Anda di halaman 1dari 4

TAREKAT SYATTARIYAH

AKAR HISTORIS DAN AJARANNYA

tarekat ini dinisbatkan kepada syaikh umah abd allah al syaththari (890 H/1485 M), tarekat
shattariyah sesungguhnya mempunyai keterkaitan dengan tradisi transoxiania , karena terhubung
kepada abu yazid al-asyaqi yang terhubung lagi kepada abu yazid al-bustami (260 H/873 M) dan
imam ja’far al-shadiq (146 H/ 763 M). tarikat ini di kenal sebagai tarekat isyqiyyah di iran atau
tarekat bistamiyyah di turki ustmani. ABAD KE 5 tarekat ini populer diwilayah asia tengah, sebelum
akhirnya memudar dan pengaruhnya digantikan oleh tarekat naqsabandi. tarekat isyqiyyah atau
bistamiyyah ini mengalami kebangkitan lagi setelah syah abd allah al-syattar mengembangkannya di
india dan menyebutnya dengan tarekat syatariyyah. dalam konteks india sendiri tarekat ini muncul
ketika berbagai gerakan keagamaan lebih memfokuskan misinya untuk melakukan ekspansi dakwah
islam kepada kalangan non muslim. tarekat syatariyah pada periode ini lebih diarahkan pada
perjuangan untuk meningkatkan nilai moral dan spiritual melalui berbagai penyebaran berbagai
ajaran agama islam. syah abd allah sebagai pendiri tarekat syattariayh menulis sebuah kitab
berjudul lata’if al-gaibiyyah, tentang prinsip” dasar ajaran tarekat syatariyyah yang disebut dengan
cara tercepat untuk mencapai tingkat ma’rifat.

syaikh muhammad gauts (970 H/ 1563 M) merupakan khalifah paling berhasil memapankan doktrin
dan ajaran tarekat syatariyah melalui beberapa karangannya, kitab karangannya berisi pokok ajaran
dan prinsip” tarekat syattariyah seperti jawahir al-khamsah dan lain sebagainya

perkembangan tarekat di india mulai surut setelah wafatnya syaikh muhammad gauts gwaliar dan
syaikh wajih al-din al-alawi dalam periode berikutnya, pengaruh tarekat syattariyah tergantikan oleh
tarekat naqsabandiyah dan qodariyah kendati demikian ternyata syaikh wajih al-din al-alawi
menyisakan satu muridnya bernaba syayyid sibgat allah bin ruh allah jamal al barwaji(1029 H/1620
M)

dalam perkembangannya, apa yang dilakukan sayyid sibgat allah ternyata ternyata telah melahirkan
era baru bagi sejarah tarekat syattariah itu sendiri. ia menjadi contoh yang baik bagaimana interaksi
keilmuan menghasilkan pertukaran pengetahuan dan tran misi tradisi” kecil dari islam dari india.
karier keilmuan sibgat di haramayn (madinah ) rupanya tak terbendung lagi. ia aktif mengajar di
masjid nabawi dan di ribatnya sendiri. ia juga menulis sebuah kitab di bidang tasawuf,kalam dan
komentar(syarh) aatas tafsir baydawi. muridnya yang menjadi penetus tarekat sytariyah adalah
ahmad al-syinawi dan ahmad qusyasyi.

TAREKAT SYATTARIYAH DI DUNIA MELAYU-INDONESIA

Menurutal Qusyasyi, gerbang pertama bagi seseorang untuk masuk ke dunia tarekat adalah baiat
dan talqin. oleh karena itu dalam kitab ini, al qusyasyi menjelaskan secara detail tata cara baiat dan
talqin tersebut, bahkan al Qusyasyi membedakan antara tata cara baiat bai laki-laki dan,perempuan,
dan anak-anak.

Tentang talqin

Talqin merupakan langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum seseorang dibaiat menjadi
anggota tarekat dan menjalani dunia tasawuf (suluk). Namun, menurut al Qusyasyi diantara tatacara
talqin adalah calon murid terlebih dahulu menginap di tempat tertentu yang ditentukan oleh
syaikhnya selama tiga malam dalam keadaan suci.

Baiat
Setelah menjalani talqin, hal yang harus ditempuh oleh seseorang yang akan menjalani suluk adalah
baiat. Seorang murid yang telah mengikrarkan diri masuk kedalam tarekat, tidak dimungkan lagi
untuk keluar dari ikatan tarekat tersebut. Meskipun teknis dan tata cara bai’ah dalam berbagai jenis
tarekat sering kali berbeda satu sama lain tetapi umumnya terdapat tiga hal penting yang harus
dilalui oleh calon murid yang akan melakukan bai’ah yakni : talqin al uikr (mengulang dzikir dzikir
tertentu) akhu al-ahd (mengambil sumpah) dan libs al khirqah (mengenakan jubah).

Perkembangan awal tarekat syattaruyah di wilayah melayu-indonesia tidak dapat dipisahkan dari
masa kembalinya syaikh abdurrauf al-sinkili dari haramayn pada awal paruh kedua abad 17,?sekitar
th 1661M, setahun setelah guru utamanya al-qusyasyi wafat. Masa kembalinya al-sinkili dari
haramayn ini bisa dianggap sebagai awal masuknya tarekat syattariyah ke dunia melayu-indonesia.
Sejauh ini tidak ada riwayat lain yang mennyebutkan bahwa tarekat ini telah hadir sebelumnya.

AJARAN TAREKAT SYATTATIYAH

1. Hubungan Antara Tuhan dengan Alam Menurut ajaran tarekat Syattariyah, alam diciptakan oleh
Allah dari Nur Muhammad. Sebelum segala sesuatu itu diciptakan oleh Allah, alam berada di
dalam ilmu Allah yang diberi nama A’yan Tsabitah. la merupakan bayang-bayang bagi Dzat Allah.
Sesudah A’yan Tsabitah ini menjelma pada A’yan Kharijiyyah (kenyataan yang berada di luar),
maka A’yan Kharijiyyah itu merupakan bayang-bayang bagi Yang Memiliki bayang-bayang, dan ia
tiada lain daripada-Nya. Hal di atas dapat dijelaskan dengan mengambil beberapa contoh, antara
lain:

a. Pertama, perumpamaan orang yang bercermin, pada cermin tampak bahwa bagian sebelah
kanan sesungguhnya merupakan pantulan dari bagian sebelah kiri, begitu pula sebaliknya. Dan
jika orang yang bercermin itu berhadapan dengan beberapa cermin, maka di dalam cermin-
cermin itu tampak ada beberapa orang, padahal itu semua tampak sebagai pantulan dari
seorang saja.

b. Kedua, mengenai hubungan antara tangan dengan gerak tangan, sesungguhnya gerak tangan
itu bukan tangan itu sendiri tetapi ia termauk dari tangan itu juga.

c. Ketiga, tentang seseorang yang bernama Si Zaid yang memiliki ilmu mengenai huruf Arab.
Sebelum ia menuliskan huruf tersebut pada papan tulis, huruf itu tetap (tsabit) pada ilmunya.
Ilmu itu berdiri pada dzatnya dan hapus di dalam dirinya. Padahal hakikat huruf Arab itu
bukanlah hakikat Si Zaid (meskipun huruf-huruf itu berada di dalam ilmunya), yang huruf
tetaplah sebagai huruf dan Zaid tetap sebagai Zaid. Sesuai dengan dalil Fa al-kullu Huwa al-
Haqq, artinya ‘Adanya segala sesuatu itu tiada lain kecuali sebagai manifestasi-Nya Yang Maha
Benar’.

2. Dzikir dalam Tarekat Syattariyah

a. Aturan-aturan berdzikir Perkembangan mistik tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan


suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan Allah SWT di dalam hati, tetapi tidak
harus melalui tahap fana’. Penganut Tarekat Syattariyah percaya bahwa jalan menuju Allah itu
sebanyak gerak napas makhluk. Akan tetapi, jalan yang paling utama menurut tarekat ini
adalah jalan yang ditempuh oleh kaum Akhyar, Abrar, dan Syattar. Seorang salik sebelum
sampai pada tingkatan Syattar, terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat
Akhyar (orang-orang terpilih) dan Abrar (orang-orang terbaik) serta menguasai rahasia-rahasia
dzikir. Untuk itu ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu
taubat, zuhud, tawakkal, qana’ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridla, dzikir, dan musyahadah.
b. Tingkatan dzikir Pelaksanaan dzikir bagi penganut tarekat Syattariyah dibagi menjadi tiga
tataran, yaitu: mubtadi (tingkat permulaan), mutawasitah (tingkat menengah), dan muntahi
(tingkat terakhir). Tataran ini dapat dicapai oleh seseorang yang mampu mengumpulkan dua
makrifat, yaitu ma’rifat tanziyyah dan ma’rifat tasybiyyah. Ma’rifat tanziyyah adalah ‘suatu
iktikad bahwa Allah tidak dapat diserupakan dengan sesuatu apapun’. Pada makrifat ini segala
sesuatu dilihat dari segi batiniah/hakikatnya. Sedangkan ma’rifat tasybiyyah adalah
‘mengetahui dan mengiktikadkan bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar’, dalam
makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi lahiriahnya.

c. Macam-macam dzikir Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai
tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam
nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali
dan sampai ke Allah dapat selamat dengan mengendalikan tujuh nafsu itu. Ketujuh macam
dzikir itu sebagai berikut:

1) Dzikir Thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu
kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu
kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari
yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.

2) Dzikir Nafi Itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih mengeraskan suara
nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang diucapkan seperti memasukkan
suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.

3) Dzikir Itsbat Faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan ke
dalam hati sanubari.

4) Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah
dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.

5) Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari dalam dada dan Hu
dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar
pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Illahi.

6) Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan
Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar seorang salik senantiasa
memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Illahi.

7) Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan
kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman rasa.
Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat al-
Mukminun ayat 17: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu semua
tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami
(terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)”. Adapun ketujuh macam nafsu yang harus
ditunggangi tersebut, sebagai berikut:

1) Nafsu Ammarah, letaknya di dada sebelah kiri. Nafsu ini memiliki sifat-sifat senang
berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong, pemarah, dan
gelap, tidak mengetahui Tuhannya.

2) Nafsu Lawwamah, letaknya dua jari di bawah susu kiri. Sifat-sifat nafsu ini: enggan,
acuh, pamer, ‘ujub, ghibah, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
3) Nafsu Mulhimah, letaknya dua jari dari tengah dada ke arah susu kanan. Sifat-
sifatnya: dermawan, sederhana, qana’ah, belas kasih, lemah lembut, tawadlu, tobat,
sabar, dan tahan menghadapi segala kesulitan.

4) Nafsu Muthmainnah, letaknya dua jari dari tengah-tengah dada ke arah susu kiri.
Sifat-sifatnya: senang bersedekah, tawakkal, senang ibadah, syukur, ridla, dan takut
kepada Allah SWT.

5) Nafsu Radhiyah, letaknya di seluruh jasad. Sifat-sifatnya: zuhud, wara’, riyadlah, dan
menepati janji. 6) Nafsu Mardliyah, letaknya dua jari ke tengah dada. Sifat-sifatnya:
berakhlak mulia, bersih dari segala dosa, rela menghilangkan kegelapan makhluk.

7) Nafsu Kamilah, letaknya di kedalaman dada yang paling dalam. Sifat-sifatnya: Ilmul
yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin. Khusus dzikir dengan nama-nama Allah (al-
asma’ al-husna), tarekat ini membagi dzikir jenis ini ke dalam tiga kelompok.

1) Menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya,


seperti al-Qahhar, al-Jabbar, al-Mutakabbir, dan lain-lain.

2) Menyebut nama Allah SWT yang berhubungan dengan keindahan-Nya seperti,


al-Malik, al-Quddus, al-’Alim, dan lain-lain.

3) Menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat
tersebut, seperti al-Mu’min, al-Muhaimin, dan lain-lain. Ketiga jenis dzikir
tersebut harus dilakukan secara berurutan, sesuai urutan yang disebutkan di
atas. Dzikir ini dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang, sampai hati
menjadi bersih dan semakin teguh dalam berdzikir. Jika hati telah mencapai
tahap seperti itu, ia akan dapat merasakan realitas segala sesuatu, baik yang
bersifat jasmani maupun ruhani.

d. Syarat-syarat berdzikir Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk dapat


menjalani dzikir di dalam Tarekat Syattariyah adalah: makanan yang dimakan haruslah berasal
dari jalan yang halal; selalu berkata benar; rendah hati; sedikit makan dan sedikit bicara; setia
terhadap guru atau syekhnya; kosentrasi hanya kepada Allah SWT; selalu berpuasa;
memisahkan diri dari kehidupan ramai; berdiam diri di suatu ruangan yang gelap tetapi bersih;
menundukkan ego dengan penuh kerelaan kepada disiplin dan penyiksaan diri; menjaga mata,
telinga, dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium segala sesuatu yang haram;
membersihkan hati dari rasa dendam, cemburu, dan bangga diri; mematuhi aturan-aturan
yang terlarang bagi orang yang sedang melakukan ibadah haji, seperti berhias dan memakai
pakaian berjahit.

Anda mungkin juga menyukai