BAB214112210061
BAB214112210061
BAB II
BIOGRAFI AL-GHAZALI
A. Biografi Al-Ghazali
1. Latar Belakang Keluarga
Nama lengkap Imam al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad al-
Ghazali al-Thusi atau lebih di kenal dengan sebutan pendek al-Ghazali. Ia juga
disebut Abu Hamid, seperti halnya Ibnu Rusyd dikenal dengan Abu Walid yang
sering menyebut al-Ghazali dengan nama tersebut dalam karyanya yang
berjudul “Tahafut at Tahafut”, Abu Hamid berkata, yakni al-Ghazali.1
Panggilan, laqob atau gelar al-Ghazali Zain ad-Diin ath-Thusy. Adalah Hujatul
Islamatau Hujatul Islam Abu Hamid.2 Ia lahir pada tahun 450 H/ 1058 M.
Tepatnya pertengahan abad ke-lima Hijriyah, dan wafat pada tahun 505 H
(1111 M). Tepatnya pada tanggal 14 Jumadhil ats-Tsani, hari senin di Thus,
sebuah kota kecil Khurasan (Iran) tempat kelahirannya.
Diceritakan bahwa kedua orang tua al-Ghazali adalah orang shaleh yang
tidak mau makan kecuali dari hasil usahanya sendiri. Dia seorang pengusaha,
pemintal bulu domba. Ketika al-Ghazali beserta saudaranya (Ahmad) masih
kecil, ayahnya meninggal. Akan tetapi sebelum meninggal, dia telah berpesan
untuk kedua anaknya kepada seorang teman sufi, agar sepeninggalannya nanti
kedua anaknya dididik dan dipelihara. Kata sang ayah, “saya sangat menyesal
bahwa saya tidak bisa menulis (Buta Huruf). Oleh karena itu saya ingin kedua
anak saya ini tidak kehilangan yang tidak bisa saya peroleh, didiklah mereka
(berdua) dengan seluruh harta peninggalanku.3
Al-Imam Abu Hamid al-Ghazali menceritakan hal tersebut dengan
mengatakan; “Kami menuntut ilmu karena selain Allah SWT”,lalu kami
menolak agar itu hanya karena Allah SWT”. Dari pengalaman al-Ghazali
tersebut dapat diperkirakan bahwa, al-Ghazali hidup dalam suasana
kesederhanaan sufi tersebut sampai usia 15 tahun (450-466 H).4
1
Ahmad Daudi, Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 60.
2
Yusuf Qordowi, Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), 19.
3
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 13.
4
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Griya Pratama, 1994), 77.
15
16
5
Abdul Aziz, Ekonomi Sufistik Model al-Ghazali, (Bandung: Alfabeta, 2011), 25.
17
12
Himawijaya, Mengenal Al Ghazali Keraguan Adalah Awal Keyakinan (Bandung : Mizan Media
Utama MMU, 2004), 16.
13
Himawijaya, Mengenal Al Ghazali Keraguan Adalah Awal Keyakinan (Bandung : Mizan
Media Utama MMU, 2004), 15.
14
Imam al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para filosof) (Bandung: Marja. 2010), 37.
15
Himawijaya, Mengenal Al Ghazali Keraguan Adalah Awal Keyakinan (Bandung : Mizan Media
Utama MMU, 2004), 19.
19
16
Himawijaya, Mengenal Al Ghazali Keraguan Adalah Awal Keyakinan (Bandung : Mizan Media
Utama MMU, 2004), 19.
17
Abdullah Musthafa al-Muragi, Pakar-Pakar Fikih Sepanjang Sejarah (terjm) (Yogyakarta:
LKPSM. 2001), 177.
18
Abul Quasem, M., Etika Al-Ghazali, (Bandung: Pustaka, 1988), 4.
19
Abdurrahim Al-Asnawi, (Beirut: Al-Kutub Al‟Ilmiyah, 1987), 112.
20
Nur Chamid, Jejak Langkah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
218.
20
oleh pemikiran al-Ghazali. Pasca periode sang Hujjatullah ini, berbagai hasil
karyanya yang telah banyak di terjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti
Latin, Spanyol, Yahudi, Prancis, Jerman, dan Inggris, dijadikan referensi oleh
kurang lebih 44 Pemikir Barat. Al-Ghazali, diperkirakan telah menghasilkan
300 buah karya tulis yang meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti logika,
filsafat, moral, tafsir, fikih, ilmu-ilmu al-Qur‟an, tasawuf, politik, administrasi,
dan perilaku ekonomi. Namun demikian, yang ada hingga kini hanya 84 buah.
Diantaranya adalah Ihya „Ulum al-Din, al-Munqidz min al-Dhalal, Tahafut al-
Falasiah, Minhaj al-„Abidin, Qawa‟id al-„Aqaid, al-Mustashfa min „Ilm al-
Ushul, Mizan al-Amal, Misykat al-Anwar, Kimia al-Sa‟adah, al-Wajiz, Syifs al-
Ghalil, dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk.21
Syekh Abdul Qadir Alaydrus Ba‟lawi dalam Ta‟rif al-Ihya fi Fadha‟il al-
Ihya menyatakan bahwa ulama besar Quthbu al-Yaman, Isma‟il bin
Muhammad al-Hadrami mengatakan dalam suatu jawabannya tentang nilai
karangan-karangan al-Ghazali: “ada tiga Muhammad dalam Islam yakni
Muhammad bin Abdullah, penghulu segala nabi, Muhammad bin Idris asy-
Syafi‟i, penghulu segala Imam, dan Muhammad al-Ghazali, penghulu segala
Pengarang.22
Jumlah kitab yang ditulis al-Ghazali sampai sekarang belum disepakati
secara definitif oleh para penulis sejarahnya. Menurut Ahmad Daudy,
penelitian paling akhir tentang jumlah buku yang dikarang oleh al-Ghazali,
adalah yang dilakukan oleh Abdurrahman al-Badawi, yang hasilnya
dikumpulkan dalam satu buku yang berjudul Muamallafat al-Ghazali.
Dalam buku tersebut, Abdurrahman mengklasifikasikan kitab-kitab yang
ada hubungannya dengan karya al-Ghazali dalam 3 kelompok. Pertama,
kelompok kitab yang dapat dipastikan sebagai karya al-Ghazali yang terdiri
atas 72 buah kitab. Kedua, kelompok kitab yang diragukan sebagai karyanya
yang asli terdiri atas 22 buah kitab. Ketiga, kelompok kitab yang dapat
dipastikan bukan karyanya, terdiri atas 31 buah kitab.
21
Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012), 316.
22
Abdul Qadir Alaydrus Ba‟lawi, Ta‟rif Al-Ihya fi Fadha‟il Al-Ihya, (Jakarta: Daru Ihya‟I Al-
Kutub Al-„Arabiyah, t.t), 10.
21
23
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 209.
22
kejelasan corak pemikirannya, seperti yang terlihat dari sikapnya terhadap filosof
dan aliran akidah pada masanya.24
Al-Ghazali hidup pada zaman keemasan Islam, masa kekhalifahan
Abbasiyah yang berpusat di Baghdad (750-1258 M).25 Selama empat tahun al-
ghazali mengajar sebagai mahaguru di Baghdad. Bertitik tolak pada ortodoksi dan
mistisme Islam Sunni ia mengkritisi ajaran dari filsuf al-Farabi dan ibn Sinna
(Avicenna) di dalam karyanya, Intentiones Philosophorum. Pengaruhnya amat
luas karena berargumen melawan aliran Falsafa, pemikir Arab yang menganut
filsafat Aristotelian di buku Thahatuf al-Falasifah serta berselisih pandangan
dengan aliran Mu‟tazilah yang memandang moralitas adalah sebuah tindakan
rasional manusia dalam melihat mana yang baik dan mana yang buruk, tidak
semata ditentukan oleh Agama.26
Karya terbesarnya, Revival of the Religion Sciences (Ihya‟ Ulum ad-Din)
menjabarkan pandangannya yang bercorak tasawuf bahwa prinsip moral sejauh
kemampuannya harus melaksanakan sifat-sifat Allah dan sifat-sifat yang disukai
Allah.
Menurut Umer Chapra, yang memperkuat pembelaan rasional al-Ghazali
terhadap keyakinan dan praktek-praktek Islam adalah kefasihannya,
pengetahuannya yang luas terhadap syari‟ah, kesalehan dan perilaku akhlaknya
yang tinggi. Al-Ghazali mempunyai pengaruh yang besar di Dunia Islam pada
waktu itu dan terus dibaca secara luas serta dikutip hingga saat ini. Karena dialah
maka Ilmu Kalam, yang diperkenalkan oleh kaum Mu‟tazilah dan memasukannya
banyak kosa kata dan argumen-argumen filsafat, menjadi salah satu pengetahuan
Agama yang diakui secara resmi dan merupakan bagian penting dari silabus
Agama.27
Berkenaan dengan pengembaraan intelektual al-Ghazali mengenai ilmu
pengetahuan dan dasar-dasar filosofisnya atau pertentangan antara landasan ilmu
pengetahuan yang bermuara pada ilmu filsafat melalui “Thahatuf al-
24
M. Umer Chapra, The Future Of Economics: An Islamic Perspektive, (Jakarta: SEBI, 2001), 99.
25
Heru Prakosa, Al-ghazali dan Thomas Aquinas: Hidup Harmoni sebagai Buah Ketaqwaan,
(Jakarta: BASSIS 2012), 53.
26
Bdk. Battista Mondin, A History of Mediaeval Philosophy, (Roma: Urbaniana University Press,
1991), 220.
27
M. Umer Chapra, The Future Of Economics: An Islamic Perspektive, (Jakarta: SEBI, 2001),
100.
24
28
Hidayat Nataatmadja, Intelegensi Spiritual: Intelegensi Manusia-manusia Kreatif, Kaum Sufi
dan Para Nabi, (Salemba: Perenial Press, 2001), 188.
25
29
Himawijaya, Mengenal Al Ghazali Keraguan Adalah Awal Keyakinan (Bandung : Mizan Media
Utama MMU. 2004), 20.
30
A. Damayati, Konsep dan Etika Keuangan Islam” Jurnal Eksibisi, Voleme I. No 2., Juni 2007,.
139.
31
Al-Cayet, http://alcayet.blogspot.com/2012/02/etika-imam-al-ghazali-selayang-pandang.html
26
b. Harus ada kejelaskan antar para pelaku bisnis, sehingga tidak ada
kecurangan.
c. Membina relasi bisnis dengan baik dan amanah.
d. Hutang piutang harus segera diselesaikan sebelum waktu yang disepakati.
e. Mengurangi margin dengan menjual lebih murah, dan pada gilirannya
meningkatkan keuntungan.
f. Aktifitas bisnis tidak hanya untuk mengejar keuntungan dunia semata,
karena keuntungan yang sebenarnya adalah akhirat.
g. Menjauhkan dari transaksi-transaksi yang syubhat.
h. Meraih keuntungan dengan pertimbangan risiko yang ada.
2. Gagasan Imam al-Ghazali tentang Etika yang Harus Disertakan dalam
Aktivitas Bisnis
Berikut adalah beberapa gagasan imam Al-Ghazali tentang etika yang
harus disertakan dalam aktivitas bisnis.
a. Al-Dunya‟ Mazrâtul Akhirah
Salah satu gagasan Al-Ghazali yang paling penting mengenai urusan
ekonomi dan bisnis ialah bahwasannya segala kerja keras yang dilakukan di
dunia ini bukan hanya untuk kehidupan sesaat, namun lebih dari itu, yaitu
kehidupan hakiki di akhirat kelak. Kegiatan ekonomi seorang muslim
meliputi waktu yang lebih luas, dunya dan akhirat. Terdapat tiga teori yang
dikemukakan Al-Ghazali yang berhubungan dengan aktivitas manusia dan
ekonomi, yaitu:
1) Orang yang mengutamakan mencari nafkah kehidupan dunia, sehingga
melupakan pangabdiannya kepadatuhannya dan mereka termasuk orang
yang celaka.
2) Orang yang mengutamakan pengabdiannya kepada tuhan sehingga
melalaikan akan keperluan hidupnya di dunia, ia termasuk yang
beruntung.
3) Orang yang mengutamakan kedua-duanya dan menjadikan usaha
ekonomi sebagai media untuk membesar pengabdiannya kepada Allah,
maka ia termasuk orang-orang yang berbakti sesuai dengan ajaran Nabi
SAW.32
32
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya „Ulumuddiin (Kairo: Matba‟ah al-Utsmaniyyah, 1993), 793.
27
33
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Diin (Beirut: Dar an-Nadwah, t.th), Jilid II., 793.
34
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya „Ulumuddiin (Kairo: Matba‟ah al-Utsmaniyyah, 1993), Jilid IV.,
758.
35
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya „Ulumuddiin (Kairo: Matba‟ah al-Utsmaniyyah, 1993), Jilid IV.,
759.
36
Adiwarman S Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2006), 320.
28
yang gagah perkasa sedang berangkat kerja, padahal hari masih sangat pagi.
Seorang sahabat berkata,
“Aduh sayangnya pemuda ini. Kalau saja kemudaannya digunakan
untuk jihad di jalan Allah pasti lebih baik.”
37
http://menujucahayaterang.blogspot.com/2009/06/kewajiban-mencari-rizqi-yang-halal.html
Diakses pada tanggal 20 Juni 2015
38
Adiwarman S Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2006), 318-
319.
39
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer
(Jakarta: Pusaka Asatruss, 2007), 123.
29
40
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer
(Jakarta: Pusaka Asatruss, 2007), 123-124.
30
41
Adiwarman S Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2006), 318-
319.
42
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Diin (Beirut: Dar an-Nadwah, t.t), 787-792.
31
1) Setiap hari harus memperbaharui niat dan akidah yang baik untuk
memulai aktivitasbisnis.
2) Tujuan melakukan bisnisnya adalah untuk menunaikan fardu kifayah
atau tugas dalambermasyarakat.
3) Kesibukan dalam menjalankan aktivitasnya tidak menghalangi untuk
mengingat Allah.
4) Tidak rakus dan serakah.
5) Dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk menjauhi yang haram
saja, namunsenantiasa memelihara diri dari perbuatan Syubuhat.
6) Berusaha untuk menjaga diri melakukan transaksi dengan orang-oraang
yang tidakadil.43
d. Jauh dari Perbuatan Riba
Riba secara etimologi artinya berkembang atau bertambah secara
muthlak.Sedangkansecara terminologis syar‟iyyah, riba berarti tambahan
yang diambil oleh pihak yangmeminjamkan dari si peminjam sebagai ganti
pembayaran yang di tangguhkan.44 Dalam Al-Quran, Riba telah jelas
keharamannya.Oleh sebab itu Al-Ghazali mengingatkan bagi parapedagang
mata uang dan memperjualbelikan emas dan perak, serta bahan makanan
pokokuntuk berhati-hati menjaga diri dari riba nasi‟ah dan fadl.45
Bagi al-Ghazali, larangan riba adalah bersifat muthlak.Argument yang
dikemukakanbeliau adalah bukan hanya sebagai perbuatan dosa, namun
memberokan kemungkinanterjadinya eksploitasi dan ketidakadilan dalam
transaksi.
SelanjutnyaAl-Ghazali menyatakan, bahwa menetapkan bunga atas
utang piutangberarti membelokan uang dari fungsi utamanya, yakni sebagai
alat tukar saja. Oleh karena itu,jika uang yang diterima lebih banyak dari
jumlah yang diberikan akan terjadi perubahanstandar nilai. Dan ini
perbuatan ini terlarang.Ia mengatakan:
43
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Diin (Beirut: Dar an-Nadwah, t.t), 793-801.
44
Muhammad Ali Ashâbuni, Rowai‟yul Bayan Tafsir ayat Ahkam, Murojaah: M Zuhri
(Semarang: CV As-Syifa, 1993), 178.
45
Nasi‟ahadalah bi an yusytaratu ajalun fi ahadil „iwadayn (dipersyaratkan salah satu dari kedua
barang yang dipertukarkan ditangguhkan dengan adanya tambahan, Fadl adalah bi an yazîda
ahadul iwadayn (salah satu dari dua barang sejenis yang saling dipertukarkan lebih banyak
daripada yang lainnya.
32
46
Al-Ghazali, Ihya „Ulum. Jilid V, 769.
47
Al-Quran, Surat : al-Rum ayat 39.