Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN PUSTAKA

ONTOLOGI

Disusun oleh:
PPDS TAHAP BASIC

dr. Iftikar Abdullah

dr. Ilham Utama Surya

dr. Johnny Judio

dr. Lydia Olivia

dr. Noviyani Sugiarto

Pembimbing:
Prof. Dr. dr. T. Z. Jacoeb, SpOG (K)

Departemen Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta, 2013
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ………………………………........................……………………………….........................................i

Daftar Isi ………………………………………………………………………….............................................................ii

BAB I TINJAUAN PUSTAKA ........................................…………………………………………………….........1

I. Latar Belakang ………………………...........................................…………………………….............1

II. Konsep Ontologi …………………………………………...........................................……................3

II.1 Ontologi dipandang dari Segi Jumlah..............................................................................4

II.2 Ontologi dipandang dari Segi Sifat...................................................................................7

II.3 Ontologi dipandang dari Segi Proses, Kejadian, atau Perubahan......................8

II.4 Aliran lain yang berkaitan antara Ontologi dan Metafisika..................................9

BAB II PEMBAHASAN ..……………………………………………......................................................................11

I. Ontologi Kesehatan Reproduksi..............................................................................…..……...11

II. Landasan Ontologi Ilmu Obstetri......................………………..………………………..……...12

III. Wujud Objek Ilmu Obstetri............................................................…………………..………….13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................……………………………………………………………........16

ii
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. Latar Belakang

Filsafat sebagai suatu disiplin ilmu telah melahirkan tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu
ialah teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan (epistimologi), dan teori nilai (aksiologi).1 Tugas
manusia pada dasarnya adalah mengerti seluruh gejala yang ditemuinya dalam kehidupan untuk
mampu menghadapi masalah-masalah yang ditimbulkannya.2 Dalam studi didapatkan bahwa
dahulu manusia dalam menerangkan gejala alam merupakan perbuatan dari dewa-dewa, setan,
dan berbagai makhluk halus. Fase inilah yang dinamakan dalam peradaban manusia sebagai
animisme. Lambat laun manusia menyadari bahwa gejala alam dapat diterangkan sebab-musabab
alam.

Perkiraan yang kasar dan tidak sistematis berkembang menjadi kondisi observasi yang sistematis
dan kritis, kemudian berkembang menjadi pengujian hipotesis secara sistematis. Lalu lahirlah
zaman di mana fakta harus dibuktikan yang disebut ilmu empiris. Fakta empiris adalah fakta
yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan mempergunakan panca inderanya. Ruang
lingkup kemampuan pancaindera manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu
pancaindera manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu pancaindera tersebut
membentuk dunia empiris.2 Ontologi menurut oxford dictionaries adalah cabang dari metafisika
yang menjelaskan kejadian alam. Menurut Sidi Gazalba, ontologi mempersoalkan sifat dan
keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu, disebut ilmu hakikat yang bergantung pada
pengetahuan.3

Istilah yang dipakai untuk menunjukan sifat kejadian yang terjangkau fitrah pengalaman manusia
disebut empiris. Berlainan dengan agama maka ilmu hanya membatasi diri hanya kepada
kejadian yang bersifat empiris. Objek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dapat diuji oleh pancaindera manusia. Dalam batas-batas tersebut maka ilmu mempelajari
berbagai gejala dan peristiwa yang menurut anggapannya mempunyai manfaat bagi kehidupan
manusia. Berdasarkan objek yang dikajinya, maka ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan

1
empiris, di mana objek-obek yang berbeda di luar jangkauan manusia tidak termasuk ke dalam
bidang pengkajian ilmu tersebut, yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap
dunia empiris.4

Pengetahuam keilmuan mengenai objek empiris ini pada dasarnya merupakan abstraksi yang
disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu, sebab kejadian alam yang sesungguhnya begitu
kompleks, dengan sampel dari berbagai faktor yang terlibat di dalamnya. Ilmu tidak bermaksud
“memotret” atau “mereproduksikan” suatu kejadian tertentu dan mengabstraksikannya dalam
bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan membatasi diri
pada hal-hal dasar.4

Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa pengandaian (asumsi) mengenai
objek-objek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan
landasan bagi kegiatan pengkajian. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa
menerima asumsi yang dikemukakannya. Semua teori keilmuan mempunyai asumsi-asumsi ini,
baik yang dinyatakan secara tersurat atau tersirat. Tetapi dengan asumsi yang berbeda-beda akan
dihasilkan kesimpulan yang berbeda pula.4

Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek empiris ini. Sama halnya dengan contoh
kita di atas maka kita baru bisa menerima suatu pengetahuan keilmuan mengenai objek empiris
tertentu selama kita menganggap bahwa pernyataan asumtif ilmu mengenai objek empiris
tersebut benar. Ilmu menganggap bahwa objek-objek empiris yang menjadi bidang pengkajinya
mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya menjalin secara
teratur. Suatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan, namun tiap peristiwa mempunyai pola
tetap yang teratur. Alam merupakan suatu sistem yang teratur yang tunduk kepada hukum-
hukum tertentu.4

Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris. Asumsi pertama
menganggap objek-objek tertentu mempunyai kemiripan satu sama lain, contohnya dalam hal
bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya. Berdasarkan ini maka kita dapat mengelompokan
beberapa objek yang serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan
keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang dikajinya dan taksonomi merupakan cabang
keilmuan yang mula-mula sekali berkembang. Konsep ilmu yang lebih lanjut seperti konsep

2
perbandingan dan kuantitatif hanya dimungkinkan dengan taksonomi yang baik. Dengan adanya
klasifikasi ini individu-individu dalam kelas tertentu memiliki ciri-ciri yang serupa.4

Asumsi kedua adalah anggapan suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu
keadaan tertentu. Tercakup dalam pengertian ini adalah benda yang dalam jangka panjang akan
mengalami perubahan.4

Determinisme merupakan asumsi ilmu yang ketiga. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang
bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama. Namun ilmu tidak menuntut adanya
hubungan sebab akibat yang mutlak sehingga suatu kejadian tertentu harus selalu diikuti oleh
suatu kejadian yang lain. Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang
bersifat peluang. Statistik merupakan metode yang menyatakan hubungan probabillistik antara
gejala dengan pengkajian ilmu.

II. Konsep Ontologi

Pemikiran ontologis telah tercetuskan sejak abad sebelum masehi. Dalam ontologi terdapat tiga
segi pandangan yang masing-masing menimbulkan aliran-aliran yang berbeda, antara lain:

1. Pandangan dari segi jumlah (kuantitas) sehingga melahirkan beberapa aliran sebagai
jawabannya yaitu: monisme, dualisme, serta pluralisme.
2. Pandangan dari segi sifat (kualitas), yang menimbulkan beberapa aliran yaitu
spiritualisme, dan materialisme.
3. Pandangan dari segi proses, kejadian, atau perubahan. Dari segi ini melahirkan aliran
mekanisme, teologi (serba Tuhan), dan vatalisme.

Dalam istilah yang berbeda, Louis O Kattsof membagi ontologi menjadi 3 bagian, yaitu:1

1. Ontologi bersahaja, di mana segala sesuatu dipandang dalam keadaan sewajarnya dan apa
adanya.
2. Ontologi kuantitatif, akan dipertanyakan mengenai tunggal atau jamaknya dan berangkat
dari pertanyaan apakah yang merupakan jenis kenyataan itu.

3
3. ontologi monistik, adalah jika dikatakan bahwa kenyataan itu tunggal adanya. Ontologi
monistik inilah yang selanjutnya akan melahirkan monisme atau idealisme dan
materialisme.

Selain itu ada juga yang membagi ontologi berdasarkan jenis pertanyaan yang diajukan yaitu:

a) What is being? (apakah yang ada itu) yang dijawab dengan aliran monisme, dualisme
dan pluralisme.
b) Where is being? (bagaimanakah yang ada itu). Aliran ini berpendapat bahwa yang
ada itu berada di alam ide, adi kodrati, universal, tetap abadi dan abstrak.1 Aliran ini
melahirkan aliran idealisme.
c) How is being? (bagaimanakah yang ada itu). Apakah yang ada itu sebagai sesuatu
yang tetap abadi atau berubah-ubah? Dalam hal ini Zeno (490-430 SM) berpendapat
bahwa sesuatu itu sebenarnya khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bregson
dan Russel, yang mengatakan bahwa alam ini dinamis, terus bergerak dan merupakan
struktur pristiwa yang mengalir terus secara kreatif. Melahirkan aliran materialisme.5

II. 1 Ontologi dipandang dari segi jumlah

II.1.1 Monisme

Istilah monisme pertama kali dicetuskan oleh Christian Wolff (1679-1754). Kata ini diambil dari
bahasa Yunani yaitu monos yang berarti sendiri atau tunggal, dan merupakan suatu paham yang
menyatakan bahwa unsur inti atau dasar dari segala sesuatu bersifat satu/ tunggal. Unsur dasar
yang tunggal tersebut dapat berupa berbagai macam hal, antara lain materi yang diagungkan oleh
kaum materialis, dapat pula berupa ide yang dicetuskan oleh kaum idealis, serta dapat berupa roh
atau Allah, dan lain sebagainya.6 Dalam aliran ini tidak dibedakan antara pikiran dan zat. Mereka
hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai substansi yang
sama. Ibarat zat dan energi dalam teori relativitas Enstein, energi hanya merupakan bentuk lain
dari zat.7 Atau dengan kata lain bahwa aliran monisme menyatakan bahwa hanya ada satu
kenyataan yang fundamental.8

Beberapa tokoh-tokoh filsuf mengikuti aliran ini, antara lain:

4
 Thales (625-545 SM), yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu
subtansi yaitu air.8
 Aristoteles (384-322 SM) , yang mengatakan bahwa semuanya itu air. Air yang cair itu
merupakan pangkal, pokok dan dasar dari segala-galanya. Semua barang terjadi dari air
dan semuanya kembali kepada air pula. Bahkan bumi yang menjadi tempat tinggal
manusia di dunia, sebagaian besar terdiri dari air yang terbentang luas di lautan dan di
sungai-sungai.
 dr Sagiran, menyatakan bahwa tubuh manusia tersusun sebagian besar oleh air. Semua
mahluk hidup membutuhkan air dan jika tidak ada air maka tidak ada kehidupan.
 Anaximandros (610-547 SM) menyatakan bahwa prinsip dasar alam haruslah dari jenis
yang tak terhitung dan tak terbatas yang disebutnya sebagai apeiron yaitu suatu zat yang
tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan dan tidak ada persamaannya
dengan suatu apapun. Anaximandros menyatakan bahwa dasar alam memang satu akan
tetapi prinsip dasar tersebut bukanlah dari jenis benda alam seperti air. Karena
menurutnya segala yang tampak (benda) terasa dibatasi oleh lawannya seperti panas
dibatasi oleh yang dingin.9 Aperion yang dimaksud Anaximandros, oleh orang Islam
disebutnya sebagai Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa pendapat Anaximandros yang
mengatakan bahwa terbentuknya alam dari jenis yang tak terbatas dan tak terhitung,
dibentuk oleh Tuhan Yang Maha Esa.
 Hal yang sama dikatakan oleh Ahmad Syadali dan Mudzakir (1997) bahwa yang
dimaksud aperion adalah Tuhan.9
 Anaximenes (585-494 SM), menyatakan bahwa barang yang asal itu mestilah satu yang
ada dan tampak (yang dapat diindera). Barang yang asal itu yaitu udara. Udara itu adalah
yang satu dan tidak terhingga. Karena udara menjadi sebab segala yang hidup. Jika tidak
ada udara maka tidak ada yang hidup. Pikiran kearah itu barang kali dipengaruhi oleh
gurunya Anaximandros, yang pernah menyatakan bahwa jiwa itu serupa dengan udara.
Sebagai kesimpulan ajarannya dikatakan bahwa sebagaimana jiwa kita yang tidak lain
dari udara, menyatukan tubuh kita. Demikian udara mengikat dunia ini menjadi satu.9
 B. Spinoza, seorang filusuf modern berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu
Tuhan. Dalam hal ini Tuhan diidentikan dengan alam (naturans naturata).8

II.1.2. Dualisme
5
Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua). Dualisme adalah ajaran yang
menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan dan bertolak belakang. Masing-
masing substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi, misalnya substansi adi kodrati dengan
kodrati, Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa dengan badan, dll.6 Ada pula yang
mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang menggabungkan antara idealisme dan
materialisme, dengan mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber
yaitu hakikat materi dan rohani.5 Dapat dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham yang
memiliki ajaran bahwa segala sesuatu yang ada, bersumber dari dua hakikat atau substansi yang
berdiri sendiri-sendiri.

Orang-orang yang menggunakan konsep dualisme antara lain:


 Thomas Hyde (1700), yang pertama kali mengungkapkan bahwa antara zat dan
kesadaran (pikiran) yang berbeda secara subtantif.7 Jadi adanya segala sesuatu terdiri
dari dua hal yaitu zat dan pikiran.
 Plato (427-347 SM), yang mengatakan bahwa dunia lahir adalah dunia pengalaman
yang selalu berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia
idea. Sebagai bayangan, hakikatnya hanya tiruan dari yang asli yaitu idea.8 Karenanya
maka dunia ini berubah-ubah dan bermacam-macam, sebab hanya merupakan tiruan
yang tidak sempurna. Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada contohnya yang
ideal di dunia idea sana (dunia idea).9 Lebih lanjut Plato mengakui adanya dua substansi
yang masing-masing berdiri sendiri dan tidak saling bergantung yakni dunia yang dapat
diindera dan dunia yang dapat dimengerti. Dunia tipe kedua adalah dunia idea yang
bersifat kekal dan hanya ada satu. Sedang dunia tipe pertama adalah dunia nyata yang
selalu berubah dan tak sempurna.6 Apa yang dikatakan Plato dapat dimengerti seperti
yang dibahasakan oleh Surajiyo (2005), bahwa dia membedakan antara dunia indera
(dunia bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka bagi rasio manusia).
 Rene Descartes (1596-1650 M) seorang filsuf Prancis, mengatakan bahwa pembeda
antara dua substansi yaitu substansi pikiran dan substansi luasan (badan). Jiwa dan badan
merupakan dua sebstansi terpisah meskipun di dalam diri manusia mereka berhubungan
sangat erat.6 Dapat dimengerti bahwa dia membedakan antara substansi pikiran dan
substansi keluasan (badan). Maka menurutnya yang bersifat nyata adalah pikiran. Sebab

6
dengan berpikirlah maka sesuatu akan ada, cogito ergo sum! (saya berpikir maka saya
ada).7
 Leibniz (1646-1716), membedakan antara dunia yang sesungguhnya dan dunia yang
mungkin.
 Immanuel Kant (1724-1804), membedakan antara dunia gejala (fenomena) dan dunia
hakiki (noumena).8

II.1.3 Pluralisme

Pluralisme (Pluralism) berasal dari kata pluralis (jamak). Aliran ini menyatakan bahwa realitas
tidak terdiri dari satu substansi atau dua substansi tetapi banyak substansi yang bersifat
independen satu sama lain. Sebagai konsekuensinya alam semesta pada dasarnya tidak memiliki
kesatuan, kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren, rasional, fundamental. Di dalamnya
hanya terdapat pelbagai jenis tingkatan dan dimensi yang tidak dapat direduksi. Pandangan
demikian mencakup puluhan teori, beberapa diantaranya teori para filsuf yunani kuno yang
menganggap kenyataan terdiri dari udara, tanah, api dan air.6

Dari pemahaman di atas dapat dikemukakan bahwa aliran ini tidak mengakui adanya satu
substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi.7 Menurutnya manusia tidak hanya
terdiri dari jasmani dan rohani tetapi juga tersusun dari api, tanah dan udara yang merupakan
unsur substansial dari segala wujud.5 Para filsuf yang termasuk dalam aliran ini antara lain:

 Empedakles (490-430 SM), yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari empat unsur,
yaitu api, udara, air dan tanah.
 Anaxogoras (500-428 SM), yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari unsur-unsur
yang tidak terhitung banyaknya, sebab jumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh
suatu tenaga yang dinamakan nous yaitu suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat
pandai bergerak dan mengatur.8

II.2 Ontologi dipandang dari segi sifat

II.2.1 Materialisme

Materialisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang nyata kecuali
materi. Pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi yang dapat dikembalikan pada

7
unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu yang nampak, dapat diraba, berbentuk, dan menempati
ruang. Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti jiwa, keyakinan, rasa sedih, dan rasa senang tidak
lain hanyalah ungkapan proses kebendaan.10

Tokoh aliran ini adalah:11

 Demokritos (460-370 SM), berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom
kecil yang memiliki bentuk dan badan. Atom ini mempunyai sifat yang sama,
perbedaannya hanya tentang besar, bentuk, dan letaknya. Jiwa pun menurut demokritos
dikatakan terjadi dari atom-atom, hanya saja atom-atom jiwa itu berbentuk kecil, bulat,
dan bergerak.
 Thomas Hobbes (1588-1679), berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia
merupakan gerak dari materi. Termasuk juga pikiran, perasaan adalah gerak materi
belaka karena segala sesuatu yang terjadi dari bernda-benda kecil.

II.2.2 Spiritualisme

Spiritualisme mengandung beberapa arti, yaitu:10

a) Ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh ( pneuma, nous,
reason, logos), yakni roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam. Spiritualisme
berlawanan dengan materialisme.
b) Pandangan idealistis yang menyatakan adanya roh mutlak. Dunia indra dalam pengertian
ini dipandang sebagai dunia ide.
c) Dipakai dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari roh suci
dalam bidang agama.
d) Kepercayaan bahwa roh orang mati berkomunikasi dengan yang masih hidup melalui
perantara atau orang tertentu dan lewat bentuk wujud yang lain. Istilah spiritualisme lebih
tepat ditujukan pada kepercayaan semacam ini.

Spiritualisme disebut juga idealisme (serba cita). Tokoh aliran ini antaranya Plato dengan
ajrannya tentang Ide (cita) dan jiwa. Ide atau cita adalah gambaran asli segala benda. Semua
yang ada dalam dunia hanyalah penjelmaan atau bayangan saja. Ide atau cita tidak dapat

8
ditangkap dengan indra, tetapi dapat dipikirkan, sedangkan yang ditangkap oleh indra manusia
hanyalah bayang-bayang.10

II.3 Ontologi dipandang dari segi proses, kejadian, atau perubahan

II.3.1 Mekanisme

Mekanisme adalah aliran yang menyatakan bahwa semua gejala dapat dijelaskan berdasarkan
asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan dapat
dijelaskan menurut kaidahnya. Aliran ini juga menerangkan semua peristiwa berdasar pada sebab
kerja, yang dilawankan dengan sebab tujuan. Alam dianggap seperti sebuah mesin yang
keseluruhan fungsinya ditentukan secara otomatis oleh bagian-bagiannya. Pandangan yang
bercorak mekanistik dalam kosmologi pertama kali diajukan oleh Leucippus dan Democritos
yang berpendirian bahwa alam dapat diterangkan berdasarkan pada atom-atom yang bergerak
dalam ruang kosong. Pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei (1564-1641) dan filsuf lainnya
abad ke-17 sebagai filsafat mekanik. Rene Descartes menganggap bahwa hakikat materi adalah
keluasan (extension), dan semua gejala fisik dapat diterangkan dengan kaidah mekanik. Bagi
Immauel Kant, kepastian dari suatu kejadian sesuai dengan kaidah sebab-akibat (cousality)
sebagai suatu kaidah alam.12

II.3.2 Teleologi (serba-tujuan)

Teleologi adalah aliran yang berpendapat bahwa yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah
kaidah sebab-akibat, akan tetapi sejak semula memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang
mengarahkan alam ke suatu tujuan. menurut Aristoteles, untuk melihat kenyataan yang
sesungguhnya kita harus memahami empat sebab, yaitu sebab bahan (material cause), sebab
bentuk (formal cause), sebab kerja (efficient couse), dan sebab tujuan (final couse). Sebab bahan
adalah bahan yang menjadikan sesuatu itu ada; sebab bentuk adalah yang menjadikan sesuatu itu
berbentuk; sebab kerja adalah yang menyebabkan bentuk itu bekerja atas bahan; sebab tujuan
adalah yang menyebabkan semata-mata karena perubahan tempat atau gerak.12

II.3.3 Vitalisme

Vitalisme adalah aliran yang memandang bahwa kehidupan tidak sepenuhnya dijelaskan secara
fisika-kimiawi, karena hakikatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Filsuf vitalisme seperti
Henry Bergson (1859-1941) menyebutkan elan vital. Dikatakannya bahwa elan vital merupakan

9
sumber dari sebab kerja dan perkembangan dalam alam. Asas hidup ini memimpin dan mengatur
gejala hidup dan menyesuaikannya dengan tujuan hidup. Oleh karena itu, vitalisme sering juga
disebut finalisme.11,12

II.4 Aliran Lain yang berkaitan antara Ontologi dan Metafisika

II.4.1 Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada, adalah sebuah doktrin
yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah ini diperkenalkan oleh Ivan
Turgeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang ditulis pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin
ini sudah ada semenjak zaman Yunani kuno pada pandangan Georgias (483-360 SM).9

II.4.2 Agnostisesme

Agnostisesme adalah paham yang mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata agnosticisme berasal dari bahasa Grik
Agnotos yang berarti unknown. A artinya not, Gno artinya know. Aliran ini dengan tegas selalu
menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat transcendent.Tokoh aliran ini seperti,
Soren Kierkegaar (1813-1855 M) Bapak Filsafat Eksistensialisme, Heidegger, Sartre, dan
Jaspers.

10
BAB II

PEMBAHASAN

I. Ontologi Kesehatan Reproduksi

Ontologi suatu bidang ilmu adalah hakekat pengetahuan yang menjadikan asumsi dasar suatu
kebenaran bidang ilmu tertentu. Ontologi didefinisikan sebagai studi tentang konsep realitas yang
dijelaskan oleh suatu disiplin ilmu.13 Ontologi kesehatan reproduksi adalah bidang area yang
bergerak untuk memahami, mendalami dan mengembangkan pengetahuan tentang reproduksi,
termasuk penanganan berbagai masalah reproduksi manusia bukan hanya pada tingkat individu
tetapi juga tingkat masyarakat. Dapat dinyatakan bahwa reproduksi individu atau masyarakat
sehat jika individu atau masyarakat mempunyai sistem reproduksi yang sehat, fungsi reproduksi
yang sehat, serta proses produksi yang sehat.

Seperti bidang kedokteran dan kesehatan lainnya, kesehatan reproduksi juga memandang
manusia sebagai objek. Tubuh manusia yang disebut sebagai ‘geometri tubuh’ mempunyai empat
dimensi, meliputi: pertama, dimensi kesinambungan waktu dengan masalah utama reproduksi;
kedua, dimensi kesinambungan ruang dengan masalah utama regulasi dan kontrol populasi yang
juga disebut sebagai masalah “politik”; ketiga, dimensi kemampuan untuk menahan hasrat yang
merupakan persoalan internal tubuh; keempat, kemampuan mereprentasikan tubuh kepada
sesama yang merupakan persoalan eksternal. Keempat dimensi tubuh ini terkait erat dengan
bidang area kesehatan reproduksi dan bidang kesehatan lain yang terintegrasi di dalamnya yaitu
kesehatan seksual.14

Menurut WHO, kesehatan seksual tidak dapat dipisahkan dari kajian kesehatan reproduksi. Hal
ini termasuk munculnya berbagai penyakit menular seksual, termasuk HIV dan AIDS,
peningkatan kepedulian masyarakat terhadap kekerasan yang berhubungan dengan jender
(gender – related violence ), serta berbagai masalah disfungsi seksual. Oleh karena itu,
pemenuhan hak azasi manusia dalam bentuk hak kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi
menjadi hal esensial.15 Berbagai aspek lainnya, seperti gizi, sosiologi, ekonomi, antropologi dan
humaniora ikut berperan dalam menanggulangi berbagai masalah kesehatan reproduksi. Untuk

11
mengatasi permasalahan yang ada, mereka saling melengkapi dan mendukung dengan satu
tujuan menciptakan reproduksi yang sehat.

II. Landasan Ontologi Ilmu Obstetri

Dari segi keilmuan, obstetri sebagai profesi yang mandiri memerlukan pengetahuan teoritis yang
jelas dan dirumuskan dengan berpedoman kepada filsafat ilmu, sehingga dapat memenuhi ciri
atau karakteristik dan spesifikasi pengetahuan yang berdimensi dan besifat ilmiah. Ilmu obstetri
mempunyai beberapa pokok karakteristik dan spesifikasi baik objek forma maupun objek
materia yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Objek materia ilmu obstetri

Objek materia ilmu obstetri adalah substansi dari objek penelaahan dalam lingkup
tertentu. Objek materia dalam disiplin keilmuan obstetri adalah janin, bayi baru lahir,
bayi dan anak dibawah lima tahuan (balita) dan wanita secara utuh (holistik) dalam siklus
kehidupannya (kanak-kanak, pra remaja, remaja, dewasa muda, dewasa lansia dini dan
lansia lanjut) terutama dalam masa reproduksi pada masa pra konsepsi, masa kehamilan,
masa melahirkan, masa nifas/masa menyusui dan bayi baru lahir.

2. Objek forma ilmu obstetri

Objek forma ilmu obstetri adalah cara pandang yang berfokus pada objek telaah dalam
batas atau ruang lingkup tertentu. Objek forma dari disiplin keilmuan obstetri adalah
mempertahankan status kesehatan reproduksi yaitu kesejahteraan wanita sejak lahir
sampai masa tuanya termasuk upaya keamanan dan kesejahteraan ibu dan janinnya pada
pra konsepsi masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas/masa menyusui, sehingga
tercapai kondisi yang sejahtera pada ibu dan janinnya dan selanjutnya ibu tersebut dapat
memelihara bayinya secara optimal.

Secara umum berdasarkan pikiran dasar objek forma dan objek materia dalam mengisi kerangka
konseptual ilmu obstetri, maka ilmu obstetri ini dapat menerima dan menerapkan unsur
pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang lain sesuai dengan kebutuhan ilmu obstetri itu
sendiri, maka disusunlah tubuh pengetahuan obstetri (Body of midwifery knowledge) yang
dikelompokan menjadi empat yaitu :

12
a) Ilmu dasar, yang mencakup Anatomi, Psikologi, Mikrobiologi, Parasitologi,
Patofisiologi, Fisika, serta Biokimia.
b) Ilmu sosial, yang mencakup Pancasila dan Wawasan Nusantara, Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Sosiologi, Antropologi, Psikologi, Administrasi dan Kepemimpinan,
Ilmu Komunikasi, Humaniora, serta Pendidikan (Prinsip Belajar dan Mengajar).
c) Ilmu terapan, yang mencakup Kedokteran, Farmakologi, Epidemiologi, Statistik,
Paradigma Sehat, Ilmu Gizi, Hukum Kesehatan, Kesehatan Masyarakat, Metode Riset
d) Ilmu Obstetri, yang mencakup Dasar-dasar obstetri (Perkembangan obstetri, registrasi
dan organisasi profesi dan peran serta fungsi dokter), Teori dan model konseptual
obstetri, Siklus Kehidupan Wanita, Etika dan Etiket Obstetri, Pengantar Obstetri
Profesional (Konsep obstetri, Definisi dan lingkup obstetri, dan manajemen obstetri),
Teknik dan Prosedur Obstetri, Asuhan Obstetri dalam kaitan kesehatan reproduksi
(berdasarkan siklus kehidupan manusia dan wanita ), tingkat dan jenis pelayanan obstetri,
Legislasi Obstetri, serta Praktek Klinik Obstetri.

III. Wujud objek ilmu obstetri


Objek dari ilmu obstetri, antara lain :
a) Wanita
Wanita adalah mahluk bio-psikososial-kultural dan spiritual yang utuh dan unik ,
mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Wanita/ibu adalah penerus generasi keluarga dan bangsa sehingga
keberadaan wanita yang sehat jasmani dan rohani, serta sosial sangat
diperlukan.Wanita/Ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas
manusia sangat ditentukan oleh keberadaan dan kondisi dari wanita/ibu dalam keluarga.
b) Reproduksi
Reproduksi adalah suatu fungsi pada manusia yang sangat penting untuk
mempertahankan diri dari kepunahan. Proses reproduksi mulai dari saat pembuahan,
melalui masa kehamilan dan akhirnya mencapai titik kulminasi berupa persalinan, maka
lahirlah insan yang menjadi generasi penerus.

13
c) Keluarga
Keluarga adalah suami, istri disertai anak dari suami istri tersebut dan juga individu yang
mempunyai hubungan kekeluargaan yang tinggal dibawah satu atap. Keluarga-keluarga
yang berada di suatu wilayah atau daerah membentuk masyarakat. Kumpulan dari
masyarakat Indonesia terhimpun didalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Masyarakat
terbentuk karena adanya interaksi antar manusia dan budaya dalam lingkungan yang
bersifat dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisasi.
d) Persalinan
Persalinan adalah suatu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila tidak
dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal. setiap individu berhak untuk
dilahirkan secara sehat, unik itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan
dan bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas.

Sebagai Bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang dokter
menganut filosofi yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah
mahluk biopsikososialkultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan
rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama. Manusia terdiri dari pria dan wanita yang
kemudian kedua jenis individu itu berpasangan menikah membentuk keluarga dan mempunyai
anak.

Dokter berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman
dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan menusia dan perbedaan budaya.Setiap individu berhak
untuk menentukan nasib sendiri,mendapat informasi yang cukup dan untuk berperan pada segala
aspek pemeliharaan kesehatannya.

Untuk dapat tercapainya keamanan dan kesejahteraan bagi ibu dengan janinnya dapat
dikembangkan prinsip dari obstetri dalam pemberian asuhannya. Pelayanan dokter di Indonesia
berdasarkan konsep yang menjelaskan proses asuhan obstetri sebagai berikut ;
a. Tindakan obstetri yang tepat dan aman,yaitu semua tindakan yang diberikan oleh
dokter untuk ibu/wanita, bayi dan keluarga terhadap hal-hal yang dapat merugikan
kesehatannya.
b. Memberi kepuasan klien adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan keadaan
permasalahannya dan hasil yang dicapai dari tindakan tersebut.

14
c. Menghargai derajat manusia dan haknya untuk dapat mengambil keputusan sendiri,
yaitu:tindakan yang dilakukan mennjukan sikap bahwa dokter dihargai ibu/wanita
sebagai individu yang mandiri dan mendukung hak dan tanggung jawab untuk ikut
menentukan atau mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya dan
asuhan yang diberikan.
d. Menghargai perbedaan sosial budaya seseorang yaitu tindakan dan sikap yang
menunjukan pengertian bahwa individu dan keadaan kesehatan dapat dipengaruhi
oleh adat kebiasaan dan perilaku keluarga atau lingkungan.
e. Kontak keluarga adalah tindakan/asuhan yang diberikan dengan mengikutsertakan
keluarga sebagai komponen penting dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
meningkatkan secara optimal kesehatan keluarga sesuai keinginan ibu maupun
keluarga.
f. Peningkatan kesehatan adalah tindakan yang mendukung prilaku yang dapat
meningkatkan kesehatan ibu/wanita sepanjang siklus kehidupannya, terutama
berkaitan dengan proses kehamilan, persalinan dan nifas yang norma.
g. Mengikutsertakan masyarakat dalam hal ini kelompok ibu-ibu. Dengan mengerakan
peranserta masyarakat adalah upaya menyadarkan masyarakat, agar masyarakat dapat
mengerti dalam memecahkan masalah kesehatannya sendiri terutama yang
berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas dalam mencapai kesehatan
reproduksi menuju tercapainya NKKBS.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumarna C. Filsafat ilmu dari hakikat menuju nilai. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
2006: 47
2. Mouly JG. Perkembangan Ilmu. Yayasan Obor Indonesia. 2012: 114
3. Gazalba S. Sistimatika Filsafat pengantar kepada teori pengetahuan, Jakarta: Bulan
Bintang. 1973:106.
4. Suriasumantri J. Tentang hakikat ilmu : sebuah pengantar redaksi. Yayasan Obor
Indonesia. 2012 : 1
5. Zainuddin M. Filsafat ilmu perspektif pemikiran Islam. Malang: Bayu Media. 2003: 30-2
6. Save M, Dagun. Jakarta: Kamus Besar Ilmu Pengetahuan Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara. 1997: 189-861
7. Suriasumantri JS. Filsafat Ilmu: sebuah pengantar populer, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan. 1988: 66-121
8. Surajiyo. Filsafat ilmu suatu pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2005: 118-21
9. Syadali A, Mudzakir. Filsafat umum. Bandung: PT Pustaka Setia. 1997:39-70
10. Surajito. Pengantar ilmu filsafat. Jakarta: Sinar Grafika Offset. 2005
11. Kattsouff LO. Pengantar filsafat. Yogjakarta: Tiara Wacana
12. Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Ar-Ruzz, 2010
13. Dharmawan, Hadi A. Dinamika sosio–ekologi pedesaan: perspektif dan pertautan
keilmuan ekologi manusia, sosiologi lingkungan dan ekologi politik. Solodarity: Jurnal
Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 2007;1(1)
14. Turner, Bryan S. dalam Juliastuti N. Studi Tubuh. Yogyakarta: 1999
15. WHO. Sexual health – a new focus for WHO. Progress in Reproductive health Research.
2004:67

16

Anda mungkin juga menyukai