Anda di halaman 1dari 29

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM MASA

DAULAH ABBASIYAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah


kebudayaan Islam MI
Dosen Pengampu: Saiful Bahri, M.Pd.I.

Kelas/Semester : B/III
Disusun oleh : Kelompok 6

Diana Putri 2211100268


M. Fikri Ramadhan 2211100135
Nabila Khafifah 2211100146

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

TP 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah kami, yaitu sejarah
kebudayaan Islam MI. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak Saiful


Bahri, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah sejarah kebudayaan Islam MI. Tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini. Bandar Lampung,

29 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan Masalah .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Perkembangan Intelektual Masa Daulah abbasiya ............................... 2
B. Para Ilmuan dan Karyanya.................................................................. 9
C. Masa Kerajaan-kerajaan Kecil Dinasti Abbasiyah ............................. 13
D. Masa Kemunduran dan Kehancuran Daulah Abbasiyah .................... 18
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 25
A. Kesimpulan ...................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil
dalam mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak
meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti
Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
Pada masa tersebut dikenal ahli agama antara lain Imam Syafi`i yang
pernah mengajar fiqh di Baghdad. Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan
Imam Syafi`i menolak menjadi Qadi Dinasti Abbasiyah.

Peradaban Islam mengalami puncak kejayaan pada masa Dinasti


Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju, diawali dengan
penerjemahan naskah asing terutama Yunani ke dalam bahasa Arab.
Pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait Al-Hikmah
dan terbentuk mahzab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah
kebebasan berpikir. Perkembangan maupun kemajuan-kemajuan dalam
berbagai bidang sudah terbilang pesat. Pada masa itu, Umat Islam telah
mencapai puncak keilmuan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan
kekuasaan.Kemajuan peradaban Abbasiyah disebabkan stabilitas politik
dan kemakmuran ekonomi kerajaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja latar perkembanagn intelektual masa daulah abbasiyah
2. Siapa sajakah para ilmuan muslim dan apa saja karyanya
3. Apa itu Masa kerajaan-kerajaan kecil
4. Apa itu masa kemunduran dan kehancuran daulah abbasiyah

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui latar belakang perkembangan intelektual masa daulah
abbasiyah
2. Mengetahui siapa sajakah para ilmuan muslim dan karyanya
3. Mengetahui masa kerajaan-kerajaan kecil
4. Mengetahui masa kemunduran dan kehancuran daulah abbasiyah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Intelektual Masa Daulah abbasiya

“Ilmu pengetahuan adalah salah satu dari sekian banyak buah


pemikiran manusia yang diharapkan mampu memberikan pemahaman
mengenai berbagai hal dan proses yang terjadi di sekelilingnya.”
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam pernah mengalami masa
keemasannya dan hal itu bisa dilihat dari beberapa paparan yang telah
dilakukan oleh intelektual Islam di zamannya. Untuk bisa memahami itu
diperlukan pengatahuan tentang sejarah Islam di masa peradaban dinasti
`Abbasiyah, juga beberapa temuan dari intelektual muslim di zamannya. 1

Ada beberapa prestasi yang menonjol yang pernah diraih oleh Dinasti
Abbasiyah bukan hanya dalam bidang agama saja, tapi juga dalam bidang
sains dan teknologi, filsafat, ekonomi dan bidang manajemen administrasi.
Keberhasilan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

1. Bidang Ilmu Agama.


Kemajuan ilmu dan peradaban Era Abbasiyah juga ditandai dengan
berkembangnya ilmu-ilmu keislaman, ilmu sosial dan sains. 2 Di bidang
ilmu-ilmu agama, Era Abbasiyah mencatat dimulainya sistematisasi
beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadits dan Fiqh.Khususnya
sejak tahun 143 H, para ulama mulai menyusun buku dalam bentuknya
yang sisitematis baik di bidang ilmu Tafsir, Hadits maupun Fiqh.
Hampir dapat dikatakan pada dekade Abbasiyah kemajuan dalam
bidang agama sangat fantastik. Dalam bidang hukum atau fikih
misalnya telah lahir empat corak mazhab yang masing-masing mazhab
Hanafi, oleh Imam Abu Hanifah (w. 150 H), madzhab al-Syafi’i oleh

1
Riyadi fuad, “ The Golden Age Of Islam”, Jurnal Libraria, Vol 2, No 1, 2014, Hal. 97.
2
Aminullah Najili, “Dinasti Bani Abassiyah, Politik Peradaban dan Intelektual”, Jurnal
al-Hikmah, Vol 4, 2005, hal. 28.

2
imam Muhammad Idris al-Syafi’i 204 H) dan madzhab Hanbal (w. 241
H).
Dalam bidang teologi, lahir aliran Mu’tazilah yang menjadi aliran
resmi kerajaan. Aliran lain adalah Ahlussunnah wal Jama’ah yang
dimotori oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur alMaturudi.
Dalam bidang hadis, juga ditemukan usaha-usaha untuk penelusuran
dan penghimpunan hadis yang terpusat di Madinah, Mekkah, Basrah,
Kufah dan lain-lain.8 Diantara ulama tersebut yang terkenal adalah
adalah Ibn Jurayj (w. 150 H) yang menulis kumpulan haditsnya di
Mekah, Mālik ibn Anas (w. 171) yang menulis Al-Muwatta' nya di
Madinah, AlAwza`i di wilayah Syam, Ibn Abi `Urūbah dan Hammād
ibn Salāmah di Basrah, Ma`mar di Yaman, Sufyān al-Tsauri di Kufah,
Muhamad Ibn Ishāq (w. 151H) yang menulis buku sejarah (Al-
Maghāzi), Al-Layts ibn Sa’ad (w. 175H) serta Abū Hanīfah.

 Gerakan penerejemah
Ketika pemerintahan sudah kokoh Khalifah Abbasiyah
khususnya Abu Ja`far Al Manshur, Harun Al-Rasyid, dan Al-
Ma`mun menaruh perhatian khusus pada ilmu pengetahuan.
Mereka mengirim misi ke Konstantinopel untuk membawa
hasil ilmiah bidang filsafat, logika, kedokteran, matematika,
astrologi (ilmu perbintangan), musik, geografi dan sejarah. Al
Ma`mun meminta buku pengetahuan kuno dari Raja Romawi
dan memerintahkan menerjemahkan karya tersebut dalam
bahasa Arab. Hasil karya lain dari bahasa Assyria (bahasa
Persia Kuno) dan Sanskerta (bahasa India Kuno) diterjemahkan
dalam bahasa Arab.
Para sarjana yang menerjemahkan karya Persia yaitu:
keluarga Nubacht, Hasan ibn Sahal, Wazir besar Ma`mun dan
Baladhuri pengarang Futuh al-Buldan. Selain dewan
penerjemah pemerintah, rakyat yang kaya ikut melindungi
penerjemahan. Sebagai hasil dari kebangkitan ini, banyak

3
sarjana yang mulai mempelajari, mengomentari dan merevisi
buku penerjemah lain. Selama pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Pertama ada empat penerjemah terkemuka yaitu Hunayn ibn
Ishaq, Wa`qub ibn Ishaq (dari suku arah Kinda), Thabit ibn
Qurra (dari Harran) dan Umar ibn Al-Farrakhan (dari
Tabaristan).
Bait Al-Hikmah merupakan kelanjutan institus Jundishapur
Academy di masa Imperium Sasania Persia didirikan oleh
Harun Al-Rasyid. Perpustakaan ini dilengkapi berbagai buku
karangan Al-Ma`mun. Perpustakaan ini menyimpan karya
ilmiah dalam bidang agama dan mampu bertahan hingga
penyerbuan bangsa Mongol. Perpustakaan Bait Al-Hikmah dan
Darul Hikmah, mencapai puncaknya pada masa Khalifah Al-
Ma`mun. Perpustakaan ini lebih menyerupai universitas di
mana terdapat kitabkitab secara lengkap. Orang-orang datang
ke perpustakaan untuk membaca, menulis dan berdiskusi.
Di samping itu perpustakaan ini juga berfungsi sebagai
kantor penerjemahan, terutama karya kedokteran, filsafat,
matematika, kimia, astronomi dan ilmu alam. Ahli ilmu
pengetahuan dan sastra yang sering mengunjungi perpustakaan
ini mempunyai efek yang besar dalam kemajuan aktifitas
ilmiah selama pemerintahan Dinasti Abbasiyah seperti halnya
dalam penyebaran di antara umat Islam dan non Islam. Dalam
perkembangan selanjutnya, para ilmuan Islam telah
mengembangkan ilmu-ilmu yang diterjemahkan dan
mendapatkan temuan ilmiah baru. 3
Disini letak sumbangan Islam tehadap ilmu dan peradaban
Barat atau dunia. Perlindungan terhadap ilmu pengetahuan
tidak terbatas pada khalifah-khalifah saja, namun juga menjadi
urusan wazir (menteri) dan para pejabat tinggi. Beberapa

3
Afif, “ Perkrmbangan Ilmu Pengetahuan dan Lahirnya Tokoh Muslim Pada Masa
Dinasti Abbasiyah, Jurnal Ahsan Media, Vol 6, No 1, 2020, hal. 93.

4
diantara mereka sering mengadakan pertemuan-pertemuan
ilmiah di rumah mereka.
2. Bidang Sains dan Teknologi.
Kemajuan yang dicapai oleh umat Islam di Era Abbasiyah tidak
hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama saja, melainkan juga disertai
dengan kemajuan ilmu-ilmu sains dan teknologi.Kemajuan yang
dicapai pada era ini telah banyak memberikan sumbangan besar
kepada peradaban manusia modern dan sejarah ilmu pengetahun masa
kini. Dalam bidang matematika misalnya, ada Muhamad ibn Mūsa al-
Khawārizmi sang pencetus ilmu Algoritma, salah satu cabang
matematika bahkan juga diambil dari namanya.
Astronomi juga merupakan ilmu yang mendapat perhatian besar
dari kaum muslim era Abbasiyah dan didukung langsung oleh Khalifah
Al-Mansūr yang juga sering disebut sebagai seorang astronom.
Penelitian di bidang astronomi oleh kaum muslimin dimulai pada era
Al-Mansūr ketika Muhamad ibn Ibrāhīm al-Fazāri menerjemahkan
buku "Siddhanta" (yang berarti Pengetahuan melalui Matahari) dari
bahasa Sanskerta ke bahasa Arab.Pada era Hārūn al-Rashīd dan
AlMa’mūn sejumlah teori-teori astronomi kuno dari Yunani direvisi
dan dikembangkan lebih lanjut. Tokoh astronom muslim yang terkenal
pada era Abbasiyah antara lain Al-Khawārizmi, Ibn Jābir Al-Battāni
(w. 929), Abu Rayhān alBiruni (w.1048) serta Nāsir al-Dīn al-Tūsi
(w.1274).4

3. Bidang Filsafat.
Sebagai bias dari penerjemahan bahasa Yunani maka, melahirkan
filosof Muslim seperti al-Kindi (w. 252 H), Farabi (w. 337 H), Ibnu
Sina (w. 428 H). Dari kajian filsafat yang memadai, melahirkan
ilmuwan Islam yang popular, seperti ilmuwan astronomi yang
menemukan astrolabe, alat pengukur ketinggian bintang yang

4
Alimni, “Peradaban Pendidikan: Gerakan Intelektual Masa abbasiyah”, Jurnal Al-
Ta’lim, Vol 13, No 2, 2014, hal. 304.

5
dipelopori oleh al-Farazi (w. 777 M). Ilmuwan lain adalah Umar
Khayan, al- Bantani, al-Biruni dan lainlain. Sedang dalam bidang
matematika yang popular adalah al-Khawarizmi (850 M).

4. Bidang Pendidikan.
Dalam bidang pendidikan, pendidikan anak dimulai di rumahnya
masing- masing.Ketika si anak mulai berbicara, si ayah wajib
mengajarinya untuk untuk mengucapkan kalimat tauhid. Dan ketika ia
berumur enam tahun ia mesti diajari untuk melaksanakan shalat wajib.
Pada usia itu pulalah dimulainya pendidikan formal.Sebelum dinasti
Bani Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara pada
masjid.Masjid dijadikan center of education.Pada dinasti Bani
Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi
diarahkan ke dalam ma’had.

Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan, yaitu :


a). Maktab/kuttab dan masjid yaitu lembaga pendidikan
terendah, tempat anak-anak remaja belajar dasar-dasar
bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar
dasar-dasar ilmu agama.

b). Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam


Islam pergi ke luar daerah atau ke masjid-masjid, bahkan ke
rumah gurunya. Pada tahap berikutnya, mulailah dibuka
madrasah-madrasah yang dipelopori Nizhamul Muluk
yangmemerintah pada tahun 456-485 H. Lembaga inilah
yang kemudian berkembang pada masa dinasti Bani
Abbasiyah.Pada lembaga pendidikan Islam yang pertama
ini untuk pengajaran yang lebih tinggi tingkatannya adalah
Baital-Hikmah.

6
Selain berfungsi sebagai biro penerjemahan, lembaga ini
juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan
perpustakaan umum serta memiliki observatorium
Kurikulum utamanya dipusatkan pada alQur’an sebagai
bacaan utama dan hampir dalam seluruh kurikulum yang
diajarkan, metode menghapal sangat dipentingkan.Pada
pendidikan dewasa tidak hanya dikembangkan dengan cara-
cara yang sistematis atau dilembaga-lembaga formal, tetapi
juga dilakukan dimesjid- mesjid yang terdapat di semua
kota muslim. Selain sebagai pusat pendidikan,mesjid juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku-buku.

5. Bidang Kedokteran.
Pada Dinasti Abbasiah ilmu kedokteran atau pengobatan dapat
dikatakan cukup berkembang pesat.Ini ditandai dengan berdirinya
sekolah kedokteran tingkat tinggi di Horaan Syiria.Pada sekolah ini,
para pengajarnya mayoritas orang Iran, Syiria dan Yunani. Sementar
Pelajar atau mahasiswanya berasal dari India. Pada masa ini pula
diadakan penerjemahan buku dari bahasa Yunani ke bahasa Syiria.
Pada masa ini, beberapa ahli kedokteran seperti Ibnu Sina (Avicenna),
al-Razi (Rhazes), Jabir dan Yuhanna ibn Maskawah. 5
Khalifah Abu Ja`far Al-Manshur saat sakit perut memanggil Ibn
Bakhtisyu seorang kepala rumah sakit Jundisyapur penganut Kristen
Nestor. Pada masa Harun Al-Rasyid Ibn Bakhtisyu mahir ilmu jiwa
dalam menentukan penyakit neurotis serta pengobatannya. Pada masa
Al-Mu`tashim terkenal Yahya ibn Masuwaih sebagai dokter. Para
khalifah Abbasiyah bergantung pada dokter Irak, India dan Yunani.
Pada masa Khlifah Al-Watsiq terkenal dokter Ibn Bakhtisyu, Ibn
Musawaih, Mikhail dan Hunyn ibn Ishaq. Khalifah Al-Watsiq (227-
232H/842- 847M), meminta seorang dokter yang beragama Nasrani

5
Aminullah Najili, “Dinasti Bani Abassiyah, Politik Peradaban dan Intelektual”, Jurnal
al-Hikmah, Vol 4, 2005, hal. 29.

7
Hunayn ibn Ishaq menyusun sebuah buku, yang menerangkan tentang
perbedaan makanan, obat, laktasit, anatomi tubuh, racun dan obat
pelunturnya. Hunayn menulis buku The Book of Physical Cases. Para
dokter masa ini menerangkan tentang mulut dan gigi, jenis, jumlah dan
kegunaan masing masing. Koehen Al Attar Al Yahudi (ahli farmasi),
menyusun buku Sinah`ah As Saidalah yang secara rinci
mengemukakan obat-obatan serta menjelaskan cara membuat obat
yang diminum, ditelan, berbentuk serbuk dan tablet.

6. Seni dan Arsitetur.


Seni dekor mengalami kemajuan pesat, pada masa Abu Ja`far Al-
Manshur. Pada masa ini istana-istana menjadi media menuangkan
lukisan dan dekorasi, baik di bagian dalam maupun luar. Dekorasi dari
bahan gibs, ditutup dengan gorden berhiaskan lukisan khas Persia. Ciri
dekorasi masa ini adalah dekorasi yang terbuat dari bahan gibs yang
menutup bagian bawah dinding istanaistana, seperti ditemukan oleh
para penggali reruntuhan kota Samara. Gambar-gambar ditemukan
pada reruntuhan berupa binatang, burung dan manusia yang sedang
berburu atau perempuan yang sedang menari.
Gaya Abbasiyah dalam seni dekor tekstil, benda-benda antik dari
logam dan keramik serta kayu telah menyebar di negara Islam pada
waktu itu, hingga sampai Mesir, Afrika dan Iran. Dalam teknik
terkenal Al Hajjaj bin Ar Ta`ah yang membuat kaligrafi Masjid Raya
Bagdad pada masa Abu Ja`far Al Manshur. Bahkan Baqdad dijuluki
sebagai menara ilmu dan pengetahuan.
Gerakan keilmuan pada dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik,
kajian keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu
pada ilmu kedokteran, di samping kajian yang bersifat pada al-Qur’an
dan al-Hadits, sedang astronomi, mantiq dan sastra baru dikembangkan
dengan penerjemahan dari Yunani. Kemajuan dalam berbagai sektor di
atas, tidak dicapai dalam waktu yang singkat, tapi, memakan waktu

8
dan tenaga. Lebih dari itu dibutuhkan kesungguhan dari pelaksana
Negara.

B. Para Ilmuan dan Karyanya


Sejarah peradaban dan kebudayaan Islam pada abad petengahan
menjadi bukti bahwa Islam pernah menjadi pusat peradaban dunia. Masa
yang oleh Philip K. Hitti disebut sebagai the golden age. karena kemajuan
Islam pada abad pertengahan menjadi motivator utama perkembangan
Eropa saat ini. Islam pernah menjadi pemimpin peradaban dunia dalam
berbagai bidang, khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Saat
itu ilmu pengetahuan Islam, dengan segala keterbatasan yang ada, sudah
modern dan maju jika dibandingkan Eropa.6 Salah satu bukti dari
kemajuan tersebut adalah lahirnya beberapa ilmuan Islam yang
mempunyai keahlian di berbagai bidang yang menjadi inspirasi bagi
ilmuan Barat saat ini.

Para ilmuan tersebut karya-karyanya sampai saat ini masih menjadi


referensi utama dalam kajian ilmiah di bidangnya masing-masing. Di
antara tokoh- tokoh yang muncul pada abad tersebut adalah:

1. Bidang Geografi

Al-Idrisi, nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad


bin Abdullah alIdrisi adalah ahli geografi yang membuat globe pertama
dan disebut Tabule Regoriana. Peta tersebut, menggunakan bahasa Arab,
menampilkan daratan Eurasia secara keseluruhan dan sebagian kecil
bagian utara benua Afrika dan Asia Tenggara.Peta tersebut menjadi
rujukan Columbus dalam mengelilingi dunia.

2. Bidang Fisika

6
Afif, “Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Lahirnya Tokoh Muslim Pada Masa Dinasti
Abbasiyah”, Jurnal Ahsan Media, Vol 6, No 1, 2020, hal. 97.

9
Al-Biruni. Nama lengkap beliau adalah Abu Raihan Muhammad
al- Biruni. Teori mengenai bumi berputar pada porosnya beliau ungkapkan
jauh sebelum Galileo Galilei. Teori beliau mengenai Bumi yang tertuang
dalam kitab al-Jawahir fi al-Jamahir tersebut mengundang banyak
perdebatan pada masanya. Beliau juga menghitung dengan akurat panjang
garis lintang dan garis bujur bumi. Di antara kontribusi ilmiahnya adalah
penjelasan tentang cara kerja mata air melalui prinsip hidrostatis, yang
menghasilkan teori bahwa lembah Indus pada awalnya merupakan dasar
laut kuno yang dipenuhi bebatuan sedimen, disertai gambaran tentang
sejumlah makhluk yang menyeramkan, termasuk apa yang kita sebut
sekarang sebagai manusia kembar siam.

3. Bidang Kimia

Jabir bin Hayyan atau Geber (orang Eropa menyebutnya) adalah


bapak kimia bangsa Arab yang merupakan tokoh terbesar bidang kimia.
Jabir berpendapat bahwa logam biasa seperti seng, besi tembaga dan besi
dapat diubah menjadi emas atau perak dengan formula yang misterius.
Jabir juga menggambarkan secara ilmiah dua operasi utama kimia yaitu
kalnikasi dan reduksi kimia. Beliau juga memperbaiki metode penguapan,
sublimasi, peleburan dan kristalisasi. 14 karya monementalnya sampai saat
ini masih menjadi risalah kimia yang paling otoritatif diEropa, salah
satunya adalah Kitab al-Tajmi’ (Buku tentang Konsentrasi), al-Zi’baq al-
Syarqi (Air raksa timur), Kitab al- Rahmah, dan lain-lain.

4. Bidang Kedokteran dan Farmasi

Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit


cacar dengan measles beliau juga orang pertama yang menyusun buku
mengenai dokter anak. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad
Bin Zaka- riya al-Razi. Beliau merupakan dokter muslim terbesar dan
penulis paling produktif di Baghdad.31 Karya terbesarnya dalam bidang
kedokteran adalah al-Hawi (buku yang komprehensif) yang merupakan
buku ensiklopedi kedokteran dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin. Al-Razi dipandang sebagai penemu prinsip seton dalam operasi.

10
Selain itu beliau juga dikenal sebagai ahli kimia, karya utamanya dalam
ilmu kimia berjudul al-Asraar (buku tentang rahasia) yang menjadi sumber
utama ilmu kimia sebelum Jabir bin Hayyan.

5. Bidang Matematika

Al-Khawarizmi. Nama lengkap adalah Muhammad Bin Musa al-


Khawarizmi adalah tokoh utama dalam kajian matematika dialah yang
meniptakan ilmu aljabar,kata aljabar berasal dari judul bukunya al-jabar
wa alqabalah. Selain itu Karyanya di bidang matematika berjudul Hisab
al-Jahr wa alMuqabalah yang menguraikan tentang aritmatika dan al-
Jabar. Buku tersebut merupakan buku teks matematika terpenting yang
digunakan di universitas-universitas Eropa dan berhasil memperkenalkan
aljabar ke daratan Eropa. Karya- karya alKhawarizmi juga turut berperan
memperkenalkan ke benua Eropa angka-angka Arab yang disebut
algoritma. Al-Hayyam. Nama lengkap Omar Bin Hayyam adalah seorang
astronom dan matematikawan yang teori matematikanya dikenal dengan
aljabar al-Hayyam. Teorinya dipengaruhi oleh al-Khawarizmi dalam
membahas solusi pecahan tingkat dua dengan menggunakan geometri dan
aljabar. Beliau juga merupakan pencetus teori parallel dan binominal.

6. Bidang Astronomi
Al-Fazari. Nama lengkap Ibrahim alFazari adalah orang Islam
pertama yang membuat Astrolobe yang digunakan untuk melihat benda-
benda langit dalam menentukan tanggal dan bulan. Astrolob diletakkan di
Observatorium yang merupakan tempat untuk melakukan penelitian dan
kajian di bidang astronomi. Al-Farghani. Naman lengkap Abu al-Abbas al-
Farghani yang dikenal dengan Alfraganus adalah seorang astronom pada
masa khalifah al-Mutawakkil.Karyanya dalam bidang astronomi berjudul
al-Mudkhil Ila Ilm al- Hay’ah al-Aflak, membahas tentang konfigurasi
dan pergerakan bendabenda langit.7
7. Bidang filsafat

7
Ibid, hal. 98.

11
Al- Ibnu Sina. Nama lengkap Abu Ali Husain Bin Hasan Ali Bin
Sina adalah seorang ilmuan produktif yang memiliki ± 200 karya di bidang
kedokteran, filsafat, geometri, astronomi teologi, filologi dan kesenian.
Karya terbesarnya di bidang kedokteran adalah al-Qanuun fi al-Thib yang
merupakan kodifikasi pemikiran kedokteran Yunani-Arab. Buku tersebut
dengan seluruh kandungan ensiklopedinya, sistematika dan penuturannya
menjadi literatur terpenting bidang kedokteran masa itu, bahkan menjadi
buku referensi primer pendidikan kedokteran di Eropa. dari abad ke 12
hingga abad ke 17 M, buku itu menjadi panduan ilmu kedokteran di Barat
dan Timur yang masih digunakan sampai sekarang. Dikatakan bahwa al-
Qanuun fi al-Thib adalah kitab suci kedokteran. Al-ghazali. Beliau dikenal
sebagai seorang filosof, ahli fiqh, sufi, reformer dan negarawan. Al-ghazali
di sebut oleh Watt sebagai orang terbesar kedua dalam Islam setelah nabi
Muhamad, karena Al-ghazali mepertahankan islam dari serangan luar,
sehingga diberi gelar Hujjah al-islam (bukti agama islam). Al-ghazali
menulis lebih dari 400 tulisan. Al-ghazali pernah diserang keraguan
terhadap dirinya tetapai mendapatkan kembali keyakinannya pada
kebenaran. Karya monumentalnya yaitu kitab ihya’ ulumiddin (kehidupan
ilmu agama), yang menjadi kajian wajib hampir di setiap pesantren.

8. Bidang Sejarah

`Ibnu Khaldun pada abad ke 14 menuntut ilmu di al-azhar, ketika


belajar beliau juga menggunakan waktu luangnya untuk membaca buku-
buku sejarah dan juga menggali sejarah dari sejarawan yang mengajarnya.
Sehingga ketika selesai belajar di al-Azhar, Ibnu Khaldun mendirikan
lembaga pendidkan yang pusat pendidikannya pada menggali dan
mendalami ilmu sejarah. Murid-murid yang mendalami langsung dari Ibnu
Khaldun adalah al-aqrizi (wafat1442M), ibnu hajar al-asqolani (1447), dan
jalaluddin as-suyuti (wafat1505). Dalam kajian sejarahnya tentang arab
timur Ibnu Khaldun banyak bersandar pada sejarawan sebelumnya, seperti
At-thabari dan ibnu alatsir.

12
C. Masa Kerajaan-kerajaan Kecil Dinasti Abbasiyah
1. Dinasti-Dinati Kecil Di Barat Baghdad
a. Dinasti Idrisiyah di maroko (172-375 H / 788-985 M)

Kerajaan ini didirikan oleh Indris bin Abdullah, cucu Hasan putra
Ali bin Abi Thalib. Dinasti ini adalah dinasti pertama yang beraliran
syiah. Wilayah kekuasaan Dinasti Idrisiyah adalah Maghribi (Maroko).
Idris ibnu Abdullah memilih Maroko sebagai basis kekuatannya dengan
beberapa alasan. Pertama, Bangsa Barbar di Maroko menerima
kehadirannya dengan tangan terbuka.Kedua, Maroko cukup kondusif
untuk mendirikan kekuasaan yang otonom.

Pemerintahan Idrisiyah mampu mengembangkan pemerintahannya


dengan bagus ketika Dinasti ini dibawah pimpin Idris II hingga Yahya
IV. Orang-orang Barbar direkrut untuk mendukung pemerintahan
mereka. Idris kemudian menjadikan kota Fez sebagai ibukota
pemerintahan pada tahun 808 M. Dinasti Idrisiyah berperan dalam
menyebarkan budaya dan agama Islam ke Bangsa Barbar dan penduduk
asli. Dan peradaban luar biasa yang diukir oleh dinasti ini adalah
pendirian Universitas Qarawiyyun yang megah dan terkenal. 8
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Idrisiyah terjadi ketika dinasti ini
dipimpin oleh Muhammad al-Muntashir, beberapa wilayah kekuasaan
dinasti ini mengalami perpecahan sehingga sangat rentan akan serangan
dari luar.

b. Dinasti Aghlabiyah (184-296 H / 800-908 M)


Dinasti Aghlabiyah merupakan sebuah dinasti yang pusat
pemerintahannya berada di Qairawan, Tunisia. Nama dinasti ini
dinisbatkan dari nama Ibrahim ibn alAghlab, seorang Khurasan yang
menjadi perwira dalam barisan tentara Abbasiyah pada masa
pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid.
Dalam rangka mempertahankan pemerintahan Abbasiyah itulah
kemudian Harun al-Rasyid mengirimkan bala tentaranya ke Ifriqiyah

8
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 158

13
(sekarang Tunisia) di bawah pimpinan Ibrahim ibn al-Aghlab dan
berhasil menumpas kelompok Khawarij.Dengan keberhasilan yang
dicapai itulah, Ibrahim mengusulkan kepada khalifah agar wilayah
Ifriqiyah tersebut dihadiahkan kepadanya dan keturunannya secara
permanen. Usulan Ibrahim itu kemudian disetujui khalifah dan secara
resmi ia diangkat sebagai gubernur di Tunis pada tahun 800 M serta
diberi hak otonomi secara luas, dan sebagai imbalannya dia harus
membayar upeti tahunan sebesar 40.000 dinar kepada khalifah di
Baghdad.
Dalam perjalanan selanjutnya, hubungan Ibrahim semakin baik
dengan khalifah Abbasiyah.Setelah satu tahun menjadi amir, khalifah
kemudian memberikan hak otonomi penuh kepada Ibrahim untuk
mengatur wilayahnya dan menentukan kebijakan politiknya, termasuk
menentukan penggantinya tanpa campur tangan sedikitpun dari khalifah
walaupun secara formal masih tetap mengakui kekhalifahan Baghdad.
Dengan demikian Ibrahim ibnu al-Aghlab membina wilayah ini dengan
keturunannya, yang kemudian dikenal dengan Dinasti Aghlabiyah.
Dinasti Aghlabiyah di perintah oleh 11 khalifah, antara lain: 1) IbrahimI
(179 H/795 M) 2) Abdullah I (197 H/812 M) 3) Ziyaadatullah (210
H/817 M) 4) Abu Ilqal Al-Aghlab (223 H/838 M) 5) Muhammad I (226
H/841 M) 6) Ahmad (242 H/856 M) 7) Ziyaadatullah II (248 H/863 M)
8) Abu Al-gharaniq Muhammad II (250 H/863 M) 9) Ibrahim II (261
H/875 M) 10) Abdullah II (289 H/902 M) 11) Ziyaadatullah III (290-296
H/903-909 M).
c. Dinasti Thuluniyah di Mesir (254-292 H / 868-967 M)
Awal berdirinya dinasti ini tidak bisa dilepaskan dari seorang
tawanan perang Turki yang kemudian dijadikan sebagai pengawal istana
al-Musta’in, namanya Bayakbek.Pada saat terjadi penggulingan
kekuasaan yang dilakukan oleh al-Mu’tazz, Bayakbek memilih
bergabung dengan al-Mu’tazz dan meninggalkan al-Musta’in.Setelah
penggulingan berhasil, ternyata al-Mu’tazz memberikan jabatan penting
bagi mereka yang telah berjasa dalam penggulingan tersebut. Bayakbek

14
adalah salah satu orang yang berjasa, sehingga ia menerima jabatan
penting tersebut yakni menjadi gubernur Mesir. Oleh Bayakbek jabatan
itu tidak dipegangnya tetapi diberikan kepada anaknya Ibnu Thulun,
yang kemudian ia mendirikan Dinasti Thuluniyah pada abad IX M.
Pada tahun 254 H Ibnu Thulun20secara resmi diangkat sebagai
gubernur Mesir.Selanjutnya, Ibnu Thulun melepaskan diri dari
kekhalifahan Bani Abbasiyah. Bahkan, ia mampu menaklukkan
Damaskus, Homs, Hamat, Aleppo, dan Antiokia. Karena itu ia kemudian
tidak hanya menjadikan Mesir sebagai suatu wilayah yang merdeka,
akan tetapi juga berkuasa atas wilayah Syam. Kemajuan yang di capai
dinasti thulun Mendirikan bangunan-bangunan megah, seperti rumah
sakit Fustat, masjid Ibnu Thulun, dan istana khalifah yang kemudian
dijadikan sebagai peninggalan sejarah Islam yang sangat bernilai.
d. Dinasti Ikhsidiyah (323-357 H / 934-967 M)
Tidak berselang lama setelah berakhirnya Dinasti Thuluniyah,
muncul lagi dinasti baru di Mesir yang masih keturunan
Fraghanahdengan nama Dinasti Ikhsidiyah yang berpusat di Fustat.
Pendiri dinasti ini adalah seorang militer Turki yang telah lama
mengabdi kepada khalifah Abbasiyah yang bernama Muhammad ibnu
Tughji. Karena keberhasilannya meredam pemberontakan yang
dilakukan oleh Dinasti Fathimiyah di Mesir,maka ia dianugerahi gelar
al-Ikhsyid. Berkat keberhasilannya tersebut, khalifah menjadi simpati
kepadanya.Bahkan karena kecakapannya, ada salah seorang pangeran
Romawi yang bernama Romanus, menyatakan rasa kagum dan hormat
kepadanya.
e. Dinasti Hamdaniyah (371-399 H / 929-1009 M)
Dinasti hamdaniyyah didirikan pertama kali di Mesopotamia utara
dengan Mosul sebagai ibu kotanya (929-991), mereka merupakan
keturunan Hamdan Ibnu Hamdun dari suku Taghlib. Dinasti
Hamdaniyah memiliki perbedaan dengan dinasti kecil yang lain, kalau
dinasti kecil lain hanya berpusat pada satu tempat, tetapi pemerintahan
Dinasti Hamdaniyah berpusat pada dua tempat, yaitu cabang Mousul

15
dan cabang Aleppo. Meskipun Aleppo merupakan bawahan Mousul,
namun pada kenyataannya sering terlihat kedinastian Aleppo lebih
mendominasi, lebih kuat, dan tidak bergantung kepada Mousul.
Dinasti hamdaniyah mampu memainkan peran penting sebagai
pagar betis untuk mempertahankan kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang
ketika itu berada pada tahap kemunduran.Bahkan, Dinasti Hamdani ini
sebagai suatu kekuatan, yang mampu menahan pasukan Romawi untuk
merebut seluruh wilayah Suriah.Pasukan Hamdani cukup kuat dalam
mempertahankan wilayah Islam.
2. Dinasti-dinasti Kecil di Timur Baghdad
a. Dinasti Thahiriyah (200-259 H / 820-872 M)
Pendiri Dinasti Thahiriyah adalah Thahir ibnu al-Husain. Wilayah
kekuasaannya di sekitar Khurasan, termasuk Transoxania, dengan
ibukota di Merv.Sejarah pendiriannya tidak bisa dilepaskan dari
peristiwa perselisihan antara al-Amin dan al-Makmun, keduanya adalah
putra Harun al-Rasyid.Dalam perselisihan tersebut, Thahir yang dikenal
sebagai ahli perang, berada di pihak al-Makmun.Ketika peperangan
melawan al-Amin ini pasukan yang dipimpin oleh Thahir mengalami
kemenangan, sehingga al-Makmun dikukuhkan menjadi khalifah
Abbasiyah.
Kemajuan Dinasti Thahiriyah terjadi pada masa kepemimpinan
Abdullah ibnu Thahir, yaitu meningkatkan kerja sama dengan
pemerintahan pusat Dinasti Abbasiyah, terutama dalam kaitannya
dengan upaya meredam para pemberontak, juga melaksanakan
perjanjian dengan baik, memberikan hak-hak Bani Abbas sebagai
keluarga penguasa, memperbaiki keadaan perekonomian, memantapkan
keamanan, dan meningkatkan perhatian pada bidang ilmu pengetahuan
dan akhlak. Abdullah ibnu Thahir juga berhasil menjadikan kota
Nishapur menjadi pusat peradaban Islam yang patut diperhitungkan.
Kekuasaan Dinasti Thahiriyah mulai mengalami penurunan pada saat
pemerintahan dipegang oleh Muhammad bin Jabir, wilayah Khurasan
mengalami kemunduran yang nampak jelas, dan bersamaan itu pula

16
muncul sebuah kekuatan baru dari Dinasti Shaffar di wilayah Sijistan,
dan selanjutnya wilayah Khurasan pun dapat dikuasai oleh Dinasti
Shaffariyah.
b. Dinasti Shaffariyah (254 H-289 H / 867 M-903 M)
Dinasti shaffariyah merupakan sebuah dinasti Islam yng paling
lama berkuasa di dunia Islam.Pendiri dinasti ini adalah Ya’qub ibnu al-
Lais al-Shaffar. Nama Shaffariyah sendiri diambil dari nama pekerjaan
pendirinya, Ya’qub ibnu al-Lais, yaitu sebagai tukang barang-barang
kuningan/tembaga. Sejak kecil ia tekuni pekerjaan ini di perusahaan
ayahnya. Dan sejak ayahnya meninggal dunia dan perusahaan itu
dikelola oleh dia dan adiknya, Amr ibnu al-Lais, perusahaan ini
semakin merosot. Karena itulah, kemudian ia dan adiknya masuk ke
dalam kelompok penyamun.
Ketika Ya’qub sudah mulai kuat, pada tahun 253 H/867 M, ia
memulai gerakannya. Ia melakukan perluasan wilayah ke Sijistan dan
Punjab dan pada tahun yang sama ia memproklamirkan dirinya sebagai
penguasa. Pada tahun itu pula ia dapat merebut benteng Herat bagian
utara, perbatasan wilayah Khurasan. Ia meneruskan untuk menguasai
wilayah Makran (Balukhistan) dan wilayah Fars. Benteng Kirman telah
dikuasai sebelum penaklukan wilayah tersebut. Setelah Ya’qub
memproklamirkan dirinya menjadi penguasa baru dan dilanjutkan
dengan ekspansi ke wilayah-wilayah di sekitarnya. Dalam perjalanan
sejarah Ya’qub memang berpotensi menjadi pemimpin besar, ia terus
terus melebarkan wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah khurasan.
c. Dinasti Samaniyyah (261-389 H / 874-999 M)
Dinasti Samaniyyah ini ditengarai sebagai keturunan seorang tuan
tanah di wilayah Balkh yang bernama Saman Khuda yang masuk Islam.
Orang-orang Samaniyyah ini menganggap dirinya masih keturunan
kaisar-kaisar Samaniyyah. Dalam sejarah disebutkan bahwa telah
banyak terjadi percampuran darah antara bangsa Persia dengan bangsa
Arab.Banyak putra putri dari keturunan bangsawan Iran (Persia)
menikah dengan bangsawan Bani Hasyim. Di zaman al-Makmun

17
mereka diberi jabatan-jabatan penting, sehingga putra Asad ibnu
Saman, cucu Saman Khuda, mendapatkan kedudukan yang baik dari
Bani Abbas. Sebagian yang lain diangkat menjadi gubernur di wilayah-
wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Dinasti Thahiriyah. Sejarah
dinasti ini tidaklah selalu berjalan lancar.Perselisihan antar saudara
pernah terjadi, yaitu antara Nashr ibnu Ahmad (penguasa Transoxania),
dengan saudaranya Ismail ibnu Ahmad (penguasa Bukhara).
Sepeninggal Nashr,(w.279 H) kepemimpinan selanjutnya dipegang oleh
Ismail ibnu Ahmad.
Puncak kejayaan Dinasti Samaniyyah terjadi pada masa khalifahan
Ismail. Kemajuan yang dicapai pada masanya antara lain: mampu
menghancurkan Dinasti Shaffariyah di Transoxania, serta mampu
memperluas wilayahnya hingga Tabaristan, Ray, Qazwin sehingga
keamanan dalam negeri terjamin. 9 Dinasti ini memiliki saham yang
cukup berarti bagi perkembangan Islam, baik dari aspek politik maupun
aspek kebudayaan.
Pada pertengahan abad kesepuluh, terlihat Dinasti Samaniyyah
menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan.Serangkaianrevolusi istana
memperlihatkan bahwa kelas militer dan kelas tuan tanah menentang
kebijaksanaan sentralisasi administratif para amir, dan berupaya
memegang kendali, pemberontakan-pemberontakan di Khurasan
melepaskan provinsi itu dari otoritas langsung Bukhara. Maka tidaklah
sulit bagi Qarakhaniyyah dan Ghazwaniyah untuk mengambil alih
wilayah-wilayah Samaniyyah pada dasawarsa terkhir abad ini.Dan pada
tahun 1005 M Ismail al-Muntasir terbunuh dalam pelariannya.

D. Masa Kemunduran dan Kehancuran Daulah Abbasiyah


Kemunduran Dinasti Abbasiyah banyak sekali penyebabnya di antaranya,
luasnya wilayah kekuasaan. Dengan luasnya kekuasaan menjadikan pemerintah
pusat sulit dalam mengontrol pejabat setempat yang ditugaskan, dan juga

9
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hal
105.

18
kesulitan dalam menjaga keamanan wilayah kekuasaan. 10 Hal yang mendasari
runtuhnya kekuasaan Abbasiyah pada fase disintegrasi yakni lemah dan tidak
berdayanya Khalifah yang dipilih, sehingga tidak mampu mengentrol wilayah
yang dimpimpinya, dan berdampak munculnya perselisihan dalam lingkup
politik. Politik pusat pemerintah telah berpindah ke wilayah-wilayah kecil
dikarenakan berada digenggaman pemimpin yang lemah. Akhirnya eksitensi
kedaulatan pusat menjadi hilang perananya, sehingga Khalifah sebatas
lambang belaka saja.

Selain itu ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kemunduran dinasti


abbasiyah yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal
a. Perebutan Kekuasaan
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu
dengan bangsa Persia. Persekutuan itu dilatar belakangi oleh
persamaan nasib kedua bangsa tersebut yakni sama-sama pernah
mendapatkan penindasan dari Daulah Umayyah. Persekutuan tersebut
tetap bertahan meskipun Daulah Abbasiyah sudah berdiri. Menurut
Stryzewska, ada dua sebab kenapa dinasti Abbasiyah lebih memilih
bangsa Persia untuk dijadikan sekutu dibandingkan dengan bangsa
Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan bani
Umayyah. Karena pada masa itu mereka adalah warga kelas satu.
Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya
‘ashabiyyah kesukuan. Berbeda dengan daulah Abbasiyah yang
ditegakkan tidak diatas ‘ashabiyah tradisional.
Orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menghendaki
berdirinya dinasti tersendiri dengan raja dan para pegawai dari
bangsanya sendiri. Berlainan dengan bangsa Arab, mereka
menganggap bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah
istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non- Arab di dunia
Islam.

10
Amin, M., Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah serta Dampak terhadap
Dunia Islam Kontemporer, Tesis, (Pascasarjana UIN Raden Patah:2016), hal 2.

19
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode awal sangatlah luas
meliputi berbagai bangsa diantaranya maroko, Syiria, Mesir, Turki,
Persia, India. Meskipun mereka berbeda secara geografis akan etapi
mereka disatukan oleh suatu bangsa Semit. Adanya perbedaan Bangsa
memunculkan berbagaimacam fanatisme diantaranya fanatisme
kearaban dan fanatisme lainnya. Munculnya fanatisme ini yang pada
akhirnya melahirkan gerakan syu’ubiyah.
Munculnya fanatisme tersebut pada awalnya dibiarkan berkembang
oleh para penguasa dinasti Abbasiyah. Bahkah Dinasti Abbasiyah
justru menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa
Persia dan Turki di jadikan pegawai dan tentara. Bahkan mereka diberi
nasab dinasti dan mendapatkan gaji. Oleh Bani abbas, mereka
dianggap sebagai hamba. Adanya sistem perbudakan ini telah
mempertinggi pengaruh bangsa persia dan Turki. Karena jumlah dan
kekuatan mereka yang sangat besar, mereka merasa bahwa negara
adalah milik mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat
berdasarkan kekuasaan khalifah. 11
Munculnya berbagai macam gejolak dalam dinasti sebenarnya
sudah terasa pada masa-masa awal akan tetapi berkat kecakapan dan
kuatnya para khalifah periode awal maka stabilitas politik depat terjaga
dengan baik. Akan tetapi setelah pemerintahan khalifah alMutawakkil
yang dikenal sebagai seorang khalifat yang lemah, dominasi bangsa
Turki tidak terbendung lagi. Sehingga sejak saat itu sebenarnya
kekuasaan Bani Abbas telah berakhir dan beralah kepada kekuasaan
orang-orang Turki.
b. Kemerosotan Perekonomian
Sesudah khalifah memasuki masa keruntuhan , penghasilan negara
berkurang sementara konsumsi meningkat lebih banyak. Penurunan
penghasilan negara diakibatkan oleh menyempitnya daerah integritas,
kegaduhan timbul dimana-mana sehingga berdampak pada
perekonomian rakyat, adanya keringan pajak hasil bumi, dan
11
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, jilid I, (Kairo; Lajnah al-Ta’lif wa alTarjamah wa al-
Nasyr, t.t) hal 21.

20
banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan pada
akhirnya tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran yang
semakin bertambah disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan para
pejabat pemerintah yang semakin mewah, jenis pengeluaran yang
semakin beragam, para pejabat melakukan berbagai korupsi.
Perekonomian yang tidak teratur diakibatkan oleh keadaan politik
yang tidak stabil. Begitupun sebaliknya, melemahnya politik
Abbasiyah diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang buruk dan tidak
teratur. Kedua hal tersebut memiliki keterkaitan dan tidak bisa
dipisahkan.
c. Munculnya Aliran-aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Ketidak capaian keinginan Persia untuk menjadi penguasa yang
maksimal, akhirnya menimbulkan rasa kekesalan yang kemudian
memotivasi sebagaian diantara mereka untuk menyiarkan pemahaman
Mazdakisme Manuisme, dan Zoroasterisme. Gerakan ini dikenal
dengan gerakan zindiq, dengan adanya gerakan ini keyakinan para
khalifah mulai tergoyahkan.
Perjuangan keras yang dilakukan Khalifah Al Mansur untuk
melenyapkan pasukan zindiq, tidak sebatas itu saja Beliau juga
membantai khawarij yang menegakkan Negara Shafriyah di
Sajalmasah pada tahun 140 H. Al-Mahdi yang menggantikan posisi
ayahnya (al-Manshur) sebagai khalifah berikutnya. Iapun melajutkan
misi ayahnya untuk memberantas orang-orang zindik. Selain itu Ia
juga melakukan mihnah guna menghilangkan bid’ah. Namun semua
itu tak bisa menghentilkan gerakan mereka. Perselisihan diantara orang
beriman dengan pasukan zindik terus berlangsung hingga sampai
terjadi pertumpahan darah antara kedua golongan.
d. Hadirnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri
Daerah kekuasaan Abbasiyah dari periode awal hingga keruntuhan
sangat luas, meliputi berbagai negara, misalnya Turki, Maroko, Suriah,
Irak, Mesir, Persia, , dan India. Meskipun sebenarnya banyak zona
tidak dibatasi oleh Khalifah secara asli, wilayah ini sangat dipengaruhi

21
oleh perwakilan pemimpin yang dikendalikan. Ikatan dengan
pemimpin hanya ditandai dengan penyetoran upeti.12
Bisa dibayangkan bahwa pemimpin Bani Abbas sangat senang
dengan pengakuan yang nyata dan penyetoran upeti. Alasannya bahwa
para pemimpin tidak cukup mampu untuk menundukan mereka,
tingkat keyakinan bersama di antara para penguasa dan kepala otoritas
publik begitu minim dan lebih jauh lagi para penguasa Abbasiyah lebih
menekankan pada pembinaan peradaban dan budaya di samping
masalah-masalah pemerintahan dan perluasan wilayah. Selain itu,
motivasi utama di balik mengapa banyak kabupaten menjadi otonom
adalah terjadinya perselisihan atau pertempuran kekuatan di
pemerintahan pusat yang dilancarkan oleh Persia dan Turki.
Dampaknya, daerah-daerah tertentu di perbatasan lepas dari tangan
penguasa Bani Abbas seperti Thahiriyyah di Khurasan, Yang
berbangsa Kurdi: alBarzukani, Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di
Marokko, dan Yang mengaku sebagai Khalifah: Umuwiyah di Spanyol
dan Fatimiyyah di Mesir.
1. Faktor eksternal
a. Perang salib
Serangan yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap kekuatan
Muslim dalam periode 1095-1291 M yang dikenal dengan perang
Salib. Hal ini dikeranakan adanya dugaan bahwa pihak Kristen dalam
melancarkan serangan didorong oleh motivasi keagamaan, selain itu
perang ini juga menggunakan simbol salib. Ada beberapa penafsiran
tentang berapa kali Perang Salib itu terjadi. Batas antara Perang Salib
yang satu dengan yang lainnya secara pasti tidak dapat ditentukan,
menurut K. Hitti perang salib terjadi tiga kali, sedangkan menurut
Shalaby tujuh kali, dan menurut Sa’ad Abd Fatah ‘Asyur delapan kali.
Perang Salib awalnya disebabkan persaingan pengaruh antara
Islam dan kristen. Penguasa Islam Alp Arselan yang memimpin
gerakan ekspedisi yang kemudian dikenal dengan “Peristiwa
12
yatim, B, sejarah peradaban Islam dirasah Islamiyah ll, ( Jakarta : Raja Grafindo
Persada:2000), hal 63.

22
Manzikart” pada tahun 464 H (1071 M) menjadikan orang-orang
Romawi terdesak. Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000
tentara, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi
yang berjumlah 200.000 orang yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz,
Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis, dan Armenia. 13 Dengan peristiwa ini
menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen
terhadap umat Islam, sehingga terjadinya perang salib.
b. Serangan tentara mongol
Awal permusuhan dan perperangan bangsa Mongol dengan negeri
Islam bermula dari peristiwa tahun 1212 M. Ketika itu ada tiga orang
saudagar Bukhara bersama puluhan rombongannya tiba di wilayah
Mongol dan menuju ibu kota Karakorum. Entah mengapa, orang-orang
Mongol menangkap mereka dan kemudian menyiksanya. Sedangkan
barang dagangannya dirampas. Tidak lama setelah peristiwa itu, Jengis
Khan mengirim 50 orang saudagar Mongol untuk membeli barang
dagangan di Bukhara. Atas perintah Amir Bukhara Gayur Khan,
mereka ditangkap dan dihukum mati. Jengis Khan marah dan
merancang penyerbuan ke kerajaan Khawarizmi dan negeri-negeri
lainnya di Asia Tengah. Penyerbuan itu baru terlaksana pada tahun
1219 M, hanya selisih tiga tahun tentara Mongol menaklukkan seluruh
wilayah Cina. Dengan dibunuhnya 50 orang saudagar menumbuhkan
rasa dendam dan kebencian terhadap umat Islam. Melihat dari
kemampuan bangsa Mongol menaklukkan bangsa Cina, dengan
demikian bangsa Mongol memiliki tentara yang kuat dan terlatih
dalam seni perang. Sehingga bangsa Mongol merasa terhina atas
peristiwa tersebut dan kemudian melakukan serangan terhadap umat
Islam.
Pada tahun 1258 M, tentara mongol yang berkekuatan 200.000
orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah al-Mu’tashim tidak
mampu membendung kekuatan tentara Hulagu Khan. Pada saat krisis,
wazir khalifah al-Alqami mengambil kesempatan menipu khalifah
13
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah I dan II, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada:2002), hal 76.

23
dengan mengatakan, “saya telah menemui Hulagu Khan untuk
perjanjian damai. Hulagu Khan berjanji akan tetap menghormati
khalifah, bahkan ia berkeinginan untuk mengawinkan putrinya dengan
putra tuanku, Amir Abu Bakar. Ia tidak menginginkan sesuatu kecuali
kepatuhan. Dengan mempercayai informasi tersebut, khalifah al-
Muta’shim bersama seluruh pembesar kerajaan dan hakim, serta
keluarga mereka yang berjumlah 30.000 orang keluar menemui
Hulagu. Awalnya mereka disambut dengan ramah, tetapi setelah itu
mereka kemudian membantai habis, termasuk wazir al-Alqami.
Namun sebelum membunuh wazir, Hulagu Khan berkata: “Kamu
pantas mendapat hukuman berat karena berhianat kepada orang yang
telah memberimu kedudukan”.
Selama 40 hari pasukan Hulagu Khan membunuh, menjarah,
memperkosa wanita dan membakar. Rumah-rumah ibadah
dihancurkan, bayi-bayi dibunuh bersama ibunya, wanita hamil ditusuk
perutnya. Kota Baghdad dihancurkan rata dengan tanah. Sejak saat itu,
berakhirlah kekuasaan Abbasiyah dan kemudian dikuasai oleh Hulagu
Khan.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa pemerintahan Abbasiyah, umat Islam berada pada masa
keemasan dengan berbagai kemajuan antara lain; Dalam bidang ilmu
agama, muncullah beberapa ulama dalam bidang hukum atau fikih dengan
berbagai mazhab, sedangkan dalam bidang hadis ditemukan usaha-usaha
untuk penelusuran dan penghimpunan hadis. Begitu pula ilmu lainnya.
Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam menjadi bukti bahwa Islam
pernah mencapai kecemerlangannya pada Dinasti Abbasiyah.

Kemunduran Dinasti Abbasiyah banyak sekali penyebabnya di


antaranya, luasnya wilayah kekuasaan. Dengan luasnya kekuasaan
menjadikan pemerintah pusat sulit dalam mengontrol pejabat setempat
yang ditugaskan, dan juga kesulitan dalam menjaga keamanan wilayah
kekuasaan. Hal yang mendasari runtuhnya kekuasaan Abbasiyah pada fase
disintegrasi yakni lemah dan tidak berdayanya Khalifah yang dipilih,
sehingga tidak mampu mengentrol wilayah yang dimpimpinya, dan
berdampak munculnya perselisihan dalam lingkup politik.

25
DAFTAR PUSTAKA

Afif. (2020). Perkeambangan Ilmu Pengetahuan dan Lahirnya Tokoh Muslim


Pada Masa Dinasti Abbasiyah. Ahsan Media, 97.

Amin, A. (2014). Dhuha Al-Islam. kairo, 21.

Aminullah, N. (2005). Dinasti Bani Abbasiyah, politik peradaban dan intelektual.


al-hikmah, 29.

Badri, Y. (2002). Sejatah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah I dan II. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

fuad, r. (2014). The Golden Age of islam. libraria, 97.

Imam, F. (2011). Sejarah Peradaban Islam. yogyakarta: Teras.

IUstianah, A. B. (2008). sejarah Peradaban islam. UIN Malang Press, 105.

Yatim. (2000). Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. jakarta: Raja
Grafindo Persada.

26

Anda mungkin juga menyukai