Anda di halaman 1dari 14

1

2
DAFTAR ISI

Daftar Isi

Daftar Isi .................................................................................................................................... i


Bab I : Pendahuluan ................................................................................................................ 1
1. Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1
2. Tujuan ........................................................................................................................... 1
3. Manfaat ......................................................................................................................... 1
Bab II : Pembahasan ............................................................................................................... 2
1. Saktah ............................................................................................................................ 2
2. Isymam ........................................................................................................................... 5
3. Imalah ........................................................................................................................... 7
Bab III : Penutup ..................................................................................................................... 9
1. Kesimpulan ................................................................................................................... 9
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 10

i
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Gharib menurut bahasa artinya tersembunyi atau samar, sedangkan menurut
istilah Ulama qurra’, gharib artinya sesuatu yang perlu penjelasan khusus dikarenakan
samarnya pembahasan atau karena peliknya permasalahan baik dari segi huruf, lafadz,
arti maupun pemahaman yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas akhir dari pelajaran
Baca Tulis Al Qur’an (BTQ) dari kelas XII di SMK Krian 1 Sidoarjo. Selain itu
makalah ini juga dapat menambah ilmu dan wawasan dari para siswa untuk lebih
memahami tata cara membaca Al Qur’an sehingga dapat membaca Al Quran dengan
baik dan benar.

2. TUJUAN
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi tugas akhir Baca Tulis Al Qur’an ( BTQ ) Kelas XII.
2. Menambah wawasan ilmu ghoribul Qur’an.

3. MANFAAT
Adapun manfaat dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui secara dalam tentang Saktah, Imalah dan Isymam dalam ilmu
ghoribul Qur’an.
2. Dapat membaca Al Qur’an dengan lebih baik dan benar.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. SAKTAH
a. Pengertian menurut bahasa dan istilah
Bacaan saktah dalam Mushaf Ustmani yang berlaku diberi tanda ٌ‫س ْكت َة‬
َ
kecil diantara dua lafadh yang dibaca saktah. Menurut bahasa saktah
dapat diartikan sebagai Al-Man’u (Menahan). Sedangkan pengertian
saktah menurut istilah adalah menahan (suara pada) suatu kalimat tanpa
bernafas dengan niat melanjutkan kembali bacaannya.

b. Pengertian menurut para ahli


Pengertian Saktah menurut Al-Qoulus Sadid (Hal 42) adalah berhenti
sejenak kira-kira dua harokat tanpa bernafas. Pengertian secara istilah,
menurut M Makky Nasr tt 153, saktah adalah memutus kata sambil
menahan nafas dengan niat meneruskan bacaan. Ismail Tekan (Dalam
Tanwidul Qur’an Karim), saktah adalah memutus nafas. Mas’ud Syafi’I
pengertian saktah ialah dengan tidak melepas nafas. Menurut ilmu
pembelajaran Qiro’ati saktah berarti berhenti sejenak tanpa bernafas
sekedar satu alif.
Dan apabila beberapa pengertian saktah menurut bahasa dan istilah
tersebut digabungkan maka dapat diambil kesimpulkan secara garis
besarnya adalah sebagai berikut :
Pengertian Saktah
1) Berhenti atau diam sambil menahan suara
2) Lamanya kira-kira dua harokat
3) Dilakukan tanpa bernafas
4) Dianiatkan untuk melanjutkan kembali bacaan.

2
c. Contoh Bacaan
Di dalam Al-Qur’an, saktah hanya terdapat pada empat tempat[3], yaitu
: surah Al-Kahfi ayat 1, Yaasiin ayat 52, Al-Qiyaamah ayat 27, dan Al-
Muthaffifiin ayat 14. Berikut uraiannya:

1) Surah Al-Kahfi ayat 1, pada lafadh:


‫ قَ ِي ٗما ِلينذ َِر‬١ ‫بٌ َولَ ۡمٌيَ ۡجعَل لَّهۥ ِع َو َج ۜا‬ ٌَ َ ‫ع ۡب َدهٌَٱ ۡل َك ٰت‬ َ ٌَ‫ٱ ۡل َحمۡ دٌٌ َ هّلِلٌَٱلهذَيٌٌأَنزَ ل‬
َ ٌ‫علَ ٰى‬
ٌ‫تٌأ َ هنٌ َله ۡمٌأ َ ۡج ًرا‬ ‫ٌويبَش ََرٌٱ ۡلم ۡؤ َمنَينٌٌَٱلهذَينٌٌَيَعۡ َملونَ ٌٱل ٰ ه‬
ٌَ ‫ص َل ٰ َح‬ َ ‫اٌمنٌلهد ۡنه‬
َ ٗ‫ش َديد‬ َ ٌ‫بَ ۡأ ٗسا‬
ٌٌ٢ٌ‫س ٗنا‬
َ ‫َح‬
Dibaca :

….. yaj’al lahuu ‘iwajaa (diam sejenak) qayyimal li yundzira…..

Cara membacanya dengan menghilangkan tanwin diganti


dengan fat-hah pada lafadh ‘iwajaa sehingga menjadi madd
‘iwadl yang dibaca panjang dua harakat. Setelah diam sejenak
kira-kira dua harakat, baru dilanjutkan dengan lafadh
selanjutnya : qayyimal li yundzira……
Faedah saktah pada ayat ini ialah untuk menjelaskan atau
memisahkan dua lafadh agar tidak disangka satu lafadh. Dengan
kata lain, lafadh ‘qayyimaa’ tidak bersambung dengan lafadh
sebelumnya : ‘iwajaa. Lafadh ‘iwajaa nashab-nya menjadi
maf’ul bagi yaj’al, sedangkan qayyimaa nashab-nya menjadi
haal (keterangan) bagi al-kitaab. Jika dua lafadh tersebut dibaca
bersambung, maka qayyima menjadi sifat bagi ‘iwajaa. Padahal,
keduanya memiliki makna yang saling bertolak belakang.
‘Iwajaa artinya kebengkokan; qayyimaa artinya lurus.

2) Surah Yaasiin ayat 52, pada lafadh:

َ ‫صدَقَ ٌٱ ۡلم ۡر‬


ٌ٥٢ٌٌَ‫سلون‬ َ ‫لر ۡح ٰ َمنٌٌ َو‬ َ ‫قَالوٌاٌْ ٰيَ َو ۡيلَنَاٌ َم ۢن بَعَثَنَا ِمن َّم ۡرقَ ِدنَ ۜاۗ َٰ َهذَا َماٌ َو‬
ٌ‫عدٌَٱ ه‬

Dibaca:

3
….. mam ba’atsanaa mim marqadinaa (diam sejenak) haadzaa

maa …..
Cara membacanya ialah dengan membaca panjang dua
harakat ujung lafadh marqadinaa karena menjadi madd ashli.
Setelah diam sejenak kira-kira dua harakat tanpa bernapas, baru
dilanjutkan dengan lafadh selanjutnya : haadzaa maa …..
Faedah saktah pada lafadh ini ialah untuk memisahkan
perkataan orang kafir dengan perkataan orang mukmin.
Perkataan orang kafir selesai pada kalimat ‘mim marqadinaa’.
Sedangkan kalimat sesudahnya ‘haadzaa maa wa’adar-
rahmaanu’ merupakan perkataan orang mukmin. Apabila dua
kalimat tersebut disatukan, maka kesalahan bukan saja terjadi
dari segi kalimat, tetapi juga dari segi makna. Maknanya menjadi
bertentangan, karena maa pada lafadh haadzaa maa wa’adar
rahmaanu akan menjadi maa naafi’, yang berarti Allah tidak
menjanjikan hal-hal seperti telah disebutkan sebelumnya.

3) Surah Al-Qiyaamah ayat 27:


ۜ
ٖ ‫َوقِي َل َم ۡن َر‬
٢٧ ‫اق‬
Dibaca:
Wa qiila man (diam sejenak) raaq.
Cara membacanya ialah dengan idh-har pada lafadh man.
Jadi, tidak menjadi idgham bi laa ghunnah karena bertemunya
nuun bersukun dengan huruf raa’.
Faedah saktah pada lafadh ini adalah untuk menunjukkan
bahwa kalimat sesudah dan sebelum saktah bukanlah satu
kalimat, tetapi dua kalimat. Bila dua kalimat itu dibaca
washal/bersambung (tidak saktah), maka akan terjadi idgham bi
laa ghunnah yang membuat kita sulit membedakan bahwa lafadh
tersebut terdiri dari dua lafadh.

4) Surah Al-Muthaffifiin ayat 14, pada lafadh:

4
َ ٌ َ‫ٌك َّ ََّۖل بَ ۡۜل َران‬
١٤ٌ َ‫علَ ٰىٌقلوبَ َهمٌ هماٌ َكانواٌْيَ ۡكسَبون‬
Dibaca :
Kallaa bal (diam sejenak) raana …….
Cara membacanya ialah dengan idh-har pada lafadh bal.
Jadi, tidak menjadi idgham mutaqaaribain karena bertemunya
lam bersukun dengan huruf raa’.
Faedah saktah pada lafadh ini adalah untuk menunjukkan
bahwa kalimat sesudah dan sebelum saktah bukanlah satu
kalimat, tetapi dua kalimat. Bila dua kalimat itu dibaca
washal/bersambung (tidak saktah), maka akan terjadi idgham
mutaqaaribain shaghiir, yang membuat kita sulit membedakan
bahwa lafadh tersebut terdiri dari dua lafadh.

2. ISYMAM
a. Pengertian menurut bahasa dan istilah

َ ْ ) dalam arti bahasa berarti monyong atau


ْ ٌ ‫اْل‬
Isymam ( ٌ‫ش َمام‬
mecucu. Sedangkan dalam arti istilah ulama’ Qurra’ adalah
mengkombinasikan harakah fathah dengan harakat dhammah
disertai monyong bibirnya.Bacaan isymam dalam al-Qur’an
ٌ ‫ َإ ْش َم‬kecil yang berada di atas lafadh yang
ditandai dengan tulisan ‫ام‬
dibaca isymam.

b. Pengertian menurut para ahli


Dalam qira’ah imam Ibnu Amir riwayat As-Susy, bacaan
isymam dikenal dengan sebutan idgham kabir, yaitu bertemunya dua
huruf yang sama dan sama-sama hidup lalu melebur menjadi satu
huruf bertasydid. Dalam qira’ah Imam Ashim riwayat Hafs, hanya
dikenal satu idgham saja, yaitu idgham shaghir yakni
mengidghamkan dua huruf yang sama yang salah satunya mati.
Menurut bahasa, bahwa lafadz “ ‫ ” لَاٌﺗَأْمَنَا‬dapat difahami berasal dari
lafadz “ ‫ ” لَا ٌﺗَأْمَننَا‬yang terdapat dua nun yang diidharkan, nun yang
pertama di rafa’kan dan yang kedua dinashabkan. Nun yang pertama

5
dirafa’kan karena termasuk fi’il mudlari yang tidak kemasukan
“amil nawashib” maupun jawazhim.
Isymam artinya mencampurkan dammah pada sukun dengan
memoncongkan bibir atau mengangkat dua bibir. Dalam qira’ah

riwayat Hafs, Isymam terdapat pada lafadz “ ‫لَاٌﺗَأْمَنَا‬ ” yaitu pada

waktu membaca lafadz tersebut, gerakan lidah seperti halnya


mengucapkan lafadz “ ‫ ” لَا ٌﺗَأْمَننَا‬sehingga hampir tidak ada
perubahan bunyi antara mengucapkan lafadz “ ‫ ” لَا ٌﺗَأْمَنَا‬dengan
mengucapkan “ ‫” لَا ٌﺗَأْمَننَا‬. Dengan kata lain, asal dari lafadz “ ‫لَا ٌﺗَأْمَنَا‬
” adalah lafadz “ ‫” لَا ٌﺗَأْمَننَا‬. Kalau diteliti lebih dalam, ternyata rasm
utsmani hanya menulis satu nun yang bertasydid. Ada pertanyaan
muncul, dimana letak dammahnya?sehingga untuk mempertemukan
kedua lafadz tersebut dipilihlah jalan tengah yaitu bunyi bacaan
mengikuti rasm, sedangkan gerakan bibir mengikuti lafadz asal.
Dalam metode pembelajaran qiro’ati isymam ialah isyaroh
dhommah tanpa suara. Adapun pengertian lain isymam ialah bibir
mecocoh diantara dengungnya mim.

c. Contoh bacaan
Menurut Imam Hafash bacaan isymam hanya berlaku disatu
tempat, yaitu QS. Yusuf ayat 11:
َ َ‫ٌوإَنهاٌلَهٌۥٌلَ ٰن‬
ٌ١١ٌ َ‫صحون‬ َ ‫ف‬ َ ٌ‫قَالوٌاٌْ ٰ َيأَبَانَاٌ َمالَكَ ٌ ََل ت َ ۡأ َ۬ َمنَّا‬
َ ‫علَ ٰىٌيوس‬
Pada lafadh ‫ ﺗ َأ ْ َمنهـا‬cara membacanya adalah sebagai berikut :
1) Nun tasydid diuraikan sehingga menjadi dua nun: yang satu mati
(sukun) sedang yang lain hidup (fathah). Misalnya lafadh : ‫ََلﺗ َأ ْ َم ْننَا‬
2) Nun mati pertama sebagai tempat bacaan isymam, sehingga
melafadkan nun itu (ٌ‫)َلﺗ َأ ْ َم ْن‬
َ , kedua bibir dimonyongkan ke depan
sebagaimana melafadkan huruf nun (melalui asmaul huruf).
3) Menarik bibir yang monyong tersebut sambil mengucapkan nun

kedua, sehingga lengkap menjadi : ‫ََلﺗَأ ْ َم ْننَا‬

6
3. IMALAH
a. Pengertian menurut bahasa dan istilah

Imalah menurut bahasa berasal dari wazan lafadz َ‫ أَمَال‬yaitu

ً‫أَمَالَ ٌ– ٌيَمَيْﻞ ٌ– ٌإَمَالَة‬ yang artinya memiringkan atau

membengkokan, sedangkan menurut istilah yaitu memiringkan


fathah kepada kasrah atau memiringkan alif kepada ya’. Bacaan
imalah banyak dijumpai pada qira’ah Imam Hamzah dan Al-Kisa’i,
diantaranya pada lafadz-lafadz yang diakhiri oleh alif layyinah,

contoh: ‫ٌﻫدَﻯ‬،‫ٌسَﺠٰى‬،‫الﻀحٰىٌقَلٰى‬.

b. Pengertian menurut para ahli


Dalam Mushaf Utsmani yang digunakan oleh umat Islam

Indonesia, bacaan imalah ini ditandai dengan tulisan (ٌ‫ ) َإ َمالَة‬kecil


diatas lafadh yang dibaca imalah.

Bacaan imalah dibagi menjadi dua macam yaitu:

َْ )
ُّ ‫اْل َمالَةٌال‬
1. Imalah Shughra ( ‫ص ْغ ٰرﻯ‬

2. Imalah Kubra ( َْ )
‫اْل َمالَةٌالكب ْٰرﻯ‬

Imalah Shughra adalah setelah bacaan imalah tersebut masih


diwashalkan pada lafadh lain, sehingga tidak berhenti disitu saja
yaitu pada QS. Hud ayat 41.
Imalah Kubra adalah setelah bacaan imalah tersebut
diwakafkan sehingga berhenti disitu saja. Kriteria imalah kubra
adalah semua lafadh dalam al-Qur’an yang akhirannya terdapat Alif
Maqsurah (alif bengkong). Pendapat ini dikemukakan oleh Imam
Warasy misalnya pada lafadh:

‫ٌا َ ْح ٰوﻯ‬ Dibaca Ahwe, ‫ َواﺗ ه ٰقى‬Dibaca Wattaqe


‫ اَ ْست َ ْغ ٰنى‬Dibaca Istaghne, ‫ضى‬
ٰ ‫ فَت َ ْر‬Dibaca Fatardhe
Namun terdapat pengecualian yaitu khusus bagi nama
manusia yang akhirannya terdapat alif maqsurah, tetap dibaca apa

7
adanya tidak boleh dibaca imalah. Misalnya: ٌ‫ح ٰيى‬
ْ ‫ٌ َي‬,ٌ‫ٌم ْوسٰ ى‬,ٌ‫َع ْيسٰ ى‬
‫ط ٰفى‬
َ ‫ص‬
ْ ‫ٌم‬,.
Menurut ilmu ghoribul Qur’an dari metode Qiroo’ati imalah
ialah bacaan miring antara fatha mendekati khasroh di al Qur’an
hanya ada satu yaitu Qs. Huud ayat 41.

c. Contoh bacaan
Menurut Imam Hafash, bacaan imalah hanya pada QS. Huud
ayat 41, selainnya tidak ada. Karenanya beliau hanya menyatakan
satu imalah dalam al-Qur’an sehingga tidak ada pembagian imalah.
Ayat yang dimaksud adalah

َ ‫س ٰى َه ۚٓاٌإَ هن‬
ٌ‫ٌر َبي‬ َ ‫اٌوم ۡر‬ ٌ‫۞وقَا َلٌٱ ۡر َكبوٌاٌْفَي َهاٌبَ ۡس َمٌٱ ه‬
َ ‫ر ٰى َه‬ٜ ‫ّلِلٌَ َم ۡﺠ‬ َ
٤١ٌ‫يم‬ٞ ‫ٌر َح‬ ٞ ‫لَغَف‬
‫ور ه‬
Pada lafad ‫ َمﺠْ ٰرٌى َها‬maka cara membacanya Majreha.

8
BAB 3
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwasanya Saktah ialah
berhenti sejenak tanpa bernafas sekedar satu alif atau 2 harokat. Isymam
ialah isyaroh dhomma tanpa suara atau lebih mudahnya iala bibir mecocoh
diantara dengungnya mim. Sedangkan imalah ialah bacaan miring antara
fatha mendekati khasroh.

9
Daftar Pustaka
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2014/07/saktah.html
buku Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap karangan Ust. Acep Iim Abdurohim, hal. 193-
195, CV. Penerbit Diponegoro, Cet. 10, Tahun 2003 M
http://www.hukumtajwid.com/2017/06/pengertian-saktah-dan-contohnya-
lengkap.html
https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/03/24/ilmu-tajwid-9-imalah-ismam-
saktah-tas-hil-naql-badal-dan-shilah/
https://tajwid.web.id/bacaan-imalah-isymam-saktah-naql-dan-tashil/

10
11

Anda mungkin juga menyukai