Anda di halaman 1dari 6

Nama : Desinta Nurahma Utami

Kelas : XI MODEL 2
No : 07

Dimensi Ajaran Islam


Ajaran Nabi Muhammad Saw. memiliki 3 dimensi yaitu iman, islam, dan
ihsan. Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa manusia itu mempunyai tiga potensi
yaitu panca indera (anggota tubuh), akal pikiran, dan hati sanubari.

Syariat
Dimensi Ajaran

Tarekat
Islam

Hakikat
Ma'rifat

A. Syariat
1. Pengertian Syariat
Syari’at berasal dari akar kata syara’a yang berarti jalan. Secara
istilah adalah jalan yang benar, sebagai rute perjalanan yang baik, dan
dapat ditempuh oleh siapa saja.
2. Dalil Naqli Syariat
Kata syari’at terdapat pada QS. Al-Jatsiyah (45):18

‫ث ُ َّم َجعَ ْل ٰن َك ع َٰلى ش َِر ْيعَ ٍة ِم َن ْاْلَ ْم ِر فَات َّ ِب ْع َها َو َْل تَتَّ ِب ْع اَ ْه َو ۤا َء الَّ ِذ ْي َن َْل َي ْعلَ ُم ْو َن‬
Terjemahan
18. Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat
(peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah
engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui”
3. Kedudukan Syariat
Syari’at dijadikan sebagai dasar/pondasi bagi tahap berikutnya
(tarekat, hakikat, dan ma’rifat) sehingga kedudukannya sangat penting.
Sebagian besar sufí memahami syari’at dalam pengertian yang luas,
mencakup ilmu dan seluruh ajaran Islam. Dan Syatibi mendifinisikan
maqashid syariah dari kaidah berikut berikut: "Sesungguhnya syariah
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat".
Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa tujuan syariah menurut
Syatibi adalah kemaslahatan umat manusia.
4. Fungsi dan Tujuan Syariat
Dan Syatibi mendifinisikan maqashid syariah dari kaidah berikut
berikut: "Sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan
manusia di dunia dan akhirat". Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan
bahwa tujuan syariah menurut Syatibi adalah kemaslahatan umat manusia.

B. Tarekat
1. Pengertian Tarekat
Kata ṭarekat berasal dari bahasa Arab ṭārīqah, (jamak: ṭurūq atau
ṭarāiq), yang berarti: jalan atau metode atau aliran (madzhab). Tarekat
adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan untuk
sampai (wusul) kepada-Nya. Tarekat merupakan metode yang harus
ditempuh seorang sufi dengan aturan-aturan tertentu sesuai dengan
petunjuk guru atau mursyid tarekat masing-masing, agar berada sedekat
mungkin dengan Allah Swt
2. Dalil Naqli Tarekat
Ahli tasawuf mengaitkan istilah ṭarekat dengan QS. Al-Jin (72): 16 :

َ ‫سقَ ْي ٰن ُه ْم َّم ۤا ًء‬


‫غ َدقًا‬ َّ ‫علَى ال‬
ْ َ‫ط ِر ْيقَ ِة َْل‬ َ ‫ستَقَا ُم ْوا‬
ْ ‫واَ ْن لَّ ِو ا‬.
َّ
Terjemahan
16. Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air
yang segar (rezeki yang banyak).
3. Kedudukan Tarekat
Metode yang digunakan para sufí untuk mendekatkan diri kepada
Allah berbeda-beda, sebagian mereka melalui cara selalu dalam keadaan
ẓikir kepada Allah (mulāzamah al-zikr), selalu melatih diri (riyāḍah), selalu
bersungguh-sungguh untuk membersihkan hati dan sifat-sifat tercela dan
hawa nafsu (mujāhadah). Sebagian yang lain melalui tujuh metode yaitu:
memperingati diri (musyāratah), mengawasi diri (murāqabah), introspeksi
diri (muhāsabah), menghukum diri (mu’āqabah), kesungguhan lahir-batin
(mujāhadah), menyesali diri (mu’ātabah), dan pembukaan hijab
(mukāsyafah).
Dalam menjalankan tarekat, seorang murid dipersyaratkan untuk
memenuhi unsur unsur sebagai berikut:
a. Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syari’at agama.
b. Mengamati dan berusaha maksimal untuk mengikuti jejak langkah guru
melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya.
c. Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai
kesempurnaan hakiki.
d. Berbuat dan mengisi waktu seefisien mungkin dengan segala wirid dan
doa guna pemantapan dan kekhususan dalam mencapai maqamat yang
lebih tinggi.
e. Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang menodai
amal. kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat". Dari pengertian
tersebut, dapat dikatakan bahwa tujuan syariah menurut Syatibi adalah
kemaslahatan umat manusia.
4. Fungsi dan Tujuan Tarekat
Suatu ketika, Syaikh Bahauddin al-Naqsyabandi ditanya, apa tujuan
ṭarekat? Beliau menjawab: “Tujuannya adalah untuk mengetahui secara
rinci apa yang baru engkau ketahui secara singkat, dan untuk merasakan
dalam penglihatan apa yang engkau ketahui lewat penjelasan dan
argumen”. Tujuan ṭarekat adalah untuk memperkuat keyakinan terhadap
syari’at, meyakini kebenarannya, mematuhi ajaran-ajarannya dengan
senang dan spontan, mengikis kemalasan dan meniadakan penentangan
atas keinginan diri (nafsu).

C. Hakikat
1. Pengertian Hakikat
Hakikat berarti kebenaran atau kenyataan yang sebenarnya, seakar
dengan kata al-Haqq, "reality", absolut adalah kebenaran esoteris yang
merupakan batas-batas dari transendensi dan teologis. Dalam kepustakaan
sufi, hakikat berarti persepsi atas realitas menurut pengetahuan mistik.
2. Dalil Naqli Hakikat
Allah swt berfirman pada QS. Waqiah [56]: 95-96 :

ُّ ‫إِ َّن ٰ َه َذا َل ُه َو َح‬


ِ ‫ق ا ْل َي ِق‬
‫ين‬
Terjemahan
95. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang
benar.
96. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha
Besar.
3. Kedudukan Hakikat
Hakikat merupakan tahap ketiga dalam ilmu tasawuf, yakni: syari'at
(hukum yang mengatur), ṭarekat (suatu jalan atau cara); sebagai suatu
tahapan dalam perjalanan spiritual menuju Allah al-haqq, hakikat
(kebenaran yang essensial), dan ma'rifat (mengenal Allah dengan sebenar-
benarnya, baik asma, sifat, maupun af'al-Nya). Hakikat mengandung
segala ilmu yang tersembunyi, dan seluruh maqām (kedudukan di sisi Allah
Swt.) bertingkat-tingkat di dalam keduanya. Ahli hakikat akan batal
salatnya dengan akhlak yang buruk. Karena sesungguhnya pemilik akhlak
buruk itu berada pada hijab (terhalang) dari menyaksikan keagungan Allah
Swt. di dalam salat. Dan orang yang hatinya terhijab maka ia tidak salat,
karena sesungguhnya salat adalah sebuah hubungan dengan Allah Swt
4. Fungsi dan Tujuan Hakikat
Adapun Hakikat, sebagai tujuan akhir ditemukannya kebenaran sejati,
yang merupakan pengalaman personal yang sempurna mengenai tauhid
dan kesatuan dengan Tuhan. Adapun hakikat berfungsi untuk hakikat untuk
memperbaiki sarair (ruh). Memperbaiki ruh dilakukan dengantiga cara, yaitu:
Murāqabah(waspada/merasa, diawasi/seolah-olah melihat Allah Swt.),
musyāhadah (menyaksikan asma, sifat, dan af’al-Nya), dan, ma’rifat
(mengenal Allah Swt.)

E. Ma’rifat
1. Pengertian Ma’rifat
Dari segi bahasa, ma’rifat berarti pengetahuan atau
pengalaman, sedangkan dalam istilah sufi, ma’rifat diartikan sebagai
kearifan yang dalam akan kebenaran spiritual. Beberapa sufi
mendefinisikannya sebagai perkembangan pengetahuan tentang Allah
dalam kesadaran seseorang, yang berarti naiknya diri seseorang ke titik
yang merealisasikan kemanusiaannya dengan semua dimensi dan nilai
intrinsiknya.
2. Dalil Naqli Ma’rifat

‫اص َل ِة األ َ ْن َو ِار‬ ُ ‫ق َو ُه َو اْلقَ ْل‬


ِ ‫ب ِب ُم َو‬ ِ ‫ع ا ْل َح‬ ُ ُ‫ا َ ْل َم ْع ِرفَة‬
ُ ‫طلُ ْو‬

Terjemahan:
“Ma`rifah adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Sufi) dalam keadaan
hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi.
Kata Sedangkan tajalli adalah terbukanya hijab, sehingga tampak
jelas cahaya Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt. Berikut QS.Al-
A’raf [7]: 143

‫ص ِعقًا‬ َ ‫فَلَ َّما تَ َجلَّ ٰى َربُّهُ ِل ْل َج َب ِل َجعَلَهُ َدكًّا َو َخ َّر ُمو‬


َ ‫س ٰى‬
Terjemahan
143. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan.
3. Kedudukan Ma’rifat
Ma’rifat adalah cahaya yang dipancarkan kepada hati siapa saja yang
dikehendaki-Nya. Ini merupakan pengetahuan hakiki “penyingkapan”
(kasy), “penyaksian” (musyahadah), dan cita rasa” (dzauq). Yang datang
melalui Pengetahuan ini berasal dari Allah. Dzū al-Nūn al-Misrī
menyebutkan ada tiga tingkatan Ma’rifat:
1. Ma’rifat kalangan awam (orang banyak pada umumnya), mereka
mengetahui tidak ada Tuhan selain Allah melalui pembenaran berita
tentang Tuhan dalam pengajaran syahadat.
2. Ma’rifat kalangan ulama dan para filsuf yang memikirkan dan
merenungkan fenomena alam ini, mereka mengetahui adanya Allah
melalui tanda-tanda atau dalil-dalil pemikiran.
3. Ma’rifat kalangan para wali dan orang-orang suci, mereka mengenal
Allah berdasarkan pengalaman kesufian mereka, yakni mengenal
Tuhan dengan Tuhan. Ma’rifat tingkat ketiga inilah yang kemudian
dipandang dalam lingkungan tasawuf sebagai ma’rifat hakiki dan
tertinggi.

4. Fungsi dan Tujuan Ma’rifat


Tujuan yang ingin dicapai ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia
yang terdapat dalam diri Tuhan. Sebagaimana dikemukakan al-Kalazabi,
ma’rifat datang sesudah mahabbah, hal ini disebabkan karena ma’rifat lebih
mengacu pada pengetahuan sedangkan mahabbah menggambarkan
kecintaan.
Kemudian Al Ghazali berpendapat bahwa kemampuan ma’rifat
kepada Allah bersifat fitrah, yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan,
bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan. Proses sampainya qalb pada
cahaya Tuhan ini erat kaitannya dengan konsep:
1. Takhalli yaitu mengosongkan diri dari akhlak tercela dan perbuatan
maksiat melalui taubat. Hal ini dilanjutkan dengan,
2. Tahalli yaitu menghiasi diri dengan akhlak mulia dan amal ibadah.
3. Tajalli adalah terbukanya hijab, sehingga tampak jelas cahaya Tuhan.

Kesimpulan

Dari uraian singkat di atas bahwa antara syariat, tarekat, makrifat dan
hakikat tidak bisa dipisahkan. Syariat adalah bentuk lahir dari hakikat dan
hakikat adalah bentuk batin dari syariat. Syariat adalah landasan awal
menuju hakikat dan penyingkapan hakikat tidak menggugurkan syariat,
bahkan menguatkan kebenaran syariat. Jika bertentangan maka
penyingkapan tersebut diragukan, yang boleh jadi itu adalah kerjaan setan.
Untuk sampai pada hakikat, maka dibutuhkan metode dan disiplin diri yang
aturan dasarnya sudah ditentukan oleh syariat. Proses menuju realitas sejati
(hakikat) inilah yang disebut tarekat. Ketika selubung hijab terbuka maka
tampaklah realitas sejati, maka saat itu pula penempuh jalan spiritual
memperoleh makrifat.

Anda mungkin juga menyukai