Anda di halaman 1dari 15

ONTOLOGI : HAKIKAT APA YANG DIKAJI

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU


DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Suyitno, M.Pd

Disusun Oleh:
Muhammad Wildan Alqovari (1501620057)
Septianto Dwi Pratama (1501620053)
Andhika Maulana Fasha (1501620050)
Radiyo Zanatti (1501617026)
Endrik (1501617062)

Program Studi S1 Pendidikan Teknik Elektro


Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat tuhan yang maha esa yang telah menciptakan
seluruh alam jagad raya dengan penuh keindahan, dan menciptakan manusia sebagai
makhluk ciptaannya yang sangat sempurna, dibandingkan dengan makhluk ciptaan
lainnya. Dengan diberikan akal pikiran, agar kita senantiasa dapat menjadi khalifah di
muka bumi ini.

Makalah yang berjudul “Ontologi : Hakikat Apa yang Dikaji” ini dibuat untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu.

Dalam proses penulisan makalah ini tidak selalu berjalan lancar, banyak
hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Terkadang rasa jenuh timbul dari dalam
diri penulis. Namun dengan adanya berbagai pihak yang memberikan dorongan,
makalah ini bisa diselesaikan tepat waktu.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................4
1.3. Tujuan.....................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................................6
2.1. Ontologi Hakikat Hal yang dikaji.........................................................................6
BAB III.................................................................................................................................13
PENUTUPAN.......................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................13
3.2 Saran.....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, yang bersal dari kata kerjayaitu
“phiosfienl” artinya kearifan atau mencintai kebijakan. Jadi artifilsafat secara hafiah
adalah cinta yang sangat mendalam terhadapatkearifan atau kebijakan. Filsafat dapat
diartikan sebagai suatu pendirianhidup (individu) dan dapat juga disebut pandangan
hidup (masyarakat).Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berfikir terhadap segala
sesuatuatau sekalian alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segala halyang
menyangkut keseluruhan yang bersifat universal, dengan demikian,filsafat sebagai
metode berfikir, maupun sebagai hasil berfikir, radikal,sistematis dan universal
tentang segala sesuatu yang ada danmemungkinkan ada.

Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-halyang


berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakanupaya pengkajian
dan pendalaman mengenai ilmu (IlmuPengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya,
pemerolehannya, ataupunmanfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut
tidak terlepasdari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam bidang
ontologi,epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan danpendalaman
yang dilakukan oleh para akhli.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, antaralain: Apa
Ontologi Hakikat Hal yang dikaji

1. Apa yang dimaksud dengan Ontologi ?


2. Apa definisi dengan Metafisika ?
3. Apa yang dimaksud dengan Asumsi ?
4. Apa yang dimaksud dengan Peluang ?

4
5. Apa yang dimaksud dengan Asumsi dalam Penelitian ?
6. Bagaimana Batas-batas Penjelajahan Ilmu ?

1.3. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini ialah untuk mendeskripsikan hakikat hal
yang dikaji dalam ontologi yang meliputi:

1. Untuk mengetahui definisi ontology


2. Untuk mengetahu tafsiran metafisika
3. Untuk mengetahui asumsi4. Untuk mengetahui peluang
4. Untuk mengetahui asumsi dalam penelitian
5. Untuk mengetahui batas-batas penjelajahan

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Ontologi Hakikat Hal yang dikaji
Ontologi adalah ilmu yang mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan
ilmiah yang sering kali secara populer banyak orang menyebutnya dengan ilmu
pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan kenyataan
empiris yang tidak terlepas dari persepsi ilmu tentang apa dan bagaimana. Ontologi
ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan manusia
secara rasional dan bisa diamati melalui panca indera manusia. Sementara kajian
objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan
manusia) dan pasca-pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari
pengetahuan lainnya di luar ilmu.

Cakupan Ontologi Sebagai Berikut :

1. Metafisika
2. Asumsi
3. Peluang
4. Asumsi dalam ilmu
5. Batas-batas pembelajaran dalam ilmu
2.1.1. Metafisika

Bidang telaah filsafat yang disebut metafisika merupakan tempat berpijak dari
setiap pemikiran filsafat, termasuk pemikiran ilmiah. Pemikiran di ibaratkan roket
yang meluncur ke bintang-bintang menembus galaksi , maka metafisika adalah
landasan peluncurannya.

6
Contohnya seperti, “apakah hakekat kenyataan ini sebenar-benarnya?” Lawan
dari “supernaturalisme“ dalah paham “naturalisme” yang menolak pendapat bahwa
terdapat wujud-wujud yang bersifat supernatural ini. Menurut naturalisme gejala-
gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib , melainkan
oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri.

Identik dari paham naturalism

 Mekanistik : gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia fisika.
 Vitalistik : hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara subtantif dengan
proses tersebut.
 Monistik : tidak ada perbedaan antara pikiran dengan zat , mereka hanya berbeda
dalam gejala disebabkan yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama.
 Demokritos adalah seorang filsuf yang termasuk di dalam Mazhab Atomisme.
Demokritos mengembangkan pemikiran tentang atom sehingga justru pemikiran
Demokritos yang lebih dikenal di dalam sejarah filsafat.
2.1.2. Asumsi

Asumsi anggapan semetara (yang kebenarannya masih dibuktikan). timbulnya


asumsi karena adanya permasalahan yang belum jelas, seperti belum jelasnya hakekat
alam ini, yakni apakah gejala alam ini tunduk kepada determinisme, yakni hukum
alam yang bersifat universal ataukah hukum semacam itu tidak terdapat sebab, setiap
gejala merupakan akibat pilihan bebas ataukah keumuman memang ada namun
berupa peluang , sekedar tangkapan probalistik (kemungkinan sesuatu hal untuk
terjadi). Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856)
dari doktrin Tomas Hubes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan
adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal.

7
 Sifat asumsi: Tidak muthlak atau pasti sebagaimana ilmu yang tidak pernah ingin
dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bersifat
muthlak. Jadi asumsi bukanlah suatu keputusan muthlak.
 Kedudukan ilmu dalam asumsi: Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar
untuk mengambil keputusan karena keputusan harus didasarkan pada penafsiran
kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
 Resiko asumsi: Apa yang diasumsikan akan mengandung resiko secara
menyeluruh. Seseorang yang mengasumsikan usahanya akan berhasil maka
direncanakan akan diadakan pesta keberhasilannya. Secara tiba- tiba usahanya
dinyatakan tidak berhasil. Resikonya menggagalkan pelaksanaan pestanya.

Kesimpulan dari asumsi

 sebuah asumsi adalah sebuah ketidakpastian.


 asumsi perlu dirumuskan berdasarkan ilmu pengetahuan
 timbulnya asumsi karena adanya sesuatu kejadian / kenyataan.

Beberapa asumsi dalam ilmu akan terjadi perbedaan pandang suatu masalah bila
ditinjau dari berbagai kacamata ilmu begitu juga asumsi. Ilmu sekedar merupakan
pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan
manusia secara pragmatis.

Bagaimana Penggunaan Asumsi Secara Tepat?

a. Deterministik

Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari


doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah
bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini
merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian
ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dahulu.

8
b. Pilihan Bebas

Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat pada


hukum alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan
pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam
melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat materialistik menunjukkan semakin
banyak harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku
primitif bisa jadi diartikan jika mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai
mana pula masyarakat brahmana di India mengartikan bahagia jika mampu
membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan
bebas, semua tergantung ruang dan waktu.

c. Probabilistik

Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun


sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu.
Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat
deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern,
karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi
misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur dengan metode statistik dengan
derajat kesalahan ukur sebesar 5%. Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba
diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar 95%, sisanya adalah kesalahan yang
bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari 95% berarti hubungan
variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut kriteria ilmu
ekonomi.

Asumsi Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat,


permasalahan utamanya adalah mempertanyakan pada pada diri sendiri apakah
sebenarnya yang ingin dipelajari dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya
menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka harus bertitik

9
tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang dipilih adalah hukum kejadian yang
bersifat khas bagi tiap individu manusia maka akan digunakan asumsi pilihan bebas.
Di antara kutub deterministik dan pilihan bebas, penafsiran probabilistik merupakan
jalan tengahnya.

Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu sebagai


pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis
sehari-hari, tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi
memberikan pedoman terhadap hal-hal hakiki dalam kehidupan. Karena itu; Harus
disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk
mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan
sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan
pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relative Jadi, berdasarkan teori-teori
keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal pasti mengenai suatu kejadian. Yang
didapatkan adalah kesimpulan yang probabilistik, atau bersifat peluang.

2.1.3. Peluang

Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8 secara


sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian tertentu adalah 8
dari 10 (yang merupakan kepastian). Dari sudutkeilmuan hal tersebut memberikan
suatu penjelasan bahwa ilmu tidakpernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk
mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Tetapi ilmu memberikan
pengetahuan sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil keputusan, dimana
keputusan itu harus didasarkan kepada kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
Dengan demikan maka kata akhir dari suatu keputusan terletak ditangan manusia
pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori keilmuan.

2.1.4. Asumsi

10
Asumsi Dalam Ilmu waktu kecil segalanya kelihatan besar, pohon terasa
begitu tinggi, orang-orang tampak seperti raksasa Pandangan itu berubah setelah kita
beranjak dewasa, dunia ternyata tidak sebesar yang kita kira, wujud yang penuh
dengan misteri ternyata hanya begitu saja. Kesemestaan pun menciut, bahkan dunia
bisa sebesar daun kelor, bagi orang yang putus asa. Katakanlah kita sekarang sedang
mempelajari ilmu ukur bidang datar (planimetri). Dengan ilmu itu kita membuat
kontruksi kayu bagi atap rumah kita. Sekarang dalam bidang datar yang sama
bayangkan para amoeba mau bikin rumah juga. Bagi amoeba bidang datar itu tidak
rata dan mulus melainkan bergelombang, penuh dengan lekukan yang kurang
mempesona. Permukaan yang rata berubah menjadi kumpulan berjuta kurva.

Asumsi Dalam Skala Observasi Mengapa terdapat perbedaan pandangan yang


nyata terhadap obyek yang begitu kongkret sperti sebuah bidang? Jadi secara mutlak
sebenarnya tak ada yang tahu seperti apa sebenarnya bidang datar itu. hanya Tuhan
yang tahu! Secara filsafati mungkin ini merupakan masalah besar namun bagi ilmu
masalah ini didekati secara praktis. Seperti disebutkan terdahulu ilmu sekadar
merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu
kehidupan manusia secara pragmatis. Dengan demikian maka untuk tujuan
membangun atap rumah, sekiranya kita asumsikan bahwa permukaan papan itu
adalah bidang datar, maka secara pragmatis hal ini dapat dipertanggungjawabkan.

a. Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan.
Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian teoretis.
Asumsi manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah makhluk
ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri atau makhluk yang kompleks.
Berdasarkan asumsi-asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model,
strategi, dan praktek administrasi.
b. Asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan
“bagaimana keadaan yang seharusnya”. Seseorang ilmuwan harus benar-benar
mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab

11
mempergunakan asumsi yang berbeda, maka berarti berbeda pula konsep
pemikiran yang dipergunakan. Sesuatu yang belum tersurat dianggap belum
diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat.
2.1.5. Batas-batas penjelajahan ilmu

ilmu memulai penjelajahannnya pada pengalaman manusia dan berhenti di


batas pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan neraka?
Jawabnya adalah tidak; sebab surga dan neraka berada di luar jangkauan pengalaman
manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun apa-apa yang terjadi
sesudah kematian kita, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.

Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas
pengalaman kita? jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan
manusia: yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-
masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia


juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji
kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas
pengalaman empirisnya.

12
BAB III

PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dari Pembahasan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan, Secara
ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannyahanya pada daerah-
daerah yang berada dalam jangkauan pengalamanmanusia. Penetapan lingkup batas
penelaahan keilmuan yang bersifatempiris adalah tetap dengan asas epistemologi
keilmuan yang mensyaratkan adanya penilaian secara empiris dalam proses
pembukuan/penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.Hakikat hal
yang dikaji dalam ontologis yaitu metafisika, asumsi, peluang,asumsi dalam ilmu,
dan batas-batas penjelajahan ilmu.

Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, propertydari
suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi padasuatu domain
pengetahuan. Eingkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologiadalah studi tentang sesuatu
yang ada.

Dasar teori keilmuan di dunia ini tidak akan pernah terdapat hal yang pasti
mengenai satu kejadian, hanya kesimpulan yang probabilistik.

3.2 Saran
Filsafat mengajarkan kita untuk berfikir terlebih dahulu sebelum berbicara
supaya apa yang akan kita bicarakan mempunyai arah dan tujuan. Banyaknya cara
berfikir membuat apa yang kita bicarakan menjadi jelas dan mudah dimengerti oleh
banyak orang salah satunya adalah ontologi. Dengan mempelajari ontologi kita
menjadi mengerti dengan apa yang kita kaji, apapun yang akan kita bahas akan
mempunyai makna yang jelas dan terarah sehingga jika ada sebuah diskusi atau
perdebatan maka diskusi dan perdebatan tersebut menjadi jelas dan terarah.

13
14
DAFTAR PUSTAKA

Akmadi, Asmoro. 2009. Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Press.

Amsal Baktiar. 2012. Filsafat ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sadulloh, Uyoh. 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. PancaraintanIndahgraha.

Suriasumantri, Jujun S. 1986. Ilmu dalam perspektif moral, social danpolitik. Jakarta:
PT. Pancaraintan Indahgraha.

Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Rosadakarya.

15

Anda mungkin juga menyukai