Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SAKTAH, SUJUD TILAWAH DAN KLASIFIKASI JUZ, HIZIB,


RUBU’ DAN TSUMUN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
RASM USTMANI DAN KHOT
Dosen pengampu:
Fahmi Muhammad, M. Ag

Disusun Oleh:

Niya Athiya Nabila (20229002032)

PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM KH. MUHAMMAD ALI SHODIQ
TULUNGAGUNG
2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Alloh SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah rasm ustmani dan khot
dengan judul “Saktah, Sujud Tilawah dan Klasifikasi Juz, Hizib, Rubu’ dan
Tsumun”,tak lupa pula sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjungan
Nabi kita Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah
menuju zaman Islamiyah.
Sebagai rasa hormat atas bantuan dan bimbingan serta dorongan dari semua
pihak, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. KH. M. Fathurrouf, M. Pd selaku Rektor STAIMAS Ngunut
Tulungagung.
2. Bapak Fahmi Muhammad, M. Ag selaku Dosen Pengampu, yang telah
membina dan membimbing kami.
3. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu ,kami mengharapkan segala bentuk saranserta masukan bahkan kritik yg
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semogamakalah ini
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Tulungagung, 2 Juni 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2
A. Saktah ................................................................................................ 2
B. Sujud Tilawah .................................................................................... 5
C. Pembagian Juz ................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 10
Kesimpulan ........................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aspek bacaan al-qur’an dalam pengertian yang luas, bukan hanya
sekedar melafalkan huruf Arab dengan lancar, akan tetapi juga merupakan
salah satu aspek kajian yang paling jarang diperbincangkan,
dalam mempelajari dan mencari dalil-dalil fiqh baik dari al-qur’an, hadits
maupun dari pendapat para ulama, ternyata tidak diikuti oleh semangat
mentashihkan bacaan atau mencari jawaban tentang apa dan mengapa ada
bacaan saktah, madd, ghunnah yang sama-sama wajib dipelajari bagi kaum
muslimin.
Tidak semua orang dapat membaca Al-Qur’an dengan tepat dan
benar, padahal membaca Al-Qur’an dengan tepat dan benar itu sendiri
merupakan keharusan bagi kaum muslimin wal muslimat.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Saktah?
2. Apa yang dimaksud dengan Sujud Tilawah?
3. Apa macam-macam dari pembagian juz?
C. Tujuan
1. Untuk memaparkan tentang Saktah
2. Untuk memaparkan tentang Sujud Tilawah
3. Untuk memaparkan tentang macam-macam dari pembagian juz

1
http://mdtpaljihad.blogspot.in/2016/01/saktah-dalam-al-quran

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Saktah
1. Pengertian Saktah
Menurut bahasa saktah berarti diam. Adapun yang dimaksud
menurut istilah, adalah menghentikan bacaan (Alquran) sejenak tanpa
mengambil napas.2 Menurut istilah dalam ilmu tajwid saktah artinya
menghentikan suara bacaan sejenak, sedangkan nafas tidak terputus, masih
dalam kaitan membaca kalimat (kata). Jadi, belum waqaf.3
Dr Muhammad Isham Muflih al-Qudhat melalui bukunya yang
bertajuk Panduan Lengkap Ilmu Tajwid untuk segala tingkatan menjelaskan
definisi saktah menurut para ulama ilmu tajwid yaitu memutus bunyi dalam
waktu yang durasinya di bawah waktu waqaf menurut kebiasaan tanpa
diringi bernafas. Secara singkat, saktah artinya menahan suara pada suatu
kalimat tanpa bernapas dengan niat akan melanjutkan kembali bacaan Al-
Qur'an. Pada buku Tuntunan Tahsin Al-Qur'an karya Suwarno, saktah
berarti berhenti sejenak tanpa bernafas dengan tujuan meluruskan arti ayat.
Saktah ditandai dengan huruf sin kecil pada ayat yang mengandung bacaan
tersebut.
2. Cara membaca saktah dan contoh bacaan saktah di dalam al-qu’an

Setidaknya, ada 4 hal yang berkaitan dengan cara membaca saktah.


Berikut bahasannya sebagaimana dinukil dari buku 5 Langkah Lancar
Membaca Al-Qur'an karya H Amirulloh Syarbini M Ag dan Ustaz Abu
Mufidah Al-Kautsar.

2
Al-Hafidz W Ahsin, Kamus Ilmu Al-quran, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008, hlm 262.
3
Chaer Abdul, Al-quran Ilmu Tajwid, Jakarta: Rineka Cipta, 2013, hlm 103.

2
1. Berhenti atau diam sejenak sambil menahan suara
2. Durasi lama saktah sebanyak 2 harakat
3. Dilakukan tanpa bernapas yang artinya napasnya tidak berhenti
ketika membaca
4. Diniatkan untuk melanjutkan kembali bacaan

Contoh bacaan Saktah dalam Ayat Al-Qur'an. Menurut Imam Hafs,


bacaan saktah hanya terdapat pada 4 ayat Al-Qur'an, yaitu:

1. Surat al-Kahfi: ayat 1-2


‫) قَ ِِّي ًما ِ ِّلي ُ ْنذ َِر َبأ ْ ًسا َشدِيدًا‬١( ۜ ‫َاب َولَ ْم َي ْج َع ْل لَهُ ِع َو ًجا‬
َ ‫ا َ ْل َح ْمد ُ ِ هَلِلِ الهذِي أ َ ْنزَ َل َعلَى َع ْب ِد ِه ْال ِكت‬
ً َ ‫ت أ َ هن لَ ُه ْم أ‬
)٢( ‫جْرا َح َسنًا‬ ‫ِم ْن لَد ُ ْنهُ َويُبَ ِ ِّش َر ْال ُمؤْ ِمنِينَ الهذِينَ يَ ْع َملُونَ ال ه‬
ِ ‫صا ِل َحا‬

(WALAM YAJ’ ALLAAHUU’ IWAJAA berhenti sejenak


QOYYIMAALLIYUNDZIRO..) cara membacanya : yaitu dengan
menghilangkan tanwin dan digantinya dengan fathah pada lafazh
'IWAJAN sehingga menjadi madd 'iwad, panjang dua harakat. Yaitu
menjadi 'IWAJAA berhenti sejenak ukuran dua harakat tanpa bernafas,
kemudian di teruskan dengan lafazh selanjutnya.
Faidah saktah pada ayat ini yaitu : untuk memisahkan dua lafazh, yang
apabila membacanya di washol/disambung dengan tidak memakai saktah,
maka akan disangka bahwa lafazh QOYYIMAN menjadi sifat dari
lafazh 'IWAJAN, yang tentu ma'nanya sangat bertolak belakang,
'IWAJAN artinya kebengkokan sedangkan QOYYIMAN artinya lurus, oleh
karena itu ketika lafazh 'IWAJAN membacanya hendak di washol dengan
lafazh QOYYIMAN maka diwajibkan memakai Saktah.

2. Surat Yasin: ayat 52


َ ‫قَٱ ْل ُم ْر‬
ََ‫سلُون‬ َ ‫ص َد‬ َ ‫ََٱلرحْ َٰ َم ُن‬
َ ‫ََو‬ َّ ‫عد‬ َ ‫اَمنَ َّم ْرقَ ِدنَاَََۜۗ َٰ َهذَاَ َم‬
َ ‫اَو‬ ۟ ُ‫قَال‬
ِ َ‫واَ َٰ َي َو ْيلَ َناَ َم ۢنَ َب َعثَن‬

( MIMMARQODINAA berhenti sejenak HAADZAA MAA )


cara membacanya : yaitu dengan memanjangkan ujung lafazh
MARQODINAA ukuran dua harakat karena hukum mad ashli, berhenti

3
sejenak ukuran dua harakat tanpa bernafas, kemudian di teruskan dengan
lafazh selanjutnya. Faidah saktah pada ayat ini yaitu : untuk memisahkan
perkataan orang kafir dengan perkataan orang mukmin, perkataan orang
kafir selesai pada lafazh MARQODINAA sedangkan lafazh sesudahnya (
HAADZAA MAA..) merupakan perkataan orang mukmin. Apabila kedua
lafazh tersebut di sambungkan tanpa memakai saktah maka akan terjadi
kekeliruan dalam ma'nanya.

3. Surat al-Qiyamah: ayat 27


‫يل َم ْن ۜ َراق‬
َ ‫َو ِق‬

( WA QIILA MAN berhenti sejenak ROOQ ) cara membacanya :


yaitu dengan mengizharkan huruf nun mati pada lafazh MAN, berhenti
sejenak ukuran dua harakat tanpa bernafas, kemudian di teruskan dengan
lafazh selanjutnya. Faidah saktah pada ayat ini yaitu : menunjukan bahwa
lafazh MAN dan ROOQ bukanlah satu kalimah melainkan dua kalimah, dan
apabila membacanya disambung tanpa memakai saktah, maka akan terjadi
idghom bilaghunnah, dan kemungkinan akan dianggap satu kalimah. Yaitu
menjadi lafazh : (MARROOQ )dengan mengikuti wazan ( FA''AALUN )
tasydid pada huruf ‘ain.

4. Surat al-Muthaffifin: ayat 14


۟ ُ‫ك هََّل ۖ َب ْل ۜ َرانَ َعلَ ٰى قُلُو ِب ِهم هما كَان‬
‫وا يَ ْك ِسبُو َن‬

( KALLAA BAL berhenti sejenak ROONA ) cara membacanya :


yaitu dengan mengizharkan huruf lam pada lafazh BAL, berhenti sejenak
ukuran dua harakat tanpa bernafas, kemudian di teruskan dengan lafazh
selanjutnya. Faidah saktah pada ayat ini yaitu : menunjukan bahwa lafazh
BAL dan ROONA bukanlah satu kalimah melainkan dua kalimah, dan
apabila membacanya disambung tanpa memakai saktah, maka akan terjadi
idghom mutaqooribain shogir, dan kemungkinan akan dianggap satu
kalimah, yaitu menjadi lafazh : ( BARROONA ) dengan mengikuti wazan (
FA''AALUN ) tasydid pada huruf 'ain.

4
B. Sujud Tilawah
1. Pengertian Sujud Tilawah
Tilawah artinya bacaan atau membaca. Jadi, sujud tilawah adalah
sujud yang dilakukan karena membaca atau dibacakan ayat sajdah.4
Sujud tilawah ini hukumnya sunah, tetapi menurut ulama Hanafi
hukumnya wajib. Maka -menurut pendapat pertama- sujud tilawah
sunnah dikerjakan oleh yang membaca atau mendengar ayat sajdah jika
syarat-syarat yang diperlukan telah terpenuhi. Adapun dalil tentang
disyariatkannya sujud tilawah adalah berikut.5
2. Syarat-syarat Sujud Tilawah
a. Di Luar Sholat
1) Bacaan tersebut disyariatkan.
2) Bacaan tersebut disengaja
3) Yang dibacanya adalah seluruh ayat sajdah
4) Tidak memisahkan antara bacaan (ayat sajdah) dan
sujudnya dalam jangka waktu yang lama.
5) Bacaan ayat itu berasal dari satu orang.
6) Disyaratkan seperti yang berlaku dalam sholat, yakni suci
dari dua hadats, menghadap kiblat, menutup aurat, tidak
berbicara, dan sebagainya.
b. Di Dalam Sholat
Jika seseorang melakukan sujud tilawah di dalam sholat,
maka selain syarat-syarat yang telah disebutkan di atas ditambah
dengan dua syarat, yakni sebagai berikut:
1) Tidak menyengaja membaca ayat sajdah karena untuk
melakukan sujud.

4
Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah, (Jakarta:
AMZAH, 2010), hlm. 212.
5
Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Salat Empat Mazhab, (Jakarta: PT Mitra Kerjaya Indonesia, 1994),
hlm.377.

5
2) Yang melakukan sujud itu adalah orang yang
membacanya. Namun, bagi seorang makmum wajib
mengikuti imam dalam sujud tilawah.6
3. Rukun Sujud Tilawah
a. Niat
b. Takbiratul ihram. Menurut ulama Syafi’iyah rukun, sedangkan
menurut ulama lain adalah sunnah.
c. Sujud satu kali, sebagaimana sujudnya sholat.
d. Duduk sesudahnya denga thuma’ninah tanpa tasyahud. Rukun
ini menurut ulama Hanabilah dan Syafi’iyah, sedangkan
menurut ulama lainnya sunnah.
e. Mengucap salam sembari menoleh ke kanan. Sedangkan salam
sembari menoleh ke kiri adalah sunnah.7
4. Sunnah-sunnah Sujud Tilawah
a. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram bagi ulama
yang berpendapat bahwa takbiratul ihram adalah rukun.
b. Takbir ketika bergerak menuju sujud dan ketika bangkit
darinya.8
c. Membaca doa ketika sujud. Adapun doanya adalah sebagai
berikut:

Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam sujud tilawah di malam hari
beberapa kali bacaan:
َ َّ َ َ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َ َ َ َّ
َ‫ّللا أ ْح َسن‬
َ ‫ك‬ َ ‫َس َج َ َد َو ْج ِه ََي ِلل ِذي خلقهَ وش‬
َ ‫ق سمعهَ وبصرهَ ِبحو ِل َِه وقو ِت َِه تبار‬
َ َ ْ
َ ‫لخ ِال ِق‬
‫ين‬

6
Ibid, hlm. 213.
7
Ibid, hlm. 214.
8
Ibid, hlm.378.

6
“Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang
Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-
baik Pencipta” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan An Nasa-i)9
d. Salam yang kedua.
e. Jika ada orang yang membaca atau mendengar ayat sajdah tidak
dapat melakukan sujud tilawah karena udzur syar’i, atau ia
sengaja tidak ingin melakukan sujud tilawah, maka ia bisa
membaca bacaan berikut sebanyak empat kali sebagai ganti dari
sujud tilawah. Bacaanya sebagai berikut: 10
ّ َّ َّ َ َ ‫ْ َ َ َّ َ ْ َ ْ َّ َ َ َ َّ َّ َ َّ َ ْ َ َ ْ َل‬
َ‫الِل‬
ِ ‫ّللا أكبرَ لحو َ و َل قوة ِال ِب‬
َ ‫ّللا َو‬
َ ‫له ِإ َل‬
َ ‫لِل َو َل ِا‬
َ ِ ِ َ‫ّللا َو الحمد‬
َِ ‫ان‬َ ‫سبح‬
5. Ayat-ayat Sajdah
a. (QS. Al-A’raf: 206)
b. (QS. Ar-Ra’d: 15)
c. (QS. An-Nahl: 49)
d. (QS. Al-Isra’: 107)
e. (QS. Maryam: 58)
f. (QS. Al-Hajj: 18)
g. (QS. Al-Hajj: 77)
h. (QS. Al-Furqon: 60)
i. (QS. An-Nahl: 25)
j. (QS. As-Sajdah: 15)
k. (QS. Shaad: 24)
l. (QS. Fushishillat: 37)
m. (QS. An-Najm: 62)
n. (QS. Al-Insyiqoq: 21)
o. (QS. Al-Alaq: 19)

9
Dr. Sa’id bin Ali bin Wahaf Al-Qathani, Panduan Shalat Sunah & Shalat Khusus, (Jakarta:
Almahira, 2008), hlm. 157.
10
Buku 1 Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah,
(Jakarta: AMZAH, 2010), hlm. 216.

7
C. Klasifikasi Juz
1. Pengertian Hizb
Hizb terdiri dari setengah juz. Setiap hizb dibagi lagi menjadi 4
bagian yang disebut dengan seperempat hizb, tiap-tiap hizb ditulis di
pinggirnya yang menerangkan: hizb pertama, kedua dan seterusnya.
Tanda ¼ hizb ditulis dengan ‫ ربع‬tanda ½ ditulis dengan ‫ نصف‬dan tanda
¾ ditulis dengan ‫ثَّلثة ارباع‬.
Dan telah kita ketahui bersama, bahwa Al-Quran yang tersebar dan
sering kita baca saat ini terdiri dari 30 juz, setiap juz terdiri dari 2 hizb
dan setiap hizb terdiri dari 4 rubu’, pembagian yang seperti ini adalah
pembagian juz dan hizb yang dicanangkan oleh Hajjaj bin Yusuf.
Namun ternyata sebelum pembagian juz dan hizb ini, dahulu di zaman
para sahabat pun sudah dikenal adanya pembagian hizb Al-Quran.
a. Perbedaan Hizb Al-Quran di Zaman Sahabat dan Masa Kini.
1) Hizb di zaman sahabat berpatokan pada akhir surat-surat
sedangkan hizb yang tersebar zaman ini tidak pasti berakhir
tepat diakhir surat.
2) Hizb di zaman sahabat berpatokan dengan akhir surat maka
secara tidak langsung juga berakhir sesuai waqof yang
shahih, sedangkan hizb zaman ini tidak berpatokan kepada
ilmu waqof dan ibtida’ sehingga terkadang hizb berakhir di
pertengahan surat atau berakhir pada waqof yang jelek.
3) Hizb zaman sahabat dibagi dengan menimbang jumlah surat
serta menjaganya agar tetap sempurna, sedangkan hizb
zaman ini berpatokan dengan jumlah huruf dan kalimat
dalam Al-Quran disetiap hizbnya, sehingga setiap hizb
dengan hizb lainnya berisikan jumlah huruf atau kalimat
yang sama.
2. Pengertian rubu’
Di dalam mushaf al-qur’an yang diterbitkan Madinah maupun
Indonesia semuanya telah menggunakan sistem rubu’,hizb, dan juz.

8
Rubu’ dalam Bahasa arab bermakna seperempat juz (1/4), hizb berarti
setengah juz (1/2), setiap juz berjumlah 20 halaman. Dan 20 halaman itu
akan dibagi menjadi 2 hizb, dan 2 hizb memiliki 4 rubu’. Untuk lebih
gampangnya, 20 halaman dalam 1 juz dibagi empat, sehingga rubu’
pertama (seperempat halaman ) berarti 5 halaman pertama.
3. Pengertian tsumun
Tsumun sendiri artinya seperdelapan, yaitu seperdelapan dari satu
juz. Lebih kecil lagi dari rubu’ dan hizb.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut bahasa saktah berarti diam. Adapun yang dimaksud
menurut istilah, adalah menghentikan bacaan (Alquran) sejenak tanpa
mengambil napas. Menurut istilah dalam ilmu tajwid saktah artinya
menghentikan suara bacaan sejenak, sedangkan nafas tidak terputus,
masih dalam kaitan membaca kalimat (kata). Jadi, belum waqaf.
Tilawah artinya bacaan atau membaca. Jadi, sujud tilawah adalah
sujud yang dilakukan karena membaca atau dibacakan ayat sajdah.
Sujud tilawah ini hukumnya sunah, tetapi menurut ulama Hanafi
hukumnya wajib. Maka -menurut pendapat pertama- sujud tilawah
sunnah dikerjakan oleh yang membaca atau mendengar ayat sajdah
jika syarat-syarat yang diperlukan telah terpenuhi. Adapun dalil
tentang disyariatkannya sujud tilawah adalah berikut.
Hizb terdiri dari setengah juz. Setiap hizb dibagi lagi menjadi 4
bagian yang disebut dengan seperempat hizb, tiap-tiap hizb ditulis di
pinggirnya yang menerangkan: hizb pertama, kedua dan seterusnya.
Tanda ¼ hizb ditulis dengan ‫ ربع‬tanda ½ ditulis dengan ‫ نصف‬dan tanda
¾ ditulis dengan ‫ثَّلثة ارباع‬.
Rubu’ dalam Bahasa arab bermakna seperempat juz (1/4), hizb
berarti setengah juz (1/2), setiap juz berjumlah 20 halaman. Dan 20
halaman itu akan dibagi menjadi 2 hizb, dan 2 hizb memiliki 4 rubu’.
Untuk lebih gampangnya, 20 halaman dalam 1 juz dibagi empat,
sehingga rubu’ pertama (seperempat halaman ) berarti 5 halaman
pertama.
Tsumun sendiri artinya seperdelapan, yaitu seperdelapan dari satu
juz.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Salat Empat Mazhab, (Jakarta: PT


Mitra Kerjaya Indonesia, 1994), hlm.377.
Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap
Shalat Fardhu dan Sunnah, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm. 212.
Al-Hafidz W Ahsin, Kamus Ilmu Al-quran, Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2008, hlm 262.
Buku 1 Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan
Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm.
216.
Chaer Abdul, Al-quran Ilmu Tajwid, Jakarta: Rineka Cipta,
2013, hlm 103.
Dr. Sa’id bin Ali bin Wahaf Al-Qathani, Panduan Shalat
Sunah & Shalat Khusus, (Jakarta: Almahira, 2008), hlm. 157.
http://mdtpaljihad.blogspot.in/2016/01/saktah-dalam-al-
quran

11

Anda mungkin juga menyukai