Anda di halaman 1dari 35

METODE PENELITIAN KUALITATIF

ANALISIS TEKS

TUGAS MATA KULIAH


METODOLOGI PENELITIAN KOMUNIKASI II

OLEH KELOMPOK II:


ZATUL FADHLI 157045027
YENI JELITA 157045032
AZWANIL FAKHRI 157045030
MBARDO H. HARAHAP157045031

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

0
DAFTAR ISI

Daftar isi ............................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 2


1. Latar Belakang ....................................................... 2
2. Filsafat sebagai Mother of science ................................ 3

BAB II JENIS-JENIS METODE ANALISIS TEKS DAN BAHASA ............... 8

1. Analisis Isi ............................................................. 8


2. Analisis Bingkai (Framing Analysis) ................................ 9
3. Analisis Semiotik ..................................................... 12
4. Analisis Konstruksi Sosial Media Massa ............................ 15
5. Hermeneutik .......................................................... 17
6. Analisis Wacana dan Penafsiran Teks.............................. 18
7. Analisis Wacana Kritis................................................ 19

BAB III FILSAFAT KOMUNIKASI DALAM METODE PENELITIAN KUALITATIF


ANALISIS TEKS .......................................................... 22

1. Analisis Isi ............................................................. 22


2. Hermeneutik .......................................................... 24
3. Analisis Framing ...................................................... 25
4. Analisis Semiotik ..................................................... 27
5. Analisis Wacana Kritis ............................................... 28

Daftar Pustaka ....................................................................... 33

1
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami
realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang
seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif harus memiliki sifat open

minded. Karenanya, melakukan penelitian kualitatif dengan baik dan benar


berarti telah memiliki jendela untuk memahami dunia psikologi dan realitas
sosial (Koentjoro dalam Herdiansyah, 2014: viii).
Melakukan penelitian kualitatif itu gampang-gampang sukar.
Meskipun demikian, masih banyak salah kaprah dengan penelitian kualitatif
dan bahkan orang melakukan penelitian kualitatif tapi, namun konsep
berpikirnya masih kuantitatif. Prinsip dasar yang membedakan penelitian
kualitatif dengan penelitian kuantitatif adalah terletak pada tujuan
penelitian. Tujuan penelitian kuantitatif adalah untuk menguji. Untuk itu,
coba perhatikan bunyi hipotesis penelitian apabila diformulasikan dalam
kalimat tanya. Formulasi itu akan berupa kalimat tanya yang berbunyi,
“Apakah”. Sementara itu, tujuan penelitian kualitatif adalah untuk

memahami atau verstehen. Karena, tujuan penelitiannya adalah memahami.


Untuk itu, kalimat tanyanya pun akan berbunyi, “Mengapa” dan
“Bagaimana”. Karena tujuannya memahami, maka haruslah didukung oleh
sumber data yang lengkap dan valid.
Dalam penelitian kualitatif, dikenal ada empat jenis sumber data,
yaitu; subjek, informan, written documents, dan unwritten documents. Written
literature, dapat dimaknai sebagai pengkajian terhadap teks sebagai sumber
data yang tertulis, baik dalam bentuk buku, atau kumpulan-kumpulan
dokumen yang ada.
Burhan Bungin (2008), menyebutkan metode literatur adalah salah
satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi

2
penelitian sosial untuk menelusuri data historis. Sedangkan Sugiyono
(2005), menyatakan bahwa literatur merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.
Sebelum kita lebih jauh masuk dalam ranah studi teks yang
dimaksudkan dalam makalah ini, ada baiknya kita mencoba membuka lebih
lebar jarak, perbedaan antara kajian lapangan dengan kajian teks dalam
penelitian ilmiah. Secara sempit, hampir semua jenis penelitian memerlukan
studi pustaka, walaupun orang sering membedakan riset kepustakaan/telaah

pustaka (library research / literature review) dan riset lapangan (field research),
keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka atau literatur. Perbedaan
yang utama hanyalah terletak pada tujuan, fungsi dan/ atau kedudukan
studi teks atau telaah kepustakaan dalam masing-masing penelitian itu.
Dalam riset lapangan, penelusuran pustaka terutama dimaksudkan

sebagai langkah awal dalam menyiapkan kerangka penelitian (research

design) guna memperoleh informasi sejenis, memperdalam kajian teoritis


atau mempertajam metodologi. Berbeda dengan riset pustaka atau kajian
teks, penelusuran teks lebih dari pada sekedar melayani fungsi-fungsi yang
ada pada kajian lapangan tadi. Analisis atau kajian teks sekaligus
memanfaatkan
sumber kepustakaan tadi untuk memperoleh penelitiannya. Tegasnya,
riset/studi/analisis teks membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan
koleksi kepustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.
Namun demikian, makalah ini tidak akan membahas objek atas
kajian atau analisis teks itu sendiri. Tulisan ini hanya menggali falsafah yang
meliputi epistemologis, ontologis, dan aksiologis yang menjadi dasar kajian
atau analisis teks saja.

2. Filsafat sebagai Mother of Science


Dalam perjalanan sejarah manusia, pemikiran filosofis senantiasa
berkembang. Hal itu dikarenakan pemikiran merupakan hal yang paling

3
mendasar dalam kehidupan manusia, bahkan merupakan ciri khas manusia.
Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari anugerah akal yang dimiliki oleh
manusia. Pemikiran filosofis meniscayakan kelahiran filsafat sebagai induk
dari semua ilmu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat atau falsafah memiliki
beberapa defenisi, yakni; 1) Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; 2) Teori yang
mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; dan 3) ilmu yang berintikan
logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.
Zilullah (2013), dalam makalahnya menyebutkan sebagai berikut:
“Pencarian terhadap kebenaran seiring dengan tujuan dari filsafat itu sendiri, yakni
untuk mencari kebenaran yang hakiki. Dengan kata lain, mengetahui segala sesuatu
yang ada sebagaimana adanya (problem ontologis). Kemudian, timbul pertanyaan
setelah mencari “Apa itu kebenaran?” yaitu “Bagaimana kita bisa mendapatkan
pengetahuan yang hakiki itu atau sesuatu yang ada sebagaimana adanya
(kebenaran)? Persoalan ini merupakan problem epistemologis. Selanjutnya, setelah
kita mengetahui kebenaran dan cara untuk mendapatkannya, muncul pertanyaan
untuk apa pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pemikiran selanjutnya berkaitan
dengan pengaplikasian ilmu yang telah didapatkan pada tataran praktis. Ini disebut
dengan problem aksiologis, artinya apakah ilmu pengetahuan yang didapat itu bisa
diterapkan untuk kemaslahatan umat atau justru sebaliknya, terutama kaitannya
dengan moralitas. Singkatnya, wilayah ontologi bertanya tentang “apa” wilayah
epistemologi bertanya tentang “bagaimana” sedangkan, wilayah aksiologi bertanya
tentang “untuk apa”.

Filsafat ilmu merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang secara


spesifik mengkaji hakikat ilmu. Ilmu merupakan cabang dari ilmu
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu dalam
telaahannya ingin menjawab beberapa pertanyaan; objek apa yang diteliti,
bagaimana wujudnya; atau seperti apa prosesnya.

4
Filsafat ilmu dalam sebuah penelitian analisis teks digunakan untuk
mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang apa yang sudah
dikerjakan, dan bagaimana proses mengerjakannya, bagaimana kaitannya
dengan pola pikir dan kebermanfaatannya bagi manusia yang
diformulasikan dalam aspek epistemologis, ontologis, dan aksiologisnya. Hal
ini menjadi sangat fundamental, sebab inilah pondasi utama ketika kita
melakukan kajian atau analisis suatu objek penelitian. Dikutip dari Ningsih
(2012), ia menjelaskan ketiga aspek tersebut secara lugas dan jelas,
sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

1) Aspek Epistemologis
Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang
pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari
pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut. Objek epistemologis
adalah pengetahuan sedangkan objek formalnya adalah hakikat
pengetahuan.
Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti
perkembangan zaman. Semakin banyak ilmu yang kita pahami, semakin
banyak khasanah kita. Dan pengetahuan inilah yang menjadi batasan-
batasan kita dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini yang mengakibatkan ilmu
zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya, ditinjau dari segi ilmu
teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda
jauh. Maka ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang
dan semakin bertambah.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi,
silogisme, premis mayor, dan premis minor.
 Analogi; analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk
yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.

5
 Silogisme; silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara
deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang
disediakan sekaligus.
 Premis Mayor; premis mayor bersifat umum yang berisi tentang
pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
 Premis Minor; premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah
struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
Contohnya, premis mayor: Semua orang akhirnya akan mati. Premis
minor: Hasan adalah orang.

2) Aspek Ontologis
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang
ada. Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang
telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek Ontologi
diperlukan landasan-landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam
sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya kita sebut dengan Metateori.
Selain Metateori juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi
ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan mengatasi suatu permasalahan.
Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungsi untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: Determinisme (suatu
paham pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik (paham ini
tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah
kejadian terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai
paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham
pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk
menanggapi sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri
untuk menyikapinya. Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan
berasumsi yang salah, maka kita akan memperoleh kesimpulan yang
berantakan.

6
3) Aspek Aksiologis
Aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa
ilmu itu digunakan. Menurut Bramel, dalam aspek aksiologi ini ada Moral
conduct, estetic expresion, dan sosioprolitical. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi
suatu masalah sosial golongan ilmu. Namun, salah satu tanggungjawab
seorang ilmuwan adalah dengan melakukan sosialisasi tentang
menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan
tersebut. Dan moral adalah hal yang paling susah dipahami ketika sudah
mulai banyak orang yang meminta permintaan, moral adalah sebuah
tuntutan.
Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge). Ilmu memang
berperan tetapi bukan dalam segala hal. Sesuatu dapat dikatakan ilmu

apabila objektif, metidis, sistematis, dan universal. Dan knowledge adalah


keahlian maupun keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun
pemahanan dari suatu objek. Ilmu merupakan kumpulan hasil observasi
yang terdiri dari perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan model
yang berfungsi menjelaskan data-data.

7
BAB II
JENIS-JENIS METODE ANALISIS TEKS DAN BAHASA

1. Analisis Isi
Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-
inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memerhatikan
konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi
komunikasi (Bungin, 2012: 163).
Dalam penelitian kualitatif, analisis isi ditekankan pada bagaimana
peneliti melihat konteks isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana
peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan
isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi. Menggunakan metode
analisis isi harus mengamati fenomena komunikasi, dengan merumuskan
dengan tepat apa yang diteliti dan semua tindakan harus didasarkan pada
tujuan tersebut.
Langkah selanjutnya adalah memilih unit analisis yang akan dikaji,
memilih objek penelitian yang menjadi sasaran analisis. Apabila objek
penelitian berhubungan dengan data-data verbal maka perlu disebutkan
tempat, tanggal dan alat komunikasi yang bersangkutan. Namun, kalau objek
penelitian berhubungan dengan pesan-pesan satu dalam suatu media, perlu
dilakukan identifikasi terhadap pesan dan media yang mengantarkan pesan
itu.
Ada beberapa bentuk klasifikasi dalam analisis isi (Krippendorff,
1991:34-37):
1) Analisis Isi Pragmatis; Di mana klasifikasi dilakukan terhadap tanda
menurut sebab akibatnya yang mungkin. Misalnya, berapa kali suatu
kata tertentu diucapkan yang dapat mengakibatkan munculnya sikap
suka tehadap suatu produk.
2) Analisis Isi Semantik; Dilakukan untuk mengklasifikasikan tanda
menurut maknanya. Terbagi dalam tiga jenis yaitu:

8
a. Analisis penunjukan; Menggambarkan frekuensi seberapa sering
objek tertentu dirujuk.
b. Analisis Penyifatan; Menggambarkan frekuensi seberapa sering
karakterisasi tertentu dirujuk.
c. Analisis pernyataan; Menggambarkan frekuensi seberapa sering
objek tertentu dikarakteristikkan secara khusus.
3) Analisis Sarana Tanda; Dilakukan untuk mengklasifikasikan isi pesan
melalui sifat psikofisik dari tanda, misalnya berapa kali kata cantik
muncul, kata seks muncul.

Secara teknik Analisis isi mencakup upaya-upaya: klasifikasi


lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria
dalam klasifikasi dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat
prediksi.

2. Analisis Bingkai (Framing Analysis)


Teknik analisis bingkai adalah suatu teknik analisis data dengan
melihat dan menemukan frame atau media package yaitu suatu perspektif
untuk melihat sebuah perspektif yang digunakan untuk melakukan
pengamatan, analisis dan interpretasi terhadap sebuah realitas sosial di
masyarakat (Bungin, 2012: 167). Menurut Entman (dalam Sobur, 2004: 172),
bahwa analisis bingkai pada pemberitaan memiliki empat cara, yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah,
2. Mengidentifikasi penyebab masalah,
3. Melakukan evaluasi moral,
4. Melakukan saran penanggulangan masalah.

Beberapa model yang dikenal dalam analisis bingkai seperti:


1. Model Pan dan Kosicki
2. Model Gamson dan Modigliani

9
Tabel 1. Kerangka Analisis Bingkai Model Pan dan Kosicki (Sobur, 2004: 176)

STRUKTUR PERANGKAT UNIT YANG DIAMATI


FRAMING
SINTAKSIS 1. Skema berita Headline, lead, latar
Cara wartawan informasi, kutipan,
menyusun kata sumber, pernyataan,
penutup
SKRIP 2. Kelengkapan berita 5W + 1 H
Cara wartawan
mengisahkan kata
RETORIS 3. Detail Paragraf, proposisi
Cara wartawan 4. Maksud kalimat,
menekankan kata hubungan
5. Nominalisasi
antarkalimat
6. Koherensi
7. Bentuk kalimat
8. Kata ganti
9. Leksikon Kata, idiom,
10. Grafis gambar/foto, grafik
11. Metafora
12. Pengandaian

1
Gambar 1. Analisis Bingkai Model Gamson dan Modigliani (Sobur, 2004: 177)

MEDIA PACKAGE

CORE FRAME

CONDENSING SYMBOLS
FRAMING DEVICES REASONING
DEVICES
1. Metaphors 1. Roots
2. Exemplar 2. Appeal to
3. Catch phrases principles
4. Depiction
5. Visual images

Analisis Bingkai dengan model lain yang dikembangkan oleh William


A. Gamson dan Andre Modigliani dapat dilihat pada Gambar 1 di atas. Dedy
N. Hidayat, membuat model atau kerangka analisis framing lain yang
diadopsi dari kerangka analisis yang digunakan Gamson dan Modigliani.
Media package terdiri dari Struktur framing devices yang mencakup
metaphors, exemplars, catchphrases, depictions, visual images, menekankan aspek
bagaimana melihat suatu isu dan euphemism. Struktur reasoning devices
menekankan aspek pembenaran terhadap cara “melihat” isu, yakni roots
(analisis kausal) dan appeals to principle (klaim moral). Secara literal,
metaphors dipahami sebagai cara memindahkan makna dengan merelasikan
dua fakta melalui analogi atau memakai kiasan. Catch phrases, istilah,

1
bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang merujuk pemikiran
tertentu seperti jargon atau slogan. Exemplars mengemas fakta tertentu secara
mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih untuk dijadikan
rujukan. Depictions, penggambaran fakta dengan memakai kata,istilah,
kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu. Visual images,
pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun dan sejenisnya untuk
mengekspresikan kesan, misalnya perhatian dan penolakan, dibesarkan-
dikecilkan, serta pemakaian warna.

3. Analisis Semiotik
Semiotik sebagai suatu model memahami dunia sebagai sistem
hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan ”tanda”. Dengan
demikian, semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.
Umberto Eco menyebut tanda sebagai “kebohongan” (Sobur, 1999: 171),
dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan
merupakan tanda itu sendiri.
Fokus utama semiotika adalah tanda. Studi tentang tanda dan cara
tanda-tanda itu bekerja dinamakan semiotika. Fiske mengatakan (dalam
Bungin, 2012: 175) bahwa semiotika mempunyai tiga bidang studi utama,
yaitu:
a. Tanda itu sendiri,
b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda,
c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja.

Tanda dan makna memiliki konsep dasar dari semua model makna
dan di mana secara luas memiliki kemiripan. Dalam pada itu, masing-masing
di antaranya memerhatikan tiga unsur yang selalu ada dalam setiap kajian
tentang makna. Ketiga unsur itu adalah; 1) Tanda, 2) Acuan tanda, dan 3)
Pengguna tanda.

1
Ada dua belas macam semiotik yang dikenal yaitu (Sobur, 2004: 100):
1) Semiotik analitis; Menganalisis sistem tanda.
2) Semiotik deskriptif; Memerhatikan sistem tanda yang dapat kita alami
sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang
disaksikan sekarang.
3) Semiotik fauna; Memerhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh
hewan
4) Semiotik kultural; Menelaah sistem tanda yang berlaku dalam
kebudayaan masyarakat tertentu.
5) Semiotik naratif; Menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud
mitos dan cerita lisan.
6) Semiotik natural; Menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7) Semiotik normatif; Menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia
yang berwujud norma-norma.
8) Semiotik sosial; Menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia
yang berwujud lambang.
9) Semiotik struktural; Menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan
melalui struktur bahasa.
10)Semiotik konotasi; Menelaah sistem tanda dengan tidak berpegang
pada makna primer, tetapi mendapatkannya melalui makna konotasi.
11)Semiotik ekspansionis; Menggunakan konsep yang terdapat dalam
linguistik ditambah dengan konsep yang berlaku dalam psikoanalisis
dan sosiologi dan aliran.
12)Semiotik behavioris; Memanfaatkan pandangan yang berlaku dalam
psikologi, membahas bahasa sebagai siklus stimuli, respons yang jika
ditelaah dari segi semiotik adalah persoalan sistem tanda yang
berproses pada pengirim dan penerima.

Ada beberapa langkah-langkah Analisis Semiotika yang sebutkan


Christomy dalam Sobur (2012: 154), yaitu:

1
a. Mencari topik yang menarik perhatian,
b. Buat pertanyaan penelitian yang menarik,
c. Tentukan alasan dari penelitian,
d. Rumuskan penelitian dengan mempertimbangkan tiga langkah
sebelumnya,
e. Tentukan metode pengolahan data,
f. Klasifikasi data:
 Identifikasi teks
 Berikan alasa mengapa teks tersebut dipilih dan perlu
diidentifikasi
 Tentukan pola semiotik yang umum
 Tentukan kekhasan wacananya
g. Analisis data berdasarkan:
 Ideologi, interpretan kelompok, frame work budaya
 Pragmatis, aspek sosial, komunikatif
 Lapis makna, intekstualitas, kaitan dengan tanda lain, hukum yang
mengaturnya
 Kamus vs Ensiklopedi
h. Kesimpulan.

Dalam konteks semiotik komunikasi, penggunaan proses komunikasi


menjadi konteks dominan dalam analisisnya. Dengan demikian, apabila
orang melihat atau mendengar sebuah iklan, maka dia berada dalam proses

komunikasi sebagai berikut (Bovee, Courtland dan Thill dalam Bungin, 2012:
180).

1
Gambar 2. Proses Komunikasi

Feedback

Jika mereka membeli produk ini, maka mereka bekerja lebih baik
Jika saya beli produk ini, maka saya akan bekerja lebih p

pesan
Beli produk ini kamu akan bekerja lebih produktif

4. Analisis Konstruksi Sosial Media Massa


Teori dan pendekatan kontruksi sosial atas realitas terjadi secara
simultan melalui tiga proses sosial, yaitu ekternalisasi, objektivasi dan
internalisasi. Tiga proses ini terjadi diantara individu satu dengan individu

lainnya dalam masyarakat (Berger dan Luckmann dalam Bungin, 2012: 183).
Dari konten kontruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi
sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a. Tahap menyiapkan materi konstruksi
Ini merupakan tugas redaksi media massa. Ada beberapa hal penting
dalam penyiapan materi konstruksi sosial media massa yaitu:
1) Keberpihakan media massa kepada kapitalisme
2) Keberpihakan semu kepada masyarakat
3) Keberpihakan kepada kepentingan umum.

1
b. Tahap Sebaran konstruksi
Dilakukan melalui strategi media massa, konsep konkret strategi.
Sebaran media massa masing-masing media berbeda, namun prinsip

utamanya adalah real-time. Real time media elektronik seketika disiarkan,


seketika itu juga pemberitaan sampai ke pemirsa. Bagi media cetak, real time
terdiri dari konsep hari, minggu atau bulan. Sebaran kontruksi juga dapat
menggunakan varian media lain seperti; media luar ruang, media langsung,
dan media lainnya. Prinsip dasar dari sebaran kontruksi sosial media massa
adalah: Semua informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca
secepatnya berdasarkan pada agenda media.
c. Tahap Pembentukan Konstruksi
1) Pembentukan Konstruksi Realitas
Tahap ini terdiri dari tahap yang berlangsung secara generik, yaitu:
 Konstruksi realitas pembenaran; Masyarakat cenderung
membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai sebuah
realitas kebenaran.
 Kesediaan dikonstruksi oleh media massa; Sikap generik dari tahap
pertama di mana pilihan seseorang untuk menjadi pembaca dan
pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia
pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh media massa.
 Sebagai pilihan konsumtif; Dimana seseorang secara habit tergantung
pada media massa yang dijadikan kebiasaan hidup yang tak bisa
dilepaskan (ketergantungan).

2) Pembentukan Konstruksi Citra


Pembentukan konstruksi citra adalah bangunan yang diinginkan oleh
tahap konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh
media massa ini terbentuk dalam dua model:
 Model good news; Cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan
sebagai pemberitaan yang baik.

1
 Model bad news; Cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan
sebagai pemberitaan citra yang buruk pada objek pemberitaan.
d. Tahap Konfirmasi
Tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa
memberikan argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk
terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Alasan yang sering digunakan
dalam konfirmasi ini seperti:
 Kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu berubah dan
menjadi bagian dari produksi media massa.
 Kedekatan dengan media massa adalah lifestyle orang modern,
menyukai popularitas.
 Kehadiran media massa merupakan sumber pengetahuan tanpa
batas yang sewaktu-waktu dapat diakses.

5. Metode Hermeneutik
Metode ini berkaitan dengan bahasa atau semua aspek kebahasaan
dalam kehidupan manusia. Secara etimologis kata hermeneutic berasal dari
bahasa Yunani hermeneuein yang berarti menafsirkan. Maka kata hermeneia
secara harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi
(Sumaryono dalam Bungin, 2012: 189).
Sejak awal kemunculannya, metode ini menunjuk pada ilmu
interpretasi, khususnya prinsip-prinsip eksegeis tekstual, tetapi bidang
hermeneutika telah ditafsirkan sebagai:
 Teori eksegesis Bibel
 Metodologi filologi secara umum
 Ilmu pemahaman linguistik
 Fondasi metodologisgeisteswessenshaften
 Fenomenologi eksistensi dan pemahaman eksistensial

1
 Sistem interpretasi, baik rekolektif maupun iconoclastic yang
digunakan manusia untuk meraih makna dibalik mitos dan simbol
(Richard E dalam Bungin, 2012: 190).

Cara kerja sederhana dari hermeneutika adalah bahwa metode ini


melakukan penafsiran terhadap bahasa melalui penafsiran gramatikal dan
psikologis. Gramatikal adalah cara bagaimana orang membahasakan suatu
bahasa di mana ia melakukan pembahasan dan bagaimana ia berbahasa.
Sedangkan penafsiran psikologis adalah apa yang dapat ditangkap dari
makna yang terkandung dalam setiap pembahasan itu.

6. Analisis Wacana dan Penafsiran Teks


Analisis wacana merupakan salah satu cara mempelajari makna
pesan sebagai alternatif lain akibat keterbatasan dari analisis isi. Secara
teoritis memiliki prinsip yang hampir sama dengan beberapa pendekatan
metodologis, seperti analasis struktural, pendekatan dekonstruksionisme,
interaksi simbolis dan hermeneutika, yang semuanya lebih menekankan
pada pengungkapan makna yang tersembunyi.
Sebenarnya, teori wacana dalam tradisi filsafat sudah sangat tua.
Aristoteles pernah membahasnya secara teliti dalam karyanya

Interpretatione. Teori wacana menjadi aktual lagi dalam diskusi filsafat


kontemporer dengan munculnnya strukturalisme yang berpendapat bahwa
arti bahasa tidak tergantung dari maksud pembicara atau pendengar
ataupun dari referensinya pada kenyataan tertentu, arti tergantung pada
struktur bahasa
itu sendiri. Yang dimaksud struktur disini ialah jaringan hubungan intern
elemen-elemen terkecil bahasa yang membentuk suatu kesatuan otonom

yang tertutup (Kleden dalam sobur, 2002:47).


Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi apa yang dinamakan
wacana, tidak perlu hanya yang tertulis seperti diterangkan dalam kamus
Websters, sebuah pidato pun adalah wacana juga. Jadi kita mengenal wacana

1
lisan dan wacana tulis. Wacana mencakup tidak hanya percakapan atau
obrolan, tetapi juga pembicaraan di tempat umum, tulisan, serta upaya-
upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon (Tarigan
dalam Sobur, 2002:10).
Untuk dapat mengungkapkan makna, perlu dibedakan beberapa
pengertian antara: 1) Terjemah, 2) Tafsir, 3) Ekstrapolasi, dan 4)
Pemaknaan. Menurut Muhadjir (dalam Bungin, 2012: 201), terjemah
merupakan upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan
media yang berbeda; media tersebut mungkin berupa bahasa yang satu ke
bahasa yang
lain, dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran tetap berpegang
pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteksnya agar dapat
dikemukakan konsep atau gagasan lebih jelas. Ekstrapolasi lebih
menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal
dibalik yang tersajikan. Sedangkan memberikan makna merupakan upaya
lebih jauh dari penafsiran, dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi.
Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia.

7. Analisis Wacana Kritis


Karakter utama analisis wacana kritis adalah sebagaimana Eryanto
(dalam Bungin, 2012:206) mengutip Teun A. Van Dijk, Fairclough dan
Wodak, adalah sebagai berikut:
1) Tindakan
Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan, dipadankan sebagai
bentuk interaksi, wacana bukan berada dalam ruang tertutup dan internal.
Wacana adalah sebuah tujuan untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk,
menyangga. Wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan di luar
kesadaran.
2) Konteks
Wacana dipandang sebagai sesuatu yang diproduksi, dimengerti dan
dianalisis pada suatu konteks tertentu. Dalam konteks komunikasi, wacana

1
harus juga mempertimbagkan siapa yang mengkomunikasikan sesuatu
dengan siapa dan mengapa komunikasi itu dilakukan; dalam jenis khalayak
apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe komunikasi dan
hubungan untuk setiap pihak.
3) Historis
Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana
diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa
menyertakan konteks yang menyertainya. Dengan menempatkan wacana itu
dalam konteks historis tertentu.
4) Kekuasaan
Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau
apapun yang dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan netral
tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Setiap kekuasaan laki-laki
dalam wacana mengenai seksisme, kekuasaan kulit putih terhadap kulit
hitam dalam wacana rasialisme.
5) Ideologi
Eryanto mengatakan (dalam Bungin, 2012: 208), bahwa teori-teori
klasik tentang ideology mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh
kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan
melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strateginya adalah dengan
membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara

taken for granted. Wacana dalam pendekatan ini dipandang sebagai medium
melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan
mongkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi
menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Ideologi
membuat anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang
sama, dapat menghubungkan masalah mereka dan memberikan kontribusi
dalam membentuk solidaritas dan kohesi di dalam kelompok.

2
Untuk mengetahui makna yang tersembunyi dalam lambang-lambang
dapat digunakan metode analisis wacana. Adapun salah satu analisis wacana
yang dapat digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Teun A van
Dijk yang dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu: 1) Struktur makro; Merupakan
makna global dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topic dari
suatu teks; 2) Superstruktur; Adalah kerangka suatu teks, bagaimana
struktur
dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh; 3) Struktur mikro;
Adalah makna yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat,
proposisi, anak kalimat, para frase yang dipakai dan lain-lain.

Tabel 2. Struktur Wacana Van Dijk


STRUKTUR WACANA HAL YANG DIAMATI UNIT
ANALISIS
Struktur makro TEMATIK Teks
(Apa yang dikatakan)
Elemen: Topik/Tema
Superstruktur SKEMATIS Teks
(Bagaimana pendapat disusun dan
dirangkai) Elemen: Skema
Struktur Mikro SEMANTIK Paragraf
(Apa arti pendapat yang ingin disampaikan?)
Elemen: Latar, detail, ilustrasi, maksud,
pengandaian, penalaran
Struktur Mikro SINTAKSIS Kalimat
(Bagaimana pendapat disampaikan?) proposisi
Elemen: Koherensi, nominaliasi, abstraksi,
bentuk kalimat, kata ganti
Struktur Mikro LEKSIKON Kata
(Pilihan kata apa yang dipakai?)
Elemen: Kata kunci, pemilihan
kata
Struktur Mikro RETORIS Kalimat
(Dengan cara apa pendapat disampaikan?) proposisi
Elemen: Gaya, interaksi, ekspresi, metafora,
visual image

2
BAB III
FILSAFAT KOMUNIKASI
DALAM METODE PENELITIAN KUALITATIF
ANALISIS TEKS

1. Analisis Isi (Content Analysis)


Menurut Barelson dalam Eriyanto (2011:15), Analisis isi adalah suatu
teknik penelitian yang dilakukan secara objektif, sistematis, dan deskripsi
kuantitatif dari isi komunikasi yang tampak (manifest). Sedangkan menurut
Weber, analisis isi adalah sebuah metode penelitian dengan menggunakan
seperangkat prosedur untuk membuat inferensi yang valid dari teks.
Dilihat dari Ontologi maka analisis isi meneliti tentang simbol-simbol
komunikasi dalam hal ini dapat berupa teks. Analisis isi hanya melihat isi
tampak (manifest) Ada beberapa tujuan analisis isi (Bulaeng, 2004:171):
a. Menggambarkan isi komunikasi
b. Menguji hipotesis karakteristik-karakteristik suatu pesan
c. Membandingkan isi media dengan “dunia nyata”
d. Melalui image suatu kelompok tertentu dan masyarakat
e. Menciptakan titik awal terhadap studi efek media.

Dilihat dari Epistemologisnya analisis isi mengupas suatu teks dengan


objektif dimana penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari
suatu isi apa adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Penelitian
menghilangkan bias, keberpihakan, atau kecendrungan tertentu dari
peneliti. Hasil dari analisis isi adalah benar-benar mencerminkan isi dari
suatu teks dan bukan akibat dari subjektifitas (keinginan, bias, atau
kecendrungan tertentu) dari peneliti. Untuk mendapatkan hasil yang objektif
ada dua aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu validitas dan
reliabilitas.

2
Validitas berkaitan dengan apakah analisis isi mengukur apa yang
benar-benar ingin diukur. Sementara reliabilitas berkaitan dengan apakah
analisis isi akan menghasilkan temuan yang sama biarpun dilakukan oleh
orang yang berbeda dan waktu yang berbeda. Misalnya, penelitian mengenai
pilkada di Sumut. Peneliti yang berbeda (satu orang Indonesia dan satu
orang luar) yang meneliti bahan yang sama seharusnya juga menghasilkan
temuan yang sama. Kedua peneliti pastilah mempunyai latar belakang dan
keberpihakan yang berbeda. Biarpun latar belakang berbeda, temuan dari
analisis isi haruslah sama. Hal ini karena analis isi didasarkan pada
penelitian yang objektif dan menghilangkan bias atau kecendrungan
subjektivitas dari peneliti.
Dari segi Aksiologis dapat dilihat bahwa dalam proses analisis secara
moral peneliti akan berusaha untuk keluar dari subjektifitasnya demi
mendapatkan hasil yang objektif. Peneliti berusaha untuk tidak
menempatkan interpretasinya dalam melakukan penelitian ini. Dalam
penelitian ini secara keilmuan teori dianggap bebas dari nilai.
Tahap tahap dalam melakukan analisis isi (Bulaeng, 2004: 172) sebagai
berikut:
1) Merumuskan pertanyaan penelitian atau hipotesis
2) Mendefenisikan populasi yang diteliti
3) Memilih sampel yang sesuai dari populasi
4) Memilih dan menetukan unit analisis
5) Menyusun kategori-kategori isi yang dianalisis
6) Membuat sistem hitungan
7) Melatih para pengkode dan melakukan studi percobaan
8) Mengkode isi menurut defdenisi yang telah ditentukan
9) Menganalsis data yang sudah dikumpulkan
10)Menarik kesimpulan-kesimpulan dan mencari indikasi.

2
2. Hermeneutika
Hermeneutika mengajukan metode pemahaman (verstehen) terhadap
dunia kehidupan. Hermeneutika menegaskan bahwa fenomena khas
manusia adalah bahasa, dan karena itu memahami manusia dapat dimulai
dari bahasa. Kenapa bahasa? Karena bahasa merupakan objektivasi dari
kesadaran manusia akan kenyataan. Melalui bahasa juga manusia memberi
makna. Pandangan filsafat hermeneutika pada aslinya berkisar pada
interpretasi Bibel dan teks sakral yang lain, tetapi sejak akhir abad 19 dan
permulaan abad 20, hermeneutika telah berevolusi dan menjadi
berkembang sebagai metode untuk memahami beragam bahan teks.
Secara ontologi inti dari tradisi hermeneutika adalah konsep dalam
sebuah teks. Gadamer, salah satu tokoh hermeneutika, memperluas aplikasi
hermeneutika itu sendiri ke dalam setiap perilaku manusia, produk, maupun
ekspresi yang dapat diciptakan lainya sebuah teks. Analisis hermeneutik
melibatkan sebuah pertimbangan tentang teks dalam terang pengetahuan
teoritis para periset/ peneliti dan informasi tentang gaya teks, sumber teks,
dan situasi dimana teks itu diproduksi.
Dari tujuan penelitiannya analisis hermeneutik dapat dilihat sebagai
sebuah oposisi dari penjelasan, prediksi dan kontrol sebagai sebuah tujuan
dari analisis sosial. Hermeuneutik menekankan konsep sentral teks dan
berusaha meyakinkan bahwa pelbagai perilaku dan objek-objek yang
terbentuk dalam kehidupan sosial dapat dimaknai sebagai sebuah teks.
Dalam artian teks yang dianalisis dalam studi komunikasi dapat berupa
pidato, acara televisi, pertemuan bisnis, percakapan intim, perilaku
nonverbal atau arsitektur dan dekorasi. Secara epistemologis kemudian
pengembangan siklus hermeneutika sampai pada tahap pemahaman yang
pada intinya merupakan pertukaran kerangka rujukan antara pengamat dan
objek yang diamati (Miller, 2002:49). Dengan demikian secara epistemologis
teks dan perilaku sosial diinterpretasikan dengan menggunakan lensa
pengalaman dan teoritis yang dibangun melalui latar belakang pribadi dan

2
profesi peneliti tersebut. Nilai-nilai (aksiologi) yang ada dalam diri si peneliti
menjadi lensa pengalaman yang dipakai dalam analisis hermeuneutika.

3. Analisis Framing
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk
membedah cara-cara atau ideologi media saat merekonstruksi fakta. Analisis
ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam
berita agar lebih bermakna. Lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat,
untuk menggiring intepretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata
lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif
atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan
menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan
fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta

hendak dibawa kemana berita tersebut (Nugroho dalam Sobur, 2002:162).


Karenanya berita menjadi sesuatu yang legitimate, objektif, wajar, atau tak
terelakkan. Analisis framing cenderung ke paradigma konstruktivis.
Dengan pemahaman seperti itu, realitas berwajah ganda/plural.
Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu
realitas. Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Sebagai hasil
dari konstruksi sosial maka realitas dapat merupakan realitas subyektif dan
realitas objektif. Realitas subyektif, menyangkut makna, interpretasi, dan
hasil relasi antar individu dengan objek. Sedangkan realitas objektif,
merupakan sesuatu yang dialami, bersifat eksternal.
Framing menurut Entman (dalam Sobur, 2002:164), memiliki implikasi
penting dalam komunikasi politik. Frames menurutnya menuntut aspek dari
realitas dengan mengabaikan elemen-elemen yang memungkinkan khalayak
memiliki reaksi yang berbeda. Berita dalam pandangan konstruksi sosial,
bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Ia adalah produk
interaksi antara wartawan dengan fakta.

2
Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana
media, wartawan, dan berita dilihat, yaitu pada tabel berikut:

Tabel 3. Penilaian Media terhadap Paradigma

Penilaian Paradigma Konstruksionis Paradigma Positivis


Fakta/peristiwa adalah hasil Fakta merupakan konstruksi atas Ada fakta yang “riil” yang
konstruksi. realitas. Kebenaran suatu fakta diatur oleh kaidah-kaidah
bersifat relatif, berlaku sesuai tertentu yang berlaku
konteks tertentu. universal.
Media adalah agen konstruksi. Media sebagai agen konstruksi Media sebagai saluran pesan.
pesan.
Berita bukan refleksi dari Berita tidak mungkin merupakan Berita adalah cermin dan
realitas. Ia hanyalah konstruksi cermin dan refleksi dari realitas. refleksi dari kenyataan.
dari realitas. Karena berita yang terbentuk Karena itu, berita haruslah
nerupakan konstruksi atas realitas. sama dan sebangun dengan
fakta yang
hendak diliput.
Berita bersifat Berita bersifat subyektif, opini tidak Berita bersifat oyektif,
subyektif/konstruksi atas dapat dihilangkan karena ketika menyingkirkan opini dan
realitas. meliput, wartawan melihat dengan pandangan subyektif dari
perspektif dan pertimbangan pembuat berita.
subyektif.
Wartawan bukan pelapor. Ia Wartawan sebagai partisipan yang Wartawan sebagai pelapor.
agen konstruksi realitas. menjembatani keragaman
subyektifitas pelaku sosial.
Etika, pilihan moral, dan Nilai, etika, atau keberpihakan Nilai, etika, opini, dan pilihan
keberpihakan wartawan adalah wartawan tidak dapat dipisahkan moral berada diluar proses
bagian yang integral dalam dari proses peliputan dan peliputan berita.
produksi berita. pelaporan
suatu peristiwa.
Etika, dan pilihan moral peneliti, Nilai, etika, dan pilihan moral Nilai, etika, dan pilihan moral
menjadi bagian yang integral bagian tak terpisahkan dari harus berada di luar
dalam penelitian. suatu penelitian. proses penelitian.
Khalayak mempunyai penafsiran Khalayak mempunyai penafsiran Berita diterima sama dengan
tersendiri atas berita. sendiri yang bisa jadi berbeda dari apa yang dimaksudkan oleh
pembuat berita. pembuat berita.

2
4. Analisis Semiotik
Komunikasi adalah negosiasi dan pertukaran makna dalam mana
pesan dibangun oleh masyarakat berdasarkan budaya dan realitas, yang
mampu berinteraksi karena menggunakan makna yang mereka bangun dan
mereka pahami bersama untuk menumbuhkan saling pengertian (Sulivan

dalam Purwasito, 2003 :240).


Preminger (dalam Sobur, 2002: 96), Memberi batasan, semiotika
adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena
sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu
mempelajari sistem-sistem, aturan, atura, konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial
memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang
disebut dengan tanda. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat
tentang keberadaan suatu tanda. Umberto Eco menyebut tanda tersebut

sebagai “kebohongan” (Gottdiener dalam Sobur, 2002:87). Menurut Sausure,


persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikonstruksikan oleh kata-kata
dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini dianggap
sebagai pendapat yang cukup mengejutkan dan dianggap revolusioner,
karena hal itu berarti tanda
Roland Barthes dalam Purwasito (2003:239) memberikan penjelasan
bagaimana menganalisis tanda-tanda komunikasi yang disebut semiologi
komunikasi, yaitu mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim
dan penerimanya. Dengan begitu, seorang peneliti menganalisis setiap teks
berdasarkan konteksnya, referensinya dan dapat menggunakan penjelasan
sintaksis (ketatabahasaan) dan analisis semantik (makna tanda-tanda) bahkan

historical event dan objects termasuk teks tertulis. Oleh karena semilogi,
analisis teks, demikian Roland Bartes , berarti menganalisis tentang segala hal
yang berhubungan dengan sistem simbolik dan semantik dari peradaban
manusia seluruhnya. Lebih jelasnya lagi, dari pendapat Charles Morris,

2
bahwa bahasa apapun dan bahasa politik bukan kekecualian, terdiri atas
saling pengaruh dan kaya akan lambang-lambang signifikan, baik yang
diskursif maupun yang nondiskursif. Pesan-pesan yang dihasilkan dari hasil
pengaruh itu banyak bentuknya dan berbagai makna, struktur, dan akibat.
Studi tenatang keragaman itu merupakan satu segi dari ilmu semiotik, yaitu

teori umum tentang tanda dan bahasa (Morris dalam Dan Nimmo, 2000:93).

5. Analisis Wacana Kritis


Komunikasi dapat terjadi dengan menggunakan isyarat tunggal
maupun gabungan. Biasanya dalam berkomunikasi melibatkan lebih banyak
lagi daripada sekedar ucapan-ucapan dan aksi aksi.kebanyakan dalam
komunikasi, dari yang biasa samapai yang terperinci, terdiri dari aksi-aksi
kompleks yang membentuk pesan-pesan atau wacana. Adapun studi tentang
struktur pesan disebut analisis wacana (Littlejohn, 2002:76).
Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi apa yang diutamakan
wacana tidak perlu hanya sesuatu yang tertulis, sebuah pidato pun adalah
wacana juga. Wacana mencakup tidak hanya percakapan atau obrolan, tetapi
juga pembicaraan di tempat umum, tulisan, serta upaya-upaya fomal seperti

laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon (Tarigan dalam Sobur, 2002:10).
Dalam pengertian yang sederhana, wacana berarti cara objek atau ide
diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan
pemahaman tertentu yang tersebar luas (Lull dalam Sobur, 2002:11).
Wacana selalu mengandaikan pembicara/ penulis, apa yang dibicarakan, dan
pendengar/pembaca. Bahasa merupakan mediasi dalam proses ini. Wacana
itu sendiri mencakup empat tujuan penggunaan bahasa, yaitu; 1) Ekspresi
diri; 2) Eksposisi; 3) Sastra; 4) Persuasi (Tarigan dalam Sobur, 2002:11).
Menurut Mills (dalam Sobur, 2002 :11) dengan mengacu pendapat
Foucoult, membedakan pengertian wacana menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

2
a. Level konseptual teoritis; Wacana diartikan sebagai domain umum dari
semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai
makna dan efek dalam dunia nyata
b. Konteks penggunaannya; Wacana berarti sekumpulan pernyataan yang
dapat dikelompokkkan ke dalam kategori konseptual tertentu
c. Metode penjelasannya; Wacana merupakan suatu praktik yang diatur
untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.

Dalam analisis wacana tujuan dari penelitian adalah untuk mengkritik


dan transformasi hubungan sosial yang timpang. Realitas dianggap sebagai
kenyataan semu yang telah terbentuk oleh proses kekuatan sosial, politik,
dan ekonomi. Berita ataupun teks adalah hasil dari pertarungan wacana
antara berbagai kekuatan dalam masyarakat yang selalu melibatkan
pandangan dan ideologi wartawan dan media.
Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat
dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian
kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih,
kompleks dan inheren yang disebut wacana. Dalam upaya menganalisis unit
bahasa yang lebih besar dari kalimat tersebut, analisis wacana tidak terlepas
dari pemakain kaidah berbagai cabang ilmu bahasa, seperti halnya semantik,

sintaksis, morfologi, dan fonologi (Littlejohn dalam Sobur: 48). Lebih lanjut
menurut Littlejohn, ada beberapa unit analisis wacana secara bersama-sama
menggunakan seperangkat perhatian yaitu :
a. Seluruhnya mengenai cara-cara wacana disusun, prinsip yang
digunakan oleh komunikator untuk menghasilkan dan memahami
percakapan atau tipe-tipe pesan lainnya. Ahli analisis wacana melihat
pada pembicaraan nyata dan bentuk-bentuk nonverbal seperti
mendengar dan melihat, dan mereka melakukan studi makna dari
bentuk-bentuk yang teramati di dalam konteks. Beberapa teori
melihat bagaimana pesan tunggal terstruktur untuk membuat
pernyataan

2
koheren. Teori yang lainnya melihat pola bercakap-cakap di antara
orang-orang dalam suatu percakapan.
b. Wacana dipandang sebagai aksi, ia adalah cara melakukan segala hal,
biasanya dengan kata-kata. Ahli analisis wacana berasumsi bahwa
pengguna bahasa mengetahui bukan hanya aturan-atura tata bahasa
kalimat, namun juga aturan-aturan untuk menggunakan unit-unit
yang lebih besar dalam menyelesaikan tujuan-tujuan pragmatik
dalam situasi sosial.
c. Analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang
digunakan oleh komunikator aktual dari perspektif mereka, ia tidak
mempedulikan ciri/sifat psikologis tersembunyi dari fungsi otak,
namun terhadap problema percakapan sehari-hari yang kita kelola
dan kita pecahkan

Dari hasil pembahasan tentang erbagai macam jenis Analisis Teks


ternyata dapat diklasifikasikan lewat paradigma yang membangunnya. Tabel
berikut menyajikan pengklasifikasian analisis teks sesuai dengan paradigma
dan isu-isu filosofis yang ada didalamnya.

3
Paradigma Paradigma Positivistik Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivis Paradigma Kritis
Filsafat Analisis Isi Kuantitatif Hermeneutik (Teks) Analisis Framing Analisis Wacana Kritis
Interaksi Simbolik, Fenomenologi Analisis Semiotika
Tujuan Penelitian Eksplanasi, prediksi dan Mencari pemahaman bagaimana Rekonstruksi realitas sosial Kritik sosial, Transformasi,
kontrol kita membentuk dunia secara dialektis antara emansipasi dan
pemaknaan melalui interaksi dan peneliti dengan pelaku penguatan sosial
bagaimana kita berperilaku sosial yang diteliti.
terhadap dunia
yang kita bentuk itu
Ontologi Realitas naif : semesta nyata Realitas sosial yang hadir salam Realitas Subjektif dan Realisme Kritis : semesta
(Realitas/ sifatnya ) dan dapat diketahui apa beragam bentuk konstruksi Objektif luar bersifat nyata akan
adanya. Realitas diatur oleh mendatl, berdarakan situasi sosial semesta diketahui itu tetapi tidak pernah
hukum-hukum dan dan pengalamannya, bersifat lokal bersifat spesifik, lokal seluruhnya diketahui secara
mekanisme alamiah dan spesifik, kemudian bentuk dan yang dikonstruksi secara sempurna, ada banyak
formatnya bergantung pada orang sosial, politik, budaya, kemungkinan yang dapat
yang menjalaninya ekonomi, diketahui
etnik dan gender
Epistemologi Objektif Realism Bersifat transaksional dialogis. Subyektif; penafsiran bagian Bersifat transaksional,
(Bagaimana ilmu berkembang Ada realitas yang real yang Sebagai hasil investigasi dan tak terpisahkan dari dialogis, temuan ilmiah
dan Cara penelitian) diatur oleh kaidah-kaidah proses sosial. Temuan penelitian penelitian teks. Bahkan dimuati nilai dan
tertentu yang berlaku merupakan hasil interaksi antara dasar dari analisis teks. kepentingan
universal walaupun peneliti dengan yang diteliti.
kebenaran pengetahuan
tentang itu mungkin hanya
bisa diperoleh secara
probabilistik.

3
Aksiologi Peneliti berperan sebagai Peneliti menempatkan diri sebagai Peneliti sebagai passionate Peneliti menempatkan diri
(Nilai yang terkandung dan Posisi disinterested scientis dan pengamat yang mempraktekkan participant, fasilitator yang sebagai aktivis, advokat dan
Peneliti) netral nilai-nilai yang ada dalam dirinya. menjembatani keragaman transformative intellectual
Nilai, etika dan pilihan moral Nilai, etika dan pilihan moral subyektifitas pelaku sosial. Nilai, etika, pilihan moral
harus berada di luar analisis adalah lensa yang dipakai untuk Nilai, etika: makna adalah bahkan keberpihakan
teks menamati fenomena sosial hasil dari proses saling menjadi bagian yang tidak
mempengaruhi antara teks terpisahkan dari analisis.
dan pembaca. Makna bukan
ditransmisikan, tetapi
dinegosiasikan.

Metodologis Eksperimental manipulatif, Hermeneutik dan dialektis Reflektif/dialektik; Partisipatif mengutamakan


pembuktian atas hipotesis, sebagai hasil interaksi peneliti menekankan empati dan analisis komprehensif,
kuantitatif dengan objek penelitiannya interaksi dialektis antara kontekstual dan multilevel
peneliti—teks untuk analisis yang bisa dilakukan
merekonstruksi realitas melalui penempatan diri
yang diteliti melalui metode sebagai aktivis/ partisipan
kualitatif. dalam proses transformasi
sosial

Tabel 4. Perbedaan Metodologis dalam Analisis Teks Dilihat dari isu filosofisnya
Sumber : Diadaptasi dari Doni Gahral Adian, 2002:160

3
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2011. Filsafat Ilmu Komunikasi.


Rosda Karya. Bandung

Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Penerbit Andi.


Yogyakarta

Bungin, Burhan. 2012. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan


Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Kencana. Jakarta

Dan Nimmo. 2000. Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan, dan Media. Remaja
Rosdakarya. Bandung

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. LKIS.


Yogyakarta

Gahral Adian, Doni. 2002. Menyoal Objektifitas Ilmu Pengetahuan. Traju. Jakarta

Herdiansyah, Haris. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu


Sosial. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta

Krippendorff, Klaus. 1991. Analisis Isi; Pengantar Teori dan Metodologi.


Rajawali Press. Jakarta

Littlejohn, S.W. 1996. Theories of Human Communication (5th Edition).


Wadsworth Publishing Company. USA

Miller, Katherine. 2002. Communication Theories; Perspectives, Processes, and


Contexts. McGraw-Hill. New York

Ningsih, Rhesi E. 2012. “Filsafat; Aspek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi


Ilmu” (Makalah). Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri
Malang. Malang

Purwasito, Andrik.2003. Komunikasi Multikultural.UMS Press. Surakarta

Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Semiotika dan Framing. Remaja Rosdakarya. Bandung

Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung

3
Zamroni, Mohammad. 2009. Filsafat Komunikasi: Pengantar Ontologis,
Epistemologis, Aksiologis (Edisi Pertama). Graha Ilmu. Yogyakarta

Zilullah, Wa Ode Z. 2013. “Ontologi, Aksiologi, dan Epistemologi Sebagai


Landasan Penelaahan Ilmu” (Makalah). Islamic College for
Advantages Studies, Universitas Paramadina. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai