Anda di halaman 1dari 5

Materi Tasawuf

Tasawuf
Banyak para pakar yang memberikan definisi terhadap isti- lah tasawuf. Definisi satu dengan
yang lainnya berbeda-beda ter- gantung dari sisi mana si pakar tadi meninjaunya. Ada yang
me- lihat dari sisi sejarah kemunculannya, ada yang melihat dari sisi penomena sosial di abad
klasik dan pertengahan, juga ada yang melihatnya dari sisi substansi ajarannya dan ada juga
yang me- lihat dari sisi tujuannya.
Asal usul Tasawuf
Teori pertama menyatakan bahwa secara etimologis tasa- wuf diambil dari kata "Suffah"
yaitu sebuah tempat di mesjid Rasulullah Saw. (Mesjid Nabawi) yang dihuni oleh sekelom-
pok sahabat yang hidup zuhud yang konsentrasi beribadah kepada Allah sambil menimba
ilmu dari Rasulullah. Teori kedua, menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata "sifat"
dengan alasan bahwa para sufi suka membahas sifat-sifat Allah sekaligus mengaplikasikan
sifat-sifat Allah tersebut dalam perilaku mereka sehari-hari sehingga sifat-sifat itu menjadi
kepribadiannya. Teori ketiga berpendapat bahwa kata "tasawuf" diambil dari akar kata
"sufah" artinya selem- bar bulu, sebab para sufi dihadapan Tuhannya merasa bagai- kan
selembar bulu yang terpisah dari kesatuannya yang tidak mempunyai nilai apa-apa. Teori
keempat menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata "shofia" yang artinya al-hikmah
(bijaksana) sebab para sufi selalu mencari hikmah ilahiyyah dalam kehidupannya. Teori
kelima, sebagai yang dikemu- kakan oleh al-Busti seorang fakar tasawuf, menyatakan bah-
wa tasawuf berasal dari akar kata "as-Safa" yang artinya suci, bersih, dan murni, sebab para
sufi membersihkan jiwanya hing- ga berada dalam kondisi suci dan bersih. Ada juga teori
yang menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata "suf" yang artinya bulu domba
(wool), dengan argumentasi bahwa dimasa silam para sufi selalu memakai pakaian wool
kasar yang terbuat dari bulu binatang sebagai tanda kesederhanaan hidup mereka. Sikap
asketis ini sebagai reaksi atas kehidupan mewah yang telah melanda dunia Islam pada saat
itu.
Di antara berbagai pendapat tentang asal usul "tasawuf", menurut Ahmad as-Sirbasi,
pendapat al-Bustilah yang paling kuat dan rajih, sebab kenyataannya tasawuf itu adalah
upaya pensucian hati supaya dekat dengan Allah. Berbeda dengan as-Sirbasi, Ibnu Khaldun
berpendapat bahwa "tasawuf" yang berasal dari akar kata "suf" yang artinya wool kasar
adalah lebih rajih dan kuat sebab kenyataannya pada waktu itu para sufi biasa memakai wool
kasar sebagai tanda kesederhanaan.
Dilihat dari tujuannya, seperti telah disinggung di atas, tasawuf adalah proses pendekatan diri
kepada Allah dengan cara mensucikan hati (tashfiat al-Qalbi). Allah Yang Maha Suci tidak
dapat didekati kecuali oleh manusia yang suci. Manusia yang suci bukan hanya bisa dekat
dengan Tuhan malah dapat melihat Tuhan (al-Ma'rifah). Bagaimana cara mensucikan hati, di
dalam diterangkan teorinya.
Pengertian Tasawuf secara Terminologis
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaid al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak
mulia yang nampak di zaman yang mulia dari seorang manusia mulia bersama kaum yang
mulia.
Sedangkan menurut al-Junaid al-Bagdadi (W. 297 H) tasawuf adalah:
Engkau ada bersama Allah tanpa 'alaqah (tanpa peran-tara)
Dalam statemen yang agak lengkap ia mengatakan tasawuf adalah Allah mematikanmu,
Allah menghidupkanmu dan kamu ada bersama Allah tanpa perantara.
Syaikh Samnun al-Muhib (W. 297 H) berkata tasawuf adalah
"Engkau tidak memiliki sesuatu dan engkau tidak dimliiki oleh sesuatu".
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba
setiap waktu melakukan sesuatu perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu yang sebelum-
nya.
Sirri as-Saqati (W.251 H) berkata:
"Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna: yakni (1) mur ma'ifat nya tidak memadamkan
cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang ilmu batin yang bertentangan dengan makna
zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3) tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan
Allah"
Sementara Bisr Ibn al-Haris al-Hafi (w. 227 H.) menyatakan:
"Orang sufi adalah orang yang telah suci bersih hatinya hanya bagi Allah"
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani berpendapat bahwa tasawuf adalah mensucikan hati dan
melepaskan nafsu dari pang- kalnya dengan kholwah, riyadoh dan terus-terus berzikir dengan
dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas. Jika seorang mukmin duduk dalam
khalwah dengan taubat dan talqin dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka
Allah memurnikan amalnya, menyinari hatinya, meng- haluskan kulitnya, mensucikan
lisannya, memadukan anggota badannya lahir batin, mengangkat amalnya keharibaan-Nya
dan mendengar permohonannya.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau
tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan
menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah."

Nama Ilmu Tasawuf


Ilmu Tasawuf mempunyai beberapa nama, antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu Batin
b. Ilmu al-Qalbi
c. C. Ilmu Ladunni
d. Ilmu Mukasyafah
e. Ilmu Asrar
f. Ilmu Maknun
g. Ilmu Hakikat

Pilar Ilmu Tasawuf


Pilar ilmu tasawuf ada lima perkara
a. Taqwallah (bertakwa kepada Allah) baik sewaktu sirr maupun 'alaniyah (terbuka).
b. Mengikuti Sunnah baik qauli maupun fi'li serta meng- aktualisasikannya dalam penjagaan
diri dan akhlak yang baik.
c. Berpaling dari makhluk yang diwujudkan dalam sikap sabar dan tawakkal.
d. Rida terhadap ketentuan Allah yang diwujudkan dengan sikap qona'ah dan menerima
(tafwid).
e. Kembali kepada Allah baik dikala senang maupun waktu susah.

Sumber Ilmu Tasawuf


Ilmu tasawuf diambil dari al-Qur'an dan sunnah Rasu- lullah Saw. Juga dari atsar assabitah
(jejak yang sudah tetap) dari umat-umat pilihan di masa silam.

Hukum Mempelajari Ilmu Tasawuf


Hukum mempelajari ilmu tasawuf adalah wajib ain ar- tinya kewajiban yang mengikat
kepada setiap individu mus- lim, sebab setiap orang tidak akan lepas dari kekurangan-ke-
kurangan dan kemungkinan terkena penyakit hati kecuali para Nabi.
Oleh karena itu sebagian ulama ahli ma'rifah berkata:
Barang siapa yang tidak memiliki ilmu ini sedikitpun (ilmu batin), aku hawatir ia berakhir
dengan Su'ul khatimah. Paling tidak seorang mukmin harus membenarkan akan ilmu ini dan
menyerahkan kepada ahlinya.
Lebih jauh Syaikh As-Syazili menyatakan: "Barang siapa yang tidak mau tenggelam dalam
ilmu kami ini maka ia mati dalam keadaan berdosa besar tapi ia tidak merasa kalau ia
berdosa".

Masalah-masalah yang dibahas dalam ilmu Tasawuf


Masalah inti yang dibahas di dalam ilmu tasawuf adalah sifat-sifat jiwa manusia, cara-cara
pensucian jiwa, dan pen- jelasan istilah-istilah yang khas dalam disiplin ilmu ini mi- salnya
maqamat; taubat, zuhud, wara', al-mahabbah, fana baga dan yang lainnya. Demikian juga
masalah ahwal seperti, al- khauf wa arraja, al-uns, ar-rida, al-hub (al-mahab-bah), an- Naga
dan lain-lain.

Abu Nasr as-Sarraj di da- lam kitab monumentalnnya al-luma menyebutkan ada tujuh
maqam yang mesti ditempuh oleh seorang salik untuk dapat dekat dengan Allah. Ketujuh
maqam termaksud adalah attaubah, al- Wara', az-Zuhd, al-Faqr, as-Sabr, at-Tawakkal, ar-
Rida.
Taubah
Taubah adalah maqam pertama yang mesti dilalui oleh setiap salik. Secara etimologis taubah
artinya kembali. Yang dimaksud adalah kesadaran hati terhadap kelalaian diri dan
memandang diri dalam keadaan yang serba kurang karena tercemar dengan berbagai dosa.
Taubat ada tiga tingkatan:
Zuhud
Awal mula zuhud adalah sikap wara' dalam beragamayakni menjauhi hal-hal yang
diharamkan syara'. Memang ke- wara'an dapat menimbulkan keinginan untuk berlaku zuhud
secara ruhani secara mendalam. Hanya makna zuhud sufistik lebih jauh dari itu. Misalnya
halal menurut syari'at adalah apa-apa yang tidak menyalahi aturan Allah, sementara halal
secara sufistik adalah apa-apa yang tidak menyebabkan lupa kepada Allah.
Wara (al-Wara')
Secara lugawi wara' artinya hati-hati. Secara istilahi wara'adalah sikap menahan diri agar
hatimu tidak menyimpang sekejap pun dari mengingat Allah." Sufi yang lain mengemuka-
kan bahwa wara' adalah seorang hamba tidak berbicara me- lainkan dalam kebenaran, baik
dalam keadaan rida maupun dalam keadaan marah.
Faqr (al-Faqr)
Faqr berarti kekurangan harta dalam menjalankan kehidu- pan di dunia. Sikap faqr harus
dimiliki oleh seorang salik se- waktu menjalankan suluknya. Kekayaan seringkali menjadi-
kan manusia lebih dekat kepada kemaksiatan paling tidak memalingkan manusia dari hanya
konsentrasi beribadah ke- pada Allah.
Sabar (as-Sabr)
Sabar berarti tabah dalam menghadapi segala kesulitan tanpa ada rasa kesal dan menyerah
dalam diri. Sabar juga da- pat berarti tetap merasa cukup meskipun kenyataannya tidak
memiliki apa-apa.
Syukur (as-Syukr)
Syukur yang arti dasarnya berterima kasih, diperlukan dalam kehidupan, sebab apa-apa yang
kita lakukan dan apa- apa yang menjadi milik kita pada hakikatnya merupakan karunia Allah.
Allahlah yang telah memberikan nikmat dan barokah kepada umat manusia. Betapa banyak
nikmat yang Allah berikan kepada manusia sehingga kita tak dapat menghitungnya.
Tawakal (at-Tawakkal)
Tawakkal arti dasarnya berserah diri kepada Allah. Se- cara sufistik tawakkal adalah
menyerahkan diri hanya kepada ketentuan Allah. Jika mendapat nikmat ia bersyukur sebalik-
nya jika ia mendapat musibat ia bersabar dan berserah diri kepada ketentuan Allah. Kata
sebagian sufi tawakkal adalah rahasia antara seorang abdi dengan Tuhannya. 18
Rida (ar-Rida)
Rida artinya meninggalkan ikhtiar. Menurut al-Muhasibi rida adalah tentramnya hati dibawah
naungan hukum. Semen- tara Zun Nun al-Misri menyatakan rida adalah senangnya hati
dengan berjalannya ketentuan Allah. Dalam arti menerima ketentuan hukum-hukum Tuhan
dengan senang hati.
Al-Ma'rifah
Ma'rifah artinya mengenal, atau melihat. Dan yang maksud adalah melihat Tuhan dengan
mata hati. di-
Tasawuf dan Tarekat
Seperti halnya teologi dan fikih ada mazhabnya, demikian juga tasawuf banyak mazhabnya,
mazhab dalam tasawuf disebut tarekat. Demikian menurut pandangan Ahmad Tafsir. Berbeda
dengan Ahmad Tafsir, Harun Nasution memandang tarekat dari sisi institusi. Ia beranggapan
bahwa tarekat adalah organisasi para pengamal ajaran seorang Syaikh pendiri tarekat
termaksud.
Dalam banyak kesempatan KH. A. Sahibulwafa Tajul'arifin (Abah Anom) menjelaskan
bahwa tasawuf adalah proses pen- dekatan diri kepada Tuhan sedangkan tarekat adalah
metodenya. Rupanya Abah melihat tarekat dari sisi pendekatan proses dan subsatnsi
ajarannya. Dengan demikian TQN adalah salah satu metode tasawuf untuk mendekatkan diri
kepada Allah guna men- dapat keridoan-Nya.
Sebagai akibat dari banyaknya mazhab dalam tasawuf yang biasa disebut tarekat, maka para
sufi memberikan kriteria bagi tarekat yang benar, yang biasa disebut dengan istilah tarekat
mu'tabarah dan tarekat yang menyimpang dengan istilah tarekat gair mu'tabarah. Sebuah
tarekat dianggap mu'tabarah apabila terpenuhi kriteria sebagai berikut.
1. Substansi ajarannya tidak bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, dalam arti
bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah.
2. Tidak meninggalkan syari'ah
3. Silsilahnya sampai dan bersambung (ittisal) kepada Rasulullah Saw.
4. Ada mursyid yang membimbing para murid.
5. Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.
6. Kebenaran ajarannya bersipat universal.
Tarekat yang tidak memenuhi keriteria seperti tertulis di atas dianggap gair mu'tabarah yakni
tidak dibenarkan mengamal- kannya apalagi menyebarkannya. TQN sebagai dapat kita saksi-
kan sendiri, substansi ajarannya bersumber dari al-Quran dan as- Sunnah, pengamalannya
tidak melepaskan diri dari syari'ah, sil- silahnya bersambung (ittisal) kepada Rasulullah dan
tarekat ini mempunyai mursyid yang menjadi panutan dalam segala segi kehidupannya yakni
Asy-Syaikh Ahmad Sahibulwafa Tajul 'Ari- fin.
Berdasar kelima kriteria seperti tertulis di atas jelaslah bah- wa TQN bukanlah ajaran yang
baru apalagi dianggap ajaran yang tidak berasal dari Rasul, malah sebaliknya ia adalah ajaran
yang bersumber dari al-Qur'an dan sunnah sahihah dan secara muta- watir diamalkan oleh
setiap generasi dibawah bimbingan Syaikh Mursyid pada setiap zamannya.

Tasawuf Akhlaki (Tasawuf Sunni)


Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada per- baikan akhlak' mencari hakikat
kebenaran dan mewujudkan ma- nusia yang dapat ma'rifah kepada Allah, dengan metode-
metode tertentu yang telah dirumuskan. Tasawuf akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah
tasawuf sunni. Tasawuf model ini berusaha untuk mewujudkan akhlak mulia dalam diri si
sufi sekaligus menghin- darkan diri dari akhlak mazmumah (tercela). Tasawuf akhlaki ini
dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.
Para sufi yang mengembangkan tasawuf akhlaki antara lain: Hasan al-Basri (21 H-110 H), al-
Muhasibi (165 H-243 H), al- Qusyairi (376H-465H), Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul
Qadir al-Jilani (470-561 H), Hujjatul Islam Abu Hamid al-Gazali (450 H-505 H). Ibnu
Atoillah as-Sakandari dan lain-lain.

Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada keterpaduan teori-teori tasawuf dan
falsafah. Tasawuf falsafi ini tentu saja dikembangkan oleh para sufi yang filosof.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi, antara lain adalah al-Hallaj (244-
309H/858-922 M) Ibnu 'Arabi (560 H.-638 H.) al-Jili (767 H-805 H), Ibnu Sab'in (lahir tahun
614 H). As-Sukhrawardi dan yang lainnya.

Tasawuf'Irfani
Tasawuf 'irfani adalah tasawuf yang berusaha menyingkap hakikat kebenaran atau ma'rifah
diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui
pemberian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat
al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan
sehingga pengeta- huan atau ma'rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran
tersingkap lewat ilham (intuisi).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf 'irfani antara lain: Rabi'ah al-Adawiyyah (96 H -
185 H) Dzunnun al-Misri (180 H-246 H), Junaid al-Bagdadi (W. 297 H.). Abu Yazid al-Bus-
tami (200 H-261 H), Jalaluddin Rumi, Ibnu 'Arabi, Abu Bakar As- Syibli, Syaikh Abu Hasan
al-Khurqani, 'Ain al-Qudhat al-Ham- dani, Syaikh Najmuddin al-Kubra dan lain-lainnya.

Anda mungkin juga menyukai