MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Qira’at yang diampu oleh Bapak
Azhar Amrullah Hafizh, Lc., M.Th.I.
Oleh:
NOVEMBER 2022
KATA PENGANTAR
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .............................................................................................. 4
BAB I ...................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN................................................................................................. 5
PENUTUP ........................................................................................................ 11
A. Kesimpulan ........................................................................................... 11
B. Saran ...................................................................................................... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengetahuan tentang tanda waqaf (tanda-tanda berhenti dan
tempatnya) dan ibtida’ (memulai bacaan) berperan penting di dalam tatacara
membaca al-Qur’an, dalam rangka menjaga validitas makna ayat-ayat al-
Qur’an, dan menghindari kesamaran serta agar tidak jatuh ke dalam kesalahan.
Dan pengetahuan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ilmu
bahasa Arab (dengan berbagai macam cabangnya), ilmu Qiro’at, dan ilmu
Tafsir, sehingga tidak merusak makna ayat.
Seorang pembaca al-Qur’an diibaratkan sebagai seorang musafir, dan
titik-titik atau tempat di mana seorang pembaca berhenti diibaratkan sebagai
tempat peristirahatan baginya. Manusia berbeda-beda dalam hal waqaf. Di
antara mereka ada yang menjadikan tempat waqaf sesuai dengan panjang
nafasnya. Sebagian yang lain menjadikannya pada setiap penghujung ayat. Dan
yang paling pertengahan adalah bahwa terkadang waqaf berada di tengah ayat,
sekalipun yang lebih dominan adalah di akhir-akhir ayat. Dan tidak setiap akhir
ayat ada waqaf (tempat untuk berhenti), akan tetapi yang dijadikan ukuran
adalah makna dan nafas mengikutinya.
Dan seorang pembaca, apabila sampai pada tempat waqaf sedangkan
nafasnya masih kuat untuk sampai pada tempat waqaf berikutnya maka boleh
baginya untuk melewatinya (tidak berhenti) dan berhenti pada waqaf
setelahnya. Namun jika nafasnya tidak sampai ke waqaf berikutnya maka
hendaknya ia tidak melewati waqaf tersebut (hendaknya berhenti pada tempat
waqaf pertama)
Seperti seorang musafir, jika menemukan tempat persinggahan yang
subur, teduh, banyak makanan dan dia tahu bahwa jika ia melewatinya (tidak
singgah di sana) ia tidak akan sampai pada persinggahan berikutnya, dan ia
perlu untuk singgah di tempat yang tandus, yang tidak ada apa-apanya (tidak
teduh, tidak ada makanan dll), maka yang lebih baik bagi orang itu adalah ia
tidak melewati persinggahan yang subur tersebut. Maka jika seorang pembaca
4
al-Qur’an tidak mampu meneruskan bacaan disebabkan pendeknya nafas, atau
ketika waqaf pada tempat yang dimakruhkan untuk waqaf maka hendaknya dia
memulainya dari awal kalimat (ayat) supaya maknanya bersambung antara satu
dengan yang lain, dan supaya mulainya bacaan setelahnya tidak
mengakibatkan kerancuan (makna yang kurang tepat)
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi al-Waqf wa al-Ibtida’?
2. Apa saja macam-macam al-Waqf wa al-Ibtida’?
3. Bagaimana pendapat ulama qiraah tentang tempat al-Waqf wa al-
Ibtida’?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami definisi al-Waqf wa al-Ibtida’.
2. Untuk macam-macam al-Waqf wa al-Ibtida’.
3. Untuk memahami pendapat ulama qiraah tentang tempat al-Waqf wa al-
Ibtida’.
5
BAB I
PEMBAHASAN
1
Mohammad Ahmad Mu’abbad, Panduan Lengkap Ilmu Tajwid Kaidah Membaca Al-Qur’an
yang Disusun Secara Sistematis dan Aplikatif, terj. Rosyad Nur Ilyas (Solo: Taqiya Publishing,
2014), 168.
5
sebagaimana Ibn al-Jazarīy. Hal ini mengisyaratkan bahwa ia sependapat
dengan mayoritas ulama mutaqaddimīn bahwa waqf semakna dengan qaṭ’
dan sakt. Sedangkan tempat-tempat yang dimaksud dalam definisi kedua
adalah tempat dimana sebaiknya seorang pembaca Al-Qur'an (selanjutnya
disebut qāri’) menghentikan bacaannya (waqf) sekalipun ia masih mampu
melanjutkannya. Dan jika dua definisi Zakariyyā al-Anṣārīy di atas
digabungkan, akan melahirkan pengertian bahwa waqf adalah berhenti
membaca Al-Qur'an pada tempat yang ditetapkan oleh Ahli Qira’at.2
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa waqf identik dengan qaṭ‘ dan
sakt. Waqf adalah berhenti sejenak pada akhir kata (ketika membaca Al-
Qur-an) untuk menarik nafas dan bermaksud melanjutkannya. Qaṭ‘ adalah
berhenti membaca Al-Qur-an dan beralih pada hal lain. Sedangkan sakt
adalah berhenti sejenak (kira-kira dua harakat) pada akhir kata tanpa
menarik nafas dengan niat melanjutkan bacaan. Waqf boleh pada akhir ayat
atau pertengahannya dengan tetap menjaga keutuhan makna yang
terkandung di dalamnya. Qaṭ‘ harus pada akhir ayat atau akhir surah dengan
ketentuan yang sama dengan waqf, yakni tetap menjaga keutuhan maksud
yang terkandung dalam ayat. Sedangkan sakt hanya berlaku pada tempat-
tempat tertentu dan harus berdasarkan riwayat yang sahih.3
b) Definisi al-Ibtida’
Kata ibtidā’ dalam Bahasa Arab adalah bentuk maṣdar dari fi‘il mādhī,
ibtada’a. Kata dasarnya adalah bada’a, artinya memulai suatu pekerjaan.
Sedang secara terminologi, para ulama yang menyebutkan definisi waqf di
atas tidak memberikan definisi ibtidā’, namun dari definisi waqf yang
diungkapkan oleh Ibn al-Jazarīy dapat disimpulkan bahwa ibtidā’ ialah
memulai untuk membaca al-Qur’an baik setelah qaṭ’ maupun setelah waqf.
Ibtidā’ setelah qaṭ’ hendaknya diawali dengan isti’ādhah dan basmalah baik
di permulaan surah, pertengahan maupun di akhirnya. Sementara dalam
ibtidā’ setelah waqf tidak dianjurkan mengawalinya dengan isti‘ādhah dan
basmalah, karena tujuan waqf adalah untuk istirahat dan menarik nafas.20
2
Istiqomah, Waqf dan Ibtidā’ dalam Mushaf Al-Qur’an, Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, 3, No.
1, 2020, 3-5.
3
Ibid. 94-96.
6
Dengan demikian waqf dan ibtidā’ adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Dalam setiap waqf selalu ada ibtidā’, namun ibtidā’ tidak selalu
dilakukan setelah waqf.
Waqf dan ibtidā’ merupakan bagian penting yang harus diketahui dan
diperhatikan oleh qāri’ dalam membaca al-Qur’an sebagai implementasi
dari tadabbur yang telah diperintahkan Allah swt. dalam Surah Ṣād [38]: 29:
yang artinya “(Ini adalah) sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.”4
ْ َ ْ َ َ َْ ََ َ ْ ُ َ َ ْ
َ َّ ْ ُ َ َ َ ْ ُ َ َ َ ْ َّ ً َ َ ُ َ َ َ ه
ضرب اّٰلل مثلا ِّلل ِّذين كفروا امرات نو ٍح وامرات لو ٍطٍۗكانتا تحت عبدي ِّن
َ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ َْ َ َ َُٰ َ ََ ْ ُْ َ َ ْ ُ َ َ ه
اّٰلل ش ْي ًٔـا َّو ِّق ْيل ادخلا
ِّ ادنا ص ِّالحي ِّن فخانتهما فلم يغ ِّنيا عنهما ِّمن ِّ ِّمن ِّعب
َ ه َّ
الن َار َم َع الد ِّخ ِّل ْين
Seorang qāri’ boleh waqf pada kata īmra’at untuk menjawab pertanyaan
penguji atau untuk mengajarkan kepada muridnya bahwa cara waqf
pada kata tersebut (apabila terpaksa) adalah dengan ta’ maftūḥah
4
Ibid, 96-98
7
3. Waqf Iḍṭirārī
Ini yang terjadi ketika qari’ tidak stabil karena sesak nafas, haus,
lupa, atau lainnya. Waqf ini boleh dilakukan di dalam kata mana pun.
Namun, hendaknya seorang qari’ menyambung bacaannya jika ia
belum menyempurnakan maknanya. Sedangkan jika makna telah
sempurna maka ia boleh memulai dari kata berikutnya.
4. Waqf Ikhtiyārī
Yaitu seseorang berhenti karena pilihannya, tanpa adanya sebab
yang keluar dari keinginannya. Waqf Ikhtiyārī ada 5 macam. Yaitu;
Waqf lāzim (waqf yang tidak berhubungan dengan yang setelahnya
baik secara lafal maupun makna), Waqf Tām (waqf yang jika telah
sempurna maknanya dan tidak berhubungan dengan yang setelahnya,
baik lafal maupun makna), Waqf Kāfī (waqf yang telah sempurna
keadaannya, namun memiliki hubungan dengan setelahnya pada
makna), Waqf hasan (waqf yang telah sempurna keadaannya, namun ia
memiliki hubungan dengan yang setelahnya baik secara lafal maupun
makna) dan Waqf qabīḥ (berhenti pada penggalan yang tidak sempurna
keadaannya. Hal itu karena ia masih memiliki hubungan dengan yang
setelahnya secara lafal dan makna).5
b) Al-Ibtida’
Ibtida ada 4 macam: Tām, Kāfīy, Ḥasan dan Qabīḥ.
1) Tām yaitu ibtidā’ pada susunan kalimat tidak berkaitan dengan
kalimat sebelumnya baik dari segi lafaẓ maupun makna. Misalnya
ibtidā’ pada kata wa min pada permulaan Surah al-Baqarah [2]: 8
2) Kāfīy yaitu ibtidā’ pada susunan kalimat yang sempurna tetapi
masih mempunyai kaitan makna dengan kalimat sebelumnya. Seperti
ibtidā’ pada kata khatama dalam Surah al-Baqarah [2]: 7, Ini karena
merupakan kalimat baru yang tidak ada hubungan dengan kalimat
sebelumnya dalam segi lafaz, namun masih dari segi makna masih
berkaitan. Kalimat sebelumnya menjelaskan sikap orang kafir dalam
5
Mohammad Ahmad Mu’abbad, Panduan Lengkap Ilmu Tajwid Kaidah Membaca Al-Qur’an
yang Disusun Secara Sistematis dan Aplikatif, terj. Rosyad Nur Ilyas (Solo: Taqiya Publishing,
2014), 168.
8
merespon dakwah nabi, sedangkan kalimat ini berisi akibat dari
perbuatan mereka itu.
3) Ḥasan yaitu ibtidā’ pada susunan kalimat yang dapat difahami
maksudnya tetapi masih berkaitan dengan kalimat sebelumnya dari
segi lafaz dan makna. Seperti ibtidā’ pada kata man dalam Surah al-
Baqarah [2]: 8, Ditinjau dari segi i‘rāb, kata tersebut adalah mubtada’
muakhkhar dari wa min annās yang berkedudukan sebagai khabar
muqaddam. Dengan demikian keduanya tidak bisa dipisahkan.
Sementara dari segi makna, ibtidā’ pada kata tersebut tidak merusak
makna.
4) Qabīḥ yaitu ibtidā’ pada susunan kalimat yang berkaitan erat dengan
kalimat sebelumnya sehingga dapat merubah makna. Misalnya ibtidā’
pada kata inna dalam Surah Āli ‘Imrān [3]: 18, Ini karena akan
menimbulkan anggapan bahwa inna Allāha faqīr adalah penegasan
dari Allah Swt. bahwa Dia bersifat fakir. Padahal kalimat tersebut
adalah isi perkataan orang-orang kafir.6
6
Istiqomah, Waqf dan Ibtidā’ dalam Mushaf Al-Qur’an, 105-106.
9
belajar al-Qur’an. Dan para ulama sepakat tidak memperbolehkan memberikan
ijazah sanad al-Qur’an kepada pelajar al-Qur’an sebelum mereka mengerti
ilmu waqf dan ibtida”.7
Syekh Abu Hatim mengatakan bahwa orang yang belum mengenal waqaf
dan ibtida’, berarti ia belum faham Alquran. Lalu Syekh Al-Islam Zakaria,
yang mengatakan bahwa Qori’ yang baik akan berhenti di tempat yang baik
sesuai dengan kekuatan nafasnya. Karena pembaca Alquran tidak mungkin
menyelesaikan satu surat atau satu kisah dalam satu nafas, sedangkan
mengambil nafas dalam bacaan adalah dilarang. Sementara Syekh Al-Ghozali
mengatakan bahwa waqaf adalah pemanis bacaan, perhiasan dan penyempurna
Qori’.
Menurut Abdullah Umar Al-Baidhawi dalam bukunya Rishalatul
Qurra’Wal HuffazdFi Gharaibul Qira’ah Wal Alfadz menyatakan bahwa ada
17 tempat yang haram waqaf, sebab jika waqaf, maka menyalahi makna pokok
al-Qur’an. Karena itu, jika pembaca terpaksa berhenti karena nafasnya
terputus, batuk, bersin atau sebagainya, maka harus diulang mulai awal.
Sehingga tidak terjerumus waqaf haram (qobih).8
Ada beberapa ciri mana waqaf dan mana ibtida’ dalam Alquran ini. Pertama,
tanda berupa dua garis vertikal warna merah, sebagai tanda pause atau berhenti
sementara. Inilah sebagai tanda waqaf, yang artinya boleh berhenti sementara
untuk ambil nafas. Kedua, tanda berupa segi tiga warna hijau, biasa dikenal
sebagai tanda play, sebagai tanda mulai melanjutkan bacaan dengan
mengulang kalimat sebelum waqaf dalam blok bersangkutan. Ketiga, tanda
berupa segi tiga warna hijau, yang di bawah lafaznya terdapat tanda garis
horizontal warna hijau (garis bawah), ini menandakan mulai melanjutkan
bacaan lagi (dengan mengulang kalimat sebelum waqaf dalam blok yang
bersangkutan).
7
https://alif.id/read/mtf/pentingnya-mempelajari-waqf-dan-ibtida-b233238p/
8
https://tajwid.web.id/ibtida-washal-dan-waqaf-penjelasan-lengkap/
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Waqf identik dengan qaṭ‘ dan sakt. Waqf adalah berhenti sejenak
pada akhir kata (ketika membaca Al-Qur-an) untuk menarik nafas dan
bermaksud melanjutkannya. Qaṭ‘ adalah berhenti membaca Al-Qur-an dan
beralih pada hal lain.
Macam-Macam al-Waqf terbagi menjadi 4 bagian yaitu (waqf
intiẓārī, waqf ikhtibarī, waqf iḍṭirārī, waqf ikhtiyārī) dan macam-macam
Ibtida ada 4 macam yaitu: (Tām, Kāfīy, Ḥasan dan Qabīḥ)
Ada beberapa pendapat ulama qiraat tentang waqaf dan mana ibtida’
dalam Alquran ini. Salah satu tokohnya yaitu Muhammad bin Qasim Ibnu
Anbar yang mengatakan “Sebagian dari memahami Al-Qur’an adalah
memahami ilmu mengenai waqf dan ibtida’. Karena sungguh tidak datang
kefahaman sedikitpun mengenai makna kandungan Al-Qur’an kepada
seseorang, kecuali ia telah mengetahui al-Fawashil (pemisah/waqf dan
ibtida’). Maka wajib bagi pembaca Al-Qur’an untuk mengetahui waqf tam,
waqf kafi, dan waqf qabih”.
B. Saran
Dengan adanya sedikit penjelasan di atas, kami mengharap kepada
seluruh pembaca yang budiman untuk membaca dengan seksama dan
memahami secara betul. Selain itu pemakalah yang statusnya juga manusia
tidak akan luput dari kesalahan. Jika terdapat banyak kesalahan kami mohon
maaf dan kami dengan senang hati menerima masukan dan kritik konstruktif
sebagai pembelajaran bagi kami untuk lebih baik lagi dalam pembuatan
makalah selanjutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an yang Disusun Secara Sistematis dan Aplikatif. terj. Rosyad Nur
Istiqomah. 2020. “Waqf dan Ibtidā’ dalam Mushaf Al-Qur’an.” Alfanar 3 (1)
https://alif.id/read/mtf/pentingnya-mempelajari-waqf-dan-ibtida-b233238p/
https://tajwid.web.id/ibtida-washal-dan-waqaf-penjelasan-lengkap/
12