Pengertian tauihid secara etimologis adalah berasal dari dari bahasa arab yaitu “wahhada-
yuwahhidu-tauhidan” yang berartikan “menjadikannya esa”. Tauhid bisa juga dikatakan suatu
janji setia yng mana janji setia ini menunjukkan ketulusan dan kemurnian hati terhadap
keyakinannya kepada Allah,defenisi ini diambil dari kata “Aqidatun” yang berasal dari bahsa
arab “Aqoda- Yuaqidu- Aqidatan/Aqdan”.
Tauhid secara bahasa berasal dari bahasa arab, yaitu tawhid bentuk masdar (infinitive) dari kata
wahhada, yang maknanya al-I’tiqaadu biwahdaniyyatillah (keyakinan atas KeEsaan Allah).
Sedangkan tauhid secara istilah dapat didefinisikan menyakini bahwa Allah SWT
Akhlak secara bahasa berasal dari bahasa arab yaitu al-akhlak, yang merupakan bentuk jama dari
kata Khuluq atau al-Khaliq yang berarti tabiat, budi pekerti, kebiasaan atau adab, keperwiraan,
kesatriaan, kejantanan, dan agama.sedangkan menurut istilah akhlak dapat didefinisikan sebagai
suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan
yang mudah tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian.Istilah tasawuf berasal
dari bahasa Arab dari kata ”tashowwafa –
yatashowwafu - tashowwuf” mengandung makna (menjadi) berbulu yangbanyak, yakni menjadi
seorang sufi atau menyerupainya dengan cirikhas pakaiannya terbuat dari bulu domba/wol
(suuf),
Adapun ruang lingkup kajian ilmu tauhid dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
1. Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Ulluhiyyah adalah Uluhiyah diambil dari akar kata Illah yang berarti: Yang disembah
dan Yang ditaati. Kata ini digunakan untuk menyebut sembahan yang hak dan yang batil.
Dengan kata lain Tauhid Uluhiyah ialah percaya sepenuhnya, bahwa Allah-lah yang berhak
menerima semua peribadatan makhluk, dan hanya Allah sajalah yang sebenarnya dan yang harus
disembah.
2. Tauhid An-Nubuwwah
Tauhid An-Nubuwwah adalah diambil dari kata Nabi. Jadi dalam tauhid Nubuwah disini
mengkaji akan segala hal yang mengenai tentang rasul atau nabi.
1
3. Tauhid Ar-Ruhaniyyah
Tauhid Ar-Ruhaniyyah berasal dari kata Ruhhun yang mana disini mengkaji akan segala hal
yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak kasap mata.
4. Tauhid As-Sam’iiyyat
Tauhid Assam’iyyat menurut bahasa berarti sesuatu yang ghaib yang hanya bisa diketahui secara
benar dengan cara ikhbari (berita yang didengar), yakni apa yang didengar dan diberitakan oleh
Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Atau dalam arti lain suatau perkara yang
tertera dalam al-Qur’an dan disebut dalam hadits Nabi saw sedangkan perkara itu tidak bisa
diterima oleh akal manusia biasa atau sesuatu yang ghaib yang tidak bisa ditangkap oleh panca
indra manusia biasa tapi harus dipercayai oleh setiap muslim akil dan baligh.
Menolong orang lain, suka memberi, adil, dermawan, mengapa beberapa perbauatan tersebut
dinilai sebagai kebaikan? Dan mengapa juga kebohongaan, kezaliman, kekerasan dinilai sebagai
keburukan? Untuk menjawab pertanyaan yang muncul tersebut harus dijawab dengan argumen
yang kuat dan mempunyai dasar.
Perbuatan-perbuatan yang mempunyai nilai baik dan buruk, mempunyai dasar-dasar yang jelas.
Pada pembahasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa ada ilmu yang membahas dan
meberikan klarifikasi pada persoalan baik dan buruk, itulah Ilmu Akhlak. Tentunya ilmu tersebut
mempunyai dasar. Adapun dasar-dasar Ilmu Akhlak adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur'an[5]
Al-Qur'an sebagai dasar (rujukan) Ilmu Akhlak yang pertama. Karena keontetikannya yang lebih
tinggi, dibandingkan dengan dasar-dasar yang lain. Mengingat al-Qur'an merupakan firman
Tuhan, sehingga tidak ada keraguan baginya untuk dijadikan sebagai dasar atau asas. Walaupun
kemudian ada beberapa perangkat yang diperlukan untuk mendukungnya, dan tidak akan
dibahas di sini, mengingat ada ilmu khsusus yang membahasnya.
1. Al-Hadits
Asbabul Wurud suatu hadits berbeda-beda. Ada hadits yang dikeluarkan oleh Nabi karena
seorang sahabat bertanya kepadanya, karena Nabi menegur seorang sahabat, karena
peringatan dan penjelasan Nabi terhadap al-Qur'an. Dalam riwayat Aisyah pernah ditanya oleh
seseorang tentang akhlak Nabi. Aisyah menjawab akhlak Nabi adalah al-Qur'an.[6] Dengan
demikian, Nabi merupakan interpretasi yang hidup terhadap al-Qur'an. Karena segala ucapan
(Qauliyah), perbuatan (Fi'liyah), dan penetapan (Taqririyah) merupakan sebuah wahyu dari
Allah, dan apa-apa yang datang dari Nabi senantiasa terjaga.[7] Dapat disimpulkan bahwa al-
Qur'an dan al-Hadits berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT.
3.Apa saja manfaat akhlak secara umum dan khusus?
Fungsi akhlak tasawuf secara umum dapat dibagi menjadi 2 aspek yaitu yang pertama
aspek yang menyangkut sejarah akhlak tasawuf sejak lahir dan juga mengenai
paradigma yang masih tersisa sampai sekarang.
HAKIKAT MANUSIA
Menurut Islam,Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT,Ia tidak muncul dengan
sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri.1
Dalam Q.S Ar-Rahman ayat 3, Allah Berfirman:
“Dia menciptakan manusia”.
Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Alaq ayat 2:
“Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.
Dalam Q.S At-Thariq ayat 6 dijelaskan pula:
“ Dia diciptakan dari air yang dipancarkan”.
Orang islam perlu memiliki jasmani yang sehat dan kuat, terutama berhubungan dengan
penyiaran dan pembelaan serta penegakan agama islam. Dilihat dari sudut ini maka islam
mengidealkan muslim yang sehat serta kuat jasmaninya.
Rohani yang dimaksud disini adalah aspek manusia selain jasmani dan akal, yaitu
manusia yang hatinya penuh iman kepada Allah.3
a) Fitrah Agama, Manusia sejak lahir mempunyai naluri atau insting yang beragama,
dan mengakui adanya dzat Allah, namun ketika dia lahir cendrung pada al-hanif,
pengetahuan yang dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Karena daya
dan fitrah ini hingga dapat membedakan antara manusia dan hewan.
mempunyai ciri khas yang disebut kebudayaan. Oleh karena itu tugas
3 Ibid.h.48
5.FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKHLAK
Segala sesuatu atau tindakan manusia yang berbeda pasti memiliki faktor-faktor yang
mempengaruhi. Untuk menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada
tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama aliran nativisme. Kedua, aliran Empirisme. Dan
ketiga aliran konvergensi.
Menurut aliran Nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan
diri seseorang adalah factor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa
kecendrungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau
kecendrungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik
1. Menurut aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor
internal, yaitu pembawaan sianak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang
dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan social. Pendapat ini terdapat
kesesuaian dengan ajaran islam.
Hal ini dapat dipahami dari ayat berikut yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.( Q.S. al-Nahl : 78). Ayat
tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu
penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara
mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.
Hal ini dapat dipahami dari ayat berikut yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.( Q.S. al-Nahl : 78). Ayat
tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu
penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara
mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.
Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam, dengan al Quran dan Sunnah Rasul
sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai metode berfikir Islami. Menurut kamus besar
bahasa indonesia akhlak berarti budi pekerti; kelakuan. Akhlak menurut Anis Matta adalah nilai
dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, kemudian tampak
dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural atau alamiah tanpa dibuat-buat,
serta refleks.
Ada beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut :
a. Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al din mengatakan bahwa akhlak adalah : sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang
dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
b. Ibrahim Anas mengatakan akhlak ialah ilmu yang objeknya membahas nilai-nilai yang
berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat disifatkan dengan baik dan buruknya.
c. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya apabila
kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut akhlakul karimah dan bila perbuatan itu
tidak baik disebut akhlaqul madzmumah.
Adapuan pengertian tasawuf menurut etimologiberasal dari kata sebagai berikut: 1. Shuffah.
Memiliki arti serambi tempat duduk.Adapun suffah sendiri berasal dari serambi Masjid Madinah
yang disediakan bagi siapapun yang belum memiliki rumah. Sehingga orang tersebut dipanggil
sebagai Ahli Suffah karena serambi Masjid Madinah menjadi tempat tinggalnya. 2. Shaf. Memiliki
arti barisan. Istilah ini cukup melekat pada tasawuf lantaran kaum sufi memiliki iman yang kuat
serta jiwa dan hati yang suci. Orang yang masuk dalam “barisan” ini senantiasa dalam barisan
terdepan dalam melakukan shalat berjamaah atau dalam peperangan. 3. Shafa dan Shuafanah.
Shafamemiliki arti bersih atau jernih. Sedangkan shufanahmemiliki arti jenis kayu yang tumbuh di
daerah Padang Pasir yang gersang. 4. Shuf. Memiliki arti bulu domba. Istilah ini pun muncul
lantaran kaum sufi sering mengenakan pakaian yang berasal dari bulu domba kasar. Hal ini juga
melambangkan mereka yang rendah hati serta tidak suka menyombongkan diri. Juga dapat
diartikan sebagai simbol usaha dalam
B. Latar Belakang Munculnya Tasawuf Bahwa munculnya tasawuf dalam Islam tidak bisa
dipisahkan dengan kelahiran Islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad SAW diutus
menjadi Rasul bagi seluruh umat manusia dan alam semesta. Hal ini dapat dilihat dari
kepribadian Muhammad yang telah berulang kali melakukan tahanuts dan khalawat di gua
Hira’ untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah dimana pada saat itu
masyarakatnya suka mabuk-mabukan dan mengutamakan keduniawiaan (hedonis), di satu
sisi. Muhammad SAW juga berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan
mensucikan noda-noda yang menghinggapi masyarakat pada masa itu, di sisi lain.
Hal ini dikuatkan oleh Abu al-Wafa bahwa karakteristik zuhud Islam pada abad I dan II H
sebagai berikut: 1. Menjaukan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash
agama, yang dilatarbelakangi oleh sosio-politik, coraknya bersifat sederhana, praktis (belum
berwujud dalam sistematika dan teori tertentu), dan tujuanya untuk meningkatkan moral; 2.
Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun
prinsip-prinsip teoritis atas kezuhudannya itu. Hal ini dapat dilihat dari mengutamakan
hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan dengan sepenuh hati, sedikit makan maupun
minum, mengakui banyak dosa, dan banyak beribadah dan mengingat Allah SWT.
C. Nilai-nilai Tasawuf dalam Perspektif Yahudi, Nasrani, Persia, Filsafat, dan Arab 1. Nilai-
nilai Tasawuf dalam Perspektif Yahudi Tasawuf atau mistisisme dalam tradisi Yahudi
dipahami sebagai jalan kebersatuan (Unio Mystica) dengan Yang Ilahi. Tak ada perbedaan
sikap antara Yahudi maupun agama-agama lainnya dalam memposisikan aspek
mistisisme.14 Oleh karenanya, mistisisme dalam Yahudi diyakini bersumber dari teks-teks
suci maupun pengalaman para nabi dan imam yang mengandung banyak pengetahuan
mistikal seperti kunjungan para malaikat membawa wahyu kenabian, mimpi-mimpi,
penglihatan waskita (vision), dan ramalan suatu peristiwa yang berada dalam jangkauan
nalar.
2. Nilai-nilai Tasawuf dalam Perspektif Nasrani Ajaran tasawuf atau sufi merupakan salah satu
ajaran yang terdapat dalam Injil, dimana agama Nasrani diyakini bahwa Isa adalah orang fakir. Di
dalam Injil dikatakan bahwa Isa berkata: “Beruntunglah kamu orangorang miskin, karena bagi
kamulah kerajaan Alah. Beruntunglah kamu orang-orang yang lapar, karena kamu akan
kenyang”. 16Ajaran ini berangkat dari unsur agama Nasrani tentang ajaran tasawuf dengan
mementingkan kehidupan zuhud dan fakir, yang dipengaruhi oleh dari rahib-rahib Nasrani
sebagaimana diungkapka Menurut Ignas Goldziher dan juga para Orientalis lainnya.
3. Nilai-nilai Tasawuf dalam Perspektif Persia Diantara kontribusi Persia terhadap peradaban
Islam, sufisme Persia dapat dikatakan merupakan salah satu yang terbesar. Telah dimaklumi
bersama bahwa sufisme dalam Islam berkembang pesat dari wilayah ini. Asumsi ini didukung
fakta konvensional bahwa, diakui atau tidak diakui, para tokoh sufi terkemuka dalam sejarah
Islam sebagian besar dari wilayah ini, sehingga karyakarya tasawwuf pun lebih banyak tersusun
melalui bahasa kawasan ini: Persia. Kajian tentang sufisme Persia memiliki urgensi yang khas.
Indonesia (nusantara) dan menjelajah waktu hingga masa kini, seperti kata Seyyed Hossein Nasr:
“Sufisme Persia mungkin bisa digambarkan sebagai sebuah pohon yang sangat besar dengan
akar-akar dan dahan-dahan yang merentang jauh dari Albania sampai Malaysia, dan
menghamparkan bayangan di tanah-tanah ini. Akan tetapi, daratan tempat asal pohon ini
tumbuh adalah tanah Persia.”20 Di bagian lain tulisannya Nasr juga menyatakan: “Tanpa
melimpah-ruahnya kemunculan orangorang bijak dan pujangga Persia, Islam tidak akan pernah
menyebar ke wilayahwilayah seperti india, asia tengah atau asia tenggara, seluas sakarang
ini.”21 Sufisme adalah salah satu karakteristik dalam sastra Persia. Di Persia Tasawuf tumbuh
subur pada abad 10 M yang nampak awal dalam karya Abū Ḥasan al-Kharqani dan Abu Yazid Al
Bustami, akan tetapi tasawuf dalam bentuk puisi dan syair mulai berkembang dan
disempurnakan pada abad 11 oleh penyair Abu Said Aba al-Khair di kota Khurasan, propinsi
bagian timur laut Iran sekarang. Tasawwuf Persia memberikan kontribusi besar dalam ranah
yang kemudian dikenal sebagai ‘irfān teoritis atau kadang disebut juga Taṣawwuf Falsafi. Para
Sufi besar Persia secara umum tidak hanya ahli suluk dan Riyaḍah, namun juga ahli sastra dan
filsafat. Dalam hal ini, Ibnu Khaldūn, sebagaimana yang dikutip oleh al-Taftazani.23Dalam
karyanya al-Muqaddimah menyimpulkan bahwa ada empat objek utama yang menjadi
perhatian para sufi filosof yang menjadi ciri khas sufisme Persia: Pertama, latihan rohaniah
dengan rasa, instusi serta intropeksi diri yang timbul darinya. Mengenai latihan rohaniah dengan
tahapan (maqam) maupun keadaan (kḥal) rohaniah serta rasa (zauq), para sufi filosof cenderung
sependapat dengan para sufi sunni, sebab masalah tersebut, menurut ibnu khaldun, merupakan
sesuatu yang tidak dapat ditolak oleh siapapun. Kedua, iluminasi atau hakikat yang tersingkap
dari alam gaib, seperti sifat-sifat rabbani, ‘arasy, kursi, malaikat, wahyu, kenabian, roh, hakikat
realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang tampak, dan susunan kosmos, terutama
tentang penciptanya serta pencipatannya.
4. Nilai-nilai Tasawuf dalam Perspektif Filsafat Biasanya tasawuf dan filsafat selalu dipandang
berlawanan. Tasawuf dan filsafat seringkali dipahami secara dikotomis, baik secaraepistemologi
maupun sisio-historis. Secara epistemologis, ilmu tasawuf dianggap sebagai sebuah disiplin ilmu
yang mengabaikan peran akal atau intelektual, dan hanya menitikberatkan pada intuisi, ilham dan
bisikan hati, meski kadang-kadang ia bertentangan dengan prinsip-prinsip rasionalitas. Sementara
itu, disiplin filsafat dianggap sebuah disiplin yang sangat patuh pada prinsip-prinsip rasionalitas.
Upaya untuk mengharmoniskan kembali hubungan tasawuf dengan filsafat telah dilakukan oleh
banyak kalangan. Contoh yang paling konkrit adalah Suhrawardi al-Maqtul (1154-1191 M) terutama
dalam karyanya Hikmah al-Isyarqi (filsafat pencerahan). Meski karya ini dinyatakan sebagai karya
filsafat iluminasionis yang menggugat dominasi aliran filsafat peripatetik, namun seperti yang
dikatakan sendiri oleh penulisnya, karya ini terdiri dari dua unsur penting: Pertama, unsur intuisi
atau lebih populer dengan mystical insight. Kedua, unsur demonstrasi ilmiah atau prinsip-prinsip
logis. Filsafat
5. Nilai-nilai Tasawuf dalam Perspektif Arab Tasawuf merupakan representasi dimensi spiritual atau
mistisisme di dalam agama Islam. Sebagai ilmu pengetahuan, tasawuf merupakan disiplin
pengetahuan yang menekankan dimensi atau aspek spiritual yang mengambil bentuk beraneka
ragam di dalamnya. Dalam konteks manusia, tasawuf menekankan aspek ruhani dibanding jasmani;
dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kemuliaan hidup di akhirat disbanding
kehidupan dunia yang fana; sedangkan bila dilihat dari sisi pemahaman keagamaan, tasawuf lebih
menekankan aspek esoterik dibanding eksoterik, penafsiran batiniah dibanding lahiriah. Tekanan
spiritualitas karena tasawuf menekankan keutamaan ‘spirit’ dibanding ‘jasad’, karenanya
menempatkan kehidupan dunia spiritual sebagai yang lebih utama dibanding kehidupan material.