Disusun Oleh :
1. Gilang Serranta
2. Anggrino Gilang
3. Winda Choirunnisa
4. Nur Sari Tilawatil
5. Aldella Rahmaningtyas
6. Sri Wahyuningtias
7. Defriliyani Herdiyanti
8. Moh. Asyari IPA
9. Fany Alifa Nuraini
10. Febriana
(201310040311251)
(201310040311276)
(201310040311287)
(201310040311288)
(201310040311289)
(201310040311292)
(201310040311304)
(201310040311
(201310040311
(201310040311
KATA PENGANTAR
1
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami persembahkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini merupakan hasil penjabaran dan pengembangan informasi tentang
evolusi dan difusi budaya dari sumber-sumber yang kami peroleh. Dalam tugas
makalah ini, kami membahas tentang Kebudayaan Maluku dengan maksud
mengajak teman-teman mahasiswa lain bertukar informasi dan berdiskusi tentang
Kebudayaan Maluku. Sehingga dari diskusi itu bisa diperoleh banyak manfaat.
Kami sebagai tim penyusun, menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Maka kritik dan saran konstruktif sangat kami harapkan.
Hal ini demi kemajuan kearah yang lebih baik.
Kepada Ibu Luluk Dwi K, S.Sos, Msi, selaku dosen pembimbing
Antropologi dan juga teman-teman mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amien.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1 Pengertian Budaya.....................................................................................
2.2 Pengenalan Daerah Maluku.....................................................................9
2.3 Rumah Adat Maluku..................................................................................
2.4 Tarian Adat Maluku...................................................................................
2.5 Alat Musik Maluku....................................................................................
2.6 Pakaian Adat Maluku.................................................................................
2.7 Senjata Daerah Maluku.............................................................................
2.8 Upacara Adat Pukul Menyapu...................................................................
2.9 Tradisi Abdau.............................................................................................
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................16
3.1 Sejarah Upacara Adat Pukul Sapu..........................................................16
3.2 Proses Upacara Adat Pukul Sapu............................................................17
3.3 Kebudayaan Maluku Secara Keseluruhan..................................................
3.4 Nilai Budaya Masyarakat Maluku .............................................................
3.5 Lestarikan Budaya Maluku.....................................................................20
BAB IV PENUTUP...............................................................................................24
4.1 Kesimpulan......................................................................................................24
4.2 Saran.................................................................................................................24
Daftar Pustaka........................................................................................................41
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antropologi budaya adalah
berfokus
pada
diantaranya
pengamatan
partisipatif
(participant
sendiri.Sebagai
usaha
untuk
menindak
lanjuti
masalah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Budaya
2.2
sentra
penghasil Pala,
Fuli,
Cengkeh
dan
Mutiara.
Pala dan Fuli dengan mudah didapat dari Banda Kepulauan, Cengkeh dengan
mudah
ditemui
di
negeri-negeri
di Ambon,
Pulau-Pulau
Lease
(Saparua, Haruku & Nusa laut) danNusa Ina serta Mutiara dihasilkan dalam
jumlah yang cukup besar di Kota Dobo, Kepulauan Aru.
Ibukota Maluku adalah Ambon yang bergelar atau memiliki julukan
sebagai Ambon Manise, kota Ambon berdiri dibagian selatan dari Pulau
Ambonyaitu di jazirah Leitimur. Ada wacana bahwa Kota Ambon Manise sudah
semakin padat, sumpek dan tidak lagi layak untuk menampung jumlah penduduk
yang dari tahun ke tahun meningkat tajam yang merupakan ibukota Provinsi akan
menjadi kota biasa karena ibukota direncanakan pindah ke negeri Makariki
di Kabupaten Maluku Tengah.
2.3
Jika anda memasuki daerah di Maluku, salah satu hal yang segera nampak
menonjol adalah satu bangunan yang berbeda dengan rumah lain. Bangunan ini
biasanya berukuran lebih besar, dibangun dengan bahan-bahan yang lebih baik,
dan dihias dengan lebih banyak ornamen.Karena itu, bangunan tersebut
merupakan landmark Maluku.Di Maluku, disebut sebagai Baileo, secara
harafiah berarti balai.Warga Maluku menggunakan istilah baileo,karena
memang baileo digunakan sebagai balaibersama untuk membahas masalah yang
mereka hadapi dan mengupayakan pemecahannya.
Batu Pamali, sebuah batu besar tempat meletakkan sesaji di muka pintu
sebuah bangunan di Maluku merupakan tanda bahwa bangunan tersebut adalah
Balai Adat. Baileo inilah yang menjadi bangunan induk Anjungan.Sembilan tiang
di bagian depan dan belakang, serta lima tiang di sisi kiri dan kanan merupakan
lambing Siwa Lima, simbol persatuan Maluku.
Baileo sebagai bangunan induk tidak berdinding.Adapula baileo yang
lantainya di atas semen dan baileo yang lantainya rata dengan tanah.Baileo yang
paling lazim dan khas adalah yang lantainya dibangun di atas tiang.Jumlah
tiangnya melambangkan jumlah klen-klen yang ada didesa tersebut.Baileo tidak
berdinding agar roh-roh nenek moyang mereka bebas masuk keluar.Baileo dibuat
tinggi dimaksudkan agar kedudukan tempat bersemayam roh-roh nenek moyang
lebih tinggi dari tempat berdiri rakyat di desa.Selain itu rakyat akan tahu
permusyawaratan berlangsung dari luar ke dalam dan dari bawah keatas.
8
Baileo yang ada di Taman Mini Indonesia Indah adalah bentuk baileo yang
terakhir atau yang baru yang melambangkan persatuan antara dua klenbesar di
Maluku yaitu PataSiwa dan Pata Lima.Hal ini melambangkan jumlah pada tiang
baileo di bagian depan dan belakang berjumlah 9(siwa) dan samping kiri dan
kanan berjumlah 5(lima).
Siwa lima bagi masyarakat dari Maluku mempunyai arti yang mendalam
yaitu: Kita semua adalah punya dan menjadi lambing kesatuan dan persatuan
daerah Maluku.
Contoh bangunan Rumah Adat khas Maluku
2.4
Dalam
garapan
Tari
Lenso
diungkapkan
Tambur Minahasa
2.
Suling
3.
Musik Kolintang
4.
Tetengkoren
5.
Momongan
10
11
12
Tak heran jika bambu yang dipakai dalam permainan ini bukan bambu
sembarangan. Sang pawang harus meminta restu dari penunggu hutan
sebelum menggunakannya. Dalam sebuah ritual adat, bilah bambu dipotong,
dibersihkan, dicuci dengan minyak kelapa, lalu dihiasi dengan kain setiap
ujungnya. Pada pertunjukan berskala kecil, biasanya sang pawang akan
mengunyah jahe yang terpotong tujuh, kemudian menyemburkannya ke batang
bambu.
Kemudian sang pawang akan merapalkan mantra dalam bahasa Tana,
salah satu bahasa tradisional setempat. Berulang-ulang mantra diucapkan, aura
mistis kian terasa dan memuncak ketika sang pawang berseru kencang: Gila! Gila!
Gila!
Atraksi pun dimulai. Musik mengalun kencang dan tujuh pria dewasa ikut
terayun-ayun, terguncang-guncang, meliuk-liuk oleh bambu yang mereka peluk
erat. Sekuat tenaga ketujuh lelaki itu mengerahkan segala kemampuan mereka.
Namun bambu itu justru kian berat dan liar apalagi saat irama musik
dipercepat serta tifa (alat musik khas Maluku) ditabuh. Atraksi ini berakhir
bilamana para pemain jatuh pingsan di arena permainan.
Saat ini Bambu Gila sudah jarang ditemui dan lebih banyak dipentaskan di
desa-desa kecil di Maluku, misalnya Desa Liang, Kecamatan Salahatu, dan Desa
Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.
Namun demikian, atraksi ini dimodifikasi menjadi sebuah tarian lincah
dengan buluh (bambu) yang didekap kedua tangan sementara kaki bergerak
lincah. Gerakan itu berlangsung dalam harmoni seakan menggambarkan persatuan
dan kesatuan serta semangat gotong royong Masohi sebuah spirit luhur
masyarakat Maluku sejak lama.
13
.
Hal ini lebih nampak pada setiap aba-aba dalam perubahan pola lantai dan
gerak yang masih menggunakan bahasa Portugis dan Belanda sebagai suatu
proses biligualisme. Tarian ini diiringi alat musik biola, suling bambu, ukulele,
karakas, guitar, tifa dan bas gitar, dengan pola rithm musik barat (Eropa) yang
lebih menonjol.
14
Tarian ini masih tetap hidup dan digemari oleh masyarakat Maluku sampai
sekarang. Tarian ini biasanya dibawakan saat pembukaan pesta seperti kawinan,
perayaan hari-hari besar Maluku atau perayaan/upacara adat.
Tarian ini adalah tarian penyambutan para tamu kehormatan pada acaraacara Negeri / Desa di Maluku Tengah.
15
2.5
2.5.1 Tifa
16
Tifa adalah alat musik yang berasal dari Maluku, Tifa mirip seperti
gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang
dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan
biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk
menghasilkan suara yang bagus dan indah. bentuknyapun biasanya dibuat dengan
ukiran. tiap suku di Maluku dan papuamemiliki tifa dengan ciri khas nya masingmasing.Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional. Ini biasanya
digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acaraacara penting lainnya.
2.5.2 Idiokordo
Idiokardo adalah alat musik yang seperti
siter berdawai tiga dengan cara di petik. Alat
musik ini disebut juga Tatabuhan.
2.5.3
Gong
memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk
meredam getaran gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.
2.5.4 Arababu
Arababu adalah alat musik jenis rebab yang terbuat dari
bambu, wadah gemanya terbuat dari kayu atau tempurung
2.5.5 Korno
Korno adalah alat musik yang dibuat dari
siput yang dinamakan Fuk-fuk. Alat musik
ini dimainkan dengan cara ditiup.
2.6
seperti pernikahan, upacara adat dan lain-lain. Di daerah Maluku pakaian adat
18
disebut Pakaian baju Cale atau kain Selele. Pakaian adat ini biasa digunakan
sebagai pelatikan raja, cuci negeri, pesta negeri, acara panas pela dan lain-lain.
Ciri-ciri dari baju Cele ini terlihat dari motif garis-garis yang geometris/berkotakkotak kecil. Baju cele ini biasanya dikombinasikan dengan kain sarung yang
warnanya tidak terlalu jauh berbeda, harus seimbang dan serasi dan di kombinasi
dengan kain yang pelekat yang disalele yaitu disarung dari luar dilapisi sampai
batas lutut dan dipakai Lenso (sapu tangan yang diletakan di pundak). Pakaian ini
dipakai tanpa pengalas kaki atau boleh juga pakai selop. Konde/sanggul yaitu
konde bulan yang diperkuat lagi dengan tusukan konde yang disebut haspel yang
terbuat dari emas atau perak. Selain itu ada juga Baju Nona Rok
Kebaya putih tangan panjang berlengan kancing dari jenis kain Brokar
halus.
Pengikat pinggang terbuat dari perak yang disebut pending. Pada bagian bawah
mungkin sedikit modern yakni memakai Sepatu vantovel berwarna hitam dan
berkaos kaki putih. Selain itu pada pakaian perempuan mengenakan Rok yang
dibuat/dijahit lipit kecil sekali dari jenis kain motif kembang kecil-kecil warna
merah atau orange. Seperti halnya orang Jawa Pada, pada bagain atas perempuan
menggunakan konde yang dibuat dari rambut asli atau konde palsu yang siap
dipakai yaitu konde Bulan. Selain itu ada juga bagian-bagain perlengkapan konde
sebagai berikut:
1.
Tusuk konde disebut Haspel yang dibuat dari emas atau perak.
2.
3.
Sisir Konde diletakan pada bagian tengah dari konde tersebut dibuat juga
dari emas atau perak.
4.
Bunga Ron dilingkar pada konde tersebut dibuat dari bahan gabus atau
Papeceda.
19
Baniang Putih
Baniang putih bentuknya seperti kemeja tapi lehernya bundar dan diberi kancing
putih.
Baniang putih dipakai dibagian dalam pakaian lelaki yaitu kebaya dansa.
Kebaya Dansa
20
Kebaya Putih Tangan Panjang dan Kain Silungkang & Kebaya Hitam
Gereja
1.
Kebaya putih tangan panjang; kebaya ini terbuat dari kain brokar warna
putih dan memakai kancing pada tangan kebaya dan kebaya pakai kancing
peniti emas.
2.
Cole: yaitu baju dalam yang lebih dikenal dengan istilah kutang. Cole ini
berelengan sampai ke sikut dan pada bagian atasnya diberi renda. Cole ini
dibuat dari kain putih sedangkan bagian belakang yang dikenal dengan istilah
belakang Cole itu juga dibordir. Bagian depan Cole juga memakai
kancing.Kain yang dipakai adalah kain silungkang berwarna merah dengan
motif kembang berwarna emas.
3.
Cenela adalah berupa slop yang dipakai dengan kaos kaki putih. Cenela
dihiasi dengan motif kembang berwarna emas.
4.
Kebaya ini bermotif baju cele, berlengan panjang dari kain brokar hitam,
juga kain sarung dari jenis brokar yang sama. Pakaian ini dipakai boleh
memakai kain pikul boleh juga tidak.
2.
21
3.
4.
2.7
22
Salawaku terbuat dari kayu yang dilapisi oleh pernak-pernik khusus yang
diberi motif untuk menghiasinya. Tidak sembarang motif yang dipergunakan dan
biasanya motif yang berlambangkan keberanian. Simbol keberanian inimembuat
penggunanya memiliki keberanian yang sama dalam berperang melawan musuh.
Motif-motif indah yang menghiasi Salawaku ini terbuat dari kulit kerang laut.
Proses yang terpenting dalam pembuatannya adalah ketika senjata ini
dimantrai oleh Kapitan atau panglima perang. Dengan mantra ini, konon membuat
Parang Salawaku tidak dapat tembus oleh peluru, karenanya para prajurit Kapitan
Patimura berani maju melawan penjajah Belanda untuk melakukan perlawanan.
2.8
lidi.
Suasana
ini
akan
membuat
tubuh
Anda
bergidik.
Kehebatan dari tradisi pukul manyapu ini adalah bagaimana pesertanya seakan
tidak merasa kesakitan walaupun tubuh mereka mengelurkan darah akibat dari
sabetan lidi. Akan tetapi, jangan kaitkan itu dengan kekuatan mistis atau gaib,
23
karena para peserta sebenarnya sudah melebur dalam semangat yang telah
membenamkan rasa sakit.
Ketika pertempuran selesai, pemuda kedua desa tersebut mengobati
lukanya dengan menggunakan getah pohon jarak. Ada juga yang mengoleskan
minyak nyualaing matetu (minyak tasala) dimana mujarab untuk mengobati patah
tulang dan luka memar.
2.9
Tradisi Abdau
Tradisi abdau adalah bagian dari parade budaya lokal di Negeri Tulehu,
yang terletak di sebelah timur kota Ambon atau sekitar 25 kilometer dari Ambon.
Parade budaya ini dirayakan setiap tahun pada Hari Raya Idul Kurban. Atraksi
abdau dilakukan dengan cara, ratusan pemuda dengan sekuat tenaga
memperebutkan sebuah bendera bertuliskan huruf arab warna putih Lailaha
ilallah muhammadarrasulullah (Kami bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah). Bendera hijau berenda benang kuning emas itu
diikatkan ke tongkat bambu sepanjang 2 meter. Warna hijau melambangkan
kesuburan, warna kuning emas melambangkan kemakmuran.
Nuansa kekerasan sangat kental dalam ritual ini. Ratusan pemuda, tua dan
muda berdesak-desakan, ada yang melompat dari atas pagar atau atap rumah
supaya bisa berada di atas kerumunan dan berjalan di atas tubuh-tubuh yang
sedang berebut bendera. Tak jarang, mereka yang berdiri di atas tubuh teman24
temannya jatuh ke tanah dan terinjak kerumunan yang sedang bersemangat tinggi.
Rebutan bendera ini dilakukan sambil mengelilingi negeri hingga berakhir di
Masjid Raya Negeri Tulehu. Selain atraksi abdau, sejumlah atraksi lain juga
dipertontonkan seperti dabus, ilmu alfitrah, tarian sawat, tarian maateru atau
cakalele dan sejumlah atraksi budaya lainnya.
Sebagian pemuka adat dan agama di Tulehu mengatakan, tradisi abdau
berasal dari kata abada yang artinya ibadah. Secara harfiah, abdau merupakan
sebuah pengabdian seorang hamba kepada Sang Pencipta. Asal usul tradisi Abdau
diperkirakan dimulai sekitar tahun 1500 Masehi, seabad setelah masuknya Islam
ke Tanah Hitu atau Jazirah Leihitu.
Abdau diselenggarakan secara rutin setiap Hari Raya Idul Adha karena dua
alasan. Pertama, abdau merupakan refleksi nilai sejarah yang terinspirasi dari
sikap pemuda Ansar yang dengan gagah dan gembira menyambut hijrah
Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Peristwa itulah yang mengawali penyebaran
Islam ke seluruh penjuru dunia.
Alasan kedua, abdau merupakan refeksi dari masyarakat Tulehu tempo
dulu yang hidup berkelompok di hena-hena (kampung-kampung kecil) di antara
Gunung Salahutu hingga bukit Huwe, yang belum mengenal agama samawi.
Mereka menyambut para ulama yang membawa ajaran agama Islam dengan rasa
syukur, ikhlas, dan gembira. Masuknya Islam ke Tanah Hitu, khususnya Uli
Solemata di bagian timur Salahutu adalah sebuah proses perubahan peradaban
manusia menjadi lebih baik.
25
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Kepala Pemerintahan Latuuleo, Kepala Agama Imam Tuni dan Kepala Tukang
Patih Tiang Besi sedang berunding untuk membangun mesjid di negeri tersebut.
Permasalahan utamanya saat itu adalah salah satu tiang mesjid patah dan harus
segera disambung, tetapi syaratnya tidak boleh menggunakan pen (semacam
pasak). Latuuleo lalu meminta Imam Tuni untuk bermunajat memohon petunjuk
kepada Sang Khalik. Petunjuk yang diterima oleh Imam Tuni adalah mengoleskan
minyak kelapa pada tiang kayu yang ingin disambung dan dibungkus kain putih.
Petunjuk tersebut dilaporkan kepada Latuuleo dan dilaksanakan. Ternyata
memang benar, tiang mesjid dapat tersambung tanpa menggunakan pen. Sesuai
petunjuk pula, minyak yang disebut Minyak Tasala ini juga dapat dipakai
mengobati keseleo, bengkak dan luka ringan lainnya. Maka dicobalah minyak
tersebut, dengan cara saling memukul menggunakan sapu lidi antara dua orang
lalu dioles dengan minyak tasala. Ternyata luka berdarah-darah yang timbul
karena pukulan sapu lidi sembuh dalam waktu singkat. Sebagai rasa syukur maka
26
para leluhur di Negeri Mamala sepakat ritual pukul sapu dilakukan untuk
mengenang peristiwa di luar logika tersebut, tepatnya pada setiap tanggal 7
Syawal.
Sementara itu, disaat perang Kapahaha yang berlangsung dari tahun 1637
hingga 1646 yaitu usaha mempertahankan benteng terakhir Kapahaha (bukit terjal
yang terdapat di hutan Negeri Morella) yang jatuh ke tangan penjajah Belanda.
Para pejuang yang sempat tertangkap dalam penyerbuan itu disiksa sebagai
tawanan di Teluk Sawatelu selama tiga bulan. Kapitan Telukabessy sendiri
berhasil lolos, namun akhirnya ia menyerahkan diri kemudian digantung dan
jasadnya dibuang di pantai Namalatu. Sepeninggal Telukabessy, tawanan
Kapahaha dibebaskan Belanda pada tanggal 27 Nopember 1664 yang bertepatan
dengan bulan Ramadhan. Menurut Kapata (nyanyian/lagu) Negeri Morella,
dengan berakhirnya usaha mempertahankan benteng Kapahaha, secara spontan
terjadi aksi pukul sapu sebagai ungkapan rasa sedih. Perih di badan karena lecutan
sapu menjadi perlambang kerasnya perjuangan yang disertai dengan pengorbanan
jiwa raga. Kerasnya genggaman serta kuatnya pukulan jadi perlambang tekad kuat
untuk tetap menolak semua bentuk penjajahan dan kerjasama dengan Belanda.
Usai melakukan pukul sapu, mereka kemudian saling berpelukan sambil berikrar
untuk tetap saling mengingat dan akan bertemu kembali tiap tanggal 7 Syawal.
Tradisi Pukul Manyapu dipandang sebagai alat untuk mempererat tali
persaudaraan masyarakat di Desa Mamala dan Desa Morella. Dipertunjukan oleh
pemuda yang dibagi dalam dua kelompok dimana setiap kelompoknya berjumlah
20 orang. Kedua kelompok dengan seragam berbeda itu akan bertarung satu sama
lain. Kelompok satu menggunakan celana berwarna merah sedangkan kelompok
lainnya menggunakan celana berwarna hijau. Pesertanya juga diwajibkan
menggunakan ikat kepala untuk menutupi telinga agar terhindar dari sabetan lidi.
Alat pukul dalam tarian ini adalah sapu lidi dari pohon enau dengan panjang 1,5
meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul adalah dari dada hingga perut.
3.1.1 Memaknai
27
kemudian
memarginalkan diri, ada teriakan dan gejolak jiwa yang tak terdengar. Gejoka
ini baru bisa terdengar, terbaca, bila dilakukan pemihakan.
Gejolak itu kira-kira terbaca dari cara mereka mensikapi pukul sapu.
Pertama, cukup menyelesaikan ritual sebagaimana biasa. Seperti tahun-tahun
sebelumnya. Di sini, nampak ada penolakan terhadap unsure baru. Kedua,
kesadaran untuk membuka diri, umumnya dimulai dengan mengangkat cerita
heroic Perang Kapahaha dan Kepahlawanan Kapitan Telukabessy. Ketiga, ada
arus tengah, menyatukan sikap pertama dan kedua secara bersamaan.
3.1.2 Isolosi
Salah satu sikap masyarakat Morella menolak unsure luar adalah cerita
para tetua tentang pemilihan lokasi negeri. Saat kalah perang, semua penduduk di
negeri tua (Kapahaha, Iyal Uli, Putilessy dan Ninggareta, lokasi di pebukitan
negeri Morella) diharuskan untuk membangun kampong di pesisir pantai oleh
Belanda. Awalnya, mereka menetap di Sawatelu yang dibuktikan dengan dua
kubur Raja di Sawatelu.
Namun, kehidupan di Sawatelu tidak memberi rasa aman, karena masih
memungkinkan Belanda mengontrol, kapal Belanda masih bisa berlabuh depan
negeri. Maka dipilih lokasi baru, yang tidak memungkinkan Belanda melabuhkan
kapal. Lokasi itu, Morella sekarang.
Di masyarakat ada pemeo, Belanda itu kafir. Label kafir dalam masyarakat
tradisional muslim adalah sesuatu hal tabu. Kondisi ini masih terus terjadi walau
pemerintah sudah berganti, minimal hingga tahun 70-an. Sikap tertutup bahkan
merambah hingga memilih sekolah untuk anak mereka. Pelajar dan pemuda
Morella
memilih
bersekolah
di
madrasah,
pesantren
atau
IAIN.
Morella yang tertutup, masih kita rasakan tahun 70-an. Jumlah PNS dan yang
mengecap pendidikan umum sangat minim. Padahal dari segi ekonomi mereka
terus berkembang. Pertanian tanaman keras dan perdagangan hasil bumi tumbuh
baik. Saat bersamaan mereka justru mengirim anak ke pesantren-pesantren di
28
Makassar dan Jawa (baca; bukan sekolah umum). Sehingga negeri lain menjuluki
Morella saat itu sebagai negeri pali-pali (negeri tikar, karena banyak berkutat
dengan tahlilan dan sejenis).
Selepas generasi itu (tahun 70-an), pelajar, mahasiswa Morella baru mulai
merambah pendidikan umum. Jumlah yang berminat menjadi PNS dan bersekolah
di sekolah/PT umum makin meningkat. Era baru masyarakat Morella sudah
dimulai.
29
ritual adat tahunan, lebih dari itu sebagai pemersatu dan jalan menuju pengakuan
kebesaran perang Kapahaha.
Gejolak positif ini dimaknai dengan berbagai kegiatan terstruktur.
Pembentukan Forum Kajian Sejarah dan Budaya, diskusi Kepahlawanan Kapitan
Telukabessy, membangun jaringan dengan yang mereka namakan anak cucu
para pejuang Kapahaha, seperti membangun silaturrahmi dengan kerajaan Gowa,
dll, membuat teatrikal perang Kapahaha, hingga aktif membuka jaringan dengan
media elektronik untuk menjual Morella, memberikan pesan jelas bahwa benar
mereka sedang berproses.
Teriakan sumbang Morella tentang nama Kapitan Telukabessy yang
disalah tulis oleh Pemda Kota Ambon pada nama jalan menjadi Tulukabessy, atau
pataka Kodam XVI Pattimura Lawa Mena Haulala yang murni digali oleh
Nurtawainela cs (tahun 1965) dari pekik perang Telukabessy, yang kini disalah
artikan dan dicaplok seakan itu pekik Pattimura, sudah masuk dalam agenda besar
mereka. Dan ini saya baca sebagai pemaknaan mereka terhadap obor Kapitan
Telukabessy.
Sampai di sini, nampak bahwa dengan proses yang sedang dilakoni,
hanya menunggu canal, waktu yang pas dan keberpihakan pemerintah. Manakala
itu terjadi, tidak mustahil teriakan sumbang akibat isolasi diri, perasaan marginal,
lambat laun akan menjadi energy positif.
Allahu Alam bish shawab.
30
3.2.2Keistimewaan
31
Karnaval Budaya
Sebelum acara puncak Pukul Sapu berlangsung, terlebih dahulu digelar
berbagai kegiatan, seperti hadrat (rebana), karnaval budaya, pameran dan festival,
32
balap perahu, penampilan band lokal, dan bahkan penampilan artis ibukota
keturunan Maluku. Selain itu, juga ditampilkan aneka tari dari daerah tersebut,
seperti tari putri, tari mahina, tari perang, hingga pertunjukan musik yang
dibawakan oleh masyarakat dari negeri pela yang beragama Kristen.
Tari Perang
Tari Mahina
Balap Perahu
Penampilan Hadrat/Rebana
33
lidi.
Suasana
ini
akan
34
membuat
tubuh
Anda
bergidik.
Kehebatan dari tradisi pukul manyapu ini adalah bagaimana pesertanya seakan
tidak merasa kesakitan walaupun tubuh mereka mengelurkan darah akibat dari
sabetan lidi. Akan tetapi, jangan kaitkan itu dengan kekuatan mistis atau gaib,
karena para peserta sebenarnya sudah melebur dalam semangat yang telah
membenamkan rasa sakit.
35
3.3
puluh persen dari luas daerahnya merupakan lautan. Sebagian besar masyarakat
Maluku hidup sebagai nelayan. Sehingga Maluku merupakan penghasil ikan
terbesar di Indonesia.
Komoditi perikanan menjadi salah satu komoditi unggulan. Dengan
kekayaan laut itu maka muncul pasar ikan sebagai tempat jual beli ikan yang
selalu ramai setiap harinya.
Persepsi masyarakat tentang pasar ikan adalah tempat yang kotor dan bau
sehingga pembeli tidak merasa nyaman untuk berbelanja. Tanpa disadari kekayaan
laut merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki yang seharusnya dapat
dikembangkan seoptimal mungkin. Selain itu Maluku memiliki budaya leluhur
yang masih dipegang teguh dalam masyarakatnya.
Daerah maluku terkenal dengan kebudayaan pela-gandong yaitu hubungan
kekerabatan yang sangat erat pada orang maluku, sangking eratnya hubungan ini
pun kadang menyebabkan suatu masalah baru. masalah yang sejak dulu tidak
hilang dari daerah maluku, masalahnya adalah ketika seorang warga suatu
kampung atau suatu suku membuat masalah, tidak perduli entah dia benar atau
salah maka sukunya atau desanya akan langsung menyerang suku lawan tanpa
konfirmasi terlebih dahulu.
Beberapa contoh nilai-nilai budaya Maluku yang lain yaitu sasi, adalah
upaya pelestarian alam dan lingkungan, masohi adalah kerjasama kemanusiaan
36
yang menguntungkan, dan ada juga kebudayaan laut yang memiliki nilai penting
bagi masyarakat seperti kehidupan nelayan yang dapat digolongkan dalam unsur
budaya. Namun saat ini pengaruh globalisasai merupakan ancaman serius
terhadap ketahanan budaya warisan leluhur. Untuk itu perlunya pelestarian nilainilai kebudayaan ini dengan pada berbagai media agar dapat menyentuh semua
lapisan masyarakat. Pasar ikan juga dapat digunakan serbagai media pelestarian
budaya karena pada dasarnya pasar ikan tumbuh dari unsur budaya Maluku.
Selain itu terdapat juga beberapa jenis tarian seperti Katreji, Tarian ini
adalah suatu tarian pergaulan masyarakat Maluku yang biasanya digelarkan pada
acara-acara negeri / desa berkaitan dengan upacara-upacara pelantikan Raja /
Kepala Desa, atau pada acara-acara ramah tamah masyarakat negeri/desa dengan
tamu kehormatan yang hadir di negeri/desa-nya.
Dari pendekatan sejarah, tarian ini merupakan suatu AKULTURASI dari
budaya Eropa (Portugis dan Belanda) dengan budaya Maluku.Hal ini lebih
nampak pada setiap aba-aba dalam perubahan pola lantai dan gerak yang masih
menggunakan
bahasa
Portugis
dan
Belanda
sebagai
suatu
proses
BILINGUALISME.
Dalam perkembangannya tarian ini kemudian menjadi tarian rakyat yang
hampir setiap saat digelarkan pada acara-acara pesta rakyat, baik yang
dilaksanakan
pada
saat
hajatan
keluarga,
maupun
negeri/desa,
yang
3.4
masyarakat Maluku merupakan salah satu modal dasar bagi peningkatan persatuan
37
38
3.5
wilayah,
Salamun
Yunus
Yusran,
mengajak
generasi
muda
untuk
terus
digulirkan
tanpa
pernah
masyarakat,tegasnya (HIR)
39
berhenti
ke
tengah-tengah
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kebudayaan Masyarakat Pesisir adalah kompleks keseluruhan dari
pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat & semua
kemampuan kebiasaan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota
masyarakat pada wilayah pesisir. Kemudian kebiasaan-kebiasaan atau tradisi
40
yang ada pada masyarakat pesisir sangat melekat pada alam dan sumberdaya
alam yang tersedia di wilayah tersebut.
4.2 Saran
Memang, sikap individu yang hidup dalam banyak masyarakat itu
terutama mengingat keperluan diri sendiri; dengan demikian ia sedapat
mungkin akan mencoba menghindari adat atau menghindari aturan apabila
adat istiadat itu tidak cocok dengan keperluan pribadinya. Ini terpaksa kita
akui, dan dapat kita lihat juga tiap sekitar diri kita sendiri, dalam kehidupan
masyarakat kita sendiri. Di seluruh dunia tidak ada suatu masyarakat yang
semua warga negaranya seratus persen taat terhadap adat untuk selamanya.
Perlunya kesadaran akan pentingnya peranan budaya local kita ini
dalam memperkokoh ketahanan Budaya Bangsa. Agar budaya kita tetap
terjaga dan tidak diambil oleh bangsa lain
REFERENSI
Bakker. 1990. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Claessen. Antropologi Politik Suatu Orientasi. Terjemahan R.G. Soekadijo.
Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Haviland, William. Antropologi. Terjemahan R.G. Soekadijo. Jakarta: Erlangga.
Raga Maran, Rafael. 2007. Manusia&Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Maluku_Tengah#Nilai_Budaya
41
http://mixcustom.blogspot.com/2011/02/kebudayaan-maluku.html
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbambon/2013/08/22/ambon-maniselakon-kebudayaan-orang-maluku/
http://arvyndilawijaya.wordpress.com/2013/03/19/kebudayaan-maluku-2/
http://palingindonesia.com/tradisi-pukul-manyapu-desa-morella-dan-desamamala-maluku/
http://id.shvoong.com/travel/destination/2156622-atraksi-bambu-gila-budayaindonesia/#ixzz2luYOkz7a
http://www.seputarsulut.com/tari-lenso/
http://davefeodora.blogspot.com/2011/05/tradisi-abdau-tulehu-maluku.html
http://pisses-blogku.blogspot.com/2010/11/kebudayaan-serta-tradisimasyarakat.html
http://www.indonesia.go.id/in/provinsi-maluku/sosial-budaya/10697-tari-katreji
http://wirawandwilazuardy.blogspot.com/2010/11/maluku.html
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1092/pakaian-adat-maluku
http://mixcustom.blogspot.com/2011/02/kebudayaanmaluku.html#ixzz2mKaLZoZO
http://www.ambonekspres.com/index.php?
option=com_k2&view=item&id=1603:lestarikan-budaya-maluku&Itemid=636
http://sosbud.kompasiana.com/2012/08/29/pukul-sapu-pukul-sampe-badarah482841.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pukul_Manyapu
http://tifatomasiwa.blogspot.com/2011/09/di-balik-pukul-sapu-lidi-morella.html
http://m.wisatamelayu.com/id/tour/859-Upacara-Adat-Pukul-Sapu/navgeo
42
http://video.kompas.com/read/2013/10/14/751/explore.indonesia.eps.maluku.bagi
an.5
http://www.referensimakalah.com/2012/11/pengertian-budaya-dankebudayaan.html
43