Anda di halaman 1dari 43

KEBUDAYAAN MALUKU

Disusun Oleh :
1. Gilang Serranta
2. Anggrino Gilang
3. Winda Choirunnisa
4. Nur Sari Tilawatil
5. Aldella Rahmaningtyas
6. Sri Wahyuningtias
7. Defriliyani Herdiyanti
8. Moh. Asyari IPA
9. Fany Alifa Nuraini
10. Febriana

(201310040311251)
(201310040311276)
(201310040311287)
(201310040311288)
(201310040311289)
(201310040311292)
(201310040311304)
(201310040311
(201310040311
(201310040311

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
NOVEMBER 2013

KATA PENGANTAR
1

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami persembahkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini merupakan hasil penjabaran dan pengembangan informasi tentang
evolusi dan difusi budaya dari sumber-sumber yang kami peroleh. Dalam tugas
makalah ini, kami membahas tentang Kebudayaan Maluku dengan maksud
mengajak teman-teman mahasiswa lain bertukar informasi dan berdiskusi tentang
Kebudayaan Maluku. Sehingga dari diskusi itu bisa diperoleh banyak manfaat.
Kami sebagai tim penyusun, menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Maka kritik dan saran konstruktif sangat kami harapkan.
Hal ini demi kemajuan kearah yang lebih baik.
Kepada Ibu Luluk Dwi K, S.Sos, Msi, selaku dosen pembimbing
Antropologi dan juga teman-teman mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amien.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Malang, 2 November 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul...........................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1 Pengertian Budaya.....................................................................................
2.2 Pengenalan Daerah Maluku.....................................................................9
2.3 Rumah Adat Maluku..................................................................................
2.4 Tarian Adat Maluku...................................................................................
2.5 Alat Musik Maluku....................................................................................
2.6 Pakaian Adat Maluku.................................................................................
2.7 Senjata Daerah Maluku.............................................................................
2.8 Upacara Adat Pukul Menyapu...................................................................
2.9 Tradisi Abdau.............................................................................................
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................16
3.1 Sejarah Upacara Adat Pukul Sapu..........................................................16
3.2 Proses Upacara Adat Pukul Sapu............................................................17
3.3 Kebudayaan Maluku Secara Keseluruhan..................................................
3.4 Nilai Budaya Masyarakat Maluku .............................................................
3.5 Lestarikan Budaya Maluku.....................................................................20
BAB IV PENUTUP...............................................................................................24
4.1 Kesimpulan......................................................................................................24
4.2 Saran.................................................................................................................24
Daftar Pustaka........................................................................................................41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antropologi budaya adalah

cabang antropologi yang

berfokus

pada

penelitian variasi kebudayaan di antara kelompok manusia. Antropologi budaya


mengumpulkan data mengenai dampak proses ekonomi dan politik global
terhadap realitas budaya lokal. Para antropolog budaya menggunakan berbagai
metode,

diantaranya

pengamatan

partisipatif

(participant

observation) ,wawancara dan survai. Penelitian antropologi budaya sering


dikategorikan sebagai penelitian lapangan karena seorang antropolog harus
menetap dalam kurun waktu yang cukup lama di lokasi penelitiannya.
Indonesia adalah Negara kepulauan,berbicara masalah budaya ,Indonesia
mempunyai berbagai macam suku ras ,adat, dan budaya serta alam lainnya.
Indonesia juga kaya akan budaya. Namun seiring dengan perkembangan jaman
era globalisasi. Kebudayaan Indonesia mulai luntur. Hal ini dikarenakan semakin
berkembangnya teknologi .Dengan demikian pola pikir Indonesia menjadi
terpengaruh kehidupan barat atau pola budaya Barat, sehingga mereka melupakan
kebudayaannya

sendiri.Sebagai

usaha

untuk

menindak

lanjuti

masalah

tersebut,pemerintah seharusnya membekali masyarakat dengan Ilmu pengetahuan


Budaya,agar manusia dapat menjadi manusia yang berbudaya dan agar tidak
melupakan budayannya sendiri.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apa itu budaya?
1.2.2 Apa saja kebudayaan di daerah Maluku?
1.2.3 Bagaimana proses Upacara Adat Pukul Sapu di Maluku?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui apa itu tentang budaya.
1.3.2 Untuk mengetahui apa saja kebudayaan yang terdapat di daerah
Maluku.
1.3.3 Untuk mengetahui Upacara Adat Pukul Sapu
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
4

Untuk membantu mahasiswa mengetahui lebih dalam tentang


Kebudayaan Maluku terutama Upacara Adat atau Tradisi Pukul Sapu
1.4.2 Bagi Dosen
Penulisan makalah ini dapat dijadikan tolak ukur pemahaman
mahasiswa terhadap bahasan mengenai kebudayaan suatu daerah seperti
Kebudayaan Maluku

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Budaya

Definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip


Budiono K, menegaskan bahwa, menurut antropologi, kebudayaan adalah
seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia
dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.
Pengertian tersebut berarti pewarisan budaya-budaya leluhur melalui proses
pendidikan.

Pengertian kebudayaan mengispirasi penulis untuk menyimpulkan bahwa;


akal adalah sumber budaya, apapun yang menjadi sumber pikiran, masuk dalam
lingkup kebudayaan. Karena setiap manusia berakal, maka budaya identik
dengan manusia dan sekaligus membedakannya dengan makhluk hidup lain.
Dengan akal manusia mampu berfikir, yaitu kerja organ sistem syaraf manusia
yang berpusat di otak, guna memperoleh ide atau gagasan tentang sesuatu. Dari
akal itulah muncul nilai-nilai budaya yang membawa manusia kepada ketinggian
peradaban.
Dengan demikian, budaya dan kebudayaan telah ada sejak manusia
berpikir, berkreasi dan berkarya sekaligus menunjukkan bagaimana pola berpikir
dan interpretasi manusia terhadap lingkungannya. Dalam kebudayaaan terdapat
nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat dan hal itu memaksa manusia
berperilaku sesuai budayanya. Antara kebudayaan satu dengan yang lain terdapat
perbedaan dalam menentukan nilai-nilai hidup sebagai tradisi atau adat istiadat
yang dihormati. Adat istiadat yang berbeda tersebut, antara satu dengan lainnya
tidak bisa dikatakan benar atau salah, karena penilaiannya selalu terikat pada
kebudayaan tertentu.
Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, begitu
pula sebaliknya. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan,
dan kebudayaan akan terus berkembang melalui kepribadian tersebut. Sebuah
masyarakat yang maju, kekuatan penggeraknya adalah individu-individu yang ada
di dalamnya. Tingginya sebuah kebudayaan masyarakat dapat dilihat dari kualitas,
karakter dan kemampuan individunya.
Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berkaitan. Manusia
dengan kemampuan akalnya membentuk budaya, dan budaya dengan nilainilainya menjadi landasan moral dalam kehidupan manusia. Seseorang yang
berperilaku sesuai nilai-nilai budaya, khususnya nilai etika dan moral, akan
disebut sebagai manusia yang berbudaya. Selanjutnya, perkembangan diri
manusia juga tidak dapat lepas dari nilainilai budaya yang berlaku.

Kebudayaan dan masyarakatnya memiliki kekuatan yang mampu


mengontrol, membentuk dan mencetak individu. Apagi manusia di samping
makhluk individu juga sekaligus makhluk sosial, maka perkembangan dan
perilaku individu sangat mungkin dipengaruhi oleh kebudayaan. Atau boleh
dikatakan, untuk membentuk karakter manusia paling tepat menggunakan
pendekatan budaya.

2.2

Pengenalan Daerah Maluku

Maluku atau yang dikenal secara internasionalm sebagai Moluccas dan


Molukken adalah provinsi tertua yang ada di Indonesia dimana lintasan sejarah
Maluku sudah dimulai sejak zaman kerajaan-kerajaan besar di Timur Tengah,
seperti kerajaan Mesir yang dipimpin Fir'aun. Bukti bahwa sejarah Maluku adalah
yang tertua di Indonesia adalah catatan tablet tanah liat yang ditemukan
di Persia, Mesopotamia dan Mesir menyebutkanadanya negeri dari timur yang
sangat kaya, merupakan tanah surga, dengan hasil alam berupa cengkeh, emas
dan mutiara, daerah itu tak lain dan tak bukan adalah tanah Maluku yang memang
merupakan

sentra

penghasil Pala,

Fuli,

Cengkeh

dan

Mutiara.

Pala dan Fuli dengan mudah didapat dari Banda Kepulauan, Cengkeh dengan
mudah

ditemui

di

negeri-negeri

di Ambon,

Pulau-Pulau

Lease

(Saparua, Haruku & Nusa laut) danNusa Ina serta Mutiara dihasilkan dalam
jumlah yang cukup besar di Kota Dobo, Kepulauan Aru.
Ibukota Maluku adalah Ambon yang bergelar atau memiliki julukan
sebagai Ambon Manise, kota Ambon berdiri dibagian selatan dari Pulau
Ambonyaitu di jazirah Leitimur. Ada wacana bahwa Kota Ambon Manise sudah
semakin padat, sumpek dan tidak lagi layak untuk menampung jumlah penduduk
yang dari tahun ke tahun meningkat tajam yang merupakan ibukota Provinsi akan
menjadi kota biasa karena ibukota direncanakan pindah ke negeri Makariki
di Kabupaten Maluku Tengah.

Maluku terletak di Indonesia Bagian Timur. Berbatasan langsung


dengan Maluku Utara dan Papua Barat disebelah utara, Laut Maluku, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Tenggara disebelah barat, Laut Banda, Timor Leste dan
Nusa Tenggara Timur disebelah selatan serta Laut Aru dan Papua disebelah
timur.

2.3

Rumah Adat Maluku

Jika anda memasuki daerah di Maluku, salah satu hal yang segera nampak
menonjol adalah satu bangunan yang berbeda dengan rumah lain. Bangunan ini
biasanya berukuran lebih besar, dibangun dengan bahan-bahan yang lebih baik,
dan dihias dengan lebih banyak ornamen.Karena itu, bangunan tersebut
merupakan landmark Maluku.Di Maluku, disebut sebagai Baileo, secara
harafiah berarti balai.Warga Maluku menggunakan istilah baileo,karena
memang baileo digunakan sebagai balaibersama untuk membahas masalah yang
mereka hadapi dan mengupayakan pemecahannya.
Batu Pamali, sebuah batu besar tempat meletakkan sesaji di muka pintu
sebuah bangunan di Maluku merupakan tanda bahwa bangunan tersebut adalah
Balai Adat. Baileo inilah yang menjadi bangunan induk Anjungan.Sembilan tiang
di bagian depan dan belakang, serta lima tiang di sisi kiri dan kanan merupakan
lambing Siwa Lima, simbol persatuan Maluku.
Baileo sebagai bangunan induk tidak berdinding.Adapula baileo yang
lantainya di atas semen dan baileo yang lantainya rata dengan tanah.Baileo yang
paling lazim dan khas adalah yang lantainya dibangun di atas tiang.Jumlah
tiangnya melambangkan jumlah klen-klen yang ada didesa tersebut.Baileo tidak
berdinding agar roh-roh nenek moyang mereka bebas masuk keluar.Baileo dibuat
tinggi dimaksudkan agar kedudukan tempat bersemayam roh-roh nenek moyang
lebih tinggi dari tempat berdiri rakyat di desa.Selain itu rakyat akan tahu
permusyawaratan berlangsung dari luar ke dalam dan dari bawah keatas.
8

Baileo yang ada di Taman Mini Indonesia Indah adalah bentuk baileo yang
terakhir atau yang baru yang melambangkan persatuan antara dua klenbesar di
Maluku yaitu PataSiwa dan Pata Lima.Hal ini melambangkan jumlah pada tiang
baileo di bagian depan dan belakang berjumlah 9(siwa) dan samping kiri dan
kanan berjumlah 5(lima).
Siwa lima bagi masyarakat dari Maluku mempunyai arti yang mendalam
yaitu: Kita semua adalah punya dan menjadi lambing kesatuan dan persatuan
daerah Maluku.
Contoh bangunan Rumah Adat khas Maluku

2.4

Tarian Daerah Maluku

2.4.1 Tari Lenso


Tari Lenso adalah sebuah tarian tradisional yang dalam perkembangannya
telah menjadi suatu tarian tradisi yang dikreasikan dan mengkisahkan tentang tata
pergaulan muda mudi masyarakat Minahasa yang mana pada umumnya gadisgadis Minahasa dalam mencari pria yang akan menjadi pasangan hidupnya sangat
selektif dimana pria yang diidamkannya harus memiliki semangat bekerja yang
baik, berwibawa, memiliki tata kerama yang baik karena para gadis Minahasa
meyakini bahwa pilihannya itu pasti dan senantiasa dapat memenuhi harapan di
hari tua.

Dalam

garapan

Tari

Lenso

diungkapkan

bagaimana seorang pria menggunakan cara-cara yang


jitu untuk memikat gadis yang diincarnya. Namun
apapun caranya apabila kriteria serta ungkapan hati
nurani belum memenuhi sang gadis maka pria tersebut
pasti ditolaknya, demikian seterusnya sehingga gadis
ini dapat memilih mana pria yang tepat untuk
diterimanya.
Tari Lenso berkembang di Minahasa dan
dimana ada masyarakat Kawanua bermukim. Penari terdiri dari Pria dan Wanita
dengan jumlah penari wanita 3 (tiga) oranga atau lebih, Pria 3 (tiga) orang atau
lebih. Penyebarannya di Wilayah Minahasa serta wilayah lainnya dimana ada
masyarakat Kawanua bermukim.
Tarian Lenso adalah tarian muda-mudi dari daerah Minahasa (sulut) dan
daerah Maluku,Tarian Lenso ini biasanya dibawakan secara ramai-ramai atau
berkelompok apabila ada pesta.Baik pesta Pernikahan, Panen Cengkeh, Tahun
Baru dan kegiatan-kegiatan lainnya.Tarian ini juga sekaligus ajang Pencarian
jodoh bagi mereka yang masih bujang.

Musik Pengiring Tari Lenso :


1.

Tambur Minahasa

2.

Suling

3.

Musik Kolintang

4.

Tetengkoren

5.

Momongan

10

2.4.2 Tari Cakalele


Tari perang Cakalele atau disebut juga Kabasaran adalah tarian adat
setempat warga masyarakat Sulawesi Utara yang merupakan warisan asli yang
telah ada sejak jaman dahulu di wilayah ini. Tarian cakalele adalah sebuah tarian
masyarakat Maluku yang menggambarkan sebuah tarian kegembiraan melepas
dari suatu masalah dan manggmbarkan munculnya kebahasiaan baru yang muncul
dari kebersamaan yang tercipta dari masyarakat Maluku. Tarian ini merupakan
tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata; Wasal, yang
berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar supaya sang ayam menjadi
lebih garang dalam bertarung.
Dengan tarian yang diiringi dari dengan music lebih menambah suka cita
dan semangat kegembiraan.tarian cakalele ini di adakan tidak menentu kapan
waktunya. Tarian itu bisa kapanpun di adakan itu tergantung dari yang mau
adakan acara tersebut. Contohnya tarian itu diadakan pas ada acara pernikahandi
selah selah acara pernikahan tersebut bisa di selipkan tarian tersebut.
Dalam tarian Cakalele ini, para penari melakukan tarian yang diiringi
dengan music tifa, suling, music beduk (tambur) dan kerang besar (bia) yang
ditiup. Tari Cakalele disebut juga dengan tari kebesaran, karena digunakan untuk
penyambutan para tamu agung seperti tokoh agama dan pejabat pemerintah yang
berkunjung ke bumi Maluku.
Keistimewaan tari Cakalele ini terletak pada tiga fungsi simbolnya, yaitu:
a. Warna merah pada kostum penari laki-laki, menyimbolkan rasa heroism
terhadap bumi Maluku, serta keberanian dan patriotisme orang Maluku
ketika menghadapi perang.
b. Pedang pada tangan kanan para penari laki-laki menyimbolkan harga diri
masyarakat Maluku yang harus dipertahankan hingga titik darah
penghabisan.

11

c. Tameng (salawaku) dan teriakan lantang menggelegar pada selingan tarian


menyimbolkan gerakan protes terhadap system pemerintahan yang
dianggap tidak memihak kepada masyarakat

2.4.3 Tari Bambu Gila


Tarian Bambu Gila yang sangat dikenal oleh masyarakat Maluku maupun
masyarakat daerah lain dimana acara tradisi Bambu Gila sudah diketahui adalah
berasal dari Maluku, namun masih banyak masyarakat daerah lain yang tidak
mengetahui seperti apa acara yang disebut bambu gila, tradisi bambu gila ini di
lakukan dengan mengunakan sebuah bambu yang di pegang oleh beberapa orang
dalam keadaan setengah meluk bambu lalu bambu tersebut di beri mantra atau
bacaan oleh ketua adat daerah tersebut latu atraksi tradisi ini dapat berjalan.
Atraksi Bambu Gila (disebut juga Buluh Gila atau Bara Suwen) sekilas
tampak sederhana. Ada sebilah bambu dengan panjang 2,5 m dan diameter 8 cm
yang mendadak jadi lawan tangguh bagi tujuh lelaki dewasa. Namun kesan
kesederhanaan itu hilang ketika mengetahui batang bambu itu seketika jadi liar,
berat, dan sukar dikendalikan setelah dirapalkan mantra oleh seorang pawang.
Pertama-tama sang pawang akan membakar kemenyan di atas tempurung
kelapa. Dia kemudian mengembuskan asap kemenyan melalui buluh bambu yang
dipercaya akan memanggil para arwah leluhur. Kehadiran para arwah itulah yang
memberi kekuatan mistis bagi batang bambu yang digunakan dalam permainan.

12

Tak heran jika bambu yang dipakai dalam permainan ini bukan bambu
sembarangan. Sang pawang harus meminta restu dari penunggu hutan
sebelum menggunakannya. Dalam sebuah ritual adat, bilah bambu dipotong,
dibersihkan, dicuci dengan minyak kelapa, lalu dihiasi dengan kain setiap
ujungnya. Pada pertunjukan berskala kecil, biasanya sang pawang akan
mengunyah jahe yang terpotong tujuh, kemudian menyemburkannya ke batang
bambu.
Kemudian sang pawang akan merapalkan mantra dalam bahasa Tana,
salah satu bahasa tradisional setempat. Berulang-ulang mantra diucapkan, aura
mistis kian terasa dan memuncak ketika sang pawang berseru kencang: Gila! Gila!
Gila!
Atraksi pun dimulai. Musik mengalun kencang dan tujuh pria dewasa ikut
terayun-ayun, terguncang-guncang, meliuk-liuk oleh bambu yang mereka peluk
erat. Sekuat tenaga ketujuh lelaki itu mengerahkan segala kemampuan mereka.
Namun bambu itu justru kian berat dan liar apalagi saat irama musik
dipercepat serta tifa (alat musik khas Maluku) ditabuh. Atraksi ini berakhir
bilamana para pemain jatuh pingsan di arena permainan.
Saat ini Bambu Gila sudah jarang ditemui dan lebih banyak dipentaskan di
desa-desa kecil di Maluku, misalnya Desa Liang, Kecamatan Salahatu, dan Desa
Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.
Namun demikian, atraksi ini dimodifikasi menjadi sebuah tarian lincah
dengan buluh (bambu) yang didekap kedua tangan sementara kaki bergerak
lincah. Gerakan itu berlangsung dalam harmoni seakan menggambarkan persatuan
dan kesatuan serta semangat gotong royong Masohi sebuah spirit luhur
masyarakat Maluku sejak lama.

13

2.4.4 Tari Katreji


Tari Katreji adalah tarian asal Portugis dipakai untuk acara ramah
tamah. Tarian ini juga merupakan penggambaran pergaulan anak muda. Tari
Katreji dimainkan secara berpasangan antara wanita dan pria dengan gerakan
bervariasi yang enerjik dan menarik. Tari ini hampir sama dengan tari-tarian
Eropa pada umumnya karena Katreji juga merupakan suatu akulturasi dari budaya
Eropa (Portugis dan Belanda) dengan budaya Maluku

.
Hal ini lebih nampak pada setiap aba-aba dalam perubahan pola lantai dan
gerak yang masih menggunakan bahasa Portugis dan Belanda sebagai suatu
proses biligualisme. Tarian ini diiringi alat musik biola, suling bambu, ukulele,
karakas, guitar, tifa dan bas gitar, dengan pola rithm musik barat (Eropa) yang
lebih menonjol.

14

Tarian ini masih tetap hidup dan digemari oleh masyarakat Maluku sampai
sekarang. Tarian ini biasanya dibawakan saat pembukaan pesta seperti kawinan,
perayaan hari-hari besar Maluku atau perayaan/upacara adat.

2.4.5 Tari Saureka reka


Tari sau reka- reka atau disebut juga tari gaba-gaba. Menggunakan gabagaba yang berjumlah 4 buah yang dipukul sebagai alunan musik dalam tari ini,
mulai dari tempo yang lambat sampai cepat.

Tarian ini adalah tarian penyambutan para tamu kehormatan pada acaraacara Negeri / Desa di Maluku Tengah.

15

Pada umumnya menggambarkan suasana hati yang gembira dari seluruh


masyarakat terhadap kedatangan tamu kehormatan di Negeri/Desa-nya, dan
menjadi ungkapan Selamat Datang.
Kombinasi pola lantai dan gerak serta rithem musik lebih memperkuat
ungkapan betapa seluruh masyarakat Negeri/Desa setempat merasa sangat senang
dengan hadirnya tamu kehormatan di Negeri/Desa mereka.
Tarian ini menggunakan properti gaba-gaba (bagian tangkai dari pohon
sagu/rumbia sebagai makanan khas rakyat Maluku, dan dalam dialek Maluku
disebut jaga sagu)

2.4.6 Tari Dansa Tali


Tari dansa tali merupakan tarian dansa yang menggunakan tali. Tarian
tersebut merupakan peninggalan seni budaya dari penjajah bangsa Portugis.

2.5

Alat Musik Maluku

2.5.1 Tifa

16

Tifa adalah alat musik yang berasal dari Maluku, Tifa mirip seperti
gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang
dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan
biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk
menghasilkan suara yang bagus dan indah. bentuknyapun biasanya dibuat dengan
ukiran. tiap suku di Maluku dan papuamemiliki tifa dengan ciri khas nya masingmasing.Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional. Ini biasanya
digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acaraacara penting lainnya.

2.5.2 Idiokordo
Idiokardo adalah alat musik yang seperti
siter berdawai tiga dengan cara di petik. Alat
musik ini disebut juga Tatabuhan.

2.5.3

Gong

Gong merupakan sebuah alat musik pukul


yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia
Timur. Gong ini digunakan untuk alat
musik tradisional. Saat ini tidak banyak
lagi perajin gong seperti ini. Gong yang
telah ditempa belum dapat ditentukan
nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah
dibilas dan dibersihkan.
Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan
perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga Kkwaenggwari.
Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan
dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah
stik pendek. Cara memegang kkwaenggwarimenggunakan lima jari ini ternyata
17

memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk
meredam getaran gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.

2.5.4 Arababu
Arababu adalah alat musik jenis rebab yang terbuat dari
bambu, wadah gemanya terbuat dari kayu atau tempurung

2.5.5 Korno
Korno adalah alat musik yang dibuat dari
siput yang dinamakan Fuk-fuk. Alat musik
ini dimainkan dengan cara ditiup.

2.6

Pakaian Adat Maluku


Sebagian besar pakaian adat hanya digunakan pada acara-acara tertentu

seperti pernikahan, upacara adat dan lain-lain. Di daerah Maluku pakaian adat

18

disebut Pakaian baju Cale atau kain Selele. Pakaian adat ini biasa digunakan
sebagai pelatikan raja, cuci negeri, pesta negeri, acara panas pela dan lain-lain.
Ciri-ciri dari baju Cele ini terlihat dari motif garis-garis yang geometris/berkotakkotak kecil. Baju cele ini biasanya dikombinasikan dengan kain sarung yang
warnanya tidak terlalu jauh berbeda, harus seimbang dan serasi dan di kombinasi
dengan kain yang pelekat yang disalele yaitu disarung dari luar dilapisi sampai
batas lutut dan dipakai Lenso (sapu tangan yang diletakan di pundak). Pakaian ini
dipakai tanpa pengalas kaki atau boleh juga pakai selop. Konde/sanggul yaitu
konde bulan yang diperkuat lagi dengan tusukan konde yang disebut haspel yang
terbuat dari emas atau perak. Selain itu ada juga Baju Nona Rok
Kebaya putih tangan panjang berlengan kancing dari jenis kain Brokar
halus.
Pengikat pinggang terbuat dari perak yang disebut pending. Pada bagian bawah
mungkin sedikit modern yakni memakai Sepatu vantovel berwarna hitam dan
berkaos kaki putih. Selain itu pada pakaian perempuan mengenakan Rok yang
dibuat/dijahit lipit kecil sekali dari jenis kain motif kembang kecil-kecil warna
merah atau orange. Seperti halnya orang Jawa Pada, pada bagain atas perempuan
menggunakan konde yang dibuat dari rambut asli atau konde palsu yang siap
dipakai yaitu konde Bulan. Selain itu ada juga bagian-bagain perlengkapan konde
sebagai berikut:
1.

Tusuk konde disebut Haspel yang dibuat dari emas atau perak.

2.

Kak kuping 4 buah ditusuk pada lingkaran konde bentuknya seperti


kembang terbuat dari perak atau emas.

3.

Sisir Konde diletakan pada bagian tengah dari konde tersebut dibuat juga
dari emas atau perak.

4.

Bunga Ron dilingkar pada konde tersebut dibuat dari bahan gabus atau
Papeceda.

19

Sebagain besar pakaian adat hanya membuat bagian luarnya saja. Di


Maluku tidak hanya membuat pakain luar, namun ada juga yang menjadi ciri khas
pakaian Maluku yaitu memperhatikan pakaian dalam juga. Berikut bagian-bagian
pakaian dalam seperti Cole, yaitu baju dalam atau disebut kutang yang
dipakai/digunakan sebelum memakai kebaya. Ada Cole berlengan panjang tapi
ada juga Cole berlengan pendek dan pada bagian atasnya diberi renda border. Cole
sendiri terbuat dari kain putih, sedangkan bagian belakang dari Cole tersebut
disebut belakang cole dibordir bagian belakang. Sedangkain pada bagian depan,
Cole memakai kancing dan pada bagian ujung lengan diberi renda bordir. Selain
itu pada golongan menengah atau orang-orang terpelajar dan keluarga goolongan
pemerintahan seperti guru, pendeta. Pakaian ini disebut pakaian Nona Rok.
Pakaian ini dipakai pada acara-acara penting yaitu pesta perkawianan acara
kenegaraan dan lain-lain.
Masih banyak bagian-bagian juga bahan yang digunakan pada pakaian
adat Maluku tersebut. Untuk lebih spesifinya berikut bagian-bagian dan bahan
yang digunakan pada pakaian adat Maluku, baik yang dipakai oleh pria atau
perempuan.
Baniang Putih & Kebaya Dansa

Baniang Putih

Baniang putih bentuknya seperti kemeja tapi lehernya bundar dan diberi kancing
putih.
Baniang putih dipakai dibagian dalam pakaian lelaki yaitu kebaya dansa.

Kebaya Dansa

Kebaya dansa bentuknya seperti kemeja leher bundar tidak memakai


kancing.Jenis kain boleh polos tapi boleh juga jenis kembang kecil.Pakaian ini
dipakai pada waktu pesta rakyat oleh lelaki, sedang wanita memakai pakaian rok.

20

Kebaya Putih Tangan Panjang dan Kain Silungkang & Kebaya Hitam
Gereja

Kebaya Putih Tangan Panjang dan Kain Silungkang

1.

Kebaya putih tangan panjang; kebaya ini terbuat dari kain brokar warna
putih dan memakai kancing pada tangan kebaya dan kebaya pakai kancing
peniti emas.

2.

Cole: yaitu baju dalam yang lebih dikenal dengan istilah kutang. Cole ini
berelengan sampai ke sikut dan pada bagian atasnya diberi renda. Cole ini
dibuat dari kain putih sedangkan bagian belakang yang dikenal dengan istilah
belakang Cole itu juga dibordir. Bagian depan Cole juga memakai
kancing.Kain yang dipakai adalah kain silungkang berwarna merah dengan
motif kembang berwarna emas.

3.

Cenela adalah berupa slop yang dipakai dengan kaos kaki putih. Cenela
dihiasi dengan motif kembang berwarna emas.

4.

Konde/sanggul: yaitu konde bulan yang diperkuat dengan tusuk konde


yang disebut karkupeng. Pakaian ini dipakai pada masa lalu oleh wanitawanita, keluarga raja, keluarga guru, dan keluarga pendeta

Kebaya Hitam Gereja


1.

Kebaya ini bermotif baju cele, berlengan panjang dari kain brokar hitam,
juga kain sarung dari jenis brokar yang sama. Pakaian ini dipakai boleh
memakai kain pikul boleh juga tidak.

2.

Cenela hitam dipakai dengan kaos kaki putih.

21

3.

Sapu tangan/lenso berwarna putih dan berenda.

4.

Konde/sanggul yaitu konde bulan yang diperkuat dengan tusuk konde


yang disebut haspel yang terbuat dari emas atau perak.

2.7

Senjata Daerah Maluku


Maluku mempunyai senjata tradisional yang terkenal yaitu Parang

Salawaku.Parang Salawaku sudah merupakan satu paket senjata tradisonal


Maluku. Senjata ini terdiri dari parang dan perisai.Parang berarti pisau besar,
biasanya memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari pisau, namun lebih pendek
jika dibandingkan dengan pedang.Sawalaku sendiri memiliki arti perisai.
Parang Sawalaku sering dipergunakan oleh penduduk asli Maluku dalam
berperang melawan musuh contohnya saat Kapitan Patimura dan rakyatnya
perang melawan tentara Belanda.Pada masa sekarang Parang Salawaku biasanya
dipergunakan untuk melengkapi pakaian penari dan atau untuk upacara
perkawinan.
Parang biasanya terbuat dari bahan besi yang keras berukuran 90 sampai
dengan 100 cm, ukuran ini disesuaikan dengan tinggi badan si pemilik. Jadi
sangat beragam ukurannya. Parang ini juga memiliki kepala yang terbuat dari
kayu keras, seperti kayu besi.

22

Salawaku terbuat dari kayu yang dilapisi oleh pernak-pernik khusus yang
diberi motif untuk menghiasinya. Tidak sembarang motif yang dipergunakan dan
biasanya motif yang berlambangkan keberanian. Simbol keberanian inimembuat
penggunanya memiliki keberanian yang sama dalam berperang melawan musuh.
Motif-motif indah yang menghiasi Salawaku ini terbuat dari kulit kerang laut.
Proses yang terpenting dalam pembuatannya adalah ketika senjata ini
dimantrai oleh Kapitan atau panglima perang. Dengan mantra ini, konon membuat
Parang Salawaku tidak dapat tembus oleh peluru, karenanya para prajurit Kapitan
Patimura berani maju melawan penjajah Belanda untuk melakukan perlawanan.

2.8

Upacara Adat Pukul Manyapu (Sapu Lidi)

Ketika atraksi dimulai, kedua kelompok akan saling berhadapan dengan


memegang sapu lidi di kedua tangan. Ketika suara suling mulai ditiup sebagai
aba-aba pertandingan dimulai kemudian kedua kelompok ini secara bergantian
saling pukul menggunakan sapu lidi. Dimulai dengan kelompok bercelana merah
memukul kelompok bercelana hijau atau sebaliknya. Ketika dimulai maka suara
cambukan lidi di badan peserta akan terdengar dan darah pun keluar akibat
sabetan

lidi.

Suasana

ini

akan

membuat

tubuh

Anda

bergidik.

Kehebatan dari tradisi pukul manyapu ini adalah bagaimana pesertanya seakan
tidak merasa kesakitan walaupun tubuh mereka mengelurkan darah akibat dari
sabetan lidi. Akan tetapi, jangan kaitkan itu dengan kekuatan mistis atau gaib,
23

karena para peserta sebenarnya sudah melebur dalam semangat yang telah
membenamkan rasa sakit.
Ketika pertempuran selesai, pemuda kedua desa tersebut mengobati
lukanya dengan menggunakan getah pohon jarak. Ada juga yang mengoleskan
minyak nyualaing matetu (minyak tasala) dimana mujarab untuk mengobati patah
tulang dan luka memar.

2.9

Tradisi Abdau
Tradisi abdau adalah bagian dari parade budaya lokal di Negeri Tulehu,

yang terletak di sebelah timur kota Ambon atau sekitar 25 kilometer dari Ambon.
Parade budaya ini dirayakan setiap tahun pada Hari Raya Idul Kurban. Atraksi
abdau dilakukan dengan cara, ratusan pemuda dengan sekuat tenaga
memperebutkan sebuah bendera bertuliskan huruf arab warna putih Lailaha
ilallah muhammadarrasulullah (Kami bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah). Bendera hijau berenda benang kuning emas itu
diikatkan ke tongkat bambu sepanjang 2 meter. Warna hijau melambangkan
kesuburan, warna kuning emas melambangkan kemakmuran.
Nuansa kekerasan sangat kental dalam ritual ini. Ratusan pemuda, tua dan
muda berdesak-desakan, ada yang melompat dari atas pagar atau atap rumah
supaya bisa berada di atas kerumunan dan berjalan di atas tubuh-tubuh yang
sedang berebut bendera. Tak jarang, mereka yang berdiri di atas tubuh teman24

temannya jatuh ke tanah dan terinjak kerumunan yang sedang bersemangat tinggi.
Rebutan bendera ini dilakukan sambil mengelilingi negeri hingga berakhir di
Masjid Raya Negeri Tulehu. Selain atraksi abdau, sejumlah atraksi lain juga
dipertontonkan seperti dabus, ilmu alfitrah, tarian sawat, tarian maateru atau
cakalele dan sejumlah atraksi budaya lainnya.
Sebagian pemuka adat dan agama di Tulehu mengatakan, tradisi abdau
berasal dari kata abada yang artinya ibadah. Secara harfiah, abdau merupakan
sebuah pengabdian seorang hamba kepada Sang Pencipta. Asal usul tradisi Abdau
diperkirakan dimulai sekitar tahun 1500 Masehi, seabad setelah masuknya Islam
ke Tanah Hitu atau Jazirah Leihitu.
Abdau diselenggarakan secara rutin setiap Hari Raya Idul Adha karena dua
alasan. Pertama, abdau merupakan refleksi nilai sejarah yang terinspirasi dari
sikap pemuda Ansar yang dengan gagah dan gembira menyambut hijrah
Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Peristwa itulah yang mengawali penyebaran
Islam ke seluruh penjuru dunia.
Alasan kedua, abdau merupakan refeksi dari masyarakat Tulehu tempo
dulu yang hidup berkelompok di hena-hena (kampung-kampung kecil) di antara
Gunung Salahutu hingga bukit Huwe, yang belum mengenal agama samawi.
Mereka menyambut para ulama yang membawa ajaran agama Islam dengan rasa
syukur, ikhlas, dan gembira. Masuknya Islam ke Tanah Hitu, khususnya Uli
Solemata di bagian timur Salahutu adalah sebuah proses perubahan peradaban
manusia menjadi lebih baik.

25

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Sejarah Upacara Adat Pukul Sapu


Pada awalnya di tahun 1646, terdapat tiga tokoh Negeri Mamala, yakni

Kepala Pemerintahan Latuuleo, Kepala Agama Imam Tuni dan Kepala Tukang
Patih Tiang Besi sedang berunding untuk membangun mesjid di negeri tersebut.
Permasalahan utamanya saat itu adalah salah satu tiang mesjid patah dan harus
segera disambung, tetapi syaratnya tidak boleh menggunakan pen (semacam
pasak). Latuuleo lalu meminta Imam Tuni untuk bermunajat memohon petunjuk
kepada Sang Khalik. Petunjuk yang diterima oleh Imam Tuni adalah mengoleskan
minyak kelapa pada tiang kayu yang ingin disambung dan dibungkus kain putih.
Petunjuk tersebut dilaporkan kepada Latuuleo dan dilaksanakan. Ternyata
memang benar, tiang mesjid dapat tersambung tanpa menggunakan pen. Sesuai
petunjuk pula, minyak yang disebut Minyak Tasala ini juga dapat dipakai
mengobati keseleo, bengkak dan luka ringan lainnya. Maka dicobalah minyak
tersebut, dengan cara saling memukul menggunakan sapu lidi antara dua orang
lalu dioles dengan minyak tasala. Ternyata luka berdarah-darah yang timbul
karena pukulan sapu lidi sembuh dalam waktu singkat. Sebagai rasa syukur maka

26

para leluhur di Negeri Mamala sepakat ritual pukul sapu dilakukan untuk
mengenang peristiwa di luar logika tersebut, tepatnya pada setiap tanggal 7
Syawal.
Sementara itu, disaat perang Kapahaha yang berlangsung dari tahun 1637
hingga 1646 yaitu usaha mempertahankan benteng terakhir Kapahaha (bukit terjal
yang terdapat di hutan Negeri Morella) yang jatuh ke tangan penjajah Belanda.
Para pejuang yang sempat tertangkap dalam penyerbuan itu disiksa sebagai
tawanan di Teluk Sawatelu selama tiga bulan. Kapitan Telukabessy sendiri
berhasil lolos, namun akhirnya ia menyerahkan diri kemudian digantung dan
jasadnya dibuang di pantai Namalatu. Sepeninggal Telukabessy, tawanan
Kapahaha dibebaskan Belanda pada tanggal 27 Nopember 1664 yang bertepatan
dengan bulan Ramadhan. Menurut Kapata (nyanyian/lagu) Negeri Morella,
dengan berakhirnya usaha mempertahankan benteng Kapahaha, secara spontan
terjadi aksi pukul sapu sebagai ungkapan rasa sedih. Perih di badan karena lecutan
sapu menjadi perlambang kerasnya perjuangan yang disertai dengan pengorbanan
jiwa raga. Kerasnya genggaman serta kuatnya pukulan jadi perlambang tekad kuat
untuk tetap menolak semua bentuk penjajahan dan kerjasama dengan Belanda.
Usai melakukan pukul sapu, mereka kemudian saling berpelukan sambil berikrar
untuk tetap saling mengingat dan akan bertemu kembali tiap tanggal 7 Syawal.
Tradisi Pukul Manyapu dipandang sebagai alat untuk mempererat tali
persaudaraan masyarakat di Desa Mamala dan Desa Morella. Dipertunjukan oleh
pemuda yang dibagi dalam dua kelompok dimana setiap kelompoknya berjumlah
20 orang. Kedua kelompok dengan seragam berbeda itu akan bertarung satu sama
lain. Kelompok satu menggunakan celana berwarna merah sedangkan kelompok
lainnya menggunakan celana berwarna hijau. Pesertanya juga diwajibkan
menggunakan ikat kepala untuk menutupi telinga agar terhindar dari sabetan lidi.
Alat pukul dalam tarian ini adalah sapu lidi dari pohon enau dengan panjang 1,5
meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul adalah dari dada hingga perut.

3.1.1 Memaknai
27

Mencoba mendekati PS dari perspektif postcolonialsme. Bahwa pada


masyarakat yang pernah dijajah, yang merasa tertindas dan

kemudian

memarginalkan diri, ada teriakan dan gejolak jiwa yang tak terdengar. Gejoka
ini baru bisa terdengar, terbaca, bila dilakukan pemihakan.
Gejolak itu kira-kira terbaca dari cara mereka mensikapi pukul sapu.
Pertama, cukup menyelesaikan ritual sebagaimana biasa. Seperti tahun-tahun
sebelumnya. Di sini, nampak ada penolakan terhadap unsure baru. Kedua,
kesadaran untuk membuka diri, umumnya dimulai dengan mengangkat cerita
heroic Perang Kapahaha dan Kepahlawanan Kapitan Telukabessy. Ketiga, ada
arus tengah, menyatukan sikap pertama dan kedua secara bersamaan.

3.1.2 Isolosi
Salah satu sikap masyarakat Morella menolak unsure luar adalah cerita
para tetua tentang pemilihan lokasi negeri. Saat kalah perang, semua penduduk di
negeri tua (Kapahaha, Iyal Uli, Putilessy dan Ninggareta, lokasi di pebukitan
negeri Morella) diharuskan untuk membangun kampong di pesisir pantai oleh
Belanda. Awalnya, mereka menetap di Sawatelu yang dibuktikan dengan dua
kubur Raja di Sawatelu.
Namun, kehidupan di Sawatelu tidak memberi rasa aman, karena masih
memungkinkan Belanda mengontrol, kapal Belanda masih bisa berlabuh depan
negeri. Maka dipilih lokasi baru, yang tidak memungkinkan Belanda melabuhkan
kapal. Lokasi itu, Morella sekarang.
Di masyarakat ada pemeo, Belanda itu kafir. Label kafir dalam masyarakat
tradisional muslim adalah sesuatu hal tabu. Kondisi ini masih terus terjadi walau
pemerintah sudah berganti, minimal hingga tahun 70-an. Sikap tertutup bahkan
merambah hingga memilih sekolah untuk anak mereka. Pelajar dan pemuda
Morella

memilih

bersekolah

di

madrasah,

pesantren

atau

IAIN.

Morella yang tertutup, masih kita rasakan tahun 70-an. Jumlah PNS dan yang
mengecap pendidikan umum sangat minim. Padahal dari segi ekonomi mereka
terus berkembang. Pertanian tanaman keras dan perdagangan hasil bumi tumbuh
baik. Saat bersamaan mereka justru mengirim anak ke pesantren-pesantren di
28

Makassar dan Jawa (baca; bukan sekolah umum). Sehingga negeri lain menjuluki
Morella saat itu sebagai negeri pali-pali (negeri tikar, karena banyak berkutat
dengan tahlilan dan sejenis).
Selepas generasi itu (tahun 70-an), pelajar, mahasiswa Morella baru mulai
merambah pendidikan umum. Jumlah yang berminat menjadi PNS dan bersekolah
di sekolah/PT umum makin meningkat. Era baru masyarakat Morella sudah
dimulai.

3.1.3 Forum Kajian Sejarah

Obor Kapitan Telukabessy (foto: FKSB 2011)


Sisi kedua dalam mensikapi pukul sapu dengan pandangan berbeda,
ditunjukkan oleh kelompok muda. Ide-ide segar untuk mengangkat kepahlawanan
Kapitan Telukabessy dan heroiknya perang Kapahaha menjadi icon. Umumnya
mereka adalah pelajar, mahasiswa dan pemuda yang mulai bersentuhan dengan
dunia luar, pendidikan umum atau yang tinggal di luar Morella.
Kelompok masyarakat ini mulai temukan ruh lain dari pukul sapu. Kalau
sejak awal, pukul sapu diawali oleh pembakaran obor Kapitan Telukabessy, maka
mereka memberikan pemaknaan lebih dari sekedar obor. Obor adalah semangat
memperjuangkan kepahlawanan Kapitan Telukabessy. Pukul sapu, tidak sekedar

29

ritual adat tahunan, lebih dari itu sebagai pemersatu dan jalan menuju pengakuan
kebesaran perang Kapahaha.
Gejolak positif ini dimaknai dengan berbagai kegiatan terstruktur.
Pembentukan Forum Kajian Sejarah dan Budaya, diskusi Kepahlawanan Kapitan
Telukabessy, membangun jaringan dengan yang mereka namakan anak cucu
para pejuang Kapahaha, seperti membangun silaturrahmi dengan kerajaan Gowa,
dll, membuat teatrikal perang Kapahaha, hingga aktif membuka jaringan dengan
media elektronik untuk menjual Morella, memberikan pesan jelas bahwa benar
mereka sedang berproses.
Teriakan sumbang Morella tentang nama Kapitan Telukabessy yang
disalah tulis oleh Pemda Kota Ambon pada nama jalan menjadi Tulukabessy, atau
pataka Kodam XVI Pattimura Lawa Mena Haulala yang murni digali oleh
Nurtawainela cs (tahun 1965) dari pekik perang Telukabessy, yang kini disalah
artikan dan dicaplok seakan itu pekik Pattimura, sudah masuk dalam agenda besar
mereka. Dan ini saya baca sebagai pemaknaan mereka terhadap obor Kapitan
Telukabessy.
Sampai di sini, nampak bahwa dengan proses yang sedang dilakoni,
hanya menunggu canal, waktu yang pas dan keberpihakan pemerintah. Manakala
itu terjadi, tidak mustahil teriakan sumbang akibat isolasi diri, perasaan marginal,
lambat laun akan menjadi energy positif.
Allahu Alam bish shawab.

3.2 Proses Upacara Adat Pukul Sapu


3.2.1 Selayang Pandang
Berbagai acara ditaja oleh umat Islam di Nusantara untuk memeriahkan
Hari Raya Idul Fitri setelah sebulan lamanya menunaikan ibadah puasa pada bulan
suci Ramadhan. Salah satu di antaranya adalah upacara adat Pukul Sapu yang
digelar oleh masyarakat yang bermastautin di Desa Morella dan Desa Mamala

30

yang masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku


Tengah, Provinsi Maluku. Baku Pukul Manyapu dan Pukul Manyapu adalah nama
lain bagi upacara adat ini.
Upacara adat yang tergolong ekstrem ini digelar setiap tanggal 7 Syawal
menurut perhitungan kalender Hijriah/kalender Islam, atau pada hari ke tujuh
setelah Hari Raya Idul Fitri. Biasanya, peserta upacara adalah pemuda dari dua
desa adat yang bertetangga tersebut. Namun, bila ada peserta dari daerah lain yang
ingin berpartisipasi, bisa mendaftarkan diri kepada panitia tiga hari sebelum
upacara dilaksanakan. Sekalipun Pukul Sapu adalah tradisi umat Islam Maluku,
namun upacara ini juga dihadiri dan melibatkan umat Kristen di daerah tersebut,
terutama mereka yang memiliki ikatan kekerabatan (pela) dengan masyarakat dua
desa adat ini, seperti masyarakat Desa Lateri yang memiliki ikatan kekerabatan
dengan Desa Mamala dan Desa Waai yang mempunyai hubungan kekeluargaan
dengan Desa Morella. Bahkan, terkadang upacara yang dihelat pada lebaran hari
ke tujuh ini juga diikuti oleh keturunan Maluku yang sudah menjadi warga negara
Belanda.

Peserta upacara Pukul Sapu mengelilingi kampung

3.2.2Keistimewaan

31

Ekstrem, atraktif, dan menghibur. Kira-kira demikianlah kesan para


pengunjung ketika menyaksikan upacara adat Pukul Sapu yang dihelat di daerah
yang dijuluki dengan Negeri Seribu Bukit ini. Karena, setiap peserta upacara yang
rutin dihelat saban tahun ini akan mencambuk peserta lain yang berada di
hadapannya secara bergantian dengan menggunakan lidi dari pohon enau (arenga
pinnata), yang dalam bahasa Maluku disebut dengan pohon mayang. Lidi enau
yang digunakan untuk mencambuk peserta upacara memiliki panjang 1,5 meter
dengan diameter pangkalnya mencapai 13 sentimeter.
Sekalipun upacara adat yang diwariskan secara turun-temurun ini dihelat
pada tanggal 7 Syawal, namun kesibukan sudah terlihat di dua desa adat tersebut
beberapa hari sebelum pelaksanaan upacara. Sebab, berbagai hal harus
dipersiapkan panitia untuk menunjang kelancaran dan kemeriahan upacara, seperti
podium, tenda para undangan, arena upacara, stand pameran, warung-warung
pedagang, umbul-umbul, dan lain sebagainya.

Karnaval Budaya
Sebelum acara puncak Pukul Sapu berlangsung, terlebih dahulu digelar
berbagai kegiatan, seperti hadrat (rebana), karnaval budaya, pameran dan festival,

32

balap perahu, penampilan band lokal, dan bahkan penampilan artis ibukota
keturunan Maluku. Selain itu, juga ditampilkan aneka tari dari daerah tersebut,
seperti tari putri, tari mahina, tari perang, hingga pertunjukan musik yang
dibawakan oleh masyarakat dari negeri pela yang beragama Kristen.

Tari Perang

Tari Mahina

Balap Perahu

Penampilan Hadrat/Rebana

Sementara itu, meskipun pelaksanaan upacara baru dimulai setelah shalat


Ashar, para wisatawan baik domestik maupun mancanegara telah berbondongbondong datang ke dua desa tersebut sejak pagi hari. Bahkan, ada yang tiba
di sana 1-2 hari sebelum upacara dimulai. Hal ini dimaksudkan supaya mereka
dapat menyaksikan secara langsung tahapan-tahapan persiapan upacara, seperti
melihat latihan para peserta upacara, meraut lidi enau, dan proses pembuatan
minyak Mamala yang kesohor dengan khasiatnya itu. Konon, minyak yang dibuat
pada malam 7 Syawal ini hanya boleh dilakukan oleh keturunan Imam Tuni,
tokoh agama Desa Mamala yang menjadi salah satu pendiri Masjid Al-Muttaqien.

33

Meraut Lidi Enau

Sebelum upacara dimulai, para peserta terlebih dahulu dikumpulkan di


suatu tempat untuk mendapatkan doa dari para tetua adat. Hal ini dilakukan
dengan harapan agar prosesi upacara berjalan dengan lancar dan seluruh peserta
diberi keselamatan oleh Allah SWT. Sebelum memasuki arena upacara, mereka
terlebih dahulu berlari-lari kecil mengelilingi kampung. Di Desa Mamala, upacara
Pukul Sapu diawali dengan mencambukkan lidi enau ke tubuh peserta upacara
oleh pejabat daerah setempat. Sedangkan di Desa Morella, pembukaan upacara
ditandai dengan penyulutan obor Kapitan Telukabessy oleh pejabat atau pemuka
masyarakat setempat.

3.2.3 Jalannya Atraksi


Ketika atraksi dimulai, kedua kelompok akan saling berhadapan dengan
memegang sapu lidi di kedua tangan. Ketika suara suling mulai ditiup sebagai
aba-aba pertandingan dimulai kemudian kedua kelompok ini secara bergantian
saling pukul menggunakan sapu lidi. Dimulai dengan kelompok bercelana merah
memukul kelompok bercelana hijau atau sebaliknya. Ketika dimulai maka suara
cambukan lidi di badan peserta akan terdengar dan darah pun keluar akibat
sabetan

lidi.

Suasana

ini

akan
34

membuat

tubuh

Anda

bergidik.

Kehebatan dari tradisi pukul manyapu ini adalah bagaimana pesertanya seakan
tidak merasa kesakitan walaupun tubuh mereka mengelurkan darah akibat dari
sabetan lidi. Akan tetapi, jangan kaitkan itu dengan kekuatan mistis atau gaib,
karena para peserta sebenarnya sudah melebur dalam semangat yang telah
membenamkan rasa sakit.

Ketika pertempuran selesai, pemuda kedua desa tersebut mengobati


lukanya dengan menggunakan getah pohon jarak. Ada juga yang mengoleskan
minyak nyualaing matetu (minyak tasala) dimana mujarab untuk mengobati patah
tulang dan luka memar.

35

3.2.4 Lokasi Pukul Sapu


Upacara adat Pukul Sapu dipusatkan di Stadion Hutusela Desa Morella
dan di pelataran Masjid Al-Muttaqien Desa Mamala, Kecamatan Leihitu,
Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia.

3.3

Kebudayaan Maluku secara Keseluruhan


Maluku merupakan salah satu profinsi bahari di Indonesia karena sembilan

puluh persen dari luas daerahnya merupakan lautan. Sebagian besar masyarakat
Maluku hidup sebagai nelayan. Sehingga Maluku merupakan penghasil ikan
terbesar di Indonesia.
Komoditi perikanan menjadi salah satu komoditi unggulan. Dengan
kekayaan laut itu maka muncul pasar ikan sebagai tempat jual beli ikan yang
selalu ramai setiap harinya.
Persepsi masyarakat tentang pasar ikan adalah tempat yang kotor dan bau
sehingga pembeli tidak merasa nyaman untuk berbelanja. Tanpa disadari kekayaan
laut merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki yang seharusnya dapat
dikembangkan seoptimal mungkin. Selain itu Maluku memiliki budaya leluhur
yang masih dipegang teguh dalam masyarakatnya.
Daerah maluku terkenal dengan kebudayaan pela-gandong yaitu hubungan
kekerabatan yang sangat erat pada orang maluku, sangking eratnya hubungan ini
pun kadang menyebabkan suatu masalah baru. masalah yang sejak dulu tidak
hilang dari daerah maluku, masalahnya adalah ketika seorang warga suatu
kampung atau suatu suku membuat masalah, tidak perduli entah dia benar atau
salah maka sukunya atau desanya akan langsung menyerang suku lawan tanpa
konfirmasi terlebih dahulu.
Beberapa contoh nilai-nilai budaya Maluku yang lain yaitu sasi, adalah
upaya pelestarian alam dan lingkungan, masohi adalah kerjasama kemanusiaan
36

yang menguntungkan, dan ada juga kebudayaan laut yang memiliki nilai penting
bagi masyarakat seperti kehidupan nelayan yang dapat digolongkan dalam unsur
budaya. Namun saat ini pengaruh globalisasai merupakan ancaman serius
terhadap ketahanan budaya warisan leluhur. Untuk itu perlunya pelestarian nilainilai kebudayaan ini dengan pada berbagai media agar dapat menyentuh semua
lapisan masyarakat. Pasar ikan juga dapat digunakan serbagai media pelestarian
budaya karena pada dasarnya pasar ikan tumbuh dari unsur budaya Maluku.
Selain itu terdapat juga beberapa jenis tarian seperti Katreji, Tarian ini
adalah suatu tarian pergaulan masyarakat Maluku yang biasanya digelarkan pada
acara-acara negeri / desa berkaitan dengan upacara-upacara pelantikan Raja /
Kepala Desa, atau pada acara-acara ramah tamah masyarakat negeri/desa dengan
tamu kehormatan yang hadir di negeri/desa-nya.
Dari pendekatan sejarah, tarian ini merupakan suatu AKULTURASI dari
budaya Eropa (Portugis dan Belanda) dengan budaya Maluku.Hal ini lebih
nampak pada setiap aba-aba dalam perubahan pola lantai dan gerak yang masih
menggunakan

bahasa

Portugis

dan

Belanda

sebagai

suatu

proses

BILINGUALISME.
Dalam perkembangannya tarian ini kemudian menjadi tarian rakyat yang
hampir setiap saat digelarkan pada acara-acara pesta rakyat, baik yang
dilaksanakan

pada

saat

hajatan

keluarga,

maupun

negeri/desa,

yang

menggambarkan suasana suka cita, kegembiraan seluruh masyarakat.Tarian ini


diiringi alat musik biola, suling bambu, ukulele, karakas, guitar, tifa dan bas gitar,
dengan pola rithm musik barat (Eropa) yang lebih menonjol. Tarian ini masih
tetap hidup dan digemari oleh masyarakat Maluku sampai sekarang.

3.4

Nilai Budaya Masyarakat Maluku


Nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan

masyarakat Maluku merupakan salah satu modal dasar bagi peningkatan persatuan
37

dan kesatuan termasuk menyemangati masyarakat dalam melaksanakan


pembangunan di daerah ini. Hubungan-hubungan kekerabatan adat dan budaya
harus terus didorong sehingga dapat menciptakan sinergitas yang andal bagi
upaya bersama membangun Maluku Baru di masa mendatang. Pendukung
kebudayaan di Maluku terdiri dari ratusan sub suku, yang terindikasi dari
pengguna bahasa local yang diketahui masih aktif dipergunakan sebanyak 117
dari jumlah bahasa lokal yang pernah ada kurang lebih 130 bahasa lokal.
Meskipun masyarakat di daerah ini mencerminkan karakteristik masyarakat yang
multi kultur, tetapi pada dasarnya mempunyai kesamaan-kesamaan nilai budaya
sebagai representasi kolektif. Salah satu diantaranya adalah filosofi siwalima yang
selama ini telah melembaga sebagai world view atau cara pandang masyarakat
tentang kehidupan bersama. Dalam filosofi ini, terkandung berbagai panata yang
memiliki common values dan dapat ditemukan di seluruh wilayah Maluku.
Sebutlah pranata budaya seperti Masohi, maren, swen, sasi, hawear, pelagondong dan lain sebagainya. Adapun filosofi siwalima dimaksud telah menjadi
simbol identitas daerah, karena selama ini sudah menjadi logo dari Pemerintah
Daerah Maluku. Siwalima adalah fisafat hidup yang holistic; filsafat itu pernah
ada, dan senantiasa hidup dalam peradaban masyarakat Maluku. Siwalima adalah
pendekatan yang mempunyai posisi sentral dalam suatu susunan pendekatan yang
berwatak jamak. Artinya, hanya di dalam pendekatan Siwa Lima, pendekatanpendekatan lainnya dimodulasikan dan berproses secara utuh dan dinamis untuk
merencanakan, rakyat di daerah Maluku, kemarin, hari ini dan yang akan datang.
Dalam konteks pembangunan daerah nilai-nilai budaya lokal yang masih
ada dan hidup di kalangan masyarakat, dapat dipandang sebagai modal sosial
yang perlu dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan daerah. Filsafat Hidup
Masyarakat Setempat Manggurebe maju, lawamena hau lala, artinya bersatu
membangun Maluku maju terus pantang mundur. Katong samua satu gandong
satu jantung dan satu hati, artinya kita semua sekeluarga/saudara.

38

3.5

Lestarikan Budaya Maluku


GERAKAN Pemuda Islam Indonesia (GPII) Maluku melalui ketua

wilayah,

Salamun

Yunus

Yusran,

mengajak

generasi

muda

untuk

menumbuhkembangkan serta melestarikan budaya negeri sendiri. Budaya sebagai


jati diri bangsa tidak boleh hilang dan dilupakan anak cucu di masa mendatang
sehingga budaya dari suku apa saja, harus dilestarikan.
Kekhawatiran hilang dan lenyapnya budaya di negeri ini mulai terasa dan bukan
mustahil akan terjadi. Pasalnya, generasi muda lebih cenderung menyukai dan
mencintai budaya asing dibandingkan budaya negeri sendiri.
Menjamurnya budaya asing membuat generasi muda lupa dengan budaya
sendiri. Kondisi ini bakal mengancam keberadaan budaya negeri sendiri sehingga
diperlukan langkah-langkah menghidupkan serta menumbuhkan kecintaan dalam
diri generasi muda terhadap budaya negeri sendiri termasuk lewat perlombaan
serta pembinaan lainnya,saran Salamun, belum lama ini.
Ia mengimbau generasi muda agar mencintai budaya daerah seperti busana adat,
lagu Ambon serta kebudayaan Maluku lainnya yang harus dikembangkan lagi di
tengah-tengah masyarakat luas. Kebudayaan tidak boleh hilang dan dilupakan
anak cucu di negeri ini sehingga upaya pengembangannya dan pelestariannya
harus tetap dilakukan dalam bentuk sekecil apapun,ujarnya.
Bila ada pihak yang mau menggelar festival budaya daerah lanjut Salamun, maka
hal ini akan didukung GPII karena merupakan salah satu bentuk mengenalkan
budaya kepada masyarakat Maluku. Selain itu, untuk menumbuhkembangkan dan
melestarikannya kepada generasi muda. Ini menjadi lebih penting dan berarti
apabila dikaitkan kondisi eraglobalisasi saat ini dengan kecenderungan dampak
negatif yang lebih menonjol dari positifnya. Upaya untuk melestarikan budaya
harus

terus

digulirkan

tanpa

pernah

masyarakat,tegasnya (HIR)

39

berhenti

ke

tengah-tengah

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kebudayaan Masyarakat Pesisir adalah kompleks keseluruhan dari
pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat & semua
kemampuan kebiasaan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota
masyarakat pada wilayah pesisir. Kemudian kebiasaan-kebiasaan atau tradisi

40

yang ada pada masyarakat pesisir sangat melekat pada alam dan sumberdaya
alam yang tersedia di wilayah tersebut.
4.2 Saran
Memang, sikap individu yang hidup dalam banyak masyarakat itu
terutama mengingat keperluan diri sendiri; dengan demikian ia sedapat
mungkin akan mencoba menghindari adat atau menghindari aturan apabila
adat istiadat itu tidak cocok dengan keperluan pribadinya. Ini terpaksa kita
akui, dan dapat kita lihat juga tiap sekitar diri kita sendiri, dalam kehidupan
masyarakat kita sendiri. Di seluruh dunia tidak ada suatu masyarakat yang
semua warga negaranya seratus persen taat terhadap adat untuk selamanya.
Perlunya kesadaran akan pentingnya peranan budaya local kita ini
dalam memperkokoh ketahanan Budaya Bangsa. Agar budaya kita tetap
terjaga dan tidak diambil oleh bangsa lain

REFERENSI
Bakker. 1990. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Claessen. Antropologi Politik Suatu Orientasi. Terjemahan R.G. Soekadijo.
Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Haviland, William. Antropologi. Terjemahan R.G. Soekadijo. Jakarta: Erlangga.
Raga Maran, Rafael. 2007. Manusia&Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Maluku_Tengah#Nilai_Budaya

41

http://mixcustom.blogspot.com/2011/02/kebudayaan-maluku.html
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbambon/2013/08/22/ambon-maniselakon-kebudayaan-orang-maluku/
http://arvyndilawijaya.wordpress.com/2013/03/19/kebudayaan-maluku-2/
http://palingindonesia.com/tradisi-pukul-manyapu-desa-morella-dan-desamamala-maluku/
http://id.shvoong.com/travel/destination/2156622-atraksi-bambu-gila-budayaindonesia/#ixzz2luYOkz7a
http://www.seputarsulut.com/tari-lenso/
http://davefeodora.blogspot.com/2011/05/tradisi-abdau-tulehu-maluku.html
http://pisses-blogku.blogspot.com/2010/11/kebudayaan-serta-tradisimasyarakat.html
http://www.indonesia.go.id/in/provinsi-maluku/sosial-budaya/10697-tari-katreji
http://wirawandwilazuardy.blogspot.com/2010/11/maluku.html
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1092/pakaian-adat-maluku
http://mixcustom.blogspot.com/2011/02/kebudayaanmaluku.html#ixzz2mKaLZoZO
http://www.ambonekspres.com/index.php?
option=com_k2&view=item&id=1603:lestarikan-budaya-maluku&Itemid=636
http://sosbud.kompasiana.com/2012/08/29/pukul-sapu-pukul-sampe-badarah482841.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pukul_Manyapu
http://tifatomasiwa.blogspot.com/2011/09/di-balik-pukul-sapu-lidi-morella.html
http://m.wisatamelayu.com/id/tour/859-Upacara-Adat-Pukul-Sapu/navgeo

42

http://video.kompas.com/read/2013/10/14/751/explore.indonesia.eps.maluku.bagi
an.5
http://www.referensimakalah.com/2012/11/pengertian-budaya-dankebudayaan.html

43

Anda mungkin juga menyukai