Anda di halaman 1dari 21

KUMIS DAN JENGGOT

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Ilmu Ma’anil Hadits

Dosen Pengampu : Indal Abror

Oleh :

1. Ina Muthmainnah 5. Atika Maulida

2. Ni'maturrifqi Maula 6. Achmad Mudhofar Afif

3. Achmad Fachrur Rozi 7. Asrul Sarkawi

4. Fatikhatur Rofi'un Nisak 8. M. Nashiful Ula

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN STUDI AGAMA DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2014
BAB I
PENDAHULUAN

Hadits bagi umat Islam merupakan sumber ajaran kehidupan yang menduduki tingkat
kedua setelah al-Qur’an. Salah satu fungsi hadits terhadap al-qur’an adalah memperjelas
sesuatu yang di dalm al-Qur’an masih bersifat global (samar). Dalam fungsi yang demikian
ini seluruh umat Islam apapun alirannya telah mengakui dan menerimanya. Sebagai sebuah
penjelas, maka hadits tidaklah boleh bertentangan terhadap kandungan makna-makna atau
maksud dari al-Qur’an. Al-Qur’an dan al-Hadits adalah dua entitas yang saling
menyempurnakan dan melengkapi.
Namun demikian, ternyata masih saja ada segelintir orang.kelompok yang secara kritis
menilai hadits baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Bagi sekelompok orang yang
kritis terhadap kajian hadits, maka akan muncul kesanksian yang luar biasa, sebab munculnya
hadits tesebut tidak sesuai dengan maksud dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini pula
terjadi bukan hanya sebagai ilusi belaka akan tetapi telah menjadi realitas pihak-pihak yang
menyeleksi hadits secara kritis dan biasanya tidak dengan mudah menerima hadits yang
mereka seleksi.
Agama Islam sendiri merupakan agama Rahmat li al-‘Alamin. Berkembang di daerah
Arab , yang kemudian dengan sadar ataupun tidak nilai-nilai spiritualitasnya secara tidak
langsung telah dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat Arab. Hal tersebut juga tidak bisa
terelakan. Salah satunya ada beberapa nilai budaya yang diambil oleh nilai agama yang
kemudian disempurnakan. Pergesekan antara agama dan budaya masih akan terus terjadi
hingga sekarang, karena agama berada dalam masyarakat, keduanya tidak bisa dipisahkan.
Kumis dan jenggot pada masa sekarang muncul sebagai suatu diskusi agama yang
cukup menarik untuk dibahas. Karena banyak yang mengatakan bahwa jenggot adalah salah
satu ciri dari agama Islam. Dahulu memang banyak dari para Ulama dan para ‘Alim yang
berjenggot. Tetapi sekarang ini menjadi hal yang jarang ditemui, dan untuk sekarang
fenonema orang atau golongan yang berjenggot, terkenal dengan golongan Islam garis keras
atau golongan Islam yang fanatik.
Hal ini akan terlihat menarik untuk di kaji. Kajian ini berangkat dari hadist-hadist yang
membahas tentang kumis dan jenggot dengan berbagai macam vaiasi lafadz yang
melingkupinya. Kemudian disangkut pautkan dengan kontekstualisasi dan pemaknaan hadist
pada masa kini.
Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa poin rumusan masalah yang
berfungsi sebagai pembatas dalam penjelasan selanjnutnya. Adapun rumusan masalahnya
sebagai berikut:

1. Berapa jumlah hadis yang menyinggung mengenai kata kumis dan jenggot dalam
Kutub al-Tis’ah? Dan apa saja lafadz-lafadz yang menyertai sebagai variasinya?
2. Bagaimana pemaknaan dan penjelasan dari lafadz yang menunjukkan arti kumis
dan jenggot baik secara tekstual maupun kontekstual dalam beberapa literatur
kitab hadits?

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kumis dan Jenggot

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata kumis diartikan dengan bulu
(rambut) yang tumbuh di atas bibir bagian atas, biasanya hanya terdapat pada laki-laki.1
Dalam gramatika bahasa arab kata kumis dibahasakan dengan al-Syaarib yakni kumis atau
jambang, dengan bentuk jamaknya al-Syawaarib.2

Sedangkan untuk pengertian jenggot adalah jenggot /jénggot/ n janggut;-- kambing


bulu yang tumbuh di dagu, baik pada dagu kambing jantan maupun kambing betina dewasa
dan bangsa kambing tertentu, seperti pada kambing kacang; jenggotan berjanggut.3

Berdasarkan pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa kumis adalah bulu-bulu halus
yang berada di atas bibir yang asal penciptaannya terjadi pada kaum adam. Begitu juga
dengan arti kata jenggot, meskipun menunjuk pada salah satu fisik hewan, tetapi tidak
dipungkiri bahwa manusia juga memiliki jenggot. Pada fenomena sekarang ini, khususnya di
Indonesia, masih biasa kita melihat orang yang berkumis. Namun, untuk orang yang
berjenggot di daerah Indonesia bukanlah hal yang biasa. Mereka yang berjenggot biasanya

1
W.J.S Poerwadharminta, kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, cet. V, 1976), hlm.
536.
2
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Krapyak- Multi Karya Grafika, cet. VIII, 2003), hlm. 1109.

3
W.J.S Poerwadharminta, kamus Umum Bahasa Indonesia, hlm. 401.
adalah orang yang mempunyai darah keturuan dari luar Indonesia, atau bisa dikatakan pula
merupakan sosok tokoh agama Islam, seperti Kiyai, ‘Ulama dan tokoh masyarakat.

2. Kritik Hadits
Sebagai contoh kritik haditsnya, penulis sengaja hanya mengambil satu permisalan saja
yakni hadits yang ditakhrij oleh Imam Bukhari dari jalur Ali Ibnu al-Madini, dari Sufyan, dari
al-Zuhri dari Sa’id bin Musayyab kemudian Abu Hurairah ra.

ٌ ‫ ال ِف ْط َرةُ َخ ْم‬:ً‫ ِر َوايَة‬،َ‫ ع َْن أ َ ِبي ه َُري َْرة‬،‫ب‬


‫ أ َ ْو‬،‫س‬ ِ ‫س ِي‬ َ ‫ ع َْن‬،‫ َح َّدث َ َنا‬،‫ي‬
َ ‫س ِعي ِد ب ِْن ال ُم‬ ُّ :َ‫ َقال‬، ُ‫س ْف َيان‬
ُّ ‫الز ْه ِر‬ ُ ‫ َح َّدث َ َنا‬،‫ع ِل ٌّي‬
َ ‫َح َّدثَنَا‬
ِ ِ ُّ َ ِ ْ َ ‫ َوت َ ْق ِلي ُم األ‬،‫اإلب ِْط‬
4‫ و َقص الشَّارب‬،‫ظفَار‬
ِ ‫ف‬ ُ ْ‫ َونَت‬،ُ‫ستِحْ دَاد‬ ِ :‫س ِمنَ ال ِف ْط َر ِة‬
ْ ‫ َو ِاِل‬، ُ‫الخت َان‬ ٌ ‫َخ ْم‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami ‘Ali, telah menceritakan kepada kami
Sufyan, Al-Zuhri berkata, telah menceritakan kepada kami dari Sa’id bin Musayyab, dari
Abu Hurairah suatu riwayat, “Fithrah (sunnah) ada lima atau lima perkara termasuk
fithrah: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan
menggunting kumis”.5

3. Penejelasan Hadits
Sebagai penjelasannya, dipaparkan bahwa al-Khatibi mengatakan makna dari fithrah
oleh kebanyakan Ulama ialah “sunnah”. Demikian juga dikatakan oleh ulama selainnya.
Mereka berkata “ maknanya, ia termasuk sunnah para Nabi saw”. Namun, sekelompok
Ulama’ mengatakan “makna fithrah adalah agama”. Selain itu Ibnu Shalah menganggap
musykil pernyataan al-Khatibi, dia berkata “makna fithrah sangat jauh dari makna sunnah.
Hanya saja maksudnya ada kalimat yang dihapus sehingga menjadi sunnah fithrah’. Tetapi
al-Nawawi menyanggah ungkapan ini dan menurutnya nukilan dari al-Khatibi adalah benar.6
‫( الختان‬Khitan), merupakan bentuk mashdar dari kata khatana yang berarti
“memotong”. Adapun khatnu adalah memotong bagian tertentu. Dalam riwayat Yunus yang
dikutip oleh Imam Muslim disebutkan, ‫االختان‬. Kata khitaan merupakan nama perbuatan orang
pengkhitan dan juga digunakan nama tempat yang dikhitan. Al-Mawardi mengatakan khitan

4
Lihat: Muhammad bin ismail Abu Abdullah al-Bukhari al-Ju’fi, Shohih Bukhari, (Yamamah: Dar Ibn Kastir
1987)
5
Selengkapnya dalam: Abu Muhammad Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari jilid, terj. Amiruddin, ed. Abu
rania (Jakarta-Selatan: Pustaka Azzam, cet. I, 2008), XVIII, hlm. 745

6
Dalam: Abu Muhammad Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari jilid, XVIII, hlm. 754.
laki-laki adalah memotong bagian kulit yang menutupi kepala dzakar. Disukai jika dipotong
seluruhnya hingga ujung kepalanya. Minimal yang mencukupi adalah tidak sesuatu yang bisa
menutupi kepala dzakar”.7
‫( واالستحداد‬dan mencukur bulu kemaluan), kata ini berasal dari kata hadiid (besi).
Maksudnya menggunakan pisau untuk mencukur rambut dari tempat yang khusus di badan.
Dalam hadits ‘Aisyah dan Anas yang dikutip Imam Muslim. Al-Nawawi berkata, “maksud
‘Aanah’ adalah rambut yang berada disekitar kemaluan laki-laki dan perempuan. Adapula
yang menyebut tubuh disekitar lubang dubur. Sedang dalam hadits ini disebutkan dengan
kata “mencukur”, karena itulah cara yang paling umum untuk menghilangkan rambut
tersebut. Namun, bisa saja dilakukan dengan cara lain, misal diberi obat perontok rambut,
dicabut atau yang lainnya.8
‫( و نتف االبط‬mencabut bulu ketiak), dalam suatu riwayat oleh al-Kasymihani disebutkan
kata ‫ االباط‬yakni dalam bentuk jamak. Sedang‫ االبط‬menurut versi yang masyhur adalah
dikasrah pada huruf hamzah dan disukun pada huruf tha’, kemudian dinyatakan benar oleh al-
Jawaliqi. Disukai mencabut mulai dari ketiak bagian kanan. Namun, sunnah menghilangkan
bulu ketiak sudah dianggap terlaksana jika dicukur, khususnya bagi mereka yang merasa
sakit ketika dicabut.9
‫( وتقليم االظفار‬memotong kuku), kata taqliim mengikuti pola (wazan) taf’iil dari kata
dasar qalm yang berarti memotong. Dalam hadits Ibnu Umar disebutkan, ‫قص‬
‫(االظفار‬memotong kuku). Kemudian disebutkan pula di hadits pada bab berikutnya,
‫تقليم‬kemudian dalam hadits Anas dan ‘Aisyah, ‫قص االظفار‬namun kata taqliim lebih luas
cakupanya. Selanjutnya kata ‫االظفار‬adalah bentuk jamak dari kata ‫ظفر‬. Maksudnya
menghilangkan kuku yang lebih dari bagian yang menutupi ujunga jari, karena menjadi
tempat kotoran sehingga membuat jijik. Bahkan terkadang sampai menghalangi masuknya air
kepada apa yang dicuci ketika bersuci. Para ulma madzhab Syafi’i menyebutkan dua
pendapat dalam masalah ini. Menurut al-Mutawalli wudlunya menjadi tidak sah. Namun,
menurut Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin bahwa hal seperti itu dimaafkan, sebab
kebanyakan orang Arab tidak memperhatikan hal tersebut.10

7
Abu Muhammad Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari jilid, XVIII, hlm. 757.
8
Abu Muhammad Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari jilid, XVIII, hlm. 767.

9
Abu Muhammad Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari jilid, XVIII, hlm. 770

10
Abu Muhammad Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari jilid, XVIII, hlm. 771
‫( وقص الشارب‬dan mencukur kumis), pembahasan tentang mencukur kumis sudah
disebutkan pada bagian awal bab ini. Kata syaarib artinya rambut yang tumbuh di atas bibir
bagian atas. Kemudian, terjadi perbedaan tentang rambut yang tumbuh di kedua sisinya yang
biasa disebut sibaal. Dikatakan, keduanya termasuk syaarib (kumis) dan disyari’atkan untuk
dipotong. Sebagian yang lain mengatakan keduanya termasuk jenggot.
Kata qashshu (menggunting) inilah yang terdapat pada kebanyakan hadits ditempat ini,
serta dalam hadits ‘Aisyah dan Anas yang dikutip oleh Imam Muslim. Begitu pula hadits
Hanzalah dari Ibnu Umar di awal bab. Namun, sebagian riwayat menggunakan kata halq
(mencukur) seperti dikutip oleh al-Nasa’I dari Muhammad bin Abdullah bin Yazid, dari
Sufyan bin ‘Uyainah, melalui sanad seperti di bab ini. Namun, mayoritas murid Ibnu
‘Uyainah meriwayatkan dengan kata qashshu (menggunting).
Terdapat satu hadis lagi yang menjelaskan tentang kumis dan jenggot, yakni yang
diriwayatkan oleh at-Tirmidzi pada hadis ke 2687, yang disini dijelaskan dengan tambahan
diakhirya ‫شبَّ ُهوا بِا ْليَ ُهو ِد‬
َ َ‫“ َو َِل ت‬jangan kalian menyerupai Yahudi”, sedangkan Bukhari dan
Muslim dengan didahului awalnya ‫“ خالفوا المشركين‬Berbedalah kalian dengan orang-orang
musyrik.” Dijelaskan oleh Abu Isa bahwa hadis ini adalah hadis shohih.11
Demikian pula hadits yang dinukil dari gurunya (al-Zuhri). Dalam riwayat al-nasa’I
dari Sa’id al-Maqburi, Abu Hurairah mengatakan ‫( تقصير الشارب‬memendekkan kumis). Benar,
di sana ada riwayat yang memberi asumsi bahwa riwayat dengan kata halq (mencukur)
adalah akurat. Seperti hadits dari al-‘Alaq bin ‘Abdurrahman, ‫(جزوا الشوارب‬cukurlah kumis),
dan hadits Ibnu Umar yang disebutkan pada bab berikutnya, ‫(احفواالشوارب‬pangkaslah kumis).
Semua lafadz ini memberi asumsi benar-benar menghilangkan, sebab kata al-Jaaz ialah
memeotong rambut dan bulu hingga sampai ke kulit. Sedangkan ahfu’ adalah
menghabiskannya. Abu ‘Ubaid al-Harowi berkata, “maknanya potonglah ia hingga mencapai
kulit”. Sementara dari pendapat al-Khatibi, berkata bermakna “menghabiskan”. Adapun kata
al-Nahk adalah benar-benar menghilangkan.
Imam al-Nawawi berkata, pendapat yang paling terpilih tentang memotong kumis
adalah memotongnya hingga tampak pinggiran bibir dan tidak memngkasnya hingga ke
akarnya. Adapun kata ahfuu diartikan “apa yang menjukur di bibir”. Sedang Abu Hanifah
dan murid-muridnya mengatakan “memangkas lebih utama daripada sekedar memendekkan”.
Kemudian pendapat lain dari al-Thahawi, dikatakan “mencukur adalah madzhab Abu
Hanifah, Abu Yusuf serta Abu Muhammad”. Ibnu Hajar al-‘Asqalani sendiri dalam kitabnya

11
Sunan Tirmidzi, juz 9, hlm. 430
fath al-Bari menyatakan “ulama yang berpendapat demikian adalah al-Thabari. Dia telah
menukil perkataan Malik dan para ulama Kufah serta menukil dari para Ahli Bahasa bahwa
ihfaa’ adalah memangkas habis.12

Atas berbeda-bedanya redaksi hadits yang membahas tentang mencukur kumis. Maka
dapat disimpulkan bahwa metode periwayatannya secara bi al-Makna. Yakni beberapa hadits
yang memiliki kesamaan makna namun dengan bentuk redaksi hadits yang berbeda.

4. Takhrij Hadits

Setelah dilakukan adanya penelitian terhadap hadits-hadits yang menjelaskan tentang


jenggot dan kumis, sebagai hasil sementara kebanyakan hadits-hadits tersebut ditemukan
dalam kitab-kitab pokok (primer). Dalam penelitian ini peneliti hanya mengkhususkan pada
Kutub Al-Tis’ah yakni: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu
Majah, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Al-Muwatha’,
dan Sunan Ad-Darimi. Kemudian akan dipaparkan tabel atas variasi lafadz yang termasuk bentuk
arti kata jenggot dan kumis, sebagai berikut: pertama ialah lafadz-lafadz yang mengandung arti
“kumis” :

12
Abu Muhammad Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari jilid, XVIII, hlm. 776-778.
Nomer Lafadh
Sumber Kitab Bab
Hadist
Memotong kuku 5442
Bukhari Pakaian Memelihara dan
5443
melebatkan jenggot
380, 381,
Muslim Thaharah Macam fitrah
382, 383
Merapikan
Abu Daud Mencukur kumis 3667
Rambut
Membiarkan
Tirmidzi Adab 2687, 2688
jenggot
Memotong kumis
Thaharah dan membiarkan 15
jenggot
Nasai Mencukur kumis 4959, 4960
Mencukur kumis
Perhiasan ‫ب‬
َ ‫الش ََّو ِار‬
dan memelihara 5131
jenggot
Musnad
Sahabat yang Musnad Abdullah 4425, 4889,
banyak bin Umar bin al- 4892, 5716,
meriwayatkan Khattab 6167
hadits
Ahmad
Sisa musnad
sahabat yang 6835, 8318,
Musnad Abi
banyak 8423, 8430,
Hurairah
meriwyatkan 8665
hadits
Sunnah-sunnah
Muwaththa’
Lain-lain dalam memelihara 1488
Malik
jenggot

Kemudian beberapa literatur kitab hadits yang menerangkan tentang “jenggot” juga
ditemukan dengan pemetaan sebagai berikut:
Sumber Kitab Bab No. Hadis Lafadh

Memotong kuku 5442


Memelihara dan
Bukhari Pakaian
melebatkan 5443
jenggot
380, 382,
Muslim Thaharah Macam fitrah
383
Merapikan
Abu Daud Mencukur kumis 3667
Rambut
Membiarkan 2687,
Tirmidzi Adab
jenggot 2688
Memotong kumis
Thaharah dan membiarkan 15
jenggot
4959,
Nasai Mencukur kumis
4960
Perhiasan ‫اللحى‬
Mencukur kumis
dan memelihara 5131
jenggot
Musnad Sahabat 4425,
Musnad Abdullah
yang banyak 4889,
bin Umar bin al-
meriwayatkan 4892,
Khattab
hadits 6167
Ahmad Sisa musnad 6835,
Sahabat yang 8318,
Musnad Abi
banyak 8423,
Hurairah
meriwayatkan 8430,
hadits 8665
Sunnah-sunnah
dalam
Malik Lain-lain 1488
memelihara
jenggot
Selanjutnya, jika ditakhrij dengan menggunakan lafadh al-Syaarib yang
merupakan bentuk mufrad dari kata al-Syawarib, maka terdapat beberapa hadis
sebagai berikut:

Sumber Kitab Bab No. hadis Lafadh

Memendekkan 5438,
kumis 5439
Pakaian
5440,
Memotong kuku
5441
Bukhari
Khitan setelah
dewasa dan
Meminta Izin 5823
mencabut bulu
ketiak
377, 378,
Muslim Thaharah Macam fitrah
379, 384
Bersiwak termasuk
Thaharah 49
fitrah
Abu Daud
Merapikan 3666,
Mencukur kumis
Rambut 3668
‫الشارب‬
2680,
Memotong kuku
2681
Tirmidzi Adab
Waktu memotong 2682,
kuku dan kumis 2683
Kebiasaan fitrah
9
dan khitan
Memotong kuku 10
Mencabut bulu
Thaharah 11
ketiak
Nasai
Mencukur bulu
12
kemaluan
Waktu-waktunya 14
Kebiasaan- 4954,
Perhiasan
kebiasaan fitrah 4955,
4956,
4957,
4958
Kebiasaan-
Perhiasan 5130
kebiasaan fitrah
Thaharah dan
288, 289,
Ibnu Majah Sunnah- Fitrah
290, 291
sunnahnya
Musnad
Sahabat yang Musnad Abdullah
banyak bin Umar bin al- 5716
meriwayatkan Khattab
hadits
6842,
Musnad Abi 6963,
Sisa Sahabat
Hurairah 7479,
yang banyak
8953
meriwayatkan
Ahmad 11785,
hadits Musnad Anas bin
12637,
Malik
13183
Sisa hadis ‘Ammar
Musnad
bin Yasir
penduduk 17606
radhiyallahu ta’ala
Kufah
anhu
Sisa musnad
Lanjutan musnad
Sahabat 23909
yang lalu
Anshar
1436,
Malik Lain-lain Sunnah fitrah
1437

Di bawah ini merupakan pemetaan berdasarkan lafadz yang mengiringi kata al-
Syaarib, al-Syawaarib maupun al-Lihyah :
No Kata Arti Jumlah Periwayat
1 ‫أَحْ فُوا‬ Memotong 10 Bukhori, Muslim, Tirmudzi, Nasa’i, Ahmad

2 ِ ‫إِحْ َف‬
‫اء‬ Memotong 4 Muslim, Tirmudzi, Abu Dawud, Malik

3 ‫ُج ُّزوا‬ Menggunting 2 Ahmad

4 ‫ُحفُّوا‬ Memotong 2 Ahmad

5 ‫قُصُّوا‬ Mencukur 2 Ahmad

6 ‫ا ْن َهكُوا‬ Menghabiskan 1 Bukhori

7 ‫َو ُخذُوا‬ Memotong 3 Ahmad

8 ‫تُج ََّز‬ Menggunting 2 Ahmad

9 ُّ ُ‫ق‬
‫ص‬ Mencukur 43 Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Malik,
Nasa’I, Ibnu Majah dan Ahmad
10 ‫ تقُصُّوا‬Mencukur 3 Abu dawud, Nasa’i, Ahmad
11 ‫اخذ‬ Memotong 4 Tirmidzi, Malik, Nasa’i
12 ‫ يقُصُّوا او‬Dicukur atau 1 Tirmidzi
‫يأخذ‬ dipotong
13 ‫يأخذ‬ Memotong 4 Tirmidzi, Malik, Nasa’i
14 ‫ تقصير‬Mencukur 1 Nasa’i
15 ‫ تقصون‬Mencukur 1 Ahmad
16 ُّ ُ‫يق‬
‫ص‬ Mencukur 1 Ahmad

 Jenggot

No Kata Arti Jumlah Periwayat


1. ‫فِ ُروا‬ Memotong 2 Bukhori, Ahmad
2. ‫ أَ ْعفُوا‬Membiarkan 15 Bukhori, Muslim, Tirmudzi, Nasa’i, Ahmad,
3. ِ ‫ إِ ْع َف‬Membiarkan
‫اء‬ 10 Muslim, Tirmudzi, Abu Dawud, Malik, Nasa’i,
Ahmad
4. ‫ أ َ ْوفُوا‬Memanjangkan 1 Muslim
6. ‫ أَ ْر ُخوا‬Membiarkan 1 Muslim
7. ‫ت ُ ْعفَى‬ Membiarkan 1 Ahmad
8. ‫يروا‬
ُ ِ‫ توف‬Memanjangkan 1 Nasa’i

1. Variasi lafad illat

No Lafadz Arti Lafadz Sumber Kitab Nomer Juz Halaman


illat Hadits

1 ‫ َخاااااااااااااااااااااا ِلفُوا‬Selisihilah Bukhari Taqlim al- 5442 18 249


َ‫ا ْل ُمش ِْر ِكين‬ orang-orang Azhfar
musyrik
Muslim __ 382 2 72

2 ‫ َخاااااااااااااااااااااا ِلفُوا‬Selisihilah Muslim 838 2 73


َ ‫ا ْل َم ُج‬
‫وس‬ kaum majusi
Musnad 8430 17 472
Ahmad

3 َ َ‫ َو َِل ت‬Janganlah
‫شاااااااااابَّ ُهوا‬ Musnad 8318 17 360
‫ بِاااااااااااااااااااا ْليَ ُهو ِد‬kalian Ahmad
َ ‫َوالنَّص‬
‫َارى‬ serupai
orang
Yahudi dan
Nasrani

4 َ ‫ َخاااااا ِلفُوا أَ ْهااااا‬Selisihilah Musnad 21252 45 275


ِ ‫ا ْل ِكتَا‬
‫ب‬ ahli kitab Ahmad

5. Analisis Linguistik
a. Analisa kebahasaan
Kajian linguistik adalah penggunaan prosedur gramatikal bahasa Arab, yakni setiap
teks arab akan dikaji dari sisi bentuk kata dari arti katanya, baik berupa bentuk kata kerja
(fi’il), kata benda (isim), bentuk amr, nahy, atau dibedakan berdasarkan makna haqiqi dengan
makna majazi dan sebagainya.
Sebagai langkah pertama, penulis mencoba memaparkan dari aspek kajian matan
terlebih dahulu, bahwa arti lihyah (Jenggot) dalam kitab Lisan al-‘Arab. Ibnu Said berkata
“Jenggot merupakan nama untuk rambut yang tumbuh pada kedua pipi, dan juga nama
rambut yang tumbuh pada cambang dan dagu”. Begitu jga dalam kitab Taajul Arusy dan Al-
Qamus. Dalam kamus al-munjib hal 717 disebutkan: “rambut yang terdapat pada dua pipi dan
dagu”.
Berdasarkan literatur yang mengandung arti kata kumis dan jenggot ditemukan
adanya perbedaan penggunaan lafadz, sehingga diperlukan adanya pembahasan atau
pengkajian tentang makna dari lafadh-lafadh tersebut, yang kemudian pada pembahasan ini
dapat kita ambil beberapa kata ‫أَحْ فُوا‬, ‫أ َ ْعفُوا‬, ‫ب‬ َّ ‫ال‬, dan ‫صوا‬
َ ‫ش َو ِار‬ ُّ ُ‫ تق‬yang berarti “mencukur”. Di
hadis lain juga disebutkan dengan menggunakan ‫ص‬ ُّ ُ‫ ق‬yang bermakna “menggunting” atau
“menelusuri jejak”. Ibnu sayyid mengaitkan kata ini dengan “menelusuri jejak pada malam
ُّ ُ‫ ق‬juga berarti menyebutkan berita secara sempurna kepada orang yang tidak
hari”. Kata ‫ص‬
menghadiri kejadian. Arti lainnya adalah “memotong sesuatu menggunakan alat khusus”.
Adapun maksud dalam hadist-hadist ini adalah memotong rambut yang tumbuh pada bagian
atas bibir tanpa menghabiskan hingga ke akarnya.
Selanjutnya, dalam hadist yang menggunakan kata ‫ الش ََّو ِار َب‬mengandung makna
“rambut yang tumbuh di atas bibir bagian atas”. Para ahli bahasa mengartikan kata al-syarib
sebagai kumis ataupun jambang, dengan bentuk jamak berupa al-syawarib. Sebagian ulama
berpendapat bahwasanya antara kedua kata tersebut memiliki makna yang relatif hampir
sama. Apabila digunakan kata al-syarib, maka yang dimaksudnya adalah sehelai bulu yang
berada di atas mulut atau yang memenuhi bibir. Apabila digunakan dalam bentuk jamaknya
(al--syawarib), maka maksudnya adalah keseluruhan bulu tersebut.13 Di sini pula timbul
beberapa perbedaan tentang rambut yang tumbuh dikedua sisinya yang biasa disebut ‘sibaal’.
Dikatakan bahwa keduanya termasuk ‫ب‬
َ ‫( الش ََّو ِار‬kumis) yang disyariatkan untuk dipotong.
Sebagian pendapat lagi mengtakan kalau keduanya merupakan bagian dari Jenggot.
Dari berbagai sumber hadist yang telah diriwayatkan oleh beberapa perawi,
disebutkan juga bahwa kata-kata dalam hadist yakni ‫ أ َ ْعفُوا‬bermakna sama yaitu
“memanjangkan” dalam arti membiarkan jenggot tumbuh hingga memanjang. Ironisnya,
tidak sedikit orang yang salah tafsir, bahwa memelihara jenggot berarti mencukurnya,
sebagaimana memelihara tanaman berarti memotongnya. Tafsiran ini terjadi karena
menafsirkan bukan dari bahasa Arabnya, melainkan dari Bahasa Indonesianya yaitu

13
Lihat: Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arabi, (Beirut: Dar as-Shadir, 1999), Jilid V, hlm. 2224
memelihara jenggot. Padahal kata memelihara tidak juga berarti memotong habis. Makna dari
kata tersebut masih dapat ditoleransi karena isinya tidak bertentangan dengan maksud
kandungan hadist.
Sebagaimana pembahasan sebelumnya, ada beberapa pengertian yang perlu kita
fahami mengenai makna ‫أ َ ْعفُوا‬. Pertama, ‫أ َ ْعفُوا‬berarti “memanjangkan”. Dalam hadist telah
disebutkan, memanjangkan jenggot adalah hal yang disunnahkan. Kedua, ‫ أ َ ْعفُوا‬memiliki arti
“membiarkan jenggot tumbuh”. Maksud adalah membiarkan jenggot tumbuh apa adanya
tanpa menangkas atau memendekan alam rangka mengamalkan hadist-hadist yang
memerintahkan untuk membiarkan jenggot.
ِ َ‫إِحْ ف‬, dan ‫ أَحْ فُوا‬diartikan dengan
Kemudian, perihal penjelasan kata ‫ ُحفُّوا‬, ‫اء‬
“memotong”.14 Dikatakan juga - yakni dalam kitab al Tahdzib - bahwa perintah memotong
tersebut dengan meletakkan potongan atau berarti menghabiskna. Dari beberapa penjelasan
tentang katakata yang serupa dan perbedaannya menunjukan bahwa Nabi Muhammad saw
memerintahkan untuk memotong, mencukur, dan membersihkan kumis. Namun dalam
redaksi lain kata al-Syarib ditemukan adanya perintah untuk hanya memendekan saja. Dalam
kitab Fathul Bary disebutkan bahwa dari semua variasi pemakaian kata ‫ ُحفُّوا‬, ‫اء‬ ِ ‫إِحْ َف‬, dan
‫أَحْ فُوا‬dan yang lainnya, yang digunakan menunjukantujuan tujuan menghilangkan. Sebaliknya
Nabi saw memerintahkan untuk menumbuhkan , memelihara, dan membiarkan jenggot
tumbuh. Sedangkan kata ‫أ َ ْعفُوا‬, ‫أ َ ْعفُوا‬dan teman-temannya mempunyai satu makna yaitu
membiarkan, namun dalam beberapa literatu lain menunjukan untuk memeliharanya.
b. Analisa Tematik

Adapun kajian tematik di sini ialah usaha menghimpun hadits shahih yang memiliki
redaksi dengan tema yang sama dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman secara
komprehensif. Sehingga bila dihubungkan dengan penelitian ini maka dimaksudkan agar
makna hadits tentang memelihara jenggot dapat ditangkap secara holistik (kesatuan) bukan
secara parsial (terpotong). Di samping itu hadits-hadits mengenai kumis maupun jenggot
dapat dimengerti maksudnya secara jelas dan tidak bertentangan antara hadits satu dengan
yang lain.

Berikut ialah hadits yang berkaitan dengan memelihara jenggot:

‫الطهور شطر اِليمان‬

14
Selengkapnya dapat dilihat: Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arabi, (Beirut: Dar as-Shadir, 1999), Jilid VII, hlm.
73
Artinya: “ Kebersihan sebagian dari Iman”.

Imam al-Ghazali menafsirkan bahwa kata kesucian itu sebagai kesucian hati atas
kedengkian, kebencian dan iri hati dan dari semua penyakit jwa. Iman yang sempurna hanya
dapat diperoleh pada kesucian hati. Barangsiapa yang mengucapkan kalimah syahadatain
maka ia telah mendapatkan satu bagian, dan barangsiapa mampu membersihkan atau
menyucikan dirinya dari sifat-sifat yang merupakan penyajit hati, maka sempurnalah
imannya.15

Selanjutnya, apabila pernyataan hadits tersebut mencoba dihubungkan kaitan


pembahasannya dengan hadits di atas –yang penulis paparkan sebagai contoh kajian– maka
memelihara jenggot dan mencukur kumis termasuk pada hal yang harus dibersihkan
sekaligus dirapikan, yang kemudian pada konteks ini kata suci atau bersuci merupakan
keyakinan seorang yang bersifat non universal. Dalam arti, hanya menjadi pandangan has
bagi kalangan umat Muslim saja. Sedang kata bersih maupun kebersihan merupakan kaitan
dengan fakata secara empiris dan universal yang mana telah diakui oleh seluruh umat
manusia.

c. Analisa Historis
1. Asbabul Wurud
Dalam sebuah hadits riwayat Bukahri Muslim, disebutkan:

‫علَ ْي ِه َوسلم فَقَا َل‬ َ ‫سول هللا صلى هللا‬ُ ‫سببه روى َم ْي ُمون بن مه َْران عَن ابْن عمر قَا َل ذكر َر‬ َ ‫عَن ابْن عمر‬
‫ع ْن ُه َما قَا َل‬ َ ‫ِإنَّ ُهم يوفرون سبالهم ويحلقون لحاهم فخالفوهم َوأخرج ابْن النجار عَن ابْن‬
َ ‫عبَّاس َر ِضي هللا‬
‫سول هللا‬ ُ ‫علَ ْي ِه َوسلم َوفد من ا ْل َعجم َحلقُوا لحاهم َوتركُوا شواربهم فَقَا َل َر‬
َ ‫سول هللا صلى هللا‬ُ ‫قدم على َر‬
16
‫علَ ْي ِه َوسلم أحفوا الش ََّو ِارب وأعفوا اللحى‬
َ ‫صلى هللا‬
Dalam hadits tersebut yakn dari Maimun bin Mahran yang diriwayatkan oleh Ibnu
‘Umar berkata bahwasanya Rasulullah s.a.w ingat akan orang majusi yang selalu
membiarkan jenggotnya, kemudian beliau menyuruh kepada para sahabat untuk berbeda
dengan mereka”; diceritakan pula dari Ibnu Al-Nujjar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
berkata: “seorang datang menemui Rasulullah dari negeri Ajam, ia memangkas jenggotnya

15
Barokatul Fitriyah, Hadist-hadist tentang Memelihara Jenggot (Studi Ma’anil Hadist), (Yogyakarta:
Skripsi belum di bukukan, 2011), hlm. 57.

16
Ibrahim Bin Muhammad al-Husiani al-Hanafi, al-Bayan wa al-Ta’rif fi Asbab wurud al-Hadits al-Syarif,
tahqiq: Syaif al-Din al-Katib (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, t.t), II, hlm 31.
dan memelihara kumisnya. Maka Rasulullah pun bersabda ”jauhilah hal semacam itu, dengan
memotong kumis kalian dan membiarkan jenggot kalian.”
2. Fungsi Nabi

Adanya Fungsi Nabi Muhammad dalam ajaran Islam adalah di dasarkan atas
pemahaman teks matn hadits. Dalam konteks keagamaaan dan kemasyarakatan sosok beliau
merupakan kunci pokok karena darinyalah terdapat contoh teladan yang senantiasa
teraktualisasikan oleh ummatnya dalam kehidupan sehari-hari.17

Di masa Rasulullah sudah terlihat adanya pembedaan antara umat Islam dengan yang
lainnya. Sehingga, diperlukan sebuah identitas maupun simbol untuk membedakan mereka.
Seperti yang kita yakini dan telah menjadi suatu adat keyakinan secara umum bahwa, Orang
yang memelihara jenggot ialah kategori mereka orang beragama Islam, sedang mereka yang
memelihara kumis termasuk kalangan orang-orang kafir/musyrik.

Apalagi pada saat itu, segala hal yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w merupakan
perbuatan yang harus diikuti dan dijadikan sebagai teladan. Rasullah begitu memperhatikan
keadaan umatnya dan mengerti berbagai kebutuhan yang dihadapi mereka termasuk dengan
komunitas lain. Oleh karena itu, dapat ditarik pemahaman bahwa ketika itu Rasulullah adalah
sebagai tokoh agama yang menjadi panutan bagi umat Islam. Oleh karena itu, beliau
bermaksud untuk memberikan identitas khusus terhadap umat Islam yang dirasa dapat
membedakan dengan umat lainnya.

6. Kontekstualisasi hadits tentang Kumis dan Jenggot


Terlepas dari penjelasan mengenai variasi dari kata sebagai arti kata dari kata yang
mengiringi lafadz yang mengandung makna kumis maupun jenggot, sebagian umat Islam
banyak memahami sebuah hadits secara textual (mengikuti teks). Mereka berpendapat bahwa
Nabi telah menyuruh semua kaum laki-laki untuk memelihara kumis dengan memangkas
unjungnya dan memelihara jenggot kemudian memanjangkannya. Mereka memandang
bahwa ketentuan itu merupakan salah satu kesempuranaan dalam mengamalkan ajaran Islam.
Perintah Nabi tersebut memang relevan untuk orang-orang Arab, Pakistan dan lain-
lain yang secara alamiah mereka dikaruniai rambut yang subur, termasuk di bagian kumis dan

17
Lihat: Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadits, ed. M, Alfatih Suryadilaga
(Yogykarta: TH Press, cet. I, 2009), hlm. 140
jenggot. Tingkatan kesuburan dan ketebalan rambut milik orang Indonesia tidak sama dengan
milik orang Arab. Banyak dari mereka yang kumis serta jenggotnya jarang.
Sebagaimana hadits yang cukup mewakili peristiwa ini ialah, yang diriwayatkan oleh
Imam al-Bukhari, disebutkan:
)‫انهكوا الشوارب واحفوا اللحي (رواه البخاري ومسلم وغيرهما عن ابن عمر‬
Artinya: “Cukurlah kumis panjangkanlah jenggot” (hadits riwayat al-Bukhari,
Muslim dan lain-lain dari Ibnu Umar).

Atas kenyataan tersebut, maka hadits di atas harus dipahami secara kontekstual.
Kandungan hadits itu bersifat lokal dengan mengutip sejumlah hadits Nabi di atas, ternyata
pemahaman mereka jika dihubungkan dengan latar belakang terjadinya, ada sebagian hadits
yang memang harus diterapkan secara tekstual juga ada yang secara kontekstual. Oleh karena
itu, pengambilan benang merah untuk memeprmudah penelitian mengenai hadits yang
tentang kumis dan jenggot ialah hadits yang dikemukakan ada yang bersifat universal, ada
pula yang bersifat temporal juga lokal.
Dengan demikian hadist tersebut diriwayatkan bi al-Ma’na, karena dari semua lafadz-
lafdz dalam hadist menunjukan bahwa maknanya sama walaupun dengan redaksi hadist yang
berbeda-beda.18
7. Analisa Umum

Hadis yang di riwayatklan oleh Imam Bukhari berstatus Shahih karena semua
sanadnya bersambung dan rawinya berstatus tsiqah. Kemudian, bila dihubungkan dengan
fungsi Nabi, sebagai analisa peneliti adanya hadis tersebut merupakan bentuk penyampai
risalah kepada umat berupa sunah-sunnah yang telah disebutkan dalam hadis tersebut. Yakni
perintah untuk mencukur kumis dan memelihara jenggot – dalam arti tidak begitu saja
membiarkan jenggot tumbuh memanjang akan tetapi mencukurnya namun tak sampai ke
akarnya – Selain itu, peneliti juga menemukan sebuah referensi dari hadis Nabi yang
mengatakan bahwa kumis dan jenggot merupakan pembeda antara Nasrani, Yahudi, dan Juga
Islam, seperti yang telah disebutkan dalam hadits riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya,
sebagai berikut:

18
Barokatul Fitriyah, Hadist-hadist tentang Memelihara Jenggot (Studi Ma’anil Hadist), hlm. 51-56
‫ أن رسول‬،‫ عن أبي هريرة‬،‫ عن أبيه‬،‫ عن عمر بن أبي سلمة‬،‫ حدثنا أبو عوانة‬،‫حدثنا يحيى بن إسحاق‬
‫ وِل‬،‫ وغيروا شيبكم‬،‫] الشوارب‬306:‫ وخذوا [ص‬،‫ «أعفوا اللحى‬:‫ قال‬،‫هللا صلى هللا عليه وسلم‬
19
»‫تشبهوا باليهود والنصارى‬

Jika kumis merupakan ciri khas dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, sedangkan
Jenggot merupakan ciri khas dari orang-orang Islam. Dalam konteks ini, sunnah yang
disabdakan bukan dalam kapasitas sebagai penyampai risalah, karena berkaitan dengan
pengalaman dan kebiasaan individual atau masyarakat.

Akan tetapi jika melihat kontekstual yang ada pada saat ini, pengamalan hadis tersebut
banyak diterapkan oleh Islam fanatic dengan alasan itu sebagian dari hadis Nabi tanpa
melihat hadis yang lain yang menerangkan tentang kumis dan jenggot sebagai pembeda
antara kaum muslimin dan non muslim pada zaman Nabi, tetapi apa yang dihadapi oleh kita
berbeda pada zaman Nabi, jadi penganjuran untuk memotong kumis dan memanjangkan
jenggot bukan kewajiban yang harus dilaksanankan oleh setiap muslim masa kini, isi hadis
tentang jenggot dan kumis tersebut boleh diamalkan ataupun tidak karena kumis dan jenggot
mempunyai manfaat tertentu yang tidak berhubungan dengan perbedaan antara muslim dan
non muslim.

Adapun manfaat kumis dan jenggot bagi kesehatan20 yakni sebuah studi terbaru dari
University of Southem Queensland menemukan, bahwa lelaki yang memiliki kumis dan
jenggot yang dapat perlindungan sebesar 90-95 % dari kerusakan kulit akibat kaparan radiasi
ultraviolet dari sinar matahari. Selain itu mereka juga beresiko rendah terkena kanker kulit.
Menurut ahli kesehatan rambuat yaitu Carol Walker mengatakan bahwa kumis dan jenggot
dapat menahan debu dan serbuk sari yang menajdi pemicu asma, sehingga pemicu alergi
tidak dapat masuk ke hidung dan paru-paru.

19
Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Syaibani, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal,
tahqiq: Syu’aib al-Arnauth, dkk (Turki: Muassasah al-Risalah, cet. I, 1421 H./ 2001 M), XVI, hlm. 305.

20
Berita satu, Manfaat kumis dan Jenggot bagi kesehatan. Diambil dari www.beritasatu.com
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan

Setelah dilakukan kajian penelitian terhadap hadits-hadits yang membicarakan tentang


kumis dan jenggot, dapat ditarik beberapa kesimpulan sementara sebagai berikut:

1. Bahwa hadits-hadits yang membahas mengenai kumis secara keseluruhan


sejumlah 85 hadits, dan jenggot sebanyak 31 hadits, yang mana dalam hal ini
hanya penulis batasi pada beberapa literatur kitab karangan dari para Imam al-
Kutub al-Tis’ah kecuali pada al-Darimy.
2. Di satu sisi, dapat ditemukan pula variasi dari lafadz yang mengiringi kata yang
bermakna kumis dan jenggot. Yakni, Khalifu al-Musyrikiina, Khalifu al-Majuusi,
wa laa Tasyabbahu bi al-Yahudi wa al-Nashara, Khalifu Ahl al-Kitabi.
3. Perihal asbabul wurud dari hadis tentang kumis dan jenggot ialah sebagai “fungsi
nabi”, yang bertujuan agar mudah dalam membedakan antara umat Islam dengan
yang lainya. Yakni dengan menciptakan simbol identitas yang khas bagi umat
Islam.
4. Menjadi sebuah pengetahuan bahwa tidak semua hadis harus dimakanai secara
textual tetapi juga secara kontextual. Sebab, sudah banyak mereka dari golongan
umat non-islam yang melakukan hal seperti yang telah diperintahkan oleh
Rasulullah s.a.w tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Abu Muhammad Ibnu Hajar. 2008. Fathul Baari jilid XVIII, terj.
Amiruddin, ed. Abu Rani. JakartaSelatan: Pustaka Azzam.

Al-Husaini, Ibnu Hamzah. 2011. Asbabul Wurud: Latar Belakang Historis Timbulnya
Hadis-Hadis Rasul. Jakarta: Kalam Mulia.

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 2003. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.
Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak- Multi Karya Grafika.

Al-Ju’fi, Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari. 1987. Shahih Bukhari.
Yamamah: Dar Ibn Kastir.

Al-Syaibani, Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. 2001. Musnad al-
Imam Ahmad bin Hanbal, tahqiq: Syu’aib al-Arnauth, dkk. Turki: Muassasah al-Risalah.
Al-Hanafi, Ibrahim Bin Muhammad al-Husiani. Tanpa tahun. Al-Bayan wa al-Ta’rif fi
Asbab Wurud al-Hadits al-Syarif, tahqiq: Syaif al-Din al-Katib. Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Arabi.

Mandzur, Ibnu. 1999. Lisan al-‘Arabi. Beirut: Dar as-Shadir.


Skripsi, Barokatul Fitriyah. 2011. Hadist-Hadist tentang Memelihara Jenggot (Studi
Ma’anil Hadist).

Poerwadharminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai


Pustaka.

Software KBBI

Software Maktabah Shameela

Anda mungkin juga menyukai