Anda di halaman 1dari 25

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

ONTOLOGI - PENYELESAIAN MASALAH


Makalah disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu :
Dr. H. TOBARI, S.E., M.Si.

Oleh :
Kelompok 1

1. Farid Intan Pramesti (92223006)


2. Lia Anggini (92223008)
3. Harsono (92223028)
4. Yusi Afserinta (92223029)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PALEMBANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR .................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG .......................................................... 1
1.2. RUMUSAN MASALAH .......................................................... 1
1.3. TUJUAN PEMBAHASAN .......................................................... 2
1.4. METODE PEMBAHASAN .......................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 ONTOLOGI ................................................................................ 3
2.2 NATURALISME ..................................................................... 7
2.3 MATERIALISME ..................................................................... 7
2.4 IDEALISME ............................................................................ 12
2.5 HYLOMORFISME ..................................................................... 14
2.6 POSITIVISME LOGIS ......................................................... 15

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN ...................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala


yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul, “Ontologi-Penyelesaian Masalah”
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan daripada penulisan dari makalah ini untuk memenuhi syarat
tugas mata kuliah Filsafat Ilmu. Selain itu, makalah ini dibuat dengan tujuan agar
menambah wawasan bagi para pembacanya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengajar kuliah ini, yaitu
Bapak Dr. Tobari, SE, M.Si., yang telah memberikan tugas ini dan memberikan
begitu banyak referensi sehingga mempermudah dalam penyusunan dan
penyelesaian akhir tugas makalah ini.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini,
namun besar harapan kami agar makalah ini tetap mampu diterima pembacanya dan
semoga dapat menambah wawasan pembacanya.
Terimakasih.

Palembang, Desember 2023

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Filsafat ilmu diberikan sebagai pengetahuan bagi orang yang ingin
mendalami hakikat ilmu dan kaitannya dengan pengetahuan lainnya. Dalam
masyarakat yang religius, ilmu dipandang sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan, karena sumber ilmu yang hakiki
berasal dari Tuhan.
Filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat pengetahuan yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu, memiliki 3 (tiga) landasan utama yang
diajukan sebagai pertanyaan dasar untuk membedakan jenis pengetahuan
yang satu dengan pengetahuan yang lainnya, yaitu : (Suriasumantri, 2020 :
33)
1. Landasan Ontologis (Apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut?);
2. Landasan Epistimologis (Bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan tersebut?); dan
3. Landasan Aksiologis (Untuk apa pengetahuan tersebut
dipergunakan?).
Dengan membahas ketiga unsur ini manusia akan mengerti apa
hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu yang sebenarnya, maka manusia tidak
akan dapat menghargai ilmu sebagaimana mestinya. Maka dari itu, kali ini
penulis akan melakukan pembahasan mendalam dengan pokok bahasan
landasan ontologis.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang timbul berdasarkan latar belakang
tersebut di atas antara lain sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan ontologi?
2. Apa yang dimaksud dengan naturalisme?
3. Apa yang dimaksud dengan materialisme?
4. Apa yang dimaksud dengan idealisme?
5. Apa yang dimaksud dengan hylomorfisme?
6. Apa yang dimaksud dengan positivisme logis?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN


Tujuan pembahasan rumusan masalah pada makalah ini antara lain
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang ontologi.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang naturalisme.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang materialisme.
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang idealisme.
5. Untuk mengetahui dan memahami tentang hylomorfisme.
6. Untuk mengetahui dan memahami tentang positivisme logis.

1.4 METODE PEMBAHASAN


Pada pembahasan pokok-pokok masalah di atas, tim penulis
menggunakan pendekatan kajian kepustakaan (library research).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ONTOLOGI
Kata ontologi berasal dari perkataan yunani, yaitu Ontos: being,
dan Logos: logic. Jadi, ontologi adalah the theory of being qua being (teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan) atau ilmu tentang yang ada.
Ontologi diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang berhubungan
dengan kajian mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai
yang ada, sepanjang sesuatu itu ada. Menurut Supriyanto (2013: 30-31),
ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Dalam ontologi ilmu
pengetahuan hendaknya diuraikan secara: metodis, sistematis, koheren,
rasional, komprehensif, radikal, universal.
Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua
macam:
1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh
lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.
2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan
titik pandang terhadap obyek material.
Ontologi dalam dunia filsafat juga disebut sebagai metafisika umum.
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Awal pemikiran Barat sudah menunjukkan
munculnya perenungan di bidang ontologi. Segenap filsuf Barat yang tertua
yang kita kenal adalah orang Yunani yang arif dan bijak yang bernama
Thales (640-550 SM). Atas perenungannya terhadap air yang terdapat di
mana-mana, ia sampai pada kesimpulan bahwa air adalah substansi
terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu bagi kita, yang
penting sesungguhnya bukanlah ajaran-ajaran yang mengatakan bahwa air
itulah asal mula segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa mungkin
sekali segala sesuatu berasal dari satu substansi belaka. Thales adalah orang
pertama yang berpendirian sangat berbeda di tengah-tengah pandangan
umum yang berlaku saat itu. Di sinilah letak pentingnya tokoh tersebut.

3
Menurut Syafii (2004: 9), objek telaah ontologi adalah yang ada
tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang
yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap
kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.
Menurut Suriasumantri (1991: 5), ditinjau dari segi ontologi, ilmu
membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris. Objek penelaahan ilmu
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera
manusia.
Menurut Hassan (2005: 13), di balik segala kenyataan yang
teramati mesti ada sesuatu yang bersifat lebih hakiki dan asasi sebagai
sumber awal segala perwujudan dalam kenyataan. Para filsuf membedakan
penampilan (appearance) dengan hakikat (essence) sesuatu perwujudan.
Telaah ontologis akan menjawab 3 (tiga) pertanyaan utama
menurut Suriasumantri (2020: 33), yaitu :
1. Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah;
2. Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut; dan
3. Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang
membuahkan pengetahuan.
Menurut Suriasumantri (2020: 63), metafisika merupakan tempat
berpijak dari setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran ilmiah. Menurut
Suriasumantri (2020:649), tafsiran metafisika yang paling pertama adalah
terdapat hal-hal yang bersifat gaib (supernatural) atau yang biasa disebut
dengan supranaturalisme / animisme. Naturalisme adalah lawan dari
supernaturalisme.
Louis O. Kattsoff (1987: 192) membagi ontologi dalam tiga
bagian: ontologi bersahaja, ontologi kuantitati dan kualitatif, serta ontologi
monistik. Ontologi bersahaja sebab segala sesuatu dipandang dalam
keadaan sewajarnya dan apa adanya. Ontologi kuantitatif karena
dipertanyakannya mengenai tunggal atau jamaknya dan dikatakan ontologi
kualitatif berangkat dari pertanyaan: apakah yang merupakan jenis
kenyataan itu. Sedangkan ontologi monistik adalah jika dikatakan bahwa

4
kenyataan itu tunggal adanya; keanekaragaman, perbedaan dan perubahan
dianggap semu belaka.
Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan
tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi
lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam
jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan
akal manusia. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti
yang termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus;
ontologi menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya. Ada beberapa aspek ontologis yang perlu diperhatikan dalam
ilmu pengetahuan. Aspek-aspek ontologis tersebut, yaitu:
1) Metodis
Menggunakan cara ilmiah, berarti dalam proses menemukan dan
mengolah pengetahuan menggunakan metode tertentu, tidak
serampangan.
2) Sistematis
Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan.
berarti dalam usaha menemukan kebenaran dan menjabarkan
pengetahuan yang diperoleh, menggunakan langkah-langkah tertentu
yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu keseluruhan yang
terpadu.
3) Koheren
Unsur-unsurnya harus bertautan, tidak boleh mengandung uraian yang
bertentangan. berarti setiap bagian dari jabaran ilmu pengetahuan itu
merupakan rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian (konsisten).
4) Rasional
Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis).
5) Komprehensif
Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan
secara multidimensional – atau secara keseluruhan (holistik).
6) Radikal

5
Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya.
7) Universal
Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu
mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:
1) Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan
sistem pemikiran yang ada.
2) Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten
dan eksistensi.
3) Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah
keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.
Ontologi sains merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang
hakikat sains, struktur sains dan karakteristik sains. Ontologi sains adalah
ilmu yang mempelajari tentang hakikat dan struktur sains. Sementara,
hakikat sains adalah menjelaskan dan menjawab pertanyaan apa sains itu
sebenarnya dan yang dikatakan struktur sains adalah menjelaskan tentang
cabang-cabang sains, dan karakteristik sains menjelaskan tentang karakter
atau ciri dari sains menurut para ahli. Melalui science inilah, pemikiran
manusia akhirnya dapat mencapai makna hakiki (meaning) yang pada
dasarnya lebih utama daripada kebenaran (truth) karena makna merupakan
esensi dan substansi dari berbagai fenomena kehidupan manusia.
Ciri-ciri sains menurut Trowbridge, antara lain :
a) Bersifat rasional (hasil dari proses berpikir dengan menggunakan rasio
atau akal).
b) Bersifat empiris (pengalaman oleh panca indra).
c) Bersifat umum (hasil sains bisa digunakan oleh semua orang tanpa
terkecuali).
d) Bersifat akumulatif (hasil sains dapat dipergunakan untuk dijadikan
objek penelitian berikutnya).
Terdapat beberapa aliran dari ontologi pengetahuan, yaitu :
naturalisme, materialisme, idealisme, hylomorfisme, dan positivisme logis.

6
2.2 NATURALISME
Aliran ini lahir pada abad ke-17 dan mengalami perkembangan
pada abad ke-18. Naturalisme berasal dari dua kata, yaitu natural (alami)
dan isme (paham). Aliran ini disebut juga dengan paham alami. Maksudnya
adalah menerima alam sebagai keseluruhan realitas. Natura adalah dunia
yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Dalam dimensi utama dari
filsafat pendidikan terhadap naturalisme adalah pentingnya pendidikan itu
sesuai dengan perkembangan alam. Kemudian, dimensi kedua dari filsafat
pendidikan terhadap naturalisme adalah belajar itu merupakan kegiatan
melalui indra. Terakhir, dimensi ketiga dari filsafat pendidikan terhadap
naturalisme adalah pendidikan dapat berasal dari alam, manusia, dan
benda / barang.
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales
(640-550 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena
pentingnya bagi kehidupan. Anaximanes (588-524 SM) berpendapat bahwa
unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber
dari segala kehidupan. Heraklitos (535-475 SM) menyimpulkan bahwa
yang merupakan asal-mula ialah api.

2.3 MATERIALISME
Materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi
bergerak dan berkembang sebagai pembentuk awal dari alam, akal dan
kesadaran merupakan proses materi fisik. Materialisme tidak mengakui
entitas-entitas non material seperti roh, hantu, setan, malaikat dan bahkan
Tuhan. Materialisme juga tidak mengakui zat adikodrati dengan begitu
materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu
yang termasuk kehidupan manusia di alam kebenaran semata-mata dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.
Pada zaman Yunani kuno telah ada paham tentang materialisme
yaitu yang berkembang pada filsuf-filsuf Yunani tentang kejadian alam
seperti yang diterangkan oleh Thales (640-550 SM) bahwa asal kejadian
alam atau materi pembentuknya adalah air. Menurut Anaximenes (588-524

7
SM) asal kejadian alam adalah udara. Filsafat ini terus menurus berkembang
dan menurut Heraclitos (535-475 SM) bahwa yang merupakan asal mula
segala sesuatu adalah api.
Dalam Hassan (2005: 16) dikatakan Demokritos (460-370 SM)
berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak
jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang
merupakan asal kejadian alam. Paham Demokritos disebut ‘atomisme’, dan
karena setiap atom terdiri atas materi dan zat, maka paham ini bersifat
materialisme. Atom adalah partikel kecil penyusun zat yang mempunyai
bagian-bagian yaitu proton, neutron, dan elektron. Semua yang dikatakan
para filsuf Yunani adalah pandangan dunia materialisme. Akan tetapi
pendapat mereka tidak berlanjut sampai mendapatkan kebenaran yang
sebenarnya.
Adapun hukum materialisme terdiri atas :
1) Hukum I: “Materi itu Ada, Nyata dan Konkret”
Materi harus ada, nyata dan konkret, hal ini bisa kita lihat dan rasa
dengan indra kita, semua realitas yang hidup di alam atau kejadian-
kejadiannya dapat diterangkan dengan indra karena indra dapat melihatnya,
merasakannya dan mendengarkannya. Kejadian-kejadian alam yang belum
pernah kita lihat dan dengar bukan berarti sesuatu di luar materi. Semua itu
adalah materi yang belum dijelaskan oleh indra, seperti pada masyarakat
kuno kejadian bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi dan banjir
adalah buatan Dewa (Dewa Bumi, Dewa Laut, Dewa Matahari, Dewa Angin
dan sebagainya), untuk terhindar dari bencana alam, mereka menyembah
dewa yang telah disebutkan di atas. Padahal, kejadian-kejadian alam itu
dapat dibuktikan dengan alat yang mampu mendeteksi bencana alam, gempa
dan banjir.

2) Hukum II: “Materi itu Terdiri dari Materi yang Lebih Kecil dan Saling
Berhubungan (Dialektis)”
Semua yang ada di alam ini tersusun oleh partikel-partikel kecil
yang tersususn rapi menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan.
Misalnya pada tubuh manusia yang terdiri dari materi-materi yang lebih

8
kecil yaitu organ. Organ yang terdiri dari pencernaan, pernapasan,
pengeluaran, pemikiran atau otak dan lain-lain, atau materi yang lebih kecil
yaitu sel-sel sehingga indra tak mampu untuk melihatnya. Semua yang ada
pada tubuh manusia adalah satu kesatuan yang saling berhubungan.

3) Hukum III: “Materi Mengalami Kontradiksi”


Materi mengalami kontradiksi atau saling bertentangan karena di
dalam materi terdapat sesuatu perubahan dari kuantitatif berubah menjadi
kualitatif sebagai contoh air akan berubah menjadi uap jika dipanaskan
dengan suhu 100° C atau akan berubah menjadi es jika air itu bersuhu
dibawah 0° C.
Kontradiksi pula mengakibatkan perubahan mendapatkan
sebabnya. Orang merasa lapar dan haus adalah kontradiksi dengan lapar dan
haus, manusia akan selalu mencari makan dan minum untuk memenuhi
kehidupannya, makan dan minum didapat dengan cara bekerja dan dengan
bekerja manusia merubah alam serta mengubah hubungan-hubungan yang
ada di alam.

4) Hukum IV: “Materi Selalu Berubah dan Terus Berubah”


Kesepakatan terhadap rumus kehidupan bahwa: tidak ada yang lebih
alami daripada perubahan itu sendiri, dan perubahan dimulai dengan
kontradiksi atau akibat pengaruh antara materi-materi yang menyusunnya
atau intervensi dari luar.7 Maksudnya adalah Perubahan pada materi
tersebut disebabkan karena adanya kontradiksi dari dalam materi itu sendiri
atau perubahan terhadap materi juga dipengaruhi oleh pengaruh dari luar
materi.

Terdapat 5 (lima) aliran materialisme, yaitu :


1) Materialisme Modern
Materialisme modern mengatakan bahwa alam itu merupakan
kesatuan materil yang tidak terbatas. Alam di dalamnya segala materi dan
energi selalu ada dan akan tetap ada dan alam (univers) adalah sesuatu yang
keras yang dapat diindra atau dapat diketahui oleh manusia. Materialisme

9
modern mengatakan bahwa materi itu ada sebelum jiwa (mind) dan dunia
materil adalah pertama sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah nomor
dua. Jelasnya pikiran tentang konsep ide itu ada setelah materi ada terlebih
dahulu.

2) Materialisme Mekanik
Materialisme mekanik adalah teori yang mengatakan semua bentuk
dapat diterangkan menurut hukum yang mengatur materi dan gerak.
Materialisme mekanik menjadikan sains sebagai pokok utama dalam aliran
ini karena segala sesuatu di dunia dapat dipastikan dengan sains, semua
gerak dan aktifitas fisik dapat dihitung dengan matematika dan dirumuskan
dengan fisika.
Aliran materialisme mekanik menganggap bahwa segala
perubahan baik atom maupun manusia semuanya bersifat kepastian semata-
mata. Sebab-musabab yang dijelaskan melalui jalan sains semata tidak perlu
memakai ide seperti pada filsafat idealisme yang menggunakans ide sebagai
landasan teorinya. Semua gerak yang terdapat di dunia ini adalah bentuk
mekanik yang dapat diuraikan dan diatur oleh hukum-hukum alam dan
berjalan layaknya mesin.
Lebih jauh lagi materialisme mekanik berpendapat bahwa akal dan
aktivitas-aktivitasnya adalah tindak-tanduk makluk hidup (behavior) yang
dimaksudkan bahwa otak dan kesadaran dijelaskan sebagai tindak-tanduk
otot, urat saraf atau kelenjar, proses tersebut dapat dijelaskan dengan fisika
dan kimia.

3) Materialisme Alam
Junalien Offray De Lamettrie (1709-1751) berpendapat bahwa
manusia tak lain dari pada mesin, begitu pula dengan binatang, jadi manusia
dan bianatang sama saja. Ia mengingkari prinsip hidup pada umumnya. Ia
mencoba membuktikan bahwa bahan tanpa jiwa mungkin dapat hidup
(bergerak). tetapi jiwa tanpa bahan (badan) tidak mungkin dapat hidup.
Seperti pada jantung katak yang dikeluarkan dari tubuhnya, jantung katak
itu masih berdenyut beberapa detik dan kemudian mati. Kejadian ini

10
menunjukan bahwa tidak mungkin hal yang rohani mampu hidup tanpa
bahan.
Rohani tidak mungkin ada bila kodok yang dijelaskan di atas itu
mati, jadi mana mungkin rohani manusia dapat hiduptanpa adanya badan
yang membungkus rohani. Jelaslah bahwa aliran ini menganggap bahwa
yang ada itu hanya alam yang bermateri saja.

4) Materialisme Dialektika
Meterialisme dialektika pertama kali diperkenalkan oleh Karl Marx.
Materialisme ini muncul akibat perjuangan kelas yang hebat dan muncul
akibat revolusi industri. Menurut materialisme dialektika dunia ini tidak ada
sesuatu selain benda dalam gerak, benda tidak akan bergerak kecuali dalam
ruang dan waktu. Tidak ada tempat bagi Tuhan di dunia ini, oleh karena itu
materialisme dialektika merupakan buah dari teori gerak dan
perkembangan.
Teori gerak dan perkembangan ini sesuai dengan hukum-hukum
dialektika yang berlaku. Manusia atau makhluk hidup di dunia ini akan
selalu bergerak pada ruang dan waktu, tidak mungkin manusia bergerak di
ruang alam sadarnya (dalam pikirannya). Tidak ada tempat bagi Tuhan
karena Tuhan tidak ada dalam ruang dan tidak ada dalam waktu.

5) Materialisme Historis
Perkembangan gerak pada manusia yang dimaksud Marx adalah
perkembangan menuju kepada sejarahnya manusia. Tidak mungkin manusia
hidup tanpa makan, minum dan bersosialisasi. Manusia dalam hidupnya
mendorong terciptanya alat-alat yang dipergunakan untuk hidup, misalnya
manusia membuat alat pertanian, alat perairan dan terciptanya industri.
Semua alat dan industri itu tak lain dari pada materia, yang hendak
dihasilkan juga materi. Jadi, materialisme historis mendasarkan
perkembangan masyarakat atau sejarah atas materia.

11
2.4 IDEALISME
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu
yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik
yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya
merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu.
Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang
pada kebenaran sejati. Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam
ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang
ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam
nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam
ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud
sesuatu.
Menurut filosof W.F. Hocking, idealisme yaitu suatu pandangan
yang memandang sesuatu yang ada dengan sendirinya. Dan mengatakan
bahwa realitas dasar itu berhubungan sangat erat dengan ide, fikiran, atau
jiwa. Para idealism memiliki pikiran bahwa apa yang ada di dunia itu
berbeda dengan realitas yang ada. Idealisme dalam realitas terdiri atas ide-
ide, fikiran-fikiran, akal (mind) atau jiwa (selves) dan bukan benda material
dan kekuatan. Idealisme menekankan mind seagai hal yang lebih dahulu
daripada materi. Dengan begitu maka prinsip idealisme yang pokok adalah
kesatuan organik. Kaum idealis condong untuk menekankan teori koherensi
atau konsistensi dari percobaan kebenaran,yakni suatu putusan (judgment)
dipandang benar jika ia sesuai dengan putusan-putusan lain yang telah
diterima sebagai yang benar.
Menurut Plato, idealisme merupakan suatu paham yang
menganggap bahwa realitas terdiri dari jiwa dan fikiran. Idealisme
merupakan aliran terpenting dalam perkembangan sejarah perkembangan
manusia. Oleh karna itu idealisme adalah aliran yang memandang sesuatu
dengan sendirinya dan bersifat real (nyata). Terdapat pengelompokkan-
pengelompokkan tentang jenis-jenis idealisme, tetapi tidak ada suatu
pengelompokkan yang benar-benar memuaskan karena terdapat tumpang

12
tindih. Berikut ini akan diuraikan secara singkat tentang idealisme
subyektif, idealisme oyektif, dan personalisme.
a. Idealisme Subyektif (Immaterialisme)
Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi-
persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Obyek
pengalaman bukan benda material, obyek pengalaman adalah persepsi.
Benda-benda seperti bangunan dan pohon-pohonan itu ada, tetapi
hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya. Idealisme subyektif
diwakili oleh George Berkeley (1685-1753), seorang filosof dari
Irlandia. Ia lebih suka menamakan filsafatnya dengan immaterialisme.
Menurutnya, hanya akal dan ide-idenyalah yang ada. Ia mengatakan
bahwa ide itu ada dan ia dipersepsikan oleh suatu akal.
b. Idealisme Obyektif
Menurut Plato, dunia dibagi dalam dua bagian. Pertama, dunia
persepsi, dunia penglihatan, suara dan benda-benda individual. Dunia
seperti itu, yakni yang kongkrit, temporal dan rusak, bukanlah dunia
yang sesungguhnya, melainkan dunia penampakkan saja. Kedua,
terdapat alam di atas alam benda, yaitu alam konsep, ide, universal atau
essensi yang abadi. Konsep manusia mengandung realitas yang lebih
besar daripada yang dimiliki orang seorang. Kita mengenal benda-
benda individual karena mengetahui konsep-konsep dari contoh-contoh
yang abadi. Plato percaya bahwa di belakang alam perubahan atau alam
empiris, alam fenomena yang kita lihat atau kita rasakan, terdapat
dalam ideal, yaitu alam essensi, form atau ide. Ide-ide adalah contoh
yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan benda-benda
individual adalah copy atau bayangan dari ide-ide tersebut. Ide-ide yang
tidak berubah atau essensi yang sifatnya riil, diketahui manusia dengan
perantaraan akal.
c. Personalisme atau Idealisme Personal
Kelompok personalis berpendapat bahwa perkembangan terakhir dalam
sains modern, termasuk di dalamnya formulasi teori realitas dan
pengakuan yang selau bertambah terhadap 'tempat berpijaknya si

13
pengamat' telah memperkuat sikap mereka. Realitas adalah suatu sistem
jiwa personal, oleh karena itu realitas bersifat pluralistik. Kelompok
personalis menekankan realitas dan harga diri dari orang-orang, nilai
moral, dan kemerdekaan manusia. Terdapat suatu masyarakat person
atau aku-aku yang ada hubungannya dengan personalitas tertinggi.
Nilai-nilai moral dan spiritual diperkuat oleh jiwa kreatif personal, dan
jiwa mempunyai hubungan dengan segala sesuatu. Personalisme
bersifat theistik (percaya pada adanya Tuhan), ia memberi dasar
metafisik kepada agama dan etika.
Para tokoh-tokoh idelisme seperti Plato (477-347), B. Spinoza
(1632-1677 M), Liebniz (1685-1753 M), Berkeley (1685-1753), Immanuel
Kant (1724-1881 M), J. Fichte (1762-1814 M), F.Schelling (1755-1854 M),
dan G. Hegel (1770-1831 M).

2.5 HYLOMORFISME
Hylomorfisme berasal dari bahasa Yunani “hyle” yang berarti materi
dan “morphe” yang berarti bentuk. Aliran ini dalam pandangan filsafat,
dipandang sebagai metafisika dimana setiap tubuh alami terdiri atas dua
unsur intrinsik mendasar, yaitu unsur utama dan wujud substansial. Aliran
ini adalah pusat dari pemikiran Aristoteles.
Aristoteles memperkenalkan materi dan bentuk dalam Fisika, untuk
menjelaskan perubahan-perubahan di dunia alami, dimana dia secara
khusus tertarik untuk menjelaskan bagaiamana zat-zat muncul, meskipun
seperti yang dia pertahankan bahwa tidak ada yang datang dari nol.
Di satu sisi, kita harus mencari unsur-unsur primordial, yaitu, benda-
benda yang tidak diturunkan dari yang lain dan yang terdiri dari semua
benda lain. Dia menemukan solusinya untuk pertanyaan ini dalam doktrin
Empedocles tentang empat elemen: bumi (tanah), air, udara, dan api.
Intinya adalah semua zat yang masuk akal dapat dianalisis menjadi
materi dan bentuk. Akhirnya jika seseorang mengejar hierarki materi
sampai mendalam, maka akan menemukan keempat unsur utama, yaitu
bumi (tanah), udara, api, dan air.

14
2.6 POSITIVISME LOGIS
Positivisme merupakan istilah yang digunakan pertama kali oleh
Saint Simon (sekitar tahun 1825). Positivisme berakar pada empirisme
karena kedekatan keduanya yang menekankan logika simbolik sebagai
dasar. Prinsip filosofik tentang Positivisme dikembangkan pertama kali oleh
empiris Inggris Francis Bacon. Dalam psikologi pendekatan positif erat
dikaitkan dengan behaviorisme, dengan fokus pada observasi objektif
sebagai dasar pembentukan hukum. Tesis Positivisme bahwa ilmu adalah
satu-satunya pengetahuuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang
mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan.
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu
sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja
merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak
ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam
perkembangan positivisme, yaitu:
a) Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi,
walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang
diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh
Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill
dan Spencer.
b) Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme –
berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan
Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang
obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme
awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari
sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan
subyektivisme.
c) Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran
Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan
lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan
tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua
kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis,

15
positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap
ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur
penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Pendiri dan sekaligus tokoh terpenting dari aliran filsafat positivism
adalah Auguste Comte (1798-1857). Filsafat Comte adalah anti-metafisis,
ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah, dan
menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu
positif. Semboyan Comte yang terkenal adalah savior pour prvoir
(mengetahui supaya siap untuk bertindak), artinya manusia harus
menyelidiki gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala-gejala ini
supaya ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi.
Menurut Comte, pandangan sejarah memiliki perkembangan
pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau
pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai
oleh takhayul-takhayul sehingga subjek dengan objek tidak
dibedakan.
2) Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan
memikirkan kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan
fakta.
3) Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk
menemukan hukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta. Oleh
karena itu, pada tahap ini pengetahuan manusia dapat berkembang
dan dibuktikan lewat fakta.
Filsafat positivism Comte disebut juga faham empirisisme-kritis,
bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Comte pengamatan
tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah
teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara ‘terisolasi’,
dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori. Metode positif Auguste
Comte juga menekankan pandangannya pada hubungan antara fakta yang
satu dengan fakta yang lain. Baginya persoalan filsafat yang penting bukan
pada masalah hakikat atau asal-mula pertama dan tujuan akhir gejala-gejala,

16
melainkan bagaimana hubungan antara gejala yang satu dengan gejala yang
lain.
Fisafat Comte terutama penting sebagai pencipta ilmu sosiologi.
Kebanyakan konsep, prinsip dan metode yang sekarang dipakai dalam
sosiologi, berasal dari Comte. Comte membagi masyarakat atas ‘statika
sosial’ dan ‘dinamika sosial’. Statika social adalah teori tentang susunan
masyarakat, sedangkan dinamika social adalah teori tentang perkembangan
dan kemajuan. Sosiologi ini sekaligus suatu ‘filsafat sejarah’, karena Comte
memberikan tempat kepada fakta-fakta individual sejarah dalam suatu teori
umum, sehingga terjadi sintesis yang menerangkan fakta-fakta tersebut.
Fakta-fakta itu dapat bersifat politik, yuridis, ilmiah, tetapi juga falsafi,
religious, atau cultural.
Istilah positivisme dipopulerkan oleh August Comte dalam sebuah
karyanya “Cours de Philosophic Positive" sebanyak enam jilid. Dari Comte
inilah orang banyak mengenal tentang positivisme secara luas. Positivisme
berakar pada empirisme. Prinsip filosofis tentang positivisme
dikembangkan pertama kali oleh empirist Inggris Francis Bacon (sekitar
1600). Di samping itu juga bersama-sama John Locke dan David Hume,
kelompok positivis Prancis (Auguste Comte), kelompok logikal positivis
dan kelompok Wina serta aliran-aliran fisika analisis dari Inggris sangat
concern terhadap tradisi empiris. Sesungguhnya positivisme tidak dapat
dipisahkan dengan empirisme. Oleh karena itu tidak salah bila Hector
Hawton menyebut positivisme tersebut bersinonim dengan empirisme
ilmiah. Tesis positivisme adalah bahwa ilmu adalah satu-satunya
pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat
menjadi obyek pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak
keberadaan segala kekuatan atau subyek di belakang fakta, menolak segala
penggunaan metode di luar yang digunakan untuk menelaah fakta.
Atas kesuksesan teknologi industry abad ke-18 positivisme
mengembangkan pemikiran tentang ilmu universal bagi kehidupan manusia,
sehingga berkembang etika, politik, dan juga agama sebagai disiplin ilmu.
Tentu menjadi etika, politik dan agama yang positivistik. Dalam

17
perkembangan filsafat, ada tiga bentuk positivisme, yaitu positivisme sosial,
positivisme evolusioner, dan positivisme kritis. Ketiga aliran itu kemudian
berkembang lebih lanjut menjadi positivisime modern, yang dibagi kepada
dua aliran besar, yaitu positivisme linguistik dan positivisme fungsional.
Selain itu juga berkembang aliran positivisme logik (logical positivisme)
yang dikenal dengan neopositivisme.
Tugas pertama bagi logika positivisme adalah mendefinisikan apa
yang menjadi tuntutan dalam penyusunan suatu ilmu pengetahuan. Hasilnya
adalah untuk menganalisis bentuk logika dari suatu pernyataan. Pernyataan
yang tidak hanya analitis (sebagai contoh: definisi) atau sintetis (pernyataan
yang merupakan bukti dari fakta) yang digolongkan sebagai nyata secara
kognitif (cognitively significant) atau bermakna. Semua pernyataan lain
tidak nyata secara kognitif bila: tidak bermakna, bersifat metafisik, dan
tidak ilmiah. Analisis filosofi yang menggunakan pernyataan seperti itu
mungkin sebagai ekspresi sikap emosi, atau sikap umum mengenai
kehidupan, atau nilai moral, tetapi tidak dapat dinyatakan sebagai ilmu
pengetahuan.
Untuk menjalankan program ini, para pengikut logika positivisme
membutuhkan kriteria yang obyektif yang dapat membedakan antara
pernyataan sintetis yang tidak bermakna. Salah satu pemikiran awal untuk
menjawabnya adalah mengemukakan prinsip dapat diverifikasi
(verifiability): pernyataan hanya bermakna bila dapat diverifikasi.
Sayangnya, pernyataan dalam bentuk universal (seperti: semua burung
gagak berwarna hitam), yang sering digunakan dalam ilmu pengetahuan
ternyata tidak dapat diverifikasi. Kriteria lainnya adalah dapat ditolak
(falsifiability), sedangkan Ayer berpendapat harus dapat diverifikasi
meskipun lemah, Carnap menambahkan dapat diubah bentuknya
(translatability) ke dalam bahasa empiris dan dapat dikonfirmasi
(confirmability). Tetapi, tidak ada satupun dari kriteria tersebut yang
mampu membenarkan dalam memutuskan suatu persoalan. Dilema lain
adalah adanya terminologi teori dalam pernyataan yang dibuat oleh
ilmuwan. Beberapa ilmuwan positivis mengikuti Mach dalam mendesak

18
untuk menghilangkan kriteria tersebut dalam dunia ilmiah, tetapi beberapa
ilmuwan lain memegang teguh pernyataan tersebut. Program akhir dari para
ilmuwan positivis adalah menggabungkan tesis dalam ilmu pengetahuan,
yaitu semua ilmu pengetahuan dapat memanfaatkan metode yang sama.
Ada enam program pengajaran utama dalam logika empirisme.
Program pertama adalah menyatukan tesis ilmu pengetahuan. Tiga
program berikutnya adalah berhubungan dengan struktur dan tafsir terhadap
teori. Model hipotetik-deduktif (hypothetical-deductive) dari struktur teori
menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan mempergunakan teori, yang
dinyatakan dalam bentuk formal seperti aksioma, struktur dari hipotetik-
deduktif seperti itu tidak mempunyai arti empiris sampai beberapa
elemennya (biasanya kesimpulan teori atau prediksi dari teori) diberi
interpretasi empiris melalui penggunaan aturan yang sesuai. Tidak semua
pernyataan mempunyai interpretasi empiris. Yang hanya mengandung
terminologi teoritis, pada khususnya, tidak dapat diinterpretasikan. Apakah
pernyataan seperti itu tidak bermakna? Tidak semuanya, sesuai dengan tesis
yang dapat diuji secara langsung (indirect testability thesis) pernyataan
seperti itu mendapat nilai nyata kognitif secara tidak langsung jika teori
yang menyertainya dapat memperkuat. Akhirnya, memperhatikan
pernyataan tentang batas dan pengkajian teori, logika empiris membentuk
konfirmationisme (confirmationism) sebagai kriteria utama dalam
penafsiran teori. Teori mempunyai arti ilmiah jika dapat diuji. Pengujian
segera dapat mengesahkan atau membatalkan suatu teori. Penerimaan suatu
teori tergantung dari derajat pengesahannya.
Derajat pengesahan diukur dari:
1) Suatu kuantitas dan ketelitian dari hasil pengujian yang mendukung.
2) Ketelitian prosedur observasi dan pengukuran.
3) Bermacam-macam bukti yang mendukung.
4) Situasi uji yang mendukung hipotesis.
Kriteria non-empiris tambahan dalam penafsiran (seperti:
kesederhanaan, kebagusan, bermanfaat, berlaku umum, dapat
dikembangkan) perlu diungkapkan jika teori yang dipilih belum mempunyai

19
dasar empiris. Dua pengajaran terakhir dari logika empirisme membahas
logika dari penjelasan ilmiah. Semua penjelasan dalam ilmu pengetahuan
harus dinyatakan dalam bentuk bukti deduktif. Kalimat penjelas terdiri atas
kelompok kalimat, beberapa diantaranya menyatakan kondisi awal dan
salah satunya berisi pernyataan umum atau hukum statistik. Deduktif-
nomologis (deductive-nomological) mencakup model suatu hukum dalam
penjelasan ilmiah. Sebagai tambahan penganut logika empiris percaya
tentang tesis simetri; penjelasan dan prediksi merupakan hal yang simetri
secara struktur, perbedaannya hanya dalam hal waktu. Pada penjelasan,
fenomena yang dijelaskan telah terjadi, sedangkan dalam prediksi,
fenomena tersebut belum terjadi.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Ontologi adalah ilmu yang berdasar hal-hal nyata (teory of reality)
secara universal. Ontologi dalam dunia filsafat juga disebut sebagai
metafisika umum. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-
lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.
Telaah ontologis akan menjawab 3 (tiga) pertanyaan utama, yaitu :
1) Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah; 2) Bagaimana wujud yang hakiki
dari obyek tersebut; dan 3) Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan
daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang
membuahkan pengetahuan.
Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua
macam: 1) Obyek Material (obiectum materiale, material object) ialah
seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu;
dan 2) Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan
titik pandang terhadap obyek material.
Aliran ontologi diklasifikasikan atas 5 (lima) aliran, yaitu :
naturalisme (aliran yang menerima alam sebagai keseluruhan realitas),
materialisme (aliran yang pandangan hidup yang mencari dasar segala
sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di alam kebenaran semata-mata
dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra),
idealisme (aliran yang menganggap bahwa realitas terdiri dari jiwa dan
fikiran), hylomorfisme (aliran yang membahas tentang materi dan bentuk
dalam suatu zat yang pada akhirnya akan berujung pada empat elemen dasar
yaitu bumi, udara, air, dan api), dan positivisme logis (aliran yang
membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan
pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah).

21
DAFTAR PUSTAKA

- Hassan, Fuad. 2005. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta : Pustaka Jaya.


- Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rajawali Pers.
- Supriyanto, Stefanus. 2013. Filsafat Ilmu. Surabaya: Prestasi Pustaka.
- Suriasumantri, Jujun S. 2020. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
-------Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
- Syafii, Inu Kencana. 2004. Pengantar Filsafat (Cet. I). Bandung: Refika
-------Aditama.

Anda mungkin juga menyukai