Anda di halaman 1dari 15

TRADISI YASINAN PADA MALAM JUM’AT

(Studi Living Qur’an di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang)

RISALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar


Sarjana Agama pada Program StudiTafsir wa Ulumuhu
Ma’had Aly As’adiyah Sengkang

Oleh :
MUHAMMAD BAHARUDDIN
NIM. 161913102041

TAFSIR WA ULUMUHU
MA’HAD ALY AS’ADIYAH SENGKANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alqur’an adalah mukjizat Islam yang abadi dimana semakin maju ilmu

pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah swt.

menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw., demi membebaskan manusia dari

berbagai kegelapan hidup menuju cahaya ilahi, dan membimbing mereka ke jalan

yang lurus.1

Upaya untuk selalu menghidupkan Alqur’an (living qur’an) senantiasa

dilakukan oleh masyarakat muslim khususnya yang ada di Indonesia. Oleh karena

itu, living qur’an adalah studi tentang Alqur’an yang tidak bertumpu pada

eksistensi teks semata, tetapi studi tentang fenomena yang terjadi di tengah-

tengah masyarakat kaitannya dengan kehadiran Alqur’an. Berbagai fenomena

Alqur’an yang sering kali menjadi bagian dari hidup keseharian masyarakat

ditemukan, baik dalam bentuk individu maupun kelompok. Dalam realitanya

fenomena pembacaan Alqur’an sebagai sebuah apresiasi dan respon umat Islam

sangat beragam. Ada berbagai macam model pembacaan Alqur’an, mulai

berorientasi pada pemahaman dan pendalaman maknanya.

Alqur’an sejak kehadirannya telah diapresiasi dan direspon sedemikian

rupa, mulai dari cara dan ragam membacanya, sehingga belakangan ini mulai

berkembang kajian yang lebih menekankan kepada aspek respon masyarakat dalam

memperlakukan dan berinteraksi dengan Alqur’an yang disebut dengan living

qur’an di tengah kehidupan masyarakat.

1
Mannā’ al-Qaṭṭān, Mabāḥiṡ fī ‘Ulūm al-Qur’ān (Cet. 3; Riya>dh: Maktabah al-Ma’a>rif,
2011), h. 5.

1
2

Dalam masyarakat Indonesia, terdapat berbagai macam respon untuk

merefleksikan Alqur’an. Bentuk refleksi masyarakat mempunyai kecenderungan

untuk mengagumi beberapa surah dalam Alqur’an yang kemudian pembacaan

terhadapnya dilakukan secara berulang-ulang lalu kemudian bertransformasi

menjadi salah satu bagian dari prosesi ritual keagamaan maupun adat istiadat.

Salah satu dari beberapa surah tersebut adalah surah Yasin yang menempati nomor

36 dalam tata urutan mushaf Alqur’an. Pembacaan surah Yasin atau yang lazim

dikenal dengan nama Yasinan secara umum merupakan salah satu bagian dari

prosesi tahlilan dalam tradisi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) dan telah menjadi

ciri Khas bagi organisasi kemasyarakatan tersebut. Di samping itu, pembacaan

Yasin tidak hanya dilakukan oleh masyarakat NU saja melainkan juga dilakukan

berbagai lapisan masyarakat di Indonesia.2

Dari respon masyarakat dalam merefleksikan Alqur’an melahirkan ragam

pembaca Alqur’an, bentuk respon masyarakat sebagai individu atau kelompok

yang mengkhususkan membaca Alqur’an pada waktu tertentu dan pada tempat-

tempat tertentu, semisal di makam-makam, dan rumah yang dianggap keramat.

Ada juga kelompok yang membaca surah-surah tertentu dari Alqur’an pada waktu

tertentu hingga menghasilkan aneka ragam tradisi. 3

Dalam lintasan sejarah Islam, bahkan pada era yang sangat dini, praktik

memperlakukan Alqur’an semisal membaca surah atau ayat pada waktu dan

2
Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-Orang NU (Cet. VIII; Yogyakarta: Pustaka
Pesantren,2008), h. 307.
3
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis ( Yogyakarta:
TH- Press, 2007), h. 5-15.
3

keadaan tertentu telah ada pada zaman Nabi saw. hal ini terdapat dalam riwayat

dari Aisyah:

َّ ‫ أ‬،َ‫ َع ْن َعائِ َشة‬،َ‫ َع ْن عُْرَوة‬،‫اب‬ ٍ ‫ َع ِن ابْ ِن ِش َه‬،‫ َعن عُ َقْي ٍل‬،‫ حدَّثَنَا الْم َفضَّل‬،‫يد‬ ٍِ
َّ ِ‫َن الن‬
‫َِّب‬ ْ ُ ُ َ ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْي بَةُ بْ ُن َسع‬
‫ث فِي ِه َما فَ َقَرأَ فِي ِه َما {قُ ْل ُه َو‬
َ ‫صلى هللا عليه وسلم َكا َن إِ َذا أ ََوى إِ ََل فَِر ِاش ِه ُك َّل لَْي لَ ٍة ََجَ َع َكفَّْي ِه ُُثَّ نَ َف‬
ِ‫َّاس} ُُثَّ َيَْسح ِبِِما ما استَطَاع ِمن جس ِده‬
ََ ْ َ ْ َ َ َُ ِ ‫ب الن‬ ِِّ ‫ب الْ َفلَ ِق} َو{قُ ْل أَعُوذُ بَِر‬ ِِّ ‫َحد} َو{قُ ْل أَعُوذُ بَِر‬َ ‫اَّللُ أ‬
َّ
ِ ِ
ٍ ‫ث م َّر‬ َ ‫يَْب َدأُ ِبِِ َما َعلَى َرأْ ِس ِه َوَو ْج ِه ِه َوَما أَقْ بَ َل ِم ْن َج َسدهِ يَ ْف َع ُل َذل‬
4 ِ
(‫ات ) َرَواهُ الْبُ َخاري‬ َ َ َ‫ك ثَال‬
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibn Said, telah menceritakan
kepada kami al-Mufad}d}al dari ‘Uqail dari Ibn Syiha>b dari ‘Urwah dari
Aisyah bahwasanya Nabi saw. jika pergi ke tempat tidur beliau setiap
malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangan beliau, kemudian beliau
meniupkan dalam kedua telapak tangannya dan membaca surah al-Ikhla>s, al-
Fala>q dan al-Na>s. Kemudian dengan kedua telapak tangannya, beliau
mengusap tubuh beliau, dimulai dari kepala dan wajah beliau serta anggota
tubuh bagian luar. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali.”(HR.
Bukha>ri).

Bahkan, terdapat surah-surah yang di sunahkan dibaca pada waktu tertentu

seperti ketika shalat subuh di sunahkan di rakaat pertama membaca surah Al-

Sajadah hingga akhir, kemudian rakaat kedua membaca surah al-Insa>n hingga
akhir, ketika hendak tidur di sunahkan membaca ayat kursi, al-ikhla>s, serta akhir

surah al-baqarah, ketika terbangun dari tidur di setiap malam membaca akhir surah

‘a>li ‘Imran dan sebagainya.5

Tradisi dan budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat

menentukan dalam kelangsungan syiar Islam ketika tradisi dan budaya itu

kemudian menyatu dengan ajaran islam, karena tradisi dan budaya merupakan

darah daging dalam tubuh masyarakat, sementara mengkombinasikan tradisi

dengan ajaran islam adalah sebuah upaya yang sangat sulit. Maka, menjadi suatu

Abi Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah Bukhori, Shahih al-
4

Bukha>ri, Juz 5-6 (Semarang: Karya Toha Putra Semarang, t.th), h.106.
5
Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf An-Nawawi, At-Tibya>nu fi> A>dabi Hamalatil Qur’a>ni
(Beirut: Dar Ibn Hizam, 1996), hal. 178-184.
4

langkah bijak jika tradisi yang berkembang dikorelasikan dengan ajaran agama

Islam, sehingga tradisi dapat menjadi salah satu pintu masuk dalam menyalurkan

agama.6

Dari berbagai macam tradisi yang ada pada masyarakat Indonesia pada

zaman moderen ini, salah satu tradisi yang dapat ditemukan dikalangan

masyarakat, kelompok, ataupun lembaga tertentu yaitu tradisi Yasinan pada

malam Jum’at yang dilakukan oleh santri Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang.

Dalam tradisi Yasinan di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang dilakukan

pada malam Jumat. Dalam pembacaan surah Yasin tersebut, dipimpin oleh satu

orang dari santri, kemudian diikuti oleh jamaah yang hadir pada saat Yasinan

tersebut.

Namun, tradisi Yasinan di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, ada

beberapa yang mempertanyakan, baik dari kalangan santri ataupun dari kalangan

ustadz di Pondok tersebut. Yasinan tersebut apakah telah lama di praktikkan

sehingga dapat dikatakan bahwa Yasinan pada malam Jumat merupakan salah satu

tradisi Pondok Pesantren As’adiyah dan mengenai dalil yang hanya

mengkhususkan pembacaan surah Yasin pada waktu-waktu tertentu saja. Bahkan,

ada beberapa masyarakat yang hanya sekedar ikut-ikutan dengan alasan

mengharapkan keutamaan-keutamaan surah Yasin tersebut seperti ada yang

meyakini jika dibacakan kepada orang yang sakaratul maut, maka akan

mempermudah keluarnya ruh. Salah satu fadilah surah yasin yang diyakini yaitu:

6
M. Afnan Chafidh, Tradisi Islam (Surabaya: Khalista, 2006), h. 5.
5

‫ َع ْن ُسلَْي َما َن‬،‫ الْ َم ْع ََن قَاالَ َحدَّثَنَا ابْ ُن الْ ُمبَ َارِك‬،‫ي‬ ُّ ‫ َوُُمَ َّم ُد بْ ُن َم ِّكِ ٍِّي الْ َم ْرَوِز‬،‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ َعالَِء‬
‫َِّب صلى هللا عليه‬ ُّ ِ‫ال الن‬ َ َ‫ال ق‬َ َ‫ ق‬،‫ َع ْن َم ْع ِق ِل بْ ِن يَ َسا ٍر‬،‫ي َع ْن أَبِ ِيه‬ ِ ‫ ولَيس ِِبلن‬،‫ عن أَِِب عثْما َن‬،‫التَّ ي ِم ِي‬
ِِّ ‫َّهد‬ْ َ ْ َ َ ُ ْ َ ِّ ْ
7
. )‫وسلم " اقْ َرءُوا { يس } َعلَى َم ْو ََت ُك ْم ") َرَواهُ اَبُوا َداود‬

Artinya:

“Diceritakan kepada kami Muhammad ibn al-‘Ala> dan Muhammad Ibn


Makki> al-Marwazi, dengan makna, keduanya berkata diceritakan kepada
kami ibn al-Muba>rak dari Sulaima>n al-Taimi> dari abu ‘Usma>n dan bukan
dengan al-Nahdi> dari bapaknya dari Ma’qil ibn Yasa>r berkata, Nabi Saw.
bersabda: Bacalah surah Yasin atas orang-orang yang akan mati diantara
kamu.” (HR. Abu> Da>ud).

Akhir-akhir ini muncul beberapa tanggapan mengenai pembacaan surah

Yasin pada malam Jum’at, bahkan ada yang beranggapan bahwa hal tersebut

adalah Bid’ah. Sehingga, hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan pendapat

mengenai tradisi membaca surah Yasin pada malam Jum’at.

Jika ditinjau dalam pembahasan Usul Fikh, yasinan bisa dikaitkan dalam

bait yang terdapat dalam karangan Anregurutta KH. Muh. As’ad yaitu:

‫الص َف ِة َعلَي‬
ِ َ ْ‫ وُُيمل الْمطْلَق ِمن تِل‬# ‫ص َف ٍة‬
ِّ ‫ك‬ ْ ُ ُ ُ َْ َ
ِ ِ‫ْم ِه بِ َشر ٍط أَو ب‬
ْ ْ
ِ ‫اْلملَ ِة ِمن حك‬
ُ ْ ْ ُْ ‫ض‬ ِ ‫ َتَْيِْي ُز بَ ْع‬: ُ‫صه‬ ِ
ُ ‫ََتْصْي‬
َّ ‫الْ ُم َقيَّ ِد ِِبَا َك‬

‫الرقَبَة‬
Maksudnya:
“Takhsi>s yaitu membedakan sebagian kalimat dari hukum Amnya disertai
syarat atau sifat, dan kemutlakan itu diambil dari sifat tersebut kepada
muqayyi>d (pengikat) dengannya seperti budak wanita.”

Juga terdapat dalam Syarah Waraqa>t:


ِ ِ ‫ض ا ْْلملَ ِة اَي اِخراجه َكاِخر ِاج الْمع‬
َ ‫اه ِديْ َن ِم ْن قَ ْوِل تَ َع‬ ِ ْ ‫الت‬
َ ْ ‫ فَاقْ تُلُوا الْ ُم ْش ِرك‬: ‫اَل‬ َ ُ َ ْ ُ ُ َ ْ ْ ْ ُ ِ ‫ َتَْيِْي ُز بَ ْع‬:‫ص‬
9
‫ي‬ ُ ‫َّخصْي‬
7
Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’a>s} al-Azdy as-Sijista>ni>, Sunan Abi Da>ud, Juz IV
(Beirut: Da>rul al-Fikr,t.th.), h. 39.
8
Kama>luddin Ka>sim, dkk., Mana>hilul Ulu>m (Ma’had As’adiyah Sengkang, 1444 H), h.
41.
9
Muhammad ibn Ahmad al- Mahalli al-Syafi’i , Syarah Waraqa>t usul Fikh (Cet. 1;
Mu’assasah al-Kutubi al-S|iqa>fiyyah: t.p, t.th, h. 40-41.
6

Maksudnya :
"Takhsis yaitu membedakan sebagian kalimat maksudnya mengeluarkan
sebagian kalimat seperti dikecualikannya kafir al-Mu’a>hada dari firman
Allah “maka perangilah orang-orang Musyrik”
Jadi, dari bait pembahasan Usul Fikh mengenai Takhsis jika dikaitkan

dengan yasinan, dalil-dalil tentang dianjurkannya membaca surah Yasin hanya

bersifat umum, tidak ada yang secara khusus menganjurkan dibaca pada malam

Jum’at. Sedangkan dari pengertian Takhsis yaitu membedakan sebagian kalimat

maksudnya hukumnya berlawanan dengan apa yang ditakhsis. Misalnya, dalam

Alqur’an diperintahkan membunuh orang musyrik tetapi di takhsis bahwa orang


Mu’ahada tidak boleh dibunuh.

Maka, dapat dipahami bahwa membaca surah Yasin tidak termasuk dalam

pengtakhsisan akan tetapi termasuk dalil tartib yaitu hanya berupa wirid, amalan
dan lain-lain. Hal ini seperti imam al-Ghazali yang memiliki wirid harian sendiri,

sahabat Abu Hurairah mempunyai wirid dan zikir sendiri. Jadi, jika merujuk pada

bait tentang Takhsis tersebut maka yasinan pada malam Jum’at hanya berupa

wirid atau amalan. Yasinan tidak ditakhsis dengan hanya membaca pada malam
Jum’at kemudian haram membaca selain malam Jum’at karena kalau di takhsis

maka hukumnya haram sebab tidak ada dalil yang mengkhususkan dibaca pada

malam Jum’at saja.

Hal ini seperti salah seorang sahabat Nabi yang senang membaca surah al-

Ikhla>s ketika menjadi imam shalat di Masjid Quba yang akhirnya jamaah mengadu

ke Rasulullah kemudian setelah ditanya oleh Rasulullah kenapa engkau suka

membaca surah al-Ikhla>s? Sahabat tadi menjawab aku menyukainya Rasulullah,

kemudian Rasulullah berkata:


7

10 ِ ُّ‫حب‬
َ‫اْلَنَّة‬
ْ ‫ك‬ َ َ‫ك أ ََّّي َها أ َْد َخل‬
َ ُ
“Sebab kecintaanmu terhadap surah al-Ikhla>s membuatmu masuk surga.”

Rasulullah tidak pernah mengajarkan mengkhususkan membaca al-Ikhla>s

saat sholat akan tetapi Rasulullah ketika bertemu sahabat tersebut justru

mengabarkan akan surga, sebab yang diperbuat sahabat tersebut bukan Takhsis

dalam bahasan Usul Fikh.

Bagi penulis fenomena ini menarik untuk dikaji dan diteliti, oleh karena

itu, dalam penelitian ini akan mengulas sekilas bentuk living qur’an yang

berkembang di Pondok Pesantren. Penulis mengacu pada penelitian tentang tradisi

Yasinan pada malam Jumat di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang Kabupaten

Wajo. Lebih lanjut diharapkan memberikan pemahaman yang inklusif kepada

semua kalangan untuk senantiasa menghidupkan Alqur’an dalam kehidupan.

B. Rumusan Masalah

Masalah pokok yang dikaji dalam risalah ini adalah bagaimana pelaksanaan

tradisi yasinan pada malam Jumat di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang? Dari

masalah pokok ini, selanjutnya dijabarkan atas tiga sub masalah, yaitu:

1. Bagaimana praktik tradisi Yasinan di Pondok Pesantren As’adiyah

Sengkang?

2. Apa tujuan dilaksanakannya tradisi Yasinan di Pondok Pesantren

As’adiyah Sengkang?

3. Hikmah apa saja yang diperoleh dari tradisi Yasinan di Pondok


Pesantren As’adiyah Sengkang?

10
Abi Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah Bukhori, Shahih al-
Bukha>ri, Juz 1-2 (Semarang: Karya Toha Putra Semarang, t.th), h.188.
8

C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Defenisi Operasional

Untuk memudahkan pengembangan penelitian ini, maka defenisi

operasional menjadi penting sebagai pegangan dalam ingin mengungkap makna

kata dari istilah-istilah yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Adapun istilah

yang penulis maksudkan yaitu kata yang termaktub dari judul penelitian ini, yaitu

“ Tradisi Yasinan Pada Malam Jum’at di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang “

a. Tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang

masih dijalankan dalam masyarakat, berbeda-beda di setiap tempat atau suku.

Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),1. tradisi adalah adat

kebiasaan turun-temurun ( dari nenek moyang) yang masih dijalankan masyarakat;

2. Penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling

baik dan benar.11

Tradisi dalam bahasa arab dikenal dengan kata “Urf” yaitu apa yang saling

diketahui dan yang saling dijalani manusia. Berupa perkataan, perbuatan, atau

meninggalkan yang dinamakan adat.12

‫اس َو َس ُارْوا َعلَْي ِه ِم ْن قَ ْول اَْو فِ ْعل اَْو تَ ْرك‬


13 ٍ
ُ َ‫ف ُه َو َما تَ َع َارفهُ الن‬
ُ ‫اَلْعُ ْر‬
Maksudnya :

11
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3(Cet. I;Balai Pustaka, 2001), h. 1208.
12
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fikh ( Da>rul Hadis, 2003), h. 99.
13
Asymuni Abdurrahman, Qaidah Fiqhiyyah,( Jakarta, Bulan Bintang, 1976), h. 88.
9

“ Urf yaitu apa yang dikenal oleh manusia dan berlaku padanya, baik berupa

perkataan, perbuatan atau meninggalkan sesuatu”

b. Yasinan adalah gabungan dari kata “Ya>si>n ” yang dinisbatkan kepada nama

surah yang ke-36 dalam tata urutan Alqur’an dan diberi akhiran “an”, yang

bermakna sebuah kebiasaan membaca surah Yasin yang dilakukan bersama-sama

pada saat tertentu. Sehingga gabungan dari dua kata tersebut akhirnya membentuk

sebuah kata yaitu Yasinan. Adapun yang dimaksud dengan Yasinan yaitu kegiatan

membaca Surat Yasin baik dilakukan sendirian maupun secara berjamaah atau

kelompok yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu.

c. Pondok Pesantren yaitu gabungan dari dua kata, yaitu kata “pondok” dan

kata “pesantren”. Kata pondok diambil dari bahasa arab yaitu Fu>nduq yang berarti

Hotel atau Asrama. Sedangkan kata Pesantren berarti tempat santri belajar,

mengaji, dan sebagainya. 14

Sehingga Pondok Pesantren secara umum yaitu sebuah asrama pendidikan

agama dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan

dibawah bimbingan seorang guru yang lebih dikenal dengan sebutan Ulama.

d. As’adiyah yaitu sebuah nama Pondok Pesantren yang merupakan salah satu

lembaga pendidikan Islam yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah

islamiyah yang dirintis oleh Al-‘Alla>mah KH. Muhammad As’ad yang masyhur

dikenal dengan sebutan Anregurutta Puang Aji Sade15.

14
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo
Persada,1996), h. 138.
15
Tarmizi Tahir, AS’ADIYAH DAN NEGARA :Konsep, Relasi dan Aksi Perspektif
Maqasid al-Syari’ah (Cetakan Pertama; Sengkang: As’adiyah Pusat Sengkang, 2022), h. 15.
10

As’adiyah adalah lembaga pendidikan islam yang tertua di Sulawesi Selatan

yang terletak di Kota Sengkang, Kab. Wajo.

e. Sengkang adalah ibu kota Kabupaten Wajo merupakan salah satu kota kecil

yang terletak di bagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak 242 Km

dari Makassar ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dan berada di antara 3039’-4016’

Lintang Selatan dan 119053’- 120 027’ Bujur Timur. Luas wilayah kota Sengkang

secara keseluruhan adalah 38,27 km2 yang meliputi satu kecamatan yaitu

Kecamatan Tempe. Sebagai masyarakat yang mayoritas Islam, maka tentu

memiliki tempat beribadah, dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, dari sekian

banyak pendidikan Islam yang berada di Kota Sengkang yang paling besar yaitu

Pondok Pesantren As’adiyah.16

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dimaksudkan untuk memfokuskan penelitian dan

membatasi ruang lingkup pembahasannya serta menghindari pemaknaan dan

persepsi yang beragam terhadap judul penelitian yaitu “Tradisi Yasinan Pada

Malam Jum’at di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang”. Maka, penting

pembatasan penelitian ini. Pembatasan ini penting mengingat bahwa suatu

permasalahan dalam penelitian yang telah direncanakan sebelumnya dan hendak

dilakukan penelitian, namun masih bersifat umum yang berarti obyeknya bisa

tidak terbatas. Keadaan demikian akan menyulitkan peneliti lapangan untuk

menjangkaunya, maka sikap yang diambil adalah penyempitan ruang lingkup atau

16
Kondisi Geografi Kabupaten Wajo 2022
11

membatasinya, sehingga data yang terkumpul dapat menjamin untuk menjawab

permasalahan.17

D. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap berbagai literatur dan

karya ilmiah, khususnya yang berkaitan dengan penelitian penulis, belum

ditemukan sebuah karya atau penelitian yang secara khusus atau subjektif

mengkaji “Tradisi Yasinan Pada Malam Jum’at di Pondok Pesantren As’adiyah

Sengkang”. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan judul

yang menjadi objek kajian penulis dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Skripsi yang ditulis oleh Idham Hamid yang berjudul Tradisi Ma’baca

Yasin di Makam Annangguru Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah

Parappe kec. Campalagian Kab. Polewali Mandar. Penelitian ini yaitu mengenai

pemahaman santri terkait praktek tradisi Ma’baca Yasin di Makam Annangguru

Maddappungan yang memiliki beberapa bentuk pemahaman, yaitu, tawassul,

mengingat mati, menunaikan hajat, dan menolak bala. Kemudian dalam penelitian

tersebut mengungkapkan bahwa tradisi tersebut tidak terdapat kontradiksi hingga

sampai melarang, bahkan terdapat beberapa hadis Nabi Saw. yang mendukung dan

menganjurkan untuk membaca Yasin dalam kondisi dan keadaan tertentu. Serta

santri mampu membentuk kepribadian berlandaskan nilai-nilai Qur’ani dan

mampu menjadikan media dakwah untuk memperkuat karakter spritual

masyarakat.18

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek ( Cet. II; Jakarta: PT
17

Rineka Cipta, 1997), h. 22.


18
Idham Hamid, “Tradisi Ma’baca Yasin di Makam Annangguru Maddappungan Santri
Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec. Campalagian Kab. Polewali Mandar”, (Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik, UIN Alauddin Makassar, 2017).
12

Adapun relevansi penelitian Idham Hamid dengan penelitian ini yaitu

membahas mengenai salah satu tradisi yakni tradisi yasinan namun, yang

membedakan yaitu penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah yasinan

tersebut tidak dibaca di pemakaman, tetapi di Pesantren. Khususnya pada malam

Jum’at.

2. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Syadan dengan judul “Pemahaman dan

Praktek Pembacaan Surah Yasin Pada Malam Jum’at di Pesantren Al-Awwabin


Depok Pancoran Mas”. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa setiap santri atau
tenaga pengajar memiliki pemahaman yang berbeda. Perbedaan tersebut didasari
atas pengalaman-pengalaman sendiri saat atau setelah membaca tersebut. Tidak

sedikit santri yang memiliki pemahaman bahwa dalam tradisi yasinan didasarkan

atas hadiah atau doa untuk orang-orang yang mereka sayangi yang telah meninggal

terlebih dahulu. Kemudian dalam praktek yasinan di Pesantren Al-Awwabin

dilaksanakan di Masjid bagi yang santri Putra dan di Mushalla bagi yang santri

Putri yang dilaksanakan setelah shalat Isya.19

Adapun relevansi dengan penelitian ini yaitu kedua penelitian ini membahas

tentang tradisi yasinan pada malam jum’at di Pondok Pesantren namun, yang

membedakan yaitu penelitian tersebut terfokus pada pemahaman santri di Pondok

Pesantren Al-Awwabin di Pancoran Depok. Sedangkan, dalam penelitian ini tidak

hanya terfokus pada pemahaman santri melainkan terkait juga mengenai

pemahaman Ustadz dan Ulama di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang.

19
Ahmad Syadan, “Pemahaman dan Praktek Pembacaan Yasin Pada Malam Jum’at di
Pesantren Al-Awwabin Depok Pancoran Mas”, (Skripsi Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021).
13

3. Skripsi yang ditulis oleh Siti Zulaika yang berjudul “ Praktik Pembacaan

Surah Yasin Pada Masyarakat Desa Candimulyo, Madiun, Jawa Timur”. Dalam

penelitian tersebut menjelaskan bahwa secara umum tradisi pembacaan surah

Yasin di desa Candimulyo dibagi menjadi tiga yaitu: persiapan, pelaksanaan, pra

pelaksanaan. Kemudian makna yang terkandung dalam tradisi tersebut yaitu

makna objektif dan makna ekspresif. Sebagai makna objektifnya yaitu tradisi

tersebut merupakan tradisi yang turun temurun sudah lama dilaksanakan oleh

Masyarakat desa Candimulyo, kegiatan tersebut dipandang sebagai suatu hal yang

baik dan banyak manfaatnya baik duniawi maupun ukhrawi. Kemudian makna

ekspresifnya yaitu tradisi tersebut merupakan sarana untuk peningkatan kualitas

diri dalam hal beribadah.20

Adapun relevansi dengan penelitian ini yaitu membahas mengenai tradisi

Yasinan. Namun, yang membedakan yaitu penelitian tersebut lebih mengarah pada

masyarakat sebagai objek utama dalam penelitian. Sedangkan, penelitian ini lebih

khusus yaitu objek utamanya di lingkup Pesantren.

E. Tujuan dan Kegunaan

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dan

memperoleh informasi yang akurat sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan,

adapun tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui praktik tradisi Yasinan di Pondok Pesantren As’adiyah

Sengkang.

20
Ziti Zulaika, “Praktik Pembacaan Surah Yasin Pada Masyarakat Desa Candimulyo,
Madiun, Jawa Timur” ( Skripsi Fakultas Ushuluddin Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020).
14

2. Untuk mengetahui tujuan dilaksanakannya tradisi Yasinan di Pondok

Pesantren As’adiyah Sengkang.

3. Untuk mengetahui hikmah yang diperoleh dari tradisi Yasinan di Pondok

Pesantren As’adiyah Sengkang.

Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis atau Ilmiah

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi positif

mengenai Tradisi Yasinan di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang serta

mengetahui bahwa surah yasin sangat popular dan lekat dengan kehidupan

masyarakat khususnya santri di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keimuan

peneliti maupun pembaca serta sebagai referensi diskursus kajian Living

Qur’an sehingga berguna bagi kalangan akademisi yang memfokuskan

pada kajian fenomena yang terjadi di masyarakat dengan sudut pandang

yang lebih sistematis dan ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai