Disusun oleh:
1
Dr. M Dahlan R, M.A dan Dr. Muhtarom, M.Si., Menjadi Guru yang Bening Hati (Strategi Mengelola Hati di
Abad Modern), (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hlm. 91.
2
Fahrudin, “Tasawuf sebagai Upaya Membersihkan Hati Guna Mencapai Kedekatan dengan Allah”. Jurnal
Pendidikan Agama Islam. Vol. 14 No. 1, 2016, hlm. 68.
3
Dr. Akhmad Sodiq, M. A, Prophetic Character Building: Tema Pokok Pendidikan Akhlak Menurut Al-
Ghazali (Jakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT, 2018), hlm. 100.
4
Fahrudin, Op. Cit.
5
Sodiq, Op. Cit. hlm. 69.
Menyucikan diri (Tazkiyah al nafs) berarti menyucikan diri dari perbuatan syirik
dan cabang-cabangnya (riya’ sombong dan lain-lain), menanamkan nilai- nilai
ketauhidan serta menerapkan perbuatan sesuai dengan nama-nama Allah yang diiringi
dengan ibadah kepada Allah, didasari keikhlasan kepada Allah dan mengikuti sunah-
sunah Rasulullah saw. Firman Allah dalam surat An-nur ayat 21 :
ٰ
َ َو َل ْواَل َفضْ ُل هَّللا ِ َع َل ْي ُك ْم َو َرحْ َم ُت ُه َما َز َك ٰى ِم ْن ُك ْم ِمنْ أَ َح ٍد أَ َب ًدا َو َلكِنَّ هَّللا
ي َُز ِّكي َمنْ َي َشا ُء ۗ َوهَّللا ُ َسمِي ٌع َعلِي ٌم
Artinya : “Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih dari perbuatan-
perbuatan keji dan mungkar itu, semala-mendengar lagi maha mengetahui”
Dari ayat tersebut di atas memberikan I’tibar bahwa menyucikan diri (Tazkiyah al
nafs) merupakan sesuatu yang sangat sulit dan mustahil dapat melakukan sesuatu yang
sangat sulit dan mustahil dapat dilakukan oleh manusia tanpa mendapat karunia dari
Allah SWT. Oleh karena itu, harus ada langkah- langkah yang dilakukan, yaitu
bersungguh-sungguh dalam menyucikan diri dan berdoa kepada Allah agar diberikan
kemampuan dalam menyucikan diri serta konsisten (istiqamah) dalam pelaksanaannya.
Sedangkan jiwa (Nafs) oleh kebanyakan orang dimaknai dengan jiwa atau diri.
Tetapi Nafs berkaitan dengan derajat yang paling rendah atau paling tinggi, maka nafs
memiliki dua arah, menuju hawa nafsu dan menuju hakikat manusia (diri manusia). Dan
al nafs itu mempunyai dua arti. Pertama arti yang mencakup kekuatan amanah dan
syahwat serta sifat-sifat tercela. Sifat inilah yang harus dibasmi dipatahkan. Kedua,
bisikan Rabbani yang merupakan salah satu makna ruh itu sendiri, jiwa dan hati.
Kebahagiaan akhirat dengan mencegah nafs dari keinginan dan menentang segala
nafsu syahwat.6
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Tazkiyat al-Nafs merupakan cara untuk
melakukan tasawuf atau penyucian diri dari segala sifat buruk untuk menjadikan pribadi
bersih dari sifat-sifat tercela.
Al-Qur’an berbicara tentang Tazkiyah al nafs, akan ditemukan cukup banyak ayat-
ayat menunjukkan arti penting dan kedudukan Tazkiyah al nafs yang harus dilakukan
oleh manusia. Adanya ayat-ayat tersebut memberikan arahan kepada manusia untuk
meniti jalan kepada Allah dengan menyucikan jiwanya, karena dalam pandangan Said
Hawa seorang muslim sedang menempuh jalan menuju Allah, selama mengerjakan apa
yang diperintahkan oleh Allah. Sementara Nabi Muhammad memiliki tugas mengajarkan
kitab dan memberi contoh Tazkiyah al nafs dengan sikap dan perbuatan yang dapat
dilihat dan dipandang oleh manusia. Dengan adanya Al-Qur’an dan Nabi Muhammad
Saw yang mengantar dan menggiring manusia pada ma;rifatullah, berarti mengetahui
6
Imam Al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, (Semarang: Karya Toha Putra, Juz 3,tth, hlm. 75.
Allah ‘Azza wajlla dengan sebenar-benarnya tanpa diiringi oleh pemahaman bahwa
Allah berjasad, serupa dengan mahluk-Nya, bersentuhan. Bertemu fisik, menitis, atau
menyatu dengan jasad mereka. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 186:
10
Abu Dardaa Mohammad, Salasiah Hanin Hamjah dan Ahmad Irdha Mokhtar, “Konsep Tazkiyah al-Nafs
Menurut al-Harith bin Asad al-Muhasibi”. Jurnal Sultan ALauddin Sulaiman Shah. Vol. 4, No. 1, 2017, hlm.
121.
11
Ahmad Farid, Tazkiyatun Nafs Wa Tarbiyahtuha Kama Yuqorrihu Ulama Salaf, (Solo: Pustaka Arafah, 2004).
hlm. 26.
beribadah, serta kitab tentang keajaiban jiwa dan latihan kejiwaan dalam rub al-
muhlikat.12
Nafs sebagai aspek kejiwaan dari manusia. Dalam QS. al-Imrân ayat 185 :
Dinyatakan bahwa jiwa merupakan esensi dari manusia. Jiwa adalah sesuatu yang
terdapat dalam badan dan dapat berpisah dengannya. Jiwa adalah ruh yang telah
mempribadi setelah masuk ke dalam tubuh yang akan menjadi manusia.
B. Hakikat Mujahadah dan Riyadlah
َ ِين َجا َه ُدوا فِي َنا َل َن ْه ِد َي َّن ُه ْم ُس ُب َل َنا ۚ َوإِنَّ هَّللا َ َل َم َع ْالمُحْ سِ ن
ِين َ َوالَّذ
Artinya : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-
benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Secara harfiah, kata jihad berarti letih, sukar dan sungguh-sungguh. Sedangkan
secara etimologis, jihad berasal dari akar kata bahasa Arab (Jahada- Yujahidu-Jihaadan),
yang berarti mengerahkan segenap potensi dengan ucapan dan tindakan. Di antara
pecahan kata dari kata jihad adalah mujahadah (optimalisasi amal saleh), jahdun (kerja
keras), dan juhdun (usaha). Dengan demikian, jihad yang dimaksud adalah kesungguhan
hati untuk menerapkan nilai-nilai dan ajaran Islam di dalam kehidupan. Dalam konteks
tersebut, beribadah yang dijalankan dengan tulus dan penuh kesungguhan, serta
12
Masyhuri, “Prinsip-prinsip Tazkiyah al-Nafs dalam Islam dan Hubungannya dengan Kesehatan Mental”.
Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 37. No. 2, 2012.hlm. 95-96.
berinteraksi dengan sesame manusia yang dijalani dengan penuh kejujuran dan
keikhlasan merupakan perilaku jihad.13
Adapun riyadhah artinya “latihan”, yaitu latihan rohiniah untuk menyucikan jiwa
dengan memerangi jasad (badan). Proses yang dilakukan adalah dengan jalan melakukan
pembersihan atau pengosongan jiwa dari segala sesuatu selain Allah, kemudian
menghiasi jiwanya dengan zikir, ibadah, beramal saleh, dan berakhlak mulia. Pekerja
yang termasuk ke dalam amalan riyadhah adalah mengurangi makan, mengurangi, tidur
untuk salat malam, menghindari ucapan yang tidak berguna, dan lain sebagainya.14
Jika wilayah mujahadah dan riyadhlah dipersempit, maka hal yang wajib dipahami
adalah persoalan nafsu. Nafsu ini lah yang harus dikendalikan dengan benar. Perang
melawan hawa nafsu dalam mujahadah dan riyadhlah tidak dimaksud untuk mematikan
hawa nafsu, tetapi mengelolanya dibawah kontrol akal berdasarkan nilai-nilai syar’i.
Tidak dimatikannya nafsu karena ia diciptakan untuk memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia. Nafsu merupakan insting dasar manusia. Contohnya, jika nafsu
makan diputus dari manusia, tentu ia akan mati. Oleh karena itu yang dimaksud
mujahadah ini bukanlah menghilangkan keadaan (nafsu) secara keseluruhan, tetapi
mengarahkan nafsu tersebut pada batas kelurusan sesuai aturan syara’ dan akal.
Jadi, target mujahadah menurut Al-Ghazali adalah mendidik, mengelola dan
memberdayakan daya-daya rohani itu secara efektif, sesuai proporsinya (I’tidal). Al-qalb
seharusnya menjadi pengendali, nafsu syahwat dan ghadab harus tunduk dibawah
kendali akal. Penyimpangan rohani terjadi justru saat akal dikendalikan nafsu.15
Dapat disimpulkan bahwa mujahadah dan riyadlah memiliki arti yang sama, yaitu
suatu usaha untuk menyucikan diri dari segala perbuatan buruk. Perbuatan buruk yang
bersumber dari jiwa dan hawa nafsu. Usaha-usaha penyucian diri dari segala sifat buruk.
C. Macam-Macam Mujahadah dan Riyadlah
Pelaksanaan mujahadah diperlukan adanya seorang shaykh untuk membimbing
para murid. Al-Ghazali mengungkapkan bahwa seorang murid memerlukan syaykh dan
guru yang semestinya diikuti untuk dia mendapat panduan ke arah jalan yang betul.
Sesungguhnya jalan agama itu cukup sukar sekali, sedangkan jalan-jalan syaiton amat
banyak pula. Oleh karena itu barang siapa yang tidak ada shaykh maka syaitan akan
memandu kemana arah jalannya. Berdasarkan penelitian terhadap berbagai-berbagai
aliran dan ungkapan para sufi, Ibnu Khaldun merumuskan bahwa mujahadah terbagi
kepada tiga jenis yang berbeda. Yaitu Mujahadah al-Taqwa, Mujahadah al-Istiqomah
dan Mujahadah al-Kashf wa al-Ittila’.16 Adapun sumber lain membagi mujahadah ke
dalam beberapa macam, yakni :
1. Macam-macam mujahadah antara lain:
13
K. Zainuri Ihsan S. Ag dan M. Fathurahman, M.Pd.I, Mujahadah, (Jakarta: Media Pressindo, 2015), hlm. 20.
14
Adnan, “Riyadhah Mujahadah Perspektif Kaum Sufi”. Jurnal Syifa Al-Qulub, Vol. 1 No.
17
Pesantren At-Tahdzib, Tuntunan Mujahadah & Acara-acara Wahadiyah, (Ngoro Jombang, Jawa Timur:
Dewan Pimpinan Pusat Penyiaran Sholawat Wahadiyah, 1996). 14-16.
i. Mujahadah Momenti/Waktiya adalah mujahadah yang dilaksanakan pada waktu
tertentu yang diintruksikan oleh pengurus pusat.18
18
M. Jannah, Deskripsi Mujahadah. https://enprints.stainkudus.ac.id, diakses 15 Desember 2019
19
Fahrudin, Op.Cit., hlm. 70.
Ada yang didapatkan dengan cara kebetulan tanpa mempersiapkan diri untuk hal
itu, dikategorikan kepada ku aulia atau kaum wali.
Ada yang kebetulan tanpa 4 hal di atas, tapi tidak dikategorikan kepada para wali.
karena terjadi kepada siapapun tanpa pandang bulu, tanpa melihat agama dan
kesalehannya. Iya hanya sebatas firasat mutlak yang timbul dalam dirinya.20
D. Konsep Karakter Building menurut Islam dan Barat
Karakter adalah nilai yang melembaga dalam diri seseorang yang dikenali sebagai
sifat. Karakter bukanlah watak bawaan, akan tetapi karakter dibentuk berdasarkan
pengalaman dan pembiasaan. Proses membangun sebuah karakter adalah proses
penanaman nilai pada diri seseorang sehingga ia benar-benar menjadi sifat yang menetap
dalam jiwa. Akhlak dan karakter memiliki kaitan yang erat yakni dari kesamaan
keduanya yang terlihat pada inti kajiannya yaitu persoalan penanaman nilai, sehingga
menjadi sifat yang menetap.21
Ayat tersebut menjadi kunci betapa Allah sangat menekankan kepada ummat
manusia untuk memiliki akhlak atau karakter dalam berbagai aspek kehidupan, hal
ini terbukti dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan
akhlak manusia, dan dalam praktik kehidupan beliau dikenal sebagai berakhlak yang
agung dan pantas untuk diteladani.
Maka dari sini dapat diketahui bahwa character building menurut pemahaman
Barat adalah melatih sikap dan perbuatan untuk menjadi lebih baik dan bertanggung
jawab atas perbuatan tersebut Sedangkan dalam dunia Islam, character building
merupakan seperangkat konsep tazkiyatunnafs untuk melatih jiwa spiritual
agarmental dan fisik terjaga dari perbuatan tercela.
BAB III
PENUTUP
23
NM Sari, 2013. Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. https//: digilib.uinsby.ac.id diakses 26
April 2019.
A. Kesimpulan
Tazkiyah al-Nafs menurut bahasa artinya pembersihan jiwa atau penyucian diri.
Kata Tazkiyah berasal dari bahasa Arab yakni masdar dari zakka.
Mujahadah merupakan suatu usaha sungguh- sungguh dalam memerangi hawa
nafsu (keinginan-keinginan) serta segala macam ambisi pribadi agar jiwa menjadi suci
bersih sehingga berhak memperoleh pengetahuan yang hakiki tentang Allah dan
kebesaran-Nya. Sedangkan Riyadhah artinya “latihan”, yaitu latihan rohiniah untuk
menyucikan jiwa dengan memerangi jasad (badan).
Macam macam mujahadah diantaranya :
a. Mujahadah Yaumiyyah, Usbu’iyyah, Syahriyah, Ru’busanah, Nishfusanah.
b. Mujahadah Kubro
c. Mujahadah Khusus
d. Mujahadah Waqtiya
Macam Macam riyadhah diantaranya : Riyadhah ‘awam, Khowas, dan Khowasul
khowas.
Konsep character building dalam Islam merupakan rumusan syariat kalam Ilahi
dan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang kemudian dijadikan pedoman
bagi ummat muslim untuk memperbaiki diri dan membersihkan jiwa serta
menghiasinya dengan akhlak terpuji. Konsep ini dinamakan tazkiyatunnafs, yang
hakikatnya adalah takhalliy dan tahalliy, kemudian dilanjutkan dengan tajalli.
Adapun konsep character building menurut Barat, yang merupakan rumusan
yang dilakukan oleh masyarakat untuk mencapai tujuan manusia ideal (the
idealhuman), yaitu manusia yang senantiasa melakukan akhlak terpuji dan dapat
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghazali, Imam. Ihya ‘Ulumuddin. Semarang : Karya Toha Putra. Juz 3, tth
Dahlan dan Muhtarom. 2018. Menjadi Guru yang Bening Hati (Strategi Mengelola Hati di Abad
Modern). Yogyakarta : Deepublish
Fahrudin. 2016. Tasawuf sebagai Upaya Membersihkan Hati Guna Mencapai Kedekatan dengan
ALLAH. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. 14. No. 1. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.
Haetami, iqbal. 2009. Menyibak Takbir Alam Ghaib. Depok: Qultumedia.
Long, Ahmad Sunawari. 2015. Falsafah Ibnu Khaldun. Kuala Lumpur: penerbit Institut Terjemahan
& Buku Malaysia Berhad,
Shodiq, A. 2018. Prophertic Character Buillding: Tema Pokok Pendidikan Akhlak. Jakarta : Kencana