Anda di halaman 1dari 8

AL-MAQAMAT DAN AL-AHWAL

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tasawuf

Dosen Pengampu:

Dr. HM. Ridlwan Hambali, Lc., MA.

Oleh:

Ahmad Faiz Ubaidillah

2015.01.01.388

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR
SARANG REMBANG
2019
I. Pendahuluan

Tujuan akhir dari perjalanan sufi adalah untuk mengenal dan berada sedekat
mungkin dengan Allah dan sekaligus disana akan diperoleh kebahagiaan yang hakiki.
Jalan yang harus ditempuh agar bisa sampai di sana, menurut al-Ghazali, di samping
harus mengamalkan seluruh ajaran syariat, juga harus menempuh jalan panjang yang
berjenjang atau al-maqamat.

Sejak abad tiga hijriah setiap orang yang ingin mencapai tujuan tasawuf atau
ingin menjadi sufi, ia harus menempuh jalan yang berat dan panjang, melakukan
berbagai macam latihan amalan, baik yang bersifat amalan lahiriah maupun amalan
bathiniyah. Kendatipun pengetahuan ketasawufan itu pada dasarnya bersifat refetatif,
namun dapat dipelajari melalui tahapan-tahapan tertentu yang disebut al-maqamat.
Apakah tujuannya hanya sekedar ingin mendekatkan diri kepada Allah, ataukah
tujuan ma’rifah dan mahabbah, ataukah sampai pada ittihad, setiap orang harus
melalui tahapan-tahapan tadi. Penamaan jenjang-jenjang itu adalah karena sifatnya
yang mapan atau langgeng. Artinya seorang salik harus mapan lebih dahulu pada satu
tingkat, baru ia boleh beralih ketingkat berikutnya, kondisi kejiwaan pada saat
peralihan itu disebut al-hal.

II. Pembahasan
A. Pengertian Maqamat dan Ahwal

Secara etimologis maqamat berarti jamak dari maqam yang artinya


kedudukan, posisi, tingkatan (station) atau kedudukan dan tahapan dalam
mendekatkan diri kepada Allah. Dan secara terminology, maqamat berarti tempat atau
martabat seorang hamba di hadapan Allah pada saat dia berdiri menghadap kepada-
Nya.1

Ada beberapa tokoh yang mendefinisikan maqamat, diantaranya adalah:

1. Menurut Abu Nasr al-Sarraj (salah seorang sufi): maqamat berarti kedudukan
manusia dihadapan Allah yang disebabkan karena ibadahnya, mujahadahnya,
riyadhahnya, dan pencurahan hatinya kepada Allah.
2. Menurut Imam al-Qusyairi: maqamat berarti tahapan adab (etika) seorang
hamba dalam kepada-Nya dengan macam-macam upayanya. Diwujudkan
dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas.2

Ahwal adalah jamak dari hal yang berarti keadaan atau situasi kejiwaan
(state). Secara terminologis Ahwal berarti keadaan spiritual yang menguasai hati.
Menurut Harun Nasution, hal merupakan keadaan mental seperti perasaan senang,
perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Hal masuk dalam hati seseorang
sebagai anugerah yang diberikan oleh Allah. Hal datang dan pergi dari diri seseorang

1
M.Solihin, Kamus Tasawuf, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 126.
2
Nasirudin, Historitas dan Normativitas, (Jakarta:Akfi  Media , 2008), 65.
tanpa usaha atau perjalanan tertentu. Karena ia datang dan pergi secara tiba-tiba dan
tidak disengaja.

Maka sebagaimana dikatakan al-Qusyairi, bahwa pada dasarnya maqam


adalah upaya (makasib) sedang hal adalah karunia (mawahib). Sehingga kadangkala
hal datang pada diri seseorang dalam waktu yang cukup lama dan kadang datang
hanya sekejap.3

B. Pembagian Maqamat dan Ahwal


1. Macam- macam maqamat

Tentang beberapa jumlah tangga (maqamat) yang harus ditempuh, para sufi
sama pendapatnya, sebagaimana pendapat Muhammad al Kalabazy, yang dikutib
harun Nasution dalam bukunya Abuddin Nata, mengatakan bahwa jumlah maqamat
itu ada 10 yaitu, al taubah, al zuhud, al shabr, al faqr, al tawadlu’, al taqwa, al
tawakal, al ridla, al mahabbah dan al ma’rifah.4

Sedangkan menurut Imam al Ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, yang


dikutip oleh Tim Penyusun MKD Iain Sunan Ampel Surabaya, maqamat terdiri atas 8
tingkatan yaitu: taubat, sabar, zuhud, tawakal, mahabbah, ridha, dan ma’rifat.
Menurut menurut As-Sarraj ath-Thusi, maqomat terdiri dari tujuh tingkatan, Yaitu
Taubat, Wara’, Zuhud, Faqr, Sabar, Ridha Dan Tawaka. Penjelasan semua tingkatan
itu sebagaimana berikut:

1) Taubat

Taubat dalam bahasa arab yang berarti “kembali”. sedangkan taubat


bagi kalangan sufi memohon ampunan atas segala dosa yang disertai dengan
penyesalan dan berjanji dengan sunguh-sunguh untuk tidak mengulangi
perbuatan dosa tersebut dan dibarengi dengan melakukan kebajikan yang
dianjurkan oleh Allah. 5

2) Wara’

Secara harfiah al wara’ artinya soleh, kata wara’ mengadung arti


menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian sufi wal wara’ adalah
meninggalkan yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram
(Syubhat).

3
Ibid, hlm.16
4
Abuddin Nata,  Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), 194.
5
Tim Penyusun MKD Iain Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Pres. 2011), 244-249.
3) Zuhud

Secara harfiah zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat
keduniawian. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting
dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia.

Kehidupan yang sederhana yang dicontohkan Rasulullah, Khulafaur


Rasyidin maupun para sahabat lainya terutama ashabussuffah dengan kondisi
mereka serba kekurangan tetap mampu menjaga kehormatan dengan tidak
meminta, sehingga Allah mengutuk hati kaum muslimin untuk memberikan
kepada mereka nafkah. 6

4) Faqr

Faqr dapat berarti sebagian kekurangan harta dalam menjalani


kehidupan di dunia. Sikap faqr penting dimiliki oleh orang yang berjalan di
jalan Allah, karena kekayaan atau kebanyakan harta memungkinkan manusia
lebih dekat pada kejahatan, dan sekurang-kurangnya membuat jiwa tertambat
pada selain Allah. Faqr adalah orang yang tidak butuh dunia hanya
mementingkan akhirat. Secara harfiah Faqr biasa diartikan sebagai orang yang
tidak butuh dunia.7

5) Al-Ridha

Secara harfiah ridho, suka. Harun nasusution mengatakan ridho, tidak


menentang qada dan kadar Allah. Manusia biasanya suka menerima keadaan
yang menimpa seperti miskin, kerugian. Kehilangan. Di sini maqomat dalam
sikap ridho melatih diri kita untuk menerima keadaan kita. Bagaimanapun itu.
Sebagimana hadits qudsi, nabi mengaskan. “sungguh aku ini Allah. Tiada
tuhan selain Aku. Barang siapa yang tidak sabar atas coba’an-Ku, tidak
berssyukur atas nikmat-Ku Serta tidak rela atas keputusan-Ku maka ia keluar
dari kolong langit dan cari tuhan selain aku.8

6) Sabar

Dalam kalangan sufi sabar diartikan sebagai sabar dalam menjalankan


perintah-perintah Allah, dan menjauhi segala larangan Allah, dan menerima
segala cobaan yang ditimpanya, dsb.

7) Tawakal

Al-Qusyairi mengatakan bahwa tawakal tempatnya dalam hati, dan


timbulnya gerak dalam perbuatan tidak mengubah tawakal yang terdapat
dalam hati itu.

6
Romly Arief, Kuliah Akhlak Tasawuf. (Jombang, Unhasy Press, 2008.), 111
7
Rosihun Dkk. Ilmu Tasawuf. (Bandung: Pustaka Setia. 2000.), 71
8
Abuddin Nata,  Akhlak Tasawuf, 203-204
Pengertian yang demikian itu sejalan pula dengan pengertian Harun
Nasution, ia mengatakan tawakal adalah menyerahkan kepada ketetapan
tuhan, selamanya dalam keadaan tentram. Jika dapat pemberian berterima
kasih, bila mendapat apa-apa bersikap bersabar  dan menyerahkan kepada
qodho dan qhodar Allah. 9

2. Macam- macam Ahwal

Dalam penentuan hal juga terdapat perbedaan pendapat dikalangan kaum sufi.
Adapun akhwal yang paling banyak disepakati adalah; al-muroqobah, al-khauf, ar-
raja’, ath-thuma’minah, al musyahadah dan al usn.10

1) Al-Muroqobah

Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga


dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan,


“Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya
engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT.
Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam perilaku
lahiriahmu sehari-hari”.

2) Al-Khauf

Khauf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah
karena kurang sempurna pengabdianya. Takut dan kawatir kalau Allah tidak
senang kepadanya. Menurut al-Ghozali khauf adalah rasa sakit dalam hati
karena khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak disenagi dimasa sekarang.

Menurut al-Ghozali khauf terdiri dari tiga tingkatan atau tiga derajat,
diantaranya adalah:

a. Tingkatan Qashir (pendek), Yaitu khauf seperti kelembutan perasaan


yang dimiliki wanita, perasaan ini seringkali dirasakan tatkala
mendengarkan ayat-ayat Allah dibaca.
b. Tingkatan Mufrith (yang berlebihan), yaitu khauf yang sangat kuat dan
melewati batas kewajaran dan menyebabkan kelemahan dan putus asa,
khauf tingkat ini menyebabkan hilangya kendali akal dan bahkan
kematian, khauf ini dicela karena karena membuat manusia tidak bisa
beramal.
c. Tingkatan Mu’tadil (sedang), yaitu tingkatan yang sangat terpuji, ia
berada pada khauf qashir dan mufrith.11

9
Abuddin Nata,  Akhlak Tasawuf, 202.
10
Tim Penyusun MKD Iain Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, 263.
11
Tim Penyusun MKD Iain Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, 266-267.
3) Al-Raja’

Menurut kalangan kaum sufi, raja’ dan khauf berjalan seimbang dan
saling mempengaruhi. Raja’ dapat berarti berharap atau optimisme, yaitu
peresaan senang hati menaati sesuatu yang diinginkan dan disenangi.

Orang yang harapan dan penantiannya mendorongnya untuk berbuat


ketaatan dan mencegahnya dari kemaksiatan, berarti harapan benar.
Sebaliknya, jika harapannya hanya angan-angan, sementara ia sendiri
tenggelam dalam lembah kemaksiatan, harapannya sia-sia.

Raja’ menuntut tiga perkara, yaitu:

a. Cinta kepada apa yang diharapkannya.


b. Takut bila harapannya hilang.
c. Berusaha untuk mencapainya.

Raja’ yang tidak di barengi dengan tiga perkara itu hanyalah ilusi atau
hayalan. Setiap orang yang berharap adalah juga orang yang takut (khauf).
Orang yang berharap untuk sampai di suatu tempat tepat waktunya, tentu ia
takut terlambat. Dan karena takut terlambat, ia mempercepat jalannya. Begitu
pula orangyang berharap rida atau ampunan Tuhan, diiringi dengan rasa tahut
akan siksaan Tuhan.

4) Al-Thuma’minah

Thuma’minah adalah rasa tenang, tidak was-was atau khawatir.


Seseorang yang telahmencapai thuma’minah, ia telah kuat akalnya, kuat
imanya dan ilmunya serta bersih ingatanya.

Thuma’minah dibagi menajadi tingkatan. Pertama, ketenagan bagi


kaum awan. Kedua ketenangan bagi orang yang khusus. Ketiga ketenangan
bagi orang-orang yang paling khsuus.12

5) Al-Unsu

Dalam pandangan sufi Usn adalah sifat merasa selalu berteman, tak
pernah merasa sepi, dalam keadaan sperti ini sufi merasa tidak ada yang
dirasakan, tidak ada yang di ingat, kecuali Allah.

Seseorang yang merasakan Usn dibedakan menjadi tiga kondisi.


Pertama, hamba yang suka merasakan suka cita berzikir menginggat Allah dan
merasakan gelisa disaat lalai. Kedua seorang hamba yang senang dengan
Allah dan gelisah terhadap bisikan hati, dsb. Ketiga, yaitu kondisi yang tidak
melihat lagi suka cita karena adanya wibawa kedekatan kemuliaan dan
mengagungkan disertai dengan suka cita.13
12
Ibid, 269
13
Ibid., 271
6) Al-Musyahadah

Musyahadah secara harfiah adalah menyaksikan dengan mata kepala.


Seorang sufi bila sudah mencapai musyahadah apabila sudah bisa merasakan
bahwa Allah telah hadir atau Allah telah berada dalam hatinya dan seorang
sudah tidak menyadari segala apa yang telah terjadi, segalanya tercurah pada
yang satu yaitu Allah. Dalam keadaan seperti itu seorang sufi memasuki
tingkatan ma’rifat, dimana seorang sufi seakan akan menyaksikan Allah dan
melalui persaksiannya tersebut maka timbul rasa cinta kasih.14

III. Kesimpulan
1. Secara etimologis maqamat berarti jamak dari maqam yang artinya
kedudukan, Dan secara terminologi, maqamat berarti tempat atau martabat
seorang hamba di hadapan Allah.
2. Ahwal adalah jamak dari hal yang berarti keadaan atau situasi kejiwaan (state).
Secara terminologis ahwal berarti keadaan spiritual yang menguasai hati.
3. Macam-macam maqamat ialah taubat, wara’, zuhud, faqr, ridha, sabar,
tawakal.
4. Macam-macam ahwal ialah al muroqobah, al-khauf, al-raja’, al-tuma’ninah,
al-uns, al-musyahadah.

Daftar Pustaka

Nasirudin, Historitas dan Normativitas, Jakarta: Akfi  Media, 2008.

14
Ibid., 272
Solihin, Kamus Tasawuf, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.

Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.

Tim Penyusun MKD Iain Sunan Ampel Surabaya. Akhlak Tasawuf, Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Pres, 2011.

Arief, Romly, Kuliah Akhlak Tasawuf. Jombang: Unhasy Press, 2008.

Rosihun Dkk., Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

In’amuzzahidin, Masyhudi, Wali Gila, Semarang: Syifa Press, 2007.

Anda mungkin juga menyukai