Anda di halaman 1dari 9

PEMIKIRAN PEMBAHARUAN DALAM ISLAM

“ MUHAMMAD RASYID RIDHA IDE-IDE PEMBAHARUAN ”

DOSEN PENGAMPU : NISPI SYAHBANI,S.Ag,M.Pd,I

Kelompok 5

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2020
MUHAMMAD RASYID RIDH IDE – IDE PEMBAHARUAN

Kelompok 4/PAI 4i

Lolita Virgia Lestari 201180274

Reni Safitri 201180279

Indri Sastya 201181584

A. Latar Belakang
Rasyid ridha (1865-1935) adalah murid Muhammad Abduh yangh terdekat. Ia lahir
pada tahun 1865 di Al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari
kota Tripoli (Suria). Menurut keterangan, ia berasal dari keturunan Al-Husain, cucu Nabi
Muhammad SAW. Oleh karena itu ia memakai gelar Al-Sayyid didepan namanya.
Semasa kecil ia dimasukkan ke madrasah tradisional di Al-Qalamun untuk belajar
menulis, berhitung dan membaca Al-Qur’an. Di tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di
Al- Madrasah Al-Wataniyah Al-Islamiyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli yang
didirikan oleh Al-Syaikh Husain Al-Jisr, seorang ulama Islam yang telah dipengaruhi
oleh ide-ide modern yang menjadi pembimbing bagi Rasyid Rida di masa muda.
Selanjutnya ia bnayak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad
Abduh melalui majalah Al-Urwah Al-Wustqa.
Selanjutnya ia adalah pelaksana ide-ide Muhammad Abduh untuk memperbaiki
system pelajaran di al-Azhar. Ia mulai mencoba menjalankan ide-ide
pembaharuan tetapi usahanya mendapat tantangan dari pihak Kerajaan Usmani karena
itu ia memutusklan pindah ke Mesir dekat dengan Muhammad Abduh.
Pemikiran-pemikiran pembaharuan yang dimajukan Rasyid Ridha, tidak banyak
berbeda dengan ide-ide Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani. sungguhpun
demikian, antara murid dan guru tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan antara
keduanya. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa hal dimana perbedaan itu kelihatan di
dalam Tafsir Al-Manar, ketika murid memberi komentar terhadap uraian guru.
B. Pembahasan
Muhammad Rasyid Rida dilahirkan pada tanggal 27 Jumadil Ula 1282 H./23
September 1895 di Al-Qalamun, sebuah perkampungan kecil berjarak 40 kilometer dari
Tripoli (Libanon). Kota ini dahulu termasuk wilayah Syria dan kini menjadi wilayah
Libanon. Keluarga Muhammad Rasyid Rida dikenal oleh lingkungannya sebagai
keluarga sakinah yang menguasai ilmu-ilmu agama, sehingga mereka di kenal dengan
sebutan shekh. Ayahnya bernama Sayyid ‘Ali Rida al-Husain, adalah seorang ulama
penganut tarikat Shadhiliyyah. Oleh sebab itu, wajar saja jika sejak kecil Muhammad
Rida selalu mengenakan jubah, surban, tekun mengaji dan rajin bermujahadah walaupun
pada perkembangan selanjutnya ia lebih simpatik dan berpindah ke tarekat
Naqsabandiyah.1
Tepatnya pada tahun 1299 H, Rasyid Rida belajar di madrasah al-Wataniyyah al-
Islamiyyah, di sini dan selama masa inilah beliau mendapatkan pendidikan berimbang, ia
tidak hanya dididik untuk cerdas otaknya, akan tetapi sekaligus cerdas emosional dan
spiritualitasnya. Di masa itu, sekolah-sekolah missi Kristen telah mulai bertimbulan di
Suria dan banyak menarik perhatian orang tua untuk memasukkan anak-anak mereka
belajar di sana. Dalam usaha menandingi daya tarik sekolah-sekolah missi tersebut maka
Al-Syaikh Husain Al-Jisr mendirikan sekolah Nasional islam namun karena mendapat
tantangan dari pemerintahan Kerajaan Usmani, umur sekolah itu tidak panjang. Akhirnya
Rasyid rida meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama yang ada di Tripoli
tetapi dalam pada itu, hubungan antar guru dan murid tetap berjalan terus dan kemudian
di pengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh, ia juga
mendapat kesempatan baik untuk berjumpa dan berdialog dengan murid Al-Afghani
yang terdekat ketika Muhammad Abduh berada dalam pembuangan di Beurut, dari
perjumpaan dan dialog dengan Muhammad Abduh meninggalkan kesan yang baik 2.
Selanjutnya gaung perjuangan Rasyid Ridha dimulai dari kampung halamannya
sendiri dengan jalan halaqah, pengajian, dan tulisan di media masa. Bersamaan dengan
itulah, Muhammad Abduh menyalakan api pembaharuan di mesir. Ide pergerakan
Muhammad Rasyid Rida dikobarkan oleh gurunya Shekh al-Jisr yang selalu menekankan
bahwa satu-satunya jalan yang harus ditempuh oleh umat islam untuk mencapai
kemajuan adalah memadukan pendidikan agama dan pendidikan umum dengan
metodologi barat. Ditangan al-Jisr, Muhammad Rasyid Rida secara perlahan ditarik

1
Sjechul Hadi Permono, Islam dalam lintasan sejarah perpolitikan, (Aulia: Surabaya, 2004), 70-71.
2
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1992), 69-70.
masuk ke dunia pembaruan. Sang shekh menaruh harapan besar kepada Rasyid Rida,
karena itulah ia selalu memompa semangat Muhammad Rasyid Rida untuk selalu
mengakses informasi baru. Semenjak masih di tanah airnya, Muhammad Rasyid Rida
sudah aktif dalam kancah dunia perpolitikan, salah satu motif yang mendorongnya untuk
terjun dalam dunia politik adalah kebijakan pemerintah Uthmaniyyah yang absolute,
otoriter dan deskriminatif terhadap bangsa Arab di sektor pemerintahan, pendidikan dan
perekonomian.3
Ia mulai mencoba menjalankan ide-ide pembaharuan itu ketika masih ada di Suria,
tetapi usahanya mendapat tantangan dari pihak kerajaan Utsmani. Ia merasa terikat dan
tidak bebas, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke Mesir, dekat dengan Muhammad
Abduh yakni pada bulan Januari 1898 ia sampai di negeri gurunya ini. 4
Beberapa bulan kemudian, ia mulai menerbitkan majalah yakni Al-Manar yang
memiliki tujuan yang sama dengan Al-Urwah Al-Wusqa diantaranya mengadakan
pembaharuan dalam bidang agama, sosial dan ekonomi, memberantas tahayyul dan
bid’ah-bid’ah yang masuk ke dalam tubuh islam, menghilangkan faham fatalisme yang
terdapat dalam kalangan umat islam, serta faham-faham salah yang dibawa tarekat-
tarekat tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam terhadap
permainan politik Negara-negara barat. Majalah ini banyak menyiarkan ide-ide
Muhammad Abduh dimana guru yang memberikan ide-ide kepada murid dan kemudian
muridlah yang menjelaskan dan menyiarkannya kepada umum dan juga mengandung
artikel-artikel yang dikarang oleh Muhammad Abduh sendiri melalui lembaran-lembaran
Al-Manar. Karangan Rasyid Rida banyak diantaranya Al-Khilafah, dan yang paling
penting memuaskan dirinya adalah kitab al-Wahyul Muhammady.5

C. Ide-ide pembaharuan Rasyid Rida


1. Perlunya diadakan tafsiran modern dari al-Qur’an, yaitu tafsiran yang sesuai dengan
ide-ide yang dicetuskan gurunya. Ia selalu menganjurkan kepada Muhammad Abduh
3
Sjechul Hadi Permono, Islam Dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan, (Aulia: Surabaya,
2004), 72.
4
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1992), 70.
5
Rasjidi, Koreksi terhadap DR. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya, (Bulan Bintang: Jakarta, 1977), 137-138.
untuk menulis tafsir modern namun gurunya tersebut tidak sefaham dengannya,
namun Karena desakan Rayid Rida akhirnya Muhammad Abduh akhirnya setuju
untuk memberikan kuliah mengenai tafsir al-Qur’an di al-Azhar yang dimulai pada
tahun 1899 sampai dengan meninggalnya Muhammad Abduh yakni pada tahun
1905. Dari keterangan-keterangan yang diberikan oleh guru, Rasyid Rida selalu
mencatatnya dan untuk seterusnya disusun dalam bentuk karangan yang teratur
selanjutnya diperiksa oleh guru dan setelah mendapat persetujuan maka karangan
tersebut ia siarkan dalam Al-Manar. Setelah guru meninggal, murid meneruskan
penulisan tafsir sesuai dengan jiwa dan ide yang duicetuskan guru dan Muhammad
Abduh sendiri sempat memberikan tafsiran sampai dengan ayat 125 dari surat Al-
Nisa’ (jilid III dari Tafsir Al-Manar) dan yang selanjutnya adalah tafsiran murid
sendiri..
2. Perlunya dilaksanakan pembaharuan dalam bidang pendidikan, ia melihat perlu
ditambahkan ke dalam kurikulum mata pelajaran seperti teologi, pendidikan moral,
sosoiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung, ilmu kesehatan, bahasa-bahasa
asing dan ilmu mengatur rumah tangga yaitu disamping fikih, tafsir, hadits dan lain-
lain.6 Sekaligus melakukan penguasaan terhadap iptek untuk mengikuti kemajuan
Barat.
3. Pandangan Rasyid Rida dalam politik adalah tentang Ukhuwah Islamiyyah.
Menurutnya, salah satu penyebab kemunduran umat Islam adalah perpecahan yang
terjadi di kalangan mereka sendiri, kemudian ia menyeru kepada seluruh umat Islam
agar bersatu kembali di bawah satu keyakinan, satu system moral dan satu system
hukum yang dilaksanakan oleh satu kekuasaan. Ia juga tidak setuju dengan gerakan
nasionalisme Mustafa Kamil di Mesir dan nasionalisme bertentangan dengan
persaudaraan islam. Muhammad Rasyid Rida tidak menginginkan Negara model
barat melainkan Negara dalam bentuk khilafah seperti masa al-Khulafaur Rasyidin
yang menjalankan adalah Mujtahid dan dalam menjalankan roda pemerintahnnya ia
dibantu para ulama, dengan system khalifah ini, Ukhuwah Islamiyah dapat di
wujudkan.
Fungsi khalifah disini adalah:
a. Menyebarkan kebenaran
b. Menegakkan keadilan

6
Ibid., 71.
c. Memelihara Agama dan bermusyawarah mengenei masalah-masalah yang tidak
di jelasakn dalam nash
d. Seorang khalifah harus harus bertanggung jawab atas segala tindakannya di
bawah pengawasan Ahl al Hall wa al-’Aqd yang anggotanya terdiri atas para
ulama dan para pemuka masyarakat
e. Tugas Ahl al Hall wa al-’Aqd selalu mengawasi jalannya roda pemerintahan,
juga mencegah terjadinya pernyelewengan oleh Khalifah. Lembaga ini berhak
menindak Khalifah yang berbuat dhalim, dan sewenang-wenang.7
4. Rasyid Ridha banyak menyoroti masalah akidah Islam yang hubungannya dengan
praktik di tengah masyarakat.dan berusaha memberantas taqlid di kalngan umat
Islam./ paham yang di munculkan Rasyid Ridha tidak jauh berrbeda dengan Abduh
yang berusaha mengembalikan sifat khas ajaran Salaf kepada keasliannya. 8
5. Rasyid Ridha m,enyoroti paham Fatalisme (jabari) yang berakar kuat di tengah
masyarakat yang telah memperlemah ummat Islam. Kemudian ia menggantikannya
dengan paham dinamisme (progress, kemajuan) supaya ummat Islam menyadari
bahwa kemajuan hidup ditentukan oleh diri mereka sendiri. jalan untyuk dinamika
aktif itu yakni melalui jihad.
6. Penghargaan terhadap akal terbatas, ia mengritik paham Tasawuf dan tarekat yang
ekstrem dan di anggap menjadi virus umat, karena ajaran inilah telah melemahkan
semangat juang dan tanggung jawab mereka di dunia ini.
Pada tahun 1909, Rasyid Rida ingin membuka madrasah baru, kepadanya sampai
keluhan-keluhan dari beberapa dunia Islam diantaranya di Indonesia, tentang aktivitas
missi Kristen di Negara-negara itu. Kemudian ia pergi ke Istambul meminta sokongan
dan bantuan tetapi tidak berhasil. Usahanya di kairo akhirnya berhasil, dan di tahun 1912
dapat didirikan sekolah yang dimaksud dengan nama Madrasah Al-Da’wah wa Al-
Irsyad.
Sewaktu masih di tanah airnya Rasyid Rida telah memasuki lapangan politik dan
setelah pindah ke Mesir ia juga ingin meneruskan kegiatan politiknya, namun karena
nasehat Muhammad Abduh, ia menjauhi lapangan politik dan ia baru memulai bermain
politiknya setelah gurunya meninggal dunia. Ia kunjungi beberapa Negara arab guna

7
Sjechrul Hadi Parmono, Islam dalam lintasanm sejarah perpolitikan, (Surabaya: Aulia
2004), 72-73.
8
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo [ersada, 1998), 66.
menjelaskan bahaya politik kerja sama Arab dengan Inggris dan Prancis dalam usaha
mereka menjatuhkan Kerajaan Usmani, hal tersebut untuk menggagalkan politik Inggris-
Prancis. Di masa tua, meskipun kesehatannya telah selalu terganggu, ia tidak mau tinggal
diam dan senantiasa aktif. Rasyid Rida meninggal dunia di bulan agustus 1935,
sekembalinya dari mengantarkan pangeran Su’ud ke kapal di Suez.9
Rasyid Rida berpendapat bahwa salah satu sebab yang membawa kemunduran
umat Islam ialah faham fatalism dan salah satu penyebab yang membawa masyarakat
Eropa kepada kemajuan ialah faham dinamika yang terdapat di kalangan mereka dan
faham jihadlah yang menyebabkan umat Islam di zaman klasik dapat menguasai dunia. 10
Ajaran patriotisme yang kontemporer menyatakan perlunya kesatuan rakyat walau
berbeda-beda agama di tanah air mereka dan perlunya bekerja sama untuk
mempertahankan tanah air mereka itu. Tipe patriotisme yang harus di miliki oleh
pemuda muslim adalah bahwa ia harus menjadi teladan yang baik bagi rakyat negaranya
tanpa memandang agama mereka tetapi bekerja sama dalam segala kegiatan yang sah
demi mempertahankan kemerdekaan, mengembnagkan ilmu pengetahuan, kebaikan dan
sumber-sumber sejalan dengan Hukum Islam yang mengutamakan hubungan erat antara
hak-hak dan kewajiban-kewajiban.11Tetapi dalam pembelaan terhadap tanah air dan
bangsanya itu, ia tidak boleh melalaikan Islamnya yang telah memberi kehormatandan
mengangkat derajatnya sebagai anggota keluarga dari seratus juta kaum Muslimin
sedunia.12
Untuk mewujudkan kesatuan umat, ia meletakkan harapan pada Kerajaan Usmani
tetapi harapan itu hilang setelah Mustofa Kamal berkuasa di Istambul yang kemudian
menghapuskan system pemerintahan Khalifah. Selanjutnya ia meletakkan harapan pada
Kerajaan Saudi Arabia setelah Raja Abdul Aziz dapat merebut kekuasaan di
Semenanajung Arabia. Dalam hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, menurut Rasyid
Rida itu tidak bertentangan dengan Islam. Umat Islam harus mau menerima peradaban
barat yang ada dan mempelajarinya. Mengambil ilmu pengetahuan barat modern tersebut
sebenarnya mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat Islam. 13

9
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1992), 72-73.
10
Ibid.. 74-75.
11
Amin Rais, Islam dan Pembaharuan, (Rajawali Press: Jakarta, 1993), 93-94.
12
Ibid., 95.
13
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1992), 73.
Dengan perjuangan Rasyid Rdha yang luar biasa dalam memompa ide-ide
pembaruan, ia sangat di segani oleh umat Islam. Hal ini di buktikan dengan sejumlah
karya ilmiah yang menyertai gagasan-gagasannya. Ia aktif dalam aktivitas politik, ia
pernah menjabat Ketua Presiden Kongres di Suria tahun 1920. Menjadi anggota delegasi
Suria-Palestina di Jenewa tahun 1921, menjadi anggota Komite Politik Mesir di Kairo
selama masa pemberontakan Suria tahun 1925-1926, menghadiri Konferensi Islam di
Mekkah tahun 1926.14
D. Perbedaan antara Muhammad Abduh dengan Rasyid Rida antara lain:
1. Guru lebih liberal dari murid, artinya guru tidak mau terikat pada salah satu aliran
atau madzhab yang ada dalam Islam tetapi pindah dari satu aliran ke aliran yang lain
dan hal ini bukan berarti kebebasan, tetapi berarti terikat pada ikatan-ikatan baru,
sedangkan Rasyid Rida sebaliknya memegang mazhab dan masih terikat pada
pendapat-pendapat Ibn Hambal dan Ibn Taimiyah.
2. Perbedaan tersebut timbul dikarenakan guru lebih banyak mempunyai kontak
dengan peradaban Barat. Guru pernah tinggal di Paris sedangkan muridnya hanya
pernah mengunjungi Jenewa. Guru pandai berbahasa Prancis dan banyak membaca
buku-buku Barat, selanjutnya guru mempunyai sahabat-sahabat di kalangan orang-
orang Eropa sedangkan murid tidak demikian.
3. Dari perbedaan itu akan tampak terutama dalam faham-faham teologi semisal dalam
memberikan tafsiran terhadap ayat anthropomorphisme atau tajassum. Menurut
gurunya, yang dimaksdud takhta Tuhan ialah kekuasaannya, dan bagi Rasyid Rida
takhta Tuhan masih mengandung tahta, sungguhpun takhta Tuhan tidak sama
dengan takhta manusia. Hal ini juga terlihat di dalam Tafsir Al-Manar, dalam
mengupas soal balasan di Akhirat yang disebut dalam ayat 25 dari surat Al-Baqarah
umpamanya, Muhammad Abduh menekankan tafsiran filosifis, tafsiran itu
mengandung arti bahwa balasan yang akan diterima bersifat rohani. Sedangkan
Rasyid Rida dalam komentarnya lebih menekankan balasan dalamn bentuk jasmani
dan bukan dalam bentuk rohani.15

14
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1998), 66.
15
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1992), 76.
4. Ridha di anggap masih sebagai penopang paham Salaf Ibn Hanbal dan Ibn
Taimiyah. Pada hal-hal yang rasional Abduh lebih radikal dibanding Rasyid Ridha 16
E. Kesimpulan
Rasyid rida adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat yang dilahirkan pada
tanggal 27 Jumadil Ula 1282 H./23 September 1895 di Al-Qalamun, Ide pergerakan
Muhammad Rasyid Rida dikobarkan oleh gurunya Shekh al-Jisr yang selalu menekankan
bahwa satu-satunya jalan yang harus ditempuh oleh umat islam untuk mencapai
kemajuan adalah memadukan pendidikan agama dan pendidikan umum dengan
metodologi barat, pemikiran Rasyid Rida ini pula di pengaruhi oleh murid terdekatnya
Jamaluddin Al-Afghani yaitu Muhammad Abduh.
Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Rasyid Rida agak berbeda denmgan
gurunya tersebut diantaranya mengenai pentafsiran modern dalam al-Qur’an, pendidikan,
politik yang dimulai dengan penerbitan majalah al-Manar.

16
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo [ersada, 1998), 69-70.

Anda mungkin juga menyukai