Anda di halaman 1dari 11

REVIEW

Pendekatan Berbasis Negara dalam Ekonomi Politik


(James Coporaso & David. P. Levine Terjemahan Teori Ekonomi Politik)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


TEORI EKONOMI POLITIK

Dosen Pengampu
Dr. Asran Jalal, M.Si

Oleh : Amrin Ajira


Npm : 221186918006
Kelas : C 2

PROGRAM MAGISTER ILMU POLITIK


SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023
Pendahuluan

Negara dalam pendekatan-pendekatan ini dipandang sebagai instrument atau sebagai

institusi yang dimanfaatkan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan

pribadi mereka masing-masing. Biarpun memandang ada perbedaan-perbedaan antara

pendekatan-pendekatan ini namun ada satu kesamaan yang penting diantara mereka,

yaitu bahwa negara bukanlah pelaku yang aktif, melainkan sekedar fungsi sebagai

instrument bagi keinginan atau kepentingan dari individu atau kelas. Pandangan

seperti ini membuat posisi negara dipandang secara derivative (dipandang sebagai

diderivasikan berdasarkan sesuatu yang lain-pent). Negara di pandang tidak memiliki

logika sendiri di dalamnya, tidak memiliki motivasi dan tidak memiliki sumber energi

lain yang dapat ia gunakan selain dari perekonomian, sehingga negara menjadi sebuah

variable dependen (variable yang harus dijelaskan oleh variable lain-pent). Dari sini

didapatkan beberapa beberapa pembedaan. Yang pertama adalah pembedaan antara

negara dengan perekonomian. Yang kedua, perekonomian diberi posisi utama dan

pusat dari perekonomian ini adalah kebutuhan dari kepentingan individu. Yang ketiga,

negara dipandang sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan pribadi Ketika

kemampuan dari individu-individu secara pribadi (pasar/perekonomian pasar-pent)

tidak dapat memenuhinya.


Pembahasan

a. Otonomi Negara

Pada dasarnya otonomi tentang negara merujuk pada kemampuan negara untuk

bertindak secara independent dari factor-faktor sosial (terutama factor-faktor

ekonomi). Ini tidak berarti bahwa otonomi negara membuat masyarakat menjadi tidak

relevan, melainkan berarti bahwa pola dari factor-faktor sosial tidaklah dapat

sepenuhnya mengendalikan Tindakan-tindakan yang diambil negara. Konsep otonomi

negara disini memandang bahwa negara adalah bebas dari pengaruh eksternal atau

pengaruh masyarakat.

Pandangan bahwa otonomi adalah kebebasan dari pengaruh “eksternal” memiliki tiga

konsekuensi (corollary). Yang pertama, adalah bahwa negara yang dikatakan bebas

akan mampu “menang dalam melawan” tekanan-tekanan dari masyarakat sipil. Ide

dasarnya adalah bahwa para pemimpin negara memiliki tujuan sendiri yang berbeda

dari tujuan para pemimpin/pemuka masyarakat. Akibatnya akan terjadi pertarungan

politik, dimana para pemimpin negara berusaha membendung tekanan-tekanan dari

kepentingan pribadi dalam masyarakat dan berusaha untuk menerjemahkan

keinginan-keinginan mereka sendiri ke dalam kebijakan public. Konsekuensi yang

kedua adalah bahwa Tindakan negara dipandang sebagai tidak dipengaruhi oleh satu

kelompok mana pun atau koalisi antar kelompok mana pun. Yang dimaksud bukanlah

bahwa negara akan menentang kepentingan-kepentingan ekonomi dalam masyarakat,

karena pandangan semacam itu tidak pernah dinyatakan secara jelas oleh para pemikir

dari aliran-aliran ini. Pandangan semacam ini bisa ditemukan dalam konsep

“keseimbangan antara kekuatan-kekuatan kelas yang saling bertentangan” dalam

pendekatan Marxis atau dalam pandangan dari teori pluralisme bahwa “vector dari

daya-daya kekuatan kelompok” secara teoritis bisa berjumlah nol. Kedua konsep ini
memiliki ide dasar yang sama, yaitu bahwa negara bertindak karena sector swasta

secara keseluruhan tidak bertindak, atau dengan kata lain negara bertindak karena

“kehendak sosial” (sosial will) tidak berhasil terbentuk. Yang ketiga, adalah bahwa

dianggap mampu menolak atau menahan tekanan dari luar, dan konsep seperti ini

sangat banyak dianut oleh para pemikir tentang masalah pengambilan kebijakan.

Negara kuat adalah negara yang mampu menolak tekanan dan menghasilakan inisiatif

kebijakan public sendiri sementara negara lemah adalah negara yang “tunduk” pada

tekanan dari kepentingan-kepentingan ekonomi. Pandangan seperti ini didasarkan

pada sebuah asumsi implisit bahwa struktur dari representasi kepentingan masyarakat

tidak memadai dan secara sistematis mengabaikan mereka yang memiliki kepentingan

atau andil dalam proses politik.

“Otonomi Negara” dipandang sebagai: 1) sebuah bentuk Tindakan negara yang tidak

dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi. 2) Otonomi negara menjadi sebuah anomaly

(keanehan yang sulit dijelaskan) bagi teori-teori itu.

b. Pendekatan-Pendekatan Berbasis Masyarakat

Pendekatan Utilitarian

Yang pertama, negara terdiri dari beberapa individu dan yang kedua, negara adalah

terpisah dari masyarakat dimana masyarakat ini terikat untuk mematuhi keputusan-

keputusan negara. Otonomi negara adalah bentuk kemampuan dari para pejabat

negara untuk melaksanakan pilihan-pilihan mereka (sesuai dengan definisi dari

pilihan yang baru saja disebut tadi) dengan cara meterjemahkan pilihan-pilihan itu

kedalam kebijakan public, yang bisa selaras atau bisa juga bertentangan dengan

pilihan-pilihan dari orang lain yang bukan pejabat negara. Dan Ketika konflik ini

terjadi, kadang-kadang pilihan dari para pejabat negaralah yang menang. Ketika

pilihan dari pejabat negara ini menang, maka dikatakan bahwa negara memiliki
otonomi. Klaim yang dapat dibuktikan secara empiris (yaitu cukup dengan melihat

siapa yang menang atau berhasil menerjemahkan pilihannya menjadi kebijakan).

Negara akan dikatakan otonom Ketika pejabat-pejabatnya berhasil menerjemahkan

pilihan-pilihan mereka sendiri menjadi kebijakan.

Negara (yang terdiri dari beberapa individu-pent) dapat dikatakan sebagai negara

karena individu-individu di dalamnya memegang jabatan yang dapat menghasilkan

keputusan-keputusan yang mengikat terhadap Sebagian atau semua individu dalam

masyarakat. Masyarakat sipil dikatakan sebagai bukan negara karena di dalamnya

tidak ada kemampuan untuk membuat keputusan yang mengikat seperti itu. Otonomi

negara adalah fenomena yang ada secara empiris dan tidak dapat ia jelaskan

(anomaly).

Statisme

Negara diminta untuk memberikan respons terhadap tuntutan-tuntutan ini, yaitu

menerjemahkan sekumpulan keinginan pribadi ini menjadi beberapa kebijakan yang

koheren. Pendekatan statisme memandangnya secara terbalik, yaitu dengan bertolak

dari sebuah agenda negara yang tidak dapat direduksi menjadi kepentingan pribadi

dan kemudian meneliti bagaimana para pelaku politik menjalin hubungan dengan

konstituen-konstituen mereka. Negara adalah institusi atau sekumpulan institusi yang

bertenggung jawab untuk menetapkan nilai-nilai yang digunakan untuk menentukan

kegunaan bagi masyarakat. Ide tentang adanya kepentingan nasional dalam sebuah

masyarakat. Negara akan menentukan apa yang menjadi kepentingan nasional dari

sebuah masyarakat dan kemampuan untuk mendefinisikan (serta mempertahankan)

kepentingan nasional itu akan menentukan mana yang dapat dikatakan sebagai negara

dan mana yang tidak. Kalua kepentingan nasional tidak ada, maka negara pun tidak

ada. Menurut definisi ini, negara adalah pihak yang berusaha mencapai kepentingan
nasional dan hanya negara yang melakukan itu. Negara mendefinisikan dan

menegakkan kepentingan nasional, sementara wilayah pribadi/perekonomian tidak

melakukannya.

c. Pendekatan Transformasional terhadap Negara

Sebagai agenda negara yang berbeda dari agenda kepentingan pribadi dan tidak bisa

ditentukan berdasarkan kepentingan-kepentingan pribadi dari individu-individu dalam

masyarakat. Yang kedua, otonomi negara sejauh ini dianggap sebagai kemampuan

negara untuk melaksanakan kemauannya sendiri. Otonomi negara berarti adanya

kemampuan untuk membuat tujuan dan kemudian mencapai tujuan itu.

Otonomi negara dikatakan ada Ketika factor-faktor penyebab dari factor-faktor

penyebab dari perilaku negara bersifat internal. Pandangan seperti ini sangat banyak

digunakan dalam literatur yang ada. Otonomi negara didefinisikan sebagai

kemampuan negara untuk membuat kehendak sendiri yang tidak dapat dipengaruhi

oleh kehendak dari perekonomian, maka negara yang memiliki otonomi ini akan

berada dalam posisi yang sulit dalam beberpa artian. Salah satu prinsip utama dalam

demokrasi adalah bahwa harus ada saling memberi respons (responsiveness) antara

pemerintah dengan yang diperintah. Jika hubungan saling merespon ini dirusak

karena negara melakukan Tindakan secara otonom (dengan mengabaikan atau

mengalahkan kemauan dari masyarakat sipil-pent) maka demokrasi akan menjadi

terganggu.

Negara adalah satu-satunya pihak yang mampu mengenali apa kepentingan dari

masyarakat secara keseluruhan (sehingga kalua negara mengabaikan kelompok

tertentu, itu tidak dapat dikatakan sebagai mengabaikan seluruh kepentingan


masyarakat. Tapi pada dasarnya, semakin kecil kepedulian negara terhadap

kepentingan pribadi (semakin besar otonomi negara) maka semakin besar

kemungkinan untuk memandang bahwa negara itu tidak lagi selaras dengan teori

demokrasi. “Sejumlah organisasi yang menjalankan fungsi administrative, kepolisian

dan militer dan dikoordinasikan oleh sebuah badan eksekutif”. Organisasi-organisasi

negara ini terbentuk karena factor-faktor sosial dan politik yang hadir dalam sebuah

konteks sejarah tertentu. Karena negara adalah struktur yang hadir dalam konteks

sejarah tertentu, maka negara dapat mempengaruhi kebijakan dalam artian; negara

akan melakukan perubahan terhadap inisiatif-inisiatif Ketika struktur organisasional

dari negara menejemahkan inisiatif-inisiatif itu menjadi kebijakan. Pada level yang

paling maksimal, negara melakukan transformasi secara kreatif terhadap tuntutan-

tuntutan kepentingan pribadi. Organisasi negara dapat dikatakan bisa mempengaruhi

agenda dari kelompok-kelompok masyarakat dan “struktur negara ikut berperang di

dalam memunculkan tuntutan-tuntutan masyarakat yang berusaha dicapai lewat

bidang politik”. Negara ikut berperan dalam pembentukan masyarakat sipil tapi

masyarakat sipil juga ikut berperan dalam pembentukan (pengkonstitusian) negara.

Kesimpulannya adalah bahwa negara merupakan sebuah “struktur dengan logika dan

kepentingan sendiri, yang tidak sepenuhnya sama dan tidak sepenuhnya dapat

digabungkan dengan kepentingan dari kelas-kelas dominan dalam masyarakat atau

dengan semua kelompok yang ada dalam wilayah politik”.

Negara dapat dikatakan memiliki otonomi bukan dalam artian bahwa masyarakat sipil

tidak mampu mempengaruhi kebijakan dari negara itu, melainkan berarti (antara lain)

bahwa tiap-tiap negara memiliki cara sendiri yang unik didalam menghadapi tekanan-

tekanan dari masyarakat sipil itu dan disisi lain negara juga ikut berperan bagi jenis

tekanan apa yang akan diberikan masyarakat kepadanya, sama seperti pada individu.
Negara adalah sekedar bentukan dari pilihan-pilihan pribadi. Negara tidak dapat

dikatakan memiliki otonomi penuh karena negara tetap dipengaruhi dan dibentuk oleh

factor-faktor sosial, disisi lain negara juga tidak dapat dikatakan sebagai arena atau

mekanisme bagi factor-faktor sosial itu karena negara memiliki struktur tersendiri,

memiliki kapasitas sendiri yang dapat mempengaruhi dan memberikan kontribusi bagi

terbentuknya factor-faktor sosial yang kemudian mempengaruhi negara itu sendiri.

Gourevitch mengatakan bahwa negara yang memiliki otonomi bukanlah negara yang

terpisah atau bertentangan dengan masyarakat. Pertama-tama, negara ikut berperan di

dalam menciptakan landasan sosial bagi dirinya, dan bahkan “intervensi negara sering

kali hanya dapat dilakukan jika ada kerja sama dari kelompok. Yang kedua, ide

tentang otonomi negara memiliki hubungan dengan negara yang berperan secara aktif,

yaitu negara yang mengambil inisiatif dan mendefinisikan kemungkinan-

kemungkinan Tindakan yang bisa diambil secara kreatif pada waktu terjadi krisis.

Hubungan antara negara dan masyarakat yang berbeda maksudnya daripada yang

dimaksud oleh pendekatan transformasional semacam ini.

Pandangan bahwa negara adalah tidak lebih dari sebuah organisasi di tengah banyak

organisasi lain yang ada dalam masyarakat yang sama-sama berusaha mendapatkan

sumber daya akan mengaburkan perbedaan antara negara dengan masyarakat sipil.

Bukannya kami hendak mengatakan bahwa negara tidak pernah ikut-ikutan dalam

persaingan untuk memperebutkan sumber daya, dan kami juga tidak membantah

bahwa negara memang memiliki kemiripan dengan kelompok kepentingan dalam

beberapa aspeknya. Namun kami berpendapat bahwa negara tetap memiliki

kemampuan untuk melakukan Tindakan-tindakan yang bukan demi kepentingan

pribadinya sendiri yaitu lewat peran negara dalam mempertahankan struktur dan

norma-norma yang menjadi dasar dari masyarakat maupun dari negara itu sendiri.
Agar negara memiliki peranan yang nyata , maka kita perlu memandang bahwa

negara memiliki tugas yang penting di dalam menetapkan landasan-landasan ideal

(atau ideologis) dari tatanan sosial.

Kesimpulan

Negara dalam pendekatan-pendekatan ini dipandang sebagai instrument atau sebagai

institusi yang dimanfaatkan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan

pribadi mereka masing-masing. Pada dasarnya otonomi tentang negara merujuk pada

kemampuan negara untuk bertindak secara independent dari factor-faktor sosial

(terutama factor-faktor ekonomi). Ini tidak berarti bahwa otonomi negara membuat

masyarakat menjadi tidak relevan, melainkan berarti bahwa pola dari factor-faktor

sosial tidaklah dapat sepenuhnya mengendalikan Tindakan-tindakan yang diambil

negara. Konsep otonomi negara disini memandang bahwa negara adalah bebas dari

pengaruh eksternal atau pengaruh masyarakat. Pandangan bahwa otonomi adalah

kebebasan dari pengaruh “eksternal” memiliki tiga konsekuensi (corollary). Yang

pertama, adalah bahwa negara yang dikatakan bebas akan mampu “menang dalam

melawan” tekanan-tekanan dari masyarakat sipil. Ide dasarnya adalah bahwa para

pemimpin negara memiliki tujuan sendiri yang berbeda dari tujuan para

pemimpin/pemuka masyarakat. Akibatnya akan terjadi pertarungan politik, dimana

para pemimpin negara berusaha membendung tekanan-tekanan dari kepentingan

pribadi dalam masyarakat dan berusaha untuk menerjemahkan keinginan-keinginan

mereka sendiri ke dalam kebijakan public. Konsekuensi yang kedua adalah bahwa
Tindakan negara dipandang sebagai tidak dipengaruhi oleh satu kelompok mana pun

atau koalisi antar kelompok mana pun. Yang dimaksud bukanlah bahwa negara akan

menentang kepentingan-kepentingan ekonomi dalam masyarakat, karena pandangan

semacam itu tidak pernah dinyatakan secara jelas oleh para pemikir dari aliran-aliran

ini. Pandangan semacam ini bisa ditemukan dalam konsep “keseimbangan antara

kekuatan-kekuatan kelas yang saling bertentangan” dalam pendekatan Marxis atau

dalam pandangan dari teori pluralisme bahwa “vector dari daya-daya kekuatan

kelompok” secara teoritis bisa berjumlah nol. Kedua konsep ini memiliki ide dasar

yang sama, yaitu bahwa negara bertindak karena sector swasta secara keseluruhan

tidak bertindak, atau dengan kata lain negara bertindak karena “kehendak sosial”

(sosial will) tidak berhasil terbentuk. Yang ketiga, adalah bahwa dianggap mampu

menolak atau menahan tekanan dari luar, dan konsep seperti ini sangat banyak dianut

oleh para pemikir tentang masalah pengambilan kebijakan.


Daftar Pustaka

James Caporaso & David. P. Levine. 2008 Terjemahan Teori-teori Ekonomi Politik, Bab 8

Pustaka Belajar, Jokjakarta.

Anda mungkin juga menyukai