Anda di halaman 1dari 16

PENAFSIRAN QURAYSH SHIHAB DAN KH.

THAIFUR ALI WAFA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Tafsir Modern dan
Kontemporer yang diampu oleh Bapak Dr. Afifullah, M. Sc.

Oleh:

M Nurul Musthofa 20384011007

Arrijal Mustafa M.I 20384011030

Moh. Aslam 20384011043

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

MEI 2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillāh kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas


nikmat yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan
tugas makalah mata kuliah “Penafsiran Quraish Shihab dan KH. Thaifur
Ali Wafa” yang dibina oleh bapak Dr. Afifullah, M.Sc
Selawat dan salam senantiasa tercurah limpahkan atas junjungan kita
Nabi Muhammad saw. serta keluarga, sahabat dan para penerus risalahnya,
yang telah memberikn arahan dan bimbingan menuju jalan yang lurus dan
selaras dengan tuntunan Islam.
Saya menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. oleh karena itu,
kritikdan1saran yang membangun akan memberikan semangat bagi kami
untuk memperbaiki tugas makalah kedepannya. Dengan kerendahan hati,
kami memohon maaf apabila ada kesalahan dalam makalah ini. Sebagai
makalah sederhana yang saya harapkan kepada seluruh pencinta ilmu
pengetahuan, sudah sepatutnya kita memohon kepada Allah Swt. semoga
Allah Swt. senantiasa selalu memberkati pikiran dan semua tindakan yang
kita lakukan.

Pamekasan, 19 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

A. Biografi Quraish Shihab ............................................................................... 3

B. Penafsiran Quraish Shihab ........................................................................... 4

C. Biografi KH. Thaifur Ali Wafa .................................................................... 8

D. Penafsiran KH. Thaifur Ali Wafa ................................................................ 9

BAB III ................................................................................................................. 12

PENUTUP ............................................................................................................. 12

A. Kesimpulan ................................................................................................ 12

B. Saran ........................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an dapat berperan dan berfungsi dengan baik sebgai tuntunan
dan pedoman serta petunjuk hidup untuk umat manusia, terutama di zaman
kontemporer seperti saat ini. Oleh karena itu tidaklah cukup jika al-Qur’an
hanya dianggap sebgai sebuah bacaan belaka dalam kehidupan sehari-hari tanpa
dibarengi dengan pengertian dari maksud ayat tersebut. Memahami alQur’an
merupakan suatu upaya untuk mengurai isi serta makna yang terkandung
didalamnya. Disisi yang lain sejarah mencatat bahwa al-Qur’an yang sudah
lebih dari 1400 tahun lalu diturunkan untuk merespon kondisi, situasi sosial,
politik, budaya dan relegiusitas masyarakat Arab tentu kondisi tersebut sangat
jauh beda dengan kehidupan dan kondisi pada zaman global dan kontemporer
saat ini. Maka dari itu penting untuk melakukan reinterpretasi terhadap al-
Qur’an dengan melihat dan mempertimbangkan kondisi di mana dan kapan al-
Qur’an itu turun.
Perkembangan situasi sosial budaya, politik, ilmu pegetahuan dan
revolusi informasi juga turut memberi andil dalam usaha memaknai teks-teks
keagaamn.3 Shahrur berpendapat bahwa al-Qur’an pada zaman global sekarang
ini perlu ditafsirkan sesuai dengan tuntutan zaman kontemporer yang dihadapi
oleh umat Islam dan umat manusia. Pemeliharaan dilakukan dengan pengkajian
yang menyentuh realitas dan mencoba menyapa realitas lebih sensitif dan
memfungsikannya dalam memahami realitas-realitas yang ada dengan
interpretasi yang baru sesuai dengan keadaaan setempat. Salah satu yang
menarik dari karya penafsiran adalah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab
dan Firdaws Al-Na‘īm karya KH. Thoifur Ali Wafa.
Keragaman bentuk penafsiran disebabkan oleh beberapa faktor, latar
belakang pendidikan, motif penafsiran, keilmuan dan kondisi social mufassir
menafsirkan.Factor-faktor tersebut bergerak secara interaktif dan dinamis tidak
berdiri sendiri, dalam hal ini Alquran secara intrinstik selalu berdialog secara
interaktif dalam berbagai dimensi dengan masyarakat sosialnya, baik dimasa
lampau, kini maupun mendatang. Maka dari itu ilmu tafsir itu dibukukan

1
bersamaan dengan dibukukannya berbagai macam ilmu, jika seorang ahli dalam
bidang studi tertentu menyusun tafsir maka tafsirannya akan sangat diwarnai
oleh bidang yang menjadi keahliannya itu, tafsir yang ditulis M. Quraish Shihab
dan KH. Thoifur Ali Wafa yang akan kita bahas tentang pemikiran,
metodeloginya serta corak penafsirannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Quraish Shihab?
2. Bagaimana penafsiran Quraish Shihab?
3. Bagaimana biografi KH. Thaifur Ali Wafa?
4. Bagaimana penafsiran KH. Thaifur Ali Wafa?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Quraish Shihab
2. Untuk memahami penafsiran Quraish Shihab
3. Untuk mengetahui biografi KH. Thaifur Ali Wafa
4. Untuk memahami penafsiran KH. Thaifur Ali Wafa

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Quraish Shihab


Muhammad Quraish Shihab merupakan salah seorang ulama dan
cendikiawan muslim Indonesia dalam bidang tafsir al-Qur’an lahir pada tanggal
16 Februari 1944 di Rappang, Sulawesi Selatan. Beliau merupakan putra dari
salah seorang wirausahawan dan juga seorang guru besar dalam bidang tafsir
yang memiliki reputasi baik dalam dunia pendidikan di Sulawesi Selatan yaitu
Prof. KH. Abdurrahman Shihab (1905-1986). Dalam kesibukannya sebagai
seorang guru besar Abdurrahman Shihab masih sering menyisihkan waktunya
untuk keluarganya, saat-saat seperti ini dimanfaatkan untuk memberikan
petuah-petuah keagamaan yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur’an kepada
putra-putrinya. Dari petuah-petuah keagamaan yang berasal dari ayat-ayat al-
Qur’an, hadis-hadis nabi, serta perkataan sahabat maupun pakar-pakar ilmu al-
Qur’an yang diberikan oleh orang tuanya inilah M. Quraish Shihab
mendapatkan motivasi awal dan benih-benih kecintaan terhadap bidang studi
tafsir.1
Pendidikan formal yang ditempuh oleh M. Qurais Shihab, dimulai dari
Sekolah Dasar di Ujung Pandang, kemudian dilanjutkan dengan Sekolah
Menengah, sambil belajar agama di Pondok Pesantren Dar al-Hadith al-
Fiqhiyyah di kota Malang, Jawa Timur (1956-1958). Pada tahun 1958, Ketika
ia berusia 14 tahun ia melanjutkan pendidikan ke Al-Azhar Kairo Mesir untuk
mendalami studi keislaman, dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar.
Setelah selesai, M. Quraish Shihab berminat melanjutkan studinya di
Universitas al-Azhar pada Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, tetapi ia
tidak diterima karena belum memenuhi syarat yang telah ditetapkan karena itu
ia bersedia untuk mengulang setahun guna mendapatkan kesempatan studi di
Jurusan Tafsir Hadis walaupun jurusan-jurusan lain terbuka lebar untuknya.
Pada tahun 1967 ia dapat menyelesaikan kuliahnya dan mendapatkan gelar Lc.
Karena “kehausannya” dalam ilmu al-Qur’an ia melanjutkan kembali
pendidikannya dan berhasil meraih gelar MA pada tahun 1968 untuk spesalisasi

1
Badiatul Raziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 269.

3
di bidang tafsir al-Qur’an dengan tesis berjudul “al-I’jaz At-Tashri’i Al-Qur’an
al-Karim” dengan gelar M.A.2

B. Penafsiran Quraish Shihab


1) Pemikiran Quraish Shihab dalam tafsir
Tafsir menurut Quraish Shihab adalah upaya memahami maksud
firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Manusia yang
ingin menyesuaikan sikap dan tindakannya dengan apa yang dikehendaki
oleh Allah, maka ia harus dapat memahami pesan-pesan Al-Qur’an melalui
tafsir. Menurut Quraish Shihab tafsir memiliki urgensi yang sangat penting,
ia berfungsi sebagai anak kunci untuk membuka khazanah Al-Qur’an, yang
berarti sebagai pembuka pintu yang tertutup. Setidaknya ada tiga alasan
yang dikemukakan Quraish Shihab yang membuat dan menetukan tingginya
signifikasi tafsir.3
a) Bidang yang menjadi kajian tafsir adalah kalam Ilahi yang
merupakan sumber keagamaan dan segala ilmu pengetahuan.
b) Tujuan tafsir adalah untuk mendorong manusia berpegang teguh dan
mengamalkan Al-Qur’an, demi tercapainya kebahagian dunia dan
akhirat.
c) Beragamnya redaksi ayat Al-Qur’an, yakni ada yang jelas dan rinci,
namun ada juga yang samar dan global, sehingga penafsiran terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an terasa sangat dibutuhkan.
Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi
secara kontekstual dan tidak semata-mata berpaku pada makna tekstual, hal
ini dilakukan agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat
difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia menjelaskan bahwa setiap muslim
wajib mempelajari dan memahami Al-Qur’an. Tetapi ini bukan berarti ia
harus memahaminya sesuai dengan pemahaman orang terdahulu. Karena
orang mukmin diperintahkan oleh Al-Qur’an untuk mempergunakan
akalnya. Oleh karena itu menurutnya penafsiran terhadap Al-Qur’an tidak

2
Ibid., 270.
3
Reni Kumalasari, “Mengenal Ketokohan Quraish Shihab Sebagai Pakar Tafsir Indonesia”, Jurnal
Studi Al_Quran dan Tafsir, 1 No. 2 (Desember, 2021): 98.

4
akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran
terbaru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tututan kemajuan. Sebagai
contohnya, dahulu bahkan kini ulama-ulama menafsirkan kata Al-Alaq
dalam ayat-ayat yang menjelaskan tentang proses janin dengan segumpal
darah yang beku. Penafsiran ini ditemukan dalam kitab-kitab tafsr terdahulu
dalam menafsirkan surah al-Mukmin ayat 14:
َ َ َ ً ٰ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ ً َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ً َ َ َ َ َ ْ ُّ َ ْ َ َ ُ
‫ثَّم خلقنا النطفة علقة فخلقنا العلقة ُمضغة فخلقنا ال ُمضغة ِعظما فك َس ْونا‬
ْ
َ ْ ٰ ْ ُ َ ْ َ ُ ‫ْ ٰ َ َ ْ ً َُّ َ ْ َ ٰ ُ َ ْ ً ٰ َ َ َ َ َ َ َ ه‬
َۗ‫ال ِعظم لحما ثم انشأنه خلقا اخرَۗ فتبارك اّٰلل احسن الخ ِل ِقين‬
Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung
(darah). Lalu, sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal
daging. Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu,
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami
menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah sebaik-
baik pencipta.

Berdasarkan ayat tersebut bahwa periode penciptaan manusia terdiri


atas lima periode: Al-Nutfah, Al-Alaq, Al-Mudghah, Al-Idzam dan Al-
Lahm. Jelas bahwa al-alaq adalah periode kedua dari proses kejadian
manusia. Menurut embriologi dalam ilmu kedokteran proses kejadian
manusia terbagi dalam tiga periode: Pertama, periode ovum. Periode ini
dimulai dengan fertilasi (pembuahan) karena adanya pertemuan antara
sperma dan ovum, yang selanjutnya kedua intinya bersatu dan membentuk
struktur atau zat yang disebut zygote. Setelah fertilisasi berlansung, zygote
membelah menjadi dua, empat, delapan dan seterusnya. Selama pembelahan
ini, zygote menuju ke kantong kehamilan dan pada akhirnya melekat dan
menggantung di dinding rahim.4
Kedua, periode embrio. Yaitu periode pembentukan organ-organ.
Terkadang organ tidak terbentuk dengan sempurna atau sama sekali tidak
terbentuk, misalnya jika hasil pembelahan zygote tidak bergantung pada
dinding rahim. Ini dapat mengakibatkan keguguran dan cacat bawaan.
Ketiga, periode foetus. periode perkembangan dan penyempurnaan organ-
organ, dengan perkembangan yang sangat cepat dan berakhir pada waktu

4
Ibid., 99

5
kelahiran. Dari sinilah terjadi penyesuaian antara embriologi dengan ilmu
Al-Qur’an, periode ketiga disebut Al-Qur’an dengan al-mudghah
merupakan periode kedua menurut embriologi, dimana dalam periode ini
terbentuk organ-organ penting. Sedangkan periode keempat dan kelima
menurut Al-Qur’an sama dengan periode ketiga yaitu foetus,
penyempurnaan organ.5
2) Metode Penafsiran Quraish Shihab
Setiap mufassir memiliki metode masing-masing dalam menafsirkan
ayat Al-Qur’an yang berbeda dengan mufassir lainnya. Adapun metode
yang cenderung digunakan oleh Quraish Shihab dalam menafsirkan Al-
Qur’an ialah metode maudhui dan metode tahlili. 6
a) Metode maudhu’i Quraish Shihab sering menekankan pentingnya
penggunaan metode tafsir maudhui (tematik), ini terlihat dari
banyaknya jumlah kitab tafsirnya yang menggunakan metode ini.
Metode maudhu’i ialah penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah
ayat Al-Qur’an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas
masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari
ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai
jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya,
dengan metode ini dapat diungkap berbagai pendapat Al-Qur’an
tentang berbagai masalh kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti
bahwa ayat Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan iptek dan
kemajuan peradaban masyarakat.
b) Metode Tahlili Metode tahlili (analitik) adalah sebuah bentuk karya
tafsir yang berusaha untuk mengungkapkan kandungan Al-Qur’an dari
berbagai aspeknya. Bentuk ini disusun berdasarkan urutan ayat di
dalam Al-Qur’an, selanjutnya memberikan penjelasan tentang kosa
kata, makna global ayat, kolerasi, asbabun nuzul dan hal-hal lain yang
dianggap bisa membantu dalam memahami ayat Al-Qur’an. (al-
Farmawi, 1980) Quraish Shihab menggunakan metode tahlili dalam

5
Ibid., 100.
6
Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Jurnal Studia
Islamika, 11 No. 1 (Juni, 2014): 117.

6
Tafsir al-Misbah, sebuah karya monumentalnya yang sangat terkenal
yang diterbitkan oleh lentera hati. Tafsir al-Misbah adalah sebuah tafsir
Al-Qur’an lengkap 30 juz pertama dalam kurun waktu 30 tahun
terakhir. Warna keindonesian penulis memberi warna yang menarik
dan khas serta relavan dalam memperkaya khazanah pemahaman dan
penghayatan umat Islam terhadap rahasia makna ayat Allah swt.7
3) Corak penafsiran Quraish Shihab
Tafsir al-Misbah cenderung bercorak sastra budaya dan
kemasyarakatan (adabi al-ijtimā’i) yaitu corak tafsir yang berusaha
memahami nash-nash al-Qur'an dengan cara mengemukakan ungkapan-
ungkapan al-Qur'an secara teliti. Kemudian menjelaskan makna-makna
yang dimaksud al-Qur'an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik,
dan seorang mufassir berusaha menghubungkan nash-nash al Qur'an yang
dikaji dengan kenyataan sosial dengan sistem budaya yang ada. corak
penafsiran ini ditekankan bukan hanya ke dalam tafsir lughawi, tafsir fiqh,
tafsir ilmi dan tafsir isy'ari akan tetapi arah penafsirannya ditekankan pada
kebutuhan masyarakat dan sosial masyarakat yang kemudian disebut corak
tafsir Adabi alIjtimā'i Corak tafsir al-Misbah merupakan salah satu yang
menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur'an serta
memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia-rahasia al-Qur'an.8
Menurut Muhammad Husein Al-Dzahabi, corak penafsiran ini terlepas
dari kekurangan berusaha mengemukakan segi keindahan bahasa dan
kemu’jizatan al-Qur’an, menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran
yang dituju oleh al-Qur’an, mengungkapkan hukum-hukum alam yang
agung dan tatanan kemasyarakatan yang di kandung, membantu
memecahkan segala problem yang dihadapi umat Islam khususnya dan
umat manusia pada umumnya, melalui petunjuk dan ajaran al-Qur’an untuk
mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat serta berusaha
mempertemukan antara al-Qur’an dengan teoriteori ilmiah yang benar.9

7
Ibid., 118
8
Fajrul Munawwir, Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga (dkk), Metodologi
Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras 2005), 138
9
Ibid.

7
C. Biografi KH. Thaifur Ali Wafa
Nama lengkapnya adalah Thaifur bin Ali Wafa Muharror Al-Muduri.
Ali Wafa adalah nama dinisbahkan kepada nama ayahnya, seorang ulama
tersohor paling berpengaruh di Madura. Menurut Martin Van Bruinessen, KH.
Ali Wafa memiliki reputasi yang sangat gemilang baik dilihat secara pribadinya
sebagai seorang ulama maupun bagi Tarekat Naqsyabandiyah. Bahkan, jika
tidak berlebihan, tidak ada pengganti (khalifah) yang menyamai reputasi KH.
Ali Wafa. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Thaifur memiliki keilmuan
agama yang luas. Thaifur mewarisi intelektualitas ayahnya. Dalam
pengakuannya menyebut sosok ayah hanyalah memiliki andil besar dalam
membentuk pemikirannya. Selain iu, Thaifur pernah menempuh pendidikan di
Mekkah selama 7 Tahun. Selama di Mekkah Thaifur berguru kepada seorang
ulama asal Yaman yang bernama Syaikh Ismail. Bagi Thaifur, selain Ayah,
Syaikh Ismail ini pula yang turut banyak mewariskan ilmu kepadanya.10
Kini Thaifur memangku jabatan sebagai salah satu guru Tarekat
Naqshabandiyah Mudzahriyah. Dia menerima ijazah dari seorang ulama berasal
dari Malang bernama KH. Lathifi Baidowi, yang juga merupakan murid yang
menerima ijazah dari ayahnya. Thaifur mengaku menerima ijazah dari KH.
Lathifi saat beliau berusia 33 Tahun. Di bawah kepemimpinan Thaifur, secara
keseluruhan Tarekat Naqsabandiyah Mudzhariyah memiliki ribuan jama’ah
menyebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sumenep, sepeti: Kec.
Ambunten, Kec. Gapura, Kec. Batang-Batang, dll. Tidak hanya di daerah
daratan, melainkan juga di kepulauan, seperti di kepulauan Sepudi. Bahkan,
konon ada juga seperti Kalimantan. Thaifur Ali Wafa al-Muduri dapat
dikatakan adalah ulama yang produktif. Thaifur mempunyai banyak karya yang
terdiri dari kitab-kitab berbahasa Arab dan Indonesia. Adapun karya terbesar
beliau adalah kitab Tafsir Firdaus al-Naim yang terdiri dari 6 Jilid, sedangkan
karya-karya lainnya adalah :Bulghattullab, Tanwirul Baso’ir, Alfarqudurrofi’,
Haba’ilu al Syawarid, Misykatul Anwar, Al Roaudun Nazhir, Kuthufud

Moh. Azwar Hairul, “Telaah Kitab Tafsir Firdaus Al-Na’im Karya Thaifur Ali Wafa Al-
10

Maduri,” Nun 3 No. 2 (Jakarta, 2017): 42.

8
Daniyah, Sullamul Qashidin, Miftahul Ghawamid. Buku berbahasa Indonesia:
Menyikap Tirai Kehidupan Nabi dan Tetes-tetes Darah Perempuan.11

D. Penafsiran KH. Thaifur Ali Wafa


1) Pemikiran KH. Thaifur Ali Wafa dalam tafsir
Penafsiran KH. Thoifur lumayan luas, namun tidak menuntaskan
pemahaman pada maksud yang terkandung dalam ayat-ayat yang
ditafsirkan. Misalkan ketika menafsirkan redaksi lasāhir mubīn dalam Q.S.
Yunus [10]: 2, ia menyatakan: Yang dimaksud lafal lasāhir mubīn, yaitu
tukang sihir yang nyata. Mayoritas ulama membaca lafal sāhir dengan sīghat
ism fāil. Jadi, orang yang dimaksud sebagai penyihir adalah Nabi
Muhammad. Artinya, orang-orang kafir, setelah kedatangan Rasulullah
yang kemudian memberikan peringatan dan berita gembira, berucap penuh
kaget, bahwa sesungguhnya orang yang mengaku nabi dan rasul ini adalah
benar-benar tukang sihir yang nyata. Nāfi‘ dan Abū ‘Āmr membaca la
sihrun dengan kasrah sīn dan sukunnya hā’. Atas dasar bacaan ini, gambaran
mereka tentang Alquran sebagai sihir mengisyaratkan atas kemulian
Alquran di sisi mereka, sehingga mereka merasa kesulitan menentangnya;
mungkin saja dengan persepsi ini mereka berasumsi bahwa Alquran adalah
kalam yang indah dan tampak memukau, tetapi secara hakikat ia tetap palsu.
Demikian kritik (mereka) terhadap Alquran. 12
Kemungkinan yang lain, mereka berasumsi bahwa Alquran, sebab
punya kesempurnaan bahasa yang fasih dan tidak dapat disaingi, ia tak
ubahnya seperti peristiwa sihir. Ini adalah bentuk pujian (mereka) terhadap
Alquran, hanya saja mereka tidak mengimaninya. Hal yang paling menonjol
dari penafsiran yang dilakukan oleh KH. Thoifur Ali Wafa adalah
analisisnya terhadap setiap kata dalam ayat Alquran mencakup uraian asal
usul katanya, perubahannya, keragaman maknanya, serta bangunan
semantiknya dengan kata-kata yang lain, sehingga Firdaws al-Na‘īm bisa
dikategorikan sebagai tafsir bercorak kebahasaan (lughawī). Hal ini
umpamanya bisa dilihat ketika ia menafsirkan Q.S. al-Fātihah ayat 1, di

11
Ibid., 43.
12
https://arrahim.id/uswatun/kh-thoifur-ali-wafa-dari-madura-dan-kitab-firdaws-al-naim/.

9
mana ia menyatakan bahwa kata al-‘ālamīn merupakan bentuk plural dari
kata ālam, yang berarti “setiap yang ada selain Allah.” Pengertian ini
mencakup kepada semua makhluk. Kata ālam menjadi bentuk plural dengan
tambahan waw dan nūn (jam‘ mudhakkar salīm), di samping kata itu
dibatasi pada sifat orang-orang yang berakal, karena di dalamnya terdapat
makna adjektiva, yaitu isyarat atas makna al-‘alām.13
2) Metode penafsiran KH. Thaifur Ali Wafa
Metode penafsiran Thaifur Ali Wafa ditempuh dengan cara tahlili.
Metode tahlili adalah suatu metode tafsir yang mufasirnya berusaha
menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai segi dengan
memperhatikan urutan ayat Alquran sesuai dengan yang tercantum dalam
Mushaf Usmani. Meskipun dikategorikan sebagai tafsir yang menggunakan
metode tahlili, tetapi dalam penjelasannya Thaifur tidak terlihat
menggunakan cara kerja seperti dengan tafsir-tafsir yang menggunakan
metode ini, dengan menganalisis berbagai aspeknya secara mendetail dan
menjelaskan secara panjang lebar. Agaknya, ini tidak lain bertujuan untuk
memudahkan para pembaca tafsirnya unuk tidak disibukkan dengan
berbagai analisisnya, sehingga mereka dapat lebih cepat memahami
kandungan ayat-ayatnya. Maka dari itu, dari segi uraiannya yang
ditampilkan, cara kerja Thaifur lebih cocok disebut dengan menggunakan
analisis ijmali, meskipun dari segi penyajian runtutan pembahasan tafsir
mengikuti tertib ayat Mushaf Usmani. Dalam hal ini, mufasir ketika
menafsirkan ayat Alquran menggunakan uraian yang ringkas, tidak berbelit-
belit namun mencakup maksud ayat Alquran dengan menggunakan gaya
bahasa populer, mudah dimengerti dan enak dibaca. Hal ini merupakan
salah satu keunggulan metode ijmali.
Dari segi sumber yang digunakan, selain menggunakan ayat Alquran
dan hadis yang identik dengan bentuk tafsir bi al-Ma’stur, Tafsir Firdaus al-
Na’im juga menggunakan pendekatan nalar (ra’yi) sebagai sumber dalam
menafsirkan ayat-ayat Alquran. Hal ini terlihat ketika mufasir turut
menjelaskan kandungan makna suatu ayat dengan menganalisis aspek

13
Ibid,

10
kebahasaannya disertasi argumen dari mufasir. Kendati demikian, tafsir ini
juga tidak terbebas dari riwayat-riwayat israiliyat. Dalam penafsirannya,
Thaifur juga mengutip riwayat-riwayat ganjil. Misalnya ketika menjelaskan
ayat kisah Nabi Daud, seperti yang termuat dalam QS. Maryam. 14
3) Corak Penafsiran KH. Thaifur Ali Wafa
Corak yang menonjol dalam penafsirannya. Melihat latar belakang dia
yang seorang pegiat ilmu tasawuf yang berhaluan Tarekat Naqshabandiyah,
namun hal itu tidak menjadikan tafsir ini didominasi oleh kecenderungan
sufistik. Menurut Thaifur sebagaimana yang telah dikemukakan di
pendahuluannya bahwa tafsir ini hanya berupa pengantar kepada para
pemula yang hendak mempelajari Alquran dan tidak lain hanya berupa
nukilan-nukilan dari para mufasir yang dikutipnya. Sehingga tafsir ini dapat
dikatakan bercorak umum tanpa mengkhususkan satu corak dalam
penafsirannya. Namun bukan berarti pemikiran sufistik sama sekali tidak
tertuang dalam penafsirannya. Ketika mendapati ayat-ayat Alquran yang
identik dalam kredo para mufasir sufi, Thaifur turut menguraikan
penafsirannya dengan merujuk pada pendapat para sufi. Sehingga,
penafsirannya hanya diuraikan dalam penjelasan yang sederhana.15

14
Moh. Azwar Hairul, “Telaah Kitab Tafsir Firdaus ..”, 50-52.
15
Ibid.,

11
|BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan adanya sedikit penjelasan di atas, dapat di tarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Muhammad Quraish Shihab merupakan salah seorang ulama dan
cendikiawan muslim Indonesia dalam bidang tafsir.
2. Menurut Quraish Shihab tafsir memiliki urgensi yang sangat penting,
ia berfungsi sebagai anak kunci untuk membuka khazanah Al-Qur’an,
yang berarti sebagai pembuka pintu yang tertutup. Setidaknya ada tiga
alasan yang dikemukakan Quraish Shihab yang membuat dan
menetukan tingginya signifikasi tafsir.
3. Nama lengkapnya adalah Thaifur bin Ali Wafa Muharror Al-Muduri
memiliki reputasi yang sangat gemilang baik dilihat secara pribadinya
sebagai seorang ulama maupun bagi Tarekat Naqsyabandiyah,
mempunyai banyak karya yang terdiri dari kitab-kitab berbahasa Arab
dan Indonesia. Adapun karya terbesar beliau adalah kitab Tafsir
Firdaus al-Naim.
4. Analisisnya terhadap setiap kata dalam ayat Alquran mencakup uraian
asal usul katanya, perubahannya, keragaman maknanya, serta
bangunan semantiknya dengan kata-kata yang lain, sehingga Firdaws
al-Na‘īm bisa dikategorikan sebagai tafsir bercorak kebahasaan
(lughawī)

B. Saran
Dengan adanya sedikit penjelasan di atas, kami mengharap kepada
seluruh pembaca yang budiman untuk membaca dengan seksama dan
memahami secara betul. Selain itu pemakalah yang statusnya juga manusia
tidak akan luput dari kesalahan. Jika terdapat banyak kesalahan kami mohon
maaf dan kami dengan senang hati menerima masukan dan kritik konstruktif
sebagai pembelajaran bagi kami untuk lebih baik lagi dalam pembuatan
makalah selanjutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Raziqin, Badiatul, dkk. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia. Yogyakarta: e-Nusantara,
2009.
Kumalasari, Reni. 2021. “Mengenal Ketokohan Quraish Shihab Sebagai Pakar
Tafsir Indonesia,” Jurnal Studi Al-Quran dan Tafsir, 1 (2).
Wartini, Atik. 2014. “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-
Misbah,” Jurnal Studia Islamika, 11 (1).
Munawwir, Fajrul. Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga (dkk),
Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005.
Hairul, Moh. Azwar. 2017. “Telaah Kitab Tafsir Firdaus Al-Na’im Karya Thaifur
Ali Wafa Al-Maduri,” Nun 3 (2).
https://arrahim.id/uswatun/kh-thoifur-ali-wafa-dari-madura-dan-kitab-firdaws-al-
naim/.

13

Anda mungkin juga menyukai