Anda di halaman 1dari 7

NAMA : DESNI

NIM : 2132001
PRODI : HUKUM KELUARGA ISLAM (semester 3)

A. Pengertian Tasawuf Menurut Bahasa Dan Definisi Para Ulama

Secara etimologis, ilmu Tasawuf banyak diartikan oleh para ahli, sebagian
menyatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shuffah yang berarti serambi masjid
nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat anshar, ada pula yang mengatakan berasal
dari kata shaf yang berarti barisan, shafa yang berarti bersih atau jernih dan shufanah
yakni nama kayu yang bertahan di padang pasir. Adapun tentang definisi tasawuf
menurut istilahi telah banyak dikemukakan oleh sejumlah tokoh sufi, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Imam ghozali dalam kitab Ihya’ ulumuddin, Tasawuf adalah ilmu yang
membahas cara-cara seseorang mendekatk an diri kepada Allah SWT
2. Ibnu Kaldum dalam buku Munajat Sufi, Tasawuf adalah sebagian ilmu dari
ajaran islam yang bertujuan agar seseorang tekun beribadah dan memutuska n
hubungan selain Allah hanya menghadap Allah semata, menolak hiasan-
hiasan duniawi, serta membenci sesuatu yang memperda ya manusia dan
menyendiri menuju jalan Allah dalam Kholwat untuk beribadah.
● Dasar-Dasar Ilmu Tasawuf

Para pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan kezuhudan


sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian besar dari kalangan
sahabat dan tabi’in. Kezuhudan ini merupakan implementasi dari nash-nash al-Qur’an
dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan berusaha untuk menjauhkan
diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang bertujuan untuk mensucikan diri,
bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap ancaman-Nya, mengharap rahmat dan
ampunan dari-Nya dan lain-lain.

B. Sejarah Munculnya Tasawuf

Tasawuf baru muncul setelah masa sahabat dan tabi’in, tidak muncul pada
masa Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa nabi kondisinya tidak membutuhkan
tasawuf. Perilaku umat pada masa itu sangat stabil. Selain itu, dari sudut pandang
akal, jasmani, dan rohani yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara
seimbang. Cara pandang hidupnya jauh dari budaya prakmatisme, materialisme, dan
hedonisme.
Tasawuf sebagai sebuah gerkan perlawanan terhadap budaya materialisme
belum ada, bahkan tidak dibutuhkan. Nabi, para sahabat, dan para tabi’in pada
hakikatnya sudah sufi. Mereka mempraktekkan selalu terhadap hal-hal yang tidak
pernah mengagungkan kehidupanm dunia, tapi juga tidak meremehkannya. Selalu
ingat kepada Allah sebagai sang khaliq.
Abdu Abdullah al-Harits al-Muhasibi dianggap sebagai pelopor lahirnya ilmu
tasawuf. Al-Muhasibi lahir di Bashrah pada 165 H/781 M. Ayahnya merupakan
penganut aliran Muktazilah yang gigih mendakwahkan pemikiran rasionalnya.

C. Dalil Tentang Tasawuf

Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan munculnya kezuhudan


dan men- jadi jalan kesufian adalah ayat-ayat yang berbicara tentang rasa takut
kepadan Allah dan hanya berharap kepada-Nya dan berusaha mensucikan jiwa (QS.
As Sajadah [32]: 16, QS. Asy Syams [91]: 7-10), ayat yang berkenaan dengan
kewajiban seorang mu’min untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri hanya
kepada Allah SWT semata serta men- cukupkan bagi dirinya cukup Allah sebagai
tempat menggantungkan segala urusan. (QS. At Thalaq [65]: 2-3). ayat yang
berkenaan dengan urgensi kezuhudan dalam kehidu- pan dunia (QS. Asy Syuraa [42]:
20) dan ayat-ayat yang mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa
berbekal untuk akhirat

“lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada
Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki
yang Kami berikan.” (QS. As Sajadah [32]: 16)

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), 8. Maka Allah mengilhamkan ke-


pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. 9. Sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, 10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang
mengo- torinya.(QS. Asy Syams [91]: 7-10)

D. Ajaran Tasawuf : Fana,Baqa, Ittihad Dan Tokonya

Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana (Kebersatuan
Hamba-Tuhan) artinya tidak tampaknya sesuatu, meninggal dan musnah.Adapun arti
fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri
atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain, fana
berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan. Dan dapat
pula berarti hilangnya sifat-sifat tercela.
Sebagai akibat dari fana adalah baqa.Secara harfiah baqa berarti kekal, hidup
selamanya.Sedang menurut para sufi, baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan
sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia, term tersebut biasanya digunakan dengan
preposisi fana’an, yang artinya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau tidak
menyadari sesuatu. Sedangkan baqa’ bi, berarti diisi dengan sesuatu.
Berbicara fana dan baqa ini erat hubungannya dengan al-ittihad, yakni
penyatuan batin atau rohaniah dengan Tuhan, karena tujuan dari fana dan baqa itu
sendiri adalah ittihad itu. Hal yang demikian sejalan dengan pendapat Mustafa Zuhri
yang mengatakan bahwa fana dan baqa tidak dapat dipisahkan dengan pembicaraan
paham ittihad.
tokoh yang mencetuskan pemikiran fana baqa dan ittihad Abu Yazid adalah
sufi pertama yang membawa ajaran al-fana, al-baqa, dan ittihad, yakni suatu ajaran
mengenai paham meniadakan diri (jasmani), yang mana kesadaran rohani merupakan
hal yang kekal saat bersatu dengan-Nya.

E. Ajaran Tasawuf Hulul dan Tokohnya


1. pengertian Hulul
Secara etimologi, “Hulul” berasal dari kata “Halla yahlul-hululan” yang
berarti menempati. Al hulul dapat berarti menempati suatu tempat. Jadi hulul secara
bahasa berarti “Tuhan menngambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yang telah
lenyap sifat kemanusiaannya melalui fana’. Adapun menurut istilah, hulul berarti
paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh
manusia itu dilenyapkan.
Hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap di mana manusia dan Tuhan bersatu
secara rohaniah. Dalam hal ini, Hulul pada hakikatnya istilah lain dari al Ittihad.
Tujuan dari Hulul adalah mencapai persatuan secara batin.

2. Tokoh yang mengembangkan paham Al hulul


Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tokoh yang mengembangkan
paham al Hulul adalah al Hallaj. Nama Lengkapnya adalah Husein bin Mansur al
Hallaj. Ia lahir tahun 244H (856M) di negeri Baidha, persia.
Al Hallaj berpendapat bahwa cinta dan kasih sayang Allah terhadap hamba-
Nya berada di atas segala sesuatu, dan dasar cinta adalah pengorbanan (at-tadhiyah),
serta tanpa diminta Dia rindu bertemu dengan yang dicintai-Nya. Oleh karena itu,
para wali Allah harus menghadapkan dirinya kepada Allah semata dalam bentuk
penghambaan yang utuh dan mematuhi perintah-Nya meskipun memberatkan mereka.
Inilah tampaknya pemahaman agama yang dianjurkan Al Hallaj.
Al Hallaj menggambarkan uluhiyah (ketuhanan) dengan tajrid dan tanzih dan
tidak terlintas dalam dirinya bahwa mengetahui Allah yang ditanzihkan merupakan
sesuatu yang ada di luar kemampuan manusia. Oleh sebab itu, dia berpendapat bahwa
seseorang yang berketuhanan akan mendapatkan hakikat gambar Tuhan yang
diberikan Allah setelah melalui usaha keras (riyadhah dan mujahadah) dan hidup
zuhud. Hal ini karena Allah menciptakan manusia sesuai gambar-Nya atau bentuk-
Nya.

F. Ajaran Tasawuf : Mahabbah, Makrifat dan Tokohnya

“Mahabbah” adalah cinta, atau cinta yang luhur kepada Tuhan yang suci dan
tanpa syarat,tahapan menumbuhkan cinta kepada Allah, yaitu: keikhlasan,
perenungan, pelatihan spiritual, interaksi diri terhadap kematian, sehingga tahap cinta
adalah tahap tertinggi oleh seorang ahli yang menyelaminya. Didalamnya kepuasan
hati (ridho), kerinduan (syauq) dan keintiman (uns).
Sedangkan Ma’rifah ialah ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal.
Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga
hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah
ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka
namakan maqamat, seperti hidup zuhud, ibadah dan barulah tercapai ma’rifat.
1.Paham Mahabbah
Paham mahabbah diperkenalkan oleh sufi perempuan yaitu, Rabiah al-
Adawiyah. Beliau adalah zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah, di Irak.Ia
hidup antara tahun 713-801 H.Tuhan baginya dzat yang dicintai hingga meluaplah
dalam hatinya rasa cinta yang mendalam kepada-Nya.
Selain Rabiah al-adawiayah ada beberapa tokoh sufi yang menerangkan
tentang mahabbah dan diantaranya adalah Al-Qushairi,beliau memberikan lebih dari
80 definisi.Ia tidak memberikan definisi secara pasti atau jelas. Ia mengatakan
Mahabbah adalah kondisi keadaan jiwa yang mulia(halal asy-syarifah). Sementara
Ath-Thusi membagi Mahabbah menjadi 3 tingkatan. Pertama, Mahabbah al-
ammah,yaitu Mahabbah yang timbul dari belas kasih dan kebaikan Allah kepada
hambanya. Kedua, hub ash-shadiqin wa al-muttaqiqin,yaitu Mahabbah yang timbul
dari pandangan hati sanubari terhadap kebesaran,keagungan,kemahakuasaan,ilmu dan
kekayaan Allah. Ketiga Mahabbah as-shiddiqin wa al arifin, yaitu Mahabbah yang
timbul dari penglihatan dan ma’rifat mereka terhadap qadimnya kecintaan Allah yang
tanpa ‘illat. Demikian pula mereka mencintai Tuhan tanpa ‘illat.
Dilihat dari segi tingkatannya,mahabbah dikemukakan al-shirraj,dikutip dari
Harun Nasution,ada 3 macam yaitu Mahabbah orang biasa,Mahabbah orang shiddiq
dan Mahabbah orang yang arif. Mahabbah orang biasa mengambil bentuk selalu
mengingat Allah dengan zikir, menyebut nama-nama Allah dan memperoleh
kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan.
2.Paham Ma’rifat
Tokoh yang mengembangkan paham makrifat adalah Imam Abu Hamid
Muhammad al-Ghozali yang lahir pada tahun 125 M. di Ghazaleh, di
Khurazan.Beliau mengatakan bahwa makrifat adalah tampak jelas rahasia-rahasia ke-
Tuhanan dan pengetahuan mengenai susunan urusan keTuhanan yang mencangkup
segala yang ada.
Tokoh yang mengambangkan makrifat selain Imam Ghozali adalah Syaih Zun
al-Misri berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak di Sudan dan Mesir, beliau
wafat pada tahun 1111M.Ketika ditanya bagaimana ia memperoleh makrifat tentang
tuhan, ia menjawab,” Aku mengetahui Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku
tak akan tahu Tuhan.”
Dzun Al-Mishri berhasil memperkenalkan corak baru tentang
Ma’rifat.Pertama,ia membedakan antara ma’rifat sufistik(Ma’rifat shufiyyah) dengan
Ma’rifat rasional(Ma’rifat Aqliyah). Yang pertama menggunakan pendekatan qalb
yang biasa digunakan para sufi,sedangkan yang kedua menggunakan pendekatan rasio
yang biasa digunakan para teolog.
Kedua,Ma’rifat sebenarnya adalah Musyahadah Qalbiyyah,(penyaksian
melalui hati),sebab ma’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali.
Ketiga,sesungguhnya ma’rifat yang hakiki adalah bukan ilmu tentang keesaan
Tuhan,sebagaimana yang diyakini selama ini,bukan pula ilmu-ilmu burhan dan nazhr
milik para hakim,mutakallim,dan ahli balaghah,tetapi ma’rifat terhadap keesaan
Tuhan khusus yang dimilki para wali Allah sehingga tersingkaplah baginya apa-apa
yang tidak dapat dilihat oleh selain mereka.

G. Tarekat Dan Tasawuf Serta Hubungannya

Tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara


mensucikan rohani dan memperbanyak ibadah. Tarekat (Thariqah) adalah suatu cara
atau jalan yang ditempuh oleh para ahli tasawuf atau kaum mutashawwifin untuk
mencapai tujuan, yaitu dapat lebih dekat dengan Allah SWT.
Persamaan tasawuf dan tarekat adalah sama-sama merupakan bentuk upaya
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Perbedaan tasawuf dan tarekat adalah cara
melakukannya untuk mendekatkan diri ke Tuhan yang berbeda.

H. Pengertian Akhlak Menurut Bahasa Dan Definisi Para Ulama

Akhlak dalam bahasa Arab berasal dari kata khuluk yang berarti tingkah laku,
perangai, atau tabiat. Secara terminologi, akhlak adalah tingkah laku seseorang yang
didorong oleh sesuatu keinginan secara mendasar untuk melakukan suatu perbuatan.
akhlak menurut para ahli dan ulama:
1. Menurut Husain Munaf, akhlak adalah tingkah laku, tabiat, perangai
kepribadian sebagai istilah berarti sikap rohanian yang melahirkan tingkah
laku, perbuatan manusia terhadap dirinya dan orang lain.
2. Akhlak menurut al-Ghazali adalah sesuatu yang menetap dalam jiwa dan
muncul dalam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran terlebih
dahulu. Akhlak bukanlah perbuatan, kekuatan, dan ma'rifah. Akhlak adalah
"haal" atau kondisi jiwa dan bentuknya bathiniah.
3. Menurut Hasan Al-Bashri, akhlak mulia adalah “Wajah yang berseri-seri,
memberikan bantuan, dan tidak mengganggu.” Sementara Abdullah bin
Mubarak mengetakan, “Akhlak yang baik ada pada tiga hal: menjauhi hal-hal
yang diharamkan, mencari hal-hal yang halal, dan memperbanyak
menanggung tanggungan.”

I. Sumber Akhlak Dalam Islam Dan Dalil-Dalil Tentang Akhlak

Sumber akhlak adalah al-Qur'an dan al-Hadits, bukan akal pikiran atau
pandangan masyarakat, sebagaimana pada konsep etika dan moral.[5] Dalam konsep
akhlak, segala sesuatu dinilai baik-buruk, terpuji-tercela, semata-mata karena syara‟
(al-Qur'an dan Sunnah) menilainya demikian.
● Ayat dan hadits tentang akhlak
Ayat Alquran tentang Akhlak dan Aqidah
1. Artinya: “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah
kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.
Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia,” (QS Al-Baqarah: 83).
2. "Bertaqwa kepada Allah dan berakhlak dengan akhlak yang baik.” (HR.
Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
3. "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah bagi kalian contoh yang baik
bagi orang yang mengharap pertemuan dengan Allah dan hari akhir dan
mengingat Allah dengan dzikir yang banyak.” (QS. Al-Ahzab[33]: 21)

J. Akhlak Mazmumah

Akhlak mazmumah adalah akhlak yang tidak dibenarkan oleh agama,


golongan akhlak atau tindakan buruk yang harus dihindari oleh setiap manusia.
Akhlak mazmumah ini harus dijauhi karena dapat mendatangkan kemudharatan bagi
diri sendiri maupun orang lain.

K. Hubungan Akhlak Dan Tasawuf

        Secara etimologis akhlaq adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Kata akhlaknya yang berarti menciptakan seakan dengan kata khaliq
(pencipta), makhaliq yang (diciptakan) dan khalq (penciptaan).
Kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan).
Secara terminologis (ishthilabah) ada beberapa definisi tentang akhlaq :

1. Sumber akhlak

        Yang dimaksud dengan sumber akhlak atau yang menjadi ukuran baik dan buruk
atau mulia dan tercela.
Dalam konsep akhlak segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau
tercela semata-mata karna syara’ (Al-Quran dan Sunnah) menilainya demikian.
Apakah Islam menafikan peran hati nurani, akal dan pandangan masyarakat dalam
menyimpulkan baik dan buruk.
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa al-Qur’an memang menjadi ukuran baik
dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah Swt. Memiliki fitrah bertauhid,
mengakui keesaannya.
2. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Tasawuf

Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah
satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah
mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah.
Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf amali,
ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat
kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.
Akhlak sendiri menjadi hal yang penting dalam ilmu tasawuf. Dapat
disimpulkan bahwa dalam pelaksanaannya, akhlak menjadi pengatur hubungan antara
sesama manusia, sedangan tasawuf menjadi pengatur hubungan antara manusia dan
Tuhan. Tasawuf dan akhlak merupakan istilah yang tidak lepas dari ajaran Islam.

Anda mungkin juga menyukai