Anda di halaman 1dari 32

UNSUR-UNSUR HADIS

(Sanad & Matan)


Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Hadits
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris
Samarinda

Oleh :

Hikmah Hasanuddin (2320100057)


Ulfi Annisa Putri (2320100051)
Selvia Septianingsih (2320100062)

Dosen Pengampu :

Dr. H. Mukhtar, Lc, MA.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayahNya

terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW

yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk

keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Studi Hadits di program

studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Pascasarjana pada UIN Sultan Aji Muhammad

Idris Samarinda.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada

Bapak Dr. H. Mukhtar, LC, MA. Selaku dosen pembimbing mata kuliah studi Hadits

dan kepada segenap pihak kelompok empat yang telah memberikan bimbingan serta

arahan selama penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan

makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

I. Kata Pengantar .................................................................................... i

II. Daftar Isi............................................................................................. ii

III. Bab I : Pendahuluan ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2

C. Tujuan Masalah ........................................................................... 2

IV. Bab II : Pembahasan........................................................................... 3

A. Definisi Sadan dan Urgensinya .................................................. 3

B. Definisi Matan dan Urgensinya................................................... 6

C. Perbedaan Sanad, Isnad, dan Musnad ....................................... 10

D. Perbedaan Hadits, Khabar, Atsar dan Sunnah ........................... 12

E. Gelar bagi orang yang berkompeten dalam dunia Hadits ......... 22

V. Bab III : Penutup .............................................................................. 27

A. Kesimpulan ............................................................................... 27

B. Saran ......................................................................................... 28

Daftar Pustaka .............................................................................................. 29

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Hadis Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah

kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi. Hadis Nabi merupakan sumber ajaran

Islam, di samping Al-qur’an. “Hadis atau disebut juga dengan Sunnah, adalah

segala sesuatu yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi SAW., baik berupa

perketaan, perbuatan, atau taqrir-nya. Hadis sebagai sumber ajaran Islam setelah

Al-qur’an, sejarah perjalanan hadis tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam

itu sendiri. Akan tetepi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik,

sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus”. Pada zaman

Nabi, hadis diterima dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi, dan hanya

sebagian hadis yang ditulis oleh para sahabat Nabi. Hal ini disebabkan, “Nabi

pernah melarang para sahabat untuk menulis hadis beliau. tetapi Nabi juga pernah

menyuruh para sahabat untuk menulis hadis beliau.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi Sanad dan Urgensinya?

2. Apakah definisi Matan dan Urgensinya ?

3. Apakah perbedaan Sanad, Isnad, dan Musnad?

4. Apakah perbedaan Hadits, Khabar, atsar dan Sunnah?

5. Sebutan gelar apakah bagi orang yang berkompeten dalam dunia Hadits?
2

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi Sadan dan Urgensinya

2. Untuk mengetahui definisi Matan dan Urgensinya

3. Untuk mengetahui perbedaan Sanad, Isnad, dan Musnad

4. Untuk mengetahui perbedaan Hadits, Khabar, atsar dan Sunnah

5. Untuk mengetahui gelar apakah bagi orang yang berkompeten dalam dunia

Hadits
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Sanad dan Urgensinya

Menurut bahasa sanad berarti sandaran yang dapat dipercayai atau kaki

bukit. Sedangkan menurut istilah, sanad berarti jalan yang dapat menghubungkan

matan Hadits kepada Nabi Muhammad Saw.1

Menurut Yuliharti dan Shabri Shaleh Anwar, sanad ialah rantai

penutur/perawi/periwayat hadits, sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari

orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya hingga mencapai Rasulullah,

sanad juga memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.2

Sedangkan menurut Budi Pramono dan Agung Pramono, sanad dapat

diartikan sebagai mu’tamad yang mempunyai makna tempat yang dijadikan

pegangan atau sandaran terpercaya dan diyakini kebenarannya sehingga Hadits

mempunyai makna berdasar kepada Muhammad Saw dan dijadikan pedoman

karena dijamin atas kebenaranya.3

Disimpulkan bahwa sanad merupakan jalan matan hadits, yaitu silsilah para

perawi yang menuklikkan matan hadits dari sumbernya yang pertama yakni

Rasulullah Saw. Misalnya:

1
Moh. Matsna, Pendidikan Agama Islam Al-Qur’an dan Hadits Madrasah Aliyah Kurikulum
2006 Sesuai KTSP, (Semarang : Toha Putra, 2007), 106.
2
Yuliharti dan Shabri Shaleh Anwar, Metode Pemahaman Hadits Takhrij Hadits Manual dan
Digital Mengenai Kitab dan Ulama Hadits, (PT. Indragiri Dot Com, Maret 2018), 3.
3
Budi Pramono dan Agung Pramono, Perbandingan Sistem Hukum dalam Konteks Global,
(Surabaya : Scopindo Media Pustaka, Cet. Pertama, 2023), 199.
4

ِ‫ع ْن ْالعَ ََلء‬


َ ‫سعِي ٍد َوابْنُ ُح ْج ٍر قَالُوا َح َّدثَنَا إِ ْس َمعِي ُل يَ ْعنُونَ ابْنَ َج ْعف ٍَر‬ َ ‫و َح َّدثَنَا يَ ْحيَى ْب ُن أَي‬
َ ُ‫ُّوب َوقُت َ ْيبَةُ بْن‬
‫عا ِإلَى هُدًى َكانَ لَهُ مِ ْن ْاْلَج ِْر مِ ثْ ُل‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل َم ْن َد‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ أ َ َّن َر‬ َ ‫ع ْن أَبِي ِه‬َ
َ ْ َ ْ
ُ‫اْلث ِم مِ ث ُل آث ِام َمن تبِعَه‬ ْ ْ ْ
ِ ‫عل ْي ِه مِ ن‬ َ َ َ
َ َ‫ضَلل ٍة كان‬َ َ ‫عا إِلى‬َ ْ
َ ‫ش ْيئا َو َمن َد‬ً َ ‫ور ِه ْم‬ ُ ْ
ِ ‫ص ذلِكَ مِ ن أ ُج‬ َ ُ ْ َ َ
ُ ‫ور َمن تبِعَهُ َل يَنق‬ْ ِ ‫أ ُ ُج‬
َ ‫ص ذَلِكَ مِ ْن آثَامِ ِه ْم‬
‫ش ْيئًا‬ ُ ُ‫ََل يَ ْنق‬
Terjemahnya : “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan
Qutaibah bin Sa’id dan Ibnu Hujr, mereka berkata; telah menceritakan kepada
kami Isma’il yaitu Ibnu Ja’far dari Al ‘Ala dari bapaknya dari Abu Hurairah
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Barang
siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak
pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala
mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka
ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”
Maka sanad Hadits yakni Yahya bin Ayyub dan Qutaibah bin Sa’id dan

Ibnu Hujr, mereka berkata telah menceritakan kepada kami Isma’il yaitu Ibnu

Ja’far dari Al ‘Ala dari bapaknya dari Abu Hurairah lalu sampai kepada Rasulullah

Saw.

Dalam bidang ilmu Hadits sanad itu merupakan neraca untuk menimbang

shahih atau dha’ifnya suatu Hadits. Andaikata salah seorang dalam sanad-sanad

itu ada yang fasiq atau yang tertuduh dusta maka dha’if Hadits itu, hingga tidak

dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum.4

Secara garis besar, para ulama hadits membagi sanad menjadi dua, yaitu

sanad ali (tinggi) dan sanad nazil (rendah). Sanad ali adalah sanad yang jumlah

periwayatnya sedikit dan bersambung, disebut sanad ali karena sedikitnya

kuantitas periwayat dalam sanad menyebabkan kemungkinan kecil adanya cacat

dalam hadits yang diriwayatkan. Diantara sanad ali itu terdapat istilah tsulutsiyat,

Moh. Matsna, Pendidikan Agama Islam Al-Qur’an dan Hadits…, (Semarang : Toha Putra,
4

2007), 106
5

yaitu antara mukharij dengan Rasulullah Saw hanya terdapat tiga periwayat saja.

Adapun sanad nazil (rendah) adalah sanad yang jaraknya jauh karena jumlah

perawinya banyak. Sanad ini berbeda dengan sanad ali karena pada sanad ali

jumlah periwayat di dalamnya sedikit, bahkan ada yang hanya terdiri dari tiga

periwayat saja yang dikenal sebagai tsulutsiyat.5

Unsur-unsur kaedah kesahihan hadits yang berkaitan dengan sanad ada

lima macam yakni :

1. Keadaan sanadnya harus bersambung mulai dari mukharrijnya sampai kepada

Nabi Muhammad Saw

2. Seluruh periwayat dalam hadits itu harus bersifat adil, artinya semua

periwayat hadits itu dari awal sanad sampai akhir sanad tetap konsisten dalam

beragama, terhindar dari segala bentuk kefasikan serta terjaga dari hal-hal

yang dapat mencemari muru’ahnya.

3. Seluruh periwayat hadits itu harus bersifat dhabit, artinya semua periwayat

dalam sanad hadits itu memiliki ingatan yang kuat dan tajam, tidak pelupa,

mempunyai hafalan yang kuat, cermat dan teliti dalam periwayatan hadits

secara tertulis

4. Sanadnya terhindar dari syadz (kejanggalan), artinya sanad hadits itu bila

diriwayatkan oleh periwayat yang tsiqah, tidak bertentangan dengan sanad

hadits yang diriwayatkan oleh periwayat-periwayat yang juga bersifat tsiqah

5
Idri, Hadis dan Orientalis, (Depok : Kencana, Cet. Pertama, 2017), 116-117.
6

5. Sanadnya terhindar dari illat (cacat), artinya sanad hadits tersebut terhindar

dari sebab tersembunyi yang merusakkan kualitas hadits. Keberadaanya

menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak berkualitas shahih menjadi

tidak shahih6

Disinilah letak urgensi dari sanad, seandainya umat Islam tidak memiliki

sistem sanad, tentulah ajaran-ajaran Rasulullah Saw yang terdapat dalam hadits-

hadits beliau sudah mengalami nasib seperti ajaran para Nabi sebelumnya. Sanad-

lah yang menjadi tonggak dalam pemeliharaan kelanggengan dan kemurnian

sumber kedua ajaran Islam. Allah memuliakan umat ini dengan sanad, sanad

adalah keistimewaan yang tidak dimiliki oleh agama lainnya sebelumnya. Sebagai

contoh, umat masihi yang tidak dikaruniai Allah tradisi atau perintah untuk

klarifikasi sebuah berita terutama periwayatan kitab suci mereka. Sehingga mereka

kehilangan otentitas kitab suci mereka. Namun Islam sebagai agama penyempurna

dan penutup bagi risalah-risalah sebelumnya telah Allah bekali dengan tradisi

klarifikasi melalui sanad. 7

B. Definisi Matan dan Urgensinya

Menurut bahasa matan berarti punggung jalan atau tanah yang keras dan

tinggi. Sedangkan menurut istilah, matan adalah penghujung sanad, yakni sabda

6
Muhsin Hariyanto dan Rozikan, Takhij Hadits, (PT Lima Jari, 2023), 116-117.
7
Hedri Nadhiran, Kritik Sanad Hadits : Tela’ah Metodologis, Jurnal Ilmu Agama, 2014, 2.
7

Nabi Muhammad Saw, yang di sebut sesudah Hadits disebutkan sanad. Atau

dengan kata lain matan adalah isi Hadits itu sendiri.8

Matan menurut Yuliharti dan Shabri Shaleh Anwar adalah sebuah redaksi (isi)

dari pembicaraan dalam sebuah Hadits. Matan selalu terletak setelah sanad, matan

hadits dapat berupa ungkapan yang asli dari Nabi (riwayat bi al-lafzi) dan kadang

kala berupa riwayat secara makna (bil ma’na).9 Sedangkan menurut Budi Pramono

dan Agung Pramono, matan berarti lafadz Hadits dengan kandungan makna

tertentu. 10 Disimpulkan bahwa matan adalah kalimat setelah berakhirnya sanad

suatu hadits.

Matan hadits dapat berupa ungkapan yang asli dari Nabi (Riwayat bil al-

lafdzi) dan kadang kala berupa riwayat secara makna (Riwayat bil ma’na). hadits

yang diriwayatkan dengan lafadz dari perawi (sahabat) biasanya hadits-hadits

tentang tata cara beribadah yang dipraktekan oleh Nabi yang disaksikan oleh

sahabat. Sedangkan riwayat langsung adalah ungkapan-ungkapan atau perintah-

perintah yang diucapkan oleh Nabi sendiri, lalu di catat atau dihafal oleh para

sahabat kemudian disampaikan kepada orang lain, kemudian ditulis oleh para

ulama yang datang kemudian dalam kitab-kitab mereka. Misalnya :

ِ‫ع ْن ْالعَ ََلء‬


َ ‫سعِي ٍد َوابْنُ ُح ْج ٍر قَالُوا َح َّدثَنَا إِ ْس َمعِي ُل يَ ْعنُونَ ابْنَ َج ْعف ٍَر‬ َ ‫و َح َّدثَنَا يَ ْحيَى ْب ُن أَي‬
َ ُ‫ُّوب َوقُت َ ْيبَةُ بْن‬
‫عا ِإلَى هُدًى َكانَ لَهُ مِ ْن ْاْلَج ِْر مِ ثْ ُل‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل َم ْن َد‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ أ َ َّن َر‬
َ ‫ع ْن أ َ ِبي ِه‬
َ

8
Moh. Matsna, Pendidikan Agama Islam Al-Qur’an dan Hadits…, (Semarang : Toha Putra,
2007), 107.
9
Yuliharti dan Shabri Shaleh Anwar, Metode Pemahaman Hadits…, (PT. Indragiri Dot Com,
Maret 2018), 3.
10
Budi Pramono dan Agung Pramono, Perbandingan Sistem…, (Surabaya : Scopindo Media
Pustaka, Cet. Pertama, 2023), 199.
8

ُ‫اْلثْ ِم مِ ثْ ُل آث َ ِام َم ْن تَبِعَه‬


ِ ْ ‫علَ ْي ِه مِ ْن‬
َ َ‫ض ََللَ ٍة َكان‬
َ ‫عا إِلَى‬
َ ‫ش ْيئًا َو َم ْن َد‬ ِ ‫ص ذَلِكَ مِ ْن أ ُ ُج‬
َ ‫ور ِه ْم‬ ِ ‫أ ُ ُج‬
ُ ُ‫ور َم ْن تَبِعَهُ ََل يَ ْنق‬
َ ‫ص ذَلِكَ مِ ْن آثَامِ ِه ْم‬
‫ش ْيئًا‬ ُ ُ‫ََل يَ ْنق‬
Terjemahnya : “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan
Qutaibah bin Sa’id dan Ibnu Hujr, mereka berkata; telah menceritakan kepada
kami Isma’il yaitu Ibnu Ja’far dari Al ‘Ala dari bapaknya dari Abu Hurairah
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Barang
siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak
pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala
mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka
ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”

Maka matan dari Hadits tersebut yakni barang siapa mengajak kepada

kebaikan, ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang

yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya,

barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak

yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka

sedikitpun.

Keshahihan hadits yang berkenaan dengan matan hadits terbagi menjadi

dua yakni matan hadits itu terhindar dari syadz (kejanggalan), matan hadits itu

terhindar dari illat (cacat), dengan demikian suatu hadits yang tidak memenuhi

unsur-unsur tersebut baik dari segi sanad maupun dari segi matan, maka hadits

tersebut dianggap bukan hadits shahih.11

Dari segi bentuknya, matan hadits dapat dibagi menjadi lima yakni :

pertama, hadits qawli yakni hadits yang matannya berupa perkataan yang pernah

diucapkan oleh Nabi baik berkenaan dengan ibadah, akhlak, akidah, muamalah

11
Muhsin Hariyanto dan Rozikan, Takhij…, (PT Lima Jari, 2023), 8.
9

dan lain-lain dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, hadits fi’li, yakni hadits yang

matannya berupa perbuatan yang disandarkan kepada Nabi seperti cara Nabi

melaksanakan shalat, wudhu, dst yang disampaikan kepada umat Islam melalui

sahabat. Ketiga, hadits taqriri, yakni hadits yang matannya berupa taqrir, kesan

atau peristiwa, sikap atau keadaan mendiamkan, tidak mengadakan tanggapan atau

menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan seorang (sahabat). Atau

dapat dikatakan bahwa hadits ini merupakan ketetapan Nabi terhadap apa yang

datang atau yang dilakukan oleh para sahabatnya. Kemudian keempat, hadits

ahwali, yakni hadits yang matannya berupa keadaan atau sifat-sifat Nabi Saw

(kondisi fisik, akhlak, kepribadiannya). Kelima yakni, hadits hammi, yakni hadits

yang kandungan matannya berupa keinginan atau cita-cita Nabi Muhammad Saw

yang belum dikerjakan, matan hadits kategori ini sangat sedikit bila dibanding

dengan matan hadits kategori lainnya. 12

Adanya kontradiksi antara satu matan dengan matan lainnya, adanya

pertentangan antara matan dengan dalil syariat, dan adanya pertentangan akal

logika, beberapa aktivitas tersebut bisa disebut dengan checking its content.

Semakin suatu riwayat tersebut menunjukkan keotentikannya, semakin dekat ia

dengan kesahihan riwayat tersebut, hal tersebut dilakukan karena terdapat banyak

umat Islam yang menganggap bahwa tidak seluruh hadis memiliki status valid.

Kaidah-kaidah tersebut merupakan suatu alat untuk membedah suatu riwayat yang

12
Muhsin Hariyanto dan Rozikan, Takhij Hadits, (PT Lima Jari, 2023), 126-128.
10

diterima dari seseorang atau beberapa narrator dalam periwayatan hadits. Tujuan

digunakannya kaidah tersebut dalam menyeleksi otentisitas matan hadis tiada lain

untuk memilah dan membedakan hadis-hadis sahih daripada selainnya.

Selain sebagai sumber hukum kedua bagi umat Islam atau sebagai penjelas

atau penguat bagi Al-Qur’an, tanpa adanya matan, sanad dan rawi tentunya tidak

akan ada artinya, pada dasarnya yang terpenting dari hadis Nabi adalah kandungan

matannya yang dapat dijadikan sebagai pedoman oleh ummat Islam sehingga bisa

menjalankan ajaran Islam secara benar.

C. Perbedaan Sanad, Isnad dan Musnad

1. Pengertian Sanad

Sanad memiliki dua arti dalam segi bahasa dan segi istilah. Sanad

menurut bahasa berarti sandaran, tempat kita bersandar, dan arti yang lain yaitu

sesuatu yang dapat di pegangi atau di percaya. Dalam istilah ilmu hadist sanad

ialah rangkaian urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang

menghubungkan satu hadist atau sunnah sampai pada Nabi Saw.13

Sanad menurut istilah ahli hadist yaitu “jalan yang menyampaikan

kepada matan hadist”. Atau dalam istilah lain “Mata rantai para periwayat

hadist yang menghubungkan sampai ke matan hadist.”

Menerangkan rangkaian urutan sanad suatu hadist disebut Isnad. Orang

yang menerangkan sanad suatu hadist disebut Musnid. Sedangkan hadist yang

13
Moh. Matsna, Pendidikan Agama Islam Al-Qur’an dan Hadits…, (Semarang : Toha Putra,
2007), 106
11

di terangkan dengan menyebutkan sanadnya sehingga sampai kepada Nabi saw

disebut Musnad.14

2. Isnad

Secara etimolgi, berarti menyandarkan sesuatu kepada yang lain.

Sedangkan menurut istilah, isnad berarti : mengangkat hadits kepada yang

mengatakannya (sumbernya), yaitu menjelaskan jalan matan dengan

meriwayatkan hadis secara musnad. Di samping itu, isnad dapat juga diartikan

dengan menceritakan jalannya matan.15

3. Musnad

Musnad adalah bentuk isim maf’ul dari kata kerja asnada, yang berarti

sesuatu yang disandarkan kepada yang lain. Secara terminologi, musnad

mengandung tiga pengertian, yaitu: Pertama: hadits yang bersambung sanad-

nya dari perawinya sampai kepada akhir sanadnya. Dengan pengertian ini

tercakup di dalamnya hadis marfu’ (yang disandarkan kepada rasul Saw),

mawquf (yang disandarkan kepada sahabat), dan maqthu’ (yang disandarkan

kepada tabi’in). Kedua: kitab yang menghimpun hadits-hadits nabi saw yang

diriwayatkan oleh sahabat, seperti hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Abu

Bakar r.a. dan lainnya. Contohnya, adalah Kitab Musnad Imam Ahmad. Ketiga:

sebagai mashdar (mashdar mimi) mempunyai arti sama dengan sanad.16

14
Adnan Rahmadi, 17 Menit Sehari Bisa Hafal Hadis dan Artinya, (Jakarta : PT.Alex Media
Komputindo, 2018), 205.
15
Idri, Hadis…, (Depok : Kencana, Cet. Pertama, 2017), 111.
16
Idri, Hadis…, (Depok : Kencana, Cet. Pertama, 2017), 112.
12

4. Musnid

Kata musnid adalah isim fa’il dari asnada-yusnidu, yang berarti “orang

yang menyandarkan sesuatu kepada yang lainnya”. Sedangkan pengertiannya

dalam istilah ilmu hadis adalah: “Musnid adalah setiap perawi hadits yang

meriwayatkan hadits dengan menyebutkan sanadnya, apakah ia mempunyai

pengetahuan tentang sanad tersebut, atau tidak mempunyai pengetahuan

tentang sanad tersebut, tetapi hanya sekadar meriwayatkan saja.”Menerangkan

rangkaian urutan Sanad suatu hadist disebut Isnad. Orang yang menerangkan

sanad suatu hadist disebut Musnid. Sedangkan hadist yang di terangkan dengan

menyebutkan sanadnya sehingga sampai kepada Nabi saw disebut Musnad.17

D. Perbedaan Hadits, Khabar, Atsar dan Sunnah

1. Pengertian Hadist

Dalam kamus besar bahasa Arab Al-‘Ashri, Kata Al-Hadits berasal

dari bahasa Arab “al-hadist” yang berarti baru, berita. Ditinjau dari segi

bahasa, kata ini memiliki banyak arti, dintaranya:

a. Al-jadid (yang baru), lawan dari Al-Qadim (yang lama)

b. Dekat (Qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’id)

c. Warta berita (khabar), sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari

sesorang kepada orang lain.18

17
Idri, Hadis…, (Depok : Kencana, Cet. Pertama, 2017), 113.
18
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2004),11.
13

Allah juga menggunakan kata hadits dengan arti khabar sebagaimana


tersebut dalam firman-Nya :
‫ث ِم ث ْ ل ِ هِ إ ِ ْن ك َا ن ُ وا صَ ا ِد ق ِي َن‬ َ ِ ‫ف َ ل ْ ي َ أ ْ ت ُوا ب‬
ٍ ‫ح ِد ي‬

Terjemahan : “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu kabar


(kalimat) yang semisal Al-Qur’an itu, jika mereka orang-orang yang benar”
(QS. At-Thur: 34).

Secara terminologis, hadits ini dirumuskan dalam pengertian yang

berbeda-beda diantara para muhadditsin dan ahli ushul.mereka berbeda-beda

pendapatnya dalam menta’rifkan Al-hadits.

Perbedaan tersebut disebabkan karena terpengaruh oleh terbatas dan

luasnya objek peninjauan mereka masing-masing, yang tentu saja

mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.19

Menurut istilah ahli ushul fiqih, pengertian hadits ialah:

‫كل ماصدر عن النبي صلى هللا عليه وسلم غيرالقرأن الكريم من قول او فعل اوتقرير مما يصله ان‬
‫يكون دليَل لحكم شرع‬

Terjemahan : “Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada


Nabi SAW selain Al-Qur’an al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan
maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan dengan hukum syara”.

Sedangkan Ulama Hadits mendefinisikan Hadits sebagai berikut:

‫كل ما أثرعن النبي صلى هللا عليه وسلم من قول او فعل اوتقرير اوصفة خلقية او خلقية‬

Terjemahan : “Segala sesuatu yang diberikan dari Nabi SAW baik berupa
sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi”.20

19
Mudasir, Ilmu Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 12.
20
Endang Soetari, Ulumul Al-Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 60.
14

Adapun menurut istilah, para ahli berbeda-beda dalam memberikan

definisi sesuai denga latar belakang disiplin keilmuan masing-masing,

sebagaimana perbedaan antara ahi ushul dan ahli hadits dalam memberikan

definisi al-hadits. Antara lain:

a) Ahli Hadits:

َ َ ‫سلّ َم َوا َ ْف َعالُهُ َوا‬


ُ‫حْوالُه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ‫صلى هللا‬ ّ ‫اََ ْق َوا ُل النً ِب‬
َ ‫ي‬

Terjemahan :”Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan dan hal


ihwalnya”

َ ‫سلَّ َم قَ ْوَلً ْاو فِعَلً اَ ْو ت َ ْق ِري ًْرا اَ ْو‬


ً‫صفّة‬ َ ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ْف اِلَى انَّبِي‬ ِ ُ ‫َما ا‬
َ ‫ضي‬
Terjemahan :”Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir) maupun sifat beliau.”

Dari definisi tersebut dapat dimengerti bahwa hadits meliputi

biografi Nabi SAW, sifat-sifat yang melekat padanya, baik berupa fisik

maupun hal-hal yang terkait dengan masalah psikis dan akhlak keseharian

Nabi, baik sebelum maupun sesudah terutus sebagai Nabi.

b) Ahli Ushul

َ ‫علَ ْي ِه َوسلَّ َم َوا ْف َعالُهُ َوت َ ْق ِري َْر اَتُهُ اَلَّتِى تُثَبَّتُ اَلَ َحك‬
َ ‫َام َوتُقَ َّر ُرها‬ َ ‫صلَّى هللا‬ َ ‫اقوال النَّ ِب‬
َ ‫ي‬

Terjemahan:”Semua perkataan Nabi SAW, perbuatan dan


taqrirnya yang berkaitan dengan hukum-hukum syara' dan ketetapanya.”

Dari definisi tersebut dapat dimengerti bahwa hadits adalah segala

sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW, baik ucapan, perbuatan, maupun

ketetapan-ketetapan Allah yang disyari’atkan kepada manusia.


15

Lain halnya dengan ahli fiqih, hadits dipandang sebagai suatu

perbuatan yang harus dilakukan, tetapi tingkatanya tidak sampai wajib,

atau fardlu, sebab hadits masuk kedalam suatu pekerjaan yang setatus

hukumnya lebih utama dikerjakan, artinya suatu amalan apabila dikerjakan

mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak dituntut apa-apa, akan

tetapi apabila ketentuan tersebut dilanggar mendapat dosa.21

Dengan demikian, maka hadits memiliki kesamaan arti dengan kata

sunnah, khabar, dan atsar. Ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat

dalam memeberikan pengertian tentang hadits. Dikalangan umat hadits

sendiri ada beberapa pendapat dalam memberikan pengertian masing-

masing.

Dalam kajian hadits ulama sering mengistilahkan hadits dengan

penisbatan sahabat yang meriwayatkan atau tema hadits atau tema hadits

itu sendiri atau tempat peristiwa dan lainya.

Misalnya penisbatan kepada perawi hadits Abu Hurairah itu lebih

kuat dari pada hadits Wail ibn Hujr, maksudnya adalah hadits yang

diriwayatkan oleh Wail ibn Hujr.

Kemudian penisbatan kepada peristiwa hadits al-gharaniq,

maksudnya hadits yang menceritakan kisah al-gharaniq. Misalnya

21
Asep Herdi, Memahami Ilmu Hadis, (Bandung :Tafakur, 2014), 3.
16

penisbatan kepada tempat hadits Ghadir Khum maksudnya hadits yang

menceritakan kisah yang terjadi di Ghadir Khum.

Contoh dari hadits Nabi Muhammad SAW:

‫إنما األعمال بالنيات‬

Terjemahan :“Segala amal perbuatan dengan niat”. (H.R. Al-


Bukhori dan Muslim).

2. As-Sunnah

Menurut bahasa sunnah berarti

‫الطريقة محمودة كانت اومذمونة‬


Terjemahan :“Jalan yang terpuji atau tercela”.6

Adapun menurut istilah, ta’rif Sunnah antara lain sebagaimana

dikemukakan oleh Muhammad ajaj al-khathib.

Menurut istilah as-sunnah adalah pensarah Al-Qur’an, karena

Rasulullah bertugas menyampaikan Al-Qur’an dan menjelaskan

pengertiannya. Maka As-sunnah menerangkan ma’na Al-Qur’an, adalah

dengan cara:

a. Menerangkan apa yang dimaksud dari ayat-ayat mudjmal, seperti

menerangkan waktu-waktu sembayang, bilangan raka’at, kaifiyat ruku’,

kaifiyat sujud, kadar-kadar zakat, waktu-waktu memberikan zakat,

macam-macamnya dan cara-cara mengerjakan haji.

b. Menerangkan hukum-hukum yang tidak ada didalam Al-Qur’an seperti

mengharamkan kita menikahi seseorang wanita bersamaan dengan


17

menikahi saudaranya ayahnya, atau saudara ibunya, seperti

mengharamkan kita makan binatang-binatang yang bertaring.

c. Menerangkan ma’na lafad, seperti mentafsirkan al maghdlubi ‘alaihim

dengan orang yahudi dan mantafsirkan adldlallin, dengan orang nasrani.22

Dan dalam tataran hukum Islam sunnah menempati posisi kedua

setelah Al- Qur’an. Hal ini diterapkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW

sebagai berikut:

‫تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تماسكتم بهما كتاب هللا و سنة نبيه‬

Terjemahan : “Sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu dua

perkara; kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang padakeduanya, yaitu

Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulnya” (HR.Malik).

‫وعليكم بسنتي و سنة الخلفاء الراشدين المهديين بعدي‬

Terjemahan :“Berpegang tegulah kamu dengan sunnahku dan sunnah

Al-Khulafah Ar-Rasyiddin sesudahku” (HR.Abu Daud dan Turmudzi dan

Irbadh bin Sariyah).

3. Perbedaan Hadits dan Sunah

Hadits dan Sunnah : Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir

yang bersumber dari Nabi SAW, sedangkan Sunnah segala yang bersumber

dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti,

22
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 4.
18

atau perjalan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun

sesudahnya.

Hadits sering disebut juga Assunnah dan juga sebaliknya. Meski

secara istilahi makna hadits dan assunah adalah sama, namun ulama berbeda

pendapat tentang ruang lingkup hadits dan assunah.

Pendapat as suyuti, syaf’i, madzahibul arba’ah serta beberapa ulama

lainnya, seperti yang dikutip albani dalam kitab muqoddimah ulumul hadits,

bahwa hadits itu hakikatnya sama dengan assunah, dalam semua arti.

Terjadinya perbedaan istilah, itu hanya menunjukan sifat cakupannya

dapat dikatakan perbedaan alhadits dan assunah hanya pada karakternya

semata, dimana bahwa hadits lebih luas dari Assunnah.

Hadits itu bisa shohih, do’if atau maudhu’, dan memungkinkan untuk

tertolak sedang Assunah adalah hadits yang istidlal (dijadikan rujukan dalil)

oleh ulama menjadi ketetapan atau hukum. Demikian dikatakan alauza’i, ibnu

sirrin, dan albani sendiri. Tapi mereka sepakat, di antara keduanya terdapat

jalinan yang erat.

4. Khabar

Secara etimologis khabar berasal dari kata :khabar, yang berarti berita.

Adapun secara terminologis, para ulama Hadits tidak sepakat dalam menyikapi

lafadz tersebut.sebagaimana mereka berpendapat adalah sinonim dari kata


19

hadits dan sebagian lagi tidak demikian. Karena Khabar adalah berita, baik

berita dari Nabi SAW, maupun dari sahabat atau berita dari tabi’in. 23

Al-khabar (‫ )ا َ ْل َخ َبر‬dalam bahasa artinya warta atau berita, maksudnya

sesuatu yang diberitakandan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain atau

sesuatu yang disandarkan kepada nabi dan para sahabat, dilihat dari sudut

pendekatan bahasa ini kata khabar sama artinya dengan hadits. Jadi setiap hadits

termasuk khabar, tetapi tidak setiap khabar adalah hadits.

Menurut pengertian istilah, para ahli berbeda-beda dalam memberikan

definisi sesuai dengan latar belakang dan disiplin keilmuan masing-masing,

diantaranya adalah:

a. Sebagian ulama mengatakan bahwa khabar ialah sesuatu yang datangnya

selain dari nabi SAW, sedangkan yang dari nabi SAW disebut hadits.

b. Ulama lain mengatakan bahwa hadits lebih luas dari pada khabar, sebab

setiap hadits dikatakan khabar dan tidak dikatakan bahwa setiap khabar

adalah hadits.

c. Ahli hadits memberikan definisi sama antara hadits dengan khabar, yaitu

segala sesuatu yang datangnya dari nabi SAW, sahabat, dan tabi’in, baik

perkataan, perbuatan maupun ketetapanya.

23
Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), 221-222.
20

Ulama lain berpendapat bahwa khabar hanya dimaksudkan sebagai

berita yang diterima dari selain Nabi Muhammad SAW. Orang yang

meriwayatkan sejarahdisebut khabary atau disebut muhaddisy.

Disamping itu pula yang berpendapat bahwa khabary itu sama dengan

hadits, keduanya dari Nabi SAW. Sedangkan atsar dari sahabat. Karenanya,

maka timbul hadits marfu’, mauquf atau maqtu’.

‫ما اضيف الى النبي صلى هللا عليه و سلم او غيره‬

Terjemahan :“Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi


atau yang selain dari Nabi”.

Contoh Ali bin Abi Thalib ra. Berkata:

‫من السنة وضع الكف تحت السرة في الصلغاة‬

Terjemahan :“Sunnah ialah meletakkan tangan di bawah pusar”.

5. Atsar

َّ ‫) َب ِقيّة ال‬, sedangkan menurut


Al-atsar dalam bahasa artinya adalah sisa (‫شئ‬

pengertian istilah, para ahli berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin

ilmu mereka masing-masing, diantaranya adalah:

a. Jumhur berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang

disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in.

b. Menurut ulama lain, seperti ulama Kharasan atsar untuk hadits mauquf dan

khabar untuk hadits marfu.


21

c. Ahli hadits lain mengatakan tidak sama, yaitu khabar, berasal dari nabi,

sedangkan atsar sesuatu yang di sandarkan hanya kepada sahabat dan

tabi’in, baik perbuatan maupun perkataan.

Empat pengertian tentang hadits, sunnah, khabar, dan atsar

sebagaimana diuraikan di atas, menurut Jumhur ulama hadits juga dapat

dipergunakan untuk maksud yng sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan

sunnah, khabar atau atsar. Begitu juga sunnah bisa disebut dengan hadits,

khabar, atsar. Maka hadits mutawatir disebut juga sunnah mutawatir, begitu

juga hadits shahih dapat juga disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan

atsar shahih.

6. Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar

Dari keempat tema tersebut dapat ditarik bahwa tema tersebut sangat

berguna sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk mengembangkan

ilmu pengetahuan dan menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits, sunnah,

Khabar dan Atsar. Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar

dan atsar sebagai berikut:

a. Hadits dan sunnah:

Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber

pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW

baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan

hidupnya, baik sebelum di angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya.


22

b. Hadits dan khabar:

Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu

yang berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai

sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi SAW.

c. Hadits dan atsar:

Jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan

khabar dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama

dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat

dan tabiin.

E. Gelar Bagi Orang yang Berkompeten dalam Dunia Hadits

Para ulama telah memberikan gelar-gelar kepada ahli hadis, sebab

keahliannya di bidang hadis serta ilmu hadis, dan kemampuannya dalam

menghafal dan menguasai hadis-hadis Nabi. Adapun gelar-gelar tersebut ialah

Amir al- Mu’minin, Al-Hakim, Al-Hujjah, Al-Hafiz, Al-Muhaddis dan Al-Musnid.

Keenam gelar tersebut memiliki kriteria masing-masing, sehingga para ahli hadis

juga mendapatkan gelar yang berbeda-beda sesuai dengan keahlian di bidangnya

masing-masing.

1. Amir al-Mu’minin

Gelar ini merupakan gelar tertinggi untuk ahli hadis. Pengertian ini

semula digunakan untuk para khalifah setelah Abu Bakar as-Shiddiq r.a.24

24
Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 15.
23

Para khalifah digelari Amir al-Mu’minin karena suatu ketika Nabi pernah

menjawab pertanyaan seorang sahabat tentang: “Siapakah yang dikatakan

Khalifah?”, lalu Nabi menjawab bahwa khalifah adalah orang-orang

sepeninggal Nabi yang meriwayatkan hadis-hadis beliau. 25 Kemudian

istilah ini diterapkan untuk para ulama hadis yang memenuhi syarat, seolah-

olah mereka berfungsi sebagai khalifah, karena sepeninggal Nabi. Ada pula

yang mengatakan bahwa Amr al-Mu’minin adalah orang yang paling tinggi

tingkat hafalan, ketelitian dan pendalamannya tentang hadis melebihi

orang-orang yang berada di tingkatan sebelumnya dengan ketelitiannya

menjadi sumber bagi tingkatan dibawahnya.

Adapun ulama hadis yang berhak menerima gelar Amr al-Mu’minin ini

jumlahnya hanya sedikit, yaitu:26

1. Abdur Rahman bin Abdullah bin Dzakwan Al-Madany,

2. Syu’bah Ibn Al Hajjaj,

3. Sufyan Atsauri,

4. Ishaq bin Rawawih,

5. Ahmad Ibn Hambal,

6. Al-Bukhori,

7. Ad-Daruquthny,

8. Imam Muslim.

25
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung: Angkasa, 1991), 37.
26
M. Mizan Asrori dan Iltizam Syamsuddin, Mustholah Hadits, (Surabaya: Al-Ihsan,tt)
24

2. Al-Hakim

Al-Hakim yaitu gelar yang dipakai untuk ulama hadis yang

menguasai hadis-hadis yang diriwayatkannya, baik dari segi matan,

sifat-sifat periwayatnya (teruji atau tercela), bahkan untuk setiap

periwayat diketahui biografinya, guru-guru, sifat-sifat dan lain

sebagainya. Disamping itu, ia harus menghafal dengan baik lebih dari

300.000 hadis nabi lengkap dengan urutan-urutan sanadnya, seluk beluk

periwayatannya dan sebahgainya.27 Di antara ahli hadis yang mendapat

gelar Al-Hakim yaitu:28

a. Ibnu Dinar (wafat 162 H),

b. Al-Lays bin Sa’d (wafat 175 H),

c. Imam Malik bin Anas (wafat 179 H),

d. Imam Asy-Syafi’i.

3. Al-Hujjah

Gelar ini diberikan kepada ahli hadis yang sanggup menghafal 300.000

hadis, baik sanad, matan, maupun periwayatnya. 29


Asy-Syahwawy

mengemukakan definisi yang lebih umum, bahwa Al-Hujjah adalah orang

yang hafalan hadisnya mumpuni dan mantap serta dapat mengemukakan

27
Kufah learning, Makalah Tentang Gelar Ulama Hadis, 2.
28
Kufah learning, Makalah…, 2.
29
Abdullah Karim, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, 71.
25

hadis sebagai argument kepada orang-orang tertentu dan orang umum. Ulama

hadis yang mendapat gelar ini ialah:

a. Hisyam bin ‘Urwah (wafat 146 H),

b. Abu al-Huzayl bin al-Wahid (wafat 149 H),

c. Muhammad Abdullah bin ‘Amr (wafat 242 H).

4. Al-Hafiz

Gelar ini diberikan kepada ahli hadis yang sanggup menghafal 100.000

hadis, berikut sanad, matan, maupun seluk beluk rawinya serta mampu

mengadakan ta’dil dan tajrih terhadap perawi tersebut. 30 Asy-Syahawiy

mengemukakan bahwa definisi lain dari al-Hafiz yaitu orang yang sibuk

dengan hadis riwayah dan dirayah serta memahami secara komprehensif para

periwayat dan periwayatan hadis pada masanya, mengenali guru-gurunya itu,

yang mana pengetahuannya tentang generasi periwayat itu lebih besar dari

yang tidak diketahuinya.31

Diantara ulama yang memperoleh gelar ini ialah:32

a. Al-Iraqiy,

b. Syaraf ad-Din ad-Dimyatiy,

c. Ibnu Daqiq al-Id.

30
Muhammad Ali Fabbad, Metodologi Penetapan Kesahehan Hadis, (Bandung: Pustaka
Setia, 1998), 97.
31
Abdullah Karim, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Banjarmasin: Condes Kalimantan, 2005),
37.
32
Abdullah Karim, Membahas…,(Banjarmasin: Condes Kalimantan, 2005), 72.
26

5. Al-Muhaddis

Al-Muhaddis diberikan kepada ahli hadis yang sanggup menghafal

1.000 hadis, baik sanad, matan, maupun seluk beluk periwayatnya, jarh dan

ta’dil-nya, tingkatan hadisnya, serta memahami hadis-hadis yang termaktub

dalam dalam al-Kutub, as-Sittah, Musnad Ahmad, Sunan al-Bayhaqiy,

Mu’jam at-Tabraniy.

Di antara ulama yang berhak menerima gelar ini adalah:33

a. Ata’ bin Abi Rabah,

b. Az-Zabidiy.

6. Al-Musnid

Gelar ini diberikan kepada ulama ahli hadis yang meriwayatkan hadis

beserta sanadnya, baik menguasai ilmunya maupun tidak. Gelar Al-Musnid

juga bisa disebut at-Thalib, al-Mubtadi, ar-Rawiy. Maka ukuran pemberian

gelar tersebut bukan sekedar didasarkan kepada jumlah hadis yang

dihafalkannya saja, tetapi juga diukur dari segi penguasaan dan kemahiran di

bidang ‘Ulum al-Hadits.34

33
Abdullah Karim, Membahas…,(Banjarmasin: Condes Kalimantan, 2005), 72.
34
Abdullah Karim, Membahas…,(Banjarmasin: Condes Kalimantan, 2005), 72.
27

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut bahasa sanad berarti sandaran yang dapat dipercayai atau kaki bukit.

Sedangkan menurut istilah, sanad berarti jalan yang dapat menghubungkan matan

Hadits kepada Nabi Muhammad Saw.

Menurut bahasa matan berarti punggung jalan atau tanah yang keras dan tinggi.

Sedangkan menurut istilah, matan adalah penghujung sanad, yakni sabda Nabi

Muhammad Saw, yang di sebut sesudah Hadits disebutkan sanad. Atau dengan

kata lain matan adalah isi Hadits itu sendiri.

Musnid adalah setiap perawi hadits yang meriwayatkan hadits dengan

menyebutkan sanadnya, apakah ia mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut,

atau tidak mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, tetapi hanya sekadar

meriwayatkan saja.”Menerangkan rangkaian urutan Sanad suatu hadist disebut

Isnad. Orang yang menerangkan sanad suatu hadist disebut Musnid. Sedangkan

hadist yang di terangkan dengan menyebutkan sanadnya sehingga sampai kepada

Nabi saw disebut Musnad.

Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi

SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa

perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik

sebelum di angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya. Sebagian ulama hadits

berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal atau disandarkan kepada
28

selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi

SAW. Jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan

hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu

sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.

Para ulama telah memberikan gelar-gelar kepada ahli hadis, sebab keahliannya

di bidang hadis serta ilmu hadis, dan kemampuannya dalam menghafal dan

menguasai hadis-hadis Nabi. Adapun gelar-gelar tersebut ialah Amir al- Mu’minin,

Al-Hakim, Al-Hujjah, Al-Hafiz, Al-Muhaddis dan Al-Musnid.

B. Saran

Adapun saran dari penulis mengenai materi yang sudah dijabarkan yaitu

semakin beriman kepada Allah karena melihat kebesaran-Nya melalui unsur-unsur

hadis yang begitu kaya makna.

Serta bagi yang berprofesi sebagai guru maupun mahasiswa, dapat

mengamalkan ilmu dari unsur-unsur hadis ini kepada proses pembelajaran.


29

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdullah Karim, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Banjarmasin: Condes Kalimantan,


2005)
Budi Pramono dan Agung Pramono, Perbandingan Sistem Hukum dalam Konteks
Global, (Surabaya : Scopindo Media Pustaka, Cet. Pertama, 2023).
Budi Pramono dan Agung Pramono, Perbandingan Sistem…, (Surabaya : Scopindo
Media Pustaka, Cet. Pertama, 2023.
Endang Soetari, Ulumul Al-Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2010).
Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972).
Idri, Hadis dan Orientalis, (Depok : Kencana, Cet. Pertama, 2017).
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung: Angkasa, 1991), 37.
M. Mizan Asrori dan Iltizam Syamsuddin, Mustholah Hadits, (Surabaya: Al-Ihsan,tt)
Moh. Matsna, Pendidikan Agama Islam Al-Qur’an dan Hadits Madrasah Aliyah
Kurikulum 2006 Sesuai KTSP, (Semarang : Toha Putra, 2007).
Mudasir, Ilmu Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 1999).
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2004).
Muhammad Ali Fabbad, Metodologi Penetapan Kesahehan Hadis, (Bandung: Pustaka
Setia, 1998).
Muhsin Hariyanto dan Rozikan, Takhij Hadits, (PT Lima Jari, 2023).
Muhsin Hariyanto dan Rozikan, Takhij Hadits, (PT Lima Jari, 2023).
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003).
Yuliharti dan Shabri Shaleh Anwar, Metode Pemahaman Hadits Takhrij Hadits Manual
dan Digital Mengenai Kitab dan Ulama Hadits, (PT. Indragiri Dot Com, Maret
2018).
Yuliharti dan Shabri Shaleh Anwar, Metode Pemahaman Hadits…, (PT. Indragiri Dot
Com, Maret 2018).

JURNAL

Hedri Nadhiran, Kritik Sanad Hadits : Tela’ah Metodologis, Jurnal Ilmu Agama, 2014.
Kufah learning, Makalah Tentang Gelar Ulama Hadis.

Anda mungkin juga menyukai