Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AQIDAH AL ASYARIAH

TRADISI – TRADISI ASWAJA

KELOMPOK 8

NURFALAQ 2022409015

ASNI 20224090

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

POLEWALI MANDAR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Tradisi-Tradisi Aswaja”.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril ataupun materi karena penulis
yakin tanpa bantuan itu penulis akan merasa kesulitan untuk menyelesaikan makalah ini. Atas
segala amal baiknya semoga Allah SWT Melimpahkan pahala berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya
oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak pada
umumnya, semoga ridho Allah SWT menyertai kita semua. Amiin Ya Robbal Alamin.

Polewali, 22 Juni 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aswaja atau Ahlussunnah wal Jama’ah secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu ahlu,
as-sunnah, dan al Jama’ah. Ahl, yang berarti Ashabul Madzhab yaitu “pemeluk aliran” atau
“pengikut madzhab”. AsSunnah mempunyai arti at Thariqah, yaitu “jalan”. Dalam makna lain,
Ahlus-Sunnah merupakan jalan (thariqah) para sahabat Nabi dan tabi’in. Adapun al Jama’ah
adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Menurut istilah, Aswaja berarti penganut
Sunnah, dan mayoritas umat. Sedangkan yang dimaksud mayoritas umat adalah mayoritas
sahabat Nabi Muhammad SAW.1 Ahlus-Sunnah wal Jama’ah adalah salah satu organiasasi Islam
terbesar di Indonesia bahkan dunia, sekaligus memiliki pengaruh besar dalam pendidikan Islam
di Indonesia. Nahdlatul Ulama adalah oganisasi yang menjadi kunci kestabilan Negara ini.
Seperti yang disebutkan dalam survey tentang NU, Hanta Yuda AR (Direktur Eksekutif
Poltracking Indonesia) mengatakan bahwa NU adalah pilar pemersatu bangsa yang mempunyai
komitmen dan kontribusi nyata dalam menjaga kedaulatan NKRI. Dan Khittah NU tahun 1926
dapat menghantarkan NU pada semangat perjuangan dalam berbagai aspek, yakni demi
terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia.
Hal ini tertuang dalam sila ke 5 Pancasila. Nahdlatul ulama merupakan gerkan keagamaan yang
bertujuan untuk membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat bertakwa kepada Allah
Swt, cerdas, terampil, berakhlakul mulia, tentram, adil, dan sejahtera.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja tradisi-tradisi Aswaja


2. Apa itu ziarah kubur
3. Apa itu tahlilan dan tahziah

C, Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa saja tradisi aswaja


2. Untuk mengetahui apa itu ziarah kubur
3. Untuk mengetahui apa itu tahlilan dan tahziah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ziarah Kubur

Ziarah menurut kamus besar bahasa Indonesia, ziarah artinya kunjungan ke tempat yang
dianggap keramat atau mulia (makam dan sebagainya), berziarah artinya berkunjung ke
tempat yang dianggap keramat atau mulia (seperti makam) untuk berkirim doa, menziarahi
artinya mengunjungi makam (tempat keramat dan sebagainya) sambil mengirim doa;
berziarah ke; melakukan ziarah, penziarah artinya orang yang berziarah; orang yang gemar
berziarah, Penziarah artinya peziarah, dan penziarahan artinya proses, cara, perbuatan
menziarahi.2 Secara etimologi, kata ziarah kerasal dari bahasa Arab yaitu ziyarah yang berarti
kunjungan, mengujungi atau mendatangi (Mohd. Idris, 1350 H: 272). Sementara kata kubur,
yaitu lobang yang digali di tanah berukuran 1x2 meter berbentuk persegi panjang disertai
liang lahat yang merupakan tempat penyimpanan mayat/jenazah manusia. (W.J.S.
Poerwadarminta, 1987: 179). Jadi, ziyarah atau ziarah merupakan asal kata dari bahasa Arab,
yang secara terminologi berarti mengunjungi sewaktu-waktu kuburan orang yang sudah
meninggal dunia untuk memohonkan rahmat Tuhan bagi orang-orang yang dikubur di
dalamnya serta untuk mengambil ibarat dan peringatan supaya hidup ingat akan mati dan
nasib di kemudian hari di akhirat (Hariz al-Farisi, 2003: 10)
Dengan demikian, ziarah kubur adalah kunjungan ke tempat pemakaman umum/pribadi
yang dilakukan secara individu atau kelompok masyarakat pada waktu tertentu, dengan tujuan
mendoakan saudara atau keluarga yang telah meninggal dunia supaya diberikan kedudukan
atau posisi yang layak di sisi Allah SWT., sehingga arwahnya diharapkan bisa tenang dengan
adanya permohonan doa dari keluarganya yang masih hidup
Namun begitu, Rasulullah SAW diketahui pernah melarang umatnya untuk ziarah
kubur pada masa awal Islam berkembang.
Hal ini karena pada waktu itu kondisi keimanan mereka masih lemah. Pola pikir
masyarakat Arab pada saat itu masih didominasi dengan kemusyrikan, kepercayaan kepada
para dewa dan sesembahan. Sehingga Rasululllah khawatir akan terjadi kesalahpahaman saat
mereka mengunjungi makam.
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah tidak hanya memerintahkan ziarah kubur, tapi nabi
juga menjelaskan manfaat-manfaat dalam melaksanakan ziarah kubur. Hal ini seperti yang
dijelaskan dalam hadits berikut:

‫ َو اَل َتُقوُلوا ُهْج ًر‬،‫ َو ُتَذِّك ُر اآْل ِخَر َة‬، ‫ َو ُتْد ِم ُع اْلَع ْيَن‬، ‫ َفِإَّنُه ُيِر ُّق اْلَقْلَب‬،‫ُكْنُت َنَهْيُتُك ْم َع ْن ِزَياَرِة اْلُقُبوِر َأاَل َفُز وُروَها‬

Artinya: Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian,
sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati, menitikkan (air) mata,
mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata buruk (pada saat
ziarah). (HR Hakim).

Kemudian Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menuliskan hikmah ziarah
kubur:
“Disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa yang menziarahi makam kedua
orang tuanya atau salah satunya setiap hari Jum’at, maka Allah mengampuni dosa-
dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua orang
tuanya”
Dalam tulisan selanjutnya diterangkan:
“Barang siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap hari jum’at pahalanya
seperti ibadah haji.”

Apa yang disampaikan Syaikh Nawawi juga senada dengan beberapa kitab lain, bahkan
lengkap dengan urutan perawinya.
Dalam Al-Mu’jam al-Kabir lit Tabhrani juz 19. Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa ziarah ke makam orang tua atau salah satunya setiap hari Jum’at maka Allah
mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta’at dan berbakti kepada kedua
orang tuanya.”
B. Tahlilan dan Tahziah

Secara bahasa kata takziyah adalah bentuk mashdar dari azza-yu’azzi yang artinya
menyabarkan, menghibur dan menawarkan kesedihannya serta memerintahkannya
(menganjurkan) untuk bersabar. Dalam arti berduka cita atau berbela sungkawa atas musibah
yang menimpa. Dalam konteks muamalah Islam, takziyah adalah mendatangi keluarga orang
yang meninggal dunia dengan maksud menyabarkannya dengan ungka- pan-ungkapan yang
dapat menenangkan perasaan dan menghilangkan kesedihan. Tak- ziah dapat dilakukan
sebelum dan sesudah jenazah dikuburkan hingga selam tiga hari. Namun demikian, takziah
diutamakan dilakukan sebelum jenazah dikuburkan.
Tujuan takziah adalah menghibur keluarga yang ditinggal agar tidak meratapi kema- tian
dan musibah yang diterimanya. Apabila jika tidak dihibur maka keluarga almarhum bisa
menangis dan susah. Keadaan demikian, menurut satu riwayat, akan memberikan pengaruh
yang tidak baik terhadap almarhum/almarhumah. Takziah juga merupakan mau’izah (nasihat)
bagi pelaku takziah agar mengingat kematian dan bersiap-siap men- cari bekal hidup di
akhirat karena maut datang tanpa memandang umur dan waktu. Kedatangannya tak dapat
ditunda atau diajukan.
Ta’ziyah merupakan suatu perbuatan yang terpuji, sebab orang yang telah ditinggal mati
dalam keadaan sedih, maka kita sebaiknya datang untuk menghibur dan memberi- kan nasehat
untuk memberikan kekuatan mental agar keluarga yang dtitinggal tetap tabah dalam
menerima ujian. Firman Allah QS. Al Baqarah : 156-157,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: «Inna lillaahi wa
innaa ilaihi raajiu’un (Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada- Nya-lah Kami
kembali). 157. mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempur- na dan rahmat dari
Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk

Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyebutkan:

‫ َص اَل ًة َك اَن َأْو َص ْو ًم ا َأْو َح ًّج ا َأْو َص َد َقًة َأْو ِق َر اَء َة ُق ْر آٍن َأْو‬،‫ ِع ْنَد َأْهِل الُّس َّنِة َو اْلَج َم اَع ِة‬،‫َأَّن اِإْل ْنَس اَن َلُه َأْن َيْج َعَل َثَو اَب َع َم ِلِه ِلَغْيِر ِه‬
‫ َوَيِص ُل َذ ِلَك إَلى اْلَم ِّيِت َو َيْنَفُعُه‬،‫اَأْلْذ َك اَر إَلى َغْيِر َذ ِلَك ِم ْن َجِم يِع َأْنَو اِع اْلِبِّر‬
Bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain, menurut
pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, baik berupa shalat, puasa, haji, sedekah, bacaan Qur’an,
zikir, atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Pahala itu sampai kepada mayit dan
bermanfaat baginya. (Lihat: Usman bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud
Daqaiq, juz 5, h. 131).

Sedangkan, Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menyebutkan:

‫ َو َحَصَل ِلْلَم ِّيِت َأْج ُر ُه‬، ‫ َج اَز َذ ِلَك‬،‫ َو َأْهَدى َثَو اَب ِقَر اَءِتِه ِلْلَم ِّيِت‬،‫َو ِإْن َقَر َأ الَّرُجُل‬

Jika seseorang membaca Al-Qur’an, dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada


mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit. (Lihat:
Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4,
h. 173).

Senada dengan kedua ulama di atas, imam Nawawi dari mazhab Syafi’i menuturkan:

‫ َو اَألْفَض ُل َأْن َيُك ْو َن الَّس اَل ُم َو الُّد َعاُء ِبَم ا َثَبَت ِفي‬،‫ َو َيْدُع ْو ِلَم ْن َيُز ْو ُر ُه َوِلَجِم ْيِع َأْهِل اْلَم ْقَبَرِة‬، ‫َو ُيْسَتَح ُّب ِللَّز اِئِر َأْن ُيَس ِّلَم َع َلى اْلَم َقاِبِر‬
‫ َو َيْد ُعو َلُهْم َع ِقَبَه‬، ‫ َو ُيْسَتَح ُّب َأْن َيْقَر َأ ِم َن اْلُقْر آِن َم ا َتَيَّس َر‬،‫اْلَحِد ْيِث‬

Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk mengucapkan salam kepada (penghuni)
kubur, serta mendoakan mayit yang diziarahi dan semua penghuni kubur. Salam serta doa
lebih diutamakan menggunakan apa yang sudah ditetapkan dalam hadis Nabi. Begitu pula,
disunnahkan membaca apa yang mudah dari Al-Qur’an, dan berdoa untuk mereka setelahnya.
(Lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 311).

Syekh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali juga menuturkan:

‫ َفاَل‬،‫ َو َأَداُء اْلَو اِج َب اِت‬،‫ َو الَّص َد َقُة‬،‫ َو ااِل ْس ِتْغ َفاُر‬، ‫ َأَّم ا الُّد َعاُء‬.‫ إْن َش اَء ُهَّللا‬، ‫ َنَفَع ُه َذ ِل َك‬، ‫ َو َجَعَل َثَو اَبَها ِلْلَم ِّيِت اْلُم ْس ِلِم‬،‫َو َأُّي ُقْر َبٍة َفَع َلَها‬
‫َأْعَلُم ِفيِه ِخ اَل ًفا‬

Dan apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit
muslim, akan memberi manfaat untuknya. Insya Allah. Adapun doa, istighfar, sedekah, dan
pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat (akan
kebolehannya). (Lihat: Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni, juz 5,
h. 79)
 Takziah

Secara bahasa kata takziyah adalah bentuk mashdar dari azza-yu’azzi yang artinya
menyabarkan, menghibur dan menawarkan kesedihannya serta memerintahkannya
(menganjurkan) untuk bersabar. Dalam arti berduka cita atau berbela sungkawa atas musibah
yang menimpa. Dalam konteks muamalah Islam, takziyah adalah mendatangi keluarga orang
yang meninggal dunia dengan maksud menyabarkannya dengan ungka- pan-ungkapan yang
dapat menenangkan perasaan dan menghilangkan kesedihan. Tak- ziah dapat dilakukan
sebelum dan sesudah jenazah dikuburkan hingga selam tiga hari. Namun demikian, takziah
diutamakan dilakukan sebelum jenazah dikuburkan.
Tujuan takziah adalah menghibur keluarga yang ditinggal agar tidak meratapi kema-
tian dan musibah yang diterimanya. Apabila jika tidak dihibur maka keluarga almarhum bisa
menangis dan susah. Keadaan demikian, menurut satu riwayat, akan memberikan pengaruh
yang tidak baik terhadap almarhum/almarhumah. Takziah juga merupakan mau’izah (nasihat)
bagi pelaku takziah agar mengingat kematian dan bersiap-siap men- cari bekal hidup di
akhirat karena maut datang tanpa memandang umur dan waktu. Kedatangannya tak dapat
ditunda atau diajukan.
Ta’ziyah merupakan suatu perbuatan yang terpuji, sebab orang yang telah ditinggal
mati dalam keadaan sedih, maka kita sebaiknya datang untuk menghibur dan memberi- kan
nasehat untuk memberikan kekuatan mental agar keluarga yang dtitinggal tetap tabah dalam
menerima ujian.
Berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah,
hukumnya adalah sunnah.[5] Hal ini diperkuatkan oleh hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam , di antaranya :

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

‫َم ْن َع َّز ى ُمَص اًبا َفَلُه ِم ْثُل َأْج ِر ِه‬

Barangsiapa yang berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya pahala
seperti pahala yang didapat orang tersebut. [HR Tirmidzi 2/268. Kata beliau: “Hadits ini
gharib. Sepanjang yang saya ketahui, hadits ini tidak marfu’ kecuali dari jalur ‘Adi bin
‘Ashim”; Ibnu Majah, 1/511].

C. Tabarruk

Tabarruk berasal dari kata al-Barakah. Arti al-Barakah adalah tambahan dan perkembangan
dalam kebaikan (az-Ziyadah Wa an-Nama’ Fi al-Khair). Barakah (kebaikan) dalam harta
adalah ketika bertambah banyak dan digunakan dalam ketaatan kepada Allah. Barakah dalam
keluarga adalah ketika anggotanya berjumlah banyak dan berakhlak mulia. Barakah dalam
waktu adalah lamanya masa dan terselesaikan semua urusan dalam masa yang ada. Barakah
dalam kesehatan adalah kesempurnaan dalam kesehatan itu sendiri. Barakah dalam umur
adalah panjang usia dan banyak beramal baik dalam rentang usia yang panjang tersebut.
Barakah dalam ilmu adalah ketika ilmu itu semakin bertambah banyak dan diamalkan serta
bermanfaat untuk orang banyak. Dengan demikian barakah itu adalah laksana pundi-pundi
kebaikan (Jawami’ al-Khair) dan berlimpahnya nikmat yang diperoleh dari Allah.
Dari penjelasan ini dipahami bahwa makna Tabarruk adalah: “Thalab Ziyadah al-Khair Min
Allah”. Artinya, meminta tambahan kebaikan dari Allah.

 Dalil-Dalil Tabarruk

Para sahabat Rasulullah telah mempraktekkan tabarruk (mencari berkah) dengan


peninggalan-peninggalan Rasulullah, baik di masa hidup Rasulullah maupun setelah
beliau meninggal. Dari semenjak itu semua ummat Islam hingga kini masih tetap
melakukan tradisi baik yang merupakan ajaran syari’at ini. Kebolehan perkara ini
diketahui dari dalil-dalil yang sangat banyak, di antaranya sebagai berikut:

1. Perbuatan Rasulullah yang telah membagi-bagikan potongan rambut dan potongan


kuku-kukunya.

A. Rasulullah membagi-bagikan rambutnya, ketika beliau bercukur di saat haji Wada’,


haji terakhir yang beliau lakukan. Beliau juga membagi-bagikan potongan kukunya.
Pembagian rambut ini diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim dari
hadits sahabat Anas ibn Malik. Dalam lafazh riwayat Imam Muslim, Anas berkata:
‫ ثَّم دَعا أَبا َطْلَح َة األْنَص اِر َّي فأْع ط{{اُه ثّم‬،‫لَم ّا َر َم ى َص ّلى ُهللا َعلْيه َو َس ّلَم الجمَر َة َو َنَحَر ُنُس َك ُه َو َح َلَق َناَو َل الَح اِلَق ِش َّقُه األْيَم َن َفَح َلَق‬
‫ َفَبَدأ بالِّش ق األْيَمِن َفَو َّز عُه الّش ْع َر َة‬:‫ َوِفي رَو اية‬.‫ اْقِسْم ُه َبْيَن الّناس‬:‫ فأْع َطاُه أَبا َطلَح َة فَقال‬،‫ فَح َلق‬،”‫َناَو َلُه الِّش َق األْيَسَر فَقال “اْح ِلق‬
‫ َو في رَو اية أّن ه َعليِه‬.‫ َفَد َفعُه إَلى أبْي َطلَح ة‬،‫ هُهَن ا أُب و َطلَح ة‬:‫ َفَص َنَع مثَل َذ لَك ثّم َق ال‬،‫ باألْيَس ر‬:‫َو الّش ْع َر َتين َبْيَن الّناس ثّم قَال‬
‫ ثّم أَش اَر إَلى الَح ّالق إَلى الَج اِنِب األْيَس ر‬،‫ وأَش اَر بَيدِه إَلى الَج اِنب األْيَم ن َفَقَس َم َشْع َرُه َبْيَن َم ْن َيلْيِه‬،‫ َها‬:‫الّص َالُة َو الّسالُم َقاَل للَح ّالق‬
)‫َفَح لَقُه َفأْع َطاُه أَّم ُس َليم (َر واُه ُم ْسلم‬

Setelah selesai melempar Jumrah dan memotong kurbannya, Rasulullah kemudian


bercukur. Beliau mengulurkan bagian kanan rambutnya kepada tukang cukur untuk
memotongnya. Kemudian Rasulullah memanggil Abu Thalhah al-Anshari dan memberikan
kepadanya potongan rambut tersebut. Lalu Rasulullah mengulurkan bagian kiri
rambutnya kepada tukang cukur tersebut, sambil berkata: “Potonglah..!”. Lalu potongan
rambut tersebut diberikan kembali kepada Abu Thalhah, seraya berkata: “Bagikanlah di
antara manusia”. Setelah selesai melempar Jumrah dan memotong kurbannya, Rasulullah
kemudian bercukur. Beliau mengulurkan bagian kanan rambutnya kepada tukang cukur
untuk memotongnya. Kemudian Rasulullah memanggil Abu Thalhah al-Anshari dan
memberikan kepadanya potongan rambut tersebut. Lalu Rasulullah mengulurkan bagian
kiri rambutnya kepada tukang cukur tersebut, sambil berkata: “Potonglah..!”. Lalu
potongan rambut tersebut diberikan kembali kepada Abu Thalhah, seraya berkata:
“Bagikanlah di antara manusia”.

D. Maulid

Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud saja (Arab: ‫مولد‬
‫النبي‬, Mawlid an-Nabī), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia
perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata
maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan
tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi
Muhammad.

Dalil- Menyambut Maulid Nabi


Merayakan hari kelahiran Nabi s.a.w. termasuk perkara yang membesarkan dan memuliakan
baginda. Bagi setiao orang yang merayakan dan memperingatinya akan diberikan kejayaan
dunia dan akhirat. Firman Allah Taala:

‫اَّلِذ يَن َيَّتِبُعوَن الَّرُسوَل الَّنِبَّي اُألِّمَّي اَّلِذ ي َيِج ُد وَنُه َم ْكُتوبًا ِع نَد ُهْم ِفي الَّتْو َر اِة َو اِإل ْنِج يِل َيْأُم ُرُهم ِباْلَم ْعُروِف َو َيْنَهاُهْم َع ِن اْلُم نَك ِر َو ُيِح ُّل‬
‫َلُهُم الَّطِّيَباِت َو ُيَح ِّر ُم َع َلْيِهُم اْلَخ َبآِئَث َو َيَض ُع َع ْنُهْم ِإْص َر ُهْم َو اَألْغ َالَل اَّلِتي َكاَنْت َع َلْيِهْم َفاَّلِذ يَن آَم ُنوْا ِبِه َو َع َّز ُروُه َو َنَص ُروُه َو اَّتَبُع وْا‬
١٥٧- ‫الُّنوَر اَّلِذَي ُأنِز َل َم َع ُه ُأْو َلـِئَك ُهُم اْلُم ْفِلُحوَن‬

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis)
yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang
menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang
menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi
mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.**
Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah orang-orang
beruntung.” (Q.S. al-A’araf: 157).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aswaja atau Ahlussunnah wal Jama’ah secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu ahlu,
as-sunnah, dan al Jama’ah. Ahl, yang berarti Ashabul Madzhab yaitu “pemeluk aliran” atau
“pengikut madzhab”. AsSunnah mempunyai arti at Thariqah, yaitu “jalan”. Dalam makna lain,
Ahlus-Sunnah merupakan jalan (thariqah) para sahabat Nabi dan tabi’in. Adapun al Jama’ah
adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Menurut istilah, Aswaja berarti penganut
Sunnah, dan mayoritas umat. Sedangkan yang dimaksud mayoritas umat adalah mayoritas
sahabat Nabi Muhammad SAW.1 Ahlus-Sunnah wal Jama’ah adalah salah satu organiasasi Islam
terbesar di Indonesia bahkan dunia, sekaligus memiliki pengaruh besar dalam pendidikan Islam
di Indonesia. Nahdlatul Ulama adalah oganisasi yang menjadi kunci kestabilan Negara ini

B. Saran

Saran yang dapat saya berikan pada adalah agar kita bisa menanamkan nilai nilai
ASWAJA sehingga nantinya akan menjadi muslim yang terus berkembang dalam hal keyakinan,
ketakwaan kepada Allah Swt, serta berakhlak mulia dalam kehidupan individual maupun.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Abdul Rozak,.. M.Ag, Drs Rosihon Anwar, M.Ag, ilmu kalam, Pustaka setia.
Bandung,,2007
Syekh Muhammad Abduh, Aswaja, Bulan Bintang, 1963
Harun Nasution, Tradisi tradisi Aswaja, UI-Press, Jakarta, 2002,

Anda mungkin juga menyukai