2
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Ilmu balaghah secara umum terbagi menjadi tiga pokok bahasan yaitu
ilmu ma’ani, ilmu bayan serta ilmu badi.ilmu ma’ani membahas bagaimana
pemilihan diksi yang tepat dan sesuai dengan konteks perbincangan. Ilmu bayan
membahas penyusunan redaksi yang tepat dengan berbagai opsi penyusunan yang
memungkinkan. Pokok bahasan ketiga yaitu ilmu badi yang membahas tentang
metode membentuk kalam yang baik yang terdiri dari segi lafadz maupun dari
segi maknanya. Ilmu badi’ sebenarnya telah dikenal oleh bangsa Arab sejak
zaman jahiliyah dan Islam yang terdapat dalam kalam Arab. Hal ini berdasar pada
ungkapan yang biasa mereka lontarkan tanpa sengaja telah bernilai ilmu badi’.
Hal ini diseababkan jiwa atau bakat asli mereka ada pada bidang ini. Sehingga
saat munculnya peradaban, banyak penyair yang mahir dan memiliki kedalaman
makna terutama dalam bahasa Arab salah satunya Abdullah bin Mu’taz. Beliau
adalah peletak dasar ilmu badi’ serta mengarang kitab yang kemudian diberi judul
“Badi”. Dalam kitab tersebut dibahas tentang isti’arah, jinas, muthobiqoh, raddul
‘ajzi ‘ala sgudur dan mazhab kalam.
Menurut Ahmad Qolasy, ilmu badi’ ini mengutamakan pada segi
memperindah dan mempercantik lafadz, seperti memberi hiasan bunga-bunga dan
kancing pada pakaian pengantin setelah dijahit, atau memvernis ukiran setelah
bangunan selesai dibangun, intinya tahap akhir secara keseluruhan. Sedangkan
menurutt al-Hasyimi, badi’secara bahasa adalah temuan yang belum ada
sebelumnya. Badi’ diambil dari kata bada’ syai’ wa abda’hu yaitu menciptakan
ssesuatu dan mengadakannya, temuan atau ciptaan yang tidak ada contoh
sebelumnya. Sedangkan secara istilah, ilmu badi’ ialah suatu ilmu yang
dengannya dapat diketahui bentuk-bentuk dan keutamaan-keutamaan yang dapat
menambah nilai keindahan dan estetika suatu ungkapan, membungkusnya dengan
bungkus yang dapat memperbagus dan mempermolek ungkapan itu, disamping
relevansinya dengan tuntutan keadaan.
3
Adapun dari lafadz dan maknanya terbagi lagi ke dalam beberapa bagian.
Muhassinat lafdziyah misalnya jinas, 1qtibas dan saja’. Muhassinat ma’nawiyah
misalnya tauriyah, al-muqalabah, husn at-ta’lil dan lain sebagainya.
Pada makalah ini hanya akan membahas salah satu bagian dari muhassinat
ma’nawiyah yaitu tauriyah yang menjadi sub pembahasan untuk kelompok kami
Olehnya itu, pembahasan yang kami sajikan dalam makalah ini yaitu mengenai
tauriyah yang menjadi salah satu bagian dari muhassinat ma’nawiyah sekaligus
bagian dari ilmu badi’
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka identifikasi masalah yang
akan dibahas adalah:
1. Bagaimana definisi muhassinat ma’nawiyah?
2. Bagaimana definisi tauriyah?
3. Apa saja pembagian tauriyah?
Batasan Masalah
Batasan permasalahn dalam makalah ini yaitu pembahasan mengenai
muhassinat ma’nawiyah khususnya pembahasan mengenai tauriyah dan
pembagian-pembagiannya
Tujuan Penelitian
1. Memahami defenisi dari muhassinat ma’nawiyah
2. Memahami defenisi tauriyah
3. Mengetahui dan memahami pembagian tauriyah
Manfaat Penelitian,
Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi para pembaca
tentang muhassinat ma’nawiyah khususnya tauriyah
Bagi penyusun
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengalaman bagi penulis sehingga mampu menerapkannya dalam proses belajar
ataupun mengajar.
4
BAB II Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Terkait dengan jenis penelitian dalam proposal ini, jika ditinjau dari
rancangan penelitian maka dapat digolongkan ke penelitian deskriptif, yaitu
menggambarkan secara tepat sifat-sifat sesuatu, keadaan, gejala dan
sebagainya, serta untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara satu
hal dengan hal lain.
Ditinjau dari hasilnya penelitian ini adalah kualitatif karena penelitian
ini menghasilkan data deskriptif berbentuk tulisan tentang orang atau kata-kata
orang dan perilakunya yang tampak dan kelihatan. Penelitian kualitatif adalah
penelitian bidang ilmu-ilmu sosial kemanusiaan dengan aktivitas yang
berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan,
menganalisis, dan menafsirkan fakta-fakta menghubungkan antara fakta-fakta
alam, masyarakat, kelakuan, rohani manusia, guna menemukan prinsip-prinsip
pengetahuan dan metode baru dalam menanggapi hal-hal tersebut.
Ditinjau dari lokasinya maka digolongkan jenis riset kepustakaan
(library research) karena bersumber dari data empirik yang primer maupun
sekunder berasal dari buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, atau literatur-
literatur yang lain. Riset kepustakaan juga disebut dengan riset kepustakaan
atau sering juga disebut studi pustaka, adalah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat
serta mengolah bahan penelitian. Sedangkan menurut Mahmud dalam bukunya
Metode Penelitian Pendidikan menjelaskan bahwa penelitian kepustakaan yaitu
jenis penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-buku atau majalah dan
sumber data lainnya untuk menghimpun data dari berbagai literatur, baik
perpustakaan maupun di tempat-tempat lain.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penelitian kepustakaan
tidak hanya kegiatan membaca dan mencatat data-data yang telah
dikumpulkan. Tetapi lebih dari itu, peneliti harus mampu mengolah data yang
telah terkumpul dengan tahap-tahap penelitian kepustakaan.
5
Objek Penelitian
Yang dimaksud objek penelitian, adalah hal yang menjadi sasaran
penelitian (Kamus Bahasa Indonesia; 1989: 622). Menurut (Supranto 2000: 21)
objek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat berupa orang, organisasi
atau barang yang akan diteliti. Kemudian dipertegas (Anto Dajan 1986: 21),
objek penelitian, adalah pokok persoalan yang hendak diteliti untuk
mendapatkan data secara lebih terarah. Adapun objek penelitian dalam tulisan
ini meliputi: (1) Al-Muhassinat Al-Ma’nawiyyah, (2) At-Tauriyah, (3)
Pembagian At-Tauriyah, dan (4) Contoh At-Tauriyah.
6
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi
karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Penelitian
kepustakaan adalah penelitian yang sumber data empirik yang primer maupun
sekunder berasal dari buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, atau literatur-
literatur yang lain.
Teknik dokumentasi digunakan untuk menggali dan mengumpulkan data
dari sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penelitian ini. Dalam teknik dokumentasi ini, penulis akan menerapkan
beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:
1. Membaca sumber data yang berhubungan dengan penelitian.
2. Membuat catatan yang berkaitan dengan penelitian dari sumber data.
3. Mengolah catatan yang sudah terkumpul.
7
BAB III Pembahasan
Muhassinaat Maknawiyah
Pembahasan ini merupakan pokok dari beberapa pembagian materi yang
akan dijelaskan. Al-Muhassinat Al-Ma’nawiyyah adalah sub materi dalam
Balaghah yang menjelaskan terkait gaya bahasa dalam memberikan keindahan
pada aspek makna dan semantik dalam sebuah ungkapan. Disini, ada beberapa
pokok pembahasan, seperti Thibaq, Muqabalah, Husn at-Ta’lil, dll. Akan tetapi,
yang akan dibahas pada kesempatan ini ialah At-Tauriyah.
At-Tauriyah
Ada beberapa teori terkait At-Tauriyah beserta pembagiannya. Salah
satunya menyebutkan bahwa At-Tauriyah adalah penyebutan suatu kata yang
bersifat mufrod atau tunggal, yaitu jenis kata yang mempunyai makna yang sama.
Dimana makna pertama dalam sebuah ungkapan merupakan makna yang dekat
dan jelas, namun makna tersebut tidak dimaksudkan; akan tetapi makna kedua
dari ungkapan tersebutlah yang dimaksudkan dimana memiliki makna yang jauh
dan samar.
Dr. Yayan Nurbayan M.Ag dalam buku pengantar ilmu Balaghah juga
menyebutkan bahwa At-Tauriyah bermakna Bersembunyi dibalik kesamaran
makna. Disini. secara general tidak banyak perdebatan terkait definisi At-Tauriyah
ini, dimana banyak dari ahli seperti Ibn Malik, al-Madany, al-Hasyimi, dan
beberapa lainnya sepakat bahwa Tauriyah adalah ketika seorang pembicara
ataupun penulis ketika mengutarakan sebuah kata tunggal atau mufrad itu
memiliki dua makna yakni Qorib dan Ba’id yang bermakna dekat dan jauh.
Makna yang dekat tersebut memiliki beberapa petunjuk (qarinah) sehingga hal
tersebut dirasa jelas (dhahir) sebagai makna yang dimaknakan oleh pembicara
atau penulis, namun yang dimaksud disini adalah makna yang jauh dan samar-
samar. Walaupun ada beberapa penulis yang memiliki redaksinya masing-masing,
8
tetap tidak ada yang keluar dari definisi tersebut. Maka, dalam hal ini, banyak ahli
yang tidak memberikan perbedaan terkait definisi Tauriyah ini.
Pembagian At-Tauriyah
Koheren dengan apa yang disepakati dan dijelaskan pada poin diatas.
Pembagian dalam At-Tauriyah ini memiliki beberapa hal yang telah dipilah oleh
beberapa ahli seperti Ibn Mu’tazz, Qasim, Malik dan al-Hasyimi yakni sebagai
berikut:
a. Tauriyah Mujarradah, yakni kalimat atau ungkapan yang di dalamnya
tidak mengandung qorinah, baik yang merujuk pada suatu makna yang
dekat (qorib) ataupun makna yang jauh (Ba’id). Salah satu contoh dalam
al-Qur’an yang mengandung hal ini ialah Q.S Thaha: 5:
ُون ِ َوٱل َّس َمآ َء بَنَ ْينَ ٰـهَا بَِأي ْ۟ي ٍد َوِإنَّا لَ ُم
َ وسع
kata ‘ ’َأي ْ۟ي ٍدmemiliki makna dekat yakni ‘tangan’ dan dipertegas dengan
adanya qarinah " ”بَنَ ْينَ ٰـهَاyang bermakna pekerjaan yang dilakukan dengan
tangan. Akan tetapi, makna yang dimaksudkan oleh pembicara dalam
konteks ini adalah Allah Azza wa Jalla yang memiliki makna jauh ‘kuasa’.
Dalam hal ini, qarinah bagi makna yang dekat dapat diucapkan sebelum
kata atau lafadz yang mengandung Tauriyah ataupun setelahnya.
c. Tauriyah Mubayyanah, yaitu kalimat atau ungkapan yang di dalamnya
terdapat qarinah dalam merujuk pada makna yang jauh, baik muncul
9
sebelum lafadz yang terdapat didalamnya Tauriyah ataupun setelahnya.
Dinamakan mubayyanah karena kata atau ungkapan tersebut dimunculkan
untuk menjelaskan makna yang tertutup olehnya. Contohnya terdapat
dalam potongan syair berikut:
10
penulis atau pembicara dalam memilih kata yang terdapat didalamnya tauriyah
dan kekayaan khazanah keilmuan bahasanya.
11
BAB IV Penutup
Kesimpulan
Sesuai dengan apa yang dijabarkan diatas, dapat diketahui bahwa
ilmu Balaghah dalam pembelajaran bahasa arab memiliki banyak keunikan
dan cabang ilmu yang mendalam. Salah satunya Tauriyah yang telah
dijelaskan diatas, dimana kita sadar bahwa sebuah kalimat ataupun
ungkapan dalam mengandung banyak dan makna yang mendalam. Semoga
pembahasan ini dapat bermanfaat bagi pembaca ataupun bagi aktivis
edukasi yang meneliti terkait materi tersebut.
12