Anda di halaman 1dari 4

Resume ilmu tasawuf

Disusun oleh : M.Hendriyos saputra


Jurusan HTN malam local (1C)

1. Sejarah ilmu tasawuf

Ilmu Tasawuf telah tumbuh dan berkembang sejak lama, tepatnya sejak zamannya Nabi
Muhammad Saw. Ilmu Tasawuf memiliki banyak manfaat, salah satunya dapat menjadi alat untuk
menghadapi kehidupan ini. Dengan tasawuf, orang-orang besar Islam seperti Diponegoro, Imam Bonjol,
dan Cik Di Tiro menentang penjajahan. Dengan tasawuf, Amir Abdul Kadir al-Jazairi berani melawan
Prancis.

Pada abad kedua, Tasawuf hanya terkenal di Kufah dan Bashrah. Baru pada permulaan abad ketiga,
Tasawuf mulai tumbuh dan berkembang secara luas ke kota-kota lain, bahkan hingga ke kota Baghdad.
Pada masa itu, esensi Tasawuf terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Ilmu Jiwa, Ilmu Akhlak, dan Ilmu
Metafisika atau ilmu tentang hal yang gaib .

Terkait definisi Tasawuf itu sendiri, terdapat keberagaman pendapat. Ada yang berpendapat, kata
Tasawuf diambil dari kata shafaa, artinya bersih. Ada juga yang berpendapat bahwa Tasawuf berasal dari
kata shuffah, yaitu sebuah kamar di samping masjid Rasulullah Saw. di kota Madinah yang sengaja
disediakan untuk para sahabat beliau yang miskin tapi memiliki iman kuat, di mana kebutuhan makan
minum mereka ditanggung oleh orang-orang mampu (kaya) di Madinah. Ada juga yang berpendapat, kata
Tasawuf berasal dari kata Shaff, yaitu barisan-barisan shaf dalam shalat, sebab orang-orang yang kuat
imannya dan murni kebatinannya itu biasanya shalat dengan memilih shaf pertama .

Namun, beragam pendapat tentang definisi Tasawuf di atas ternyata masih kurang tepat. Secara detail, Al-
Junaid, salah satu tokoh besar Tasawuf, mengemukakan; Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa
yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal
(instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa
nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang
yang penting (terlebih bersifat kekal), menaburkan nasihat pada sesama manusia, memegang teguh janji
dengan Allah dalam hal hakikat, dan meneladani syariat Rasulullah Saw

Seorang ahli Tasawuf (sufi) sejati, biasanya menjunjung tinggi syariat dan akan menjalankannya dengan
tidak banyak bertanya. Jika mereka bertemu dengan satu perintah atau larangan, mereka akan turuti atau
hentikan dengan perasaan ridha dan patuh. Bahkan terkadang, hadits yang dipandang dhaif (lemah) oleh
para ahli hadits pun diamalkan isinya oleh mereka dengan tidak banyak menanyakan siapa yang
merawikan.

Pada abad ketiga dan keempat, esensi utama ilmu Tasawuf adalah tentang hubungan cinta manusia
dengan Tuhan. Rabi’ah al-Adawiyah terlebih dahulu telah mengungkapkan jiwa ke-Tasawufan dengan
ajarannya yang terkenal, yaitu Hubba, cinta. Sementara itu, Ma’ruf al-Karakhi, seorang pemimpin besar
Tasawuf di Baghdad, menambah hasil peroleh jiwa dari cinta itu, yakni Thuma’ninah (ketenteraman jiwa)
karena cinta. Ketenteraman jiwa itulah yang menjadi tujuannya. Sebab, kekayaan yang sebenarnya dan
bersifat kekal itu bukanlah berupa harta benda, melainkan kekayaan hati.

Kekayaan hati hanya bisa diperoleh dengan jalan makrifat, yang kenal pada yang dicintai. Sebab, apabila
yang dicintai itu telah dikenal, maka kebahagiaan dan ketenteraman hati akan dengan mudah diperoleh.
Dengan demikian, akan tampak kecil segala urusan “kebendaan” dalam penglihatan mata-hati. Haris al-
Muhasibi pernah menjelaskan bahwa rasa cinta seorang makhluk kepada Sang Khaliq merupakan
anugerah Ilahi yang disemaikan Tuhan di dalam hati orang yang mencintainya (hal 116-117).

Melalui buku ini, Buya Hamka berupaya menyelidiki Tasawuf Islam sejak dari masa tumbuhnya,
tepatnya sejak awal Islam ditegakkan oleh Nabi Muhammad Saw. bersama para sahabat, hingga
membahas hubungan antara Tasawuf dengan Filsafat

A. syariat

yakni berisi hukum dan aturan Islam adalah hukum agama yang membentuk merujuk bagian dari
tradisi Islam. Ini berasal dari ajaran agama Islam dan didasarkan pada kitab suci Islam, khususnya Al-
Qur'an dan Hadits. Dalam bahasa Arab, istilah "syarah" mengacu pada hukum Allah SWT yang tidak
dapat diubah dan dikontraskan dengan fiqh, yang mengacu pada interpretasi ilmiah manusia.

Sebagaimana tersebut dalam Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36, bahwa sekiranya Allah (Islam) dan
Rasul- Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil
ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang
Allah dan Rasul- Nya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri
ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang
menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah SWT.

B. Tariqat

merupakan sebuah istilah yang merujuk kepada aliran-aliran dalam dunia tasawuf atau
sufisme Islam. Secara bahasa berarti "jalan" atau "metode", dan secara konseptual bermakna
"jalan kering di tengah laut" ini juga di anggap "merujuk kepada sebuah ayat dalam
Alquran": "Dan sungguh, telah Kami wahyukan pada Musa, ‘Tempuhlah perjalanan di
malam hari bersama para hamba-hamba-Ku, [dan] buatlah untuk mereka jalan kering di
tengah laut'." (Q.S. Thāhā [20]: 77).

Pemimpin sebuah tarekat biasa disebut sebagai Mursyīd (dari akar kata rasyada, yang
artinya: "penuntun"). Adapun para pengikut tarekat biasa disebut sebagai Murīd (dari
akar kata arāda, yang artinya: "yang menginginkan"), yang bermakna orang yang
menginginkan untuk mendekat kepada Tuhan; atau Sālik (dari akar kata salaka, yang
artinya "yang memasuki"), yang bermakna orang yang memasuki atau menempuh jalan
menuju Tuhan.
Metafora tarekat sebagai "jalan" harus dipahami secara khusus, sehubungan dengan
istilah syariat yang juga memiliki arti "jalan". Dalam hal ini tarekat bermakna sebagai
jalan yang khusus atau individual, yang merupakan fase kedua dari skema umum tahapan
perjalanan keagamaan: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.
Ada banyak aliran tarekat yang berkembang di dunia Islam, beberapa diantaranya lahir
dan besar di Indonesia.
C. Hakekat
Karena pada hakikatnya agama Islam adalah agama kedamaian untuk kebaikan. Agama
yang menitikberatkan pada konsep ketuhanan dan kemanusiaan bukan menjadi alat
provokatif yang merugikan. Tidak ada yang bisa menilai dengan sempurna kadar
keimanan dan hati dari seorang hamba kecuali hanya Allah SWT semata.
D. Makrifat
Secara bahasa makrifat berasal dari bahasa Arab, yaitu kata ‘arafa, ya’rifu, ‘irfan,
ma’rifah yang berarti pengetahuan atau pengenalan. Makrifat secara bahasa juga berarti
mengetahui sesuatu apa adanya atau ilmu yang tidak lagi menerima keraguan. Sedangkan
menurut istilah para sufi, makrifat secara umum diartikan sebagai melihat Tuhan dari
dekat dengan menggunakan mata hati. Penyebutan ma’rifah dalam lidah masyarakat
Indonesia dikenal dengan sebutan “makrifat”. Dalam bahasa inggris, makrifat dikenal
dengan istilah gnosis, sedangkan orang yang telah mencapai tahapan makrifat (‘arif)
dikenal dengan gnostik-mistik. Akan tetapi ma’rifah jika diteliti mempunyai pengertian
atau makna yang berbeda-beda setiap zaman ke zaman. Oleh karena itu penulis ingin
memaparkan makna ma’rifah dari zama ke zaman, yang mana pada masa Rasulullah dan
para sahabat sampai kalangan ulama salaf dan khalaf.

Anda mungkin juga menyukai