Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
2023-2024
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur khadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
kasih sayang-Nya, yang telah memberikan kami nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Shalawat serta salam tak lupa kami curahkan kepada junjungan alam, manusia paling
sempurna, teladan terbaik bagi kaumnya, yakni Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kami
mendapatkan pertolongan dan syafaatnya dihari pembalasan.
Makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu. Selain
itu juga, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang
objek dan sumber-sumber ilmu.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada ibu Dr. Rani Susanti, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah filsafat ilmu. Berkat tugas yang diberikan ini, kami dapat
menambah wawasan tentang topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih banyak kesalahan.
Maka daripada itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan dan
ketidak sempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap akan
adanya kritik dan saran dari pembaca apabila banyak ditemukan kesalahan dalam makalah
ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Cover : ........................................................................................
Kesimpulan ..................................................................... 11
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu adalah sesuatu yang krusial dalam diri manusia. Hal ini juga menjadi
reminder bagi penulis, sebagaimana dijelaskan dalam ilmu mantiq bahwa manusia
adalah binatang yang berfikir. Maka dapat disimpulkan bahwa yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya adalah „ilmu‟ . Dan jika kita mengutip kalimat
diatas, sudah jelas bahwa logika yang benar akan dihasilkan melalui proses
penyerapan ilmu yang baik.
Sering kita temui dizaman sekarang, banyak sekali orang yang pandai
berbicara namun tidak menjamin pembicaraannya mengandung makna, baik secara
tersirat maupun tersurat. Dari sini hemat kami menilai, bahwa perkataan yang tidak
didasari dengan ilmu akan mengurangi nilai kebermanfaatannya. Sedangkan didalam
maqolah yang lain disebutkan, bahwa sebaik-baiknya manusia adalah ia yang baik
perkataannya atau lebih baik diam.
Karena itulah dikesempatan kali ini kami akan menyajikan tema pembahasan
yang berjudul “ Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu” dalam mata kuliah Filsafat
Ilmu yang diampu oleh Dr. Rani Susanti. Sebagai upaya kami untuk menambah
wawasan dan sekaligus untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu ?
2. Apa saja yang menjadi objek ilmu ?
3. Apa saja yang menjadi sumber-sumber ilmu ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi ilmu.
2. Untuk mengetahui objek ilmu.
3. Untuk mengetahui sumber-sumber ilmu.
1
BAB 11
PEMBAHASAN
Ilmu berasal dari bahasa arab, yaitu يعلم – علما- علمdengan wazan -فعل
يفعل – فعال yang artinya mengetahui, mengerti, memahami. Dalam bahasa inggris
disebut science yang berasal dari bahasa latin scienta (pengetahuan) scire
(mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa yunani adalah episeme
(Jujun S. Suriasumantri, 1998 : 324).
Adapun definisi ilmu menurut beberapa pendapat para ahli adalah sebagai
berikut :
2
3
B. Objek Ilmu
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam objek, yaitu objek material
dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan,
contohnya seperti tubuh yang dijadikan objek material ilmu kedokteran. Sedangkan
objek formal adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti
pendekatan induktif dan deduktif. Maka objek material filsafat adalah segala sesuatu
yang ada, baik mencangkup yang tampak (dunia empiris) maupun yang tidak tampak
(metafisika). Sebagian filsuf membagi objek material filsafat menjadi tiga bagian,
yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran dan yang ada dalam
kemungkinan. Sedangkan objek formal filsafat adalah sudut pandang yang
menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Jika dilihat dari objek material (lapangan) filsafat itu bersifat unuversal
(umum), yaitu segala sesuatu yang yang ada (realita) sedangkan objek material ilmu
(pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus
pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian
filsafat tidak berkotak-kotak dalam disiplin tertentu. Sedangkan dilihat dari objek
formal (sudut pandang), filsafat itu bersifat non-fragmentaris, karena mencari
pengertian dari segala sesuatu yang ada itu luas, mendalam, dan mendasar. Sedangkan
ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Disamping itu, objek ilmu formal itu
bersifat teknik, yang berarti bahwa ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri
dengan realita.
Filsafat ilmu pada prinsipnya memiliki dua objek, yaitu :
4
Dalam jurnal studocu juga penulis temukan, bahwa yang menjadi sumber ilmu
dalam filsafat adalah sebagai berikut :
1. Ilmu-ilmu alam
Ilmu alam disebut juga dengan natural scienses adalah ilmu yang memepelajari
susunan benda dan perkembangannya, sumber ilmu ini adalah alam, dimana
manusia mendorong rasa ingin tahunya untuk menyingkap rahasia alam. Agar
dapat mempertanggung jawabkan kebenarannya maka diterapkanlah metodologi
ilmiah menggabungkan cara berfikir deduktif dan induktif. Dengan cara ini maka
manusia dapat menyingkap rahasia alam semesta dan melahirkan disiplin ilmu
seperti : kimia, fisika, matematika, biologi, geologi, astronomi dll.
5
2. Ilmu-ilmu sosial
Ilmu soaial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antar manusia,
hubungan antar manusia dengan kelompok, serta sifat dan perubahan buah
pemikiran sosial sehingga dapat memahami masyarakat umum.
3. Humaniora
Humaniora adalah ilmu untuk memajukan manusia, sehingga mencapai
kemanusiaan yang sesungguhnya dengan dilandasi ilmu-ilmu sosial, ia
mencangkup bahasa, sastra, filsafat, etika, hukum serta agama.
C. Sumber Ilmu
Secara historis, diskusi tentang sumber ilmu pengetahuan barat sudah pasti
akan bertolak pada Plato dan Aristoteles. Plato yang diikuti Descartes, Spinoza, dan
Leibniz memandang bahwa sumber terpercaya bagi pengetahuan adalah akal atau
rasio. Sebab itu, mereka dikenal sebagai penganut aliran rasionalisme dalam
pengetahuan. Kaum rasionalis meyakini bahwa proses pemikiran yang rasional
(abstrak) dapat menghasilkan pengetahuan dan kebenaran fundamental, baik tentang
apa yang ada, atau tentang realitas dan strukturnya, dan tentang alam semesta pada
umumnya ( Bagus, 1996 : 928-929) . Menurut mereka, realitas dan kebenaran tentang
kebenaran realitas dapat diperoleh tanpa tergantung pada pengamatan atau
pengalaman. Pengetahuan macam ini disebut juga dengan a priori knowledge , yaitu
pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui pengalaman empirik, melainkan
berdasarkan penalaran deduktif, logis, dan matematis.
Disisi lain, Aristoteles yang diikuti oleh Francis Bacon, John Locke, Berkerly,
David Hume memandang bahwa ilmu pengetahuan harus didasarkan atas pengalaman
empiris atau melaui metode empiris-eksperimental, sehingga keberadaannya dapat
dibuktikan. Oleh sebab itu, aliran ini dikenal dengan aliran empirisme, yang dalam
perkembangan lebih lanjut menjadi aliran positivisme, yaitu suatu aliran yang
membedajan antara ilmu pengetahuan (science) dan non-ilmu melalui rumus
verifikasi dan falsifikasi.
Berkaitan dengan sumber ilmu pengetahuan, dalam epistemologi ilmu
pengetahuan barataliran rasionalisme dan empirisme ini adalah dua aliran yang paling
dominan ketimbang sumber-sumber lainnya. Bertand Russell membedakan dua
macam ilmu pengetahuan. Pertama, pengetahuan melalui pengalaman yang diperoleh
melalui data inderawi, benda-benda memory, keadaan internal, dan diri kita sendiri.
6
Kedua, pengetahuan melalui deskripsi yang diperoleh melalui orang lain, benda-
benda fisik, namun bukan hasil pengamatan melainkan konstruksi (Lubis, 2014 : 34).
Menurut Jujun Suriasumantri, sumber ilmu pengetahuan terdiri dari
rasionalisme, empirisme, intuisi, dan wahyu (Suriasumantri, 2000 :50). Selanjutnya,
Lubis (2014 : 35) dengan mengutip Honderich dan Hospers mengemukakan sebagai
berikut, dalam pandangan Honderich, sumber-sumber ilmu pengetahuan itu adalah
reason atau rasio (akal), perception (pengalaman atau pengamatan inderawi),
memory, instrospection, prekognition dan lain-lain. Sedangkan Hospers berpandangan
bahwa sumber ilmu pengetahuan itu adalah sence experience (pengalaman inderawi),
reason (akal-budi), authority (otoritas), intuition (intuisi), revelation (wahyu), dan
faith (keyakinan).
Adapun sumber-sumber ilmu pengetahuan dalam perpektif islam adalah
sebagai berikut :
1. Pengalaman
Pengalaman adalah sumber pengetahuan yang utama dalam terutama bagi aliran
empirisme. Dengan ungkapan lain, empirisme mengemukakan bahwa ilmu
pengetahuan diperoleh melalui pengalaman inderawi.
2. Reason (akal)
Akal adalah salah satu sumber pengetahuan yang diakui keberadannya. Penalaran
akal adalah proses yang harus dilalui seorang ilmuwan dalam menarik suatu
kesimpulan. Ada hubungan yang erat antara metode dengan logika atau penalaran,
yang karenanya metode-metode ilmiah dapat juga dipandang sebagai bagian dari
logika (Baker, 1996 : 12). Logika dan metode merupakan bagian dari “tools
studies” (mata pelajaran yang berfungsi sebagai alat atau sarana untuk
memperoleh dan mengembangkan pengetahuan), sebagaimana bahasa.
Imbangannya adalah “content studies” (mata pelajaran mengenai bahan), seperti
sosiologi, psikologi, ekonomi, hukum, komunikasi, dan lain-lain.
3. Memory (ingatan)
Dalam Al-Qur‟an masalah memory atau atau ingatan sebagai sumber pengetahuan
telah diabadikan dalam surat Al-Baqarah ayat 282, ketika membicarakan perlunya
adanya saksi dalam melakukan suatu transaksi supaya saling mengingatkan dan
membenarkan akan adanya transaksi tersebut, Allah berfirman :
7
Yang artinya : “...... Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki
diantara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang
laki-laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang kamu sukai dan para
saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi
mengingatkannya”.
8
4. Introspection (introspeksi)
Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya dengan quotes “istafti
qolbak” (minta fatwalah kepada hati nuranimu). Umar bin khatab juga
mengatakan “Hasibu qabla an tuhasibu” (perhitungkan sebelum kamu
diperhitungkan), “Man „arafa nafsahu fa qad „afara rabbahu” (barang siapa yang
mengenali dirinya, niscaya ia mengenal Tuhannya).
5. Intuition (intuisi)
Intuisi adalah suatu kemampuan rohani untuk mengenal, memahami dan
menyimpulkan sesuatu secara mendalam, tanpa inferensi logis (deduksi-induksi).
Dalam islam intuisi diakui dengan adanya konsep ilham. Mulyadhi Kartanegara,
seorang ahli filsafat ternama mengatakan, intuisi dipercaya mampu memahami
banyak hal yang tidak bisa dipahami oleh akal. Ia mengungkapkan, ketika akal
tidak mampu memahami wilayah kehidupan emosional manusia, intuisi atau hati
kemudian dapat memahaminya. Ketika akal hanya berkutat pada tataran
kesadaran, hati bisa menerobos ke alam ketidaksadaran atau alam ghaib, sehingga
mampu memahami pengalaman-pengalaman non-inderawi, termasuk pengalaman-
pengalaman mistik atau religius (Mulyadhi Kertanegara, 2003 : 28).
6. Authority (Otoritas)
Otoritas mengacu pada seseorang atau kelompok yang dianggap memiliki
pengetahuan dan memeiliki legimitasi sebagai sumber pengetahuan. Namun,
otoritas juga dapat bermakna negatif, manakala otoritas itu bersifat dominasi,
hegemoni, menindas dan otoritasnya tidak sah. Dalam perspektif islam,
keberadaan otoritas seperti yang diperangi dalam epistemologi barat, jelas terlihat
dalam pandangan tentang otoritas pendapat para sahabat Nabi yang dijadikan
pegangan dalam pengetahuan, demikian juga otoritas oara imam mujtahid dan para
ulama besar yang telah banyak menghasilkan ide-ide dan gagasan yang dianggap
memiliki otoritas dikalangan atau komunitas muslim, dengan intensitas yang
beragam.
7. Extra Sensory Perception (ESP)
Penyerapan atau perolehan pengetahuan tidak melalui indera yang dikenal
(Handbook of parapsycology : 926). Ada sebagian sebagian orang yang
dianugerahi Tuhan daya penyerapan tambahan, bersifat istimewa yang membuat
mereka dapat menangkap dan mengetahui hal-hal yang tidak dapat ditangkap atau
9
diketahui oleh orang kebanyakan yang hanya mempunyai indera biasa. Extra
Sensory Perception terdiri dari :
a. Prakognisi (precognition), diartikan sebagai suatu kemampuan seseorang
untuk mengetahui suatu peristiwa yang akan terjadi.
b. Telepati (Telephaty), adalah kemampuan seseorang berkomunikasi tanpa
menggunakan bentuk simbolik lain, melainkan hanya menggunakan
kemampuan mental.
c. Mind reading, yaitu seseorang dapat membaca atau mengetahui apa yang ada
dalam pemikiran orang lain.
d. Clair voyance, adalah kesanggupan melihat apa yang biasanya tidak dapat
dilihat orang lain (F.Gudas : 59). Atau kemampuan seseorang mempersepsi
tanpa menggunakan indera.
e. Clair audience, kesanggupan mendengar apa yang biasanya tidak dapat
didengar oleh orang lain (Broad, 1962 : 303-304).
8. Wahyu
Secara bahasa, kata wahyu berasal dari bahasa arab yaitu al-wahyu, yang
berarti suara, kecepoatan, bisiskan, isyarat, tulisan dan kitab. Secara teknis, wahyu
diartikan sebagai pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat. Pengertian
yang lebih dikenal adalah, apa saja yang disampaikan Tuhan kepada para nabi.
Dengan ungkapan lain, wahyu adalah penyampaian firman Tuhan kepada orang-
orang pilihan-Nya (al-musthafa) u tuk diteruskan kepada umat manusia agar
10
Yang artinya : “Tidak terjadi bahwa Allah berbicara kepada manusia kecuali
dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan,
untuk mewahyukan apa yang Ia kehendaki dengan seizinnya”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua pembahasan yang telah kami sajikan, maka kami tarik kesimpulan
sebagai berikut :
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Abu Hamid Muahmmad ibn Muhammad. 1322 H. al-Mustashfa fi Ushul al-fiqh,
Beirut : Dar al-Fikr.
Jujun Suriasumantri, 2010. Filsafat ilmu : Sebuah pengantar populer, Jakarta : Bulan Bintang
Lubis, Akhyar Yusuf. 2024. Filsafat ilmu klasik hingga kontemporer, Jakarta : Rajarafindo
Persada
Prof. Dr. H. Duski Ibrahim, M.Ag. 2017. “Filsafat ilmu dari penumpang Asing untuk para
tamu”. Palembang : NoerFikri.
Suriasumantri, S. Jujun. 1998. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
Utama, I Gusti Bagus, MA. 2013. ”Filsafat ilmu dan logika” Bandung : Universitas Dhyana
Pura.
iii