Anda di halaman 1dari 16

MERANCANG PEMBELAJARAN KARYA

SASTRA DI KELAS RENDAH DAN TINGGI


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pembelajaran Bahasa Indonesia SD

Logo

Disusun Oleh:

Ayi Yeyen

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas

segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah

Merancang Pembelajaran bahasa melalui karya sastra. Makalah ini disusun sebagai salah satu

Tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua yang telah membantu dalam

mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan penulisan Makalah ini. Segala upaya

telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila dalam

makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami

mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dalam penyempurnaan laporan

ini.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk menambah pengetahuan

dan wawasan tentang materi Merancang pembelajaran melalui karya sastra.

Magetan, Maret 2024

Tim Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah
imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan
kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk
mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada
umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan
sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan
eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Pendidikan sastra dan bahasa Indonesia mempunyai peranan yang penting didalam dunia
pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan
bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Apresiasi sastra akan berjalan lancar jika berbahas
seorang anak sudak baik. Dalam apresiasi sastra manfaat yang sangat dirasakan adalah
adanya pengembangan jiwa, dimana kita dapat mengeksplore seluruh potensi yang ada dalam
diri kita terutama hal yang ada dalam apresiasi sastra yaitu seperti puisi, prosa, dan drama.
Apresiasi sastra akan muncul jika pembelajaran berjalan menyenangkan, adanya stimulus
dan respon memberikan dampak yang positif pada perkembangan apresiasi. Oleh karena
itulah peran guru dalam hal ini sangat diperlukan agar dapat merangsang anak untuk dapat
berapresiasi sastra dengan baik.
B. Rumusan masalah
1. Model pembelajaran seperti apa yang sesuai bagi anak kelas redah dan tinggi?
2. Mengapa pembelajaran sastra dianggap penting ?
3. Adakah kaitannya pembelajaran bahasa dan sastra dengan bidang studi lain ?

C. Tujuan
1. Mengetahui model pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai pada anak kelas
rendah dan tinggi.
2. Mamahami pentingnya pembelajaran sastra pada siswa.
3. Keterkaitan pembelajaran sastra dengan bidang studi lain

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Karya Sastra


Hal yang dihasilkan oleh manusia dikenal sebagai karya. Dalam konteks lain,
mungkin manusia dapat menghasilkan produk intelektual (seperti sebuah lagu atau puisi) atau
objek material (rumah atau kerajinan).
Sastra adalah sesuatu yang mengacu pada milik atau berkaitan dengan sastra (himpunan
pengetahuan dengan menulis dan membaca dengan baik, atau seni puisi, retorika dan tata
bahasa).
Sebuah karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang
maksud penulis untuk tujuan esterika. Karya-karya ini sering menceritakan sebuah kisah,
baik dalam atau ketiga orang pertama, dengan plot dan melalui penggunaan berbagai
perangkat sastra yang terkait dengan waktu mereka.
Menurut bentuk atau subjek, karya sastra mungkin memiliki jenis yang berbeda
seperti narasi (sebuah karya prosa, seperti novel, atau cerita pendek), puisi (komposisi dalam
ayat yang mengekspresikan perasaan penulis), drama, epic (ayat-ayat yang menceritakan
perbuatan pahlawan atau dewa-dewa) atau mengajar (yang berusaha untuk mengarahkan
pembaca atau pendengar).
Karya sastra juga dapat berupa tulisan (buku atau media cetak lain bermain cerita tanpa
perubahan) atau lisan (diwariskan dari generasi ke generasi dan sering berubahdari waktu ke
waktu, seperti legenda atau cerita rakyat). Karya-karya juga dapat taktil, ketika disesuaikan
dengan kebutuhan orang-orang melalui Braille.

B. Pembelajaran Bahasa Melalui Prosa

Bagaimana caranya agar bahan belajar prosa yang disajikan dapat dikembangkan untuk
berbagai kepentingan pembelajaran? Pertama, kita harus terlebih dahulu mengalami proses
pemilihan. Pemilihan bahan pengajaran merupakan salah satu langkah penting dalam
merancang pembelajaran. Selai pemilihan bahan, hal yang perlu dipertimbangkan sewaktu
merancang pembelajaran adalah tujuan, strategi, dan sumber belajar. Di bawah ini akan
dideskripsikan satu persatu tentang tujuan, strategi, dan sumber belajar.

4
1. Tujuan

Pada waktu merencang pembelajaran kita perlu menentuan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan ini tentu yang sesuai dengan program pengajaran yang telah digariskan dalam GBPP.
Oleh karena itu, kita perlu memeriksa program pengajaran yang sesuai dengan kelas dan
caturwulanya. Pada saat menentukan tujuan yang akan dicapai kita perlu mengingat kondisi
siswa kita. Sudah memungkinkan atau belum tujuan tersebut dicapai pada saat itu.

2. Bahan

Setelah tujuan ditentukan, kita perlu menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan. Bahan ini
dapat kita ambil dari buku paket ( jika ada ), dapat pula kita ambil dari sumber lain ( buku
cerita, majalah, atau koran ). Namun dari mana pun kita mengambil bahan tersebut, kita perlu
mengadakan evaluasi terhadap kriteria apa yang dapat digunakan dalam mengevaluasi bahan
prosa. Pertama harus sesuai dengan tujuan yang telah kita tetapkan. Kemudian harus sesuai
dengan yang dibutuhkan anak. Dan terakhir sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

a. Sesuai dengan tujuan

Sesuai dengan tujuan, berarti sewaktu memilih bahan kita perlu mengingat untuk
tujuan apa bahan tersebut disediakan. Bahan ini seharusnya memiliki day dukung yang
kuat untuk mencapai ujuan yang ditetapkan.

b. Sesuai dengan kebutuhan anak

Bahan prosa yang digunakan dalam pembelajaran bahasa perlu memiliki kesesuaian
dengan kebutuhan anak. Hal ini dimaksut agar proses tersebut dapat memberi manfaat
yang lebih banyak bagi anak-anak. Sehubungan dengan itu Huck (1989: 6-10) di dalam
bukunya bahwa sastra untuk anak-anak harus memiliki nilai-nilai. Nilai tersebut mencakup
nilai-nilai yang bersifat personal, dan nilai-nilai yanng bersifat pendidikan. Mengandung
nilai personal berarti, sastra yang kita pilih brisi hal-hal tyang dapat :

1) Memberikan kenikmatan

2) Memperkuat cara berpikir

3) Mengembangkan imajinasi

4) Memberikan pengalaman mengalami

5) Mengembangkan kemampuan berprilaku


5
6) Menyajikan pengalaman yang menyeluruh

Mengandung nilai-nilai pendidikan, berarti bahwa sstra anak-anak selayaknya


mengandung hal-hal yang dapat :

1) Mengembangkan bahasa

2) Membantu belajar Bahasa

3) Membantu belajar menulis.

c. Sesuai dengan tingkat perkembangan anak

Bahan yang kita pilih perlu sesuai dengan dengan tingkat perkembngan anak. Hal ini
dimaksudkan agar bahan tersebut mampu memberikan nilai-nilai yang dibutuhkan anak-
anak tanpa terasa membebaninya. Bahan belajar yang sesuai untuk anak ini dinyatakan
oleh Norton (1989) di dalam bukunya yang berjudul trought the Eyes of the Child an
Introduction To Childern’s Literatur sebagai mampu meningkatkan perkembangan anak
ketingkat yang lebih tinggi. Norton membagi fase perkembangan anak usia sekolah
sebagai berikut :

1) Sekolah Dasar kelas rendah : usia 6-8 tahun

2) Sekolah Dasar kelas seang : usia 8-10 tahun

3) Sekolah dasar kelas tinggi : usia 10-12 tahun

Setiap fase memiliki karakteristik tersendiri, dan Nortom memberikan gambaran


tentang implikasi setiap karakteristik tersebut. Namun demikian, karakteristik demikian, dari
karakteristik ini implikasi yang ia gambarkan, kita dapat memilih atau menyediakan buku
cerita yang sesuai bagi anak-anak.

Tabel 1. Perkembangan Bahasa

No. Karakteristik Implikasi

1. Perkembangan bahasa berjalan dengan Menyediakan waktu setiap hari untuk


menambahkan beberapa kata baru membaca dan memberi kesempatan
terhadap kosa kata meraka untuk berinteraksi lisan

2. Sebagian besar anak menggunakan Membaca cerita yang menyajikan


kalimat kompleks dengan klause ajektif model-model yang mengembangkan
6
dan klause kondisional yang dimulai struktur bahasa anak-anak.
dengan bila.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, untuk mengembangkan bahsa anak usia sekolah
dasar tingkat rendah perlu diupayakan :

1) Waktu untuk membaca

2) Memberi kesempatan kepada anak untuk berinteraksi lisan

3) Memberikan cerita yang menyajikan model-model struktur bahasa.

Tabel 2. Perkembangan Kognitif

No. Karakteristik Implikasi

1. Anak belajar membaca: mereka senang Menyediakan buku-buku yang mudah


membaca buku-buku yang mudah dan dibaca dapat mengembangkan
menunjukkan kemampuan barunya. keterampilan membaca anak-anak

2. Mereka belajar menulis dan menyenangi Memberi kesempata kepada anak-


cerita kreasi mereka sendiri anak untuk menulis, menghias, dan
memperhatikan buku gambar mereka.

3. Jangkauan perhatian bertambah dan anak- Mereka senang mendengarkan cerita


anak menyenangi cerita yang lebih panjang. Mereka mulai menyukai
panjang daripada ketika mereka berusia cerita panjang bila setiap babnya
lima tahun dilengkapi dengan waktu cerita

4. Anak-anak di bawah tujuh tahun masih Menyediakan pengalaman dengan


berpandangan dekat dan belajar terus membei kesempatan untuk melihat,
tentang stuasi nyata. berdiskusi, dn membuktikan
informasi

5. Suatu waktu umur mereka tepat pada Anak-anak dapat dikembangkan ke


tingkat yang disebut plaget sebagai arah susunan baru berupa aturan
oprasional kngkret. pengelompokan. Mereka tidak dapat
melihat seluruh objek namun dapat

7
memahami hubungan diantaranya.

Dalam tabel di atas ada hal yang sangat menarik, yaitu bahwa mereka senang
menunjukkan kemampun, dalam bidang membaca maupun menulis. Hal ini dapat kita
manfaatkan untuk meningkatkan keterampilan anak-anak dibidang membaca dan menulis.

Tabel 3. Perkembangan Pribadi

No. Karakteritik Implikasi

1. Usia enam tahun tidak memiliki Bantu anak-anak menemukan jalan


keseimbangan emosi seperti usia lima yang layak untuk mengatasi
tahun. Mereka lebih tegang, bisa jadi ketegangan mereka. Baca cerita
menyerang guru atau orang tua untuk melukiskan bagaimana anak
lain mengatasi keteganganya.

2. Anak-anak meminta kebebasan tetapi juga Menyediakan kesempatan bagi


memerlukan ketenangan dan keamanan mereka untuk menunjukkan
dari orang tua kebebasan, beri mereka kesempatan
untuk memilih buku dan kegiatan
yang tersedia

Pada fase ini menuntut kita sangat berhati-hati dalam memilih proses yang akan
dijadikan bahan belajar. Jika kurang hati-hati, malah bisa meningkatkan ketegangan dan
kebebasan yang kurang baik.

Tabel 4. Perkembangan Sosial

No. Karakteristik Implikasi

1. Anak-anak akan menentang orang tua Besarkan hati mereka agar


ketika berada di bawah tekanan kesensitifannya tersalur ke dalam
kegiatan yang lebih bermanfaat

2. Mereka igin bermain denagn anak-anak Besarkan anak dengan memberi


lain seringkali, tetapi menuntut kesempatan untuk berperan dalam

8
memecahkan masalah yang serupa.

3. Anak-anak merespon terhadap bantuan Izinkan mereka untuk bekerja dan


atau pujian guru. Mereka mencoba mendapat pujian. Pujilah cara mereka
menyesuaikan diri dan menyenangkan membaca dan berilah buku-buku
hati guru

4. Mereka menikmati tetap duduk dan Sering menyediakan waktu untuk


mendengarkan cerita dibacakan bercerita dan membaca
disekolah, di rumah, atau di
perpustakaan

5. Anak-anak memiliki pikiran yang teguh Perkenalkan kepada mereka nilai-


tentang benar dan salah nilai, kebiasaan, dan standar tingkah
laku melalui orang tua mereka

6. Mereka ingin tahu tentang perbedaan Beri mereka buku yang dapat
antara laki-laki dan perempuan membantu menjawab pertanyaanya.

Dalam tabel-tabel ini dapat kita lihat, bahwa anak-anak mempunyai potensi alamiah dalam
hal belajar bahasa, kemampuan kognitif, kepribadian, dan bersosialisasi. Potensi-potensi
tersebut akan berkembang lebih optimal dengan acar memberikan bahan belajar yang sesuai
untuk mereka. Dengan demikian, tujuan yang telah kita tetapkan tercapai dengan baik, dan
kebutuhan anak terpenuhi.

3. Strategi

Memilih strategi, berarti membayangkan dan memikirkan proses pembelajaran yang


terjadi di dalam kelas. Akan dibuat bagaimana yang telah kita pilih itu? Aktivitas apa yang
akan dilakukan guru, anak-anak di dalam kelas? Itulah pertanyaan yang perlu di jawab pada
saat memilih dan menetukan strategi pembelajaran termasuk pembelajaran bahasa.

Di dalam contoh di atas kita dapat melihat beberapa kegiatan pembelajaran, seperti:
mendengarkan cerita, tanya jawab, menirukan, dan melanjutkan cerita. Kita dapat membuat
berbagai variasi strategi pembelajaran dari strategi-strategi yang sudah kita ketahui.

4. Sumber Belajar

9
Pembelajaran bahasa melaui prosa dapat menggunakan berbagai sumber belajar.
Persiapkan semuanya dengan sebaik-baiknya, sehingga proses pembelajaran yang kita sajikan
menarik dan efektif. Seperti apa yang dikatan Davis ( 1981:78 ) di dalam bukunya yang
berjudul instructional Techniqui bahwa guru yang efektif itu mempersiapkan pembelajaran
dengan sebaik-baiknya sebelum proses pembelajaran berlangsung. Namun persiapan itu
jangan sampai terlalu banyak dan kaku, karena jika demikian kita akan kehilangan
spontanitas sewaktu mengajar.

C. Pembelajaran Bahasa melalui Puisi dan Drama


A. Puisi
1. Pengertian
Norton (1983 : 321) dan Huck (1989 : 394) sama-sama menyatakan bahwa puisi sulit
untuk didefinisikan secara tepat. Georgia di dalam Calkins (1989 : 297) menunjukkan
empat karakteristik puisi, yaitu:

a. Puisi menggunakan bahasa yang padat, setiap kata penting;


b. Biasanya bahasa puisi bersifat figuratif: simile, metafora, dan imajinasi;
c. Puisi bersifat ritmis;
Unit organisasinya: larik dan bait, sedangkan prosa unit organisasinya kalimat dan
paragraf.
Menurut Robert Fros puisi itu menyenangkan anak-anak, tetapi juga membantu mereka
dalam mengembangkan pengetahuan baru dan cara baru untuk memahami dunianya. (dalam
Huck, 1989 : 394). Ciri-ciri sajak (puisi) yang lemah menurut sumardi, dkk. (1985: 25-32)

a. Sajak yang mengandung kata-kata, ungkapan, atau pernyataan yang berlebihan atau
bombastis;
b. Menampilkan masalah atau tema yang terlalu kecil, jika dibandingkan dengan alat
ekspresinya yang kuat;
c. Mengandung kelemahan penalaran;
d. Mengandung sisipan objek sehingga penonjolan objek utama dan keutuhan sajak
terganggu;
e. Mengandung lebih dari satu sudut panjang;
f. Pemakaian suatu gaya pengucapan atau gaya bahasa yang kurang tepat;
g. Mengandung kelemahan rima;

10
h. Bersifat prosais;
i. Bersifat mengekor.
2. Pembelajaran Puisi
Puisi yang wujudnya sudah digambarkan di atas, dapat dijadikan bahan pembelajaran
yang bervariasi, umpamanya:

a. Membaca nyaring tunggal;


b. Membaca nyaring bersama;
c. Membaca nyaring dengan musik atau tepukan;
d. Membaca nyaring dengan nyanyi atau senandung;
e. Membaca nyaring dengan dramatisasi;
f. Bermain kata atau sajak berantai.
Itulah model pembelajaran puisi di kelas rendah. Adapun model pembelajaran puisi
yang lain yaitu sebagai berikut:

a. Bermain kata atau sajak


Berbeda dengan model-model yang lainnya, bermain kata atau sajak saat ini tidak
menggunakan puisi. Walaupun begitu pembelajaran tetap berhubungan dengan puisi. Kepada
anak-anak diperkenalkan salah satu unsur puisi, yaitu rima atau sajak. Permainan ini
bertujuan membina penguasaan kosa kata, selain tentu saja memahami rima.

Jalannya permainan
1) Guru menjelaskan peraturan permainan.
2) Permainan dibagi menjadi tiga regu (A, B, C).
3) Guru menuliskan tiga buah kata di papan tulis.
4) Setiap anggota dari ketiga regu, satu persatu secara bergantian maju ke depan
untuk menuliskan kata-kata yang bersajak dengan kata yang ditulis oleh guru di
papan tulis.
5) Permainan diakhiri setelah batas waktu yang disediakan habis atau setelah para
pemain tidak dapat menambahkan kata-kata bersajak tersebut.
6) Regu yang dapat mengumpulkan kata paling banyak dinyatakan sebagai
pemenangnya.
b. Bahan pembelajaran puisi
Seperti halnya pembelajaran melalui prosa, pembelajaran melalui puisi pun
memerlukan bahan terpilih agar tujuan tercapai, juga dapat memenuhi kebutuhan anak-anak
dan proses pembelajaran berlangsung menyenangkan.

11
Sumardi, dkk (1985: 20 - 23), memberikan rambu-rambu yang harus dipertimbangkan
sewaktu memilih bahan pembelajaran puisi. Berikut adalah rambu-rambu yang harus
dipertimbangkan sewaktu memilih bahan pembelajaran puisi sebagai berikut:

1) Sesuai dengan lingkungan anak didik


2) Sesuai dengan kelompok usia anak didik
3) Keragaman sajak
4) Kesesuaian sajak dengan siswa
Selain Sumardi, Norton (1983 : 323 - 324) yang menggeluti sastra untuk anak-anak,
mengemukakan kriteria pemilihan puisi untuk anak-anak, sebagai berikut:

1) Puisi untuk anak-anak adalah puisi yang berisi kegembiraan dan rima.
2) Puisi untuk anak-anak seharusnya mengutamakan bunyi bahasa dan membangkitkan
semangat bermain bahasa.
3) Puisi untuk anak seharusnya memperbaiki ketajaman imajinasi visual dan kesegaran
kata-kata yang digunakan di dalam ragam novel, untuk memperluas imajinasi
mereka, dan melihat atau mendengar kata-kata dalam cara baru.
4) Puisi untuk anak seharusnya menyajikan cerita sederhana dan memperkenalkan
tindakan yang dilakukan.
5) Puisi untuk anak bukan yang ditulis dengan dugaan rendah kepada anak-anak.
6) Puisi yang sangat efektif disajikan dengan suatu ketidaksempurnaan informasi yang
seksama. Jadi ada ruang bagi anak untuk menafsirkan, dan memungut sesuatu dari
puisi sendiri.
7) Tema harus menyenangkan anak-anak, mengatakan sesuatu pada anak-anak,
menggelitik egonya, mengingatkan kebahagiaan, menyentuh kejenakaannya, atau
membangkitkan semangat menggali.
8) Puisi seharusnya cukup baik dibaca ulang.
Menilai puisi dilakukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan sehubungan
dengan puisi, menurut Huck ada sebelas pertanyaan untuk menilai puisi yaitu sebagai berikut:

a. Bagaimana irama puisi memperkuat dan menciptakan arti dalam puisi?


b. Bagaimana rima puisi, apakah bunyi terasa alamiah?
c. Bagaimana bunyi dalam puisi berkontribusi terhadap arti? Apakah menggunakan
aliterasi, onomatopia (bentuk kata yang menirukan suara), atau repetisi?
d. Apakah puisi menyajikan imajinasi sensorik tentang penglihatan, perabaan,
penciuman, atau perasaan? Apakah ini memberi kenikmatan kepada anak-anak,
terutama perasaan mereka?

12
e. Bagaimana kualitas imajinasi di dalam puisi? Apakah membuat anak-anak melihat
sesuatu dalam suatu cara yang baru dan segar, ataukah dengan menggunakan cara
yang sudah usang atau klise?
f. Apakah figura bahasa penting untuk kehidupan anak-anak? Apakah simile dan
metafora membuat anak-anak memahami dan mengapresiasi?
g. Bagaimana nada dalam puisi? Apakah mencerminkan masa kanak-kanak? Apakah
mendidik, mengkhotbahi, ataukah menyajikan kenangan masa kanak-kanak dengan
sentimentil?
h. Apakah puisi penting untuk anak-anak? Apakah mereka menyukainya?
i. Bagaimana penyair menyajikan keintenan emosi dalam puisi? Apakah setiap kata
berfungsi meningkatkan perangsangan perasaan?
j. Bagaimanakah tipografi puisi? Apakah penempatan kata berkontribusi terhadap
puisi?
k. Apakah tujuan puisi? Untuk bersenang-senang, melukiskan sesuatu dengan cara
yang segar, kritik sosial, atau membuat kesejajaran dengan hidup? Seberapa bagus
penyair mencapai tujuan tersebut?

B. Drama
1. Pengertian
Hamzah (1985 : 145) menyatakan bahwa kegiatan drama bagi anak-anak harus merupakan
langkah rekreasi, senilai dengan kegiatan bermain kelereng, layang-layang, sekolah-
sekolahan, rumah-rumahan, bermain boneka.

Jadi, drama itu tidak seperti yang dipentaskan orang dewasa. Drama bagi mereka masih
merupakan sarana untuk menarik minat, melatih atau meletakkan dasar-dasar drama. Dengan
demikian, pembelajaran drama masih merupakan permainan.

2. Pembelajaran melalui Drama


Harymawan (1993) menyatakan bahwa seni teater memperoleh dasar idenya atas
kehendak manusia yang berwujud permainan dan peniruan. Ini berarti bahwa dengan suka
meniru, anak-anak sudah memiliki naluri bermain drama. Pembelajaran drama yang
mencerminkan permainan antara lain dapat dilakukan dengan:

a. Pantomim

13
Sehubungan dengan pengertian pantomim, Hamzah (1985 : 51 - 52) mengutip beberapa
pendapat seperti ini:

1) Pantomim ialah seni menyatakan bermacam ide tanpa media kata. Dan ini
merupakan tahapan teknik paling awal dalam kaitannya dengan latihan-latihan
drama (ommaney).
2) Pantomim adalah suatu pertunjukkan yang para pemainnya mengekspresikan
dirinya melalui isyarat (American College Dictionary).
3) Pantomim ialah suatu cerita, suatu tema yang diceritakan atau dikembangkan
melalui gerak tubuh dan wajah ekspresif (Groler Academic Encyclopedia)
Disekolah dasar kelas rendah, pantomim dapat dilakukan, misalnya sebagai berikut:

1) Meniru pantomim lain, dapat dilakukan apabila sebelumnya kepada anak-anak


diperlihatkan pantomim yang dilakukan orang lain (contoh di bawa ke dalam
kelas).
2) Meniru perbuatan nyata, berbeda dengan meniru pantomim lain. Meniru
perbuatan nyata, tidak perlu menghadirkan contoh ke dalam kelas.
b. Sosio Drama
Mirip dengan pantomim meniru perbuatan nyata, namun ada hal yang berbeda. Dalam
pantomim dilakukan tanpa kata-kata, sedangkan dalam sosio drama menggunakan kata-kata.

c. Berekspresi dengan topeng


Pembelajaran berekspresi dengan topeng dapat berlangsung sebagai berikut:
1) Guru memperlihatkan satu atau beberapa topeng.
2) Anak-anak diminta mengamati topeng-topeng tersebut.
3) Guru bertanya tentang ekspresi topeng (sedih, gembira, marah, dan sebagainya)
4) Anak-anak diajak untuk meniru ekspresi tersebut.
5) Guru meminta seorang atau dua orang anak untuk mengenakan topeng tersebut
dan melakukan gerakan dan atau dialog yang sesuai dengan ekspresi topeng
tersebut.
Permainan ini, bisa jadi akan sangat menarik bagi anak-anak, termasuk anak yang
pemalu. Karena dengan topeng wajah mereka tertutup, jadi anak akan merasa terhindar dari
rasa malu.

d. Bermain boneka
Bermain boneka bukan permainan yang asing bagi anak-anak. Hanya wujud bonekanya
saja, mungkin yang berbeda. Bisa boneka dari kayu, batang daun singkong, kain dan kapas,

14
plastik, karet, dan sebagainya. Di dalam pembelajaran, dapat digunakan boneka macam
manapun yang dapat dengan mudah ditemukan. Cara permainannya sebagai berikut:

1) Anak-anak mengamati boneka, lalu memberi peran kepada boneka tersebut.


2) Bermain, mengucapkan dialog sesuai dengan peran tadi.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan adanya pembelajaran sastra anak akan merasa lebih merasakan keingintahuan
hidup, siswa diaajak untuk memiliki kreatifitas tidak hanya dalam membuat memahami
bagian dari sastra saja seperti memahami puisi sederhana, isi dari cerita atau cerpen,
mengetahui watak dari tokoh dalam cerpen, melainkan mereka dapat bereksplorasi sesuai
keinginan mereka seperti membuat puisi, membuat pantun, membuat cerita singkat tentang
keseharian mereka. Hingga akhirnya anak memiliki talenta atau bakat dalam membuat karya
sastra.

B. Saran

Apabila guru telah merancang model pembelajaran seperti apa yang akan di lakukan,
langkah-langkah apa seperti apa yang harus dilakukan serta perencanaan yang matang maka
kemungkinan besar proses kegiatan belajar akan berlangsung dengan baik. Demikian halnya
dengan pembelajaran sastra Indonesia, dengan harapan dapat bermakna bagi siswa.

16

Anda mungkin juga menyukai