Pendahuluan
Salah satu ilmu yang dapat membantu terwujudnya manusia yang berkualitas adalah
ilmu Tasawuf. Ilmu tersebut satu mata rantai dengan ilmu-ilmu lainnya dengan pada sisi luar
yang dhahir yang tak ubahnya jasad dan ruh yang tak dapat terpisah keduanya. Ilmu tersebut
dinamakan juga ilmu bathin sebagaimana pendapat Syekh al-Manawi dalam kitab Faed alQadirdalam menjelaskan hadis Nabi :
()
() ()
Ilmu itu dua macam, ilmu yang ada dalam qalbu, itulah ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang
diucapkan oleh lidah adalah ilmu hujjah/hukum, atas anak cucu Adam. Dari Abi Syaebah dan
Hakim dari Hasan dan dikatakan Syekh al-Manawi bahwa ilmu bathin itu keluar
dari qalbu dan ilmu dhahir itu keluar dari lidah.
Bahwa ilmu bathin yang keluar dari qalbu itu adalah tasawuf, yang dikerjakan dan
diamalkan oleh qalbu atau hati, dan ilmu dhahir yang keluar dari lidah adalah ilmu yang
diucapkan oleh lidah dan diamalkan oleh jasad yang disebut juga ilmu syariah.
Ilmu tersebut tidak dapat terpisah keduanya karena ilmu dhahir diucapkan dan
digerakkan oleh tubuh/jasad dan ilmu bathin diamalkan oleh qalbu dan serentak
pengamalannya bersamaan keduanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ilmu tersebut tidak
dapat dipisahkan keduanya bahkan makin dalam ilmu Tasawuf seseorang itu semakin
mendalam pula pengamalan syariat-nya dan kewarasannya. Seorang Sufi sangat
menjaga syariat-nya danbathin-nya, bahkan keluar masuk nafasnya dan khatar (kata hatinya)
itu, juga dipeliharanya.
Orang-orang yang memelihara nafasnya yakni keluar masuk atau turun naiknya nafas
itu berbarengan dengan disertai dzikir rahasia melalui qalbu-nya, misalnya dzikir Allah ( )
misalnya pada saat itu nafasnya keluar/turun, dan dengan dzikir hua ( ) pada saat nafasnya
masuk/naik, amalan seperti ini adalah amalan-amalan Sufi.
Selama manusia itu bernafas, maka dzikir bathin tersebut dapat diamalkan baik di
waktu
duduk,
berdiri,
maupun
berbaring,
bahkan
dalam
kondisi
bagaimanapun dzikir bathin itu dapat diamalkan.
Manusia yang amalannya demikian tidak terpisah dengan Allah, sehingga sulit untuk
melupakan Allah, apalagi berpikir berbuat dosa dan melanggar perintah Allah, karena tidak
akan dapat berkumpul bersama-sama pada waktu bersamaan pada seseorang dalam qalbunya, nafasnya ber-dzikir kepada Allah, sementara jasadnya berbuat dosa. Tetapi yang pasti
adalah ber-dzikir qalbu-nya dan diamalkan oleh jasadnya dan masuk sampai dalam sumsum
tulang, atau dimensi dalam dan amalan cara itu pula yang disebut Tasawuf.
Tasawuf sebagai sumsum tulang atau dimensi dalam, dari wahyu ke-Islaman, adalah
upaya dalam yang luhur, dimana tauhid tercapai. Semua orang Islam yakin akan kesatuan
sebagaimana terungkap di dalam syahadat.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa Tasawuf adalah salah satu dari ilmuilmu ke-Islaman yang begitu menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, pada makalah ini akan
diuraikan :
1.
2.
3.
4.
5.
Definisi Tasawuf
Wilayah kajian dan objek Tasawuf
Tujuan Tasawuf dan Cara Mencapainya
Fungsi Tasawuf
Sikap Umat
B. POKOK BAHASAN
1. Definisi Tasawuf
a. Secara bahasa
1. Tasawuf berasal dari kata Shuffah, yaitu sebutan bagi orang orang
yang hidup di sebuah gubuk yang dibangun oleh Rasulullah SAW. di
sekitar Masjid Madinah, mereka ikut nabi saat hijrah dari Mekah ke
Madinah. Mereka hijrah dengan meninggalkan harta benda, mereka hidup
miskin, mereka bertawakal (berserah diri) dan mengabdikan hidupnya
untuk beribadah kepada Allah SWT. Mereka tinggal di sekitar masjid nabi
dan tidur diatas bangku yang terbuat dari batu dan berbantalkan pelana
kuda yang disebut suffah. Mereka Ahlus-Suffah walaupun miskin, tapi
berhati dan berakhlak mulia, ini merupakan sebagian dari sifat-sifat kaum
sufi.
2. Tasawuf juga berasal dari kata Shafa (suci bersih), yaitu sekelompok
orang yang berusaha menyucikan hati dan jiwanya karena Allah. Sufi
berarti orang orang yang hati dan jiwanya suci bersih dan disinari cahaya
hikmah, tauhid, dan hatinya terus bersatu dengan Allah SWT.
3. Tasawuf juga berasal dari kata shuf (pakaian dari bulu domba atau wol).
Mereka di sebut sufi karena memakai kain yang terbuat dari bulu domba.
Pakaian yang menjadi ciri khas kaum sufi, bulu domba atau wol saat itu
bukanlah wol lembut seperti sekarang melainkan wol yang sangat kasar,
itulah lambang dari kesederhanaan. Berbeda dengan orang-orang kaya saat
itu yang kebanyakan memakai kain sutra.
b. Secara istilah
Imam Junaidi al-Baghdadi berpendapat : Tasawuf adalah membersihkan
hati dari yang selain Allah, berjuang memadamkan semua ajakan yang
berasal dari hawa nafsu, mementingkan kehidupan yang lebih kekal,
menyebarkan nasihat kepada umat manusia, dan mengikuti contoh
Rasulullah SAW dalam segala hal.
Dari segi bahasa dan istilah, kita dapat memahami bahwa tasawuf adalah
sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup
sederhana, rela berkorban untuk kebaikan umat manusia dan selalu
bersikap bijak sana. Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi
jiwanya dengan sifat-sifat yang mulia, ber-taqarrub dan ber-musyahadah
dengan Allah SWT.
b)
2. Wara
Kata wara berarti saleh, yaitu menghindari diri dari perbuatan dosa atau
menjauhi hal-hal yang berbau syubhat. Dalam pengertian sufi, wara
adalah menghindari jauh-jauh segala yang didalamnya terdapat keraguraguan antara halal dan haram (syubhat). Menjadi sufi tidak berarti
meninggalkan dunia sama sekali.
3. Zuhud
Dari segi lughot (bahasa), kata zuhud biasa dimaknai tidak senang atau
tidak ingin terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Secara umum
pengertian zuhud adalah tidak bergantungnya hati pada harta benda,
bukan berarti tidak punya harta benda. Zuhud merupakan tingkatan yang
lebih baik setelah taqwa. Orang yang zuhud lebih mengutamakan
kebahagiaan hidup di akhirat daripada mengejar kehidupan duniawi yang
fana. Maqam Zuhd merupakan maqam yang paling dominan dalam
kehidupan para sufi, karena pada umumnya pola hidup mereka cenderung
meninggalkan dunia.
4. Fakir (al-Faqr)
Kata fakir dari segi bahasa adalah orang yang berhajat, butuh, atau orang
miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah tidak meminta lebih
daripada yang menjadi haknya, tidak banyak mengharap dan memohon
rezeki, kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban dalam
rangka beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
4
5. Sabar (as-Shabr)
Kata sabar dapat dimaknai menghindari diri dari hal-hal yang
bertentangan dengan perintah Allah, tenang ketika mendapatkan musibah
atau cobaan, dan menampakkan sikap perwira walaupun sebenarnya
berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi. Di kalangan para sufi,
sabar terdiri atas sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, sabar
dalam menjauhi segala larangan-Nya, serta sabar dalam menerima segala
cobaan yang ditimpakan.
6. Tawakal
Secara bahasa al-Tawakkul berarti berserah diri atau menyadarkan. Secara
istilah tawakal adalah penyerahan diri seorang hamba kepada Allah
setelah berusaha dengan maksimal.
7. Ridha (ar-Ridha)
Kata ridha dari segi bahasa dapat diartikan rela, suka, senang. Ridha
berarti tidak menentang qadha dan qadar Allah, menerima qadha dan
qadar dengan ikhlas, mengeluarkan benci dari hati sehingga yang tinggal
didalamnya hanya perasaan senang dan gembira, merasa senang
mendapatkan musibah sebagaimana merasa senang menerima nikmat,
serta tidak merasa pahit dan sakit sesudah menerima qadha dan qadarNya.
b. Objek Persoalan
b.
c.
Allah.
b.
Allah.
d.
Ia harus merasa tiada memiliki sesuatu apa pun dan juga merasa
(perbuatan
hati).
Sedangkan
menurut
Abu
Bakar
Maruf
Tarekat, yaitu jalan menuju kepada hakikat atau dengan kata lain
4. Fungsi Tasawuf
a. Fungsi Ts. Terhadap keindahan akhlak
Untuk mengembalikan akhlak Rasulullah Saw sebagai
acuan kehidupan
sehari-hari umat Islam. Di sini, format akhlak Rasulullah Saw harus menjadi
koridor umat Islam terutama dalam mengarungi lautan kenikmatan dan
kemewahan kehidupan duniawi, agar tidak kebablasan. Ini bukan harus
kembali ke dalam padang pasir seperti zaman Rasulullah Saw, melainkan agar
umat Islam tidak jatuh ke dalam Lumpur Kenikmatan dan kemewahan
duniawi dan meninggalkan sifat religiusitas dan kesederhanaan mereka.
b. Fungsi Ts. Terhadap keindahan teknologi
Sebagai peneduh jiwa karena hilangnya kebermaknaan hidup dalam zaman
kemajuan ilmu dan tekhnologi. Dalam masyarakat yang sudah maju,
nampaknya mulai timbul kemuakan dan kebosanan serta rasa kekosongan
9
makna hidup yang luar biasa. Piranti dan servis kesejahteraan hidup hampir
terpenuhi semuanya. Pasar, toko, super market (bahkan sekarang mulai ada
hyper market), mall, ruang pameran dan sebagainya telah dipenuhi segala
macam kebutuhan dan piranti hidup. Orang-orang modern dewasa ini seolaholah telah dimanjakan oleh keadaan. Mereka menjadi merasa kurang
tertantang. Akibatnya kebosanan menjadi-jadi, alam kondisi jiwa dan
psikologis seperti itu nampaknya fungsi Pertama dari aspek ke dua ini menjadi
niscaya. Orang mengatakan hilangnya kebermaknaan hidup ini pasti
mengiringi bagi sebuah proses kemajuan yang secara terus menerus akan
diusahakan dan diraih oleh umat manusia, baik pada masa kini maupun masa
mendatang.
5. Sikap Umat
a. Positif Thinking
10
seseorang yang telah mencapai kesadaran lahir dan batin, serta telah berhasil
mencapai titik keseimbangan dan keberpusatan, maka ia telah memenuhi
syarat untuk membantu yang lainnya dan memancarkan kemajuan yang telah
berhasil mereka capai.
b. Negatif Thinking
C. RANGKUMAN
Dari segi bahasa dan istilah, kita dapat memahami bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan umat manusia dan selalu bersikap bijak sana.
Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi jiwanya dengan sifatsifat yang mulia, ber-taqarrub dan ber-musyahadah dengan Allah SWT.
Tasawwuf mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri setingkat demi setingkat
kepada Tuhannya, sehingga ia demikian dekat berada di hadirat-Nya.
Dengan demikian maka tujuan terakhir dari tasawwuf itu adalah berada dekat sedekatdekatnya di hadirat Tuhan, dengan puncaknya menemui dan melihat Tuhannya.
Tujuan tasawuf adalah fana dalam mencapai marifat.
Keempat tahapan (syariat, tarekat, hakikat dan marifat) yang harus dilalui
oleh sufi ketika menekuni ajaran tasawuf harus dilalui secara berurutan tidak
mungkin dilalui secara terbalik atau secara terputus-putus. Dengan cara
menempuh tahapan tasawuf yang berurutan ini, seorang hamba tidak akan
mengalami kegagalan dan tidak pula mengalami kesesatan.
11
12