Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

STRUKTUR HADITS

Mata Kuliah :
ULUMUL HADITS

Dosen Pengampu :
Disniarti.Mpd.i
Disusun Oleh Kelompok 1:

1. Mia sumiarti 22.19.1905


2. Deslina Pasmawati 22.19.1870
3. Amellia Dwi Susanti 22.19.1867

PROGRAM STUDI PEDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIAH ( STIT)
KOTA PAGAR ALAM
TAHUN PELAJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Allah SWT. Tim penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul Struktur Hadist. Sebuah
makalah yang ditunjukkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadist.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. para sahabat, dan para pengikutnya yang telah berjuang menegakkan ajaran
agama Islam dalam rangka menebar kemaslahatan bagi alam semesta.
Sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al-Qur’an, hadist
menempati posisi yang sangat urgen dalam struktur kajian keIslaman. Karena itu,
pembuatan makalah ini sebagai upaya untuk mengetahui dan mengkaji struktur
suatu hadist.
Melalui makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami tentang
struktur-struktur suatu hadist. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat
menambah khazanah keilmuan Islam khususnya structural hadist dan semoga
segala kebaikan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini menjadi
amal shaleh dan mendapat ridho Allah SWT. Amiin.

Pagar Alam, 23 Maret 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hadis .................................................................... 3
2.2 Komponen .............................................................................. 4
2.3 Sanad Hadis ............................................................................ 4
2.4 Matan Hadis ........................................................................... 9
2.5 Mukharrij ................................................................................ 9
2.6 Kedudukan Sanad dan Matan Hadis ...................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ........................................................................... 13
3.2 Saran ..................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-qur’an yang senantiasa dibaca kaum muslimin tidak sekedar bacaan
suci umat islam yang diyakini sebagai ibadah, melainkan juga sebagai
hudan(pedoman dan petunjuk hidup) bagi orang-orang yang bertakwa, bahkan
segenap umat manusia. Tujuan hidup dengan menjadikan al-Qur’an sebagai hudan
adalah tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat dalam naungan ridha dan kasih
syang ALLAH SWT.
Namun demikian, karena petunjuk hidup di dalam al-Qur’an hampir
sebagian besarnya bersifat mujmal (global) dan masih amm (umum) maka untuk
menerapkannya secara praktis sangatlah menghajatkan penjelasan-penjelasan
yang lebih operasional, terutama dari Nabi Muhammad selaku pembawa al-
Qur’an serta pemilik otoritas utama dalam hal ini. Penjelasan-penjelasan dari Nabi
tersebut bisa berupa ucapan, perbuatan, maupun pernyataan atau pengakuan, yang
dalam tradisi keilmuan islam disebut hadis. Dengan demikian, hadis nabi
merupakan ajaran islam setelah al-Qur’an.
Dari sisi periwayatannya hadis memang berbeda dengan al-Qur’an. Semua
periwayatan ayat-ayat al-Qur’an diyakini dan dapat dipastikan berlangsung secara
mutawattir, sedang hadis ada yang muttawattir dan ada juga yang ahad. Oleh
karena itu, al-Qur’an apabila dilihat dari segi periwayatannya mempunyai
kedudukan sebagai qathiy al-wurud, sedang hadis Nabi, dalam hal ini yang
berkategori ahad, berkedudukan sebagai zhanniy al-wurud. Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas hadis semacam ini diperlukan penelitian matan maupun
sanad. Dari sini, dapat dilihat bahwa selain rawi (orang yang meriwayatkan atau
mengeluarkan hadis), matan dan sanad merupakan tiga unsur terpenting dalam
hadis Nabi.
Makalah ini bermaksud menjelaskan pokok-pokok dan fungsi ketiga unsur
di atas dalam membentuk sebuah hadis.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadis ?
2. Apa saja komponen hadis ?
3. Apa yang dimaksud sanad ?
4. Apa yang dimaksud matan ?
5. Apa yang dimaksud mukharij/rawi ?
6. Bagaimana kedudukan sanad dan matan hadis ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hadis
2. Untuk mengetahui komponen hadis
3. Untuk mengetahui makna sanad
4. Untuk menetahui makna matan
5. Untuk mengetahui makna mukharij/rawi
6. Untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan hadis

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadis


2.1.1 Secara Etimologis
Menurut Ibn Manzhur, kata hadis berasal dari bahasa arab, yaitu al-hadits,
jamaknya al-ahadits, al-haditsan, dan al-hudtsan. Secara etimologis, kata ini
memiliki banyak arti, di antaranya al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim (yang
lama), dan al-khabar, yang berarti kabar atau berita.
Di samping pengertian tersebut, M.M Azami mendefinisikan bahwa kata
hadis (Arab: al-hadits), secara etimologi berarti komunikasi,kisah, percakapan;
religious atau sekular, historis atau kontemporer.
2.1.2 Secara Terminologis
Secara terminologis, para ulama, baik muhaditsin, fuqaha, ataupun ulama
ushul, merumuskan pengertian hadis secara berbeda-beda. Perbedaan pandangan
tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing,
yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminnya .
1. Ulama hadis mendefinisikan hadis sebagai berikut:
“ segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW., baik berupa
sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.”
2. Menurut istilah ahli ushul fiqh, pengertian hadis adalah :
“ hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW.,
selain Al-qur’an Al-karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir
Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara’.”
3. Adapun istilah menurut para fuqaha, hadis adalah :
“ segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW. Yang tidak bersangkut
paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib.”
Hal ini jelas bahwa para ulama beragam dalam mendefinisikan hadis
karena mereka berbeda dalam meninjau objek hadis itu sendiri.1

1
Suryadilaga, M. Alfati. 2010. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Teras

3
2.2 Komponen Hadits
Secara struktur, hadis terdiri ats tiga komponen, yakni sanad atau isnad
(rantai penutur), matan ( redaksi hadis ), dan mukharij (rawi). Untuk lebih
jelasnya perhatikan contoh dibawah ini:
‫ب عَنْ يَ ِزي َد ْب ِن ا ْلبَ َرا ِء عَنْ أَبِي ِه أَنَّ النَّبِ َّى‬
ٍ ‫هللاِ َح َّدثَنِى أَبِى َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع َح َّدثَنَا أَبُو َجنَا‬
َّ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد‬
(‫س أَ ْو عَصا ً (اخرجه احمد فى مسنده‬ ٍ ‫ب َعلَى قَ ْو‬ َ ‫صلى هللا عليه وسلم َخ‬
َ ‫ط‬
Sanad adalah:
‫ب ع َْن يَ ِزي َد ْب ِن ْالبَ َرا ِء ع َْن أَبِي ِه‬
ٍ ‫َّللاِ َح َّدثَنِى أَبِى َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع َح َّدثَنَا أَبُو َجنَا‬
َّ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد‬
Matan adalah:
‫س أَوْ َعصًا‬ َ َ‫صلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّم َخط‬
ٍ ْ‫ب َعلَى قَو‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
Mukharrij adalah:
‫)اخرجه احمد فى مسنده( احمد‬
2.3 Sanad Hadis
2.2.1 Pengertian Hadits
Kata “sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang kita
jadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena hadist bersandar kepadanya.
Menurut istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-badru bin Jama’ah dan
Al-thiby mengatakan bahwa sanad adalah :
‫ْق ْال َمتَ ِن‬
ِ ‫ا ِال ْخبَا ُر ع َْن طَ ِري‬
Artinya : “ berita tentang jalan matan”
Yang lain menyebutkan:
‫ى ْال َم ْت ِن‬ ِ ْ‫ِس ْل ِسلَةُ ال ِّر َجا ِل ْال ُمو‬
َ ‫صلَ ِة اِل‬
Artinya” silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadist), yang
menyampaikan kepada matan hadist”
Ada juga yang menyebutkan:
‫السند هو سلسلة الرواة الذين نقلوا المتن عن صدره األول‬
Artinya : “sisilah para perawi yang menukilkan hadist dari sumbernya
yang pertama”
Silsilah orang-orang maksudnya adalah susunan atau rangkaian orang-
orang yang menyampaikan materi hadist tersebut, sejak yang disebut pertama
sampai kepada Rasulullah SAW. Yang perkataan dan perbuatan, taqrir, dan
lainnya merupakan materi atau matan hadist. Dengan pengertian tersebut, sebutan

4
sanad hanya berlaku pada serangkaian orang, bukan dilihat dari sudut pribadi
secara perseorangan. Adapun sebutan untuk pribadi, yang menyampaikan hadist
dilihat dari sudut perorangan, disebut rawi.
Dengan demikian, sanad adalah rantai penutur atau perawi (periwayat)
hadist. Sanad terdiri atas seluruh penutur, mulai orang yang mencatat hadist
tersebut dalam bukunya (kitab hadist) hingga Rasulullah. Sanad memberikan
gambaran keaslian suatu riwayat.

2.2.2 Isnad, Musnad, Dan Musnid


Selain istilah sanad, terdapat juga istilah lainnya yang mempunyai kaitan
erat dengan istilah sanad, seperti : al-isnad, al-musnad, dan al-musnid.
Kata al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikn ke
asal), dan mengangkat. Yang dimaksudkan di sini adalah “menyandarkan hadist
kepada orang yang mengatakannya.”
Menurut At-thibi , seperti yang dikutip oleh Al-qosimi, kata isnad dengan
as-sanad mempunyai arti yang hampir sama atau berdekatan. Ibn Jama’ah, dalam
hal ini lebih tegas lagi. Menurutnya, ulama muhaditsin memandang kedua istilah
tersebut mempunyai pengertian yang sama, yang keduanya dapat dipakai secara
bergantian.
Kata Al-musnad mempunyai beberapa arti yang berbeda dengan istilah al-
isnad, yang pertama berarti hadist yang diriwayatkan dan disandarkan atau di-
isnad-kan kepada seseorang yang membawakannya, seperti Ibn Syihab Az-zuhri,
Malik bin Anas, dan Amrah binti Abd. Ar-rahman. Kedua, berarti nama suatu
kitab yang menghimpun hadist-hadist dengan sistem penyusunan berdasarkan
nama-nama para sahabat rawi hadis, seperti kitab Musnad Ahmad. Ketiga, berarti
nama bagi hadis yang memenuhi kriteria marfu’, (disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW). Dan Muttashil (sanad-nya bersambung sampai pada
akhirnya). Musnid, yang artinya orang yang meriwayatkan hadis dari jalurnya
baik ia paham atau tidak.2

2
Suprapta, Munzier. 2011. Ilmu Hadits. Jakarta: Rajawali Pers

5
2.2.3 Tinggi Rendahnya Rangkaian Sanad (Silsilatu Adz-Dzahab)
Rangkaian sanad itu berdasarkan perbedaan tingkat ke-dhabit-an dan
keadilan rawi yang dijadikan sanadnya ada yang berderajat tinggi, sedang, dan
lemah. Rangkaian sanad yang berderajat tinggi menjadikan suatu hadis lebih
tinggi derajatnya daripada hadis yang rangkaian sanadnya sedang atau lemah. Para
muhaditsin membagi tingkatan sanadnya menjadi sebagai berikut :
2.2.3.1 Ashahhu Al-Asanid (sanad-sanad yang lebih shahih)
Para ulama seperti Imam An-Nawawi dan Ibnu Ash-Shalah tidak
membenarkan menilai suatu sanad hadis dengan ashahhual-asanid, atau menilai
suatu matan hadis dengan ashahhu al-asanid, secara mutlak yakni tanpa
menyandarkan pada hal yang mutlak.
Penilaian yang ashahhu al-asanid ini hendaklah secara muqayyad.
Artinya dikhususkan kepada sahabat tertentu, misalnya ashahhu al-asanid dari
Abu Hurairah r.a atau dikhususkan kepada penduduk daerah tertentu, misalnya
ashahhu al-asanid dari penduduk madinah, atau dikhusukan dalam masalah
tertentu, jika hendak menilai matan suatu hadis, misalnya ashahhu al asanid dalam
bab wudhu atau masalah mengangkat tangan dalam berdoa. Contoh ashahhu al-
asanid yang muqayyad tersebut adalah
1. Sahabat tertentu, yaitu :
2. Umar Ibnu Al- Khaththab r.a, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-
Zuhri dari Salim bin ‘Abdullah bin Umar, dari ayahnya (‘Abdullah bin ‘Umar),
dari kakeknya (‘Umar bin Khaththab)
3. Ibnu Umar r.a adalah yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar
r.a.
4. Abu Hurairah r.a,. yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dari
Ibnu Al-Musayyab dari Abu Hurairah r.a
5. Penduduk kota tertentu, yaitu :
6. Kota mekkah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Uyainah dari ‘Amru bin
Dinar dari Jabir bin Abdullah r.a.
7. Kota madinah, yaitu yang diriwayatkan oleh Isma’il bin Abi Hakim dari
Abidah bin Abi Sufyan dari Abu Hurairah r.a.

6
Contoh ashahhu al-asanid ysng mutlak seperti :
1. Jika menurut Imam Bukhari, yaitu Malik, Nafi’, dan Ibnu Umar r.a
2. Jika menurut Ahmad bin Hanbal, yaitu Az-Zuhri, Salim bin ‘Abdillah, dan
Ayahnya (‘Abdillah bin ‘Umar)
3. Jika menurut Imam An-Nasa’i, yaitu ‘Ubaidillah Ibnu ‘Abbas dan ‘Umar bin
Khaththab r.a.

Ahsanu Al-Asanid
Hadis yang bersanad ashahhu al-asanid lebih rendah derajatnya daripada
yang bersanad ashahhu al-asanid itu antara lain bila hadis tersebut bersanad :
1. Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya
(Mu’awiyah bin Haidah).
2. Amru bin Syu’aib dari ayahnya (Syu’aib bin Muhammad) dari kakeknya
(Muhammad bin Abdillah bin ‘Amr bin ‘Ash)

Adh’afu Al-Asanid
Rangkaian sanad yang paling rendah derajatnya disebut adh’afu al-asanid
atau auha al-asanid. Rangkaian sanad yang adh’afu al-asanid, yaitu:
1. Yang muqayyad kepada sahabat:
2. Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Shadaqah bin
Musa dari Abi Ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath-Thayyib dari Abu
Bakar r.a.
3. Abu Thalib r.a., yaitu hadis yang diriwayatkan oleh ‘Amru bin Syamir Al-ju’fi
dari Jabir bin Yazid dari Harits Al-A’war dari Ali bin Abi Thalib r.a.
4. Abu Hurairah r.a., yaitu hadis yang diriwayatkan oleh As-Sariyyu bin Isma’il
dari Dawud bin Yazid dari ayahnya (Yazid) dari Abu Hurairah.
5. Yang muqayyad kepada penduduk :
6. Kota yaman, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh hafsh bin ‘Umar dari Al-
Hakam bin Aban dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas r.a
7. Kota mesir, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Muhammad bin Al-
hajjaj Ibnu Rusydi dari ayahnya dari kakeknya dari Qurrah bin ‘Abdurrahman
dari setiap orang yang memberikan hadis kepadanya.

7
8. Kota Syam, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Qais dari
Ubaidillah bin Zahr dari ‘Ali bin Zaid dari Al-Qasim dari Abu Umamah r.a3

JENIS-JENIS SANAD HADIS


1. SANAD ‘ALIY
Sanad ‘aliy adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit
dibandingkan dengan sanad lain. Habis dengan sanad yang jumlah rawinya
sedikit akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya sedikit
akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih banyak.
Sanad ‘Aliy ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu sanad yang mutlak dan
sanad yang nisbi (relatif).
1) Sanad ‘aliy yang bersifat mutlak adalah sebuah sanad yang jumlah
rawinya hingga sampai kepada Rasulullah lebih sedikit jika dibandingkan
dengan sanad yang lain. Jika sanad tersebut shahih, sanad itu menempati
tingkatan tertinggi dari jenis sanad ‘Aliy.
2) Sanad ‘aliy yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad yang jumlah rawi di
dalamnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan para imam ahli hadis,
seperti Syu’abah, Al-A’masy, Ibnu Juraij, Ats-tsauri, Malik, Asy-Syafi’I,
Bukhari, Muslim, dan sebagainy, meskipun jumlah rawinya setelah
mereka hingga sampai kepada Rasulullah lebih banyak.

Para ulama hadis memberikan erhatian serius terhadap sanad ‘aliy


sehingga mereka membukukan sebagian di antaranya dan menamakannya dengan
ats-tsultsiyyat. Yang dimaksudkan dengan ats-tsultsiyyat adalah hadis-hadis yang
jumlah rawi dalam sanadnya antara rawi yang menulisnya dengan Rasulullah
berjumlah tiga orang rawi. Diantara kitab-kitab tersebut adalah Ats-tsultsiyyat Al-
Bukhari karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Ats-tsultsiyyat Ahmad bin
Hambal karya Imam As-Safarini.

3
Sholahuddin, M. Agus, 2010, Ilmu Hadist, Bandung:Grafika

8
2. Sanad Nazil
Sanad nazil adalah sebuah sanad jumlah rawinya lebih banyak jika
dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadis dengan sanad yang lebih banyak
akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih sedikit.

2.4 Matan Hadis


Secara etimologis, matan berarti segala sesuatu yang keras bagian atasnya,
punggung Jalan (muka jalan), tanah keras yang tinggi. Matan kitab adalah yang
bersifat komentar dan bukan tambahan-tambahan penjelasan. Bentuk jamaknya
adalah ‘mutun’dan ‘mitan’. Adapun yang dimaksud matan dalam ilmu hadist
adalah:
Artinya : “ perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi
SAW. Yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya”
Ada juga yang mengatakan :
‫الفا ظ الحديث التى تتقوّم بها معا نيه‬
Artinya :” lafadz-lafadz hadis yang didalamnya mengandung makna-
makna tertentu”
Ada juga redaksi yang lebih simple lagi, yang menyebutkan bahwa matan
adalah ujung sanad (gayah as-sanad). Dari semua pengertian di atas, menunjukkan
bahwa yang dimaksud dengan matan ialah materi atau lafadz hadist itu sendiri.

2.5 Mukharrij / Rawi Hadis


Kata Mukharrij merupakan bentuk Isim Fa’il (bentuk pelaku) dari kata
takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan; menampakkan,
mengeluarkan dan menarik. sedangkan menurut istilah mukharrij ialah orang yang
mengeluarkan, menyampaikan atau menuliskan kedalam suatu kitab apa-apa yang
pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (gurunya). Kata rawi atau ar-rawi
berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadis (Naqil Al-Hadis).
Apabila kita mengutip matan hadits, dari kita tertentu, misalnya kitab
shohih al-bukhori, kemudian kita mencari matan hadits yang sama di kitab yang
lain (misalnya shohih muslim) dengan sanad yang berbeda, tetapi juga bertemu
dengan sanad al-bukhori,maka pekerjaan yang demikian ini disebut istikhraj, atau

9
takhrij. Sedang orang yang melakukan kegiatan tersebut juga dinamakan mukharij
tersebut dihimpun dalam satu kitab, maka kitab yang demikian itu dinamakan
kitab mustakhraj. Contohnya adalah kitab mustakhraj Abu Nu’aim, yaitu kitab
mustakhraj hadits untuk hadits-hadits yang dimuat dalam kitab shahih al-Bukhori.
Sebenarnya sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir sama.
Sanad-sanad hadis pada tiap-tiap thabaqat atau tingkatannya disebut rawi, jika
yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan
hadis. Begitu juga, setiap rawi pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan sanad bagi
thabaqah berikutnya.
Akan tetapi, yang membedakan antara kedua istilah di atas, jika dilihat
lebih lanjut, adalah dalam dua hal yaitu: pertama,dalam hal pembukuan hadis.
Orang yang menerima hadis-hadis, kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab
tadwin, disebut rawi. Dengan demikian rawi dapat disebut mudawwin atau
mukharrij (orang yang membukukan dan menghimpun hadis). Adapun orang-
orang yang menerima hadis dan hanya menyampaikan kepada orang lain, tanpa
pembukuannya disebut sanad hadis. Berkaitan dengan ini, dapat dikatakan bahwa
setiap sanad adalah rawi pada tiap-tiap thabaqahnya, tetapi tidak setiap rawi
disebut sanad hadis sebab ada rawi yang membukukan hadis. Kedua, dalam
penyebutan silsilah hadis untuk sanad, yang disebut sanad pertama adalh orang
yang langsung menyampaikan hadis tersebut kepada penerimanya, sedangkan
para rawi, yang disebut rawi pertama adalah para sahabat Rasullullah SAW.
Dengan demikian, penyebutan silsilah antara kedua istilah ini merupakan
sebaliknya. Artinya, rawi pertama adalah sanad terakhir,dan sanad pertama adalah
rawi terakhir.

10
2.6 Kedudukan Matan Dan Sanad Hadis
Para ahli hadits sangat berhati-hati dalam menerima suatu hadits kecuali
apabila mereka mengenal dari siapa mereka menerima setelah benar-benar dapat
dipercaya. Pada umumnya riwayat dari golongan sahabat tidak ada persyaratan
apapun untuk diterima periwayatanya. Akan tetapi merekapun sangat berhati-hati
dalam menrima hadits.
Pada masa khalifah Abu Bakar r.a dan Umar r.a periwayatan hadits
diawasi secara ketat dan hati-hati, dan tidak akan diterima jika tidak disaksikan
kebenaranya oleh seorang yang lain. Ali bin Abu Tholib tidak menerima hadits
sebelum yang meriwayatkanya disumpah.
Meminta aksi kepada seorang perowi, bukanlah merupakan keharusan dan
hanya merupakan jalan untuk menerima hati dalam menerima yang isi yang di
beritakan itu. Jika dirasa tak perlu meminta saksi atau sumpah para perowi,
merekapun menerima periwayatanya.
Adapun meminta seseorang saksi atau menyeluruh perawi untuk
bersumpah untuk membenarkan riwayatnya, tidak dipandang sebagai suatu
undang-undang umum diterima atau tidaknya periwayatan hadits. Yang
diperlukan dalam menerima hadits adalah adanya kepercayaan penuh kepada
perawi. Jika sewaktu-waktu ragu tentang periwayatanya, maka perlu didatangkan
sakksi/keterangan.
Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits diperoleh/atau
di diriwayatkannya. Dengan sanad, suatu periwayataan hadits dapat diketahui
mana yang dapat diterima dan di tolak dan mana hadits yang shohih atau tidak,
untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-
hukum islam. Ada beberapa riwayat dan atsar yang menerangkan keutama’an
sanad di antaranya :

11
Abdullah Ibnu Mubarak berkata :
“menerangkan sanad hadis termasuk tugas agama. Andai tidak diperlukan
sanad, tentu siapa saja dapat mengatakan apa yang dikehendakinya. Antara kami
dengan mereka adalah sanad. Perumpamaan orang yang mencari hukum-hukum
agamanya, tanpa memerlukan sanad, adalah seperti orang yang menaiki loteng
tanpa tangga”
Asy-Syafi’I berkata :
“perumpamaan orang yang mencari (menerima) hadis tanpa sanad sama
dengan orang yang mengumpulkan kayu api di malam hari”

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Hadits nabi yang lengkap dan dapat dijamin kebenaranya harus meliputi sanad,
matan dan perowi (periwayat)
2. Sanad adalah rantai penutur atau perowi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas
seluruh penutur mulai orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya
(kitab hadits) hingga Rosululloh. Sanad menggambarkan keaslian suatu ayat.
3. Matan merupakan akhir sanad yakni sabda Nabi Muhammad SAW. ada juga
redaksi lain yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad ( gayah
assanad) jadi bisa dikatakan bahwa matan itu adalah materi atau lafadz hadits
itu sendiri.
4. Rawi (perowi) adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu
kitab apa-apa yang pernah di dengar dan diterimanya dari seorang gurunya.
5. Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits diperoleh/atau di
diriwayatkannya. Dengan sanad, suatu periwayataan hadits dapat diketahui
mana yang dapat diterima dan di tolak dan mana hadits yang shohih atau tidak,
untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan
hukum-hukum islam. Ada beberapa riwayat dan atsar yang menerangkan
keutama’an sanad.

3.2 Saran
Setelah kita mempelajari struktur hadits semoga dapat menambah
wawasan khususnya tentang struktur hadits yang meliputi sanad, matan dan
perowi. Dan juga kita bisa mengerti lagi tentang bagaimana hadits yang jelas
sanadnya.
Mohon ma’af atas segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini, kritik
dan saran sangat di butuhkan dalam pembuatan makalah selanjutnya agar lebih
baik dan benar.

13
DAFTAR PUSTAKA

Suryadilaga, M. Alfati. 2010. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Teras


Suprapta, Munzier. 2011. Ilmu Hadits. Jakarta: Rajawali Pers
Sholahuddin, M. Agus, 2010, Ilmu Hadist, Bandung:Grafika

14

Anda mungkin juga menyukai