PENDAHULUAN
Kita tahu bahwa setiap manusia dibekali akal pikir dan logika oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Sebagai manusia kita harus memanfaatkannya dengan baik dan
benar. Karena jika pemanfaatan kita salah, bisa menimbulkan masalah yang akan
merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dan sebaliknya, jika kita menggunakan
akal pikir dan logika di jalan yang benar maka kita akan menghasilkan buah pikir
yang sangat bernilai. Semakin banyak buah pikir yang kita tuangkan dalam karya
tulis ilmiah maka semakin banyak pula wawasan yang berkembang. Hal ini adalah
asal mula keragaman ilmu yang terbentuk di dunia. Buah pikir yang telah diakui
dan dipahami oleh seluruh manusia di dunia disebut sebagai ilmu. Untuk bisa
disebut ilmu, buah pikir harus melewati proses yang panjang. Salah satu caranya
dengan melalui penelitian. Proses penelitian memakan waktu yang tidak sedikit.
Konsep dasar filsafat ilmu adalah kedudukan, fokus, cakupan, tujuan dan
fungsi serta kaitannya dengan implementasi kehidupan sehari-hari. Pembahasan
filsafat ilmu juga mencakup sistematika, permasalahan, keragaman pendekatan
dan paradigma (pola pikir) dalam pengkajian dan pengembangan ilmu.
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik
secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia
dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut
membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum
alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu
terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun mikrokosmos. Dari
sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih
terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan
terasa manfaatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dapat dipastikan bahwa kita tidak
lepas dari yang namanya berpikir. Hanya saja tingkat berpikir masing-masing
individu berbeda satu dengan yang lain. Ada individu yang bisa berpikir secara
kritis namun ada juga individu yang proses berpikirnya lama. Berpikir merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting yang tidak boleh lepas dari kegiatan yang
dilakukan manusia selama hidupnya. Karena tanpa berpikir manusia akan berada
dalam suasana yang gelap dan hampa dengan banyak ketidaktahuan dalam
dirinya. Tanpa proses berpikir manusia tidak akan dapat mengenali dirinya dan
hakekat keberadaannya di dunia.
1. Model dan Kriteria Berpikir Ilmiah
Pada dasarnya, ditinjau dari sejarah berpikir manusia, terdapat dua pola
berpikir ilmiah. Yang pertama adalah berpikir secara rasional, dimana ide
tentang kebenaran sebenarnya sudah ada. Pikiran manusia dapat mengetahui
ide tersebut namun tidak menciptakannya. Dengan kata lain, ide tentang
kebenaran yang menjadi dasar bagi pengetahuan diperoleh melalui cara
berpikir yang rasional, terlepas dari pengalaman manusia.1
Cara berpikir ilmiah yang kedua adalah empirisme. Berbeda dengan
rasional, menurut orang-orang yang berpaham empirisme, pengetahuan tidak
secara alami ada di benak kita melainkan harus diperoleh melalui pengalaman.
Adapun kriteria metode berpikir ilmiah yaitu: berdasarkan fakta, bebas dari
prasangka, menggunakan prinsip-prinsi analisis, menggunakan hipotesis,
menggunakan ukuran objektif dan menggunakan teknik kuantitatif.
Berfikir merupakan suatu proses, karena itu berfikir merupakan satu seri
atau beberapa seri, langkah atau beberapa tindakan yang diharapkan
memperoleh hasil yang berguna bagi kehidupan bersama. Manusia berfikir
karena manusia mempunyai gagasan/ ide/ cita-cita atau karena ada masalah
yang perlu dipecahkan. Kalau sudah berfikir keras dan tidak menghasilkan
sesuatu yang tidak diharapkan, beberapa kemungkinan dapat terjadi.
Kemungkinan pertama ada langkah berfikir yang salah, kurang tepat, kurang
fokus pada tujuan yang ada atau karena materi yang dibahas kurang relevan,
sehingga tidak menggambarkan satu kebulatan yang utuh dalam meneliti
ilmu. Sebab lain dapat terjadi karena kurang menguasai proses berfikir itu
sendiri.
Berfikir ilmiah adalah pemikiran yang sungguh-sungguh. Artinya, suatu
cara yang berdisiplin dimana seseorang tak kan membiarkan ide dan konsep
yang sedang dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun kesemuanya itu
diarahkan pada satu tujuan tertentu. 2
Pengetahuan mengantar manusia untuk mengetahui berbagai masalah yang
dihadapi, yang terkait dengan kebenaran, kesalahan, kekurangan, kebaikan,
keburukan, kejujuran, dan sebagainya. Menghadapi pilihan-pilihan tersebut,
manusia dituntut untuk berfikir dan bekerja cerdas, sehingga mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya secara jernih. Jika dapat ditemukan
ilmu baru dapat diartikan proses atau seri berfikir yang benar telah dilalui.
Dengan demikian ciri utama ilmu selain bersifat komprehensif, yang disebut
logika, dapat dipastikan alur pemikiran yang benar telah dilalui, atau proses
yang logis sudah berlangsung. Disamping itu, metode berpikir sudah sesuai
dengan tuntutan ilmu pengetahuan yang ada dan telah bekerja dengan baik
pula.
Dengan demikian ilmu pengetahuan sangat bermanfaat bagi kesejahteraan
dan kebahagiaan umat manusia, oleh karena itu, diharapkan manusia yang
memiliki pemikiran jernih memihak pada keadilan, kejujuran dan kebenaran.
3. Hubungan Proses Berpikir Ilmiah dengan Keragaman Ilmu
Taat, Suhartono. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistomologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan. 2010. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 143.
2
terjadi.
Sarana
yang
diperlukan
yaitu
berupa
pertama
kehidupannya
kali
maka
manusia
mulailah
mulai
manusia
mempelajari
mengembangkan
Dahulu kala
pandangan
menyatukan
pengetahuan
nenek
tentang
moyang
apa
kita,
adanya
yang
dengan
apa
yang
jika tidak
Yogyakarta. 74.
Pustaka
Berpikir Reflektif
Penulis didalam buku filsafat ilmu mencoba menjelaskan dengan alur berpikir
Filsuf Descartes, berpikir filsafat dan berpikir pragmatis dalam pemecahan
masalah.
1) Alur Berpikir Reflektif (Descartes)
a. Pemahaman Masalah
Sadar masalah. Sadar adanya masalah yang perlu dilakukan penyelesaian,
penjelasan.
Pembatasan masalah. Masalah harus dipersempit, karena pengetahuan itu
berasal dari kumpulan pengetahuan yang tidak sempurna.
Pernyataan masalah (Problem statement) yang perlu diselidiki.
Kita menjadi sadar akan suatu masalah, membatasi sebaik mungkin masalah
tersebut dan menunjukkan apa yang perlu diselidiki. Masalah tentang
alamyang dapat ditangkap oleh indera kita.
Masalah adalah kesenjangan (Gap) dari apa yang seharusnya (What should be)
dan apa yang ada (what it is). Untuk membatasi dan mempersempit masalah,
maka diambil kesenjangan yang menjadi perhatian (concern) dan tanggung
jawabnya (responsibility)
b. Meragukan dan Menguji Secara Rasional
Upaya mengembangkan ide kreatif dilakukan melalui:
1) Olah pikir, menggunakan akal budi.
2) Cipta talen berdasarkan pengalaman.
3) Olah rasa dan batin menggunakan intuisi/instink menjadi ide kreatif
4) Meragukan apa yang disebut masalah dan mencoba memberikan jawaban
yang benar melalui tanggapan rasional maupun akal sehat (common sense)
c. Memeriksa Penyelesaian Terdahulu
Menguji barang dan mempertimbangkan penyelesaian yang telah diajukan
sebelumnya melalui:
1) Deduksi atau koherensi, dengan penelusuran teori yang sudah ada.
2) Analisis, judgment, pengorganisasian dan sintesa.
d. Menyarankan Hipotesis
Hipotesis adalah hubungan variabel (bahan) yang dapat berupa konsep,
prinsip, kaidah, dalil, proposisi yang masih perlu diuji:
1) Hubungan asimetris (cause effect relationship: hubungan sebab akibat).
2) Hubungan simetris (hubungan timbal balik atau fungsional).
e. Pengujian Konsekuensi (Verifikasi Hipotesis)
Verifikasi terhadap penjabaran hasil (hipotesis) yang telah dilakukan.
Verifikasi adalah upaya melakukan pengamatan lebih banyak untuk
membenarkan hipotesis atau mengingkarinya. Verifikasi secara langsung
melalui pengamatan empirik dan verifikasi secara tidak langsung melalui
pemahaman sejumlah metode. Hasil pengujian yang membenarkan dan
memperkuat pengetahuan yang sudah ada disebut verifikasi, sedangkan
hasil pengujian yang menolak teori yang ada disebut klasifikasi.
f. Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpula mengenai masalah dan pengujian dapat
menghasilkan beberapa kesimpulan:
1) Masalah yang tak ada maknanya
untuk
pengembangan
pengetahuan.
2) Ada makna tetapi sulit dijawab (pengetahuan saat ini tidak
memadai atau tidak tersedia)
3) Dijawab dengan mengiyakan (verifikasi) atau mengingkari,
menolak (falsifikasi)
4) Dijawab secara deskriptif.
5) Dijawab dengan konsep baru.
Masalah (what) juga perlu dipersempit dan dipertajam, sehingga jelas apa
yang menjadi masalah yang mau diselesaikan.
Analisis pertama dengan inderawi (empiris) kita mencari penyebab masalah
dengan riset atau pengumpulan data di lapangan. Analisi kedua dengan
menelusuri pustaka untuk mencari penyebab masalah dan cara penyelesaian
dari khasanah ilmiah maupun dari penelitian yang mendahului. Dari hasil
analisis pertama dan kedua dapat disimpulkan jawaban sementara tentang akar
penyebab
masalah.
Langkah
berikutnya
menyusun
upaya
2. Seni
kurang kuat).
Cenderung kabur dan samar-samar
Pengetahuan tidak teruji, karena kesimpulan biasanya ditarik
dengan asumsi yang tidak diuji dulu.
Didukung metode trial dan error serta pengalaman.
dengan
hukum
universal
yang
menjadi
kesimpulannya.
4. Falsifikasionisme
Namun suatu fakta/fenomena baru dapat menolak teori yang sudah ada
atau menggagalkan teori yang sudah ada. Kondisi ini dikenal dengan
sebutan falsifikasi. Karl Popper pada tahun 1919-20an menjelaskan
metode yang dapat digunakan untuk membantah dan menguji sebuah teori,
dengan mendefinisikan kejadian atau genomena apa yang tidak mungkin
terjadi, jiks pernyataan ilmiah tersebut memang benar.
5. Relativisme
Pada relativisme, teori dikatakan baik harus dinilai relatif dari segi standar
yang diterima oleh masyarakat, sedangkan standar itu secara tipikal akan
berlainan sesuai dengan kultur dan hitoris masyarakat masing-masing.
6. Pragmatis
7. Filsafat Ilmu
Filsafat meletakkan dasar-dasar pengetahuan. Landasan berpikir filsafat
menggunakan metode analisi dan sintesis. Analisi pengetahuan yang
dihasilkan dari berpikir rasionalisme dan empirisme, kemudian dilakukan
suatu sintesis baru merupakan kajian Filsafat Ilmu.
Filsafat, sesuai ciri dasarnya sebagai, prinsip dan landasan berpikir bagi
setiap usaha manusia di dalam mengenal dan mengembangkan eksistensinya,
melakukan tugasnya dengan bertitik tolah pada beberapa ciri pemikiran, yaitu:
10
1.
Berpikir Radikal (radix = akar). Artinya, ciri berpikir filsafat yang ingin
menggali dan menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-akarnya, untuk
menemukan dan mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke
permukaan. Melalui cara pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu
hasil
berpikir
yang
mendasar
dan
mendalam,
serta
sebuah
2.
berbagai
arus
pemikiran
baru
apa
pun.
atau
memandegkan
dirinya
di
dalam
berbagai
kebekuan
inspirasi,
mampu
mengkritisi,
memperbaiki,
11
3.
4.
teratur.
Berpikir Universal. Artinya, pemikiran filsafat selalu mencari gagasangagasan pemikiran yang bersifat universal, yang dapat berlaku di semua
tempat. Pemikiran filsafat tidak pernah akan berhenti dalam sebuah
kenyataan yang terbatas, ia akan menerobos mencari dan menemukan
gagasan-gagasan yang bersifat global dan menjadi rujukan pemikiran
umum. Pikiran-pikiran yang bersifat partikular dan kontekstual (bagianbagian yang terpisah menurut konteks ruang dan waktu) diangkat dan
ditempatkan (disintesakan) dalam sebuah bagian yang utuh dan universal,
sebagai
5.
sebuah
kenyataan
eksistensisal
yang
khas
manusiawi.
12
6.
kesatuan
yang
utuh.
orang
mampu
memberi
arti,
memahami,
menangkap,
13
7.
dijelaskan
secara
lengkap
dan
sempurna.
mengangkat pengalaman-
8.
bidang
keilmuan
yang
khas.
ditunjukkan
bahwa
pemikiran
filsafat
tidak
cenderung
14
pertautannya secara utuh dengan inti kehidupan manusia yang luas dan
problematis. Berpikir reflektif memungkinkan proses internalisasi
(pembathinan) setiap pemikiran filosofis, sehingga pikiran itu sendiri
bukan hanya mampu mencerminkan isi otak, tetapi isi kehidupan secara
utuh
9.
menjadi
sebuah
gaya
kehidupan
yang
khas.
10.
15
11.
Berpikir
eksistensial.
Ciri
pemikiran
filsafat
ini
bermaksud
selalu
mengandaikan
harapan,
kecemasan,
kerinduan,
12.
16
7.
8. Dimensi ilmu
Dimensi ilmu sepatutnya dianggap termasuk dalam ilmu,
peranan atau pentingnya ilmu dalam suatu kerangka tertentu,
dan
sifat
berdasarkan
atau
ciri
perluasan
pertimbangan.
yang
Untuk
dapat
keperluan
ditambahkan
penelaahan
Pustaka
17
merupakan
construction
of
language. 10
(suatu
konstruksi bahasa).
3. Matematik: dimensi matematis dari ilmu
Menekankan segi kuantitatif dan proses kuantifikasi dalam ilmu.
Definisi dalam McGraw-Hill Dictionary of Scientific and Technical
Terms tampaknya menonjolkan dimensi matematis dari science:
A branch of study in which facts are observed and classified and
usually quantitatives laws are formulated and verified , involves
the application of mathematical reasiong and data analysis to
natural phenomena.11 (Suatu cabang studi yang didalamnya
fakta-fakta diamati dan digolong-golongkan dan biasanya kaidahkaidah
kuantitatif
dirumuskan
dan
dibuktikan,
mencakup
Science, 1979, p. 31
9 Charles W. Morris, Science Empirism, dalam Otto Neurath, et
1972, p.7
11 Daniel N. Lapedes, ed., McGraw-Hill Dictionary of Scientific
18
penerapan
penalaran
matematis
dan
analisis
data
atas
fenomena alamiah).
4. Ilmu politik: dimensi politik dari ilmu
Dapat membahas ilmu dari sudut tinjauan pemerintahan atau
sebagai faktor kekuasaan dalam negara. Perincian Haberer
tentang
ilmu
sebagai
ideologi
da
uraiannya
mengenai
(scientific
dicovery)
dapat
dibandingkan
dengan
19
orang
berbicara
tentang
scientific
research
community. 15
BAB III
PENUTUP
Pemikiran ilmiah atau alur pikir ilmiah adalah pemikiran yang sungguh-sungguh.
Artinya, suatu cara yang berdisiplin, dimana seseorang tidak akan membiarkan ide
dan konsep yang dipikirkannya berjalan tanpa arah yang jelas, namun semuanya
akan diarahkan pada suatu tujuan tertentu yaitu pengetahuan. Model pemikiran
ilmiah pada dasarnya ditinjau dari segi sejarah berpikir manusia, ada dua model
pemikiran ilmiah yaitu berpikir secara rasional dan empirisme.Paling asasi adalah
produk kegiatan berpikir lewat suatu cara berpikir tertentu.
Dengan metode ilimiah sebagai paradigma maka ilmu dibandingkan
dengan berbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan sangat
cepat. Salah satu faktor yang mendorong perkembangan ini adalah faktor sosial
dari komunikasi ilimiah dimana penemuan individual segera didapat dan dikaji
oleh anggota masyarakat ilmuwan lainnya.
Ilmu memandang kebenarannya sebagai tujuan yang mungkin dapat
dicapai namun tak pernah sepenuhnya tangkapan kita sampai. Meskipun kita
berusaha brsikap seobjektif mungkin, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
15 Michael Mulkay, Sociology of the Scientific Research
20
persepsi kita tidak pernah lepas dari faktor subjektifitas. Dalam perspektif inilah
maka penelitian terhadap ilmu tidaklah ditentukan oleh keaslian teorinya
sepanjang zaman melainkan terletak dalam kemampuan memberikan jawaban
terhadap masalah dalam tahap peradaban tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
22