Anda di halaman 1dari 13

TRADISI DI SOLOKURO LAMONGAN (SELAMATAN)

Tugas Ini dibuat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Budaya Lokal

Dosen Pengampu : Lukmanul Hakim

Disusun Oleh :

LAILATUL MUNIFAH (33010180102)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan Rahmat, Taufiq, dan Hidayah-nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “TRADISI DI DESA SOLOKURO
LAMONGAN (SELAMATAN)”. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah mengarahkan kita kejalan yang lurus, yakni
addinul Islam. Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
mengikuti proses belajar mengajar antara mahasiswa dan dosen di fakultas Syari'ah "IAIN
Salatiga". Selama penyusunan dan pembuatan makalah ini,saya banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak dengan penuh keikhlasan. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya
mengucapkan terimah kasih yang sebanyak-banyaknya kepada ibu "Lukmanul Hakim.” selaku
dosen pengampu mata kuliah Ilmu tauhid. Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat saya berharapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Akhirnya saya berharap agar
makalah ini dapat diterima, dan bermanfaat bagi saya serta bagi para pembaca pada umumnya.
Amin…….

Salatiga,18 Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................

A. Sejarah desa solokuro lamongan ...................................................................3


B. Kondisi sosial dan budaya desa solokuro lamongan .....................................4
C. Kebudayaan atau bentuk tradisi di desa solokuro lamongan ........................5
D. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi itu ................................................7

BAB III PENUTUP ...................................................................................................

A. Kesimpulan ...................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-
mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia, mitos dan ritual saling
berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman keagamaan dalam bentuk kultis adalah pokok bagi
kehidupan kelompok keagamaan yang bersangkutan.
Tradisi merupakan produk kebudayaan, atau pengembangan dari aktivitas manusia sebagai
makhluk pencipta kebudayaan. Dengan demikian tradisi bisa dianggap sebagai suatu saran
kebudayaan bagi manusia dan dengan sarana itu dia mampu menyesuaikan diri dengan
pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya. Dalam lingkungan
tersebut pikiran, perasaan dan perbuatan manusia terhadapa perasaannya berada di luar
jangkauan pengalaman-pengalamannya sehari-hari dengan diri sendiri, teman-temannya, dan
dengan dunia nyata yang telah membuat kita percaya.
Mitos dimengerti sebagai suatu cerita yang mengisahkan kebenaran yang mengesampingkan
metode ilmiah dan memang tidak dibahasakan secara ilmiah, juga dalam arti sebagai semacam
bahasa yang digunakan untuk melukiskan peristiwa-peristiwa adi kodrati, sehingga yang
dikodrati dianggap hanya relevan bagi segelintir orang yang memamng tidak memiliki penalaran
ilmiah. Dalam konteks religius, mitos dan ritus merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar
ungkapan mengenai sesuatu yang lain. Keduanya merupakan kekuatan dinamis yang melahirkan
kenyataan suci dan membuat manusia religius menghayati kenyataan tersebut dalam dirinya.
Upacara-upacara tradisional yang dilaksanakan oleh masyarakat jawa mengandung unsur-
unsur religi dan masih berlangsung sampai sekarang. Upacara-upacara tersebuat lebih dikenal
dengan sebuatan “selamatan” ada yang bilang “slametan” atau “selamatan”. Menurut
Koentjaraningrat (1994:370) menyatakan bahwa : “selametan adalah upacara makan bersama
yang telah diberi do’a sebelum dibagi-bagikan”. Selametan itu tidak terpisah-pisahkan dari
pandangan alam pikiran tersebut di atas dan erat hubungannya dengan kepercayaan pada unsur-
unsur kekuatan di luar kemampuan manusia yang mengatur alam raya ini beserta isinya, sebab
hampir semua selametan hidup dengan tidak ada gangguan-gangguan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan sejarah singkat desa solokuro lamongan ?
2. Jelaskan kebudayaan atau bentuk tradisi desa solokuro lamongan ?
3. Jelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi itu ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sejarah desa solokuro lamongan.
2. Untuk mengetahui kebudayaan atau bentuk tradisi desa solokuro lamongan.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi itu.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Desa Solokuro
Desa Solokuro asalnya adalah dari perkampungan yang dinamakan kampung Jalak dan
kampung Sangan, yang sekarang ada dibagian selatan dan barat Desa Solokuro. Yang masih
dikenal dengan Tegal Jalak danTegal Sangan, dan sebagai bukti di tempat ini pulah masi sering
dan banyak ditemukan barang-barang kuno bekas penghuni masyarakat terdahulu.
Kemudian menjadi nama Solokuro, asal critanya adalah dari adanya seseorang prajurit,
santri atau mungkin sekarang dapat disebut pengembara dari Solo yang sedang melakukan
pengembaraan pulang dari pondok Ngammpel. Untuk menuju salah satu tempat buat
menjalankan sholat tetapi mencari air untuk wudlu dan juga mandi tetapi tidak ditemukan,
kemudian mendapatkan firasat untuk menemukan teken/tongkat yang dia pakai untuk
memukul sebanyak lima kali hentakan diatas tanah, dan saat itu juga air langsung bisa keluar
dengan pancaran yang sangat banyak orang jawa menyebutnya SUMREWEH alias
SUMBRANAK (sumber manak-manak) yang sampai sekarang menjadi pusat sumber yang
tempatnya ada di sebelah utara Desa Solokuro.
Setelah itu tongkat tadi ditarik keselatan jadi sungai, sesampainya di sebelah selatan 100 m
dari sumber, orang Solo tadi berhenti dan merenung sejenak untuk berngan-angan dan
munculah inspirasi untuk membuatkan sendang sebagai tempat pemandian, mungkin karena
nilai kesantrian sang pengembara itu kemudian dibuatlah dua sendang, satu untuk laki-laki yang
dinamakan sendan glanang dan yang satunya untuk pemandian ibu-ibu yang sekarang disebut
senang wedhok dengan maksud supaya tidak ada percampuran antara laki-laki dan
perempuan apabila mau mandi atau wudlu hendak mengerjakan sholat.Setelah itu melihat
besarnya sumber yang ada, muncul kekawatiran tanah bagian utara pemandian laki-laki itu
longsor /gempal maka seketika itu juga orang tersebut tahu ada pohon kamboja yang sangat
besar kemudian kamboja tersebut dirobohkan untuk patokan pancaran air itu serta didesain
seperti bentuk binatang kuro (kura-kura), jadi kolaborasi nama asal santri yang dari Solo
untuk melakukan pengembaraan dalam rangka mencari ilmu (nyantri) tersebut dengan batangan
kayu yang didesain seperti kuro inilah yang kemudin terkenal dan lekat dengan sebutan
“SOLOKURO” sebagai asal mula desa ini.

3
Kemudian setelah selesai membuat tempat minum dan tempat pemandian beliau
meneruskan perjalanan menuju ke selatan namun ditengah perjalanan perjalanan beliau
dihadang oleh orang yang tak dikenal (orang jalak sangan) karenadianggap sebagai pencuri,
karena orang-orang jalak sangan mendengar orang Bango baru saja kerampokan oleh karena
itu beliau dipukuli hingga meninggal dunia padahal yang dibawah hanyalah bingkisan
yang berisi kitab, kemudian jasadnya dikubur di tegal yang sampai sekarang dinamai tegal
makam santri.
Kemudian seterusnya orang-orang jalak dan sangan mendekat di sekitar sumber dan
senang yang dibuat oleh santri atau pengembara tersebut sehingga kampung jalak sangan tidak
ada penghuninya dan akhirnya beralihlah menjadi desa “SOLOKURO” sampai sekarang.1
B. Kondisi sosial budaya
Sebelum mengungkapkan kondisi soaial dan budaya masyarakatkecamatan solokuro, perlu
kiranya kita mengetahui dulu kata “soaial” dan “budaya”. Menurut kamus ilmiah popular, sosial
adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat, perduli terhadap kepentingan umum.
Adapun kata budaya adalah sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial digunakan untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamannya,
serta menjadi landasan bagi mewujudkan tingkah lakunya.
Jadi sosial budaya merupakan segala sistem atau tata nilai, pola berfikir, pola tingkah laku
dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Atau segala hasil karya, cipta, dan rasa
manusia yang berkaitan dengan pergaulan hidup manusia baik yang menyangkut individu atau
kelompok seperti, dalam halnya masyarakat yang timbul dalam berbagai bentuk baik oleh
individu maupun kelompok tertentu.
Penduduk kecamatan solokuro tergolong masih homogeny, oleh karena itu mereka masih
tampak kekelompokannya, baik dari segi tolong menolong, bantu membantu, hormat
menghormati, dan lain-lain. Sehingga rasa hormat dan harga diri mereka masih kelihatan,
mereka serempak dalam mengerjakan sesuatu secara gotong-royong demi kepentingan bersama.
Sebelumaliran keagamaan islam masuk di kecamatan solokuro seperti muhammadiyah,
nahdhotul ulama (NU), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dalam Komunitas Salfi.
Secara keseluruhan masyarakat kecamatan solokuro lamongan memiliki kebiasaan yang sudah

1
Profil desa dan kelurahan, Sejarah Singkat Desa Solokuro, SEKDES Solokuro, 2005.

4
melekat dalam praktek kehidupan mereka sehari-hari, yakni mengadakan ritual-ritual yang
bertujuan untuk mencari keselamatan dan keberuntungan bagi diri dan pekerjaannya.
Di samping itu masyarakat kecamatan solokuro lamongan juga memiliki kebiasaan pada
waktu dulu yaitu slametan. Pada hari-hari tertentu, sebagian penduduk masyarakat kecamatan
solokuro masih melaksanakan kenduri agar sesuatu yang diinginkan dapat terkabul. Selametan
ini seperti wetonan (selametan hari lahir), tingkeban, selametan orang yang sudah meninggal dan
lain-lain. Selain itu, hampir diseluruh wilayahkecamatan solokuro pada waktu itu, juga
berkembang kebiasaan minum-minuman arak atau toak, nanggap gong (sindiran) sampai dengan
sedekah bumi. 2
C. Kebudayaan di Solokuro Lamongan
Kebudayaan masyarakat Desa Solokuro banyak dipengaruhi oleh masalah-masalah
keagamaan. Seperti yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Solokuro itu selamatan yang
berhubungan dengan tahap-tahap lingkaran hidup. Tahap-tahap lingkaran hidup tersebut
antara lain mengenal adanya upacara-upacara adat seperti: selamatan tujuh bulan usia
kandungan, kelahiran bayi, diba’an dengan membaca berjanji, pembacaan talqin pada waktu
penguburan mayat, tahlilan dari malam pertama sampai ketujuh setelah orang meninggal,
kemudian ada hari ke 40 setelah kematian, hari ke 100 setelah kematian, dan hari ke
1000 setelah kematian dan sebagainya. Jenis-jenis upacara tersebut sebenernya tidak terdapat
dalam ajaran islam dan pada masa-masa berikutnya seiring dengan lahrinya golongan-
golongan pembaru islam cenderung tentang keberadaannya. Walaupun demikian bagi
masyarakat Solokuro hal itu sudah menjadi bagian dari kehidupannya.
Upacara selametan tersebut dipandang sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas segala karunianya.3
Tradisi selamatan ini tidak hanya untuk bayi, tetapi pada masyarakat jawa ada yang
digunakan untuk selametan kematian seseorang. Biasanya upacara selametan-selametan itu diisi
dengan acara tahlil dengan mengundang tetangga-tetangga dan mengeluarkan shodaqoh yang
berupa makanan. Selanjutnya, shadaqah ini dinamakan dengan berkat. Tahlil yang dibacakan itu
dikirim kepada arwah yang dituju, begitu pula dengan bekat yang disedekahkan. Pahala sedekah

2
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta : PT RajGrafindo Persada,
2006.
3
Suhamiharja, Agama Kepercayaan dan Sistem Pengetahuan. Jakarta : Pustaka, 1984.

5
itu jugaditujukan kepada arwah tersebut. Biasanya, berkat ini diberikan setelah doa adalam tahlil
selesai, baik dibawa pulang maupun dimakan di tempat. 4
Sejarah peradaban berlangsung pasang surut dari zaman ke zaman. Berbagai konflik yang
muncul kadang dikarenakan faktor-faktor politis. Namun secara sosial pembaruan antar etnis
sampai saat ini berlangsung baik lewat berbagai aktivitas antara etnis pandang dengan
penduduk setempat. Yang dimaksud dengan agama adalah suatu sistem yang berintikan
pada kepercayaan akan kebenaran-kebenaran yang mutlak, disertai dengan perangkat yang
terintegrasi di dalannya, meliputi tata peribadatan,tata peran para pelaku, dan tata benda
yang diperlukan untuk mewujudkan agama bersangkutan. Mengenai prasejarah aspek-aspek
keagamaan tertentu hanya dapat didekati melalui interpretasiatas keterkaitan antara benda
didalamsuatu situs penggalian, maupun melalui analogi dengan praktik-praktik tertentu. Inti
kepercayaan suatu religi juga dapat menyangkut konsep mengenai kosmos (sering dijumpai
pula penyejaran kosmos makro dan mikro), baik mengenai struktur maupun proses
kejadiannya. Aspek lain yang sering dapat sering dikenali adalah pandangan mengenai hidup
sesudah mati, atau adanya alam lain di luar atau di samping alam kehidupan manusia di
dunia ini. Sejumlah temuan dalam seabad ini memberikan informasi barumengenai segi-segi
keagamaan tersebut.
Semua masyarakat Solokuro beragama islam melalui jalan damai, seperti pernikahan,
media sosial budaya,ilmu pengetahuan dan dakwah. Sehingga hubungan antar ummat beragama
ditandai dengan tumbuhnya sikap saling menghargai dan saling menghormati sebagai
menifestasi dari toleransi beragama yang hadir ditengah-tengah masyarakat.Banyaknya
bangunan masjid atau musholah sebagai tempat peribadatan juga agama yang merasuk
kedalam lubuk kehidupan sebagian besar masyarakat. Sebagai simbol penghargaan nilai-nilai
agama terhadap keragaman umat manusia dengan aneka latar budaya yang berbeda.
Perkembangan nilai-nilai islam merupakan suatu dinamika yang saling bertautan di
antara kondisi sosial dan kearifan para pemimpin-pemimpin islam didalam menjalankan
pemerintahan. Pola kepemimpinan dalam pemerintahan juga membawa perkembangan islam
di Desa Solokuro menurut suatu pola hidup baru bagi masyarakat Solokuro.

4
Yana. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta : Bintang Cemerlang, 2012.

6
Perkembangan islam di Desa Solokuro tidak hanya mengurus soal ibadah dan akhiratnya.
Tetapi juga membawa perbaikan-perbaikan kehidupan dibidang peternakan, pertanian,
perdagangan serta memisahkan antara penguasa dengan rakyat yang dipimpinya.
Dalam bidang seni, masyarakat solokuro memiliki banyak kesenian yang merupakan
perpaduan dari berbagai budaya. Kesenian tersebut diantaranya adalah kesenian jaran
jenggo, kesenian reog, kesenian kentrung. Kesenian jaran jenggo memiliki makna jaran
goyang atau kuda goyang kesenian ini menggabungkan seni musik, religi dan tari, jaranjenggo
ini apresiasinya di iringi musik jawa dan sholawat, alat musiknya seperti rebana, gendang dan
jedor. Kesenian reog kesenian yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik
dan ilmu kebatinan yg kuat, pementasannya biasanya diiringi musik sprti nyanyian jawa.
Kesenian kentrung yang pementasanya seorang dalang akan bercerita tentang peristiwa-peristiwa
pada zaman dahulu alat musik yang digunakan adalah rebana.5
D. Nilai – nilai islam yang terkandung dalam tradisi selametan
Tradisi selamatan ini tidak hanya untuk bayi, tetapi pada masyarakat jawa ada yang
digunakan untuk selametan kematian seseorang. Dalam selametan kematian mangandung nilai-
nilai sebagai berikut :
1. Nilai Sedekah
Selametan bermanfaat memberikan keselamatan diri dari bahaya atau siksaan. Selametan
menurut agama islam tidak hanya dilakukan pada saat kesenangan, seperti pada saat
meninggalnya seseorang.
2. Nilai Tolong-menolong
Dasar dari tolong-menolong juga merupakan perasaan saling butuh membutuhkan, yang
ada dalam jiwa warga masyarakat. Nilai tolong-menolong dalam tradisi selametan
kematian pada msyarakat terlihat dalam pelaksanaan atau penyelenggaraannya. Bahkan
saat pelaksanaan kematian selesai, mereka bersama-sama membersihkan tempat-tempat
yang telah digunakan. Tolong-menolong dalam selametan kematian terjadi secara
spontan dan rela, tetapi juga ada yang didasarkan oleh perasaan saling membutuhkan
yang ada dalam jiwa masyarakat tersebut. Tolong-menolong terdapat hubungan saling

5
Sholikhin, Muhammad. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2011.

7
ketergantungan sebagai akibat dari adanya proses pertukaran yang saling memberikan
balasan atas jasa yang diberikan orang lain kepada dirinya.
3. Nilai Solidaritas
Biasanya orang yang melayat membawa bawaan seperti uang, beras, dan sebagainya.
Tradisi nyumbang merupakan wujud solidaritas seorang anggota masyarakat terhadap
saudara, anggota, rekan kerja atau angota masyarakat lainnya yang sedang memiliki
hajatan, sehingga akan terbentuk suatu solidaritas.
Tetapi dalam tradisi selametan kematian prinsip ini tidak ditemukan Karena mereka
menyumbang penuh dengan kerelaan dan keikhlasan. Dalam konteks sosiologis, ritual
selametan kematian sebagai alat memperkuat solidaritas sosial, maksudnya alat untuk
memperkuat keseimbangan masyarakat yakni menciptakan situasi rukun, toleransi di
kalangan pertisipan, dan juga tolong menolong serta do’a yang di panjatkan pada orang
yang bersangkutan. 6

E. ANALISIS
Tradisi merupakan produk kebudayaan, atau pengembangan dari aktivitas manusia sebagai
makhluk pencipta kebudayaan. Dengan demikian tradisi bisa dianggap sebagai suatu saran
kebudayaan bagi manusia dan dengan sarana itu dia mampu menyesuaikan diri dengan
pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya. Tahap-tahap lingkaran
hidup tersebut antara lain mengenal adanya upacara-upacara adat seperti: selamatan tujuh
bulan usia kandungan, kelahiran bayi, diba’an dengan membaca berjanji, pembacaan talqin pada
waktu penguburan mayat, tahlilan dari malam pertama sampai ketujuh setelah orang
meninggal, kemudian ada hari ke 40 setelah kematian, hari ke 100 setelah kematian, dan
hari ke 1000 setelah kematian dan sebagainya. Jenis-jenis upacara tersebut sebenernya tidak
terdapat dalam ajaran islam dan pada masa-masa berikutnya seiring dengan lahrinya
golongan-golongan pembaru islam cenderung tentang keberadaannya.

6
Ninda Rahayu Kevin. Nilai-nilai yang terkandung dalam selamatan kematian di jawa. Budayajawa, 2017.
https://www.google.com/amp/s/budayajawa.id/amp/nilai-nilai-yang-terkandung-dalam-selamatan-kematian-di-
jawa/. Di akses Sabtu, 18 Mei 2019.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a) Sejarah Singkat Desa Solokuro
Desa Solokuro asalnya adalah dari perkampungan yang dinamakan kampung Jalak
dan kampung Sangan, yang sekarang ada dibagian selatan dan barat Desa Solokuro. Yang
masih dikenal dengan Tegal Jalak danTegal Sangan, dan sebagai bukti di tempat ini pulah masi
sering dan banyak ditemukan barang-barang kuno bekas penghuni masyarakat terdahulu.
Kemudian seterusnya orang-orang jalak dan sangan mendekat di sekitar sumber dan
senang yang dibuat oleh santri atau pengembara tersebut sehingga kampung jalak sangan tidak
ada penghuninya dan akhirnya beralihlah menjadi desa “SOLOKURO” sampai sekarang.
b) Kebudayaan di Solokuro Lamongan
Kebudayaan masyarakat Desa Solokuro banyak dipengaruhi oleh masalah-masalah
keagamaan. Seperti yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Solokuro itu selamatan yang
berhubungan dengan tahap-tahap lingkaran hidup. Tahap-tahap lingkaran hidup tersebut
antara lain mengenal adanya upacara-upacara adat seperti: selamatan tujuh bulan usia
kandungan, kelahiran bayi, diba’an dengan membaca berjanji, pembacaan talqin pada waktu
penguburan mayat, tahlilan dari malam pertama sampai ketujuh setelah orang meninggal,
kemudian ada hari ke 40 setelah kematian, hari ke 100 setelah kematian, dan hari ke
1000 setelah kematian dan sebagainya.
Upacara selametan tersebut dipandang sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas segala karunianya.
Tradisi selamatan ini tidak hanya untuk bayi, tetapi pada masyarakat jawa ada yang
digunakan untuk selametan kematian seseorang. Biasanya upacara selametan-selametan itu diisi
dengan acara tahlil dengan mengundang tetangga-tetangga dan mengeluarkan shodaqoh yang
berupa makanan. Selanjutnya, shadaqah ini dinamakan dengan berkat.
c) Nilai – nilai islam yang terkandung dalam tradisi selametan
1. Nilai shodaqah
2. Nilai Tolong menolong
3. Nilai Solidaritas

9
DAFTAR PUSTAKA
Profil desa dan kelurahan, Sejarah Singkat Desa Solokuro, SEKDES Solokuro, 2005.
Sholikhin, Muhammad. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2011.
Yana. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta : Bintang Cemerlang, 2012.
Suhamiharja, Agama Kepercayaan dan Sistem Pengetahuan. Jakarta : Pustaka, 1984.
Kevin, Ninda Rahayu. Nilai-nilai yang terkandung dalam selamatan kematian di jawa.
Budayajawa, 2017. https://www.google.com/amp/s/budayajawa.id/amp/nilai-nilai-yang-
terkandung-dalam-selamatan-kematian-di-jawa/. Di akses Sabtu, 18 Mei 2019.
Sedyawati, Edi, Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta : PT
RajGrafindo Persada, 2006.

10

Anda mungkin juga menyukai