Anda di halaman 1dari 7

Nama :Ainun Ni'mah Sorayya

Nim : 2108310008

Semester/Jurusan : 3/Tasawuf Psikoterapi

JAWABAN UTS MADZHAB TASAWUF

1. Tasawuf secara etimologis berasal dari kata bahasa arab, yaitu tashawwafa, Yatashawwafu,
selain dari kata tersebut ada yang menjelaskan bahwa tasawuf berasal dari kata Shuf yang
artinya bulu domba, maksudnya adalah bahwa penganuttasawuf ini hidupnya sederhana,
tetapi berhati mulia serta menjauhi pakaian sutra dan memakai kain dari bulu domba yang
berbulu kasar atau yang disebut kain wol kasar. Yang mana pada waktu itu memakai kain
wol kasar merupakan bentuk kesederhanaan. Kata shuf juga diartikan dengan selembar bulu
yang maksud para sufi adalah dihadapan Allah merasa dirinya hanya bagaikan selembar
bulu yang terpisah dari kesatuannya yang tidak memiliki apa-apa. Kaa Tasawuf juga berasal
dari kata Shaff yang berarti barisan, makna kata shaff ini diartikan kepada para jamaah yang
selalu berada pada barisan kedepan ketika shalat, sebagaimana shalat yang berasa pada
barisan kedepan maka akan mendapatkan kemuliaan dan pahala. Tasawuf juga berasal dari
kata shafa yang berarti jernih, bersih atau suci. Makna tersebut sebagaimana dari mereka
yang memiliki hati yang bersih atau suci, maksudnya adalah mereka mensucikan dirinya
dihadapan Allah SWT melalui latihan kerohanian yang amat dalam yaitu dengan melatih
dirinya untuk menjauhi segala sifat yang kotor sehingga mencapai kebersihan dan kesucian
pada hatinya. Adapun yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Shuffah yaitu
serambi masjid nabawi yang ditempati sebagian sahabat Rasulullah. Maknanya tersebut
dilatarbelakangi oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud dan konsentrasi beribadah
hanya kepada Allah SWT serta menimba ilmu bersama Rasulullah yang menghuni masjid
Nabawi. Sekelompok sahabat tersebut adalah mereka yang ikut berpindah bersama
Rasulullah dari Mekah ke Madinah dengan keadaan mereka kehilangan harta dan dalam
keadaan miskin. Sedangkan pengertian tasawuf secara terminologi terdapat banyak beberapa
pendapat berbeda yang telah dinyatakan oleh beberapa ahli, namun penulis akan mengambil
beberapa pendapat dari pendapat pendapat para ahli tasawuf yang ada, yaitu sebagai berikut:
a) Syekh Abdul Qadir al-Jailani berpendapat tasawuf adalah mensucikan hati dan
melepaskan nafsu dari pangkalnya denngan khalawt, riya-dloh, taubah dan ikhlas.

b) Al-Junaidi berpendapat bahwa tasawuf adalah kegiatan membersihkan hati dari


yang mengganggu perasaan manusia , memadamkan kelemahan, menjauhi
keinginan hawa nafsu, mendekati hal hal yang di ridhai Allah,bergantung pada
ilmu-ilmu hakikat, memberikan nasihat kepada semua orang, memegang dengan
erat janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti contoh Rasulullah dalam
hal syari'at.

c) Syaikh Ibnu Ajibah menjelaskan tasawuf sebagai ilmu yang membawa seseorang
agar bisa dekat bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian rohani
dan mempermanisnya dengan amal-amal shaleh dan jalan tasawuf yang pertama
dengan ilmu, yang kedua amal dan yang terakhirnya adalah karunia Ilahi.

d) H. M. Amin Syukur berpendapat bahwa tasawuf adalah latihan dengan


kesungguhan (riya-dloh, mujahadah) untuk membersihkan hati , mempertinggi
iman dan memeperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri
manusia kepada Allah sehingga segala perhatiannya hanya tertuju kepada Allah.

2. Ruang lingkup tasawuf meliputi hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara


untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu
hubungan khusus secara langsung dari Tuhan. Istilah mazhab bisa dimasukkan ke dalam
ruang lingkup dan disiplin ilmu apa pun, terkait segala sesuatu yang didapati adanya
perbedaan. Dan ada tiga ruang lingkup yang sering digunakan istilah mazhab di
dalamnya, yaitu mazhab akidah atau teologi (madzahib i'tiqadiyyah), mazhab politik
(madzahib siyasiyah), dan mazhab fikih atau mazhab yuridis atau mazhab hukum
(madzahib fiqhiyyah).

3. Syaikh Ismail adalah ulama pertama yang menyebarkan tarekat Naqsyabandiyah di


Minangkabau. “Beliau adalah seorang ahli fikih, ahli tasawuf dan ahli ilmu kalam
(teologi),” Di waktu kecil, Syekh Ismail belajar membaca Alquran di surau dibimbing
guru dan orang tuanya. Menurutnya, Syekh Ismail belajar membaca kitab Arab Melayu
dan kitab berbahasa Arab. “Pelajarannya meliputi ilmu fikih, tasawuf, ilmu kalam,
tafsir, hadis dan ilmu bahasa.” Syekh Ismail adalah pelopor Tarekat Khalidiyah
Naqsabandiyah di Minangkabau khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Menurutnya, tarekat ini mengubah metode dalam tasawuf. “Perubahan ajaran Tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah adalah tentang kesaksian tunggal (Wahdatus Syuhud) dan
menentang ajaran Wahdatul Wujud yang bersumber pada ajaran Al Hallaj dan Ibnu
Arabi,” tulisnya. Ia mengajarkan ilmu tauhid berdasarkan paham As'ariyah atau
Ahlussunah wal Jama'ah dan mengajarkan ilmu fikih berdasarkan mahzab Syafi'i.
Sedangkan dalam mengajar ilmu tasaawuf, Syekh Ismail mengikuti tasawuf Sunni dari
Syekh Juneid Imam Abu Hamid al-Ghazali. Syekh Ismail mulai menyebarkan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah setelah dibai'at oleh Syekh Khalid al-Kurdi, salah seorang
gurunya di Mekah. Ketika Syekh Ismail menyebarkan tarekatnya, di Minangkabau
sendiri telah berkembang Tarekat Shatariyah yang dikembangkan oleh Syekh
Burhanuddin Ulakan sebelumnya. Syekh Burhanuddin telah mengembangkan
tarekatnya tersebut pertama kali di Nusantara pada abad ke-17. Namun tarekat tersebut
tidak menghalangi usaha Syekh Ismail dalam mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah. Keduanya dapat berkembang di masyarakat Minangkabau.Ciri yang sangat
menonjol dari Tarekat Naqsabandiyah yang disebarkan oleh Ismail adalah diikutinya
syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah menyebabkan pengunjung terhadap
musik dan tari serta lebih menyukai dzikir dalam hati. Lalu upaya yang serius dalam
mempengaruhi kehidupan dan pemikiran para penguasa dan mendekatkan Negara pada
agama. Berbeda dengan terekat lainnya, tarekat ini tidak berpendapat bahwa isolasi diri
dalam menghadapi kekuasaan. Jadi memperbaiki penguasa adalah sarana untuk
memperbaiki masyarakat. Tarekat Naqsabandiyah, sperti juga tarekat yang lain,
memiliki beberapa tata cara peribadatan, teknik spiritual, dan ritus tersendiri. Sebagai
tarekat yang terorganisir, Naqsabandiyah memiliki sejarah dalam rentangan masa
hampir enam abad yang secara geografis penyebarannya meliputi tiga.

4. Murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang lain ialah Syeikh Burhanuddin
Ulakan. Beliau inilah yang disebut sebagai orang yang pertama sebagai penyebar Islam
di Minangkabau (Sumatera Barat) melalui kaedah pengajaran Tarekat Syathariyah.
a) Ajaran yang terdapat dalam tarekat Syattariyah adalah menganut paham Wahdatul
Wujud, Dimana paham ini memiliki kesamaan dengan paham tasawuf Ibn Arobi.
Wahdatul wujud terdiri dari dua kata, wahdat dan wujud.Wahdah mempunyai arti
tunggal dan wujud artinya ada, dengan demikian wahdatul wujud berarti kesatuan
wujud. Dari pengertian diatas kata wahdah sebagai kesatuan antara materi dan roh,
hakekat dan bentuk, lahir dan batin, Allah dan alam. Maka, dari pengertian itulah
bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan. Dengan kata lain, segala macam
benda-benda dan makhluk yang ada dialam ini merupakan manifestasi dari pada
tuhan. Tuhan yang dimaksud disini ialah bukan dalam arti esensi (dzat) akan tetapi
sifat-sifatnya yang indah.Wahdatul Wujud atau wujudiyah adalah milik paham dari
Ibn Arobi dan ajaran Insan Kamil milik al-Jili, dengan basis teori tanazzul dan
tajalli.

b) Ajaran Tarekat Syattariyah yang selanjutnya adalah talkin. Talkin adalah langkah
yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum seseorang di bai‟at menjadi anggota
tarekat dalam menjalani dunia tarekat. Menurut alQusashi diantara tatacara talkin
adalah calon murid terlebih dahulu meninap di tempat tertentu yang ditunjuk oleh
Syaikh-nya selama tiga malam dan dalam keadaan suci (berwudlu). Setiap
malamnya ia harus melaksanakan sholat sunnah sebanyak enam roka‟at dengan
tigan kali salam. Pada roka‟at pertama dari dua roka‟at pertama, setelah selesai
membaca surah al-Fatihah membaca surah al-Qodr enam kali, kemudian setelah
roka‟at kedua setelah baca surah al-Fatihah baca surah al-Qodr dua kali, pahala
shalat tersebut dihadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seraya mengharap
pertolongan dari Allah. Selanjutnya pada roka‟at pertama dari dua roka‟at kedua,
setelah selesai baca surah al-Fatihah membaca surah al-Kafirun lima kali, dan pada
roka‟at kedua setelah surah al-Fatihah membaca surah al-Kafirun tiga kali, dan
pahalanya dihadiahkan kepad arwah para nabi, keluarga, sahabat, serta para
pengikutnya. Terahir pada roka‟at pertama dari dua roka‟at ketiga setelah surah al-
Fatihah membaca surah al-Ikhlas empat kali, dan pada roka‟at kedua setelah al-
Fatihah membaca surah al-Ikhlas dua kali. Kali ini pahalanya dihadiahkan kepada
para arwah guru-guru tarekat , keluarga, shabat, dan para pengikutnya. Kemudian
setelah rangkaian sholat diatas selesai lalu ditutup dengan membaca shalawat
kepada nabi sebanyak sepuluh kali.

c) Ajaran yang selanjutnya adalah bai‟at. Setelah menjalani talkin, hal yang harus
ditempuh oleh seseorang yang akan menjadi murid adalah di bai‟at. Secara hakiki
bai‟at menurut al-Qusashi merupakan ungkapan kesetiaan dan penyerahan diri dari
seorang murid secara khusus kepada syaikh-nya dan secara umum kepada lembaga
tarekat yang dimasukinya.

d) Ajaran selanjutnya adalah dikenal dengan tujuh macam dzikir muqoddimah, yang
disesuaikan dengan tujuh macam nafsu manusia. Tujuh macam dzikir itu adalah

i. Dzikir thowaf, yaitu dikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri sampai
bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaaha sambil menahan nafas . setelah
sampai dibahu kanan nafas ditarik lalu mengucapkan Illa Allah yang
dipukulkan kedalam hatisanubari yang letaknya kira-kira dua jari dibawah susu
kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.

ii. Dzikir nafi‟ isbat, yaitu dzikir dengan Laa ilaaha illa Allah dengan lebih
mengeraskan lafadz nafi‟nya (laa ilaaha) ketimbang isbat-nya (illa Allah) yang
diucapkan seperti memasukkan suara kedalam yang Empu-nya Allah.

iii. Dzikir isbat faqoth, yaitu berdzikir dengan illa Allah, illa Allah, illa Allah yang
dihujamkan kedalam hati sanubari.

iv. Dzikir ism al-dzat, yaitu dzikir dengan Allah, Allah, Allah yang dihujamkan
ketengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya
hidup dan kehidupan manusia.

v. Dzikir taroqqi, yaitu dzikir Allahu, Allahu. Dzikir Allah diambil dari dalam
dada, dan hu dimasukkan kedalam bait al-makmur 9otak, markas selalu tersinar
oleh cahaya ilahi).

vi. Dzikir tanazzul, yaitu dzikir Huwa Allah, Huwa Allah, dzikir huwa diambil
dari ba‟it al-makmur, dan Allah dimasukkan kedalam dada. Dzikir ini
dimaksudkan agar seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi
sebagai insane cahaya ilahi.

vii. Dzikir Ism al-Ghoib, yaitu dzikir huwa, huwa, huwa dengan mata dipejamkan
dan mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengahtengah dada menuju
kearah kedalaman rasa.

e) Hamzah Fansuri memiliki pandangan tasawuf yang berbau panteisme (wujudiyah).


Ibnu ‘Arabi dianggap sebagai tokoh yang sangat berpengaruh dalam pemikiran
tasawuf Hamzah Fansuri melalui karyakaryanya. Bahkan Hamzah Fansuri dianggap
orang pertama yang menjelaskan paham wihdat al-wujud Ibnu ‘Arabi untuk
kawasan Asia Tenggara. Hamzah Fansuri juga mengutip pendapat para sufi yang
beraliran wujudiyah dan non-wujudiyah untuk menjelaskan dan memperkuat
pendapat Ibnu ‘Arabi yang dinisbatkan kepadanya, seperti Abu Yazid al-Busthami,
al-Junaid al-Baghdadi, al-Hallaj, al-Ghazali, al-Mas’udi, Farid al-Din al-Attar, Jalal
al-Din al-Rumi, al-‘Iraqi, al-Maghribi Syah Ni’matullah, dan al-Jami. Hamzah
Fansuri tidak hanya menerjemahkan dan menghimpun pendapat mereka, namun
juga dengan keahlian dalam menyusun kata-kata sehingga sesuai dengan paham
wahdat al-wujud Ibnu ‘Arabi. Walaupun demikian Hamzah Fansuri masih disebut
sebagai penganut tarekat Qadiriyah yang dinisbatkan kepada Syekh Abdul Qadir
al-Jailani dan beraliran Sunni. Sedangkan dalam bidang fikih, Hamzah Fansuri
disebut bermazhab al-Syafi’i. Di Nusantara, Hamzah Fansuri lebih dikenal sebagai
ulama sufi yang banyak mengadopsi dan mengembangkan paham tasawuf
wujudiyahsebagaimana yang telah dikembangkan oleh sufi panteis di atas tadi.
Paham wujudiyah (wihdat al-wujud) adalah bahwa Tuhan tidak bertentangan
dengan gagasan tentang penampakan pengetahuan-Nya yang bervariasi di alam
nyata ini (‘alam al-khalq). Tuhan adalah Dzat Mutlak, satu-satunya di dalam ke-
Esa-anNya, tanpa ada sekutu bagi-Nya; dan oleh karena itu Tuhan adalah tanzih
(transenden). Manifestasi pengetahuan-Nya bervariasi dan memiliki penampakan
lahir dan batin di samping tanzih(transenden) Dia juga tasybih (imanen).Hamzah
Fansuri memulai ajaran tasawufnya dengan mengatakan bahwa Tuhan adalah Dzat
yang Maha Suci dan Maha Tinggi yang menciptakan manusia. Menurut Hamzah
Fansuri, Tuhan sebagai Wujud Tunggal yang tiada bandingan dan sekutu,
menampakkan sifat-sifat kreatif-Nya melalui ciptaan-Nya yang berbagai-bagai di
alam semesta. Sifat dan tindakan-Nya yang kreatif inilah yang disebut sebagai
Wujud-Nya yang tampak kepada manusia. Pendapatnya ini dirujuk kepada al-
Qur’an Surat al-Baqarah/2: 115, yang artinya kurang lebih: “Ke mana pun kau
memandang akan tampak wajah Allah (ainama tuwallu fa tsamma wajhullahi)”.
Wajah Allah Swt. yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah wajah lahir, akan tetapi
wajah batin-Nya, yaitu sifat-sifat-Nya yang Maha Pengasih (al-Rahman) dan Maha
Penyayang (al-Rahim). Rahman adalah cinta Tuhan yang esensial yang
dilimpahkan kepada siapa saja. Sedangkan Rahim adalah cinta Tuhan yang wujub,
artinya hanya wajib diberikan kepada orang-orang pilihan yang benar-benar
dicintainya.Bagi penganut tasawuf wujudiyah, sifat Rahman dan Raim Tuhan
merupakan cinta Tuhan kepada manusia yang dipancarkan dari wajah Tuhan
kepada mata batin manusia. Semua ciptaan yang wujud di alam semesta ini
merupakan pancaran dari Rahman dan Rahim-Nya sebab Rahman-Nya telah
meliputi segala sesuatu. Pandangan-pandangan tasawuf wujudiyah yang
dikembangkan Hamzah Fansuri ini kemudian terus mengalami perkembangan dari
waktu ke waktu sehingga berkembang ke seantero Nusantara. Tasawuf wujudiyah
Hamzah Fansuri membawa pengaruh luas, tidak hanya berkembang di wilayah
Sumatera (Aceh) semata, namun juga hingga ke Sulawesi, Kalimantan, Jawa,
bahkan hingga Mancanegara.

Anda mungkin juga menyukai