Nim : 1231020028
A. Pengertian Tasawuf
Menurut Bahasa
Pertama, kata tasawuf dinisbahkan kepada perkataan ahl-shuffah,
yaitu nama yang diberikan kepada sebagian fakir miskin di kalangan orang
Islam pada masa awal Islam. Mereka adalah diantara orang-orang yang
tidak punya rumah, maka menempati gubuk yang telah dibangun
Rasulullah di luar masjid di Madinah.
Ahl al-Shuffah adalah sebuah komunitas yang memiliki ciri yang
menyibukkan diri dengan kegiatan ibadah. Mereka meninggalkan
kehidupan dunia dan memilih pola hidup zuhud. Mereka tinggal di masjid
Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai pelana (sofa), mereka
miskin tetapi berhati mulia. Para sahabat nabi hasil produk shuffah ini
antara lain Abu Darda’, Abu Dzar al Ghifari dan Abu Hurairah.
Kedua, ada pendapat yang mengatakan tasawuf berasal dari kata
shuf, yang berarti bulu domba. Berasal dari kata shuf karena orang-orang
ahli ibadah dan zahid pada masa dahulu menggunakan pakaian sederhana
terbuat dari bulu domba. Dalam sejarah tasawuf banyak kita dapati cerita
bahwa ketika seseorang ingin memasuki jalan kedekatan pada Allah
mereka meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti
dengan kain wol kasar yang ditenun sederhana. Tradisi pakaian sederhana
dan compang camping ini dengan tujuan agar para ahli ibadah tidak timbul
rasa riya’, ujub atau sombong.
Menurut Istilah
Muhammad Amin Kurdi mendefinisikan tasawuf adalah suatu
yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara
membersihkannya dari yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat
terpuji, cara melaksanakan suluk dan perjalanan menuju keridhaan Allah
dan meninggalkan larangannya.
B. Pengertian Maqamat
Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti
tempat orang berdiri atau pangkal mulia. 1 Kata maqamat sendiri
merupakan bentuk jamak dari kata maqam, yang secara literal berarti
tempat berdiri, stasiun, tempat, lokasi, posisi atau tingkatan. Dalam
terminologi sufi, maqam diterjemahkan sebagai kedudukan spiritual.
Dalam bahasa Inggris, maqamat disebut dengan istilah stations atau stages.
Sementara menurut istilah ilmu tasawuf, maqamat adalah
kedudukan seorang hamba di hadapan Allah, yang diperoleh dengan
melalui peribadatan, mujahadat dan lain-lain, latihan spritual serta
(berhubungan) yang tidak putus-putusnya dengan Allah swt.
Para sufi secara mayoritas tidak menyatakan sebuah
kesepakatan mengenai urutan dan jumlah maqamat yang ada dalam
perjalanan menuju Allah SWT. Terkadang seorang sufi tidak
mencantumkan satu maqam sedangkan sufi lainya mencantumkan maqam
tersebut. Perbedaan mengenai jumlah dan urutan maqamat dapat dilihat
dari pendapart para sufi. Al-Kalabazi misalnya yang membuat urutan
maqamat berikut ini: attaubah, az-zuhud, as-sabr, al-faqr, attawadu, at-
taqwa, attawakkul, ar-ridha, al-mahabbah dan al-ma’rifah. Sedangkan
atTusi membuat sistematika berbeda dengan al-Kalabazi: at-taubah, al-
wara, az-zuhud, al-faqr, as-sabr, ar-ridha, at-tawakal dan alma’rifah.
Berbeda lagi dengan al-Ghazali yang membuat sistematika lain: at-taubah,
assabr, al-faqr, az-zuhud, attawakkal, al-mahabbah, al-ma’rifah dan ar-
ridha.
C. Pengertian Hal
Ahwal merupakan jamak dari kata hal yang artinya keadaan atau
situasi kejiwaan. Pengertian secara terminology ahwâl ialah kondisi
spiritual yang menguasai kalbu. Ahwâl masuk dalam diri seseorang
sebagai karunia yang diberikan oleh Allah. Ahwâl muncul dan hilang
dalam diri seseorang tanpa melalui usaha dan perjalanan tertentu. Hal ini
disebabkan, ahwâl muncul dan hilang secara spontanitas, tiba-tiba dan
tidak disengaja.
Al-Qusyairi menjelaskan bahwa ahwâl adalah suatu kondisi hati,
yang menurut kebanyakan orang memiliki arti yang intuitif dalam hati,
tanpa disengaja, dan usaha lainnya. Ahwâl adalah suatu anugerah , namun
maqâm ialah suatu upaya. Suatu ahwâl berasal dari Wujud itu sendiri,
sedangkan maqâm didapat melalui perjuangan dan upaya. Setiap orang
yang memiliki maqâm, akan menempati maqâmnya, selanjutnya orang
yang memperoleh ahwâl, bebas dari kondisinya. Ahwâl bisa muncul pada
diri seseorang pada waktu yang lama dan kadang hanya sementara.
Kemudian al-Qusyairi menambahkan dalam ahwâl terdapat keadaan-
keadaan tertentu yang sifatnya tidak menetap, jika keadaan ini kekal dapat
memungkinkan akan naik menuju keadaan yang lebih tinggi dan
seterusnya.
D. Pengertian Ittihad
Ittihad secara secara bahasa berasal dari kata ittaḥadayattaḥidu
yang artinya (dua benda) menjadi satu, yang dalam istilah Para Sufi adalah
satu tigkatan dalam tasawuf, yaitu bila seorang sufi merasa dirinya bersatu
dengan tuhan. Yang mana tahapan ini adalah tahapan selanjutnya yang
dialami seorang sufi setelah ia melalui tahapan fana dan baqa. Dalam
tahapan ittiḥâd, seorang sufi bersatu dengan tuhan. Antara yang mencintai
dan yang dicintai menyatu, baik subtansi maupaun perbuatannya.
Adapun kedudukannya adalah merupakan hal, karena hal yang
demikian tidak terjadi terus-menerus dan juga karena dilimpahkan oleh
Tuhan. Fana merupakan keadaan dimana seseorang hanya menyadari
kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan kelihatannya lebih merupakan alat,
jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan rohani dengan Tuhan).
al-ittihad secara istilah, yakni penyatuan batin atau rohaniah
dengan Tuhan, karena tujuan dari fana dan baqa itu sendiri adalah ittihad
itu. Hal yang demikian sejalan dengan pendapat Mustafa Zahri yang
mengatakan bahwa fana dan baqa tidak dapat dipisahkan dengan
pembicaraan paham ittihad.
E. Pengertian Hulul
Kata Hulul berasal dari halla, yahullu, hululan. Kata ini memiliki
arti menempati, mistis, berinkarnasi. Hulul juga bermakna penitisan Tuhan
ke makhluk atau benda. Secara harfiah hulul mengandung arti bahwa
Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu yang telah lenyap
sifat kemanusiaannya melalui fana. Hulul menurut keterangan Abu Nasr
al-Tusi dalam al-Luma’ adalah faham yang mengatakan bahwa Tuhan
memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di
dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu
dilenyapkan.
Daftar Pustaka