PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak pendapat yang mengemukakan bahwa slametan adalah suatu bid’ah, dimana hal
tersebut tidak dilakukan di zaman Rasulullah. Akan tetapi ternyata dalam budaya slametan itu
sendiri terdapat sebuah akulturasi (pencampuran) dengan agama Islam yang memiliki landasan-
landasan yang tepat. Bagaimanakah akulturasinya?
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Slametan
Dalam pemahaman orang Jawa, arwah orang yang meninggal dunia sampai dengan
waktu tertentu masih berada di sekeliling keluarganya. Oleh karena itu budaya slametan dilakukan
untuk orang yang meninggal.[2]
Slametan atau selamatan (Bahasa Indonesia) merupakan suatu budaya Jawa yang
dilakukan untuk memperingati orang yang meninggal dunia. Budaya ini diisi dengan acara tahlil
dengan mengundang tetangga dan mengeluarkan shadaqah yang berupa makanan.[3] Selanjutnya,
shadaqah ini dinamakan dengan berkat.
Tahlil yang dibacakan itu dikirimkan kepada arwah yang dituju, begitu pula
dengan berkat yang disedekahkan. Pahala sedekah itu juga ditujukan kepada arwah tersebut.
Biasanya, berkat ini diberikan setelah doa dalam tahlil selesai, baik dibawa pulang maupun dimakan
di tempat.
Pada asalnya, budaya slametan ini bukan berasal dari Jawa. Budaya ini berasal dari
budaya sosio-religi bangsa Campa Muslim (mendiami kawasan Vietnam Selatan sampai mengalami
pengusiran sekitar tahun 1446 dan 1471 M).[5] Setelah itu mereka banyak yang mengungsi ke
Indonesia dan menyebarkan budaya ini. Salah satu tokoh yang menyebarkan budaya tersebut adalah
Sunan Ampel. Yang diteruskan oleh murid-muridnya, seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan
Gunungjati dan sebagainya.[6]
Sebenarnya pada zaman Rasulullah Saw tidak dikenal istilahslametan dengan ritual-
ritualnya. Akan tetapi, budaya slametan ini memiliki akulturasi dengan agama Islam. Di sisi lain,
Islam bukan hadir di tengah-tengah masyarakat yang hampa budaya. Islam memilih dan memilah
adat istiadat yang baik dan yang buruk. Yang baik akan dipertahankan oleh Islam dan yang buruk
(bertentangan) akan diluruskan oleh Islam (pendapat M. Quraish Shihab).[9]
Dalam budaya slametan di Lamongan terdapat ritual dan budaya tahlil, yāsīn-an, dan
shadaqah berkat. Hal-hal tersebut merupakan nilai-nilai Islam yang terakulturasi dalam
budaya slametan.Berikut penjelasannya:
1. Tahlil
Lafadh tahlil adalah lā ilāha illallāh. Menurut pengertian yang dipahami, tahlil berarti membaca
surat-surat al-Qur'an, ayat-ayat al-Qur'an dan serangkaian dzikir pilihan, yang diawali dengan
mambaca surat al-Fatihah dengan meniatkan pahalanya untuk para arwah yang dimaksudkan si
pembaca atau si empunya hajat dan kemudian ditutup dengan doa.[10]
Inti doanya adalah memohon kepada Allah agar pahala dari bacaan al-Qur'an tersebut tersampaikan
kepada para arwah khusunya, dan kepada kaum muslimin umumnya, serta memohon kepada-Nya
untuk mengampuni dosa-dosanya.
Doa-doa yang dibacakan dapat bermanfaat bagi orang yang telah meninggal.[11]Dasarnya adalah:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengucapkan doa: Ya Tuhan kami, ampunilah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami. Dan janganlah Engkau
jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hasyr [59]: 10).
2. Surat yāsīn
a. Jantung al-Qur'an
h. Meringankan siksa
Bacaan ayat suci al-Qur'an pun pahalanya akan sampai pada arwah orang yang meninggal yang
dituju. Hal ini atas dasar:
)ا ْق َرءُوا َعلَى َم ْو َتا ُك ْم يس (رواه ابو داود و احمد و ابن ماجه
3. Berkat
Berkat yang diberikan kepada para undangan dimaksudkan untuk bershadaqah atau bersedekah.
Dimana pahala bersedekah ini ditujukan kepada arwah yang dimaksud.
Kata berkat sendiri berasal dari Bahasa Arab,barakatun – bentuk jamaknya adalah barakāt– yang
artinya kebaikan yang bertambah terus menerus.[13]
Berkat atau sedekah tersebut bermanfaat bagi orang yang sudah meninggal dan pahalanya sampai
kepadanya. Sahabat Sa’ad bin ‘Ubadah bertanya kepada Rasulullah Saw:[14]
Untuk khas isi dari berkat itu adalah kue apem. Kata apem itu berasal dari Bahasa Arab,
yaitu ‘afwun yang artiya maaf. Hal ini dimaksudkan agar orang yang meninggal mendapatkan maaf
atau ampunan dari Allah Swt.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anies, Madchan. Tahlil dan Kenduri [Tradisi Santri dan Kiai]. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011.
Sholikhin, Muhammad. Ritual & Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2010.
Yana. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2012.
[1] Muhammad Sholikhin, Ritual & Tradisi Islam Jawa (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2010), hlm.
28-29.
[3] Madchan Anies, Tahlil dan Kenduri [Tradisi Santri dan Kyai] (Yogyakarta: LKiS Printing
Cemerlang, 2011), hlm. 3.
[8] Napak tilas yaitu suatu kegiatan seperti jalan sehat yang bertujuan untuk menapaktilasi
perjalanan orang yang meninggal. Biasanya orang itu adalah tokoh masyarakat yang berperan
penting dalam kehidupan masyarkatnya. Seperti contoh, Napak Tilas KH. Muh. Amin. Beliau
merupakan pejuang yang melawan Belanda yang meninggal karena tembakan Belanda, beliau
tinggal di Desa Tunggul, Paciran Lamongan dan dikuburkan di Desa Dagan, Solokuro,
Lamongan. Acara napak tilas ini dilakukan dengan berjalan mulai dari Desa Dagan sampai
dengan Desa Tunggul.