Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

Pembelajaran Sastra Anak di Sekolah Dasar dan Implementasinya

(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas)

Dosen Pengampu :

Nurul Hidayah, M.Pd

Disusun Oleh :

Desi Rahmawati 2011100210

Hani Mefriani 2011100356

Seftia Ria Kusnita 2011100479

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Esa, karena telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita berupa pengetahuan
dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
"Pembelajaran Sastra Anak di Sekolah Dasar dan
Implementasinya " dengan mata kuliah Materi Bahasa Indonesia
MI/SD ini tepat pada waktunya.

Dalam Penulisan makalah ini kami ucapkan terimakasih kepada


Nurul Hidayah, M.Pd Selaku dosen mata kuliah Materi Bahasa
Indonesia MI/SD yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami
tekuni. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuan bagi para pembaca.

Meskipun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat
dibutuhkan untuk memperbaiki penyusunan makalah kami selanjutnya.
Kemudian apabila terdapat kesalahan dalam makalah baik dari segi
penyusunan ataupun pembahasan, kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

BandarLampung, 10 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3

C. Tujuan ......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Sastra ............................................................................. 4

B. Tujuan Dan Manfaat Pembelajaran sastra .................................. 7

C. Jenis Sastra Anak ........................................................................ 22

D. Apresiasi sastra anak reseptif...................................................... 25

E. Apresiasi sastra anak produktif ................................................... 31

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 40
B. Saran ........................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 42

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar tentunya diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dengan
baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta menumbuhkan
apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Oleh
karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar di dalamnya
juga termasuk pembelajaran sastra.
Selama ini pendidikan yang dilaksanakan kepada peserta didik
adalah sebatas bagaimana menciptakan peserta didik yang mempunyai
pengetahuan yang banyak, tanpa harus menerapkan pengetahuannya
tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa untuk bisa mengaplikasikan itu
diperlukan pengetahuan dan hafalan atas konstruksi ilmu tersebut.
Sehingga pengetahuan yang dimiliki tidak sebatas pada sifat normatif
saja tetapi harus di implementasikan dalam kehidupan sehari- harinya.
Terlalu banyak bidang ilmu yang menjadi bahan pembelajaran di
sekolah membuat banyak pihak lengah akan suatu hal yang tidak kalah
pentingnya bagi seorang peserta didik. Yaitu pendidikan sikap dan
karakter.
Sastra sebagai hasil karya seni manusia yang berupa lisan maupun
tulisan yang mempunyai makna atau keindahan tertentu. Dalam sastra
terkandung eksplorasi mengenai kebenaran kemanusiaan, adat istiadat,
agama, kebudayaan, dan sebagainya. Sastra juga menawarkan berbagai
bentuk kisah yang merangsang pembaca untuk berbuat sesuatu.
Disastra (2004: 63) mengatakan, “Menciptakan dan mengapresiasi

1
karya sastra merupakan pengalaman intelektual dan emosional yang
tinggi derajatnya yang akan lebih memanusiakan manusia”.1
Sehubungan dengan nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa yang mulai diberlakukan Diknas mulai
tahun ajaran 2011, pembelajaran sastra dianggap penting karena
pembelajaran sastra dapat membantu pembentukan watak. Dalam nilai
pembelajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan
sehubungan dengan pembentukan watak ini. Pertama, pembelajaran
sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam.
Seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya
memiliki perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang
bernilai dan mana yang tak bernilai. Tuntutan kedua, bahwa
pembelajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha
mengembagkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain
meliputi ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan.
Sastra dianggap kurang penting dan kurang berperan dalam
masyarakat Indonesia hari ini. Hal ini terjadi karena masyarakat kita
saat ini sedang mengarah ke masyarakat industri sehingga
konsep-konsep yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan
fisik dianggap lebih penting dan mendesak untuk digapai. Sedikitnya
perhatian anggota masyarakat terhadap kegiatan kesastraan (dan
kebudayaan pada umumnya) merupakan salah satu indikasi adanya
kecenderungan tersebut. Kegiatan kesastraan dianggap hanya memberi
manfaat nonmaterial, batiniah, sehingga dianggap kurang mendesak
dan masih dapat ditunda.

1
Soeria Disastra, Senja di Nusantara, PT. Kiblat Buku Utama, Bandung, 2004, hlm 63

2
Kondisi di atas juga terjadi dalam dunia pendidikan. Perhatian
para murid dan pengelola sekolah terhadap mata pelajaran yang
berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik jauh lebih besar
bila dibandingkan dengan mata pelajaran kemanusiaan (humaniora).
Ketiadaan laboratorium bahasa, sanggar seni, buku bacaan kesastraan,
dan berbagai fasilitas lain yang diperlukan dalam pengajaran
merupakan bukti konkret adanya kepincangan tersebut. Pengajaran
sastra Indonesia di berbagai jenjang pendidikan selama ini sering
diaggap kurang penting dan dianaktirikan oleh para guru, apalagi pada
guru yang pengetahuan dan apresiasi sastranya rendah. Hal ini
menyebabkan mata pelajaran yang idealnya menarik dan besar sekali
manfaatnya bagi para siswa ini disajikan hanya sekedar memenuhi
tuntutan kurikulum, kering, kurang hidup, dan cenderung kurang
mendapat tempat di hati siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hakikat Sastra?
2. Apa yang termasuk kesalam Tujuan Dan Manfaat Pembelajaran
sastra?
3. Bagaimana Jenis Sastra Anak?
4. Apa Definisi dari Apresiasi Karya Sastra Anak Reseptif/
5. Apa Definisi dari Apresiasi Karya Sastra Anak Peoduktif?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Hakikat Sastra
2. Untuk mengetahuiTujuan dan Manfaat dari pembelajaran sastra
3. Untuk Menambah pengetahuan mengenai Jenis Sastra anak
4. Untuk Mengetahui Definisi dari Apresiasi Karya Sastra Anak secara
Reseptif
5. Untuk mengetahui Definisi dari Apresiasi Karya Sastra Anak
secara Produktif

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Sastra
Proses pembelajaran bahasa selalu dikaitkan dengan tahap
pemerolehan bahasa seseorang -siswa-. Pemerolehan bahasa dimaknai
sebagai periode seseorang memperoleh bahasa atau kosa kata baru dan
berlangsung sepanjang hayat. Pemerolehan bahasa sangat ditentukan
oleh interaksi rumit antara aspek-aspek kematangan biologis, kognitif,
dan sosial. Menurut Tarigan (Iskandarwassid, 2008: 84) bahwa setiap
pendekatan moderen terhadap pemerolehan bahasa akan menghadapi
kenyataan bahwa bahasa dibangun sejak semula oleh anak.
Memanfaatkan aneka kapasitas bawaan sejak lahir yang beraneka ragam
interaksinya dengan pengalaman- pengalaman dunia fisik dan sosial.2
Proses pemerolehan bahasa bukanlah sesuatu yang sederhana.
Berbahasa adalah proses kognitif yang rumit, hal inilah yang selalu
dialami oleh setiap manusia normal pada umumnya. Salah satu fase
penting dalam bahasa yang adalah fase imitasi. Pada fase imitasi,
anak-anak akan meniru orang-orang di sekitarnya untuk berbicara.
Dalam fase inilah anak-anak mengasah keterampilan mereka dalam
“bercerita”. Pengalaman anak dari bercerita maupun mendengarkan
cerita (menyimak) dapat memperkaya ragam perbendaharaan kata dan
pengetahuan ragam bahasa, baik yang berkaitan dengan ragam tulisan
maupun ragam lisan.

2
Iskandariwassid dan Dadang Suhendar, Strategi pembelajaran bahasa, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2008, 84

4
Pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua secara formal
dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar (TK sampai SD).
Anak-anak ketika memasuki usia 5 tahun telah menguasai pola bahasa.
Mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah disebut dengan mata
pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Karena pada prinsipnya, bahasa
dan sastra merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam
kebudayaan manusia. Sastra, suatu komunikasi seni yang hidup bersama
bahasa. Di satu pihak sastra merupakan salah satu bentuk pengungkapan
bahasa, di lain pihak bahasa akan lebih hidup berkat sentuhan estetis
unsur-unsur sastra. (Jamaluddin, 2003: 31).3
Pelajaran bahasa dan sastra Indonesia mulai dikenalkan di tingkat
sekolah sejak kelas 1 sekolah dasar atau bahkan di taman kanak-kanak.
Pada masa tersebut materinya hanya sebatas pada aktivitas membaca,
menulis sambung serta membuat karangan singkat, baik berupa
karangan bebas maupun mengarang dengan ilustrasi gambar. Sampai ke
tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Pembelajaran bahasa Indonesia
yang monoton telah membuat para siswa mulai merasakan gejala
kejenuhan terhadap belajar bahasa Indonesia. Hal tersebut diperparah
dengan adanya buku paket yang menjadi buku wajib. Sementara isi dari
materinya terlalu luas dan juga cenderung bersifat hafalan yang
membosankan.
Menurut Purba (2001: 2), “Kata sastra dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Sankerta. Akar katanya adalah cas yang berarti
memberi petunjuk, mengarahkan, dan mengajar. Oleh karena itu, sastra

3
Jamaluddin, Problematika pembelajaran bahasa dan sastra. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta,
2003

5
dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, instruksi
4
atau pengajaran”. Sedangkan Wellek dan Warren ( 1995 : 3)
mengatakan, “Sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah cabang seni.
Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Sastra adalah
karya imajinatif”.5
Badan Standar Nasional Pendidikan pada tahun 2006
menyempurnakan Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia
bahwa “standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan
kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan
penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif
terhadap bahasa dan sastra Indonesia.” Berdasarkan pernyataan di atas
dapat disimpulkan bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan
mengapresiasi karya sastra.
Menurut (Oemarjati, 1992), “Pengajaran sastra pada dasarnya
mengemban misi efektif, yaitu memperkaya pengalaman siswa dan
menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa- peristiwa di
sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanam, menumbuhkan, dan
mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi,
pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai, baik dalam konteks
individual, maupun sosial.”6
Sastra seharusnya tidak dikelompokkan ke dalam aspek
keterampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis.
Walaupun demikian, pembelajaran sastra dilaksanakan secara

4
Antilan Purba, Sastra Kontemporer. USU press, Medan, 2001, hlm. 2
5
Austin Warren dan Rene Wellek, Teori Kesusastraan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1995, hlm. 3
6
Boen Oemarjati, Dengan Sastra Mencerdaskan Siswa, Memperkaya Pengalaman dan
Pengetahuan, Pustaka Sinar Harapan, jakarta, 1992.

6
terintegrasi dengan pembelajaran bahasa baik dengan ketrampilan
menulis, membaca, menyimak, maupun berbicara. Dalam praktiknya,
pengajaran sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra,
membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.
Berdasarkan hal di atas, pembelajaran sastra mencakup hal-hal berikut :
1. Menulis sastra : menulis puisi, menulis cerpen, menulis novel,
menulis drama
2. Membaca sastra : membaca karya sastra dan memahami maknanya,
baik terhadap karya sastra yang berbentuk puisi, prosa, maupun
naskah drama
3. Menyimak sastra : mendengarkan dan merefleksikan pembacaan
puisi, dongeng, cerpen, novel, pementasan drama
4. Berbicara sastra : berbalas pantun, deklamasi, mendongeng, bermain
peran, berdasarkan naskah, menceritakan kembali isi karya sastra,
menanggapi secara lisan pementasan karya sastra

B. Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Sastra


1. Tujuan
Di sekolah dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia lebih
diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi
sastra. Pelaksanaannya, pembelajaran sastra dan bahasa dilaksanakan
secara terintegrasi. Kegiatan pembelajaran BI di kelas, siswa harus
dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi,
bukan dituntut lebih banyak untuk menguasai tentang bahasa.
Sedangkan pengajaran sastra, ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami

7
karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang
dalam mengapresiasi.
Dari pernyataan-pernyataan tujuan pembelajaran sastra tersebut
dapat dilihat bahwa kegiatan apresiasi menjadi tujuan utama,
sedangkan perangkat pengetahuan sastra diperlukan untuk menunjang
terwujudnya apresiasi dan pembelajaran bahasa secara umum. Dengan
demikian yang harus terjadi dalam pembelajaran sastra ialah kegiatan
apresiasi sastra bukan hanya sekedar pengetahuan teori sastra. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Huck dkk. (1987) bahwa
pembelajaran sastra di SD harus memberi pengalaman pada murid
yang akan berkontribusi pada empat tujuan, yaitu :7
1. menumbuhkan kesenangan pada buku,
2. menginterpretasi bacaan sastra,
3. mengembangkan kesadaran bersastra, dan
4. mengembangkan apresiasi.

a. Menumbuhkan Kesenangan terhadap Buku


Salah satu tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah
memberi kesempatan kepada anak untuk memperoleh
pengalaman dari bacaan, serta masuk dan terlibat di dalam suatu
buku. Pembelajaran sastra harus membuat anak merasa senang
membaca, membolak-balik buku, dan gemar mencari bacaan.
Salah satu cara terbaik untuk membuat siswa tertarik kepada
buku menurut Huck (1987) ialah memberi siswa lingkungan yang
kaya dengan buku-buku yang baik. Beri mereka waktu untuk

7
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987.

8
membaca atau secara teratur guru membacakan buku untuk
mereka. Perkenalkan mereka pada berbagai ragam bacaan prosa
dan puisi, realisme dan fantasi, fiksi historis dan kontemporer,
tradisional dan modern. Beri mereka waktu untuk membicarakan
buku-buku, menceritakan buku itu satu sama lain dan
menginterpretasikannya melalui berbagai macam aktivitas
respons kreatif. Satu hal penting yang juga disarankan oleh Huck
ialah siswa harus diberi kesempatan mengamati atau melihat
orang-orang dewasa menikmati buku. Melalui kegiatan-kegiatan
yang menarik minatnya, siswa akan memperoleh kesenangan.8
Dengan demikian, langkah pertama di dalam pembelajaran
sastra di SD ialah menemukan kesenangan kepada buku. Hal ini
hendaknya dijadikan tujuan utama pembelajaran bahasa dan
sastra di sekolah dasar dan hendaknya tidak dilakukan secara
tergesa-gesa atau dengan jalan pintas.Kesenangan kepada buku
hanya muncul melalui pengalaman yang panjang, dan perlu
latihan membaca yang terus secara berkala.
b. Menginterpretasikan Literatur
Untuk menciptakan ketertarikan kepada buku, siswa perlu
membaca banyak buku. Siswa pun perlu memiliki kesempatan
untuk mendapatkan pengalaman yang mendalam dengan
buku-buku. Guru dan siswa dapat membicarakan tentang makna
pribadi yang mungkin terdapat pada suatu cerita untuk
kehidupannya sendiri. Anak kelas lima dan

8
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987.

9
Pembelajaran apresiasi sastra bertujuan agar siswa mampu
memahami, menikmati, dan memanfaatkan karya sastra guna
mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan,
meningkatkan pengetahuan, dan kemampuan berbahasa
9
(Depdiknas, 2001). enam mungkin telah merefleksikan
perbandingan antara kejadian-kejadian yang ada pada cerita atau
kaitan cerita dengan kehidupannya secara nyata (Huck, 1987).10
Ketika siswa mulai membahas penyebab perilaku tertentu pada
cerita, mereka bisa mengembangkan wawasan lebih banyak
kepada orang lain. Ketika siswa menghubungkan apa yang
mereka baca itu dengan latar belakang pengalamannya, mereka
menginternalisasikan makna cerita itu.
Membantu siswa dalam menginterpretasikan bacaan itu
dengan cara mengidentifikasi para pelaku yang ada pada cerita.
Hal itu dapat dilakukan dengan mendramatisasikan adegan
tertentu yang ada pada buku cerita. Kegiatan dramatisasi adegan
cerita selain menguatkan pemahaman pada cerita juga akan
melatih mereka bersosialisasi. Kelompok anak yang lain
kemungkinan menulis essay, jurnal, atau surat yang berkaitan
dengan tokoh utama atau tokoh yang lainnya yang ada di dalam
cerita. Semua aktivitas tersebut akan menambah interpretasi
murid terhadap cerita dan memperdalam tanggapannya pada
bacaan.
c. Mengembangkan Kesadaran Bersastra

9
Depdiknas, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Depdiknas, Jakarta, 2001
10
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987.

10
Anak-anak yang masih berada di sekolah dasar juga harus
diajak mulai mengembangkan kesadaran pada sastra. Tak dapat
dipungkiri bahwa pemahaman literer meningkatkan kenikmatan
anak terhadap bacaan (Huck, 1987). Ada beberapa anak usia tujuh
dan delapan tahun yang sangat senang menemukan varian yang
berbeda mengenai Cinderella, misalnya. Mereka sangat senang
membandingkan berbagai awal dan akhir cerita rakyat dan sangat
suka menulis sendiri kisahnya. Jelasnya kesenangan seperti ini
berasal dari pengetahuan tentang cerita rakyat.
Anak-anak harus pula diarahkan menemukan
elemen-elemen sastra secara berangsur-angsur, karena
elemen-elemen itu memberikan bekal bagi siswa dalam
pemahaman makna cerita atau puisi. Dengan demikian guru harus
menguasai pengetahuan tentang bentuk-bentuk cerita,
elemen-elemen cerita, dan pengetahuan tentang pengarang.
Selama siswa berada di sekolah dasar mereka
mengembangkan pemahaman mengenai bentuk sastra yang
berasal dari berbagai aliran sedikit demi sedikit. Mereka sudah
dapat membedakan bentuk prosa dan puisi, fiksi dan nonfiksi,
antara realisme dan fantasi, tetapi tidak dengan istilah- istilah
tersebut. Mungkin cara mereka memahami hanya akan bercerita
kepada gurunya bahwa buku Dewi Nawangwulan itu memuat
suatu cerita, atau Bawang Putih itu ceritanya mirip Cinderella
yang telah dibacanya. Hal ini langkah awal yang baik dalam
mengembangkan pemahaman tentang bentuk- bentuk sastra.
d. Mengembangkan Apresiasi

11
Sasaran jangka panjang pengajaran sastra di SD ialah
mengembangkan kesukaan membaca karya sastra yang bermutu.
James Britton (dalam Huck, 1987) menyatakan bahwa dalam
pengajaran sastra, "siswa hendaknya membaca lebih banyak
buku dengan rasa puas.... (dan) dia hendaknya membaca
buku-buku dengan kepuasan yang semakin tinggi".
Margaret Early (dalam Huck, 1987) menyatakan bahwa
terdapat tiga tahap urutan dan perkembangan yang ada dalam
pertumbuhan apresiasi :11
1. tahap kenikmatan yang tidak sadar,
2. tahap apresiasi yang masih ragu-ragu atau berada antara tahap
kesatu dan ketiga, dan
3. tahap kegembiraan secara sadar.
Tahap pertama sama dengan gagasan menumbuhkan
kesenangan terhadap bacaan, sehingga menjadi terlibat di
dalamnya. Pada tahap ini siswa membaca atau guru
membacakannya untuk mendapatkan kesenangan.
Pembaca pada tahap kedua tertarik tidak hanya pada alur
cerita. Pembaca pada tahap ini mulai bertanya tentang apa yang
terjadi pada suatu cerita dan mendalami isi cerita untuk
mendapatkan makna lebih dalam. Pembaca menikmati dan
mengeksplorasi cerita untuk melihat bagaimana pengarang,
penyair, atau seniman memperkuat makna dengan teks itu. Tahap
ketiga, tahap pembaca yang sudah matang dan menemukan
kegembiraan dalam banyak jenis bacaan dari banyak periode

11
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987.

12
waktu, memberikan penghargaan pada aliran dan pengarangnya,
dan memberikan tanggapan kritis sehingga mendapatkan
kegembiraannya secara sadar.
Pengajaran sastra untuk sekolah dasar menurut Huck
(1987), 12 terutama kelas-kelas awal, difokuskan pada tahap
pertama yaitu kesenangan yang tidak disadari. Jika semua siswa
bisa diberi kesempatan menemukan kesenangan terhadap bacaan,
mereka akan bisa membangun dasar yang kokoh bagi apresiasi
sastra. Apabila siswa didorong untuk menginterpretasikan makna
cerita atau puisi melalui diskusi atau aktivitas kreatif, mereka bisa
memasuki tahap kedua (selfconscious appreciation), maksudnya
siswa sudah meningkat dari tahap kesatu namun belum sampai
pada tahap ketiga. Apabila murid memberi tanggapan terhadap
buku, membahas bagaimana perasaan mereka tentang cerita itu
dan apa makna cerita itu bagi mereka, mungkin mereka siap
berhadapan dengan "mengapa" mereka memiliki perasaan seperti
itu dan cara- cara pengarang atau seniman menciptakan perasaan
itu. Para siswa akan memerlukan bimbingan dari guru ketika
mereka mulai memasuki tahap apresiasi yang lebih tinggi.
Belajar bahasa dengan menggunakan karya sastra tidak saja
ditujukan untuk kemahiran berbahasa tetapi juga mendapat nilai
dampak pengiring. Karya sastra menjanjikan sesuatu bagi
pembacanya yaitu nilai yang terkandung di dalamnya. Demikian
juga sastra anak-anak, sebagai hasil karya seni mengandung
nilai-nilai yang harus sampai kepada anak-anak sebagai

12
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987.

13
pembacanya. Huck (1987) berpendapat bahwa sastra anak-anak
sarat dengan nilai, baik nilai personal maupun nilai pendidikan.
Nilai personal, yang dimaksud oleh Huck (1987) di
antaranya :
1. memberikan kesenangan dan kenikmatan,
2. mengembangkan imajinasi,
3. memberikan pengalaman yang benar-benar dapat dihayati
(vicarious experience),
4. mengembangkan pandangan ke arah perilaku manusia,
5. menyuguhkan pengalaman- pengalaman yang bersifat
universal.
Sedangkan nilai pendidikan yang dapat diserap anak-anak
dari karya sastra :
1. membantu perkembangan bahasa,
2. mengembangkan kemampuan membaca,
3. mengembangkan kepekaan terhadap cerita,
4. meningkatkan kelancaran membaca, dan
5. meningkatkan kemampuan menulis.
Selain nilai intrinsik (telah diuraikan di atas) sastra
anak-anak juga bernilai ekstrinsik, yang bermanfaat untuk
perkembangan anak-anak. Bagi anak-anak usia SD yang berada
pada tahap perkembangan yang sangat pesat, sastra anak- anak
dapat memberi sumbangan positif untuk
proses perkembangannya. Melalui pergaulannya dengan
sastra, paling tidak anak-anak akan memperoleh nilai untuk
perkembangan dirinya yaitu :
1. perkembangan bahasa,

14
2. perkembangan kognitif,
3. perkembangan kepribadian,
4. perkembangan sosial (Norton,1987:6-30);
5. perkembangan fisik,
6. perkembangan moral,dan
7. pertumbuhan konsep pada cerita (Huck, 1987:52-61).13
Sastra harus memberikan kesenangan dan kenikmatan akan
tercapai bila sastra dapat memperluas cakrawala para siswa
sehingga dapat menemukan pengalaman baru dari membaca. Para
siswa menemukan kesenangan dari apa yang mereka baca
sebelum mereka meningkatkan keterampilan membacanya.
Membaca sastra anak, harus dirasakan para siswa seperti mereka
bermain, menyenangkan dan penuh kenikmatan. Dengan
demikian, bila mereka membaca buku seperti masuk ke dunia
bermain, dunia mereka yang penuh keceriaan. Belajar membaca
seperti mereka belajar naik sepeda, ingin sekali melakukan
kegaiatan tersebut karena mereka mengetahui bahwa pada
akhirnya akan memberikan kegembiraan dan kenikmatan. Lebih
banyak buku yang mereka baca, semakin banyak pula
kegembiraan dan kenikmatan yang mereka peroleh.
Sastra juga harus mengembangkan imajinasi siswa. Karya
sastra yang baik akan membangkitkan keanehan dan
keingintahuan siswa sama seperti yang ditimbulkan oleh seni
lainnya. Sastra dapat membantu mengenali berbagai gagasan
yang belum/ tidak pernah terpikir sebelumnya. Sastra dapat

13
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987. HLM.52-61.

15
memberikan pengalaman- pengalaman aneh yang seolah-olah
dialami sendiri oleh siswa. Sastra yang baik akan membawa siswa
ke tempat-tempat lain, masa- masa lain, serta memperluas
cakrawala kehidupannya. Sastra menyediakan serta
mengembangkan berbagai pengalaman mengenai petualangan,
rangsangan, dan perjuangan.
Bacaan sastra dapat membantu perkembangan bahasa siswa.
Dengan membaca sastra penuh kesenangan dan kenikmatan
perkembangan bahasa anak secara sadar atau tidak akan semakin
berkembang. Demikian juga dengan sastra, siswa akan
terkembangkan kemampuan keterampilan berbahasanya
(membaca, menulis). Semakin banyak siswa membaca sastra,
akan semakin terlatih teknik maupun kecepatan membacanya.
Melalui membaca sastra kemampuan menulis siswa akan juga
turut terkembangkan, karena dengan banyak memahami kosa kata
dari yang telah dibacanya, gaya bahasa, atau kalimat-kalimat
dalam sastra yang dibaca, siswa akan menggunakannya ketika
mereka menulis.
Melalui sastra kepekaan anak terhadap cerita juga akan
terlatih. Semakin banyak siswa membaca cerita, akan semakin
peka siswa terhadap cerita. Pada akhirnya mereka akan menjadi
peka pada kehidupannnya. Tokoh-tokoh dalam cerita secara tidak
sadar akan mendorong siswa mengenadalikan berbagai emosi,
misalnya : rasa benci; cemas, khawatir, takut bangga, angkuh dan
sebagainya.
Sastra anak-anak yang baik akan membuahkan
pengalaman-pengalaman estetik bagi anak-anak. Penggunaan

16
bahasa imajinatif dapat menghasilkan tanggapan-tanggapan
intelektual dan emosional (Huck,1987; 14 Rothlein,1991). 15 Hal
ini akan menuntun anak- anak merasakan dan menghayati para
tokoh, aneka konflik, berbagai unsur dalam suatu latar dan
masalah-masalah kesemestaan umat manusia. sastra anak-anak
akan dapat membantu anak-anak mengalami kesenangan dari
keindahan, keajaiban, kelucuan, atau kesedihan. Anak-anak akan
merasakan bagaimana rasanya memikul penderitaan, mengambil
resiko, menikmati perasaan mengenai prestasi dan akan
merasakan bahwa mereka merupakan bagian
dari keseluruhan umat manusia. Anak-anak akan ditantang
memimpikan berbagai mimpi, merenungkan dan mengemukakan
16
berbagai masalah mengenai dirinya (Huck,1987;
Rothlein,1991;17 Sutherland,1991).18

2. Manfaat
Menurut Huck dan Norton, sastra anak-anak mempengaruhi
perkembangan bahasa anak karena pergaulan anak-anak dengan
sastra lisan maupun tulis, akan berdampak terhadap perkembangan
bahasa mereka. Dengan menyimak atau membaca karya sastra maka

14
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987.
15
Liz Rothlein dan A.M.Meinbach, The Literature Connection. Scott Foresman Company, USA,
1991
16
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987.
17
Liz Rothlein dan A.M.Meinbach, The Literature Connection. Scott Foresman Company, USA,
1991
18
Z. Sutherland dan M.N.Arbuthnot, Children and Books, Harper Collins Publisher, New York,
1991

17
secara sadar atau tidak pemerolehan bahasa dan kosa kata mereka
terus meningkat; bertambahnya kosakata turut pula meningkatkan
keterampilan berbahasa mereka.
Lewat karya sastra, kognisi siswa juga dapat dikembangkan.
Sastra sudah barang tentu menghadirkan keterlibatan orang dengan
unsur kognisi, sebab beberapa unsur cerita-plot misalnya, yang
dibangun berdasarkan kejadian- kejadian dalam sebuah hubungan
sebab-akibat- tidak bisa tidak akan melibatkan kegiatan berkognisi.
Dengan demikian sastra anak-anak sebenarnya berpotensi untuk
mengembangkan kognisi anak-anak.
Sastra anak-anak (sastra lisan) sudah sejak lama dimanfaatkan
untuk menanamkan nilai- nilai etik oleh orang tua. Tradisi bercerita,
di samping berhubungan dengan kehangatan hubungan orang tua dan
anak, juga berfungsi sebagai media pewaris nilai-nilai yang akan
mengisi dan membangun kepribadian anak. Oleh karena itu,
cerita-cerita yang baik sesungguhnya ialah cerita yang menarik
sekaligus mengandung ajaran. dengan perkataan lain, cerita yang baik
haruslah memberikan kenikmatan dan sekaligus kehikmahan kepada
para pembaca atau pendengarnya
Bagi anak-anak, sastra bermanfaat untuk melatih perkembangan
pribadinya (Huck,1987,19 Norton,1988).20Cerita akan mengisi ruang
imajinasi dan pengalaman batin anak, sehingga mereka tergerak untuk
menyatakan berbagai emosinya, mengekspresikan empatinya kapada
orang lain, serta mengembangkan berbagai perasaan harga diri semua

19
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987.
20
Donna E Narton, Through the Eyes of a Child: An Introduction to Children Literature. Charles
Merrill Publishing, Columbus, 1988.

18
itu merupakan curahan kepribadian . Berbagai pengalaman dari cerita
yang dibacanya anak-anak memperoleh cara mengendalikan emosi.
Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak sering harus mengalami
perjuangan emosi yang berat dalam mengatasi ketakutan,
mengembangkan kepercayaan, mengembangkan keberterimaan
mereka di lingkungan teman-teman sebaya atau pun di lingkungan
orang dewasa, atau mempertahankan kebenaran yang dihayatinya.
Dalam perjuangan emosi yang demikian, sering kali mereka
mengalami pengalaman traumatik yang mengguncangkan jiwanya.
Lewat sastra anak-anak, yang kaya akan permasalahan dan konflik,
mereka akan dibiasakan untuk memecahkan masalah dan mengatasi
emosinya.
Manusia adalah mahluk sosial, yang hidup bermasyarakat. Oleh
karena itu perlu sosialisasi. Sosialisasi mengacu pada suatu proses
yang digunakan oleh anak-anak untuk memperoleh prilaku,
norma-norma, dan motivasi yang selalu dipantau oleh keluarga dan
21
budaya mereka (Huck,1987; Tarigan,1996). Anak dikatakan
bersosialisasi apabila mereka mempelajari nilai- nilai dan tata cara
kelompok yang dapat menjadikan dirinya berfungsi dan diterima
dalam kelompok. Di dalam sosialisasi anak-anak dituntut untuk
memelihara hubungan-hubungan dengan pihak lain, sehingga perlu
menggunakan kontrol prilaku.
Anak-anak dituntut untuk mengembangkan perasaan-perasaan
dan pandangan yang dimiliki orang lain. Semua itu dapat diperoleh
dari pengalamannya membaca karya sastra. Lewat sastra anak-anak
akan mampu memahami peranan-peranan yang dimainkan pelaku

21
H.G Tarigan, Pengantar Psikosastra, Angkasa., Bandung, 1994.

19
dalam cerita. Salah satu contoh karya Mark Twain Petualangan Tom
Sawyer, menjadi populer dan terkenal karena mengisahkan
petualangan yang dipandang baik dalam pembentukan nilai sosial
(Huck,1987).
Manfaat sastra anak-anak dalam pembelajaran dan
pengembangan bahasa anak- anak sangat banyak. May (1990)
mengemukakan pendapatnya bahwa karya sastra dapat memberi
kontribusi dalam pembelajaran, yaitu
a. sebagai alternatif sumber belajar,
b. mengembangkan/melayani perbedaan individu,
c. memberi kesempatan untuk pengembangan diri (emosi dan
konsep),
d. memberi dorongan untuk berlatih membaca secara interaktif,
e. memperkaya bidang kurikulum yang lain (other curriculum
areas),
f. menjadi model dan inspirasi untuk menulis,
g. memberi pengalaman estetis,
h. memberi kesempatan untuk menghayati cara-cara bersosial
dengan yang lain,
i. memberi kesadaran untuk bertanggung jawab secara etis
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan manfaat sastra
anak-anak telah dilakukan oleh para ahli. Hasilnya, sastra anak-anak
dapat mengembangkan kemampuan menulis, berbicara, membaca,
dan menulis, bahkan berpikir logis.
Penelitian longitudinal yang dilakukan Mills di kelas empat
selama empat tahun, memperlihatkan hasil bahwa anak-anak yang
membaca atau menyimak dan kemudian mendiskusikannya, hasilnya

20
sangat tinggidibandingkan kelompok kontrol, terutama dalam
menulis bebas (Huck, 1987: 14).
Barbara Echoff (dalam Huck, 1987: 14) 22 menemukan bahwa
bacaan memberikan model pada waktu anak tersebut menulis. Hasil
penelitiannya memperlihatkan bahwa tulisan anak-anak merupakan
refleksi dari ciri dan gaya teks yang telah dibacanya. Thorndike
meneliti anak-anak yang membaca keras di 15 negara. Hasilnya,
buku-buku yang dibacakan pada anak-anak merupakan faktor penting
untuk anak sebagai bekal dalam belajar membaca dan menggerakkan
minat untuk membaca.
Penelitian yang dilakukan oleh Hepler (dalam Rofiudin dan
Zuhdi, 1998: 96) hasilnya ia menemukan perilaku membaca siswa
dalam program membaca. Siswa yang menggunakan sastra anak
sebagai sumber belajar di kelas V dan VI selama satu tahun,
menghasilkan temuan bahwa anak-anak tersebut membaca sekitar 45
buku per anak dalam satu tahun dengan rentangan 22- 122 buku.
Temuan tersebut lebih baik dibandingkan dengan program membaca
yang hanya menggunakan buku paket, yang hanya membaca buku
tidak lebih dari 10 buku per tahun per anak.
Menurut Lazar (2002: 15-19), manfaat pembelajaran sastra antara
lain:
a. memberikan motivasi kepada siswa;
b. memberi akses pada latar belakang budaya;
c. memberi akses pada pemerolehan bahasa;
d. memperluas perhatian siswa terhadap bahasa;

22
Charlotte Huck dkk, Children Literature in the Elementary School, Rand McNally College
Publishing Company, Chicago, 1987, hlm.14.

21
e. mengembangkan kemampuan interpretatif siswa; dan
f. mendidik siswa secara keseluruhan.

C. Jenis Sastra Anak


Sastra anak sebenarnya sudah lama ada di Indonesia. Sastra anak
yang berkembang di Indonesia tidak seperti sastra anak yang
berkembang di luar negeri. Bentuk sastra anak yang terdapat di
Indonesia sangatlah beragam diantaranya seperti puisi, cerpen, novel,
dongeng, fabel dll. Lukens (2003:30) mengemukan bahwa secara garis
besar genre sastra anak terbagi menjadi lima macam, yaitu :23
1. Fiksi,
Fiksi merupakan bentuk prosa. Jika dilihat dari ceritanya
menampilkan cerita hayalan atau cerita imajinatif. Cerita fiksi anak
yang berkembang di luar negeri maupun di Indonesia sangatlah
beragam. Hal ini terbukti dengan banyaknya jenis fiksi dalam fiksi
anak. Fiksi fantasi misalnya, fiksi fantasi 50% lebih banyak terdapat
pada negara maju khususnya di negara benua Eropa. Contoh fiksi
fantasi seperti Harry Potter, badman, superman, dll. Fiksi ilmiah
misalnya, fiksi ilmiah banyak berkembang di negara negara asia
seperti Jepang, Korea, Taiwan dll. Berkembangnya beberapa fiksi
anak di dunia akan mempengaruhi perkembangan fiksi anak. di
Indonesia. Aminuddin (2001:29) mengemukakan bahwa cerita fiksi
anak terbagi kedalam lima jenis, yaitu(1) fiksi ilmiah, (2) fiksi
24
sejarah, (3) fiksi sejarah, (4) fiksi formula, (5) cerita fantasi.

23
Rebecca Lukens, A Critical Handbook of Children`s Literature, ongman, New York, 2003,
hlm. 30.
24
Aminuddin, Karya Sastra dan Anak-Anak. Departemen Pendidikan Nasional Universitas
Negeri Malang Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia, Malang, 2001, hlm.29.

22
2. Non Fiksi
Nonfiksi merupakan karangan yang jika dilihat dari bentuknya
nonfiksi juga berbentuk prosa namun ceritanya bukan cerita
imajinatif. Lukens (2003:14) mengemukakan bahwa nonfiksi
adalah sebuah karangan realisme (realisme sejarah, realisme
olahraga), serta karya yang berbentuk buku informasi seperti
biografi. Biografi merupakan cerita yang memuat informasi tentang
kehidupan seseorang. Melalui cerita nonfiksi seorang anak dapat
mengetahui informasi mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dapat
25
menginspirasi mereka. Aminuddin (2001:32) mengemukakan
bahwa biografi bukan hanya tokoh yang terkenal namun bisa seperti
orang tua, nenek, guru dll.26
3. Puisi
Puisi anak merupakan pengungkapan sesuatu dari kacamata
anak. Puisi anak ditulis dalam bentuk bait-bait. Bahasa yang
digunakan sederhana, pendek dan penuh dengan irama.
Nurgiyantoro (2016:314) mengemukakan bahwa puisi anak ditulis
dengan bahasa singkat, lariknya pendek yang mungkin membentuk
bait-bait, tema- tema yang sederhana yang sesuai dengan kejadian
sehari-hari, tipografi yang pendek.27
4. Sastra tradisional
Sastra tradisional adalah cerita rakyat yang tidak jelas kapan
diciptakannya dan tidak pernah diketahui pengarangnya yang

25
Rebecca Lukens, A Critical Handbook of Children`s Literature, ongman, New York, 2003,
hlm. 14
26
Aminuddin, Karya Sastra dan Anak-Anak. Departemen Pendidikan Nasional Universitas
Negeri Malang Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia, Malang, 2001, hlm.32.
27
Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, Gajahmada University
Press, yogyakarta, 2016, hlm.314

23
diwariskan secara turun-temurun terutama lewat saran lisan atau
dalam tulisan. Lukens (2003:32) mengemukakan bahwa bentuk
cerita tradisional terbagi menjadi 4 jenis, yaitu :
a. cerita rakyat,
b. dongeng,
c. Legenda,
d. mite.28
Sastra tradisional merupakan karya sastra yang paling banyak
berkembang di Indonesia. Sastra tradisional yang berkembang di
Indonesa merupakan karya sastra yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan karakter anak di Indonesia. Sastra tradisional seperti
mitos, legenda, cerita binatang, dongeng, nyanyian rakyat dan
sebagainya, yang hidup di dalam suatu masyarakat diyakini oleh
masyarakat memiliki nilai-nilai kearifan dan nilai-nilai edukasi yang
dapat digunakan untuk menumbuh- kembangkan nilai nilai personal
anak. Sawirta (2006:19) mengemukakan bahwa sastra tradisional
yang berkembang di Indonesia sangat membentuk karakter anak.
5. komik.
Komik adalah cerita bergambar dengan sedikit tulisan, bahkan
kadang-kadang ada gambar yang tanpa tulisan. Rangkaian gambar
pada komik biasanya didominasi oleh gambar aksi membentuk
sebuah alur cerita. Alur cerita pada komik dikembangkan atau
ditunjukkan lewat rangkaian gambar aksi dan kata. Nurgiyantoro
(2016:33) mengemukakan bahwa jenis komik jika dilihat melalui isi

28
Rebecca Lukens, A Critical Handbook of Children`s Literature, ongman, New York, 2003,
hlm. 32.

24
cerita dapat dikategorikan menjadi komik fiksi dan komik non
fiksi.29

D. Apresiasi sastra anak reseptif


1. Pendekatan Emotif

30
Menurut Aminuddin (2004:42) mengemukakan bahwa
pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha
menemukan unsur-unsur yang ajukan emosi atau perasaan pembaca.
Ajukan emosi itu berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk
maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan
yang lucu atau menarik. Prinsip-prinsip dasar yang
meletarbelakangi adanya pendekatan emotif yaitu pandangan bahwa
cipta sastra merupakan dari karya seni yang hadir dihadapan
masyarakat pembaca untuk dinikmati sehingga mampu memberikan
hiburan dan kesenangan.

Selain berhubungan dengan keindahan, unsur gaya bahasa dan


pola sajak juga mempengaruhi suasana hati pembaca unsur gaya
bahasa seperti metafora, simile, maupun penataan setting mampu
menghasilkan panorama yang menarik. Masalah pola sajak juga
dapat menghasilkan penikmat keindahan terhadap karya sastra
karena dapat menghadirkan unsur musikalitas yang merdu dan
menarik. Sebagai contoh pendekatan emotif pada sastra anak secara
reseptif yaitu :

29
Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, Gajahmada University
Press, yogyakarta, 2016, hlm.33.
30
Aminuddin, Pengantar Apresiaasi Sastra, Sinar Baru Algensindo, Malang, 2004, hlm.42.

25
Kupu-Kupu

Ditamanku ada seekor kupu-kupu

Selalu terbang dengan lucu

Aneka warna sayapmu

Indah dipandang selalu

Namun, orang suka usil padamu

Kau selalu diburu-buru

Sayapmu dicabuti

Badanmu diteliti

Wahai kawanku

Jangan tangkap kupu-kupu

Lestarikan hewan itu

Tuk menambah keindahan tamanmu

Keindahan pada puisi diatas terbesit keindahan irama yaitu nada


pada puisi ini menggunakan nada yang datar bahkan nadanya
cenderung turun. Tempo yang digunakan cenderung pelan. Tekanan
pada puisi ini pada larik “wahai kawanku” dimana pada lirik itu
mengajak orang lain.

Keindahan yang dapat kita rasakan adalah keindahan isi yang


terkandung dalam lirik lestarikan hewan itu mendorong kita untuk
melestarikan dan menjaga keindahan alam agar tetap indah. Pada
puisi ini juga mengungkapkan perasaan sedih karena kupu-kupu
sering di buru hanya untuk diteliti atau dicabuti sayapnya.

26
2. Pendekatan Didaktis

Aminuddin (2011:47) mengemukakan bahwaPendekatan


didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan
memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang
terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap itu dalam
hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis,
maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu
memperkaya kehidupan rohaniah pembaca

Dalam pelaksanaannya, penggunaan pendekatan didaktis ini


diawali dengan upaya pemahaman satuan-satuan pokok pikiran
yang terdapat dalam suatu cipta karya. Satuan pokok pikiran itu
pada dasarnya disarikan dari paparan gagasan pengarang, baik
berupa tuturan ekspresif, komentar, dialog, maupun deskripsi
peristiwa dari pengarang atau penyairnya. Dalam penerapan
pendekatan didaktis ini, sebagai pembimbing kegiatan berpikirnya,
pembaca dapat berangkat dari pola berpikir, misalnya jika Malin
kundang itu akhirnya mati karena durhaka kepada ibunya, maka
dalam hidupnya, manusia itu harus bersifat baik kepada orang tua.

contoh penerapan pendekatan didaktis dalam mengapresiasi


sastra anak-anak di sekolah Dasar kita perhatikan dan baca
penggalan bait puisi .

Pada hari Sabtu sore

Sesudah salat bersama ayah, ibu, nenek

Saya dan kawan-kawanku

Pergi main layang-layang

27
Di tanah lapang

Nasihat yang dapat diperoleh setelah membaca puisi di


atas adalah sebagai anak sekolah hendaknya bermain-main pada
sabtu sore bukan rabu sore, supaya semua PR dapat terselesaikan
dengan baik, hendaknya pergi bermain sesudah salat ashar, kalau
shalat diupayakan berjamaah dengan seisi rumah, kalau pergi
bermain jangan sendirian, kalau bermain layangan di tanah yang
lapang supaya tidak berbahaya.

3. Analitis terhadap Sastra Anak

Mengkaji sastra tidak hanya dilihat dan didengar karyanya saja.


Akan tetapi dalam analitis karya anak perlu adanya penelitian
seperti halnya menerapkan pendekatan dalam menganalitis sastra
anak. Berikut pendekatan yang dilakukan:

a. Pendekatan Mimetik

Pendekatan mimetik merupakan pedekatan yang


menghubungkan antara karya sastra dengan kenyataan.

Puisi

Ibu Pertiwi Menangis Hari Ini

Ketika engkau berteriak tentang jatah yang tak dibagi rata,

Tentang serigala berbulu domba yang mengacungkan senjata,

Aku marah,

Bahkan terbakar seluruh rongga dada.

Engkau teriakkan tentang keadilan,

Tapi aku rakyatmu hampir mati kelaparan,

28
Kau serukan kedamaian,

Tapi tidur malamku acap terganggu desing peluru


dustamu.

Siapa yang menggoreng negeri ini,

Menungkil habis butiran emas bumi pertiwi,

Engkau kini telah berkalung tahta,

Duduk bersandar di puncak tanpa tersentuh derita.

Periksa lacimu,

Periksa rekeningmu,

Keluarkan buku tabunganmu,

Adakah jatahku disana,

Adakah warisan leluhurku kau simpan untukku.

Ibu bertiwi meneteskan air mata,

Gunung-gung seakan ikut berduka,

Samudera luas merah membara,

Menangisi keculasanmu bertopengkan kata.

Dalam puisi ibu pertiwi di atas menghubungkan pada


kenyataan bahwa rakyat yang sedang marah atau sakit hati
bahwa para pejabat tinggi yang berteriak akan gajinya yang
tidak setara atau kurang. Meskipun para pejabat menyuarakan
keadalian juga akan tetapi keadilan yang didapat oleh rakyat
tidaklah nyata hingga tidur malamnya tidak pulas. Rakyat
bertanya siapa mana perhiasan bumi yang kaya akan alamnya
perlahan hilang karena keserakahan pejabat tinggi demi naik
tahta. Rakyat berbicara dan menyuarakan bahwa uang mereka

29
yang seharusnya untuk kepentingan negara, malah ada pada
rekening pejabat. Seluruh penghuni ibu pertiwi sedang kacau
dan sedih serta hati berdegup kencang karena tak ada keadilan
yang merata.

b. Pendekatan Ekspresif

Pendekatan ekspresif ini memandang karya sastra adalah


bentuk dari curahan hati penulisnya.

Puisi :

Inginku

Tuhan,

Aku tidak mendambakan macam-macam,

Tidak wajib mendapat hadiah mewah,

Tidak juga punya mainan mahal,

Atau baju-baju bagus punya teman-temanku,

Aku hanya mendambakan jadi berguna,

Berguna bagi pap dan ibu,

Berguba bagi saudara-saudaraku,

Juga berfaedah bagi tanah airku,

Ini janjiku,

Akan saya melaksanakan segala usaha,

Serta panjatkan segala doa,

Untuk membuat seluruh orang bangga.

30
Dalam puisi diatas penulis menceritakan bahwa ia tidak
membutuhkan barang atau mainan mewah seperti milik
teman-temannya, akan tetapi penulis hanya ingin jadi orang
berguna bagi orang disekitarnya terutama papa dan ibunya.

c. Pendekatan objektif

Pendektan objektif mengutamakan penyelidikan karya


sastra berdasarkan kenyataan tekst itu sendiri. Dalam
pendekatan objektif terdaoat aspek-aspek intrinstik sastra.
Pendekatan ini sering jga disebut sebagai pendekatan
struktural.

d. Pendekatan pragmatik

Pendektan pragmatik merupakan pendekatan yang


memandang karya sastra untuk menyampaikan tujuan tertentu.
Misalnya agama, politik, moral, pendidikan, maupun tujuan y
ang lain. Pada pendekatan ini seperti dengan menujukkan
berhasil atau tidaknya tujuan tersebut diresapi oleh pembaca.
Misalnya dalam cerita Malin Kundang.

E. Apresiasi sastra anak produktif


1. Penerapan Pendekatan Parafratis

Parafrase merupakan salah keterampilan yang dapat


meningkatkan apresiasi sastra siswa. Melalui parafrase, siswa
berlatih mengubah bentuk karya sastra tertentu menjadi bentuk
karya sastra yang lain tanpa mengubah tema atau gagasan pokoknya,
misalnya prosa menjadi puisi, puisi menjadi prosa , prosa menjadi

31
drama atau seba-liknya. Dengan melalui pengubahan bentuk
tersebut, siswa dapat semakin memahami isi karya sastra tersebut.
Aminuddin (2004) menjelaskan bahwa parafrase adalah strategi
pemahaman makna suatu bentuk karya sastra dengan cara
mengungkapkan kembali karya pengarang tertentu dengan
menggu-nakan kata-kata yang berbeda dengan kata-kata yang
digunakan pengarang. 31

Mengapa pendekatan parafrastis perlu dipahami dan dialami


oleh siswa? Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa para pengarang
sering menggunakan kata yang konotatif, kias, elipsis atau
menghilangkan sebagian unsur, dan kurang menaati tatabahasa
karena adanya hak licentia poetica pengarang Kesemuanya itu dapat
menyulitkan pembaca untuk memahami karya sastra tertentu.
Melalui parafrase, pembaca dapat semakin memahami karya sastra
tertentu

Di samping itu, Aminuddin (2004) mengemukakan bahwa


pendekatan parafrastis pada dasarnya beranjak dari prinsip bahwa :
pengubahan bentuk karya sastra tententu ke dalam bentuk sastra
yang lain (puisi ke prosa atau sebaliknya) akan semakin
meningkatkan keluasan dan ketajaman pemahaman pembaca yang
bersangkutan gagasan tertentu dapat dikemukakan dalam bentuk
yang berbeda, misalnya puisi ke prosa,

1. Simbol yang konotatif (mengandung ketaksaan makna atau


abstrak) dapat diganti dengan kata yang lebih konkret dan
mudah dipahami,

31
Aminuddin, Pengantar Apresiaasi Sastra, Sinar Baru Algensindo, Malang, 2004, hlm.42.

32
2. pengungkapan yang eliptis dapat ditambah sehingga semakin
lengkap dan mudah dimengerti. I.G.P. Antara (1985)
mengemukakan bahwa teknik memparafrasekan puisi menjadi
prosa dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni sebagai
berikut.32
a) Teknik larik yakni perubahan bentuk puisi ke dalam bentuk
prosa dengan mendasarkan kepada kalimat demi kalimat
yang terdapat dalam puisi tersebut.
b) Teknik bait yakni perubahan bentuk puisi menjadi prosa
didasarkan kepada Susanna bait demi bait yang menyusun
puisi yang diparafrasekan.
c) Teknik global yakni perubahan bentuk puisi menjadi prosa
yang didasarkan kepada keseluruhan unsur yang
membentuk puisi itu. Makna yang tercermin dalampuisi itu
dituangkan ke dalam bentuk prosa . Berikut disajikan
contoh parafrase puisi ke prosa.

HARI LIBUR

Hatiku gembira

Ujian usai sudah

Rapor ku terima

Aku rangking pertama

Esok amulai libur

Liburan kuhabiskan di rumah nenek

Liburan sambil melepas rindu

Kunikmati damainya desa

32
I.G.P Antara, Apresiasi Puisi, CV. Kayu Mas, Denpasar, 1985

33
Tiap hari

Kutelusuri pematang sawah

Bernyanyi riang

Menyambut kicau burung

Satu minggu sudah

Hari libur habis

Aku harus pulang

Selamat tinggal

Selamat tinggal nenek

Puisi yang berjudul “Hari Libur” di atas dapat diubah


menjadi sebuah cerita seperti berikut.

HARI LIBUR

Selain hari minggu, saya selalu menyelesaikan tugas PR


selama 1-2 jam sesudah bangun tidur siang hari. Setelah itu,
baru pergi main bersama teman-teman. Setelah salat magrib
secara berjamaah dengan Bapak, Ibu dan Kakek, Nenek, dan
Kakak, saya belajar selama satu jam untuk mengulangi
pelajaran yang telah dipelajari di sekolah, kemudian pergi
menonton dan tidur. Dengan demikian, pada waktu ujian cawu,
seluruh pertanyaan dapat saya jawab dengan baik dan tepat.
Dengan ketekunan dan kedisiplinan belajar tersebut, pada
waktu menerima rapor, di , lalu saya buka, di dalamnya tertulis
sebagai peringkat I . langsung saya mengucapkan
Alhamdulillah, betapa senangnya dan puasnya saya saat itu.
Begitu pun, mama ,bapak, dan nenek di rumah.

34
Sesaat setelah pembagian rapor, ada siswa bertanya,
“Kapan mulai libur cawu , Bu?,” tanya Imran.

“Libur cawu mulai besok,” jawab Bu Guru.

Ady sambung bertanya, “Berapa lama libur, Bu?”

Jawab bu Guru, “Sembilan hari. Jadi kita mulai sekolah pada


hari Rabu”

Pada malam harinya, bapak bertanya, “Berapa lama kau


libur, Nak?” “Sembilan hari , Pak!” Jawabku singkat. “Lalu di
mana akan berlibur?” tanya bapak Lagi.“ “Saya mau berlibur ke
rumah nenek di desa sambil melepas rindu, sekaligus
menikmati damai dan indahnya panorama desa.“ Jawabku
dengan wajah yang ceria.“ Itu ide yang bagus. Insya Allah nanti
bapak-ibu antar besok sekalian melepas rindu juga dengan
nenek dan kelu-arga lainnya di desa kelahiran bapak.

Keesokan harinya, tepatnya pada hari minggu pagi,


saya berangkat bersama Ayah dan ibu ke rumah nenek yang
jauhnya sekitar 25 kilometer dari rumah kami. Dua jam
kemudian saya tiba rumah nenek. Betapa gembiranya nenek
menyambut kami, saya langsung dipeluk dan dicium sambil
berkata “Kenapa baru datang, Nak. Lama sekali rasanya baru
bertemu. Nenek sudah rindu sekali”. Baru libur, Nek!
Jawabku.

Selama di rumah nenek, setiap hari aku berjalan


bersama nenek, mene-lusuri pematang sawah sambil menyanyi
dengan riang gembira. Utamanya pada pagi hari setelah shalat

35
subuh, kami berjalan-jalan bersama nenek mengelilingi desa
sambil mendengarkan kicauan berbagai macam burung yang
begitu mengasyikkan. Alangkah indahnya berlibur di rumah
nenek.

Pada malam Selasa, saya menyampikan kepada nenek


bahwa besok saya akan pulang karena sudah beberapa hari di
sini . “Mengapa cepat sekali pulang cucuku? Rindu nenek
masih...” ” Lusa hari sekolah sudah mulai, Nek!” sambungku
cepat. “Kalau begitu, nenek tidak bisa menahanmu, nanti
bapakmu marah.” Nek, bisa antar saya besok sekalian
jalan-jalan ke kota. Sudah lama juga nenek tidak ke kota. Nanti
kita jalanjalan menikmati ramai dan hiruk pikuknya kendaraan
dan megahnya bangunan di kota Makassar .“ “Nenek sudah tua,
dan ada sepupumu akan dinikahkan minggu depan” Jawabnya.

Keesokan harinya, Bapak dan Ibu menjemputku. Sekiat


20 meter dari rumah nek, Saya melambaikan tangan kepada
nenek sambil mengucapkan dalam hati “Selamat tinggal
panorama desaku yang indah dan permai, sela-mat tinggal
nenek tersayang , sampai jumpa nek di libur cawu mendatang.”

2. Analitis dalam Mengapresiasi Sastra Anak

Pendekatan Analitis merupakan pendekatan yang mengarahkan


pembaca untuk memahami unsur-unsur intrinsik yang membangun
suatu karya sastra tertentu dan hubungan antarunsur yang satu

36
dengan lainnya sebagai suatu kesatuan yang utuh
(Aminuddin,2004).33

Menurut I.A Richard (dalam Situmorang, 1980) ada dua hal


pokok yang membangun puisi, yaitu hakikat puisi dan metode puisi.
Hakikat puisi meliputi tema, rasa, nada, dan amanat, sedang metode
puisi meliputi diksi, gaya bahasa, kata konkret, gaya bayang, irama
dan rima. Hubungan keduanya erat, oleh Karigan (1989) seperti
hubungan jiwa dan tubuh. Sehingga hakikat puisi dapat disebut
sebagai unsur batiniah dan metode puisi dapat disebut sebagai unsur
lahiriah puisi.

a. Unsur Lahiriah (Metode Puisi)

 Diksi

Diksi merupakan kemampuan memilih kata demi kata


secara tepat menurut tempatnya yang sesuai dalam suatu
jalinan kata yang harmonis dan artistik sehingga sejalan
dengan maksud puisinya, baik secara denotatif maupun
konotatif.

 Gaya bahasa

Gaya bahasa ialah gaya tertentu yang digunakan penyair


untuk menciptakan kesan tertentu, daya bayang dan nilai
keindahan.

 Kata konkret

33
Aminuddin, Pengantar Apresiaasi Sastra, Sinar Baru Algensindo, Malang, 2004.

37
Kata konkret ialah pemakaian kata-kata yang dapat
mewakili suatu pengertian secara konkret dengan memilih
kata yang khusus, bukan yang umum, misal:

 Anak itu bersimpuh di kaki ibundanya. (kata khusus)

 Anak itu duduk lalu memeluk kaki ibundanya. (kata


umum)

 Daya bayang (imagery)

Daya bayang adalah kemampuan penyair


mendskripsikan atau melukiskan suatu benda atau
peristiwa sehingga seolah-olah pembaca menyaksikan
benda atau mengalami peristiwa seperti yang disaksikan
atau dialami penyair tersebut.

 Irama dan rima

Irama adalah berkaitan dengan kera lembutnya suara


(tekanan), panjang pendeknya suara (tempo), dan tinggi
rendahnya suara (nada), perhentian sejenak (jeda) dan
lainnya. Rima adalah persamaan bunyi awal, akhir, awal
akhir.

b. Unsur Batiniah Puisi

 Tema

Tema ialah pokok persoalan yang mendasari dan


menjiwai setiap larik puisi.

 Rasa

38
Rasa ialah sikap pandang penyair terhadap pokok
persoalan atau tema tertentu.

 Nada

Nada ialah sikap bahasa penyair tehadap penikmat


karyanya.

 Amanat

Amanat ialah pesan, nasihat, petuah, yang disampaikan


oleh penyair dalam karyanya baik secara langsung atau tak
langsung.

39
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sastra merupakan ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan
dalam sebuah tulisan maupun cerita yang dikemas secara menarik
pembacanya. Tidak jauh berbeda dengan sastra, sastra anak merupakan
ungkapan perasaan seorang anak yang dituangkan kedalam bentuk
tulisan dan dinikmati oleh anak-anak. Bentuk sastra anak yang terdapat
di Indonesia sangatlah beragam diantaranya seperti puisi, cerpen, novel,
dongeng, fabel dll. Dewasa ini banyak sekali cerita anak yang
mengandung unsur kekerasan didalamnya. komik merupakan salah satu
contoh cerita anak yang digemari di dunia tak terkecuali juga di
Indonesia.
Sastra sebagai hasil karya seni manusia yang berupa lisan maupun

tulisan yang mempunyai makna atau keindahan tertentu. Dalam sastra

terkandung eksplorasi mengenai kebenaran kemanusiaan, adat istiadat,

agama, kebudayaan, dan sebagainya. Sastra juga menawarkan berbagai

bentuk kisah yang merangsang pembaca untuk berbuat sesuatu. Disastra

(2004: 63) mengatakan, “Menciptakan dan mengapresiasi karya sastra

merupakan pengalaman intelektual dan emosional yang tinggi derajatnya

yang akan lebih memanusiakan manusia”

Banyak sekali ditemukan buku komik yang memiliki gambar-


gambar dan cerita menyimpang yang tidak layak dikonsumsi oleh
pembaca khususnya anak- anak, dalam hal ini kekerasan mendominasi
perkembangan komik di Indonesia. budaya, beberapanya dalam konteks
kini malah berpotensi meninggalkan kesan tidak baik karena saratnya

40
beberapa cerita mengandung seksualitas, kekerasan, iri dan dengki. Perlu
adanya dekonstruksi sastra untuk mengubah cerita sehinga tidak terdapat
unsur kekerasan dan unsur seksualitas dalam cerita anak. Dekonstruksi
sastra dilakukan dengan mengubah tema-tema yang berkembang
menghapus mengandung selama ini, serta adegan unsur yang kekerasan.

B. Saran
Demikian makalah yang kami buat dan sampaikan , kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari
segi isi maupun penulisan. Oeh Karena itu, kritik dan saran yang
dinatikan demi makalah berikutnya . Dan semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan kita dan bermanfaat bagi kita semua , atas
perhatianya pemakalah menyampaikan terimakasih.

41
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2001. Karya Sastra dan Anak-Anak. Malang:


Departemen Pendidikan. Nasional Universitas Negeri Malang
Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia.
Aminuddin.2004. Pengantar Apresiaasi Sastra. Malang: Sinar Baru
Algensindo
Antara, I.G.P. 1985. Apresiasi Puisi.Denpasar: CV. Kayu Mas.
Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas
Disastra, Soeria. 2004. Senja di Nusantara. Bandung: PT. Kiblat Buku
Utama
Huck, Charlotte. dkk. (1987). Children Literature in the Elementary
School. Chicago: Rand McNally College Publishing
Company.
Iskandariwassid dan Dadang Suhendar. (2008). Strategi pembelajaran
bahasa.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jamaluddin. (2003). Problematika pembelajaran bahasa dan sastra.
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa)
Lukens, Rebecca. 2003. A Critical Handbook of Children`s Literature.
Newyork: longman.
Norton, Donna E. (1988). Through the Eyes of a Child: An Introduction
to Children Literature. Columbus: Charles Merrill Publishing.
Nurgiyantoro, Burhan. 2016. Sastra Anak Pengantar Pemahaman
Dunia Anak. Yogyakarta : Gajahmada University Press.
Oemarjati, Boen S. 1992. Dengan Sastra Mencerdaskan Siswa:
Memperkaya Pengalaman dan Pengetahuan. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan

42
Purba, Antilan. 2001. Sastra Kontemporer. Medan: USU press
Rothlein, Liz dan A.M.Meinbach. (1991). The Literature Connection.
USA. Scott Foresman Company.
Sutherland, Z. dan M.N.Arbuthnot. (1991). Children and Books. New
York: Harper Collins Publisher.
Tarigan, H.G. (1994). Pengantar Psikosastra. Bandung: Angkasa.
Warren, Austin dan Rene Wellek. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama

43

Anda mungkin juga menyukai