Anda di halaman 1dari 8

Analisis Wacana Kritis dalam Memahami Hadis

Kelompok 1:
Chaidar Muqoddam
Harry Badriyansyah
Mira Amirah
Muhammad Al Adib Habibul Haqq
Muhammad Fahmi
Rahma Luthfiyah
Trisna Yudistira
Wafa Saidah Hasan

DARUS-SUNNAH
INTERNATIONAL INSTITUTE FOR HADITH
SCIENCES

1
Pendahuluan
Hadis memiliki kedudukan penting bagi umat Islam
sebagai pedoman dalam kehidupan sehingga penting bagi muslim
untuk memahaminya. Dalam memahami pesan dalam hadis
kajian terhadap bahasa tentu sering digunakan karena hadis tidak
akan terlepas dari teks dan Bahasa. Kajian untuk memahami
makna dari suatu pesan merupakan kajian wacana.
Kajian wacana telah dipakai dalam menganalisa berbagai
berita, hadis juga merupakan berita sehingga sejatinya metode
memahami matan hadis telah menggunakan metode analisis
wacana. Analisis wacana terbagi kedalam paradigma positivis-
empiris dan paradigma konstruktivis dan ada juga yang
menambahkan analisis ketiga yaitu analisis wacana kritis.
Analisis wacana kritis terhadap hadis menjadi penting untuk
mengungkap makna dan pesan dari suatu hadis yang jarang
terungkap melalui pengkajian terhadap teks hadis. Untuk itu
tulisan ini melingkup beberapa hal yaitu pengertian analisis
wacana kritis, kaitan analisis wacana kritis dalam memahami
hadis, dan contoh-contoh pemahaman hadis lewat analisis wacana
kritis.

Pengertian analisis wacana kritis


Analisis wacana kritis merupakan salahsatu paradima
yang digunakan dalam kajian bahasa. Ada tiga paradigma dalam
kajian bahasa yaitu paradigma positivis-empiris, paradigma
konstruktivis dan paradigma kritis. Paradigma positivis-empiris
adalah paradigma yang paling awal berkembang yang

2
menekankan pada struktur internal bahasa. Karakteristik dari
paradigma ini adalah menekankan pada teks dan memisahkan
antara pikiran dan realitas. Artinya paradigma ini mencoba
memahami teks dari isi atau susunan teks itu sendiri tanpa
memerhatikan faktor eksternal seperti penyebab teks itu bisa
muncul.1
Kedua adalah paradigma konstruktivisme yang
mempertimbangkan faktor fenomena yang menyebabkan teks itu
muncul. Paradigma ini beranggapan bahwa teks yang ada
merupakan buah dari pengaruh yang ada di luar teks yang
membangun kontruksi yang membuat teks itu menjadi seperti itu.
Paradigma ini menolak aliran positivisme yang memisahkan
antara teks dengan pembuat teks atau faktor lainya. pikiran yang
terkandung dalam teks dianggap berkaitan dengan realita saat
teks itu dibuat.2
Ketiga adalah paradigma kritis atau analisis wacana kritis
yang mengoreksi pandangan kontsruktivis yang kurang sensitif
terhadap proses produksi makna yang terjadi secara historis atau
institusional. Pengkajian pemahaman hadis sejatinya tidak
terlepas dari tiga paradigma ini.3

1
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisi Teks Media (Yogyakarta:
LKiS, 2011), 3.
2
Eriyanto, 5.
3
Eriyanto, 7.

3
Kaitan Pemahaman Matan Hadis dengan
Analisis Wacana
Dalam memahami pesan dari hadis terdapat suatu disiplin
yang disebut sebagai ilmu matan hadis. Ilmu matan hadis Terdiri
dari empat cabang ilmu yaitu studi aspek kontradiksi hadis-hadis
nabi,kajian redaksi asing, studi konteks sabda nabi dan nāsikh wa
mansūkh. Sebagian besar ilmu matan hadis menggunakan paradigma
positivis dengan berfokus pada teks kecuali studi konteks sabda nabi
atau yang dikenal dengan sebab datangnya suatu hadis yang memiliki
paradigma konstruktivis.4
Beberapa contoh dari pemahaman hadis lewat paradigma
positivis-empiris adalah sebagai berikut:
‫عن ابن عباس أن رسول هلال وضأوجههويديه ومسح برأسه مرة مرة‬
Dari Ibn ‘Abbās bahwa Rasulullah saw. mewudukan wajahnya,
kedua tangan dan mengusap (rambut) kepalanya masing-masing satu
kali.

‫عن حمران مولى عثمان بن عفان أن النبي توضأ ثالثا ثالث‬


Dari Humran Mawla ‘Uthmān bin ‘Affān bahwa Nabi saw.
berwudu masing-masing tiga kali.

‫عن عمرو بن يحيى امالزني عن أبيهأنه سمعرجال يسأل عبد‬

‫هلال بن زي د ه ل تس تطيعأن تري نيكيف ك ان رس ول هلال يتوض أ ف دعا‬

4
M. Khoirul Huda, “Paradigma Metode Pemahaman Hadis Klasik Dan
Modern: Perspektif Analisis Wacana,” REFLEKSI 15, no. 1 (April 1, 2016):
33.

4
‫بم اء ثم ذك ر أن ه غس ل وجه ه ثالث ا ويدي ه م رتين م رتين ومس ح رأس ه‬

‫وغسل رجليه‬
Dari ‘Amr bin Yahya al-Māzini dari ayahnya bahwa dia
mendengar seorang laki-laki bertanya kepada ‘Abdullah bin Zayd
apakah Anda bisa memperlihatkan kepadaku cara Rasulullah saw.
berwudu? Kemudian ‘Abdullah minta dibawakan air wudu, lalu dia
menyebutkan bahwa Nabi saw. membasuh wajahnya tiga kali, kedua
tangannya masing-masing dua kali dan mengusap kepala dan
membasuh kedua kakinya (masing-masing satu kali). Ketiga hadis di
atas menunjukkan bilangan yang berbeda-beda dalam ritual berwudu.
Menurut al-Syāfi‘ī, ketiga hadis itu harus dipahami dalam konteks
kebolehan. Seseorang boleh membasuh sekali, dua kali atau tiga kali.
Sekali basuh merupakan bilangan minimal dan tiga kali merupakan
bilangan maksimal.5
Paradigma yang digunakan dalam memahami kontradiksi
dalam hadis ini adalah paradigma positivis yang berfokus kepada teks
hadis.
Penggunaan paradigma konstruktivis dalam memahami
hadis bisa dilihat dari diferensiatif peran nabi yang di tinjau
melalui maqāṣid al-syāriʻat yang dicontohkan oleh Ibnu ʻAsyūr
dalam mengkategorikan peran nabi ke dalam tiga kecenderungan
yaitu teologis (tasyrīʻ dan fatwā), sosiologis (imārah, qaḍā’, hadyu,
ṣulḥ) dan etis (muṣālaḥah, isyārah, naṣīḥah, takmīl. taʻlīm, taʻdīb,
tajarrud).6
Contoh dari pemahaman hadis berdasarkan paradigma ini yaitu
bisa dilihat dalam hadis berikut,
5
Huda, 36.
6
Huda, 47.

5
ْ ‫َأْل‬
،‫ َع ِن ‌ا ش َع ِث‬،‫ص‬ َ ْ ‫َ َّ َ َ َأ ُ َأْل‬ َّ ُ ْ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ
ِ ‫ ح دثنا ‌ ب و ا ح و‬:‫ح دثنا ‌الحس ن بن الر ِبي ِع‬
َّ ‫ «َأ َم َر َن ا‬:‫هللا َع ْن ُه َم ا‬
‫الن ِب ُّي‬ ُ ‫ال ْ‌ال َب َر ُاء ْب ُن َعازب َرض َي‬ َ ‫َع ْن ُ‌م َعاو َي َة ْبن ُس َو ْي ٍد َق‬
ِ ٍ ِ ِ ِ
َ ‫ُ َ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َأ َ َ َ َ َ مْل‬ َّ َ
،‫يض‬ ِ ِ ‫ ‌ مرن ا ِ‌ب ِعي اد ِة ‌ا‬:‫ ونهان ا عن س ب ٍع‬،‫ص لى هللا علي ِه وس لم ِبس ب ٍع‬
‫ر‬
ُ ْ َ ‫َ َ ْ مْل‬ َ َ ْ َ ْ َ ‫ َو َت ْش ميت ْال َع اط‬،‫َو ّات َب اع ْالج َن َازة‬
،‫وم‬ ِ ‫ ونص ِر ا ظل‬،‫ وِإ ب ر ِار القس ِم‬،‫س‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َّ َ َ
‫ َو َع ْن آ ِن َي ِة‬،‫ َو َن َهان ا َع ْن خ َوا ِت ِيم الذ َه ِب‬،‫الد ِاعي‬ َّ ‫ َو َج َاب ة‬،‫الس اَل م‬ َ ْ َ
ِ ‫وِإ فش ِاء َّ ِ ِإ‬
ّ ‫ َو‬،‫ َوااْل ْس َت ْب َرق‬،‫ َو ْال َق ّس َّية‬،‫ َو َعن امْل َ َياثر‬،‫ضة‬
.‫الد َيب ِاج‬ َّ ْ
ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ‫ال ِف‬
Dari Mu’awiyah bin Suwaid bahwa al-Bara’ bin ‘Azib
raḍiyallāhu ‘anhuma berkata, “Nabi saw. telah memerintahkan kami
tujuh perkara dan juga melarang kami dari tujuh perkara. Beliau
memerintahkan kami untuk menjenguk orang sakit, mengantar jenazah,
menjawab orang yang bersin, menunaikan sumpah, menolong orang
yang terzalimi, menebarkan salam dan memenuhi undangan. Kemudian
beliau melarang kami untuk mengenakan cincin emas, memakai bejana
perak, mencabut uban, mengenakan al-Qassiyyah (pakaian yang
bercampur dengan bahan sutera), al-Istibraq (kain yang dilapisi dengan
bahan sutera) dan al-Dibaj (sejenis pakain dari kain sutera). (HR al-
Bukhārī)
Al-Barra’ bin ‘Azib mengatakan bahwa Nabi saw.
memerintahkan “kami”. Kata “kami” dalam narasi hadis di atas berarti
para sahabat. Dari sini, Ibn ‘Āshūr memahami bahwa perintah itu hanya
ditujukan untuk para sahabat. Bukan untuk seluruh umat sebagaimana
dipahami selama ini menggunakan pendekatan yang tidak memilah-
milah posisi Nabi saw.7

7
Huda, 53.

6
Paradigma ketiga sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
paradigma kedua dengan menganalisa wacana secara kritis yang
meliputi tindakan, konteks, historis, kekuasaan, dan ideologi. 8 Contoh
dari analisis wacana kritis bisa dilihat pada hadis yang mempunyai
sebab khusus yang muncul dengan mempunyai karakter sebab yang
spesifik dan bersifat universal. Contoh salah satu hadisnya yaitu tentang
urusan dunia. Hadis tersebut berbunyi:
‫َأْل‬ ‫اَل‬
‫النا ِق ُد ِك ُه َم ا َع ِن ‌ا ْس َو ِد‬ َّ ‫َح َّد َث َنا ‌َأ ُب و َب ْك ر ْب ُن َأ بي َش ْي َب َة َ‌و َع ْم ٌرو‬
ِ ِ
َ َ َ ‫َ َأ‬ ْ ‫َ َ َأ‬
‫ َح َّدث َنا َ‌ح َّم ُاد ْب ُن َس ل َمة‬، ‫ َح َّدث َنا ‌ ْس َو ُد ْب ُن َع ِام ٍر‬،‫ال ُبو َبك ٍر‬ ‫ ق‬، ‫ْب ِن َع ِام ٍر‬
َ ‫َ ْ َأ‬ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ‫َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َأ‬
«‫س‬ ٍ ‫ن‬ ‌ ‫ن‬ ‫ع‬ ، ‫ت‬
ٍ ِ ‫اب‬ ‫‌ث‬ ‫ن‬ ‫ع‬‫و‬ ‫ة‬ ‫ش‬ ‫ِئ‬ ‫ا‬‫‌ع‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ، ‫يه‬ِ ِ ‌ ‫ عن‬، ‫ عن ِ‌هش ِام ب ِن ع روة‬،
‫ب‬
ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ ّ َ ُ ْ َ َّ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ َّ َّ َّ ‫َأ‬
‫ ل ْو ل ْم ت ْف َعل وا‬:‫ال‬ ‫ فق‬،‫ص لى هللا علي ِه وس لم م ر ِبق و ٍم يل ِقح ون‬ ‫ن الن ِبي‬
َ َ ُْ ُ َ ُ ْ
‫ قل َت ك ذا‬:‫ َما ِل َنخ ِلك ْم؟ ق الوا‬:‫ال‬ َ ‫ َف َم َّر به ْم َف َق‬،‫يص ا‬
ً ‫ َف َخ َر َج ش‬:‫ال‬ َ ‫َل‬
َ ‫ َق‬.‫ص َل َح‬
ِِ ِ
ُ ْ ‫َ َ َ َ َ َأ ْ َأ َ َأ‬
» ‫ ن ُت ْم ‌ ْعل ُم ِ‌ب ْم ِر ُ‌دن َياك ْم‬:‫ال‬ ‫ ق‬.‫وكذا‬
“Kamu sekalian lebih mengetahui tentang urusan
duniamu.”(HR. Muslim dari Anas).
Jika hadis di atas dipahami secara tekstual. Maka pemahaman
yang terjadi adalah ketidaktahuan nabi tentang urusan dunia. Dalam
urusan dunianya masing-masing, nabi menyerahkan hal tersebut kepada
umat Islam. Pendapat lain mengatakan hadis tersebut menunjukkan
bahwa dikotomi terjadi dalam kehidupan Islam yaitu urusan dunia dan
urusan akhirat. Pemahaman tersebut akan bermuara kepada keharusan
sikap hidup yang sekuler.
Hadis tersebut sebenarnya tidak mengatakan bahwa nabi
benar-benar buta terhadap urusan dunia. Lebih tepatnya, dunia dalam
8
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisi Teks Media.

7
hadis tersebut dipahami sebagai profesi atau bidang keahlian.
Maksudnya adalah nabi tidak memiliki keahlian sebagai petani
sebagaimana yang tertera dalam sebab datangnya hadis. Maka dari itu,
petani lebih memahami tentang dunia pertanian dari pada nabi. 9

Daftar Pustaka
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisi Teks Media.
Yogyakarta: LKiS, 2011.
Huda, M. Khoirul. “Paradigma Metode Pemahaman Hadis Klasik Dan
Modern: Perspektif Analisis Wacana.” REFLEKSI 15, no. 1
(April 1, 2016).
Ismail, Muhammad Syuhudi. Hadis Nabi Yang Tekstual Dan
Kontekstual. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2009.

9
Muhammad Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual Dan Kontekstual
(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2009), 58.

Anda mungkin juga menyukai