AL- AHWAL :
Al-Yakin, Al-Dzikir, Al-Uns, Al-Qurb, Al-Mahabbah, Al-Tajrid, Al-Wajd
Disusun oleh :
Kelompok 6
Ani Afriani ( 201190202 )
Iga Wasesa (201190209)
Tomy Hendrian(201190197)
Kelas :
PAI 2 F
JAMBI 2020
AL- AHWAL
0leh: kelompok 6
A. PENDAHULUAN
Secara harfiah terdapat beberapa penafsiran tentang arti istilah sufi. Di antara
penafsiran itu antara lain menyebutkan bahwa kata sufi bermula dari kata safa (suci hati
dan perbuatan), saff (barisan terdepan di hadapan Tuhan), suffah (menyamai sifat para
sahabat yang menghuni serambi masjid nabawi di masa kenabian), saufanah (sejenis
buah/buahan yang tumbuh di padang pasir), safwah (yang terpilih atau terbaik), dan
bani sufah (kabilah badui yang tinggal dekat ka’bah di masa jahiliyah.
Selain itu seseorang yang menuntut ilmu pengetahuan haruslah mempunyai jiwa
yang baik sehingga dapat menerima ilmu dengan baik pula.Contohnya kita tidaklah
boleh selalu merasa senang, sedih, takut dan sebagainya, jadi keadaan jiwa kita haruslah
stabil. Dalam hal ini disebut ahwal, dalam pengertian lain ahwal adalah situasi kejiwaan
yang yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia dari Allah SWT, bukan dari hasil
usahanya sendiri. Memperbaiki budi pekerti dan membersihkan jiwa hanyalah bisa
dilakukan dengan semata-mata mengikuti sunnah nabi dimana berkat mengikuti sunnah
nabi dan meneladaninya akan membuahkan hasil berupa ahwal yang baik.
B. PEMBAHASAN
1) Al- Ahwal
Ahwal adalah bentuk jamak dari “Hal” yang berarti keadaan mental seperti
perasaan senang, sedih, takut dan sebagainya. Hal yang biasa disebut Ahwal ialah
takut( Khauf) rendah hati (al-Tawadlu) patuh(taqwa) ikhlas (al-ikhlas) rasa
berteman al-Uns) gembira hati( Al-Wajd) berterima kasih ( Al-Syukr). Raja’ , syauq
dan mahabbah. Hal sangat berlainan dengan maqam, karena maqam sebagai proses
untuk mendekatkan diri kepada tuhan dengan cara perjuangan melawan hawa
2
nafsunya yang sangat terjal, sedangkan ahwal merupakan sebuah fadhal
(keutamaan) yang diberikan tuhan dengan cara spontan tanpa adanya proses.
Dalam pembicaraan tentang tarekat sebagai perjalanan spiritual kita tidak bisa
mengabaikan dua istilah teknis yang sangat penting. Yaitu: “Maqamat dan ahwal” .
Adapun “ahwal” bentuk jamak dari “hal” biasanya diartikan sebagai keadaan mental
(mental states) yang di alami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya.
Sekalipun sama-sama di alami dan di capai selama masa perjalanan spiritual
seorang sufi menuju tuhannya. Namun menurut para sufi ada perbedaan yang
mendasar antara “maqamat” dan “ahwal” ini baik dari cara mendapatkannya
maupun kelangsungannya. “Ahwal” sering di peroleh secara spontan sebagai
hadiah dari tuhan.Diantara “ahwal” yang sering di sebut adalah takut, syukur,
rendah hati, taqwa, ikhlas, gembira.
2) Macam-Macam Karakteristik Sufi
A) Al-yaqin
Perpaduan antara pengetahuan yang luas dan mendalam dengan rasa cinta
dan rindu yang bergelora bertaut lagi dengan perjumpaan secara langsung,
tertanamlah dalam jiwanya dan tumbuh bersemi perasaan yang mantap,
Dialah yang dicari itu. Perasaan mantapnya pengetahuan yang diperoleh dari
pertemuan secara langsung, itulah yang disebut dengan Al Yaqin. Yaqin
adalah kepercayaan yang kokoh tak tergoyahkan tentang kebenaran
pengetahuan yang ia miliki, karena ia sendiri menyaksikannya dengan
segenap jiwanya.
Keyakinan menurut Al Sarraj merupakan hal yang tinggi. Ia adalah pondasi
dan sekaligus bagian akhir serta pangkalan terakhir dari seluruh ahwal.
Dengan kata lain seluruh ahwal terletak pada keyakinan yang nampak
(Zahir) Puncak dari keyakinan ini diisyaratkan Allah dalam firman-Nya.
3
”Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang
yang yakin.” (QS. Al-Dzariyat :20)
Lebih lanjut menurut Al sarraj seluruh ayat-ayat Allah yang berbicara
mengenai yaqin sesungguhnya terdiri atas tiga hal : Ilm Al-yaqin, ‘ain Al
yaqin, dan haq Al yaqin. Al Junaid berpandangan bahwa keyakinan adalah
tetapnya ilmu di dalam hati, ia tidak berbalik, tidak berpindah, dan tidak
berubah. Karena tetapnya keyakinan ini, nabi pernah bersabda,”Sekalian
makhluk nanti akan dibangkitkan sesuai dengan keadaan mereka ketika
mati.” Maksudnya sesuai dengan keyakinan mereka ketika mati.
B) Al-dzikir
"zikir" (al-dzikr) berarti "menyebut" atau "mengingat". Bagi para sufi, zikir
adalah mengulang nama "Allah" dan sifat-sifat-Nya satu demi satu, atau
sebagian darinya secara bersamaan. Zikir dapat dilakukan baik sendirian
maupun secara berjamaah dengan menyebut nama apapun. Sebagian orang
berzikir dengan menyebut nama "Allah", sementara yang lain merapalkan
kalimat "Lâ ilâha illallâh", sementara yang lain lagi mengucapkan asma atau
sifat-sifat Allah yang lain. Semua itu dilakukan berdasarkan arahan dari
seorang mursyid atau dalil.
Zikir persis sama dengan syukur, yaitu dalam kedudukannya sebagai hutang
hamba yang ditunaikan dengan menggunakan seluruh anggota tubuh, lisan,
hati, badan, dan nurani.
Yang dimaksud "zikir lisan" (dzikr al-lisân) adalah: zikir yang dilakukan
dengan menyebut Allah dengan semua nama-nama-Nya yang baik (al-asmâ`
al-husnâ) dan semua sifat-Nya yang mulia serta merapalkan pujian yang
membangkitkan emosi menggunakan kalimat tasbih dan tahmid. Zikir lisan
juga dapat dilakukan dengan membaca Kitabullah atau dengan membaca
Kitab Semesta dalam pengertian yang sebenarnya, serta menyatakan
kelemahan dan kefakiran manusia dengan doa dan munajat.
4
Yang dimaksud "zikir nurani" (dzikr al-wijdân) adalah: sikit yang dilakukan
dengan mengingat Allah menggunakan seluruh organ nurani, di mana lathifah
rabbaniyah menjadi yang terdepan. Atau: mengingat Allah dalam keadaan
berdiri dan duduk dengan mengambil berbagai dalil tentang keberadaan-Nya,
serta merenungkan semua al-asma` al-husna dan sifat-sifat Allah yang mulia
yang memancar dalam Kitab Semesta serta senantiasa membisikkan berbagai
macam bisikan ke telinga kita.
C) Al-Uns
Dalam tasawuf ‘Uns berarti keakraban atau keintiman menurut Abu Sa’id
Al Kharraj ‘Uns adalah perbincangan roh dengan Sang Kekasih pada kondisi
yang sangat dekat.Dzunun memandang ‘Uns sebagai perasaan lega yang
melekat pada sang pencinta terhadap Kekasihnya. Salah seorang pemuka
thabi’in menulis surat kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz,”Hendaknya
keakrabanmu hanya dengan Allah semata dan putuskan hubungan selain
dengan-Nya.”. Menurut Al-Sarraj, ‘Uns bersama Allah bagi seorang hamba
5
adalah ketika sempurna kesuciannya dan benar-benar bening zikirnya serta
terbebas dari segala sesuatu yang menjauhkannya dari Allah.
D) Al- Qurb
Secara literal, qurb berarti dekat darinnya dan kepadanya. Menurut sari al-
saqathi, qurb(mendekatkan diri kepada Allah) adalah taat kepada-Nya.
Sementara ruwaym ibn Ahmad ketika ditanya tentang qurb, menjawab,
“menghilangkan setiap hal yang merintangi dirimu untuk bersama-Nya.
Dalam pandangan al-sarraj, qurb adalah penyaksian sang hamba dengan
hatinya akan kedekatan Allah kepada-Nya, maka ia mendekat kepada Allah
dengan ketaatanya, dan mengerahkan segala keinginannya kepada Allah
semata dengan cara mengingatnya secara kontinu baik pada keramaian
maupun dikala sendiri. Kedekatan allah kepada hambanya banyak disebut
dalam firmanNya seperti :
6
c. Tingkatan ketiga adalah kelompok kaum agung dan kaum akhir (hal al-
Kubara wa ahl al-Nihayah). Kondisi qurb mereka seperti yang dicewritakan
oleh Husyan al-Nuri. Ia menjelaskan dalam pandangan kaum sufi, teman
sejati adalah Allah dan bukan yang lain. Kedekatan kepada Allah jauh lebih
baik daripada kedekatan sepasang sahabat. Dan kedekatan sepasang sahabat
boleh jadi itu artinnya semakin jauhnya hamaba dari Allah.
E) Mahabbah
7
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Ali’Imran:31)
b. Tingkatan kedua
c. Tingkatan ketiga
Adalah cintannya orang yang bersikap benar kepada Allah (shiddiqun) dan
orang yang mengenal Allah dengan mata hatinnya (arifin).
E) Al-Tajrid
Secara bahasa Tajrid itu memiliki arti: penanggalan, pelepasan, atau
pemurnian. Secara maknawi adalah penanggalan aspek-aspek dunia dari jiwa
(nafs) , atau secara singkat bisa dikatakan sebagai pemurnian jiwa.
Orang yang ditempatkan pada Maqom Tajrid, (yang dimaksud dengan
Maqom Tajrid yaitu meninggalkan bekerja), orang seperti ini harus selalu
bersyukur kepada Alloh, harus giat dan tidak boleh kendor atau sembrono
dalam menjalankan ibadah, ciri-ciri orang yang ditempatkan pada
maqom Tajrid adalah selalu bisa mencukupi hak-hak dan menjauhi pergaulan
dengan manusia.
8
F) Al-Wajd
C. KESIMPULAN
Banyak orang mukmin yang sudah beribadah dengan baik kepada Allah SWT
tetapi mereka belum bisa khusyu’ dalam ibadahnya karena keadaan jiwa mereka belum
tenang atau stabil, sedangkan agar kita bisa dekat kepada Allah SWT adalah kejiwaan
kita haruslah tenang. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia pasti merasakan apa yang
namanya keadaan mental seperti senang, sedih, perasaan takut dan sebagainya, tetapi
kita tidaklah boleh terlalu terhanyut di dalam keadaan tersebut karena kita harus segera
merubahnya menjadi lebih baik.
Selain itu kita haruslah mencontoh sifat sufi yang selalu melatih sifat mentalnya
dengan cara riyadlah yang berarti latihan mental, mujahadah yaitu bersungguh-sungguh
dalam melaksanakan perintah Allah, uzlah yaitu mengasingkan diri dari pengaruh
keduniawian, muraqabah mendekatkan diri kepada Allah. Setelah itu adalah suluk yang
berarti menjalankan cara hidup seperti sufi yaitu berdzikir dan berdzikir.
Meski para sufi berbeda pendapat mengenai pengertian ahwal secara luas, perlu
dipertegas disini bahwa menurut al-Sarraj, hal adalah anugerah (mawahibah) Allah yang
diberikan kepada sang hamba sebagai hasil dari usaha dan perjuangannya di dalam
menempuh maqamat. Maqam diusahakan, sementara hal tidak.Maqam sifatnya tetap
dan permanen, sedangkan hal tidak tetap, datang dan pergi.
9
Dalam macamnya, terdapat beberapa macam Ahwal yang diantaranya, Al-yakin,
al-dzikir, al-qurb, al-mahabbah, al-tajrid, al-wajd yang dimana pada setiap macamnya
memiliki tingkatan masing-masing.
D. DAFTAR PUSTAKA
10
Mycreatyvitas.blogspot.com. (2020, 3 April), Makalah al-ahwal al-muqarabah al- khauf
dan al-raja`.
11