Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN
Tasawuf merupakan cabang ilmu yang menekankan aspek spiritual,
dalam tasawuf ada beberapa dimensi salah satunya dimensi pengalaman
sesorang dalam beragama islam. Pengalaman beragama berisi 4 hal pokok yang
akan dibahas yaitu syari’at, hakikat, tarekat dan ma’rifat. Masing-masing pokok
tersebut memiliki arti tersendiri, syari’at merupakan suatu aturan yang dibuat
oleh syari’ (Allah dan RasulNya) untuk mengaturr kehidupan mukallaf baik
aturan yang berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia.
Syari’at dan hakikat adalah dua hal yang takkan terpisah. Syari’at yang tidak
dikuatkan dengan hakikat maka tidak akan diterima dan hakikat yang tidak
dikuatkan syari’at maka tidak diterima.
Tarekat merupakan kesadaran menjadikan pengalaman ajaran agama
sebagai jalan atau alat untuk mengarahkan jiwa dan moral, sedangkan ma’rifat
merupakan pengetahuan melalui pengalaman secara langsung tanpa perantara.
Dalam empat pokok pembahasan tersebut saling berkaitan. Hakekat tanpa
sandaran syari’at berbahaya, dan ma’rifat tanpa hakekat tidak sempurna dan
tarekat merupakan jalan untuk mencapai hakikat dan ma’rifat.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Apa pengertian Syari’at?


B. Apa pengertian Hakikat?
C. Bagaimana kesatuan antara Syari’at dan Hakikat?
D. Apa pengertian Tarekat?
E. Apa saja macam-macam Tarekat?
F. Apa pengertian dan apa alat untuk mencapai Ma’rifat?
G. Bagaimana Integrasi antara Syari’at, Hakikat, Tarekat dan Ma’rifat?
III. PEMBAHASAN

A. Pengertian Syari’at
Syari’at adalah kualitas amalan lahir – formal yang ditetapkan dalam
ajaran agama melalui Alquran dan sunnah. Atau hukum suci yang diwahyukan;
ajaran atau aturan yang diwahyukan.

Ath-Thusi dalam Al-Luma’ mengatakan bahwa syari’at adalah suatu


ilmu yang mengandung dua pengertian, yaitu riwayah dan dirayah yang
berisikan amalan-amalan lahir dan batin. Syari’ah jika diartikan sebagai ilmu
riwayah adalah ilmu teoretis tentang segala macam hukum sebagaimana
terurai dalam ilmu fikih atau ilmu lahiriah. Sedangkan syari’at dalam arti
dirayah adalah makna batiniah dari ilmu lahiriah atau makna hakikat dari ilmu
fikih. Syari’at dalam konotasi dirayah ini kemudian dikenal dengan nama
ilmu tasawuf.1

Di kalangan kaum sufi, istilah syari’at mempunyai makna tersendiri


yang dapat dikatakan berbeda dari pengertian yang diberikan oleh para ahli
hukum Islam.

Di kalangan ahli-ahli hukum Islam, syari’ah diartikan seluruh


ketentuan yang ada di dalam Al-Quran dan Al-Sunnah, baik yang
berhubungan dengan akidah, akhlak, maupun aktivitas manusia, baik yang
berupa Ibadah maupun Muamalah.

1
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu TASAWUF, ( Jakarta: AMZAH, 2005),
hlm. 217
Syari’at dan fiqh memiliki perbedaan-perbedaan terutama setelah
masa Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Asaf.A.A.Fyzee, misalnya
mengatakan:

“Syariat mempunyai ruang lingkup yang lebih luas meliputi seluruh


aspek kehidupan manusia, sedangkan ruang lingkup fiqh lebih sempit dan
hanya dapat menyangkut hal-hal yang pada umumnya dipahami sebagai
aturan-aturan hukum. Syari’at senantiasa mengingatkan kita bahwa ia
bersumber pada wahyu, ilmu pengetahuan tentang wahyu itu tidak akan dapat
diperoleh kecuali dari perantara Al-Quran dan Al-Sunnah.”

Dari penjelasan itu terlihat bahwa syariat meliputi seluruh aspek


kehidupan, baik akidah, ibadah, maupun muamalah dan juga akhlak. Di
kalangan para sufi syariat berarti amal ibadah lahiriah.

Agama ditegakkan di atas syariat, karena syari’at adalah peraturan


dan undang-undang yang bersumber kepada wahyu Allah. Perintah dan
larangannya jelas dan dijalankan untuk kesejahteraan seluruh manusia.
Syari’at dikukuhkan oleh hakikat dibuktikan oleh syari’at.

Adapun syari’at adalah bukti pengabdian manusia yang diwujudkan


berupa ibadah, melalui wahyu yang disampaikan kepada para Rasul dan
legislasi cara kita mencari sesuatu yang pasti.2

Jadi pengertian syari’at yaitu seluruh aturan-aturan dan hukum


meliputi amalan-amalan dari berbagai aspek yang didasarkan pada Al-Quran
dan Al-Sunnah.

2
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, AKHLAK TASAWUF, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2013), hlm. 77-78
B. Pengertian Hakikat
Para sufi menyebutkan diri mereka “ahl al-haqiqah.” Penyebutan ini
mencerminkan obsesi mereka terhadap kebenaran yang hakiki. Karena itu,
mudah dipahami kalau mereka menyebut Tuhan dengan “al-haqq,” seperti yang
tercermin dalam ungkapan al-Hallaj, “ana al-Haqq” (aku adalah Tuhan). Obsesi
terhadap hakikat (realitas absolut) ini tercermin dalam penafsiran mereka
terhadap formula “la ilaha illa Allah” yang mereka artikan “ tidak ada realitas
yang sejati kecuali Allah.”

Bagi mereka Tuhanlah satu-satunya yang hakiki, dalam arti yang betul-
betul ada, keberadaan yang absolut, sedangkan yang lain keberadaannya tidaklah
hakiki, atau nisbi, dalam arti tergantung pada kemurahan Tuhan. Dialah yang
Awal dan yang Akhir yang Lahir dan yang Batin, penyebab dari segala yang ada
dan tujuan akhir, tempat mereka kembali. Ibarat matahari, Dialah yang memberi
cahaya kepada kegelapan dunia, dan menyebabkan terangnya objek-objek yang
tersembunyi di dalam kegelapan tersebut. Dia jugalah pemberi wujud, sehingga
benda-benda dunia menyembul dari persembunyiannya yang panjang.

Al-Qur’an menggambarkan Tuhan sebagai “al-Awwal” dan “Al-Akhir”


“al-Zhahir” dan “al-Bathin”. Al-Awwal dipahami para shufi sebagai sumber atau
prinsip atau asal dari segala yang ada. Dia-Lah causa prima, sebab pertama dari
segala yang ada (maujudat) didunia. Dia yang akhir diartikan sebagai “tujuan
akhir” atau “tempat kembali” dari segala yang ada didunia ini termasuk manusia.
Dialah “pulau harapan” kemana bahtera kehidupan manusia berlayar. Dialah
“kampung halaman” kemana jiwa manusia yang sedang mengembara didunia,
rindu kembali. Dialah “muara” kemana perjalanan spiritual seorang shufi
mengalir. Dialah “sang kekasih” kemana sang pencinta selalu mendamba
pertemuan. Inilah tujuan akhir, tempat sang shufi mengorientasikan seluruh
eksistensinya.

Haqiqah adalah kemampuan seseorang dalam merasakan dan melihat


kehadiran Allah di dalam syari’at itu. Dalam dunia sufi, haqiqah diartikan
sebagai aspek batil dari syari’at, sehingga haqiqah adalah aspek yang paling
penting dalam setiap amal, inti, dan rahasia dari syari’at yang merupakan tujuan
perjalanan salik.3

C. Kesatuan Syari’at dan Hakikat


Syari’at dan hakikat adalah ibarat wadah dan isi , yang lahir dan yang
batin, ibarat gelas dan air yang ada didalam gelas. Keduanya tidak bisa
dipisahkan. Shalat dilihat dari sisi syari’at adalah perbuatan dan perkataan yang
diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam beserta rukun-
rukunnya dan inti dari shalat adalah mengingat Allah. Sesorang tidak boleh hanya
mengingat Allah tanpa melaksanakan shalat yang telah disyari’atkan dengan
segala syarat dan rukunnya. Dan sebaliknya seseorang tidak boleh melaksanakan
shalat dengan segala rukunnya akan tetapi hatinya kosong tidak nyambung
dengan Allah. Ia tidak memahami apa yang dia ucapkan. Allah berfirman:
(Qur’an Surat An-Nisa’:43)
‫ة‬ ََّ
َ‫لو‬ ‫۟ ٱلص‬ َُ
‫بوا‬ ‫ْر‬
‫تق‬ َ ۟
َ ‫َل‬ ‫ُوا‬‫من‬ َ َ
َ‫ءا‬ ‫ِين‬ َّ ‫ها‬
‫ٱلذ‬ َُّ
َ‫ي‬ ‫يأ‬َٰٓ
َ
َ‫ولو‬
‫ن‬ ُ ُ
‫تق‬َ ‫ما‬ َ ۟‫ُوا‬ َْ
‫لم‬ َ ‫َّى‬
‫تع‬ ‫َت‬ ‫َر‬
‫َى ح‬ ‫ُم‬
‫ْ سُك‬ ‫َنت‬‫َأ‬‫و‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan,..” (QS An-Nisa’:43)

3
Totok Jumantoro, M.A., Kamus Ilmu Tasawuf, hlm. 70
Dengan demikian tidak dapat dibenarkan sama sekali bagi orang yang
mengaku sudah merasa makrifat kepada Allah dan mersa telah mencapai pada
derajat tertentu sehingga tidak perlu lagi sholat, puasa, zakat, haji, sholat
berjama’ah, sholat jum’at dan sebagainya. Dan salah besar bagi orang yang
mengatakan bahwa syari’at hanya diperuntukkan bagi orang awam dan tidak lagi
diperlukan bagi orang tertentu. Nabi Muhammad adalah orang yang paling
bertaqwa dan paling makrifat namun masih tetap melaksanakan syari’at, tahajud,
melaksanakan sholat berjama’ah, dan lain sebagainya.
Hakekat tanpa sandaran syari’at akan membahayakan hakikat itu
sendiri. Boleh jadi justru hakikat yang tanpa syari’at sebenarnya bukan hakikat
akan tetapi hakikat tiruan yang sengaja dihiaskan oleh syetan kedalama hati
orang yang tidak berpegang pada syari’at. Syetan senantiasa akan memberikan
bisikan kepada orang yang menjauhi syari’at sementara syari’at tidak mungkin
palsu karena syari’at merupakan produk Allah dan RasulNya. Allah adalah yang
Maha Benar (Al-Haq) sementara RasulNya memproduk syari’at bukan atas hawa
nafsunya akan tetapi atas dasar wahyu yang diberikannya.
Imam Al-Qusyairi mengatakan :
“Setiap syari’at yang tidak dikuatkan dengan hakikat maka tidak akan diterima.
Dan setiap hakikat yang tidak dikuatkan dengan syari’at maka tidak diterima.”4

D. Pengertian Tarekat
Tarekat secara bahasa berarti jalan atau metode. Sedangkan tarekat
dalam istilah tasawuf diartikan sebagai suatu metode praktis untuk membimbing
seorang pencari (salik, talib, murid) dengan menelusuri jalan berfikir, merasa dan
bertindak melalui tahapan-tahapan menuju pengalaman realitas ketuhanan
(hakikat). Hubungan seorang pembimbing (mursyid) dengan yang dibimbing
(murid) dan yang dibimbing dengan yang dibimbing lainnya lama-kelamaan

4
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2010), hlm. 78-80
mengikat satu persaudaraan tarekat yang disebut dengan ordo tarekat atau
persaudaraan shufi.
Akhirnya tarekat tidak hanya dikonotasikan pada suatu metode praktis
tetapi dikonotasikan sebagai lembaga bimbingan calon shufi, yang elemennya
adalah guru (syekh, mursyid), murid, tempat, (yang disebut dengan zawiyah),
perjanjian antara guru dan murid (baiat), do’a dan wirid khusus, adanya
penyebaran oleh bekas murid setelah mendapat ijazah dari gurunya dengan
silsilah yang diakui kebenarannya sampai kepada Nabi Muhammad SAW.5
Kata tarekat berasal dari bahasa arab “At-thariq” yang berarti jalan
yang ditempuh melalui jalan kaki. Dari pengertian ini kemudian kata tersebut
digunakan dalam konotasi makna cara seseorang melakukan pekerjaan baik
terpuji maupun tercela. Perkataan tarekat dalam terminologi tasawuf islam yang
bermakna “jalan” tadi menurut Zamakhsari Dhofier dimaksudkan sebagai “jalan
menuju surga”. Sewaktu melakukan amalan-amalan tarekat tersebut pelaku
berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai
manusia dan mendekatkan dirinya kesisi Allah SWT. Menurut istilah tasawuf,
tarekat adalah perjalanan khusus bagi para sufi yang menempuh jalan menuju
Allah SWT. Syarat bagi setiap orang yang ingin mengikuti tarekat yaitu bertakwa
kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya ,menyiapkan diri dengan senjata
dzikir, bertekad bulat untuk tetap dalam tarekat hingga akhir hayatnya, dan harus
memiliki kawan tetap dalam menjalankan ibadah secara bersama-sama membaca
wirid bersama, tolong-menolong demi kebaikan.6

Latar belakang ordo tarekat pada awalnya merupakan berkumpulnya


para murid mengelilingi guru sufisme terkenal untuk mencari pelatihan melalui
persatuan dan kebersamaan dan tidak terkait dengan upacara tapabrata dan baiat

5
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf (Jakarta:Rasail, 2010), hlm. 115-116
6
Totok Jumantoro, M.A., Kamus Ilmu Tasawuf, hlm. 238-240.
apapun. Selain ordo tarekat menjadi suatu ikatan yang sangat ketat dengan
adanya berbagai aturan seperi baiat, ijazah, silsilah dan sebagainnya.

Banyak pendapat yang menjelaskan tentang latar belakang munculnya


(ordo) tarekat. Diantaranya adalah adanya doktrin bahwa belajar tasawuf harus
melalui guru, sebab barang siapa yang tidak berguru, maka gurunya adalah setan.
Dari sini muncul hubungan yang erat antara guru dan murid. Setelah murid dapat
mencapai suatu tingakatan tertentu diizinkan untuk mengajarakan tarekat
gurunya kepada murid baru dipusat lain.Latarbelakang lain adalah karena
tasawuf selama ini hanya dinikmati orang-orang khas (tertentu, istimewa) untuk
membantu orang-orang awam agar bisa mencicipi tujuan tasawuf (ma’rifat)
maka diselenggarakan pendidikan shufi untuk membimbing mereka yang
selanjutnya disebut dengan tarekat. Sebab lain adalah sebagaimana diketahui
abad ke VI H merupakan ciri tasawuf falsafi dimana tasawuf bercampur filsafat.
Oleh sebagian kalangan tasawuf filsafi ini telah melenceng dari tradisi Rasul dan
sahabatnya. Oleh karena itu untuk memagari tasawuf agar senantiasa berada pada
koridor syari’at diadakan sebuah tarekat dimana didalam tarekat sangat ketat
terutama unsur ijazah dan silsilah yang dianggap mampu menjaga
penyelewengan.7

E. Macam-macam Tarekat yang berkembang di Indonesia dan di dunia Islam


1. Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu
‘Abd al-Qadir Jilani. Tarekat ini menempati posisis yang sangat penting dalam
sejarah spiritualitas Islam karena karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya
oganisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya cabang tarekat didunia
islam.Syaikh ‘Abd al-Qadir lahir didesa Naif kota Gilan tahun 470/1077, yaitu
wilayah yang terletak 150 km timur laut Baghdad.Aspek ajaran Syaikh ‘Abd al-

7
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm. 117.
Qadir Jilani tidak ada perbedaan yang mendasar dengan ajaran pokok Islam,
terutama golongan Ahlusunnah wal-Jama’ah.Sebab, beliau sangat menghargai
para pendiri madzab fikih empat dan teologi Asy’ariyah.
2. Tarekat Syadziliyah

Tarekat Syadziliyah nama pendirinya adalah ‘Ali bin Abdullah bin


‘Abd.Slsilah keturunaannya memiliki hubungan dengan orang-orang garis
keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dengan demikian juga keturunan Siti
Fatimah, anak perempuan Nabi Muhammad SAW.Berdasarkan ajaran yang
diturunkan al-Syadzili kepada muridnya, kemudian terbentuklah tarekat yang
dinisbahkan kepadanya, yaitu tarekat Syadziliyah. Tarekat ini berkembang pesat
antara lain di Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, Suriyah, dan Semenanjung Arabia,
juga di Indonesia (khususnya) diwilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

3. Tarekat Naqsyabandiyah

Pendiri tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka tasawuf


terkenal yakni Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhori
Naqshabandi, dilahirkan disebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari
Bukhara tempat lahir Imam Bukhari. Ciri menonjol tarekat Naqsyabandiyah
adalah diikutinya syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang
menyebabkan penolakan terhadap music dan tari, yang lebih menyukai dzikir
dalam hati.

4. Tarekat Khalwatiyah

Nama tarekat Khalwatiyah diambil dari nama seorang sufi ulama dan
pejuang Makassar abad ke 17, syaikh Yusuf al-Makassari al-Khalwati yang
sampai sekarang masih sangat dihormati.Tarekat al-Khalwatiyah di Indonesia
banyak dianut oleh suku Bugis dan Makasar disulaesi Selatan.Konsep utama
tasawuf al-Makassari adalah pemurnian kepada kepercayaan (aqidah) kepada
keesaan Tuhan, taubah, muhasabah dan lain-lain.

5. Tarekat Syattariyyah

Nama tarekat Syattariyyah diambil dari nama Syaikh ‘abd Allah al-
Syaththari. Tarekat ini lebih diarahkan pada perjuangan untuk meningkatkan
nilai moral dan spiritual melalui penyebaran berbagai ajaran islam.

6. Tarekat Sammaniyah

Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin ‘Abd al-karim al-madani al-
syafi’I al-samman,ia lahir dimadinah dari keluarga quraisy. Tarekat ini adalah
tarekat pertama yang mendapat pengikut missal diNusantara. Hal ini menarik
dari Tarekat Samaniyyah yang mungkin menjadi cirri khas adalah wahdat al-
wujud yang dianut dan syahadat yang terucapkan tidak bertentangan dengan
syari’at.

7. Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyyah ialah sebuah tarekat gabungan dari


tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsabandiyah.Tarekat ini didirikan oleh Syaikh
Ahmad Khatib Sambas (1802-1872) yang dikenal sebagai penulis Kitab Fath al-
Arifin.Ajaran tarekat ini menjelaskan tentang dzikir dan tiga syarat yang harus
dipenuhi oleh orang yang sedang berjalan menuju Allah , yaitu dzikir diam dalam
mengingat Allah , merasa selalu diawasi Allah pengabdian kepada Syaikh.

8. Tarekat Chisytiyah

Chisytiyah adalah salah satu tarekat sufi utama diAsia Selatan. Pendiri
tarekat Chisytiyah diIndia adalah Khwajah Mu’in al-Din Hasan .

9. Tarekat Mawlawiyah
Tarekat yang secara harfiah berarti jalan kecil ,memiliki dua pengertian yang
berbeda, tetapi tetap berhubunganYang pertama tarekat ini dimengerti sebagai
perjalanan spiritual menuju Tuhan.Yang kedua, tarekat dipahami sebagai
persaudaraan atau spiritual , yang biasanya merupakan perkumpulan spiritual
yang dipimpin oleh seorang guru.
10. Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Ni’matullah adalah suatu madzb sufi Persia yang segera setelah
berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke-8 atau 14 mengalihkan loyalitasnya
kepada islam.Tarekat ini secara khusus menekankan pengabdian pondok
sufi.Pengabdian ini dilakukan sesuai kode etik yang sudah sangat tua dan
dijabarkan terperinci, karena menurut pepatah “tasawuf,seluruhnya adalah
adab”.
11. Tarekat Sanusiyah
Tarekat Sanusiyah yang menyebar luas dan berpengaruh diwilayah
Afrika Utara, terutama diLibya, termasuk tarekat yang belum lama didirikan
.Tarekat ini muncul pada akhir paruh pertama abad ke-18.Mungkin Tarekat
Sanusiyah adalah satu-satunya tarekat yang selalu dihubungkan dengan sejarah
berdirinya sebuah negara modern.Pendiri tarekat ini adalah Ali Sanusi, yang
biasanya dipanggil dengan “Sanusi Agung”.Sanusi dilahirkan dikota al-
wasitho, dekat kota Mustaghanim, diprovinsi Oran, Aljazair.8

F. Pengertian dan Alat untuk Mencapai Ma’rifat

1. Pengertian ma’rifat

8
Sri mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah diIndonesia,(Jakarta:Kencana Prenada Media
Grup, 2004),hlm. 26-396.
Ma’rifat secara bahasa berasal dari bahasa Arab arafa, ya’rifu, arafah,
irfan, dan ma’rifah yang berarti pengetahuan yang sangat jelas.9 Dalam hal ini
ma’rifat berbeda dengan al-ilm, al-ilm merupakan pengetahuan yang
menggunakan perantara sedangkan ma’rifat merupakan pengetahuan tanpa
melalui perantara yang didapatkan melalui pengalaman secara langsung
Dalam istilah tasawuf ma’rifat adalah pengetahuan yang pasti megenai
Tuhan melalui pengalaman langsung.10 Pengalaman langsung disini merupakan
pengetahuan yang langsung dirasakan oleh kaum shufi melalui hati dalam
bentuk ilham. Apabila orang awam mengetahui Tuhan melalui informasi para
filosof melalui akalnya, orang shufi mengetahui Tuhan melalui hati.
Dalam mengenal Tuhan Dzun Nun al-Misri membagi tiga kelompok yaitu:
a. Kelompok awam dimana mereka mengenal Tuhan melalui ucapan kalimat
syahadat.
b. Kelompok filosof dan teolog mereka mengenal Tuhan melalui pembuktian akal.
Dalam kelompok ini tidak mudah mengakui dan menerima Tuhan begitu saja,
mereka membuktikan adanya Tuhan dengan dalil yang ditetapkan untuk
membuktikan adanya Tuhan.
c. Kelompok shufi yang mengenal Tuhan dengan hati sanubari.11
Pendapat Dzun Nun al-Misri diatas menunjukkan bahwa ma’rifat
semata-mata anugrah Tuhan. Untuk mendapatkan anugrah itu para sufi tidak
henti-hentinya beribadah, berdzikir dan berdo’a untuk kesucian rohani. Para
sufi berharap akan mendapatkan ma’rifat, hal ini disinyalir dengan tasawuf
bahwa seorang shufi berusaha dengan keras mendekatkan diri dari bawah dan

9
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.101

10
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.102

11
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.102
Tuhan menurunkan rahmat-Nya berupa ma’rifat dari atas. 12
dalam hal ini
ma’rifat datang ketika cinta shufi dari bawah dan dibalas oleh Tuhan dari atas.
Selain pendapat Dzun Nun al-Misri ada juga Abu Hamid al-Ghazali
yang membagi iman menjadi tiga tingkatan yaitu:
a. Iman orang awam bersifat taqlid hanya mengikuti begitu saja
b. Iman Mutakallimin yakni iman yang tercampur dengan penyimpulan dalil
pemikiran.
c. Iman orang-orang arifin (orang yang ma’rifat) yakni iman dalam bentuk
penyaksian melalui cahaya keyakinan (nur al-yaqin).13

2. Alat untuk mencapai ma’rifat


Alat untuk mencapai ma’rifat adalah qalb (hati). Menurut al-Qusyairi
qalb terdapat ruh dan sirr, sirr merupakan alat musyahadah (menyaksikan alam
gaib) sedangkan ruh merupakan alat muhabbah (mencintai Tuhan). Sedangkan
al-qalb tempat pengetahuan (ma’rifat),14
Selain al-Qusyairi, Abu Hamid al-Ghazali mengumpamakan qalb
sebagai cermin, dimana cermin dapat menghasilkan kebenaran dari segala hal,
termasukk yang tertulis di dalam lauh al-mahfudz.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas hati merupakan alat untuk
mencapai ma’rifat, apabila hati mengalami pengurangan fungsinya maka

12
Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2013), hlm.64

13
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.102
14
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.103
ma’rifat akan sulit dicapai. Berikut hal-hal yang merupakan berkurangnya
fungsi hati:15
a. Kurang sempurnanya hati sehingga tidak menampakkan gambar pengetahuan.
Seperti hati anak-anak.
b. Kotoran maksiat yang menumpuk di atas permukaan hati. Apabila seseorang
selalu berbuat maksiat maka hatinya bisa tertutup kalau tidak segera bertaubat
bahkan hati itu segera terkunci.
c. Hati tidak lurus ke arah yang dituju. Hati seorang yang shalih dan taat, tidak
terlihat kebenarannya manakala hati itu tidak memilik arah dan tujuan.
d. Keyakinan yang dibawa sejak kecil melalui taqlid yang terlanjur menempel
dihati sehingga menghalangi kebenaran yang muncul didalam hati.

G. Integrasi Syariat, Thariqat, Hakekat, dan Ma’rifat

Antara syariat, tarekat, makrifat dan hakikat tidak bisa dipisahkan. Syariat
adalah bentuk lahir dari hakikat dan hakikat adalah bentuk batin dari syariat.
Syariat adalah landasan awal menuju hakikat dan penyingkapan hakikat tidak
menggugurkan syariat, bahkan menguatkan kebenaran syariat. Jika bertentangan
maka penyingkapan tersebut diragukan, yang boleh jadi itu adalah kerjaan setan.

Untuk sampai pada hakikat, maka dibutuhkan metode dan disiplin diri yang
aturan dasarnya sudah ditentukan oleh syariat. Proses menuju realitas sejati
(hakikat) inilah yang disebut tarekat. Ketika selubung hijab terbuka maka
tampaklah realitas sejati, maka saat itu pula penempuh jalan spiritual memperoleh
makrifat. Syari’at merupakan ibarat ilmu bagi amalan, lahir atau amalan hati

15
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.104
(Tasawuf). Ini adalah langkah pertama dalam tertib beramal. Ia melibatkan tentang
ilmu peraturan hukum-hukum, halal-haram, sah-batal, dan lain sebagainya. Ilmu
perlu dalam beramal, tanpa ilmu kita tidak tahu cara beramal sesuai yang Tuhan
kehendaki. Saat kita mencintai Tuhan, takut kepadaNya dan menyembahnya, kita
tidak boleh melakukannya sesuka hati tanpa ada syari’at atau pedoman yang sudah
ditetapkan. Tarekat merupakan cara menghidupkan ilmu secara istiqomah dan
bersungguh-sungguh. Dalam hal ini tarekat ibarat kita menanam biji atau benih
(syari’at) hingga ia berkecambah, tumbuh dan menjadi sebatang pohon. Hakikat,
diibaratkan buah. Selepas kita ada syari’at kemudian kita amalkan syari’at hingga
naik ketingkatan tarekat yakni menjadi sebatang pohon maka akan menghasilkan
buah. Buah tarekat adalah akhlak dan peningkatan peringkat nafsu atau pencapaian
maqam-maqam mahmudah. Hakikat adalah perubahan jiwa atau perubahan
peringkat nafsu dari syari’at dan tarekat yang dibuat dengnan paham dan dihayati.
Makrifat adalah hasil dari hakikat yaitu hal-hal yang dapat dirasai secara
istiqomah. Makrifat adalah satu tahap kemajuan rohaniah yang tertinggi hingga
dapat benar-benar mengenal Allah dan rahasia-rahasia-Nya. Orang yang sudah
sampai tahap makrifat digelar Al Arifbillah.16

16
http://mitra-sbm.blogspot.com/2012/09/mengetahui-arti-syariat-tarekat-hakikat.html.
Diaksese pada tanggal 27 Maret 2015 pukul 11:36
IV. PENUTUP

A. Kesimpulan
Syari’at adalah kualitas amalan lahir – formal yang ditetapkan
dalam ajaran agama melalui Al-Quran dan sunnah. Atau hokum suci
yang diwahyukan; ajaran atau aturan yang diwahyukan.

Haqiqah (kebenaran atau kenyataan seakar dengan kata Al-


Haaq, reality, absolute). Makna Haqiqah menunjukkan kebenaran
esoteric yang merupakan batas-batas dari transendensi manusia dan
teologis. Dalam pengertian ini , haqiqah merupakan unsure ketiga
setelah syari’at (hukum) yang merupakan kenyataan eksoteris, tarekat
(jalan) sebagai tahapan esoterisme, yang ketiga adalah hakekat,
kebenaran yang esensial.
Syari’at dan hakikat adalah ibarat wadah dan isi , yang lahir dan
yang batin, ibarat gelas dan air yang ada didalam gelas.
Tarekat secara bahasa berarti jalan atau metode.Sedangkan tarekat
dalam istilah tasawuf diartikan sebagai suatu metode praktis untuk
membimbing seorang pencari (salik, talib, murid) dengan menelusuri
jalan berfikir, merasa dan bertindak melalui tahapan-tahapan menuju
pengalaman realitas ketuhanan (hakikat).Macam-macam Tarekat yaitu
Tarekat Qadiriyah,Tarekat Syadziliyah, Tarekat Naqsabandiyah,
Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Syattariyyah, Tarekat Sammaniyah,
Tarekat Chistiyah, Tarekat Mawlawiyah, Tarekat Ni’matullah, Tarekat
Sanusiyah.
Ma’rifat secara bahasa berasal dari bahasa Arab arafa, ya’rifu,
arafah, irfan, dan ma’rifah yang berarti pengetahuan yang sangat jelas.
Alat untuk mencapai ma’rifat adalah qalb (hati) .Tingkat keimanan
seseorang menentukan tingkat kema’rifatan sseorang, oleh karena itu
ma’rifat dekat sekali dengan keimanan dan keyakinan..

B. Penutup
Demikianlah makalah ini kami susun dan tentunya jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua
DAFTAR PUSTAKA

Jumantoro, Totok. 2005. Kamus Ilmu TASAWUF. Jakarta: AMZAH.

Mulyati, Sri. 2004. Tarekat-Tarekat Muktabarah diIndonesia. Jakarta:Kencana

Prenada Media Grup.

Nasirudin. 2010. Pendidikan Tasawuf. Jakarta: Rasail.

Rusli, Ris’an. 2013. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO

PERSADA, 2013.

http://mitra-sbm.blogspot.com/2012/09/mengetahui-arti-syariat-tarekat-hakikat.html.

diakseses pada tanggal 27 Maret 2015 pukul 11:36

Anda mungkin juga menyukai