Anda di halaman 1dari 12

At-Tauriyah Fil Balaghah

Disusun Oleh Kelompok 6:

Bagas Wiradinata (F031191032)


Masnah (F031201013)
Miftahul Jannah (F031201037)
Najiyah Nuh Ismirah (F031201040)

PRODI SASTRA ASIA BARAT


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan...........................................................................................................3
Latar Belakang..............................................................................................................3
Identifikasi Masalah......................................................................................................4
BAB II Metode Penelitian...............................................................................................5
Jenis Penelitian..............................................................................................................5
Objek Penelitian............................................................................................................6
Teknik Pengumpulan Data.............................................................................................6
BAB III Pembahasan.......................................................................................................8
Muhassinaat Maknawiyah.............................................................................................8
At-Tauriyah....................................................................................................................8
Pembagian At-Tauriyah.................................................................................................9
BAB IV Penutup..............................................................................................................11
Kesimpulan..................................................................................................................11

2
Bab I Pendahuluan

Latar Belakang
Ilmu balaghah secara umum terbagi menjadi tiga pokok bahasan yaitu
ilmu ma’ani, ilmu bayan serta ilmu badi.ilmu ma’ani membahas bagaimana
pemilihan diksi yang tepat dan sesuai dengan konteks perbincangan. Ilmu bayan
membahas penyusunan redaksi yang tepat dengan berbagai opsi penyusunan yang
memungkinkan. Pokok bahasan ketiga yaitu ilmu badi yang membahas tentang
metode membentuk kalam yang baik yang terdiri dari segi lafadz maupun dari
segi maknanya. Ilmu badi’ sebenarnya telah dikenal oleh bangsa Arab sejak
zaman jahiliyah dan Islam yang terdapat dalam kalam Arab. Hal ini berdasar pada
ungkapan yang biasa mereka lontarkan tanpa sengaja telah bernilai ilmu badi’.
Hal ini diseababkan jiwa atau bakat asli mereka ada pada bidang ini. Sehingga
saat munculnya peradaban, banyak penyair yang mahir dan memiliki kedalaman
makna terutama dalam bahasa Arab salah satunya Abdullah bin Mu’taz. Beliau
adalah peletak dasar ilmu badi’ serta mengarang kitab yang kemudian diberi judul
“Badi”. Dalam kitab tersebut dibahas tentang isti’arah, jinas, muthobiqoh, raddul
‘ajzi ‘ala sgudur dan mazhab kalam.
Menurut Ahmad Qolasy, ilmu badi’ ini mengutamakan pada segi
memperindah dan mempercantik lafadz, seperti memberi hiasan bunga-bunga dan
kancing pada pakaian pengantin setelah dijahit, atau memvernis ukiran setelah
bangunan selesai dibangun, intinya tahap akhir secara keseluruhan. Sedangkan
menurutt al-Hasyimi, badi’secara bahasa adalah temuan yang belum ada
sebelumnya. Badi’ diambil dari kata bada’ syai’ wa abda’hu yaitu menciptakan
ssesuatu dan mengadakannya, temuan atau ciptaan yang tidak ada contoh
sebelumnya. Sedangkan secara istilah, ilmu badi’ ialah suatu ilmu yang
dengannya dapat diketahui bentuk-bentuk dan keutamaan-keutamaan yang dapat
menambah nilai keindahan dan estetika suatu ungkapan, membungkusnya dengan
bungkus yang dapat memperbagus dan mempermolek ungkapan itu, disamping
relevansinya dengan tuntutan keadaan.

3
Adapun dari lafadz dan maknanya terbagi lagi ke dalam beberapa bagian.
Muhassinat lafdziyah misalnya jinas, 1qtibas dan saja’. Muhassinat ma’nawiyah
misalnya tauriyah, al-muqalabah, husn at-ta’lil dan lain sebagainya.
Pada makalah ini hanya akan membahas salah satu bagian dari muhassinat
ma’nawiyah yaitu tauriyah yang menjadi sub pembahasan untuk kelompok kami
Olehnya itu, pembahasan yang kami sajikan dalam makalah ini yaitu mengenai
tauriyah yang menjadi salah satu bagian dari muhassinat ma’nawiyah sekaligus
bagian dari ilmu badi’

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka identifikasi masalah yang
akan dibahas adalah:
1. Bagaimana definisi muhassinat ma’nawiyah?
2. Bagaimana definisi tauriyah?
3. Apa saja pembagian tauriyah?
Batasan Masalah
Batasan permasalahn dalam makalah ini yaitu pembahasan mengenai
muhassinat ma’nawiyah khususnya pembahasan mengenai tauriyah dan
pembagian-pembagiannya
Tujuan Penelitian
1. Memahami defenisi dari muhassinat ma’nawiyah
2. Memahami defenisi tauriyah
3. Mengetahui dan memahami pembagian tauriyah
Manfaat Penelitian,
Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi para pembaca
tentang muhassinat ma’nawiyah khususnya tauriyah
Bagi penyusun
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengalaman bagi penulis sehingga mampu menerapkannya dalam proses belajar
ataupun mengajar.

4
BAB II Metode Penelitian

Jenis Penelitian
Terkait dengan jenis penelitian dalam proposal ini, jika ditinjau dari
rancangan penelitian maka dapat digolongkan ke penelitian deskriptif, yaitu
menggambarkan secara tepat sifat-sifat sesuatu, keadaan, gejala dan
sebagainya, serta untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara satu
hal dengan hal lain.
Ditinjau dari hasilnya penelitian ini adalah kualitatif karena penelitian
ini menghasilkan data deskriptif berbentuk tulisan tentang orang atau kata-kata
orang dan perilakunya yang tampak dan kelihatan. Penelitian kualitatif adalah
penelitian bidang ilmu-ilmu sosial kemanusiaan dengan aktivitas yang
berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan,
menganalisis, dan menafsirkan fakta-fakta menghubungkan antara fakta-fakta
alam, masyarakat, kelakuan, rohani manusia, guna menemukan prinsip-prinsip
pengetahuan dan metode baru dalam menanggapi hal-hal tersebut.
Ditinjau dari lokasinya maka digolongkan jenis riset kepustakaan
(library research) karena bersumber dari data empirik yang primer maupun
sekunder berasal dari buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, atau literatur-
literatur yang lain. Riset kepustakaan juga disebut dengan riset kepustakaan
atau sering juga disebut studi pustaka, adalah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat
serta mengolah bahan penelitian. Sedangkan menurut Mahmud dalam bukunya
Metode Penelitian Pendidikan menjelaskan bahwa penelitian kepustakaan yaitu
jenis penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-buku atau majalah dan
sumber data lainnya untuk menghimpun data dari berbagai literatur, baik
perpustakaan maupun di tempat-tempat lain.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penelitian kepustakaan
tidak hanya kegiatan membaca dan mencatat data-data yang telah
dikumpulkan. Tetapi lebih dari itu, peneliti harus mampu mengolah data yang
telah terkumpul dengan tahap-tahap penelitian kepustakaan.

5
Objek Penelitian
Yang dimaksud objek penelitian, adalah hal yang menjadi sasaran
penelitian (Kamus Bahasa Indonesia; 1989: 622). Menurut (Supranto 2000: 21)
objek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat berupa orang, organisasi
atau barang yang akan diteliti. Kemudian dipertegas (Anto Dajan 1986: 21),
objek penelitian, adalah pokok persoalan yang hendak diteliti untuk
mendapatkan data secara lebih terarah. Adapun objek penelitian dalam tulisan
ini meliputi: (1) Al-Muhassinat Al-Ma’nawiyyah, (2) At-Tauriyah, (3)
Pembagian At-Tauriyah, dan (4) Contoh At-Tauriyah.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data sebagai salah satu bagian penelitian, merupakan
salah satu unsur yang sangat penting. Teknik pengumpulan data diperlukan
untuk membantu peneliti dalam penelitiannya. Melalui pengumpulan data
proses pencatatan terhadap peristiwa, keterangan, dan hal-hal yang berkaitan
dengan subjek penelitiannya dapat digunakan untuk mendukung penelitian
yang dilakukan.
Karena sumber data berupa data data tertulis, maka teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi. Dokumentasi
berasal dari kata dokumen yang berarti catatan peristiwa yang sudah berlalu
yang bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari
seseorang. Atau dengan kata lain, dokumen adalah tulisan, gambar atau karya-
karya yang monumental yang berisi suatu ide tertentu. Atau gampangnya
adalah suatu pikiran atau gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan,
gambar maupun dalam bentuk karya yang lain. Kemudian, teknik dokumentasi
adalah suatu cara yang dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, leger, agenda, dan sebagainya. Teknik dokumentasi berarti cara
menggali dan menuangkan suatu pemikiran, ide ataupun gagasan dalam bentuk
tulisan atau dalam bentuk gambar maupun karya-karya yang lain.

6
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi
karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Penelitian
kepustakaan adalah penelitian yang sumber data empirik yang primer maupun
sekunder berasal dari buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, atau literatur-
literatur yang lain.
Teknik dokumentasi digunakan untuk menggali dan mengumpulkan data
dari sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penelitian ini. Dalam teknik dokumentasi ini, penulis akan menerapkan
beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:
1. Membaca sumber data yang berhubungan dengan penelitian.
2. Membuat catatan yang berkaitan dengan penelitian dari sumber data.
3. Mengolah catatan yang sudah terkumpul.

7
BAB III Pembahasan

Muhassinaat Maknawiyah
Pembahasan ini merupakan pokok dari beberapa pembagian materi yang
akan dijelaskan. Al-Muhassinat Al-Ma’nawiyyah adalah sub materi dalam
Balaghah yang menjelaskan terkait gaya bahasa dalam memberikan keindahan
pada aspek makna dan semantik dalam sebuah ungkapan. Disini, ada beberapa
pokok pembahasan, seperti Thibaq, Muqabalah, Husn at-Ta’lil, dll. Akan tetapi,
yang akan dibahas pada kesempatan ini ialah At-Tauriyah.

At-Tauriyah
Ada beberapa teori terkait At-Tauriyah beserta pembagiannya. Salah
satunya menyebutkan bahwa At-Tauriyah adalah penyebutan suatu kata yang
bersifat mufrod atau tunggal, yaitu jenis kata yang mempunyai makna yang sama.
Dimana makna pertama dalam sebuah ungkapan merupakan makna yang dekat
dan jelas, namun makna tersebut tidak dimaksudkan; akan tetapi makna kedua
dari ungkapan tersebutlah yang dimaksudkan dimana memiliki makna yang jauh
dan samar.
Dr. Yayan Nurbayan M.Ag dalam buku pengantar ilmu Balaghah juga
menyebutkan bahwa At-Tauriyah bermakna Bersembunyi dibalik kesamaran
makna. Disini. secara general tidak banyak perdebatan terkait definisi At-Tauriyah
ini, dimana banyak dari ahli seperti Ibn Malik, al-Madany, al-Hasyimi, dan
beberapa lainnya sepakat bahwa Tauriyah adalah ketika seorang pembicara
ataupun penulis ketika mengutarakan sebuah kata tunggal atau mufrad itu
memiliki dua makna yakni Qorib dan Ba’id yang bermakna dekat dan jauh.
Makna yang dekat tersebut memiliki beberapa petunjuk (qarinah) sehingga hal
tersebut dirasa jelas (dhahir) sebagai makna yang dimaknakan oleh pembicara
atau penulis, namun yang dimaksud disini adalah makna yang jauh dan samar-
samar. Walaupun ada beberapa penulis yang memiliki redaksinya masing-masing,

8
tetap tidak ada yang keluar dari definisi tersebut. Maka, dalam hal ini, banyak ahli
yang tidak memberikan perbedaan terkait definisi Tauriyah ini.

Pembagian At-Tauriyah
Koheren dengan apa yang disepakati dan dijelaskan pada poin diatas.
Pembagian dalam At-Tauriyah ini memiliki beberapa hal yang telah dipilah oleh
beberapa ahli seperti Ibn Mu’tazz, Qasim, Malik dan al-Hasyimi yakni sebagai
berikut:
a. Tauriyah Mujarradah, yakni kalimat atau ungkapan yang di dalamnya
tidak mengandung qorinah, baik yang merujuk pada suatu makna yang
dekat (qorib) ataupun makna yang jauh (Ba’id). Salah satu contoh dalam
al-Qur’an yang mengandung hal ini ialah Q.S Thaha: 5:

ِ ْ‫ٱلرَّحْ َم ٰـ ُن َعلَى ْٱل َعر‬


‫ش ٱ ْستَ َو ٰى‬
Artinya: “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas
‘Arsy”. Makna dekat dari kata ‫ ٱ ْستَ َو ٰى‬ialah ‘tinggal menetap’, sedangkan
makna jauhnya ialah ‘berkuasa/menguasai’.
b. Tauriyah Murasysyahah, yaitu kalimat atau ungkapan yang di dalamnya
didapati qarinah yang merujuk kepada makna yang dekat. Tauriyah
tersebut dinamakan murasysyahah karena dengan menyertakan ungkapan
yang sesuai dengan makna dekat menjadi lebih dekat. Dalam Al-Qur’an
terdapat contoh tersebut dalam Q.S Adz-Dzariyat: 45

‫ُون‬ ِ ‫َوٱل َّس َمآ َء بَنَ ْينَ ٰـهَا بَِأي ْ۟ي ٍد َوِإنَّا لَ ُم‬
َ ‫وسع‬
kata ‘‫ ’َأي ْ۟ي ٍد‬memiliki makna dekat yakni ‘tangan’ dan dipertegas dengan
adanya qarinah "‫ ”بَنَ ْينَ ٰـهَا‬yang bermakna pekerjaan yang dilakukan dengan
tangan. Akan tetapi, makna yang dimaksudkan oleh pembicara dalam
konteks ini adalah Allah Azza wa Jalla yang memiliki makna jauh ‘kuasa’.
Dalam hal ini, qarinah bagi makna yang dekat dapat diucapkan sebelum
kata atau lafadz yang mengandung Tauriyah ataupun setelahnya.
c. Tauriyah Mubayyanah, yaitu kalimat atau ungkapan yang di dalamnya
terdapat qarinah dalam merujuk pada makna yang jauh, baik muncul

9
sebelum lafadz yang terdapat didalamnya Tauriyah ataupun setelahnya.
Dinamakan mubayyanah karena kata atau ungkapan tersebut dimunculkan
untuk menjelaskan makna yang tertutup olehnya. Contohnya terdapat
dalam potongan syair berikut:

‫ فهل ممكن أن الغزالة تطلع؟‬# ‫أرى ذنب السرحان في األفق طالعا‬

Kata ungkapan “‫ ”ذنب السرحان‬memiliki makna dekat yakni ‘ekor binatang’.


Adapun makna jauh dari lafadz tersebut ialah ‘cahayah mentari di
pagi/siang hari’ dan telah diperkuat dengan qarinah-nya yakni “‫”طالعا‬.
Lafadz atau ungkapan lainnya adalah “‫ ”الغزالة‬dimana memiliki makna
dekat ‘rusa’ dan makna jauh ‘matahari’. Adanya makna jauh tersebut
semakin terasa dengan kehadiran qarinah “‫ ”تطلع‬setelah lafadz yang
mengandung tauriyah tersebut.
d. Tauriyah Mubayya’ah, yaitu ungkapan yang di dalamnya terdapat dua kata
yang mengandung Tauriyah. Akan tetapi, kata tersebut tidak dapat
dimaknakan sebagai tauriyah bila didalamnya tidak terdapat kata lain yang
berfungsi sebagai qarinah diantara kedua atau salah satunya.

‫ فأزهرت ذاك الفرض من ذلك الندب‬$ ‫وأظهرت فينا من سميك سنة‬

Ungkapan kata “‫ ”الندب‬dan “‫ ”الفرض‬memiliki makna dekat yakni ‘sunnah


dan wajib sesuai dengan hukum Syari’at Islam’. Kata yang menunjukkan
terdapat Tauriyah pada kata tersebut adalah “‫”سنة‬. Adapun makna jauh
yang dimaksudkan oleh pembicara (dalam konteks ini adalah Ibn Sinah)
yakni ‘pemberian’ dan ‘seorang yang cepat dalam memenuhi berbagai
keinginan dan hajat’. Kata yang berfungsi sebagai qarinah tersebut dapat
diletakkan sebelum kata yang mengandung Tauriyah maupun sesudahnya.

Berdasarkan pembagian tersebut, dapat diketahui bahwa Tauriyah merupakan


salah satu keindahan makna yang memerlukan keseriusan dan ketelitian oleh

10
penulis atau pembicara dalam memilih kata yang terdapat didalamnya tauriyah
dan kekayaan khazanah keilmuan bahasanya.

11
BAB IV Penutup

Kesimpulan
Sesuai dengan apa yang dijabarkan diatas, dapat diketahui bahwa
ilmu Balaghah dalam pembelajaran bahasa arab memiliki banyak keunikan
dan cabang ilmu yang mendalam. Salah satunya Tauriyah yang telah
dijelaskan diatas, dimana kita sadar bahwa sebuah kalimat ataupun
ungkapan dalam mengandung banyak dan makna yang mendalam. Semoga
pembahasan ini dapat bermanfaat bagi pembaca ataupun bagi aktivis
edukasi yang meneliti terkait materi tersebut.

12

Anda mungkin juga menyukai