amanat yang sangat kaya
dan luas sehingga dapat diberikan makna konkret dalam setiap keadaan
yang berbeda yang dilalui umat manusia. Mengenai wahyu, Arkoun
membaginya dalam dua peringkat. Pertama adalah apa yang disebut
dengan Al-Qur‟an sebagai Umm al-Kitab (induk kitab) (QS, Ar-Ra„du:
39, dan QS. Az-Zukhruf:4). Peringkat kedua, adalah berbagai kitab
termasuk Bible, Gospel dan Al-Qur‟an.9
Arkoun membedakan tiga tingkatan tentang wahyu. Pertama,
wahyu sebagai firman Allah yang transenden, tidak terbatas dan tidak
diketahui oleh manusia. Untuk menunjukkan realitas wahyu seperti ini,
biasanya dipakai anggitan Al-Lawh Al-Mahfudh atau Umm Al-Kitab.
Kedua, wahyu yang diturunkan dalam bentuk pengujaran lisan. Dalam
realitas sejarah yang disebut sebagai discours religious dan berfragmen
dalam bentuk kitab Bible (Taurat dan Zabur), injil dan Al-Qur‟an..
Ketiga, wahyu yang direkam di alam catatan yang menghilangkan
banyak hal, terutama situasi pembicaraan (sementara asbab al-nuzul
belum dapat mengembalikan hal-hal yang hilang ketika suatu
pembicaraan direkam ke dalam tulisan). Wahyu jenis ketiga ini adalah
merujuk kapada wahyu yang tertulis dalam mushaf. Arkoun
menyebutnya sebagai Kanon resmi tertutup (Official Closed Canons).
Mushaf yang dimaksud adalah mushaf Usman bin Affan.10
2. Pemikiran Arkoun tentang Al-Qur’an
Dalam melihat Al-Qur‟an, Arkoun berpendapat bahwa Al-Qur‟an
merupakan perpaduan antar aspek historis dan meta-historis. Walaupun
Arkoun dalam memahami kitab suci tersebut menggunakan logika
bahasa tetapi berbeda dengan Derrida yang tidak mempercayai adanya
metahistoris, sebaliknya justru Arkoun mempercayainya. Menurut
Arkoun, Al-Qur‟an merupakan perpaduan antara tradisi lisan, ujaran atau

9
Imam Ghozali, Ade Jamarudin, “Al-Qur'an Dalam Prespektif Muhammed Arqoun (An analysis
of Tafsir Arqoun's thought),” Akademika 14 no.1 (Juni, 2018): 98.
10
Misnawati, dkk, “Pemikiran Mohammed Arkoun,” 284-285.

7
komunikasi yang terbuka yang substantif dengan sistem tulisan, teks,
courpus yang tertutup dan formatif. Sebagai sebuah tradisi lisan atau
ujaran yang inklusif, Al-Qur‟an pada hakikatnya dapat menerima
berbagai macam bentuk interpretasi dari berbagai lintas disiplin.11
Secara historis Al-Qur‟an, Arkoun membaginya menjadi 3 periode:
a. Pada masa pewahyuan (610-632)
Arkoun menamakan periode ini, sebagai Prophetik Discourse
(Diskursus Kenabian). Menurutnya, dalam periode diskursus kenabian,
Al-Qur‟an lebih suci dan lebih autentik terpercaya jika dibandingkan
ketika dalam bentuk yang sudah ditulis. Sebab menurutnya, Al-Qur‟an
adalah korpus terbuka untuk semua arti ketika dalam bentuk lisan, tidak
seperti dalam bentuk tulisan. Sedangkan ia menganggap status Al-Qur‟an
dalam bentuk tulisan telah berkurang dari kitab yang diwahyukan (al-
Kitāb al-Muhyī) menjadi sebuah buku tulisan biasa (Kitāb „Ādī).12
b. Penetapan mushaf (12- 324 H/632-936 M)
Pada masa penetapan mushaf atau disebut masa pentadwinan,
Arkoun menamainya dengan Closed Official Corpus (Korpus Resmi
Tertutup). Berdasarkan pada periode ini, Arkoun menyebutkan Al-
Qur‟an sebagai sebuah korpus yang selesai dan terbuka yang
diungkapkan dalam bahasa Arab, di mana kita tidak dapat mengakses
kecuali melalui teks yang ditetapkan setelah abad ke 4 H / 10 M.13
c. Berlangsung ketika masa ortodoks (324H/936 M)
Pada masa ini, dimana pemikiran Islam tradisional yang penuh
dengan makna-makna transedensi, maka bagi Arkoun pemikiran tersebut
belum tentu sama dengan wahyu ilahi yang sebenarnya. Sebab
pembentukan pemikiran Islam tidak lepas dari aktualisasi yang
dipengaruhi oleh beragam aspek, mulai sosial, politik dan budaya. Dari
pemikiran demikian, maka Arkoun sebenarnya berpendapat bahwa tafsir,

11
Erfan Efendi, “Epistemologi Pemikiran Muhammad Arkoun dan Relevansinya Bagi Pemikiran
Keislaman,” Jurnal An Nûr 4, no. 1 ( Juni, 2014): 88.
12
Misnawati, dkk, “Pemikiran Mohammed Arkoun,” 285-286.
13
Ibid., 286.

8
fiqih, tasawuf dan lain-lain adalah produk aktualisasi yang terkait dangan
sejarah.14
Pemikiran Muhammad Arkoun telah membuat peradigma baru
tentang hakekat teks Al-Qur‟an. Pendekatan historis Arkoun justru
menggiringnya untuk menyimpulkan sesuatu yang ahistoris. Yakni
kebenaran wahyu hanya ada pada level diluar jangkauan manusia.
Arkoun mengakui kebenaran Umm alKitab hanya ada pada Tuhan
sendiri. Ia juga mengakui kebenaran dan kredibilitas bentuk lisan Al-
Qur‟an, tetapi bentuk itu sudah hilang selama-lamanya dan tidak
mungkin ditemukan kembali. Jadi, Pendekatan historis Muhammad
Arkoun justru menggiringnya untuk menyimpulkan sesuatu yang
ahistoris. Padahal sepanjang zaman fakta historis menunjukkan, kaum
muslimin sejak dahulu, sekarang dan akan dating meyakini kebenaran
Al-Qur‟an Mushaf Utsmani.15
3. Pemikiran Arkoun dalam penafsiran Al-Qur’an
Studi Muhammad Arkoun atas teks Al-Qur‟an adalah untuk
mencari makna lain yang tersembunyi. Maka, untuk menuju rekontruksi
(konteks), harus ada dekontruksi (teks). Arkoun termasuk intelektual
muslim yang sangat berani dalam menafsirkan Al-Qur‟an bukan dari
tradisi Islam tapi denga metodologi impor dari budaya barat.
Dalam pembacaan Al-Qur‟an, bagi Arkoun metode hermeneutika
adalah metode yang harus digunakan untuk menghidupkan kembali
sebuah tradisi melalui penafsiran ulang sejalan dengan dinamika sosial.
Hermeneutik sendiri adalah disiplin filsafat yang memusatkan bidang
kajiannya pada persoalan “understanding of understanding” terhadap
teks yang datang dari kurun waktu, tempat dan situasi sosial yang asing
bagi para pembacanya.16 Pokok permasalahan dalam hermeneutika
tersebut adalah: pertama, bagaimana Nabi bisa menyampaikan kehendak
Tuhan yang bernuansa “bahasa langit” kepada manusia dengan
menggunakan “bahasa bumi”. Kedua, adalah bagaimana menjelaskan isi

14
Misnawati, dkk, “Pemikiran Mohammed Arkoun,” 287.
15
Ardana, dkk, “ Pembaharuan Pemikiran Muhammad Arkoun,” UIN Sultan Syarif Kasim Riau.
16
Washil, “(De) Rekonstruksi Nalar Islam Ala Muhammad Arkoun ,” 473.

9
teks keagamaan yang sudah berada dalam kurun waktu yang lama,
tidakkah terjadi distorsi karena bahasa selalu berkembang? Ada tiga hal
yang berada dalam lingkaran hermeneutika yaitu: pengarang, teks, dan
pembaca. Di sini ada kesinambungan dari tiga elemen tersebut.17
a. Historis-Antropologis
Dalam buku Mohammed Arkoun yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab menjadi Tarikhiyah al-Fikr al-Arabi al-Islami (Histirisisme
pemikiran Arab-Islam). Arkoun bermaksud hendak melihat seluruh
fenomena sosial-budaya lewat perspektif historis, bahwa masa lalu harus
dilihat menurut strata historikalnya. Mencari historis harus dibatasi
menurut runtutan kronologis dan fakta-fakta nyata. Ini artinya,
historisisme berperan sebagai metode rekontruksi makna lewat
penghapusan relevansi antara teks dengan konteks.
b. Penafsiran Linguistik-Semiotika
Dalam teori semiotikanya, Arkoun terpengaruh atau lebih
tepaatnya mengadopsi teori Ferdinand de Daussure (1857-1913).
seorang tokoh semiotika Prancis, menurut De Daussure fenomena
bahasa secara umum ditunjukkan dengan istilah langange. Dalam
bahasa langange terdapat dikotomi antara parole dan langue. Parole
adalah bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Sedangkan
langue adalah suatu sistem kode yang diketahui oleh semua anggota
masyarakat pemakai bahasa tersebut, dan seolah-olah kode-kode itu
telah disepakati bersama di masa lalu di antara pemakai bahasa
tersebut.
Sebagaimana ahli linguistik yang menyelidiki bahasa dengan
hanya membatasi diri pada wilayah langue saja, Arkoun menganggap
bahwa Al-Qur‟an yang bisa disentuh oleh manusia sebenarnya hanya
sisi langue dari wahyu Tuhan. Karena sifatnya yang terbatas dan
transenden, manusia tidak mungkin mampu menyentuh parole Tuhan.
Oleh karena itu, pengaruh semiotikanya Ferdinand de Daussure ini
dibawa oleh Arkoun dengan mengklasifikasikan tingkatan-tingkatan

17
Washil, “(De) Rekonstruksi Nalar Islam Ala Muhammad Arkoun,” 473.

10
pemaknaan atas wahyu, untuk mengetahui posisi Al-Qu‟ran yang kita
pegan sekarang ini.
Menurut Arkoun dalam menafsirkan Al-Qura‟an perlu
epistimologi linguistik dan semiotika modern. Arkoun juga
memandang bahwa kajian kebahasaan (linguistik) Al-Qur‟an,
sebagian besar dimuat dalam bahasa I‟jaz Al-Qur‟an, telah
diselewengkan oleh sikap opriori teologi, Arkoun berambisi untuk
melihat kebahasaan Al-Qur‟an dari sudut pandang sosiolinguistk,
sebuah model kajian kebahasaan yang jarang dilakukan, mungkin
dihindari dalam kajian-kajian ulama salaf. Proyeksi Arkoun ini linier
dengan pandangannya yang mengatakan bahwa “dalam diri Al-
Qur‟an terdapat tiga fakta yang menyelimuti, yaitu fakta peristiwa
kebudayaan, kebahasaan, dan fakta keagamaan.” Model kajian dan
pembacaan keabsahan Al-Qur‟an ini secara operasioanal dilakukan
dengan menggunakan pendekatan holistik, yakni pendekatan kajian
Al-Qur‟an dengan mengguankan pendekatan normative dan sosio-
antropologis dalam satu paket kajian.18
Dengan menggunakan pendekatan semiotika, Arkoun
berpendapat bahwa variasi bacaan terhadap teks menjadi
dimungkinkan, misalnya pembacaan terhadap Al-Fatihah bisa
diapresiasi sebagai sebuah teks penyembuhan, namun merupakan
bentuk komonikasi (berupa sesuatu yang penting untuk dipikirkan).
Contoh ini sangat tergantung pada keyakinan pembaca teks. Teks,
menurut Arkoun merupakan tindakan pengujaran (semiotika). Teks
adalah wacana tertulis yang sampai pada kita. Teks Al-Qur‟an
merupakan konon resmi yang tertutup, tapi masih perlu dicarikan
maknanya.19

18
Fawaz, Ahmad Zaini Dahlan, “Dari Pemahaman Teks Menuju Kepekaan Konteks (Telaah
Pemikiran Penafsiran Al-Quran Fazlur Rahman dan Mohammad Arkoun),” 54.
19
Efendi, “Epistemologi Pemikiran Muhammad Arkoun,” 90-91.

11
c. Penafsiran Teologis-Religius
Menurut Arkoun, jika seseorang terus menganggap Al-Qur‟an
sebagai sebuah teks dari Tuhan secara transendental, orang akan
hanya berakhir pada masalah-masalah yang lebih bersifat teologis.
Kemudian, satu jenis teologi yang diperlukan adalah “sebuah
keyakinan yang rasional.” yang didasarkan kepada konfrontasi antara
episteme yang ada pada titik tertentu dengan masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh teks keagamaan, yakni, antara warisan dan sejarah.
Arkoun menolak keyakinan secara umum bahwa “Islam tidak
memisahkan spiritual dengan duniawi,” dia meyakinkan para
pembacanya bahwa sekularisme berakar dalam Islam. Sebagaimana
Harvey cox telah membuat justifikasi sekularisasi dari bible, Arkoun
juga mengatakan, “sekularisme sudah ada dalam Al-Qur‟an dan
piagam Madinah.” Ini bukan kesimpulan yang berdasarkan fakta
sejarah, namun sebuah ide yang mengikuti ide sebelumnya. Arkoun
benar-benar mendeklarasikan tujuan utamanya dalam sebuah essai
“Islam and Secularism” dimana dia menyataka, “kita perlu
mendekontruksi kaum ortodoks tertutup dari dalam. Hal ni tidak
mungkin dilakukan kecuali mencari sebuah sejarah yang bebas yang
dapat mengarahkan masuknya ide sekulerasi dalam Islam.
Sekularisme merupakan sebuah dogma yang sudah terbentuk
sebelumnya yang perlu di promosikan dan diperkuat dengan segala
usaha, bahkan jika perlu fakta-fakta sejarah dapat diputarbalikkan
untuk kepentingan ini. Jika Arkoun berhasil menghindari sebuah tafsir
yang berorientasi pada keyakinan untuk menggelakkan dogma-dogma
Sunni atau Shi‟ah, nyatalah dia telah menjatuhkan mangsanya
kedalam sebuah teologi sekuler dengan dogma-dogmanya sendiri.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Muhammad Arkoun lahir pada tanggal 1 Februari 1928 di Kalibia, suatu
daerah pegunungan berpenduduk Berber di sebelah Timur al Jir.
Keadaan itu menakdirkan Arkoun hidup dengan tiga bahasa sekaligus,
yaitu bahasa Talibia, salah satu bahasa berber yang diwarisi dari Afrika
Utara dari zaman Pra-Islam dan pra-Romawi, bahasa Arab, serta bahasa
Prancis. Maka, kebanyakan karya Arkoun sesungguhnya ditulis dalam
bahasa Perancis. Di antara karyanya dalam bentuk kumpulan artikel
yang telah dipublikasikan, yakni: Essais sur la pensée islamique (Esei-
esei tentang pemikiran Islam) 1973, Lectures du Coran
(Pembacaanpembacaan Qur‟ān) 1982, sedangkan karyanya yang
berbentuk buku yang beredar dalam versi bahasa arab adalah al-Fikr al
Islāmī, Qirā‟ah „ilmiyyah (Pemikiran Islam, Bacaan Ilmiah).
2. Muhammad Arkoun dikenal sebagai pemikir Islam modernis. Fokus
perhatiannya tertuju pada persoalan Islam yang berhubungan dengan
problem sosial, pemahaman terhadap kitab suci, etika dan kaitannya
antara Islam dan modernitas. Dalam proyek pemikirannya, Muhammad
Arkoun memfokuskan diri mengkaji Al-Qur‟an dengan menggunakan
dua cara, yaitu dekonsturksi dan historisitas.
a. Pemikiran Arkoun tentang Wahyu.
Arkoun memahami wahyu adalah sebagai amanat yang sangat kaya
dan luas sehingga dapat diberikan makna konkret dalam setiap
keadaan yang berbeda yang dilalui umat manusia. Mengenai wahyu,
Arkoun membaginya dalam dua peringkat. Pertama adalah apa yang
disebut dengan Al-Qur‟an sebagai Umm al-Kitab Peringkat kedua,
adalah berbagai kitab termasuk Bible, Gospel dan Al-Qur‟an.

13
b. Pemikiran Arkoun tentang Al-Qur‟an
Secara historis Al-Qur‟an, Arkoun membaginya menjadi 3 periode:
1) Pada masa pewahyuan (610-632)
2) Penetapan mushaf (12- 324 H/632-936 M)
3) Berlangsung ketika masa ortodoks (324H/936 M).
c. Pemikiran Arkoun dalam penafsiran Al-Qur‟an
Arkoun termasuk intelektual muslim yang sangat berani dalam
menafsirkan Al-Qur‟an bukan dari tradisi Islam tapi dengan
metodologi impor dari budaya barat.
1) Historis-Antropologis
2) Penafsiran Linguistik-Semiotika
3) Penafsiran Teologis-Religius.
B. Saran
Berdasarkan penjelasan dan tata cara yang dijelaskan di atas, penulis
berharap pembaca dapat mengambil manfaat atau faedah atas penjelasan
tersebut. Sebagai penutup, penulis harap apabila terdapat kesalahan dan
kekeliruan dalam hal penulisan dan ejaan, pembaca dapat memberikan
feedback berupa saran yang membangun untuk penulis agar tulisan ke
depan menjadi lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ardana, Fidia, Meta Ratna Sari.” Pembaharuan Pemikiran Muhammad Arkoun.”


UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

Efendi, Erfan. (2014). “Epistemologi Pemikiran Muhammad Arkoun dan


Relevansinya Bagi Pemikiran Keislaman.” Jurnal An Nûr 4, (1).
Ghozali, Imam, Ade Jamarudin. (2018). “Al-Qur'an Dalam Prespektif Muhammed
Arqoun (An analysis of Tafsir Arqoun's thought).” Akademika 14 (1).

Misnawati, Samsul Bahri, dkk. (2022). “Pemikiran Mohammed Arkoun dalam


Penafsiran Kontemporer.” Jurnal Mudarrisuna: Media Kajian Pendidikan
Agama Islmam 12 (2).

Washil, A. (2018). “(De) Rekonstruksi Nalar Islam Ala Muhammad Arkoun:


Gagasan Prinsip Hermeneutika dan Semiotika Al-Qur‟an.” JPIK 1 (2).

15

Anda mungkin juga menyukai