Anda di halaman 1dari 15

ETIKA PERGAULAN II

DITINJAU DARI SURAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir

Dosen Pengampu : Sudarto, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Lailatul Munifah (33010180102)

Dika Mega Patama (33010180113)

FAKULTAS SYARIAH

JUUSAN HUKUM KELUAGA ISLAM

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah robbil ‘alamin, sholawat dan salam kami panjatkan kepada rasulullah
saw,muhammad dan keluaganya serta umat yang mengikuti risalahnya hingga haikiamat.

Ucapan teimakasih kami sampaikan kepada oang tua, sahabat seta semua yang mendukung
dan membantu terealisasikan tulisan ini. Demikian juga kepada guru kami, Bapak Sudarto
yang senantiasa mendoakan dan membimbing kami.

Adapun tujuan tulisan makalah ini, pertama untuk memenuhi tugas tafsir dan yang kedua
untuk mencoba melahirkan kandungab pemahaman saya tentang ilmu pengetahuan dan
pendidikan islam yang saya teima sebagai mahasiswa.

Mungkin tulisan ini nantinya banyak dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mohon
saan dan kitik yang nantinya dapat kami gunakan sebagai acuan untuk lebih baik dalam
mengerjakan tugas-tugas yang akan datang.

Kami bedoa dan berharap semoga tulisan ini nantinya dapat bermanfaat bagi pibadi penulis
khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya. Akhirnya, jazakumullah ahsani jaza.

Penulis
DAFTA ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................

A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................

A. Gambaran Umum Tentang Etika Pergaulan...................................................


B. Bentuk Ujaran...............................................................................................
C. Analisis Kata-Kata Kunci...............................................................................
D. Analisis Semantika Ayat...........................................................................
E. Asal-usulnya Ayat/Asbabun Nuzul..........................................................
F. Pokok Bahasan..........................................................................................

BAB III IMPLIKASINYA ETIKA PERGAULAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN...........

BAB IV PENUTUP.......................................................................................

A. Kesimpulan.....................................................................................
B. Kritik dan Saran........................................................................

TAMAN BACAAN
BAB I

PENDHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum pembahasan ini lebih tentang perumusan masalah diatas, terlebih dahulu
bahwa dalam menguak mengenai masalah tersebut, kami mencoba menggunakan cara
pendekatan melalui metode maudhu’i.
A. Gambaran Umum Tentang Etika Pergaulan
Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu mos dan
dalam bentuk jamaknya mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari
hal-hal tindakan yang buruk.
Secara teminologis, menurut Ahmad Amin dalam buku Dasar-dasar Ilmu
Dakwah yang ditulis oleh Ejang dan Aliyudin bahwa, etika berarti ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan
mereka, dan menunjukkan jalan yang seharusnya diperbuat.
Pergaulan berasal dari kata dasar “gaul” yang berarti “hidup berteman
(bersahabat)”. Dalam KBBI pergaulan diartikan :
 Perihal bergaul
 Kehidupan bermasyarakat

Menutut Kahar Msyhur dalam bukunya yang berjudul Membina MORAL


DAN Akhlak mengartikan bergaul ialah hidup bersama-sama.

B. Bentuk Ujaran

َ ‫ض ه َْو ًنا َوِإ َذا َخا َط َب ُه ُم ا ْل َجا ِهلُونَ َقالُوا‬


)63( ‫سال ًما‬ ْ ‫شونَ َعلَى‬
ِ ‫األر‬ ُ ‫الر ْح َم ِن الَّذِينَ َي ْم‬
َّ ‫َو ِع َبا ُد‬

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (Al-
Fuqon : 63)
C. Analisis Kata-kata Kunci

‫ض ه َْو ًنا‬ ْ ‫ش)ونَ َعلَى‬


ِ ‫األر‬ ُ ‫ الَّذِينَ َي ْم‬maksutnya adalah Orang mukmin wajib memiliki
sifat tawadhu dan harus menjauhi sikap takabbur dan ujub. Hendaknya kita
senantiasa meningkatkan kesabaran kita walaupun mendapat perlakuan dari
orang-orang di sekitar kita yang kurang menyenangkan hati.
َ ‫ َوِإ َذا َخا َط َب ُه ُم ا ْل َجا ِهلُونَ َقالُوا‬maksutnya adalah Orang yang bertakwa ialah
‫س)ال ًما‬
memiliki sikap rendah hati serta setiap ucapan yang keluar dari lisannya
mengandung kebaikan dan keselamatan. Orang yang bertakwa tidak membalas
keburukan dengan keburukan, melainkan keburukan dengan kebaikan.
D. Analisi semantika Ayat/Tafsir Ayat

}‫ض ه َْو ًنا‬ ْ ‫شونَ َع َلى‬


ِ ‫األر‬ ُ ‫{ا َّلذِينَ َي ْم‬
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. (Al-Furqan: 63)
Yaitu dengan langkah yang tenang dan anggun, tidak sombong, dan tidak
angkuh.

َ ‫اط َب ُه ُم ا ْل َجا ِهلُونَ َقالُوا‬


)63( ‫سال ًما‬ َ ‫َوِإ َذا َخ‬

dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata


(yang mengandung) keselamatan (Al-Fuqon : 63)
jika mereka disapa oleh orang-orang bodoh dengan perkataan yang buruk, mereka
tidak membalasnya dengan perkataan yang serupa, tetapi memberi maaf dan
hanya mengatakanyang baik, Rasulullah saw., jika mendapat perkataan yang kasar
dari orang yang jail, hal itu membuat beliau semakin penyantun.
Hasan al-Basri mengatakan, mereka adalah para penyantun yang tidak jahil, jika
mereka dijahili, maka mereka bersikap penyantun dan tidak jahil. Ini adalah sikap
mereka disiang hari, bagaimana sikap mereka di malam hari?

Sungguh malam yang paling baik, mereka meneguhkan keimanan dan mengalirkan air mata,
memohon kepada Allah agar dimemerdekakan dari perbudakan.

Ibnu ‘Arabi mengatakan, ketika itu kaum muslimin belum diperintahkan untuk mengatakan
salam kepada kaum musyrikin, beliau pula dilarang untuk itu, tetapi mereka disuruh member
maaf dan membiarkan perlakuan pada seorang jahil secara baik. Rasulullah saw.bisa berada
ditempat-tenpat pertemuan kaum musyrikin, beliau memberikan salam kepada mereka dan
mengadakan pendekatan kepada mereka tanpa merayu-rayu.

Setelah mengemukakan mereka terhadap sesame makhluk, selanjutnya Allah mengemukakan


hubungan mereka dengannya. Orang-orang yang bermalam dangan sujud dan berdiri untuk
ibadah kepada tuhannya, yakni mereka menghidupkan seluruh malam atau sebagiannya
dengan sholat.

E. Asal-Usul Ayat/Asbabun Nuzul


Tawadhu’ adalah lawan dari sifat takabbur. Tawadhu’ adalah sifat yang selalu
merendah, merupakan sifat yang sangat disukai oleh Allah. Jika orang yang
memiliki sifat ini adalah orang yang sangat disukai Allah, maka orang yang
memiliki sifat takabburadalah orang yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Di
dalam suatu hadist disebutkan, jika ada seseorang yang di dalam dirinya terdapat
sifat sombong walaupun hanya sebesar biji zarrah (biji sawi), maka Allah akan
mengharamkan surge baginya.
Takabbur adalah orang yang menganggap dirinya besar, padahal dia tidak besar.
Orang yang memiliki banyak hal, tapi sebenarnya ia tidak memiliki apa-apa.
Padahal kata Allah, bahwa apa yang mereka miliki itu tidak ada maknanya
sedikitpun. Karena itulah, mereka menambahkan sifat di dalam dirinya dengan
apa yang tidak mereka miliki. Untuk menjadikan diri kita tawadhu’ adalah dengan
berpandangan bahwa apa yang kita miliki tidak ada arti apa-apa dibandingkan
dengan yang dimiliki oleh Allah SWT.
Sifat sombong adalah sifat yang merupakan fitrah yang diberikan Allah kepada
setiap manusia. Tidak ada seorangpun yang tidak ada memiliki sifat sombong.
Hanya saja, ada orang yang membiarkan kesombongannya menjadi subur, dan ada
juga yang bisa menahan kesombongannya tidak pernah muncul.
Firman Allah pada surah Al- Furqaan ayat 63:
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (Al-
Fuqon : 63)
Pada ayat tersebut dengan jelas menyebutkan, bahwa ‘ibaadurrahman itu adalah
mereka yang berjalan di muka bumi ini dalam keadaan tawadhu’, dalam keadaan
tunduk, dalam keadaan merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang sangat kecil,
tak mempunyai kekayaan apapun, tak memiliki ilmu apapun, walalupun orang lain
memandang bahwa dirinya adalah orang yang berilmu, orang yang kaya, ataupun
orang yang memegang jabatan tinggi.
Pertanyaannya, mampukah kita bersikap tawadhu’? harus diingat, bahwa sika
takabbur itu akan muncul kapanpun dan di manapun. Jika kita tidak berhati-hati,
maka sifat tersebut akan menjadi subur, akan berkembang dengan sendirinya
karena kondisi dan keadaan di mana kita hidup. Karena itulah, menurut
Rasulullah, sombong terhadapa orang yang sombong itu adalah sebuah kebajikan
sedekah. Mengapa? Karena kalau kita menahan kesombongan seseorang,
sebenarnya kita mendekatkan orang tersebut kepada surge. Jika kita sombong
terhadap orang yang sombong, maka sebenarnya kita telah menjauhkannya dari
neraka dan mendekatkannya kepada surga.

F. Pokok Bahasan
1. Anjuran Besikap Tawadhu’
Allah mensifati ‘ibdurrahman sebagai “orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati”, yaitu orang-orang yang tenang, berwibawadan
tawadhu’ (merendahkan diri) terhadap Allah dan makhluk. Seorang mukmin
hendaklahmenghiasi dirinya dengan sikap tawadhu’ dan menjauhi sikap yang
belawanan dengannya, yaitu takabbur dan ujub. Tawadhu’ artinya memandang
diri rendah dihadapan Allah dan makhluk lainnya.sedangkan takabbur artinya
memandang orang lain lebih rendah darinya serta ujub yaitu bangga terhadap
diri sendiri.
Salah satu caranya adalah hendaklah seseorang membuka mata dan
hatinya untuk senantiasa taqarrub terhadap ayat-ayat Allah serta keajaiban
ciptaan dan Allah dan keagungan takdir Allah. Dengan demikian ia akan
mengetahui bahwa dirinya bukanlah apa-apa. Allah-lah yang memberi nikmat
dan berhak melapangkannya dimanapun juga.
Cara kedua dengan menyadari bahwa orang lain bisa jadi memiliki
kebaikan yang lebih banyak darinya.
Bahkan sedikitpun kebaikan yang dilakukan oleh orang lain bisa jadi
merupakan amalan yang ikhlas dan mutaba’ah yang diterima disisi Allah.
Sedangkan amalan dirinya belum tentu sempurna dalam keikhlasan dan
mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tak ada jaminan
Allah akan menima amalannya. Dan bisa jadi sejelek apapun kenburukan
orang lain merupakan keburukan yang diampuni Allah. Sementara keburukan
yang ia lakukan belum tentu diampuni oleh Allah. Padahal keburukan
jumlahnya menggunung dan akibat buruk dosanya siap menimpa dirinya.
2. Sabar terhadap gangguan orang lain
Dijelaskan dalam lanjutan ayat selanjutnya yang artinya “Dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka”, maknanya berkata perkataan yang jahil,
dimana pkataan tsebut mengganggu atau menyakitkan. Lalu Allah mensifati
‘ibadurrahman dengan “mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan’, maknanya mengucapkan perkataan yang selamat dari dosa dan
selamat dari membahas kejahilan dengan kejahilan. Hendaklah seseorang
mengetahui bahwa gangguan yang diberikan manusia merupakan bagian dari
takdir Allah.
Ujian Allah berbagai macam bentuknya. Memang ujian yang paling
sulit diteeima adalah jika ujian itu datang melalui tangan manusia.maka
hendaklah seoerang mukmin bersabar terhadap ujian manusia sebagaimana ia
bersabar terhadap musibah dari Allah lainnya. Kemudian membuka hatinya
sehingga menyadari bisa jadi ujian ini adalah kemudharatan sesaat yang
nantinya akan berubah nikmat dengan kesabaran.
Kemudian ia menambahi pahalanya dengan tawadhu’. Maka ia dipuji
karena kemurahan hatinya yang banyak, membalas keburukan dengan
kebaikan, pemaaf teehadap oeang-orang yang bodoh dan memiliki keteguhan
akal yang menyampaikannya pada kedudukan ‘ibadurrahman.
3. Apabila ada orang yang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas
atau tidak senonoh terhadap mereka, mereka tidak membalas dengan kata-kata
yang tidak senonoh terhadap mereka, merreka tidak membalas dengan kata-
kata yang serupa. Akan tetapi, mereka menjawab dengan ucapan yang bak,
dan mengandung nasehat dan harapan semoga mereka diberi petunjuk oleh
Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Hal itu mereka lakukan bukan karena lemah, sombong, dan tidak
mampu. Tapi, karena merasa tidakpantas untuk menyibbukan diri dengan
kebodohan seperti itu. Juga untuk menjaga waktu dan tenaga dari mengerjakan
perkara yang tak pantas bagi seorang yang mulia yang sibuk dengan perkara-
perkara yang lebih penting, lebih mulia, dan lebih tinggi dari kesia-siaan.
Demikian puladengan sikap Rasulullah bila ia diserang dan dihina dengan
kata-kata yang kasar, beliau tetap berlapang dada tetap menyantuni orang-
orang yang tidak berakhlak itu.
Orang-orang mukmin senantiasa berlapang hati,dan tidak pernah
mengucapkan kata-kata kasar. Bila kepada mereka diuapkan kata-katayang
kurang sopan, mereka tidak emosi dan tidak tahu harga diri, karena wajar bila
ada orang yang bertindak kurang sopan dibalas dengan tindakan kurang sopan
pula. Akan tetapi, bila direnungkan secara mendalam, pasti hal itu akan
membawa pertengkaran dan perselisihan dan perrmusushan yang berlarut-
larut. Salah satu cara yang paling tepat dan ampuh untuk membasminya ialah
dengan membalas tindakan yang tidak baik dengan tindakan yang baik
sehingga orang yang melakukan tindakan yang tidak itu akan merasa malu,
dan sadar bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang tidak wajar.
Implikasi etika pergaulan dalam al-qur’an:
Allah melalui Alquran memerintahkan hamba-Nya untuk
berhubungan baik dengan semua manusia sehingga hidup harmonis dalam
kebersamaan. Umat Islam hanya bisa hidup bahagia di dunia dan di akhirat
apabila mempraktekkan ajaran yang terdapat dalam Alquran. Penelitian ini
menggunakan 15 ayat yang berkaitan dengan etika pergaulan baik sesama
muslim maupun muslim dengan non muslim berdasarkan tema persaudaraan
dan perdamaian.
Etika pergaulan sesama muslim membahas mengenai etika seorang
muslim terhadap muslim yang lain. Berdasarkan hasil temuan, terdapat 6 hal
yang harus dilakukan oleh seorang muslim terhadap muslim yang lain di
antaranya adalah; 1) mengadakan perdamaian, 2) menciptakan persaudaraan,
3) tidak menghina sesama muslim, 4) menjauhi prasangka buruk, mencari-cari
kesalahan orang lain, dan menggunjing, 5) saling mengenal satu sama lain,
dan terakhir 6) berkasih sayang terhadap sesama muslim.
Adapun etika pergaulan muslim dengan non-muslim berhubungan
dengan etika seorang muslim terhadap non muslim dalam menjalani
kehidupan sosial. Etika pergaulan muslim dengan non muslim meliputi; 1)
saling berkerja sama, 2) bersikap tegas terhadap orang kafir, 3) berdamai
dengan non-muslim, 4) berbuat baik dan adil terhadap non-muslim, 5) tidak
menjadikan teman orang yang memerangi karena agama, dan terakhir 6) tidak
berbuat aniaya kepada non-muslim.
Etika pergaulan dalam Alquran ini memiliki implikasi filosofis,
paedagogis teoritis, dan praktis. Implikasi filosofis berkaitan dengan tujuan
pendidikan secara umum. Adapun implikasi paedagogis teoritis berhubungan
dengan komponenkomponen pendidikan meliputi tujuan PAI, kurikulum PAI,
pendidik dan peserta didik. Terakhir, implikasi praktis berhubungan dengan
tindakan langsung di lapangan.
BAB III
IMPLIKASI ETIKA PERGAULAN DALAM ILMU PENDIDIKAN

Penelitian ini tentang etika pergaulan dalam Alquran dan implikasinya terhadap pembelajaran PAI di
sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan etika pergaulan dalam Alquran kemudian dicari
implikasinya terhadap pembelajaran PAI di sekolah. Pendekatan yang digunakan yakni pendekatan
kualitatif metode tafsir muqaran dengan menelusuri ayat-ayat yang

berhubungan dengan etika pergaulan kemudian menganalisa dengan studi

pustaka dan analisis deskriptif. Sumber data primer berasal dari Alquran,

sedangkan sumber data sekunder dari literatur tafsir, buku, jurnal dan literatur

lain yang menunjang. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa; etika pergaulan

sesama muslim dalam Alquran yaitu, 1) mengadakan perdamaian, 2)

menciptakan persaudaraan, 3) tidak menghina sesama muslim, 4) menjauhi

prasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain, dan menggunjing, 5) saling

mengenal satu sama lain, dan terakhir 6) berkasih sayang terhadap sesama

muslim. Adapun etika pergaulan muslim dengan non muslim menurut Alquran

yaitu; 1) saling bekerja sama, 2) bersikap tegas dalam hal prinsip terhadap non
muslim, 3) berdamai dengan non muslim, 4) berbuat baik dan adil terhadap non

muslim, 5) tidak menjadikan teman orang yang memerangi karena agama, dan

terakhir 6) tidak berbuat aniaya kepada non muslim. Implikasi yang dapat

diperoleh adalah hendaknya pembelajaran mengarahkan peserta didik untuk

dapat hidup damai, rukun dan saling toleran terhadap perbedaan yang ada baik

di internal maupun eksternal muslim.


TAMAN BACAAN
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (jakarta: Gema Insani, 2004)

Anda mungkin juga menyukai