Anda di halaman 1dari 173

DOKTOR MUSTHOFA DIIB AL BAGHO

Doktor di bidang Syari’ah (hukum) Islam.

AT TADZHIIB
Fii Adillati
MATNI AL GHOYAH WAT TAQRIIB

Yang terkenal dengan nama:

MATNU ABI SUJAK


Fil Fiqhi As-Syafi’ie

Alih bahasa oleh:

Drs. H. K U S N A N A.

1
PRAKATA PENERJEMAH

‫بسم اللـه الرمحن الرحيم‬


Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, sholawat serta salam semoga
terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. termasuk keluarga
beserta para sahabat beliau.

Remaja Masjid Da’watul Khoirot Sumbersari Malang mendesak saya


untuk membina mereka di bidang keagamaan khususnya dan
kemasyarakatan Islam pada umumnya. Saya memilih salah kitab ad
Tadzhiib sebagai bahan kajian utama, karena saya pandang kitab ini cukup
lengkap padat dan disertai dengan dalil-dalil dari al Qur’an, as Sunnah dan
beberapa syarah dari ahlinya.

Setelah berjalan beberapa kali pertemuan, maka terlintas di benak saya


untuk menerjemahkan kitab ini agar dimanfaatkan oleh lebih banyak
kalangan ummat Islam terutama generasi mudanya.

Penerjemahan ini secara keseluruhan berbahasa Indonesia, keculi istilah


fiqih yang baku tetap saya tampilkan dalam bahasa aselinya agar ummat
Islam terbiasa dengan istilah-istilah fiqih yang berlaku umum. Di samping
itu juga tetap saya tampilkan teks aselinya terhadap bacaan atau do’a yang
dipergunakan sehari-hari disertai dengan terjemahnya. Pada kitab aselinya
catatan kaki dibuat perhalaman, sedang dalam terjemahan ini catatan kaki
saya buat per-bab (kitab) dengan satu urutan nomor catatan kaki dengan
tetap memperhatikan urutan catatan kaki kitab aselinya, sehingga mudah
untuk mencocokkan kembali kepada kitab aselinya.

Saya menyadari sepenuhnya, bahwa penerjemahan ini masih jauh dari


sempurna, oleh karena itu kepada semua pemerhati saya mohon kiranya
berkenan memberikan kritik dan saran demi sempurnanya tulisan ini, dan
atas perkenannya saya ucapkan terima kasih.
Semoga usaha ini mendapatkan ridlo dari Allah swt. Aamiin.

Malang, 10 Januari 2006/10 Dzulhijjah 1427.

Drs. H. Kusnan A.

2
‫بسم اللـه الرمحن الرحيم‬

Segala puji bagi Allah yang Maha Essa. Allah berfirman dalam kitab-Nya:
Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi semuanya ke medan
persang, menagapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan dari mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama?
(at Taubah: 122).

Sholawat dan salam terlimpah kepada orang yang tiada Nabi sesudahnya
(Muhammad saw.) yang bersabda: Barang siapa yang dikehendaki oleh
Allah menjadi orang baik, niscaya akan diberikan faqih (kefahaman)
dalam hal agama. Muttafaq alaihi (disepakati oleh al Bukhary dan
Muslim). Dan semoga terlimpah kepada seluruh keluarga dan para sahabat
beliau, serta kepada siapapun mereka yang mengikuti dengan baik. Maka
akan diverikan kefahaman dalam soal agama oleh Allah, maka dia akan
mengerti dan mengajarkannya.

Waba’du (selanjutnya): Sesungguhnya kitab Matni al Ghoyah wat Taqriib


adalah diantara kitab fiqih as Syafi’ie yang baik penampilan maupun isi
kandungannya, dalam ukuran kecil sungguh mengandung seluruh bab
tentang fiqih yang penting hukumnya dan permasalahannya dalam
peribadatan, mu’amalat (kehidupan sehari-hari) dan lain-lain. Serta
menggunakan gaya bahasa yang mudah, serta susunan kalimat serta tata
bahasa yang baik, sangat istimewa dalam hal pembagian topik-topiknya.
Memudahkan bagi orang yang berusaha memahami agama Allah
(tafaqquh fiddiin) untuk menguasai serta mengungkapkannya kembali.

Keistimewaan kitab ini, mendapatkan sambutan yang luas, karena anda


akan mendapati pertemuan antara pencari ilmu dan ulama’, baik ulama’
kuno maupun modern, mereka terangsang untuk menelaah, mempelajari,
memahami, menguasai, menjelaskan dan mensyarahnya (meperluas
pembahasan).

Ketika ikhtisar yang ringkas ini mengedepankan hukum fiqih tanpa


adanya pertentangan pada dalil-dalinya (dasar hukumnya), dan pencari
ilmu zaman ini jiwanya kering dari pengambilan hukum syara’ yang
diperkuat dengan dalil-dalinya. Dan saya berharap untuk menjadi pelayan
Agama Allah untuk memajukan pemuda-pemuda muslim yang berbudaya
tinggi. Dan setiap seorang faqih berarti dia adalah menguasai ilmu fiqih.
Kitab ini dicintai oleh banyak orang dilengkapi dengan dalil-dalil yang
mampu membuat mereka terbuka mata hatinya terhadap agama mereka,

3
menambah yakin terhadap kebenaran syari’at mereka, memperkuat aqidah
mereka, membuat tumakninah (tenang) dalam ibadah mereka, istiqomah
(tekun) untuk menyebarluaskan serta mengamalkannya.

Keutamaan yang diberikan oleh Allah kepadaku teramat besar, ketika


Allah memberikan taufiq kepadaku untuk melakukan amal perbuatan ini,
setelah saya bermusyawarah dengan para guru-guru saya yang mulya, di
bidang fiqih khususnya dan syari’at Islam pada umumnya, dan mereka
memberikan motivasi, dan memberikan harapan serta keberanian
kepadaku untuk melakukannya.

Perbuatan saya terbatas pada memberikan dalil-dalil naqli (dalil dari al


Qur’an atau as Sunnah), terambil dari kitab-kitab hadits, atsarus sahabat
(perbuatan sahabat Nabi), sedikit sekali saya mengemukakan komentar
berdasarkan akal atau qiyash (analogi), kecuali hanya sesekali waktu saja.
Dan pada umumnya saya mengambil dalil-dalil dari kitab-kitab Madzhab,
kecuali apabila saya mendapati dalil yang lebih kuat dan lebih jelas, maka
saya menggantikan dengannya dan menjelaskannya.

Saya berusaha dalam diri saya, bahwa dalam pengambilan dalil-dalil


mnerujuk kepada sumber-sumber yang aseli, selama memungkinkan dan
khusus kitab-kitab hadits, untuk saya ambil ketentuan hukum dari
padanya. Dan saya berusaha menuliskan nomor hadits yang bersilisilah
apabila saya dapatkan, atau halaman serta juz di mana hadits tersbut
terdapat. Jarang sekali saya berpegang kepada sumber yang lain dalam
mentakhrij (memilih) hadits. Adapun ayat-ayat al Qur’an, maka saya
jelaskan nomor serta nama suratnya, kemudian memperjelas ketentuan
yang ada dalilnya dengan memberikan komentar terhadadap lafadh yang
ghorib (asing), untuk mempermudah pemehamannya, serta memperjelas
arah dari pada dalilil dimaksud. Dalam hal ini kadang-kadang saya
mengemukakan komentar terhadap lafadh dari matan (naskah), atau
menjelaskan sebagian ta’rif (definisi/formula) apabila diperlukan, tetapi
hal itu tidak secara terus menerus, oleh karena saya tidak bermaksud
mensyarah (mengomentari) kitab ini, hanya sekedar untuk memperkaya
pensyarahan.

Apabila saya jumpai pendapat yang dloif (lemah) dalam matan ini, maka
saya menjelaskan mana yang lebih shohih (benar dan lebih kuat
berdasarkan petunjuk kitab Madzhab yang terkenal. Sesekali waktu saya
juga mewmberikan isyarat kepada sumber sebagai rujukan

Saya menempatkan teks aselinya di lembaran bagian atas, dan


menempatkan hasil pekerjaan saya dalam catatan kakai yang bernomor di

4
halaman bagian bawah, dan saya namai dengan: At Tadzhiib fii adillati
matni al Ghoyatuh wat Taqriib.

Semoga Allah Ta’ala berkenan menjadikan amalanku ini ikhlas semata-


mata kerena-Nya, dan diterima sebagai amal jariyah bagiku dan anak-
anakku dan bagi siapa saja yang memiliki hubungan erat denganku,
sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu dan pantas untuk
dikabulkan.

Musthofa Diib al Baghoo.

Malam Ahad: 21 Muharom 1398 H/ 1Januari 1978.

5
‫بسم اللـه الرمحن الرحيم‬

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga Allah memberikan
rahmat kepada penghulu kami Nabi Muhammad saw. dan kepada seluruh
keluarga beliau yang suci, dan kepada selururuh sahabat beliau.

Al Qodly Abu Syujak Ahmad bin al Husain bin Ahmad al Ashfahaany


rohimahullaah Ta’alaa berkata: Sebagian teman-temanku semoga mereka
dijaga oleh Allah Ta’alaa meminta kepadaku agar aku membuat ikhtisar
tentang fiqih berdasarkan madzhab Imam As Syafi’ie rohimahullahu
Ta’alaa waridlwaanuhu (semoga dirahmati dan diridloi oleh Allah
Ta’alaa), dalam suatu ikhtisar yang singkat dan padat, untuk
mempermudah bagi penuntut ilmu untuk mempelajarinya, dan untuk
mempermudah bagi pemula untuk menghafalnya. Dan memperbanyak
permasalahan yang sangat dibutuhkan oleh orang banyak. Maka
permintaan tersebut saya penuhi sekaligus untuk mengharapkan pahala,
serta mengharapkan taufiq dari Allah untuk memncapai kebenaran,
sesungguhnya Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Dia Maha
lemah lembut serta Maha mengetahui.

6
KITAB THOHAROH (BERSUCI)

Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci ada tujuh macam: air hujan,
air laut, air sungai, air sumur, air dari mata air, air es dan air dingin (1)

Kemudian air itu terbagi menjadi empat kategori: (a). air yang suci dan
mensucikan tidak makruh, disebut dengan: air mutlak (aseli) (2)(b). air
yang suci dan mensucikan tetapi makruh, yakni air yang terjemur di panas
matahari(3), (c). air yang suci tetapi tidak mensucikan, yakni air bekas

)1( Kiranya dapat dinyatakan secara ringkas: Orang bisa bersuci menggunakan air yang keluar dari
bumi, atau yang turun dari langit. Dan sebagai dasar diperbolehkannya bersuci dengan air tersebut
adalah ayat-ayat al Qur’an, di antaranya: Firman Allah Ta’alaa: “Dia yang menurunkan air dari langit
kepadamu, agar kamu bersuci dengannya”. (al Anfaal: 11). Dan banyak hadits, antara lain: hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairoh ra. ia berkata: Ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw.
dengan ucapannya: Wahai Rasulallah, kami naik sebuah perahu di lautan, dan kami hanya membawa
sedikit air. Apabila kami berwudlu menggunakan air tersebut, maka kami akan kehausan. Apakah boleh
kami berwudlu menggunakan air laut? Maka Rasulullah saw. menjawab: “Laut itu suci airnya dan halal
bangkainya”, diriwayatakn oleh lima perowi. At Tirmidzy menyatakan: Hadits ini Hasan. (Halal
bangkainya: artinya dapat dimakan apa yang mati dilautan, baik berupa ikan dan sejenisnya, tanpa
disembelih secara syar’ie).
)2( Dasar tentang kesucian air mutlak adalah hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (217) dan

lainnya, dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Ada seorang Arab gunung berdiri dan kencing didalam masjid,
maka orang sama berdiri untuk memarahinya/mencelanya, maka Nabi saw. bersabda: “Biarkanlah dia,
dan tuangkan seember air di atas bekas temapt kencingnya. Sesungguhnya kalian diutus agar
mempermudah bukan diutus untuk mempersulit”.
)3( Dipanaskan dalam bejana terbuat dari logam di terik panas matahari. Kemakruhannya berdasarkan

suatu pendapat bahwa hal itu menyebabkan penyakit lepra atau lebih berat dari itu, dan tidak
dimakruhkan keculai apabila dipergunakan untuk membersihkan badan, karena tetesan panasnya
bagikan pengikat.

7
dipakai untuk bersuci (4) atau air yang sudah berobah sifatnya karena
bercampur dengan zat suci lainnya(5),

(d) air najis, yakni air yang di dalamnya terdapat najis, di mana air
tersebut volumenya kurang dari dua qullah (6), atau dua qullah tetapi air
tersebut berubah sifatnya. (7) Yang dimaksud dengan dua qullah ialah
kurang lebih sebanyak 500 rithil Bagdad.) (8)

)4( Untuk menghilangkan hadats, dan sebagai dasar bahwa air tersebut masih suci adalah hadits yang
diriwayatkan oleh al Bukhary (191) dan Muslim (1616) dari Jabir bin Abdullah ra. ia berkata:
“Rasulullah saw. datang mengunjungi saya, sedangkan saya dalam keadaan sakit tidak sadarkan diri,
maka beliau berwudlu dan menuangkan air bekas wudlu beliau”. Kalu air tersebut tidak suci, tentu tidak
mungkin disiramkan kepadanya. Adapun dasar yang menyatakan, bahwa air tersebut tidak mensucikan,
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (283) dan lainnya, dari Abi Hurairaoh ra. bahwasanya
Nabi saw. bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu mandi di air yang menggenang (tidak
mengalir), padahal dia dalam keadaan junub. Mereka bertanya: Wahai Abu Hurairaoh: Bagaimana cara
mandinya? Ia menjawab: Mengambil air menggunakan gayung. Faedah hadits tersebut: bahwa mandi di
dalam air tersebut menghilangkan kesuciannya, bila tidak demikian, maka tidak mungkin beliau
melarangnya. Hal ini mengandung pengertian, bahwa air tersebut hanya sedikit. Hukum berwudlu sama
dengan hukum mandi, oleh karena maksudnya sama, yakni menghilangkan hadats.
)5( Sesuatu yang suci yang biasanya air bisa berobah karenanya, dan tidak mungkin untuk dipishkan

kembali sesudah tercampur, seperti: minyak wangi, garam dan sebagainya. Keberadaannya menjadi
tidak mensucikan, karena sudah dinamakan air dalam keadaan itu.
)6( Lima ahli perowi hadits meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra. ia berkata: Saya mendengar

Rasulullah saw. , ketika beliau ditanya tentang air yang berada di tanah lapang, dan yang sering di
datangi oleh hewan buas (minum dll)? Maka beliau bersabda: “Apabila air tersebut ada dua qullah,
maka tidak menjadikan air tersebut najis”. Berdasarkan hadits lafadh dari Abu Dawud (65): Maka
sesungguhnya hal itu tidak membuat menjadi najis. Maksud dari hadits di atas: bahwa apabila air
tersebut kurang dari dua qullah, maka manjadi najis sekalipun sifatnya tidak berubah. Yang
menunjukkan pemahaman tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (278) dari Abu
Hurairoh ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda: “Apabila seseorang dari kamu bangun dari tidurnya,
maka janganlah langusng memasukkan tangannya ke dalam bejana yang berisi air sebelum dibersihkan
terlebih dahulu, oleh karena dia tidak tahu di mana tangannya ketika dia tertidur”. Beliau melarang
orang yang bangun dari tidur untuk memasukkan tangan ke dalam bejana karena dikhawatirkan
tangannya terkena najis yang tidak terlihat secara jelas. Dan dimaklumi bahwa najis yang tidak tampak
tidak akan merubah sifat air. Apabila tidak karena menajiskan disebabkan bertemunya tangan dengan
air, mengapa beliau melarangnya berbuat demikian.
)7( Dasarnya adalah Ijmak (kesepakatan) ulama. Dalam kitab al Majmuk Ibnul Mundzir menyatakan:

Ulama sepakat bahwa air sedikit atau banyak, apabila kejatuhan najis kemudian berubah rasa atau warna
atau baunya, maka air tersebut menjadi najis. Adapun hadits yang menyatakan bahwa: “Air suci tidak
bisa menjadi najis oleh sebab sesuatu zat, kecuali apabila berubah rasa atau baunya”, adalah hadits dloif
sanadnya> An Nawawi berbicara tentang hali itu: Tidak sah berhujjah menggunakan hadits tersebut. Ia
juga menyatakan: Imam As Syafi’ie menukil tentang kedloifan hadits tersebut dari ahli ilmu hadits (al
Majmuk: 1/160).
)8( Yakni kira-kira sama dengan 190 liter, atau sama dengan vule bejana kubus yang sisi-sisinya 58 cm.

(dibulatkan 60 cm).

8
(Fasal): Kulit bangkai hewan dapat disucikan dengan cara disamak,
(9)
kecuali kulit anjing dan babi (10), dan hewan hasil peranakan dari
keduanya atau salah satunya. Tulang bangkai dan rambut bangkai adalah
najis, kecuali tulang dan rambut manusia. (11)
(Fasal): Tidak diperbolehkan mempergunakan bejana yang terbuat dari
emas dan perak (12), dan diperbolehkan mempergunakan bejana yang
dibuat dari bahan dari keduanya. (13)
(Fasal): Bersiwak (membersihkan mulut atau gigi) merupakan perbuatan
yang disukai di setiap saat, (14) kecuali sesudah saat tergelencirnya
matahari bagi orang yang sedang berpuasa. Ada tiga waktu yang sangat
dianjurkan bersiwa, yaitu: (a) ketika bau mulut berubah tidak enak
disebabkan al azmu (lama tidak berbicara) dan sebagainya, (15) (b) ketika

)9( Diriwayatkan oleh Muslim (306) dari Abdullah bin Abbas ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah
saw. bersabda: “Kulit bangkai apabila disamak, maka menjadi suci”. Penyamakan berfungsi
menghilangkan cairan yang bisa merusak kulit bila didiamkan. Dan apabila sudah disamak kemudian
terkena air, maka bakterinya pembusuk tidak akan kembali lagi.
)10( Oleh karena kedua hewan tersebut najis sejak masih hidup, maka bagian organ tubuhnya tidak dapat

disucikan lagi setelah menjadi bangkai adalah lebih tepat.


)11( Berdasarkan firman Allah: Diharamkan bagi kami bangkai (al Maidah: 3). Yang dinamakan

bangkai adalah semua hewan yang hilang nyawanya tanpa disembelih menurut syara’. Berdasarkan
firman Allah: Diharamkan bagi kami bangkai (al Maidah: 3). Yang dinamakan bangkai adalah semua
hewan yang hilang nyawanya tanpa disembelih menurut syara’. Termasuk dalam kategori ini ialah
hewan tidak halal dimakan dagingnya sekalipun sudah disembelih, seperti himar piaraan atau hewan
yang halal dimakan dagingnya tetapi penyembelihannya tidak memenuhi syarat syar’ie, seperti hasil
sembelihan orang yang murtad, selama orang tidak dalam keadaan dlarurat. Menurut As Syafi’ie:
Keharaman bangkai sebagai dasar hukum kenajisannya. Oleh karena haram karena bukan berbahaya
atau karena pengormatan (pemulyaan) sebagai dalil (dasar) kenajisannya, dan kenajisannya meliputi
seluruh bagian dari organ tubuhnya. Adapun bangkai manusia tidak najis hukumnya, demikian pula
bagian dari organ tubuh bangkai manusia, berdasarkan firman Allah: “Dan sungguh kami telah
memulyakan anak keturunan Adam” (al Isrok: 70). Ayat ini menghilangkan menolak pendapat yang
menyatakan bahwa manusia menjadi najis sesudah mati. Dan menunjukkan bahwa haram hukumnya
memakan daging bangkai manusia, karena kemulyaannya.
)12( Diriwayatkan oleh al Bukhary (5110) dan Muslim (2067) dari Hudzaifah ibnul Yaman ra. ia

berkata: saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Jangan kalian memakai pakain dari bahan sutera
dan sutera tinggi, dan jangan minum menggunakan bejana yang terbuat dari emas atau perak, dan jangan
makan menggunakan piring terbuat dari emas atau perak, oleh karena bejana emas dan perak itu bagi
mereka didunai, dan bagi kita di akhirat nanti”. Keharaman tersebut mencakup kaum lelaki dan wanita.
)13( Suci, oleh karena pada dasarnya segala sesuatu itu mubah (diperbolehkan) kecuali apabila ada dalil

yang mengharamkannya.
)14( Diriwayatkan oleh an Nasaie (101/1) dan lainnya dari A’isyah ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda:

“Bersiwak itu mensucikan (membersihkan) mulut, dan diridloi oleh Tuhan”, dan diriwayatkan oleh al
Bukhary muallaq. Siwak adalah alat yang dimasukkan ke dalam mulut untuk menggosok gigi, dan
mutlak untuk dilakukan. Disunnatkan menggunakan semua benda keras yang mampu menghilangkan
kotoran pada gigi, atau ranting kayu arok sebagaimana yang telah dikenal untuk sebagi siwak dan itu
lebih afdlol.
)15( Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1795) dan Muslim (1151) dari Abu
Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Sungguh al khuluf (bau yang tidak sedap) dari mulut
orang yang sedang berpuasa itu di sisi Allah lebih harum dibandingkan dengan bau minyak wangi. Dan

9
bangun dari tidur, (16) (c) ketika akan melaksanakan sholat.(17) dan (d)
ketika berdiri akan sholat. (18)

(Fasal): Fardlunya (rukunnya) wudlu ada enam: Niyat ketika membasuh


muka, membasuh muka, membasuh kedua belah tangan sampai dengan
siku-siku, mengusap sebagian kepala, membasuh kedua belah kaki sampai
dengan kedua matakaki, dan tertib sebagaimana urutan penyebutan di
atas(19). Dan sunnatnya berwudlu ada sepuluh macam: membaca tasmiyah

pada umumnya bau tersebut muncul sesudah tergelincirnya matahari, dan bersiwak berarti
menghilangkan bau tak sedap tersebut, dan yang demikian itu hukumnya makruh.
)16( Al azmu (tidak bicara): berdiam diri cukup lama, atau meninggalkan makan. Pengertian dan

lainnya: seperti mengalami bau mulut yang tidak disukai.


)17( Hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (242) dan Muslim (255) dan lainnya dari Hudzaifah ra. ia

berkata: “Rasulullah saw. apabila akan melaksanakan sholat malam, beliau memasukkan siwak ke
dalam mulut beliau”. Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud (57) dan lainnya dari A’isyah ra.:
“Bahwasanya Nabi saw. beliau tidak tidur baik siang atau malam, lalu beliau bangun, kecuali beliau
bersiwak sebelum berwudlu”.
)18( Demikian pula ketika beliau berwudlu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary

(847) dan Muslim (252) dan lainnya dari Abi Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “ Seandainya
tidak akan memberatkan bagi ummatku niscaya saya perintahkan mereka untuk bersiwa setiap kali akan
sholat”. Dalam riwayat Ahmad (325/6): “Niscaya saya perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali
berwudlu”. Perintah ini mengandung hukum sunnat muakkad.

)19( Asal usul disyari’atkannya berwudlu serta keterangan difardlukannya berwudlu: firman
Allah: “Wahai orang-orang yang berimanapabila kalian hendak mendirikan sholat maka
basuhlah muka kamu dan tangan kamu sampai dengan siku-siku dan usaplah pada bagian
kepalamu dan basuhlah kedua kakimu sampai dengan dua matakaki” (al Maidah: 6). Siku-siku
dan matakaki termasuk wajib dibasuh, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
(246) dari Abi Hurairoh ra. bahwasanya ketika dia berwudlu, dia membasuh mukanya dengan
sempurna, lalu membasuh tangannya yang kanan termasuk lengan bagian atas, lalu tangannya
yang kiri termasuk lengan bagian atas, lalu dia mengusap kepalanya, lalu dia membasuh kaki
kanannya termasuk betis, lalu membasuh kaki kirinya termasuk betis, kemudian dia berkata:
Demikianlah saya melihat Rasulullah saw. berwudlu. Pengertian “bi ru-usikum” artinya
cukup bila hanya sebagian dari kepala saja, dasarnya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
(274) dan lainnya dari al Mughiroh ra., bahwasanya Nabi saw. berwudlu mengusap pada
bagian ubun-ubun beliau dan di atas surban beliau. Ubun-ubun adalah bagian depan kepala,
dan merupakan sebagian dari kepala, dan mencukupkan hanya mengusap pada ubun-ubun
menjadi dasar hukum bahwa membasuh sebagian dari kepala hukumnya fardlu, dibagian
kepala yang mana saja. Dasar yang menunjukkan wajibnya berniyat di awal ketika berwudlu,
dan di mana saja dituntut adanya niyat adalah hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1)
dan Muslim (1907) dari Unar Ibnul Khothob ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Sesungguhnya yang dianggap sebagai amal ibadah adalah yang disertai dengan
niyat”, artinya tidak dihitung sebagai amalan menurut syara’ kecuali apabila disertai dengan
niyat. Dasar tentang difardlukannya tertib adalah perbuatan Nabi saw. yang terdapat dalam
hadits yang shohih, antara lain hadita Abu Hurairoh ra. di atas. As Syafiie berkata di dalam
kitab al Majmuk: sebagian golongan kami berhujjah dari perbuatan Nabi saw. dengan hadits-
hadits shohih, dan terinci dari sejumlah sahabat Nabi saw. tentang tatacara berwudlu Nabi
saw. Mereka secara keseluruhan mencirikan dengan tertib, dengan banyaknya sahabat dan

10
atau basmalah (Bismillaahir Rohmaanir Rohiim) (20), membasuh dua
telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam bejana, berkumur,
istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya
kembali), mengusap kepala secara keseluruhan (21), mengusap dua telinga
bagian luar maupun dalam dengan air yang baru (22), membasahi sela-sela
janggot yang tebal (23), membersihkan sela-sela jari dua tangan beliau
(takhlil) dan jari-jari kaki (24), mendahulukan anggota wudlu sebelah kanan

banyaknyapula negeri yang mengbetahui tentang hal itu, serta banyakan perbedaan tentang
tatacara Nabi saw. berwudlu tentang satu atau dua atau tiga kali dalam membasuh/mengusap,
tetapi tidak ada penjelasan yang bahwa Nabi berwudlu tidak secara tertib. Perbuatan Nabi saw.
sebagai penjelasan tentang bagaimana berwudlu yang diperintahkannya. Apabila orang dalam
berwudlu diperbolehkan meninggalkan tertib, niscaya di suatu kesempatan beliau berwudlu
tidak tertib, sebagai dasar bahwa boleh berwudlu dengan tidak tertib, sebagai beliau
meninggalkan pengulangan dalam membasuh di sesekali waktu (Juz I/484).
)20( Hadits diriwayatkan oleh an Nasaie (61/1) dangan sanad yang bagus, dari Annas ra. ia

berkata: Sebagian sahabat Nabi saw. mencari air untuk berwudlu, tetapi mereka tidak
mendapatkan air, maka Nabi saw. bersabda: “Apaqkah di antara kalian ada yang memiliki
persediaan air?”. Maka beliau di beri air oleh seorang sahabat. Maka beliau meletakkan tangan
beliau ke dalam bejana berisi air, lalu beliau bersabda: “Berwudlulah kalian semua dengan
membaca basmalah”. Maksudnya dengan mengucapkan Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Saya
menyaksikan bahwa air memancar dari sela-sela jari-jari beliau, sampai yang berwudlu
mencapai kurang labih 70 orang.
)21( Dasar hukum dari emapt macam sunnat di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh al

Bukhary (173) dan Muslim (235) dari Abdullah bin Zaid ra. dia ditanya tentang tatacara
berwudlunya Rasulullah saw. , maka dia meminta seember air, kemudian dia berwudlu untuk
memberikan contoh kepada mereka seperti cara wudlu Nabi saw. Dia mengalirkan air di
tangannya dari ember, lalu dia membasuh tangannya tiga kali, lalu dia memasukkan tangannya
ke dalam ember lalu dia berkumur dan istinsyaq dan istinstsar (mengeluarkan air dari hidung)
dengan tiga gayung menggunakan tangan, lalu memasukkan tangannya lalu dia membasuh
muka tiga kali, lalu membasuh dua tangannya dua kali sampai dengan siku-siku, lalu
memasukkan tangannya dan mengusap kepalanya, dimulai dari muka ke belakang kemudian
kembali dari belakang ke muka sat kali, lalu membasuh dua kakinya sampai dengan dua
matakaki.
)22( Hadits diriwayatkan oleh at Tirmidzy dan dinyatakan shohih (36) dari Ibnu Abbas ra.

bahwasanya Nabi saw. mengusap pada bagian kepala beliau, dan telinga beliau bagian luar dan
dalam. Dan berdasarkan hadits an Nasaie (74/1): Beliau mengusap kepala dan telinga beliau,
bagian dlam menggunakan jari telunjuk sedangkan bagian luar menggunakan ibu jari beliau.
Dan diriwayatkan oleh al Hakim (151) dari Abdullah bin Zaid ra. tentang tatacara
berwudlunya Nabi saw.: “Bahwa beliau berwudlu, mengusap dua telinga beliau dengan air
bukan air yang dipergunakan untuk mengusap kepala beliau. Al Hafidh adz Dahbie
menyatakan: hadits tersebut shohih.
)23( Hadits riwayat Abu Dawud dari Annas ra. bahwasanya Nabi saw. apabila berwudlu, beliau

mengambil air sepenuh telapak tangan beliau, lalu memasukkannya ke bawah rahang bawah
lalu membasahi janggot beliau dengan tangan (takhlil), beliau bersabda: Demikian Tuhanku
memerintahkan aku”.
)24( Hadits dari Laqith bin Shobroh ia berkata: saya berkata kepada Rasulullah saw.:

beritahukanlah kepadaku tentang tatacara berwudlu? Beliau menjawab: “Sempurnakanlah


olehmu dalam berwudlu (baik fardlu dan sunnatnya), dan bersihkanlah sela-sela jari-jarimu,
dan sempurnakanlah dalam beristinsyaq, keculai bila anda dalam keadaan berpuasa”,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (142) dan dishohihkan oleh at Tirmidzy (38) dan lainnya.

11
dari yang sebelh kiri (25), bersuci/membasuh anggota wudlu tigakali
tigakali (26), dan muwalat (berturut-turut/kontinyu) (27)

(Fasal): Istinjak (bersuci) sesudah buang air besar dan buang air kecil
hukumnya wajib, yang afdlol istinjak menggunakan bebatuan kemudian
disusul dengan penggunaan air, dan diperbolehkan bila hanya
mencukupkan hanya dengan air saja atau dengan tiga buah batu saja yang
mampu membersihkan tempat keluarnya kotoran. Apabila orang dalam
istinjak hanya mencukupkan dengan salah satu dari keduanya, maka
menggunakan air lebih afdlol (28). Ketika berhajat besar atau kecil

)25( Hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (140) dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya dia berwudlu
dalam berwudlu tersebut antara lain berbuat: lalu dia mengambil dengan telapak tangannya
lalu membasuh tangannya sebelah kanan, lalu mengambil (menggayung) air lagi dengan
telapak tangan untuk membasuh tangannya sebelah kiri, lalu mengusap kepalanya, lalu
mengayung air untuk disiramkan pada kakinya sebelah kanan dan membasuhnya, lalu
menggayung lagi untuk membasuh kakinya sebelah kiri, lalu ia berkata: “Demikianlah saya
menyaksikan Rasulullah saw. berwudlu”. Perhatikan cat6atan kaki nomor: 19.
)26( Hadits diriwayatkan oleh Muslim (230) bahwasanya Utsman ra. berkata: Maukah kamu

saya tunjukkan tatacara wudlunya Rasulullah saw.? Lalu dia berwudlu dengan tigakali-
tigakali.
)27( Artinya secara kontinyu dalam hal membersihkan antara anggota yang satu dengan

berikutnya, tidak sampai anggota yang sudah dibasuh menjadi kering sebelum membasuh
anggota berikutnya. Dalilnya tentang harus kontinyu dapat diketahui dari hadits tersebut di
atas. Perhatian: Semua yang dijelaskan dalam hadits-hadits di atas menunjukkan, bahwa
perbuatan tersebut wajib dilakukan, adapun dalil yang menunjukkan bahwa hal itu tidak wajib
adalah ayat firman Allah tentang berwudlu, yang menetapkan tentang hal yang fardlu dalam
berwudlu, dan dalil yang lain, yang tidak disebutkan di sini karena akan memperpanjang
pembahasan. Anjuran: Sangat disukai sesudah selesai berwudlu membaca do’a sebagai
berikut: ‫ لـهه دأشـد أ بدـ ا سوـ دللـملهه اللدـم اتولـني وـن ال ـمابمل داتولـني وـن ا دـرهنه‬,‫شـره‬ ‫أشـد أ الـه ا و دحـ‬
,‫الـه ا أكـغه ألـ تورأ داكـم اليـ‬ ‫ اللدـم دددـ أه أشـد أ‬,‫( لـوانك‬Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan utusan Allah. Yaa Allah, jadikanlah
aku termasuk orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang suci.
Maha Suci Engkau. Ya Allah dengan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan
selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu). Semua hadits
di atas diriwayatkan oleh Muslim (234), at Tirmidzy (55) dan an Nasaie tentang amalan sehari-
hari.
)28( Hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (149) dan Muslim (271) dari Annas bin Malik ra. ia

berkata: Rasulullah saw.masuk ke kamar kecil, lalu saya bersama seorang anak membawakan
membawakan bejana berisi air dan sebuah bayonet (tongkat besi), maka beliau beristinjak
menggunakan air. Dan hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (155) dan lainnya dari Ibnu
Mas’ud ra. ia berkata: Nabi saw. datang ke kamar kecil untuk berhajat, beliau memerintahkan
saya untuk mencarikan tiga buah batu. Dan hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud (40) dan
lainnya dari A’isyah ra. Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang dari
kamu pergi ke kamar kecil untuk berhajat, maka hendaklah sambil membawa tiga buah batu,
untuk bersuci dengan batu tersebut, karena bersuci dengan batu itu sudah mencukupi”. Dan
disamakan dengan batu semua benda yang kering dan suci, misalnya dedaunan dan
sebagainya. Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud (44) dan at Tirmidzy (3099) dan Ibnu Majah
(357) dari Abu Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Ayat ini diturunkan kepada

12
hendaknya menjauhkan diri dari menghadap ke arah qiblat atau
membelakanginya bila berada di lapangan terbuka (29), dan hendaknya
menjauhkan diri berhajat besar atau kecil di air yang menggenang (tidak
mengalir) (30), di bawah pohon yang berbuah, di jalanan umum dan tempat
berteduh (31), di lobang (32),jangan berbicara ketika dalam keadaan buang
air kecil atau besar (33,dan jangan menghadap ke arah matahari dan bulan
atau membelakanginya (34).

penduduk Qubak: Didalamnya banyak kaum lelaki yang suka bersuci dan Allah sangat suka
kepada orang suka bersuci” (at Taubah: 108) Beliau bersabda: Mereka itu suka bersuci
(istinjak) menggunakan air, maka ayat ini diturunkan tentang mereka.
)29( Hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (386) dan Muslim (264) dari Abi Ayyub al Anshory

ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Apabila kamu berhajat besar, maka janganlah menghadap
ke arah qiblat dan jangan pula membelakanginya. Tetapi hendaklah menghadap ke arah timur
atau ke arah barat (dalam kontek beliau di Madinah). Hal itu dikhususkan apabila berhajat di
tanah lapang atau tempat yang sejenis itu yang tanpa ada tabir yang menghalangi dari
pandangan orang lain. Sedangkan dalil yang khusus adalah hadits yang diriwayatkan oleh al
Bukhary (148), Muslim (266) dan lainnya dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Saya sedang naik ke
atas atap rumah Hafshoh karena saya ada satu keperluan, saya melihat Nabi saw. berhajat
membelakangi qiblat dan menghadap ke arah negeri Syam. Hadits yang pertama dimaksudkan
ditempat yang bukan disediakan untuk berhajat atau yang sejenisnya yang tidak ada tabirnya,
sedangkan hadits kedua menunjukkan bahwa berhajat ditempat yang semestinya atau yang
sejenisnya, mempertemukan antara dua hadits di atas, dan hal itu dapat ditarik kesimpulan
bahwa hukumnya makruh berhajat yang bukan pada tempatnya sekalipun bertabir.
)30( Hadits diriwayatkan oleh Muslim (281) dan lainnya dari Jabir ra. dari Nabi saw.:

“Bahwasanya beliau melarang orang kencing di air yang tidak mengalir, sedangkan buang air
besar lebih jelek, maka lebih tepat bila dilarang. Larangan di sini berarti makruh, dan dinukil
dari an Nawawie, bahwa hal itu hukumnya haram (perhatikan syarah Muslim III/187).
)31( Hadits diriwayatkan oleh Muslim (269) dan lainnya dari Abi Hurairoh ra., bahwasanya

Nabi saw. bersabda: “Takutlah kalian terhadap dua perbuatan yang menimbulkan laknat,
mereka bertanya: Apakah dua perbuatan yang menimbulkan laknat wahai Rasulullah? Beliau
menjawab: Yaitu orang yang buang air (berhajat) di jalanan umum dan di tempat orang
berteduh”.
)32( Hadits diriwayatkan Abu Dawud (29) dan lainnya, dari Abdullah bin Sarjis ra. ia berkata:

“Rasulullah saw. melarang kencing di sebuah lobang, yakni lobang di tanah”.


)33( Hadits riwayat Muslim (370) dan lainnya, dari Ibnu Umar ra.: Bahwa ada seorang berjalan

melewati Rasulullah yang saat itu sedang buang air kecil, maka orang tersebut mengucapkan
salam kepada beliau, beliau tidak menjawab salamnya” Dan hadits diriwayatkan oleh Abu
Dawud (15) dan lainnya, dari Abu Said ra. ia berkata: Saya mendengar Nabi saw. bersabda:
“Janganlah dua orang keluar untuk sama-sama buang air besar, di satu tempat dalam keadaan
terbuka auratnya dan bercakap-cakap, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan murka karena
perbuatan seperti itu”.
)34( An Nawawy menjelaskan dalam kitab al Majmuk (I/103) bahwa hadits yang menjelaskan

larangan membelakangi matahari dan bulan adalah dloif, bahkan batal, bahwa yang benar dan
terkenal adalah dimakruhkan menghadap tidak dimakruhkan membelakanginya. Al Khothib
dalam kitab al Iqnak (I/46) menyatakan: Ini yang paling kuat. Anjuran: Disunnatkan bagi
orang yang berhajat besar atau kecil untuk membaca do’a yang berasal dari Nabi saw. sebelum
dan sesudah masuk ke kamar kecil. Sebelum masuk: ‫ وـن ا وـ‬,‫ابلـم وه اللدـم أ أسـمك بـ‬

13
(Fasal): Yang dapat membatalkan wudlu ada enam hal: apa saja yang
keluar dari dua jalan (kubul/kemaluan dan dubur/pelepasan) (35), tidur
dalam posisi tidak tetap, hilang akal disebabkan mabuk atau sakit (36),
bersentuhan kulit antara lelaki dengan wanita ajnabiyah (bukan mahrom)
tanpa ada penghalang (37), menyentuh kemaluan manusia menggunakan
telapak tangan bagian dalam (38), menyentuh lingkaran lubang pelepasan,
menurut qaul jadid. (39)

‫(دا ونئـ‬Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kotornya/godaan syaitan) diriwayatkan
oleh al Bukhar (142), Muslim (375) dan at Tirmidzy (606). Dan setelah keluar dari kamar
kecil: ‫ه امدـ ا الـأذ أكعـ سـني اأكذ دسـنىننيه امدـ ا الـأذ أكالـني لأكـه دأبقـت لمكـه‬,‫غوراكـ‬
‫( ددىنـ سـني أكا‬Dengan ampunan-Mu, segala puji bagi Allah yang telah menjauhkan dariku
penyakit dan telah menyehatkanku. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kepadaku
kelezatan (lega) dan mengekalkanku dalam kekuatan-Nya, dan yang telah menjauhkan dariku
segala penyakit), diriwayatkan oleh Abu Dawud (30), at Tirmidzy (7) Ibnu Majah (301) dan at
Thobarony.
)35( Firman Allah Ta’alaa: “Atau seseorang di antara kamu buang air besar” (al maidah: 6).

Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (135) dan Muslim (225), dari Abi Hurairoh ra. ia
berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak diterima sholat seseorang dalam keadaan hadats,
sampai dia berwudlu”. Seorang Arab Hadramaut bertanya: Wahai Abu Hurairah: apakah yang
disebut hadats itu? Abu Hurairah menjawab: “kentut”. Dan kentut ini sedagai rujukan untuk
menganalogikan (qiyas) semua yang keluar baik dari qubul maupun dubur, sekalipun yang
keluar itu benda suci.
)36( Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (203) dari Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw.

bersabda: “tali pengikat dubur adalah mata, barang siapa yang tertidur, maka hendaklah dia
berwudlu”. Maksudnya ialah bahwa orang yang dalam keadaan bangun (jaga) mampu
menahan angin dalam perut yang akan keluar, oleh karena dia dapat merasakannya hal itu,
apabila orang tertidur, maka oleh sebab tidurnya itu diduga keras akan keluarnya sesuat dari
dalam perut. Yang dimaksudkan dengan posisi tetap ketika tidur adalah orang yang tidur
dengan meletakkan kedua pantatnya di lantai (tempat duduk), di mana dia tidak akan jatuh
sekalipun tidak bersandar kepada sesuatu sandaran. Hal demikian itu tdiak membatalkan
wudlunya, oleh karena dia akan merasa apabila ada angin keluar dari perutnya. Dan hilangnya
akal diqiyaskan (dianalogikan) dengan orang yang tertidur, oleh karena hilang akal itu lebih
berat dibanding dengan sekedar tidur dalam arti sebenarnya.
)37( Berdasarkan firman Allah: “Atau kamu menyentuh wanita” (an Nisak: 43). Yang

dimaksudkan “haail” penghalang, misalnya baju dan sebaginya.


)38( Rowahul khomsah dan dinyatakan shohih oleh at Tirmidzy (82), dari Bisroh binti Shofwan

ra., bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang menyentuh kemaluannya, maka
jangan melakukan sholat sebelum dia berwudlu lebih dulu”. Dalam salah satu riwayat oleh an
Nasaie (I/100): “Harus berwudlu disebabkan menyentuh kemaluan”. Baik kemaluan sendiri
atau kemaluan orang lain. Menurut riwayat Ibnu Majah (481) dari Ummi Habibah ra.: “Barang
siapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah berwudlu”, hal ini meliputi baik wanita
atau lelaki, yang dimaksud kemaluan di sini termasuk dubur dan qubul.
)39( Madzhab qaul jadid ialah pendapat Imam As Syafi’ie rohimahullah sesudah di Mesir, baik

yang terbukukan atau dalam bentuk fatwa lisan, dan qaul jadid itu berlaku seterusnya, kecuali
beberapa masalah yang sudah dianggap benar dalam qaul qodim, dan sudah ada nash tenatng
hal itu.

14
(Fasal): Hal-hal yang mewajibkan mandi ada enam macam: tiga berada
secara bersama antara laki-laki dan wanita, yakni: karena terjadinya
pertemuan dua kemaluan antara laki-laki dan wanita (persetubuhan) (40),
keluarnya mani (41), mati (42). Dan tiga hal yang khusus hanya bagi wanita
saja, yakni: haid (menstruasi) (43), nifas (44), dan wiladah (persalinan) (45).

)40( Bagian yang dikhitan bagi anak laki-laki adalah kulit yang menutup kepala dzakar
(kemaluan) sebelun di khitan, sedangkan bagi anak wanita adalah kulit di atas kemaluan
berdekatan dengan tempat keluarnya air seni, yang dimaksudkan pertemuan dua kemaluan di
sini adalah dimasukkannya dzakar ke dalam farji (kemaluan wanita), sebagai kiasan dari
persetubuhan. Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (287) dan Muslim (348) dari Abi
Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Apabila apabila lelaki sudah duduk di atas empat
anggota tubuh wanita (dua paha dan dua betis) lalu dia menimbulkan gairah kuat”, yakni
sebagai kiasan dari masuknya dzakar lelaki ke farji wanita. Dan hadits tersebut sebagai dalil
untuk mewajibkannya mandi apabila terjadi persetubuhan, sekalipun tidak mengeluarkan mani
(sperma), sebagaimana dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.
)41( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (278) dan Muslim (313) dari Ummi Salamah ra.

ia berkata: Ummi Sulain menghadap kepada Rasulullah saw. bertanya: Wahai Rasulullah,m
sesungguhnya tidak perlu malu bertanya tentang kebenaran, apakah bagi wanita apabila
bermimpi (bermimpi bersetubuh) wajib mandi? Rasulullah saw. menjawab: “Benar, apabila
engkau melihat air. Yang dimaksud melihat air di sini adalah keluar mani atau cairan dari
wanita ketika bersetubuh. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ( 236) dan lainnya, dari
A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. ditanya tentang seorang lelaki yang mendapat basah-
basah, tetapi dia tidak ingat bahwa dia bermimpi? Maka beliau menjawab: “wajib mandi”. Dan
tentang seorang lelaki yang merasa bahwa dia bermimpi, tetapi tidak mendapati basah-basah?
Beliau menjawab: “Tidak wajib mandi”. Ummi Sulaim bertanya lagi: Apabila wanita juga
mengalami basah-basah seperti itu, apakah da juga wajib mandi? Be;iau menjawab: “Ya/benra,
karena wanita itu lawan pandang bagi kaum lelaki”. Seolah-olah wanita itu berasal dari kaum
lelaki.
)42( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1195) dan Muslim (939), dari Ummi Athiyah

ra. seorang wanita Anshor, ia berkata: Rasulullah saw. masuk kerumah kami ketika puteri
beliau meninggal dunia, beliau bersabda: “Mandikanlah dia tiga kali….. Dan hadits yang
diriwayatkan oleh al Bukhary (1208) dan Muslim (1206) dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya
seorang lelaki yang terjatuh dari ontanya dan terinjak lehernya, sedangkan kami bersama
Rasulullah saw. dan beliau sedang melaksanakan ihrom, beliuau bersabda: “Mandikanlah
dengan air dan dedaunan, kafanilah menggunakan dua lemabr kain ihromnya.
)43( Allah berfirman: Jauhilah wanita dalam keadaan haid, dan janganlah kamu

menyetubuhinya sampai mereka suci, apabila mereka telah bersuci, maka datangilah
(setubuhilah) sesuai dengan perintah Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang yang
bertaubat dan orang yang suci (al Baqoroh: 222). Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary
(314) dari A’isyah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda kepada Fathimah binti Hubaisy
ra.: “Apabila kamu sedang haid, maka tinggalkanlah sholat, dan apabila haid sudah selesai,
maka mandilah dan sholatlah kamu”.
)44( Diqiyaskan (dianalogikan) kepada haid, oleh karena darah nifas itu adalah darah haid yang

terakomulasi.
)45( Oleh karena anak yang keluar sebagai hasil proses pemebekuan dari mani, pada umunya

keluarnya bayi itu bersamaan dengan darah.

15
(Fasal): Fardlunya (rukunnya) mandi ada tiga macam: niyat (46),
menghilangkan najis yang melekat di badan (47), membasahi dengan air
seluruh rambut dan rambutnya.(48)
Yang disunnat ketika mandi ada empat hal: membaca basmalah (49),
berwudlu sebelum mandi(50), menggosok badan menggunakan tangan (51),
dilakukan secara kontnyu(52), dan mendahulukan anggota badan bagian
kanan kemudian disusul bagian kiri.(53)

(Fasal): Mandi yang disunnatkan ada 17 macam: mandi jum’at,(54) dua hari
raya,(55) sholat istisqok (meminta hujan), gerhana bulan dan gerhana

)46( Berdasarkan hadits: “Semua amal itu dihitung berdasarkan niyatnya…”, perhatikan catatan
kaki No. 19 tentang niyat.
)47( Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (246) dari Maimunah ra. tentang

cara mandi Rasulullah saw.: Beliau membersihkan kemaluan beliau yang terkena najis dengan
air. An Nawawy membenarkan di dalam kitabnya, bahwa beliau mencukupkan dalam
menghilangkan najis bersamaan dengan pelaksanaan mandi, dan itu yang kuat, sedangkan
menghilangkan kotoran sebelum mandi lebih afdlol (kitab al Iqnak).
)48( Hadits ayng diriwayatkan oleh al Bukhary (245) dan Muslim (316) dari A’isyah ra.

bahwasanya Nabi saw. apabila mandi jinabat, dimulai membasuh kedua tangan,lalu berwudlu
sebagaimana berwudlu ketika akan sholat, lalu memasukkan jari-jari tangan beliau ke dalam
air lalu menyela-nyelai pangkal rambut beliau dengan air, lalu beliau menyiramkan air
keseluruh tubuh sebanyak tiga gayung menggunakan tangan beliau, lalu meratakan air
keseluruh kulit beliau. Hadits Riwayat Abu Dawud (249) dan lainnya, dari Ali ra. ia berkata:
Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang meninggalkan sebagian
rambutnya dari jinabat, sehingga tidak terkena air, maka Allah akan berbuat demikian …
demikian, dari siksa neraka”. Dari itu maka saya mengulangi lagi untuk membasuh rambutku.
Dan dia mencukur rambutnya.
)49( Berdasarkan hadits : “Setiap sesuatu yang dianggap pentung menurut syara’ (mengandung

nilai ibadah) tidak didahului dengan membaca Bismillaahir Rohmaanir Rohiim, maka
terputus” (kitab Kasyful khofaak 1964). Pengertian terputus ialah: kurang dan tidak barokah.
)50( Berdasarkan hadits A’isyah ra. di muka, sebagaimana tersebut dalam catatan kaki nomor:

48.
)51( Keluar dari perbedaan pendapat dengan mereka yang mewajibkannya, mereka itu adalah

madzhab Maliki.
)52( Sebagaimana ketika orang berwudlu, perhatikan catatan kaki no.: 27. Karena hal itu wajib

dalam madzhab Maliki.


)53( Bagian badan sebelah kanan, baik bagian luar maupun dalam, berdasarkan hadits yang

diriwayatkan oleh al Bukhary (166) dan Muslim (268) dari A’isyah ra. ia berkata: Nabi saw.
sangat mengagumkan dalam hal selalu mendahulukan anggota tubuh bagian kanan dalam
memakai teromaph, menata rambut, dan bersuci beliau dan dalam segala tingkah laku beliau.
)54( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (837) dan Muslim (844) dan lainnya, dari Ibnu

Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila seseorang dari kamu akan datang
untuk melaksanakan sholat jumu’ah, maka hendaklah mandi”. Menurut lafadh Muslim:
“Apabila seseorang dari kamu bermaksud untuk datang ke sholat jumu’ah”. Yang
meminadahkan dari wajib menjadi sunnat adalah hadits ayng diriwayatkan oleh at Tirmidzy
(497): “Barang siapa yang berwudlu pada hari Jum’ah maka sudah melaksanakn dan
mengamalkan sunnah Rasul, dan barang siapa yang mandi lebih dulu itu lebih afdlol”.

16
matahari,(56) mandi sesudah memandikan jenazah,(57) orang kafir yang
masuk Islam,(58) orang yang gila atau pingsan apabila sudah sadar
kembali,(59) mandi ketika akan ihrom,(60) akan memasuki kota Makkah,(61)
akan wuquf di padang Arofah,(62) akan bermalam di Muzdalifah, (63) akan
melontar tiga Jumrah, akan thowaf,(64) dan akan sa’ie, ketika akan masuk
kota Madinah.

)55( Hadits yang diriwayatkan oleh Malik di dalam kitab al Muwathok (I/177) bahwa Abdullah
bin Umar ra. mandi pada hari raya Idul Fitri sebelum berangkat pagi-pagi ke musholla. Hari
raya idul adl-ha diqiyaskan kepada idul fitri.
)56( Saya tidak mendapatkan dalil naqli (al Qur’an atau hadits) disunnatkannya mandi untuk

tiga macam sholat tersebut, boleh jadi ulama mengqiyaskannya kepada mandi untuk sholat
Jumu’ah dan hari raya, oleh karena sama-sama disyari’atkan dilakukan secara berjama’ah, dan
berkumpulnya banyak orang pada saat itu.
)57( Dari Abi Hurairoh ra. dari nabi saw. beliau bersabda: “Barang siapa yang memandikan

mayit (jenazah), maka dia harus mandi, dan barang siapa yang membawa janazah hendaklah
dia berwudlu” diriwayatkan diriwayatkan al khomsah, dan dinyatakan hasan oleh at Tirmidzy
(993), yang memindahkan menjadi dari wajib menjadi sunnat adalah hadits al Hakim (I/386):
“Tidak wajib bagi kamu sesudah memandikan mayit untuk mandi”.
)58( Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (355) dan at Tirmidzy (605) dari Qois bin

Ashim ra. ia berkata: Saya datang kepada Nabi saw. bermaksud masuk Islam, maka beliau
memerintahkan saya untuk mandi dengan air dicampur dengan dedaunan jenis tertentu yang
digiling. At Tirmidzy menyatakan sesudah meriwayatkan hadits: Ahli ilmu mengamalkan yang
demikian itu, dan sangat dianjurkan bagi orang yang masuk Islam untuk mandi dan mencuci
pakaiannya, dan tidak wajib, karena tidak adanya peprintah dari Rasulullah saw. untuk setiap
yang masuk Islam harus mandi.
)59( Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (655) dan Muslim (418) dari

A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. dalam keadaan sakit parah, maka beliau bertanya: “
Apakah orang-orang sholat?”. Kami menjawab: tidak, mereka menunggu engkau wahai
Rasulullah, maka beliau bersabda: “Siapkan untukku air di bak (tempat mencuci baju)”.
A’isyah berkata: Kami melakukannya, lalu beliau mandi, lalu berusaha bangun dengan susah
poayah, maka bilau pingsan, kemudian beliau sadar kembali dan bertanya: “Apakah orang-
orang sholat?”. Kami menjawab: Tidak, mereka menunggu engkau wahai Rasulullah. Maka
beliau bersabda: “Siapkan air di bak”. A’isyah berkata: Kami melakukannya, kemudian beliau
mandi, lalu beliau berusaha untuk bangun dengan susah payah, kemudian beliau pingsan lagi,
kemudian beliau sadar kembali ….. Gila diqiyaskan kepada pingsan, oleh karena semakna
(identik), bahkan gila lebih berat lagi.
)60( Hadits yang diriwayatkan oleh at Tirmidzy (830) dari Zaid bin Tsabit ra. bahwasanya dia

menyaksikan Nabi saw. melepas baju beliau dan mandi untuk ihrom.
)61( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1478) dan Muslim (1259) sesuai dengan lafadh

Muslim, dari Ibnu Umar ra. bahwasanya dia tidak datang di kota Makkah kecuali terlebih
dahulu bermalam di Dzi Thuwaa, pada pagi harinya dia mandi, lalu masuk ke kota Makkah di
siang hari. Dia menjeceritakn hal itu berasal dari Nabi saw. , bahwa beliau berbuat demikian.
)62( Hadits yang diriwayatkan oleh Malik dalam kitab al Muwathok (I/322) dari Ibnu Umar ra.

Dia mandi untuk melakukan ihrom, untuk memasuki kota Makkah dan untuk wuquf sore hari
di Arofah.
)63( Yang benar tidak disunnatkan untuk mandi sebelum bermalam di Muzdalifah (Kitab

Nihayah).
)64( Yang jelas kuat, bahwa tidak disunnatkan mandi sebelum thowaf (al Iqnak).

17
(Fasal): Mengusap pada dua sepatu diperbolehkan(65) dengan tiga syarat:
pemakaian sepatu dilakukan sesudah bersuci secara sempurna, (66)
hendaknya dua sepatu tersebut dapat menutup seluruh bagian kaki yang
wajib dibasuh ketika berwudlu, hendaknya dua sepatu tersebut
memungkinkan bagi pemakainya untuk berjalan secara terus menerus.
Bagi orang yang mukim (tinggal di rumah) berhak mengusap dua sepatu
selama satu hari satu malam, sedang bagi orang ayng bepergian selama
tiga hari tiga malam,(67) dimulai perhitungan waktunya sejak ia berhadats
sesudah pemakaian dua sepatu, apanila mengusap sepatu dalam keadaan
hadir (dirumah) lalu dia pergi, atau mengusap sepatu dalam keadaan
bepergian kemudian dia mukim (dirumah), maka dianggap dia mengusap
dalam keadaan mukim.

Hal-hal yang membatalkan hak mengusap sepatu ada tiga macam: karena
melepas sepatunya, karena sudah habis waktunya, dan terjadinya sesuatu
yang mewajibkan dia mandi.(68)

(Fasal): Syarat-syarat bertayammum ada lima macam: karena adanya


udzur (halangan) yakni: karena bepergian atau karena sakit,(69) sudah

)65( Dalil yang memperbolehkan mengusap dua sepatu (sebagai penganti membasuh kaki
dalam berwudlu) adalah cukup banyak hadits, diantaranya: hadits yang diriwayatkan oleh al
Bukhary (380) dan Muslim (272) sesuai dengan lafadh Muslim, dari Jabir ra. bahwasanya dia
kencing lalu berwudlu dalam berwudlu tersebut dia mengusap dua sepatunya (tanpa dilepas),
maka ada orang bertanya kepadanya: Mengapa engkau berbuat demikian? Dia menjawab: yaa,
saya telah melihat Rasulullah saw. kencing, lalu beliau berwudlu, dan mengusap pada dua
sepatu beliau. Al Hasan al Bashry menyatakan: yang meriwayatkan tentang mengusap sepatu
ada kurang lebih 70 orang, baik daalm bentuk perbuatan atau perkataan.
)66( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (203) dan Muslim (274), dari al Mughiroh bin

Syu’bah ra. ia berkata: Saya bersama dengan Nabi saw. pada suatu malam dalam perjalanan,
saya menyiapkan untuk beliau satu tempat berisi air, maka beliau membasuh muka, lalu
membasuh tangan , lalu mengusap kepala, lalu saya berjongkok untuk melepas dua sepatu
beliau, maka beliau bersabda: Biarkanlah, sesungguhnya saya memakai dua sepatu itu dalam
keadaan suci, lalu beliau mengusap bagia atas sepatu tersebut.
)67( Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (276) dan lainnya dari Syuraih bin Hanik ia

berkata: Saya datang kepada A’isyah ra. bertanya kepadanya tentang tatacara mengusap dua
sepatu, A’isyah menjawab: Datanglah kepada Ali, dia lebih tahu tentang hal itu dari pada saya.
Dia bersama Rasulullah saw. maka saya bertanya kepadanya. Ali menjawab: Rasulullah saw.
menjadikan bagi orang yang bepergian selama tiga hari tiga malam, dan bai orang yang mukim
satu hari satu malam.
)68( Hadits yang diriwayatkan oleh at Tirmidzy (96), an Nasaie (I/83) menurut lafadh an

Nasaie, dari Shofwan bin Uasal ra. ia berkata: Rasulullah saw. memerintahkan kepada kami
ketika kami dalam bepergian, untuk mengusap pada sepatu kami tanpa melepasnya selama tiga
har, baik dalam keadaan buang air besar atau kecil, kecuali bila junub.
)69( Firman Allah: “Apabila kamu dalam keadaan sakit atau bepergian atau berhajat besar, atau

menyentuh wanita, dan tidak mendapatkan air, maka hendaklah kamu bertayammum” (al

18
masuk waktu sholat,(70) sudah mencari air, berhalangan untuk memakai
air, dan waktunya sudah sangat mendesak sesudah berusaha mencari air.
Mengunakan tanah yang berdebu, apabila tercampur dengan kapur/gips
atau pasir, maka tidak diperbolehkan.

Fardlu (rukun) tayammum ada empat macam: niyat, mengusap muka,


mengusap dua tangan sampai ke siku-siku, dan tertib.(71)

Hal-hal yang disunnatkan dalam tayammum adal tiga macam: membaca


basmalah, mendahulukan bagian kanan dari pada yang kiri, dan muwalat
(berturut-turut).(72) Yang dapat membatalkan tayammum ada tiga macam:
semua hal yang membatalkan wudlu, melihat air di luar waktu sholat, (73)
dan murtad.
pada pembalutnya, lalu bertayammum dan selanjutnya sholat, tidak wajib
mengulangi sholatnya selama ketika memakai pembalut dalam keadaan
suci.(74)

Maidah:6). Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (341) dan Muslim (682) dari Amron bin
Hushoin ra. ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw. dalam bepergian, beliau sholat bersama
dengan banyak orang, tiba-tiba beliau melihat seorang laki-laki yang menyingkirkan diri, maka
beliau bertanya: “Apa yang menghalangi engkau untuk melakukan sholat?” Ia menjawab: Saya
dalam keadaan junub dan tidak ada air untuk mandi. Beliau bersabda: “Bagimu bisa bersuci
menggunakan tanah/debu, karena hal itu sudah mencukupi bagimu”.
)70( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (328), dari Jabir ra. bahwasanya Nabi saw.

bersabda: “Dan dijadikan bagiku bumi sebagai masjid dan suci. Di mana saja seseorang dari
ummatku yang menjumpai waktu sholat, hendaklah dia sholat”. Menurut riwayat Ahmad
(II/222): “Di mana saja saya menjumpai waktu sholat, maka saya mengusap (bertayammum)
lalu sholat”. Dua periwayatan tersebut menunjukkan, bahwa beliau bertayammum dan sholat
apabila tidak mendapatkan air, sesudah masuk waktu sholat.
)71( Berdasarkan firman Allah: “Hendaklah kamu bertayammum menggunakan tanah yang

suci, maka usaplah mukamu dan kedua belah tanganmu” (al Maidah:6).
)72( Mengambil ibarat dengan berwudlu, karena tayammum adalah pengganti berwudlu,

perhatikan catatan kaki no: 27.


)73( Artinya tidak dalam keadaan sholat, atau sebelum melakukan sholat. Hadits yang

diriwayatkan oleh at Tirmidzy (124) dan lainnya, dari Abi Dzar ra., bahwasanya Rasulullah
saw. bersabda: “Sesungguhnya tanah yang suci sebagai alat bersuci bagi ummat Islam,
sekalipun tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun, apabila telah mendapatkan air, maka
hendaklah membasahi kulitnya dengan air (berwudlu), sesungguhnya yang demikian itu lebih
baik”. Ini sebagai dalil bahwa tayammumnya sudah batal.
)74( Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ( 336) dan lainnya, dari Jabir ra. ia berkata:

Kami keluar dalam bepergian, tiba-tiba ada seorang lelaki di antara kami tertimpa batu dan
pecah di bagian kepalanya, lalu ketika tidur dia bermimpi, maka dia bertanya kepada
temannya: Apakah kemu tahu bahwa saya diberikan kemurahan untuk bertayammum? Mereka
menjawab: Kami tidak menemukan dasar hukum yang meringankan bagimu, dan kamu kan
mampu menggunakan air. Maka lelaki tersebut mandi jinabat, matilah dia. Ketika kami sampai
di hadapan Rasulullah saw. memberitahukan tentang kasus tersebut. Maka beliau bersabda:
“Mereka membunuhnya, akan dibunuh mereka oleh Allah, mengapa mereka tidak bertanya
apabila tidak tahu? Sesungguhnya obat ketidak tahuan (kebingunan) itu adalah bertanya, dan

19
Bertayammum untuk setiap kali sholat fardlu, (75) diperbolehkan dengan
satu kali tayammum untuk sholat sunnat berapa kali saja dia mau.

(Fasal): Semua zat cair (kental) yang keluar dari dua jalan (qubul dan
dubur) hukumnya najis,(76) kecuali mani.(77)

Membasuh semua air seni dan kotoran hukumnya wajib, (78) kecuali
kencing bayi lelaki yang belum diberi makanan selain air susu ibunya,
sesungguhnya pensuciannya cukup dengan memercikkan air di atasnya.(79)

sesungguhnya dia cukup bertayammum dan memabalut lukanya, lalu dia mengusap dengan air
pada pembalutnya, dan kemudian membasuh seluruh tubuhnya”.
)75( Hadits yang diriwayatkan oleh al Baihaqy dengan sanad shohih (I/221) dari Ibnu Umar ra.

ia berkata: Bertayammum untuk setiap satu kali sholat, sekalipun tidak batal.
)76( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukahry (214) dari Annas ra. ia berkata: Nabi saw.

apabila keluar untuk menunaikan hajat (buang air), saya menyiapkan untuk beliau air, maka
beliau membasuh bekas kotoran di qubul atau dubur dengan air. Hadits yang diriwayatkan oleh
al Bukhary (176), dan Muslim (303) dari Ali ra. ia berkata: Saya adala lelaki yang sering
mengeluarkan madzi, dan saya malu untuk bertanya kepada Rasulullah saw. maka saya
memnita tolong kepada al Miqdad bin al Aswad untuk menanyakannya. Maka beliau bersabda:
“Dalam hal ini cukup berwudlu”. Menurut Muslim: “Ia membasuh kemaluannya kemudian
berwudlu”. Madzi adalah cairan kekuning-kuningan lembek yang keluar dari dzakar pada
umumnya ketika kuatnya rasa syahwat. Dan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (155)
dari Abdullah bin Mas’ud ra. ia berkata: Nabi saw. berhajat besar, beliau memerintahkan saya
untuk mencarikan tiga buah batu, maka saya hanya mendapatkan dua buah saja dan saya
mencari yang ketiga dan tidak mendapatkannya, maka saya mengambil kotoran hewan dan
saya serahkan kepada beliau, maka beliau mengambil dua buah batu dan melemparkan kotoran
hewan dimaksud, dan bersabda: “Ini adalah najis”. Hadits-hadits ini sebagai dalil kenajisan
sesuatu yang disebutkan di atas, didasarkan beliau membasuhnya, atau beliau memerintahkan
membasuhnya atau menghilangkan kenajisannya. Dan hal-hal yang tidak disebutkan di sini
diqiyaskan dengan hukum di atas, yang berkaitan dengan semua zat yang keluar dari qubul
atau dubur sebagaimana disebutkan di atas.
)77( Mani manusia dan semua hewan selain anjing dan babi. Adapun mani manusia,

berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (288) dan lainnya, dari A’isyah ra. ia
berkata: Saya menggosok (mengerok) mani dari baju Rasulullah saw., kemudian beliau keluar
untuk sholat memakai baju tersebut, kalau mani itu najis niscaya tidak cukup bila hanya
dikerok saja. Adapun mani hewan, pada dasarnya hewan itu suci, maka mani hewan
disamakan dengan mani manusia, kecuali mani anjing dan babi.
)78( Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary dan Muslin dan lainnya, dari

perintah Rasulullah saw. untuk menuangkan seember air pada bekas kencing seorang Arab
gunung di masjid. Perhatikan catatan kaki nomor: 2 dan 76.
)79( Hadits ayng diriwayatkan oleh al Bukhary (221) dan Muslim (227) dan lainnya, dari

Ummi Qois binti Muhashin ra. bahwasanya dia menghadap kepada Rasulullah saw. dengan
membawa bayinya yang masih belum diberi makanan apa-pa, bayi itu didudukkan di dekat
beliau kemudian bayi itu mengencingi baju beliau. Maka beliau meminta air kemudian
memercikkannya dan tidak membasuhnya. Memercikkan air sekedar air merata tidak sampai
mengalir.

20
Tidak dimaafkan sesuatu najis kecuali darah atau muntah yang sangat
sedikit, dan bangkai hewan yang tidak mengalirkan darah (serangga).
Apabila hewan tersebut jatuh ke dalam suatu bejana dan mati di dalamnya
maka tidak menajiskan bejana tersebut.(80)

Hewan itu secara keseluruhan suci,(81) kecuali anjing dan babi dan semua
hewan ayng diperanakkan dari kedua hewan tersebut atau salah
satunya.(82) Bangkai seluruhnya najis, kecuali bangkai ikan, dan belalang
dan bangkai manusia.(83)

Dibasuh bejana yang terkena air liur (jilatan) anjing dan babi sebanyak
tujuh kali salah satunya mengunakan tanah. (84) Dan semua najis yang lain
dibasuh cukup satu kali,(85)

Apabila khomer (arak) berubah dengan sendirinya menjadi cuka, maka


menjadi suci,(86) apabila perubahan menjadi cuka itu diusahakan dengan

)80( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (5445) dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra.
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila ada lalat terjatuh ke dalam bejana seorang di
antara kamu, maka benamkanlah secara keseluruhan, kemudian buanglah, sesungguhnya pada
salah satu sayapnya sebagai obat sedang di sayap lainnya ada penyakit”. Arah dari dalil ini:
bahwa apabila lalat tersebut menajiskan bejana, niscaya beliau tidak memerintahkan untuk
membenamkannya. Dan diqiyaskan dengan lalat ini semua hewan yang sejenisnya dari seluruh
bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya.
)81( Artinya semua hewan pada dasarnya suci zatnya ketika masih hidup.

)82( Oleh karena keduanya adalah najis zatnya, berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Atau
daging babi, sesungguhnya itu adalah kotor atau najis (al An’am: 145. Dan berdasarkan hadits
yang memerintahkan untuk mesucikan air liur (jilatan) anjing yang akan dijelaskan berikutnya.
)83( Artinya semua bangkai hukumnya najis kecuali yang dikecualikan. Perhatikan catatan kaki

no:11. Kesucian bangkai ikan dan belalang berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Dihalalkan
bagi kita dua bangkai”, akan dijelaskan kemudian pada kitab yang membicarakan berburu dan
penyembelihan.
)84( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (170) dan Muslim (279), dari Abi Hurairoh ra.

bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila ada anjing yang minum dibejana kamu, maka
basuhlah sebanyak tujuh kali”. Dalam riwayat Muslim: “Pensucian bejana kamu apabila dijilat
anjing, hendaklah dibasuh sebanyak tujuh kali, yang pertama menggunakan tanah”.
Diqiyaskan kepada anjing babi, oleh karena babi lebih berat kenajisannya dibanding dengan
anjing.
)85( Berdasarkan hadits Ibnu Umar ra. Sholat fardlu itu asalnya 50 kali, mandi jinabat itu tujuh

kali, membersihkan kencing tujuh kali, Rasulullah senantiasa mememohon keringan kepada
Allah, sampai sholat dijadikan lima kali, mandi jinabat satu kali, membasuh kencing satu kali.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (247) dia tidak menyatakan bahwa hadits ini dloif. Dan
diqiyaskan untuk kencing orang lain.
)86( Oleh karena illat (alasan) kenajisan khomer adalah kerana memabukkan, dan sifat

memabukkan sudah hilang dengan perubahan tersebut.

21
cara memasukkan sesuatu zat kedalam khomer, maka khomer yang sudah
berubah tersebut tidak suci.(87)

(fasal): Darah yang keluar dari farji wanita ada tiga macam: darah haid,
darah nifas dan darah istihaadloh. Darah haid adalah darah yang keluar
dari farji wanita dalam keadaan sehat bukan sebab wiladah (persalinan). (88)
Warna darah haid adalah merah kehitam-hitaman.(89) Nifas adalah darah
yang keluar sesudah wiladah (persalinan). Dan darah istihadloh adalah
darah yang keluar bukan pada saat-saat haid dan nifas.(90)

Paling sedikit waktu hadi adalah satu hari satu malam, dan paling lama 15
hari, apda umumnya enam atau tujuh hari. Dan paling sedikit nifas adalah
sebentar saja, paling lama 60 hari, dan pada umumnya selama 40 hari.
Paling sedikit masa wanita suci antara du haid 15 hari, dan paling lama
tidak ada batasan tertentu. Paling sedikit usia wanita haid adalah umur
sembilan tahun.(91)
Paling sedikit waktu wanita hamil adalah enam bulan, dan paling lama
empat tahun, pada umumnya sembilan bulan.(92)

)87( Oleh karena zat yang dimasukkan ke dalam khomer tersebut menjadi najis karana
terjadinya pertemuan dengan khomer, dan zat yang dimasukkan tersebut menjadi mutanajjis
(terkena najis). Apabila berubah menjadi cuka, maka zat yang di dalamnya menjadikan najis.
)88( Hadits ayng diriwayatkan oleh al Bukhary (290) dan Muslim (1211, dari A’isyah ra. ia

berkata: Kami keluar rumah dan tidak lain adalah untuk ibadah haji, ketika kami sampai di
Sarof (daerah dekat Makkah) saya haid, maka Rasulullah saw. masuk ke tempat say sedang
saya sedang menagis, beliau bertanya: Ada apa engkau, apakah engkau haid? Saya menjawab:
Ya. Beliau bersabda: “Sesungguhnya itu adalah perkara/kejadian yang telah ditetapkan oleh
Allah terhadap wanita, tunaikanlah semua manasik haji, selain thowaf di Baitullah”. Dalam
riwayat lain: “sampai engkau suci”.
)89( Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (276) dan lainnya, dari Fathimah binti Abi

Hubaisy: bahwasanya dia seorang menderita istihadloh, maka Nabi saw. bersabda kepadanya:
“Apabila darah itu darah haid, maka warnya merah kehitam-hitaman dan cukup dikenal,
apabila demikian halnya, maka tinggalkanlah sholat, apabila warna darahnya lain, maka
berwudlulah dan sholatlah, sesungguhnya darah itu adalah suatu penyakit”
)90( Hadits ayng diriwayatkan oleh al Bukary (226) dan Muslim (333) dari A’isyah ra. ia

berkata: Fathimah binti Abi Hubaisy datang menghadap Nabi saw. dan bertanya: Wahai
Rasulullah, saya seorang wanita mengalami istihadloh, maka tidak suci, apakah saya harus
meninggalkan sholat? Rasulullah saw. menjawab: “Itu adalah suatu penyakit dan bukan haid,
apabila datang haid, maka tinggalkanlah sholat, dan apabila sudah habis perkiraan waktu haid,
maka mandilah dan sholatlah”.
)91( Batasan tentang haid, nifas, dan suci bagi wanita ditentukan berdasarkan istiqrok (catatan

penglaman manusia di beberapa tempat atau negara, mengiktui peristiwa yang terjadi, dan
telah ditemukan kejadian yang tertentu pada waktu tertentu. Dan hadits yang yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud (311) dan lainnya dari Ummi Salamah ra. ia berkata: Ada orang
yang sedang nifas pada zaman Rasulullah saw. selama 40 hari, hal ini mengandung pengertian
pada umumnya wanita nifas, dan hal itu tidak menafikan tambahan waktu.

22
Diharamkan bagi wanita haid dan nifas dalam delapan hal: melakukan
sholat,(93) berpuasa,(94) membaca al Qur’an,(95) menyentuh mus-haf (kitab
al Qur’an) dan membawanya, (96) masuk masjid,(97) thowaf,(98)
bersetubuh,(99) bermesra-mesraan pada bagian antara pusat dan lutut.(100)

)92( Waktu hamil yang paling sedikit berdasarkan firman Allah: “Mengandung dan melepaskan
dari susuan selama 30 bulan” (al Ahqof: 15) dan firman Allah: “Dan melepaskan dari
susuannya dalam dua tahun” (Luqman:14). Apabila akomulasi waktu antara hamil dan sampai
dengan melepas susuan ada 30 bulan, sedang melepas susuan setelah umur dua tahu, maka
kehamilan selama enam bulan, sebagai dasar: tentang lamanya orang hamil pada umumnya
dan paling lama masa hamil, menggunakan istiqrok (berdasaar hasil penelitian).
)93( Lihat catatan kaki nomor: 89 dan 90.

)94( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (298) dan Muslim (80), dari Abi Sa’id ra.
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda tentang wanita, dan beliau telah ditanya
tentangkekurangan wanita di bidang agamanya: “Tidakkah apabila wanita sedang haid tidak
sholat dan tidak berpuasa”, orang yang haid atau nifas wajib mengqodlok puasanya tidak
mengqodlok untuk sholat. Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukahry (315) dan Muslim (335)
sesuai dengan lafadh dari Muslim, dari Mu’adzah ia berkata: Saya bertanya kepada A’isyah ra.
maka saya berkata: Apakah alasannya, maka orang yang haid harus mengqodlok puasanya dan
tidak mengqodlok sholat? A’isyah menjawab: Hal itu menimpa kami wanita ketika bersama
Rasulullah saw. kami diperintahkan untuk mengqodlok puasa dan tidak diperintah untuk
mengqodlok sholat.
)95( Hadits ayng diriwayatkan oleh Ibnu majah (596) dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah

saw. bersabda: “Janganlah orang yang sedang junub membaca sedikitpun dari al Qur’an”.
)96( Berdasarkan firman Alah Ta’alaa: Janganlah menyentuh al Qur’an keculai orang ayng

dalam keadaan suci (al Waqi’ah:79), dan sabda Rasulullah saw.: “Janganlah hendaknya
menyentuh al Qur’an kecuali dalam keadaan suci”, diriwayatkan oleh ad Daroquthny marfu’
(I/121) dan oleh malik dalam kitab al Muwathok secara mursal (I/199).
)97( Apabila dikhawatirkan akan menetes darahnya di masjid, bila tidak demikian, maka

diharamkan diam lama di masjid dan mondar mandir di dalamnya, bukan semata-mata sebab
masuk. Berdasarkan hadits ayng diriwayatkan oleh Abu Dawud (232) dari A’isyah ra. dari
Rasulullah saw. beliau bersabda: “Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan junub”. Hadits
ini mengandung apa yang dijelaskan dan menunjukkan yang demikian sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Muslim (298) dan lainnya, dari A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw.
bersabda kepadaku: “Berikanlah kepadaku sajadah dari masjid”, lalu saya berkata:
Sesungguhnya saya sedang haid. Beliau bersabda: “Sesungguhnya haidmu tidak berada di
tanganmu”. Menurut riwayat an Nasaie (I/147) dari maimunah ra. ia berkata: Salah seorang
dari kami berdiri di masjid dengan membawa sajadah, kemudian membentangkannya, pada hal
dia sedang haid.
)98( Hadits diriwayatkan oleh al Hakim (I/459) dan dinyatakan shohih, dari Ibnu Abbas ra. ia

berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya thowaf di baitullah itu seperti sholat,
kecuali dalam thowaf kamu diperbolehkan berbicara, barang siapa yang berbicara, janganlah
berbicara kecuali pembicaraan yang baik”. Dan lihat catatan kaki no:88.
)99( Berdasarkan firman Allah: “jauhilah olehmu isteri yang sedang haid, dan janganlah kamu

setubuhi dia sampai dia suci, apabila dia sudah bersuci, maka datangilah sesuai dengan
perintah Allah, sesungguhnya Allah amat menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-
orang yang suci” (al Baqoroh:222).

23
Diharamkan bagi orang yang sedang junub lima hal: melakukan sholat, (101)
membaca al Qur’an, menyentuh dan membawa al Qur’an, thowaf, dan
diam di dalam masjid.(102)

Bagi orang yang dalam keadaan hadats diharam terhadap tiga hal:
melakukan sholat, melkukan thowaf, menyentuh mus-haf atau
membawanya.(103)

)100( Hadits diriwayatkan oleh Abu dawud (212) dari Abdullah bin Sa’id ra. bahwasanya dia
bertanya kepada Rasulullah saw.: Apa saja yang halal bagiku dari isteriku yang sedang ahid?
Beliau menjawab: “Halal bagimu apa-apa yang di atas sarung”, artinya di atas bagian yang
ditutup dengan sarung, sarung adalah pakaian yang menutup bagian tengah badan, yakni antara
pusat dengan lutut pada umumnya. Perhatian: Ulama sepakat, bahwa nifas disamakan dengan
haid, dalam semua yang dihalalkan atau diharamkan, yang dimakruhkan dan yang
disunnatkan.
)101( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Jangan mendekati sholat padahal kamu dalam

keadaan mabuk sampai kamu menyadari apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula kamu
dalam keadaan junub sampai kamu mandi (an Niasak:43). Maksud dari kata sholat di sini
adalah tempat sholat, oleh akrena menyeberang bukanlah dalam keadaan sholat, dan ini
larangan bagi yang sedang junub untuk melakukan sholat lebih tepat. Dan hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim (224) dan lainnya dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Tidak diterima sholat tanpa dalam keadaan suci”, hal ini meliputi
suci dari hadat maupun junub, dan yang menunjukkan demikian adalah diharamkannya sholat
sebab junub.
)102( Lihat catatan kaki nomor: 93, 95, 96, 97 dan 98.

)103( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (6554) dan Muslim (225), dari Abi Hurairoh
ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Allah tidak menrima sholat seseorang dari kamu apabila
berhadats, sampai dia berwudlu”. Lihat catatan kaki no:96 dan 98.

24
25
KITAB SHOLAT

Sholat yang difardlukan ada lima:(1)


Sholat dhuhur: awal waktunya ketika matahari sudah tergelincir, (2) akhir
waktu sholat dhuhur ketika bayangan suatu benda sama panjang dengan
bendanya sesudah matahari tergelincir.(3)
Sholat ashar: awal waktunya ketika bayangan suatu benda sudah lebih
panjang dari bendanya,(4) akhir waktu ashar ikhtiyar (baik)(5) sampai
bayangan dua kali panjang bendanya, dan waktu jawaz (masih
diperbolehkan) sampai terbenamnya matahari.(6)
)1( Asausul disyari’atkannya sholat adalah ayat-ayat al Qur’an, di antaranya firman Allah
Ta’alaa: “Sesungguhnay sholat itu bagi orang mukmin sebagai kewajiban yang terikat dengan
waktu” (an NiasaK: 103). Dan banyak hadits, di antaranya hadits dari Ibnu Umar ra. yang
diriwayatkan oleh al Bukhary (8), Muslim (16) dan lain-lain. Rasulullah saw. bersabda:
“Islam itu dibangun di atas lima dasar: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan
Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berhaji, dan berpuasa
di bulan Romadlon”. Juga pada hadits Isrok: “Maka Allah menfardlukan kepada ummatku
lima puluh kali sholat …. Kemudian saya kembali kepada Allah (memohon keringan). Allah
berfirman: Sholat itu hanya lima kali dan sama dengan pahal lima puluh kali, tidak ada
perobahan lagi dari Aku”.
)2( Hadits yang mengumpulkan tentang waktu sholat yang lima, adalah yang diriwayatkan

oleh Muslim (614) dan lainnya, dari Abu Musa al Asy’ary ra., dari Rasulullah saw.,
bahwasanya ada seorang datang kepada beliau bertanya tentang waktu-waktu sholat, dan
beliau tidak menolak sedikitpun terhadap penanya, beliau bersabda: “Maka dibunyikan
iqomah untuk sholat fajar (shubuh) ketika sudah terbit fajar, dan manusia hampir tidak
mengenal antara yang satu dengan yang lain (karena masih gelap), lalu beliau memerintahkan
untuk iqomah untuk sholat dhuhur ketika matahari sudah tergelincir, ada yang mengatakan:
apabila sudah siang ahri, beliau lebih tahu dari pada mereka, lalu beliau memerintahkan
iqomah untuk sholat ashar, matahari masih tinggi, lalu beliau memerintahkan iqomah untuk
sholat maghrib ketika matahari sudah terbenam, kemudian beliau memerintahkaniqomah
untuk sholat isyak ketika mega merah sudah hilang. Kemudian beliau mengakhirkan sholat
fajar pada besuk pagi (hari kedua), waktunya hampir habis, ada yang mengatakan sudah
menjelang terbitnya matahari, lalu beliau mengakhirkan sholat dhuhur hampir masuk waktu
sholat ashar kemarin, lalu beliau mengakhirkan sholat maghrib, sampai hampir hilangnya
mega merah, kemudian beliau mengakhirkan sholat isyak sampai sepertiga malam yang awal,
lalu sebentar lagi shubuh datang. Kemudian beliau memanggil si penanya, dan bersabda:
“Waktu sholat adalah rentang waktu di antara dua waktu-waktu ini”. Di sana masih banyak
hadits yang menjelaskan sebagian yang masih mujmal (umum) tenatng hal waktu, atau
menambahkannya, sebagaimana yang akan anda lihat nanti.
)3( Bayangan akan terjadi ketika diketahui bahwa benar-benar matahari sudah tergelincir.

)4( Artinya bila sudah lebih panjang sedikt saja, sudah diketahui bahwa sudah masuk waktu
sholat ashar.
)5( Yang dimaksud waktu ikhtiyar adalah waktu yang terpilih (diusahakan) agar tidak

mengakhirkan sholat dari waktunya.


)6( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (554) dan Muslim (608), dari Abi Hurairoh ra.

bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang mendapatkan satu roka’at sholat
shubuh sebelum terbitnya matahari, maka berarti dia mendapatkan sholat shubuh

25
Sholat maghrib: waktunya hanya satu, yakni terbenamnya matahai, dan
sekedar cukup waktu untuk mengumandangkan adzan, berwudlu,
menutup aurat, lalu sholat maghrib, ditambah kira cukup untuk sholat
lima roka’at.(7)
Sholat isyak: awal waktunya ketika mega merah sudah hilang, dan akhir
waktu ikhtiyar sampai sepertiga malam, dan waktu jawaz (masih
diperbolehkan) sampai terbitnya fajar yang kedua.(8)
Sholat Shubuh: awal waktunya ketika sudah terbit fajar kedua, dan akhir
waktu ikhtiyar sampai ufuq timur kelihatan memerah, dan waktu jawaz
sapai matahari terbit.(9)

(Fasal): Syarat seseorang diwajibkan sholat ada tiga macam: beragama


Islam, sudah baligh, dan berakal sehat, ketiga-tiganya merupakan batasan
taklif ( sudah dibebani hukum).(10)

(diperbolehkan), dan barang siapa ayng mendapatkan satu roka’at sholat ashar sebelum
matahari terbenam, berarti dia mendapatkan sholat ashar (diperbolehkan).
)7( Ini pendapat madzhab as Syafi’ie qaul jadid, dalilnya adalah hadits tentang Malaikat Jibril

as. Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (393) dan at Tirmidzy (149) dan lainnya, dari Ibnu
Abbas ra. Di dalam hadits tersebut menceritakan bahwa Jibril as. Sholat maghrib bersama
Nabi saw. dalam dua hari berturut-turut ketika saat orang berbuka puasa, artinya dalam satu
waktu yang sama, yakni setelah matahari terbenam. Menurut madzhab as Syafi’ie qual qodim,
waktu maghrib diperpanjang sampai hilangnya mega merah. Pengikut madzhab ini
memperkuat beradasarkan dalil, seperti ahdits yang diriwayatkan oleh Muslim di Muka
(perhatikan catatan kaki/CK no: 2. Di mana peristiwa itu terjadi ketika beliau sudah berada di
Madinah, dan ini lebih kuat dibandingkan dengan hadits Jibril yang ketika itu masih di
Makkah, oleh karena berita tersebut lebih akhir dibanding dengan hadits Jibril. Dan di
dalamnya terdapat pernyataan: Lalu beliau mengakhirkan sholat maghrib sampai hilangnya
mega merah. Dan hadits Rasulullah saw. beliau bersabda: “Waktu sholat maghrib selama
belum hilangnya mega merah”, diriwayatkan oleh Muslim (612).
)8( Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (681) dan lainnya, dari Abi Qotadah

ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Ketahuilah, bahwa di dalam tidur tidak ada yang
dinamakan sembrono, sesungguhnya kesembronoan itu adalah bagi orang yang tidak
melaksanakan sholat sampai dengan datangnya waktu sholat berikutnya”. Hal ini
menunjukkanbahwa waktu sholat tidak keluar (habis) kecuali setelah masuk waktu sholat
berikutnya, waktu shubuh dikecualikan dari ketentuan ini. Perhatikan CK. no: 1, sedangkan
yang lain tetap sebagaimana yang telah dijelaskan. Fajar kedua adalah terpancarnya cahaya
melintang di ufuq timur yang diikuti oleh makin terangnya cahaya, berbeda dengan fajar awal,
sesungguhnya fajar awal itu terbit memanjang ke atas seperti ekor serigala, kemudian gelap
lagi.
)9( Perhatikan CK. No: 1 dan 6.

)10(Artinya apabila terkumpul tiga macam syarat tersebut di atas, maka orang tersebut disebut
mencapai taklif (diwajibkan) untuk melakukan sholat dan kewajiban lain berdasarkan syari’at
Islam. Apabila tidak terkumpul tiga syarat tersebut pada seseorang, maka lepas dari taklif.
Dalil ayng menunjukkan bahwa orang orang beragama Islam, adalah hadits yang diriwayatkan
oleh al Bukahry (1331) dan Muslim (19), dari Ibnu Abbas ra.. bahwasanya Nabi saw.
mengutus Muadz bin Jabal ra. ke Yaman, beliau berpesan: “Ajak mereka untuk mengucapkan
syahadat, bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah, apabila mereka taat
yang demikian itu, maka beritahukan kepada mereka, bahwa Allah menfardlukan kepada

26
Sholat yang disunnatkan(11) ada lima: sholat dua hari raya, sholat dua
gerhana (bulan/matahari) dan sholat istisqok (meminta hujan.
Sholat sunnat yang mengikuti sholat fardlu (rowatib) ada 19 roka’at: dua
roka’at sebelum shubuh,(12) empat roka’at sebelum dhuhur dan dua
roka’at sesudahnya,(13) empat roka’at sebelum ashar,(14) dua roka’at
sesudah maghrib,(15) dan tiga roka’at sesudah isyak, yang satu sebagai
sholat witir.(16)

mereka lima kali sholat setiap sehari semalam”. Dalil yang menunjukkan dipersyaratkan
berakal sehat dan sudah baligh (dewasa), adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
(4403) dan lainnya, dari Ali ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Diangkat pena dari tiga
orang: dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak-anak sampai dia bermimpi, dan dari
orang gila sampai dia berakal kembali”.
)11( Artinya sunnat muakkad (hebat) lebih dibandingkan sholat sunnat yang lainnya, oleh

karena independensinya serta harus dilaksanakan secara berjama’ah, akan dijelaskan pada bab
masing-masing, insya Allah.
)12( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1116) dan Muslim (724), dari A’isyah ra. ia

berkata: Nabi saw. tidak melakukan sunnat yang paling lebih diperhatikan dibandingkan
dengan sholat dua roka’at fajar (sebelum shubuh).
)13( Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukahry (1127) dari A’isyah ra., bahwasanya Nabi saw.

tidak pernah meninggalkan empat roka’at sebelum dhuhur, dan dua roka’at sebelum sholat
shubuh. Dari riwayat Muslim (730(: Beliau sholat di rumahku sebelum dhuhur empat roka’at,
allu beliau keluar untuk sholat berjama’ah bersma orang-orang, lalu beliau masuk ke rumah
lagi dan sholat dua roka’at. Bisa juga ditambah lagi dua roka’at sesudah dhuhur, berdasarkan
hadits yang diriwayatkan al Khomsah dan dishohihkan oleh at Tirmidzy (427 – 428), dari
Ummi Habibah ra. ia berkata: Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang sholat
empat roka’at sebelum dhuhur dan empat roka’at sesudahnya, Allah mengharamkan dia dari
api neraka”. Sholat Jum’ah disamakan dengan sholat dhuhur, oleh karena sholat Jum’ah
sebagai pengganti dhuhur, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (881), dari Abi
Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila seseorang sholat Jum’ah, maka
hendaklah dia sholat empat roka’at sesudahnya”. Hadits yang diriwayatkan oleh at Tirmidzy
(523): bahwa Ibnu Mas’ud ra. melakukan sholat sebelum sholat Jum’ah empat roka’at dan
sesudahnya empat roka’at. Jelasnya hal itu tauqif, artinya dia mengetahuinya dari perbuatan
Nabi saw.
)14( Berdasarkan hadits riwayat at Tirmidzy (430), dari Ibnu Umar ra. bahwasanya Nabi saw.

bersabda: “Allah memberikan rahmat kepada seseorang yang sholat sebelum ashar empat
roka’at”. Dan di lakukan dua roka’at dua roka’at, berdasarkan hadits riwayat at Tirmidzy
(429), danlainnya, dari Ali ra. Nabi saw. sholat sebelum ashar empat roka’at dipisahkan
dengan salam.
)15( Hadits riwayat al Bukhary (1126) dan Muslim (729), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Saya

ingat dari Rasulullah saw. sepuluh roka’at: dua roka’at sebelum dhuhur, dan dua roka’at
sesudahnya, dua roka’at sesudah maghrinb di rumah beliau, dua roka’at sesudah isyak di
rumah beliau, dan dua roka’at sebelum shubuh. Itu merupakan waktu di amna beliau tidak
menerima tamu. Sepuluh roka’at yang disebutkan dalam hadits ini hukumnya lebih muakkad
dibandingkan yang lain, dalil tentang sunnatnya yang lain adalah dalil-dalil yang telah
disebutkan di muka. Disunnatkan untuk sholat sunnat dua roka’at yang ringan sebelum sholat
maghrib, berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (599) dan Muslim (837), dari Annas ra. ia
berkata: Kami di Madinah, ketika muadzin selesai adzan sholat amghrib, manusia bergegas
untuk masuk ke masjid, masing-masing sholat dua roka’at, sampai bagi orang yang tidak
pernah masuk masjid mengira, bahwa sholat maghrib sudah dimulai, sebab saking banyaknya
orang yang sholat sebelum maghrib. Pengertian sholat ringan adalah: tidak memperpanjang

27
Tiga macam sholat sunat muakkad:(17) sholatul lail (sholat malam),(18)
sholat dluha,(19) sholat tarowih.(20)

bacaan surat. Dan disunnatkan pula untuk sholat dua roka’at ringan sebelum sholat isyak,
berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (601) dan Muslim (838), dari Abdullah bin Mufaddlol
ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Di antara dua adzan ada sholat, di antara dua adzan ada
sholat”, kemudian beliau bersabda untuk yang ketiga: “Bagi orang yang mau”. Dua adzan
maksudnya adalah: adzan dan iqomah.
)16( Berdasarkan hadits Ibnu Umar ra. di muka, perhatikan CK. No: 15. Dan hadits riwayat

Muslim (752) dari Ibnu Umar ra. ai berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sholat witir itu satu
roka’at di akhir malam”. Ini paling sedikit, yang sedang tiga roka’at, dan yang paling banyak
11 roka’at. Hadits riwayat al Bukahry (1071) dan Muslim (736) sesuai dengan lafadh Muslim,
dan lainnya, dari A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. sholat antara sesudah sholat isyak
sampai terbit fajar, sebanyak 11 roka’at, beliau salam setiap dua roka’at, dan berwitir satu
roka’at. Apabila muadzin sudah selesai adzan shubuh, dan sudah jelas bagi beliau fajar, dan
muadzin sudah datang menjemput beliau, beliau melakukan sholat dua roka’at ringan, lalu
tidur-tiduran sejenak miring ke kanan sampai datang waktunya iqomah. Dan hadits riwayat
Abu Dawud (1422) dan lainnya, dari Abi Ayyub ra. dia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“sholat witir itu hak (disyari’atkan dan dituntut), barang siapa yang suka berwitir satu roka’at
silakan untuk mengerjakannya”.
)17( Sesudah sholat sunbnat yang dituntut untuk dilaksanakan berjama’ah dan sholat sunnat

yang mengikuti sholat fardlu (rowatib).


)18( Hadits riwayat Muslim (1163) dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah

saw. ditanya: Mana sholat yang afdlol sesudah sholat fardlu? Beliau menjawab: “Sholat di
tengah malam”. Tengah malam merupakan waktu yang lapang untuk beribadah. Dinamakan
qiyamul lali atau tahajjud, apabila dilaksanakan sesudah bangun dari tidur malam,
sebagaimana firman Allah Ta’alaa: “Di sebagian malam hendaklah engkau bertahajjud
sebagai nafilah bagimu” (al Isrok: 79). Artinya tinggalkan tempat tidur, dan bangun untuk
melaksanakan sholat dan membaca al Qur’an, sebagai nafilah bagimu artinya: tambahan dari
sholat fardlu yang telah difardlukan bagimu secara khusus.
)19( Hadits riwayat al Bukhary (1880) dan Muslim (721), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata:

Kekasihku memberi wasiyat kepadaku tiga hal: berpuasa tiga hari di setiap bulan, dua roka’at
dluha, dan sholat witir sebelum aku tidur. Sholat dluha itu paling sedikit dua roka’at,
berdasarkan apa ayng dijelaskan dalam hadits, paling banyak delapan roka’at, berdasarkan
hadits riwayat al Bukhary (350) dan Muslim (336) sesuai dengan lafadh Muslim, dalam hadits
Ummi Hanik ra., bahwasanyaketika tahun terbukanya kota Makkah, dia datang kepada
Rasulullah saw. ketika itu beliau di atas Makkah. Maka Rasulullah saw. siap akan mandi.
Fatimah menutupi beliau, lalu beliau mengambil baju beliau dan berselimut dengannya, lalu
beliau sholat delapan roka’at sholat dluha. Yang afdlol sholat dluha itu dipisah setiap dua
roka’at, berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (1290) dariUmmi Hanik juga, bahwasanya
Rasulullah saw. sholat pada hari terbukanya kota Makkah sholat dluha sebanya delapan
roka’at, beliau salam setiap dua roka’at. Waktu sholat dluha sejak matahari mulai meninggi
sampai tergelincir, yang afdlol dilaksanakan ketika sudah seperempat siang. Diriwayatkan
oleh Muslim (748) dan lainnya, dari Zaid bin Arqom ra. ia berkata: Nabi saw. keluar ke
penduduk Qubak, mereka sedang melaksanakan sholat dluha, maka beliau bersabda:
“Sholatnya kaum awwabiin (kembali kepada Allah) ketika matahari sudah terasa panas di
waktu dluha”.
)20( Disebut dengan qiyamu romadlon, sebanyak 20 roka’at setiap malam di malam

Romadlon, sholat setiap dua roka’at dengan salam, waktunya antara sholat isyak dan sholat
shubuh, dan dilaksanakan sebelum sholat witir. Hadits riwayat al Bukhary (37) dan Muslim
(659) dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa
yang berdiri di malam Romadlon dengan penuh iman dan ikhlas karena Allah, maka akan

28
(Fasal): Syarat sholat yang dilaksanakan sebelum memasuki sholat ada
lima hal: suci anggota badan dari hadats (21) dan dari najis,(22) menutup
aurat menggunakan pakaian yang suci,(23) berdiri di tempat yang suci,(24)
diampuni semua dosanya yang telah lampau”. Dan hadits riwayat al Bukhary (882) dan
Muslim (761) dengan lafadh Muslim, dari A’isyah ra. bahwasanya Nabi saw. sholat di masjid
di suatu malam, maka banyak orang yang sholat bersama beliau, lalu beliau sholat pada
malam berikutnya, makin banyak orang yang ikut sholat beliau, kemudian mereka berkumpul
pada malam ke tiga atau ke empat, tetapi beliau tidak keluar menemui mereka. Ketika pagi
hari beliau bersabda: “Sungguh saya tahu apa yang kamu perbuat, tidak ada yang menghalangi
saya untuk keluar kepadamu, kecuali bahwa saya khawatir bila akan dianggap sebagai sholat
fardlu bagimu”. Yang demikian itu dalam bulan Romadlon. Dan diriwayatkan oleh al Bukhary
(906), dari Abdur Rohman bin Abdil Qory ia berkata: saya keluar bersama Umar ibnul
Khothob di malam Romadlon ke masjid, ternyata manusia berkelompok secara terpisah-pisah,
ada pula yang sholat sendirian, ada pula seorang yang sholat kemudian diikuti beberapa orang.
Maka Umar berkata: Saya berpendapat seandainya mereka sholat berjama’ah dengan satu
imam, niscaya cukup baik. Lalu Umar berniyat menyatukan mereka dengan Ubai bin Ka’ab
sebagai imam. Kemudian saya keluar bersamanya pada malam yang lain, manusia sholat
berjama’ah dengan satu imam mereka. Maka Umar berkata: sebaik-baik bid’ah adalah ini.
Bagi mereka yang tidur lebih afdlol dibandingkan yang sholat, yakni yang mengakhirkan
waktu tarowih di tengah malam lebih afdlol, sedangkan manusia melakukannya diawal
malam. Bid’ah adalah sesuatu yang terjadi tanpa ada contoh sebelumnya, dan bid’ah itu
menjadi baik dan disyari’atkan ketika sesuai dengan syari’at dan termasuk di bawah ruang
lingkup istihsan (hal yang dipandang baik), dan bid’ah menjadi tercela ketika tertolah dan
bertentangan dengan syari’ah, atau termasuk ke dalam sesuatu yang menimbulkan kejelekan,
apabila tidak bertentangan dengan syari’ah dan tidak termasuk ke dalam kedua hal di atas,
maka hukumnya mubah (diperbolehkan). Hadits riwayat al Baihaqy dan lainnya dengan
sanad shohih (II/996): bahwa mereka mendirikan sholat tarowih di masa pemerintahan Umar
ibnul Khothob ra. pada bulan Romadlon sebanyak 20 roka’at. Diriwayatkan oleh Malik dalam
kitab al Muwathok (I/115): Manusia pada zaman Umar Ibnul Khothob mendirikan sholat di
bulan Romadlon sebanyak 33 roka’at. Al Baihaqy menyatukan dua riwayat di atas: bahwa
yang tiga dari 33 roka’at adalah sholat witir.
)21( Hadats kecil atau hadats besar, berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Wahai orang-orang

yang beriman apabila kamu hendak mkendirikan sholat, maka basuhlah wajahmu, dan kedua
belah tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai
dengan matakaki, apabila kamu dalam keadaan sakit atau junub, maka bersucilah” (al
Maidah:6). Dan perhatikan CK. No: 35 dan 104 dalam kitab Thoharoh.
)22( Yang menunjukkan demikian adalah perintah Rasulullah saw. untuk membasuh anjis,

sebagtaimana sabda beliau kepada Fathimah binti Abi Hubasy ra.: “Apabila datang haid, maka
tinggalkan sholat, apabila sudah habis dari perkiraan waktu haid, maka basuhlah dara darimu,
dan sholatlah. Perhatikan CK. No: 90 Kitab Thoharoh. Dan hadits Ali ra. tentang membasuh
madzi, perhatikan CK. No: 76 kitab thoharoh. Diqiyaskan kepada mensucikan baju, yang
diperintahkan berdasarkan firman Allah: “Dan sucikanlah bajumu” (al Muddatsir: 5).
)23( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Pakailah perhiasanmu setiap kali masuk masjid” (al

A’rof:31). Ibnu Abbas ra. berkata: Yang dimaksud dengan perhiasan adalah baju untuk sholat
(Mughny al Muhtaj: I/174). Diriwayatkan oleh at Tirmidzy (377) dan dinyatakan hadist hasan,
dari A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak diterima sholat wanita yang
sudah haid, kecuali memakai khimar (jilbab), apabila diwajibkan menutup kepalanya, maka
menutup yang lain lebih diperintah. Dalil yang menunjukkan demikan ialah hadits riwayat al
Bukhary (365) dari A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah sholat fajar, beliau menyaksikan bersma
dalam sholat tersebut wanita mukminat, yang menutup badannya dengan pakaiannya,
kemudian wanita-wanita itu kembali ke rumah masing-masing, tidak ada yang seorangpun
yang mengnal mereka. Dalil yang mempersyaratkan pakain harus suci, adalah firman Allah

29
mengetahui bahwa sudah masuk waktu sholat, (25) dan menghadap ke arah
qiblat.(26) Diperbolehkan tidak menghadap ke arah qiblat dalam dua
keadaan: dalam keadan khauf (ketakutan),(27) dan sholat sunnat dalam
bepergian di atas kendaraan.(28)

(Fasal): Rukunnya sholat ada 18 macam: niyat, (29) berdiri bila mampu,(30)
takbirotul ihrom, membaca al Fatihah, dan Bismillaahir Rohmaanir

Ta’ala: “Sucikanlah bajumu” (al Muddatsir: 5). Dah hadits riwayat Abu Dawud (365), dari
Abi Hurairoh ra., bahwa Khaulah binti Yasar datang kepada Nabi saw. dan bertanya: Wahai
rasulullah, saya tidak mempunyai pakain kecuali hanya satu saja, dan saya dalam keadaan
hadis, bagaiamakah saya harus berbuat? Beliau menjawab: “Apabila engkau sudah suci, maka
sucikanlah baju itu dan sholatlah menggunakan baju itu”. Dia bertanya lagi: Apabila tidak
mengeluarkan darah? Beliau menjawab: “Cukup bagimu membasuh darah, dan bekasnya
tidak menyulitkan engkau”.
)24( dalil yang menunjukkan demikan adalah perintah Rasulullah saw. menuangkan sair ke

atas bekas kencing orang Arab gunung di dalam masjid, perhatikan CK. No:2 kitab thoharoh.
Diqiyaskan kepada pensucian pakaian.
)25( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Sesungguhnya sholat itu bagi orang mukmin sebagai

kewajiban yang bersangkut paut dengan waktu” (an Nisak:103). Atau fardlu yang dibatasi
dengan waktu, maka tidak boleh tidak orang harus mengetahui masuknya waktu sholat.
)26( Allah berfirman: “Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka

sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke
arah Masjidil Harom” (al Baqoroh:144). Al harom artinya: tidak diperbolehkan memalingkan
muka atau melanggar larangan. Hadits riwayat al Bukahry (5897) dan Muslim 397) hadits
tentang orang yang sholatnya tidak baik (musi-us sholah), bahwasanya Rasulullah saw.
besabda kepadanya: “Apabila kamu sholat, maka sempurnakanlah wudlumu lebih dulu, lalu
menghadaplah ke arah qiblat, kemudian bertakbirlah”, perhatikan CK. No: 31. Yang
dimaksud Masjidil Harom dalam ayat dan qiblat dalam hadits adalah Ka’bah. Hadits riwayat
al Bukahry (390) dan Muslim (525), dari al Barrok bin Azib ra. ia berkata: Rasulullah saw.
sholat menghadap kearah Baitul maqdis selama 16 bulan atau 17 bulan, dan Rasulullah saw.
lebih suka bila menghadap ke arah Ka’bah, maka Allah menurunkan: surat al baqoroh:144,
kemudian beliau menghadap ke arah Ka’bah.
)27( Disebabkan dalam peperangan dan sebagainya, apabila terdapat sebab yang mubah,

sebagaimana firman Allah ta’alaa: “Apabila kamu dalam keadaan ketakutan, maka sholatlah
sambil berjalan atau naik kendaraan” (al Baqoroh:239). Artinya apabila tidak memungkinkan
bagimu untuk sholat secara sempurna, karena takut atau sebab lainnya, maka sholatlah kamu
menurut apa yang bisa kamu lakukan, baik berjalan kaki, atau naik hewan tunggangan
(kendaraan). Ibnu Umar ra. berkata: menghadap kearah qiblat atau tidak. Nafi’ menyatakan:
Saya tidak yakin bahwa Ibnu Umar berkata demikian, kecuali yang demikian itu berasal dari
Rasulullah saw. (al Bukahry:4261).
)28( Hadits riwayat al Bukhary (391), dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. sholat di atas

kendaraan beliau ketika menghadap ke arah qiblat. Dalam satu riwayat: menghadap ke arah
timur, apabila beliau menghendaki sholat fardlu, maka beliau turun dan menghadap ke arah
qiblat. Dalam satu riwayat (1045) dari Ibnu Umar ra. : Beliau saw. sholat dalam bepergian…..
)29( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Mereka tidak diperintahkan kecuali agar mereka

beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan” (al Bayyinah:5). Al Mawardie


mengatakan: Ikhlas di dalam pernyataan mereka adalah niyat. Berdasarkan hadits:
“Sesungguhnya semua amal itu harus disertai niyat”, perhatikan CK. No:19 kitab thoharoh.

30
Rohiim termasuk ayat al Fatihah, ruku’ dengan tuma’ninah, berdiri dari
ruku’ dan I’tidal dengan tuma’ninah, sujud dengan tuma’ninah, duduk di
antara dua sujud dengan tuma’ninah,(31) duduk akhir,(32) tasyahud (tahiyat)
di dalamnya,(33) mengucapkan sholawat kepada Nabi Muhammad saw. di

)30( Hadits riwayat al Bukhary (1066), dari Amron bin Hushoin ra. ia berkata: Saya menderita
sakit bawasir (ambeyen), maka saya bertanya kepada Nabi saw. tentang sholat, maka beliau
menjawab: “Sholatlah kamu dalam keadaan berdiri, bila tidak mampu dengan duduk, bila
tidak ammpu, maka dengan tidur. An Nasaie menambahkan: Apabila tidak bisa maka dengan
terlentang, Allah tidak akan memperberat beban kepada seseorang kecuali sesuai dengan
kemampuannya (Kifayatul Akhyar: I/103).
)31( Dalil dari rukun-rukun tersebut di atas sampai di sisi, adalah hadits riwayat al Bukahry

(724) dan Muslim (397), dari Abi Hurairoh ra. bahwasanya Nabi saw.masuk ke dalam masjid,
kemudian ada seorang lelaki masuk masjid dan langsung sholat, lalu dia mengucapkan salam
kepada Nabi saw., maka Nabi saw. menjawab: “alaihis salaam”, dan bersabda: “Kembalilah
dan sholatlah, sesungguhnya engkau belum sholat”. Maka lelaki itu sholat lagi, lalu datang
lagi dan mengucapkan salam kepada Nabi saw. Beliau bersabda: “Kembali lagi dan sholatlah,
sesungguhnya engkau belum sholat” peristiwa itu terjadi sebanyak tiga kali. Lalu lelaki itu
bertanya: Demi dzat yang mengutus engkau dengan benar, apakah ada cara sholat lain yang
lebih baik, maka ajarilah aku. Maka beliau bersabda: “Apabila mendirikan sholat, maka
bertakbirlah, lalu bacalah apa yang mudah bagimu dari al Qur’an, lalu ruku’lah sampai
tuma’ninah, lalu bengkitlah dari ruku’sampai benar-benar berdiri tegak, lalu sujudlah sampai
tuma’ninah, lalu bangunlah sampai duduk dengan tuma’ninah, lalu sujudlah sampai
tuma’ninah, kemudian lakukanlah yang demikian itu di dalam keseluruhan sholatmu”. Para
ulama memastikan bahwa hadits ini disebut dengan: Khobarul musi-us sholatih (hadits
tentang lelaki yang sholatnya tidak baik). Kalimat: Bacalah mana yang paling mudah bagimu
dari al Qur’an, menurut Ibnu Hibban (484): “Kemudian bacalah ummil Qur’an”, yakni al
fatihah. Dalil yang menunjukkan demikian adalah hadits riwayat al Bukahry (723) dan
Muslim (394): “Tidak sah sholat seseorang yang tidak membaca surat al Fatihah”. Dalil yang
menjelaskan bahwa Basmalah termasuk dari al Fatihah dan semua surat dalam al Qur’an,
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (400) dari Annas ra. ia berkata: Suatu ketika
Rasulullah saw. pada suatu hari di antara kami ketika beliau tidur-tidur sejenak, lalu beliau
mengangkat kepala beliau sambil tersenyum, maka kami bertanya: Apakah yang membuat
engkau tersenyum wahai rasulullah? Beliau menjawab: “Diturunkan kepadaku baru saja
sebuah surat, maka beliau mebacanya: ‫بس مهللا ا رمحممالر رمحمماان هللاع ين ك ا كممر رمح م ا‬ beliau
menghitung basmalah termasuk ayat dari surat al Qur’an. Pengertian: di dalam keseluruhan
sholatmu adalah: di setiap roka’at sholatmu.
)32( Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (794), dari Abi Humaid as Sa’idy ra., tentang

tatacara sholat Nabi saw.: Apabila beliau duduk pada roka’at akhir, beliau menyelipkan kaki
kiri beliau dan menegakkan yang lain, dan beliau duduk di atas tempat duduknya. Oleh karena
tempat dzikir yang diwajibkan (tasyahud), sebagaimana akan dijelaskan nanti, maka duduk
akhir hukumnya wajib, seperti berdiri untuk membaca surat al fatihah.
)33( Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (5806) dan Muslim (402), dan lainnya, dari Ibnu

Mas’ud ra. ia berkata:Kami ketika sholat bersama Nabi saw. mengucapkan - menurut al
Baihaqy (II/138) dan ad Daroquthny (I/3501): Kami sebelum difardlukan tasyahud – ‫رمحسمم‬
‫ رمحسمم لمى نمم‬,‫ رمحسم لىم رئل‬,‫ رمحسم لى جربيل‬,‫لى ا قبل برده‬ (Semoga keselamatan
bagi Allah sebelum hamba-nya, semoga keselamatan bagi Jibril, semoga keselamatan bagi
Mika-il, semoga keselamatan bagi si Fulan), setelah Nabi saw. selesai sholayt, beliau
menghadap kepada kami dan bersabda: “Sesunguhnya Allah adalah pemilih keselamatan,

31
dalamnya,(34) salam yang pertama,(35) berniyat keluar dari sholat,(36) tertib
sesuai dengan tata urutan rukun sholat sebagaimana yang telah kami
jelaskan.(37)

Yang disunnatkan sebelum memasuki pelaksanaan sholat ada dua hal:


adzan dan iqomah.(38)

apabila kamu duduk dalam sholat, maka ucapkanlah at tahiyaatu…”. Telah diriwayatkan
tentang bacaan (kalimat) tasyahud banyak sekali hadits shohih, kalimat tasyahud yang
sempurna dan afdlol menurut as Syafi’ie, ialah yang diriwayatkan oleh Muslim (403), dan
lainnya dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya dia berkata: Rasulullah saw. mengajari kami tasyahud
seperti halnya beliau mengajari kami surat al Qur’an, beliau mengucapkan: ‫"رمحتح مر رببركامر‬
, ‫ رمحسم ل كمر و لمى بمرد ا رمحصمر‬,‫ رمحسم ل ك كيهر رمحكيب وكلة ا وباارته‬,‫رمحصل ر رمحا بر هلل‬
"‫( كشمه ك رمحممه ر ا وكشمه ك ممم ر كلم " ا‬Puji sanjungan yang penuh barikah, pujian
yang indah hanya bagi Allah, semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya terlimpah
kepadamu wahai Nabi, semoga pula keselamatan terlimpah kepada kami dan seluruh hamba
Allah yang baik-baik, aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah).
)34( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya mengucapkan

sholawat kepada kepada Nabi, wahai orang-orang yang beriman bersholawatlah dan
berikanlah ucapan selamat dengan benar” (al Ahzab:56). Ulama telah sepakat bahwa tidak
wajib mengucapkan sholawat di luar sholat, maka cukup jelas diwajibkannya sholawat dalam
sholat. Ibnu Majah telah meriwayatkan hadits (515) dan al Hakim (268) dan dinyatakan
shohih, dari Ibnu Mas’ud ra. pertanyaan tentang tatacara bersholawat kepada Nabi saw.:
Bagaimana kami bersholawat kepadamu, ketika kami bersholawat kepadamu di dalam sholat
kami? Beliau bersabda: Ucapkanlah dst. Ini sebagai ketegasan bahwa tempat bersholawat
kepada Nabi saw. adalah di dalam sholat., dan bertepatan di akhir sholat, maka wajiblah
diucapkan ketika duduk akhir sesudah tasyahud. Adapun kalimat sholawat yang sempurna
,‫ اممر صمل ب لمى يبمارآ هللا و لمى م" يبمارآ هللا‬, ‫"رمحلههللا صمل لمى ممم و لمى م" ممم‬
sebagai berikut:

" ‫ ىف رمحعرب ينمك ل م د م‬,‫ امر ابكاب لى يبارآ هللا و لى م" يبارآ هللا‬, ‫وابك لى مم و لى م" مم‬
(Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau memberikan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Dan
berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkati
Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Perkasa).
Sungguh kalimat ini sudah tegas jelas dalam hadits riwayat al Bukhary dan Muslim dan
lainnya, di sebagian riwayat ada kuranng atau lebih dari kalimat ini.
)35( Hadits riwayat Muslim (498) dari A’isyah ra. Rasulullah saw. membuka (memulai) sholat

beliau dengan takbir dan mengakhirinya dengan salam.


)36( Yang benar bahwa hal ini bukan rukun sholat, tetapi hanya sunnat, untuk menjaga orang

yang menganggap sebagai rukun.


)37( Berdasarkan khobarul musi-us sholah, di dalamnya ada kata sambung yakni: “lalu”, ini

menunjukkan tertib. Dan perbuatan Nabi saw.yang dinukil dengan hadits yang shohih.
)38( Khusus untuk sholat fardlu. Dalil yang menunjukkan disyari’atkannya adzan dan iqomah,

adalah hadits riwayat al Bukhary (602) dan Muslim (674), dari Malik Ibnu al Huwairits ra.
bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Apabila waktu sholat sudah datang, maka hendaklah salah
seorang dari kamu mengumandangkan adzan, dan hendklah ada yang menjadi imam sholat

32
yang tertua di antara kamu”. Menurut riwayat Abu dawud (499) dari Abdullah bin Zaid ra.
“Apabila kamu iqomah untuk sholat ucapkanlah: "… ‫"ا كارب ا كارب‬ Pergeseran dari wajib

ke sunnat terdapat dalil yang lain. Adapun kalimat adzan sebagai berikut: ,‫"ا كامرب ا كامرب‬
‫ كشممه ك مم م ر كل م " ا كشممه ك‬,‫ كشممه ك يمحممه ي ا كشممه ك يمحممه ي ا‬,‫ا كاممرب ا كاممرب‬
‫ ا كامرب ا‬,‫ اني لى رمحفممح انمي لمى رمحفممح‬,‫ اني لى رمحصمة اني لى رمحصمح‬,‫مم ر كل " ا‬
"‫ يمحمه ي ا‬,‫ كامرب‬Dan digabungkan di dalam adzan shubuh kalimat: , ‫"رمحصممة ريمم مر رمحكم‬
" ‫ رمحصممة ريمم مر رمحكم‬sesudah: "‫ "انمي لمى رمحصممة‬yang kedua. Kalimat iqomah: ‫"ا كامرب ا‬
‫ قم قر مب‬,‫ اني لى رمحفممة‬,‫ اني لى رمحصمة‬,‫ كشه ك مم ر كل " ا‬,‫ كشه ك يمحه ي ا‬,‫كارب‬
"‫ يمحمه ي ا‬,‫ ا كامرب ا كامرب‬,‫ رمحصمة ق قر ب رمحصمة‬. Kalimat adzan dan iqomah sudah baku
berdasarkan banyak hadits baik yang diriwayatkan oleh al Bukhary, Muslim dan lain-lain.
Bagi orang yang mendengar adzandisunnatkan untuk mengucapkan kalimat sperti yang
diucapkan oleh muadzin, apabila adzan sudah selesai disunnatkan membaca sholawat Nabi
saw. dan berdo’a, dengan kalimat yang dijelaskan oleh hadits. Hadits riwayat Muslim (384)
dan lainnya, dari Abdullah bin Amer ra. bahwa dia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Apabila kamu mendengar seruan adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh
muadzin, lalu bersholawatlah untukku, sesungguhnya barang siapa yang mengucapkan
sholawat kepada sekali, maka Allah akan memberikan shoawat kepadanya sepuluh kali, lalu
mintakanlah kepada Allah wasilah untukku, sesungguhnya wasilah itu adalah suatu tempat di
dalam surga, tidak ada yang pantas menempatinya, kecuali seorang hamba dari hamba Allah,
dan aku berharap, bahwa akulah yang dimaksud, barang siapa yang memintakan kepada Allah
wasilah untukku, maka dia berhak mendapatkan syafa’at”. Hadits riawaya al Bukahry (589),
dan lainnya, dari Jabir ra. bahwasanya Rasulullah saw.bersabdaL “Barang siapa yang ketika
selesai mendengar adzan mengucapkan: ‫ م ممم ر‬,‫"رمحلههللا كب آذه رمح ة رمحتر ة ورمحصمة رمحقرئمة‬
"‫ وربعقممه قر ممر مم م در رمحممذ و تممه‬,‫( رمح ل م لة ورمحفل م لة‬Yaa Allah Tuahnpemilik seruan yang
sempurna, dan sholat yang berdiri tegak, datangkanlah kepada Muhammad al wasilah dan
fadlilah, dan bangkitkanlah beliau di tempat yang terpuji, sebagaimana yang telah Engkau
janjikan kepada beliau). Arti rangkaian kata-kata: da’watit tammah: seruan untuk bertauhid
ayng tidak pernah berobah dan tergantikan, alfadlilah: suatu martabat/kedudukan yang lebih
tinggi dibandingkan semua makhluk, maqooman mahmuuda: Terpuji orang ayng
menempati di dalamnya, alladzi wa’adtah: berdasarkan firman Allah: “pasti Tuhanmu akan
membangkitkan engkau di tempat terpuji” (al Isrok:79). Dan disunnatkan pula bagi muadzin
membaca sholawat kepada Nabi saw. dan berdo’a, dengan suara rendah dan ada tenggang
waktu dengan adzan, agar orang tidak ragu atau menduga bahwa itu termasuk kalimat adzan.
Dikecualikan dari mengucapkan kalimat ayng sama dengan muadzin, ketika mendengar: ‫"اني‬

"‫لى رمحصممة‬ dan "‫رمحفممح‬ ‫"انمي لمى‬ hendaknya pendengar mengucapkan: ‫" انم " و قم ة ي‬
"‫ابهلل‬ demikian diriwayatkan oleh al Bukhary (588) dan Muslim (385) dan lainnya. Dan

apabila mendengar ucapan: " ‫"رمحصممة ريمم مر رمحكم‬ pendengar mengucapkan: " ‫"صم قب وبماك‬
(Engkau Maha benar dan Maha Pencipta). Dan disunnatkan pula ketika mendengar iqomah,
dan akhirannya, ketika mendengar ucapan: "‫"ق م قر ممب رمحصمممة‬ hendaknya pendengar

33
Yang disunnatkan sesudah masuk ke dalam sholat ada dua hal: tasyahud
awal,(39) dan qunut pada sholat shubuh,(40) dan dalam sholat witir di
separoh kedua dari bulam Romadlon.(41)

Sunnat hai-at dalam sholat ada 15 macam: mengangkat dua belah tangan
ketika bertakbirotul ihrom, ketika ruku’, dan ketika bangun dari ruku’, (42)

mengucapkan: "‫"كقر هممر ا وكدر هممر‬ (Semoga Allah mengegakkannya dan mengekalkannya),
diriwayatkan oleh Abu Dawud (528).
)39( Mengikuti apa yang diketahuia dari banyak hadits shohih, antara lain hadits riwayat al

Bukhary (1167), bahwasanya Rasulullah saw. berdiri sesudah roka’at kedua dari sholat
dhuhur, beliau tidak duduk (untuk tasyahud awal), ketika selesai sholat beliau sujud dua kali
kemudian salam sesudah sujud, Sujud disebkan meninggalkan tasyahud awal karena lupa,
sebagai dalil bahwa tasyahud awal hukumnya sunnat (sunnat penting). Di dalam hadits musi-
us sholah menurut Abu Dawud (860): “Apabila engkau duduk di ttengah sholat, maka
tuma’ninahlah, dan duduklah di atas paha kiri (seharusnya telapak kaki kiri), lalu
bertasyahudlah.
)40( Hadits riwayat al Hakim, dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. ketika bangun

dari ruku’ dalam sholat shubuh, pada roka’at kedua, beliau mengangkat dua belah tangan
beliau berdoa’ dengan do’a ini: "‫"رمحله مهللا رآ م م ن م مر آ م يب …ع‬ (kitab al Mughni al
Muhtaj:I/166).
)41( Hadits riwayat Abu Dawud (1425), dari al Hasan bin Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw.

mengajari aku kalimat yang aku ucapkan di dalam sholat witir: ,‫"رمحلهمهللا رآم م نم مر آم يب‬
‫ ينمك تقلمى و‬,‫ وقىن شما مر قلم ب‬,‫ وابك ىل ن مر ك ا ب‬,‫ وت محىن ن مر ت مح ب‬,‫و رنىن ن مر رن ب‬
"‫ تبركاممب كبكممر وتعرمح ممب‬,‫ و يعمما ممر رديممب‬,‫ وينممه يممذ" ممر ورمح ممب‬,‫( يقلممى ل ممك‬Yaa Allah
tunjukilah aku kejalan orang yang Engkau beri petunjuk, dan sehatkanlah aku sebagaimana
orang yang telah Engkau beri kesehatan, dan tolonglah aku sebagaimana orang-orang yang
telah Engkau tolong, dan berkatilah aku dalam segala yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, dan jauhkanlah aku dari jahatnya apa saja yang Engkau putuskan. Engkau Maha
penentu, dan bukat ditentukan oleh sesuatu, sesungguhnya tidak akan menjadi hina orang
yang Engkau tolong, dan tidak akan mulya orang yang Engkau musuhi, Engkau Maha
Pemberi berkat dan Engkau Maha Tinggi). At Tirmidzy menyatakan (464) hadits ini hasan. Ia
juga menyatakan: saya tidak tahu dari do’a qunut Nabi saw. dalam sholat witir yang lebih baik
dari kalimat ini. Menurut riwayat Abu Dawud (1428) bahwasanya Ubai bin Ka’ab ra. menjadi
imam – dalam sholat di bulan Romadlon – dia membaca qunut di seperdua yang akhir pada
bulan Romadlon, dan perbuatan sahabat itu menjadi hujjah (dasar hukum) apabila tidak
diingkari (ditolak).
)42( Hadits riwayat al Bukhary (705) dan Muslim (390), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Saya

menayksikan Nabi saw. membuka sholat dengan takbir, beliau mengangkat dua belah tangan
beliau ketika bertakbir, sampai menjadikan dua belah tangan tersebut setinggi dua bahu
beliau. Apabila bertakbir untuk ruku’ juga melakukan seperti itu, ketika mengucapkan: ‫"مسم‬
"‫ ا بمر لم ه‬juga berbuat begitu, sambil mengucapkan: " ‫ "كبكمر ومحمك ر مم‬, dan beliau tidak
mengangkat dua belah tangan belaiu ketika sujud dan ketika bangun dari sujud.

34
meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, (43) bertawajjuh (membaca
do’a iftitah),(44) isti’aadzah (membaca ta’awudz),(45) menjaharkan
(mengeraskan) bacaan pada tempatnnya dan merendahkan suara (isror)
pada tempatnya,(46) mengucapkan “aamiin”,(47) membaca surat al Qur’an

)43( Berdasarkan hadits riwayat Muslim (401), dari Wa-il bin Hijri ra. bahwa dia menyaksikan
Nabi saw. mengangkat dua tangan beliau ketika masuk pelaksanaan sholat, lalu beliau
meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri beliau.
)44( Hadits riwayat Muslim (771), dari Ali ra. dari Rasulullah saw., bahwasanya apabila sudah

berdiri sholat beliau mengucapkan: ‫"وجهممب وجهممي محلممذ نامما رمحسممرور ورألكض انك فممر و ممر كن ممر‬
" ‫ وكن ممر ربسم مملم‬, ‫ وب م مذمحك ك مما‬,‫ ش م مايك مح ممه‬, ‫ ي ص مممو ونس م م ي وم م ممرل ومل ممرو محل م ممه كب رمحعم ممرب‬, ‫ربش مماا‬
(Saya hadapkan wajhku kehadlirat Tuhan Maha Pencipta langit dan bumi, teguh beragama,
dan saya tidak termasuk golongan orang musyrik. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup
dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi Allah, oleh karena itu
aku diperintah, dan aku termasuk orang yang bersrah diri).
)45( Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Apabila engkau membaca al Qur’an, maka

berlindunglah kamu kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk” (an Nahl:98).
)46( Mengeraskan bacaan pada: sholat shubuh, dua roka’t awal sholat maghrib dan isyak,

sholat jum’ah, sholat dua hari raya, sholat gerhana bulan, sholat istisqok, sholat tarowih,
sholat witir di malam Romadlon, dan sholat thowaf di malam hari atau waktu shubuh, akan
dijelaskan kemudian pada tempatnya. Dan dengan suara tengahan (tidak keras dan tidak isror
untuk sholat mutlk di malam hari sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah kamu
kerskan atau kamu isrorkan dalam sholatmu, tetapi usahakanlah tengah-tengah di antara
keduanya” (al Isrok:110), yang dimaksudkan adalah sholat malam. Dan sholat yang selain
tersebut di atas di-isrorkan bacaannya. Dalil yang menunjukkan demikian adalah hadits
riwayat al Bukhary (735) dan Muslim (463), dari Jubair bin Math’am ra. ia berkata: Saya
mendengar Nabi saw. membaca di dalam sholat maghrib surat at Thur. Dan hadits riwayat al
Bukhary (733) dan Muslim (463), dari al barrok ra. ia berkata: Saya mendengar Nabi saw.
membaca: " ‫"ورمحتم ورمحايتم‬ dalam sholat isyak, dan saya tidak mendengar seorangpun yang
lebih baik dibanding suara beliau, atau bacaan beliau. Dan hadits riwayat al Bukhary (739)
dan Muslim (449), dari Ibnu Abbas ra. tentang kehadliran jin dan usaha jin mendengarkan al
Qur’an dari Nabi saw. di dalamnya, beliau sedang dalam sholat bersama para sahabat yakni
sholat shubuh, ketika mereka (jin) mendengar al Qur’an, mereka memasang telinga terhadap
bacaan beliau. Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa beliau saw. menjaharkan bacaan beliau
sampai dapat didengar oleh yang hadlir. Dan dalil yang menyatakan bacaan isror (suara
rendah) adalah yang tidak disebutkan di sini, adalah hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary
(713) dari Khubab ra. ada seorang penanya: Apakah Rasuliullah saw. membaca sesuatu ketika
sholat dhuhur atau ashar? Ia menjawab: Ya. Kami bertanya: Dengan apa kalian mengetahui
yang demikian itu? Ia menjawab: Dengan bergerak-geraknya jenggot beliau. Dan hadits
riwayat al Bukhary (738) dan Muslim (396), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Didalam sholat
beliau membaca. Apa yang diperdengarkan oleh Rasulullah saw. kepada kami, maka kami
perdengarkan kepada kamu, dan apa yang di rahasiakan (isror), maka kami rendahkan suara
dari kamu. Dan tidak ada penukilan dari sahabat ra. bacaan keras selain di tempat-tempat
tersebut.
)47( Hadits riwayat Abu Dawud (934), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw.

apabila membaca: " ‫"غممم ربولم ب لم ههللا و رمحلم مح‬ beliau mengucapkan: Aamiin, sampai
didengar orang yang di belakang beliau dari shof pertama. Ibnu Majah menambahkan (853):
Maka bergemalah masjid karenanya. Disunnatkan juga aamiin diucapkan oleh makmum, dan

35
sesudah al fatihah,(48) bertakbir setiap kali bangun dan menunduk, (49)
mengucapkan: " ‫"مسم ا بممر لم ه كبكممر محممك ر مم‬ ,(50) membaca tasbih
dalam ruku’ dan sujud,(51) meletakkan dua tangan di atas dua paha ketika
dudu, membuka tangan kiri dan menggenggam tangan kanan kecuali jari
telunjuk, oleh akrena akan untuk memberikan isyarat dengan telunjuk
ketika membaca syahadat,(52) duduk iftiros untuk semua jenis duduk, dan
tawarruk ketika duduk akhir,(53) salam yang kedua.(54)

aminnya di belakang aminnya imam. Diriwayatkan oleh al Bukahry (749) dan Muslim (410),
dari Abi Hurairoh ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila imam membaca: ‫"غمم‬
" ‫ ربول ب لم ههللا و رمحلم مح‬maka ucapkanlah aamiin. Sseungguhnya barang barang siapa yang
bertepatan dengan ucapan para malaikat, maka diampuni baginya dosanya yang telah
lampau”. Di dalam satu riwayat dari Abu Dawud (936): “Apabila imam mengucapkan aamiin,
maka ucapkanlah aamiin..”.
)48( Pada dua roka’at yang awal. Yang menunjukkan demikian adalah banyak hadits, antara

lain: hadits riwayat al Bukahry (745) dan Muslim (451), dari Abi Qotadah ra. bahwasanya
Nabi saw. membaca al Fatihah dan surat besertanya pada dua roka’at yang awal dari sholat
dhuhur dan ashar. Dalam satu riwayat: Demikian pula dalam sholat shubuh, beserta penjelasan
di atas dari hadits-hadits tentang mengeraskan bacaan. Makmum tidak membaca selain al
fatihah dalam sholat jahriyah (sholat harus dikeraskan bacaannya), berdasarkan ahdits
riwayat Abu Dawud (823 – 824), dan an Nasaie (II/141) dan lainnya, dari Ubadah ibnus
Shomit ra. ia berkata: Kami berada di belakang Rasulullah saw. dalam sholat shubuh, terrasa
beliau berat dalam membaca, maka setelah selesai sholat beliau bersabda: “Kiranya kamu
membaca sesuatu di belakang imammu, ia berkata, kami menjawab: wahai Rasulullah, lalu
bagaimana. Beliau menjawab: Jangan berbuat sesuatu kecuali hanya membaca al fatihah,
sesungguhnya tidak sah sholat seseorang yang tidak membaca al fatihah”.
)49( Hadits riwayat al Bukhary (752) dan Muslim (392), dari Abi Hurairoh ra., bahwa dia

sholat bersama pada sahabat, maka ia bertakbir setiap kali menunduk (merendah) atau
mengangkat (bangun). Ketika selasai sholat ia berkata: Sesungguhnya saya sungguh membuat
kamu menyamakan diri dengan sholat Rasulullah saw. Pengertian menunduk dan
mengangkat: turun ketika ruku’ dan sujud, dan berdiri dari ruku’ atau sujud.
)50( Perhatikan catatan kaki (CK.) No: 42.

)51(Hadits riwayat Muslim (772), dan lainnya, dari Hudzaifah ra. ia berkata: Saya sholat
bersama Nabi saw. apad suatu malam …, lalu beliau ruku’, maka beliau mengucapkan:
"‫ "لبحر كيب رمحعظ هللا عع‬lalu neliau sujud beliau mengucapkan: ‫ "لبحر كيب رأل لى"ع‬.
)52( Hadits riwayat Muslim(580), dari Ibnu Umar ra. - tentang tatacara duduknya Rasulullah
saw. - ia berkata: Beliau apabila duduk dalam sholat meletakkan telapak tangan kanan di atas
paha beliau sebelah kanan, dan mengikatkan seluruh jari-jari beliau, serta memberikan isyarat
menggunakan jari sesudah ibu jari (jari telunjuk), dan meletakkan telapak tangan beliau
sebelah kiri di atas paha beliau sebelah jiri.
)53( Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (794), dari Abi Humaid as Sa’idy ra. ia berkata:

Saya adalah orang yang paling hafal di antara kamu terhadap sholat Rasulullah saw….., di
dalamnya: Apabila beliau duduk pada dua roka’at, maka beliau dudk di atas kaki kiri, dan
menegakkan kaki kanan, apabila duduk pada roka’at akhir, beliau menyelipkan kaki kiri
beliau (di bawah kaki kanan) dan menegakkan kaki kanan, dan beliau duduk di tempat duduk
(lantai). Menurut riwayat Muslim (579) dari Abdullah ibnuz Zubair ra.: Rasulullah saw.

36
(Fasal): Wanita berbeda dengan laki-laki dalam lima hal:
Bagi laki-laki mengangkat dan memisahkan dua siku-sikunya dari dua sisi
pinggangnya (lempeng bhs. Jawanya),(55) mengempiskan perutnya
terpisah dari kedua pahanya ketika ruku’ dan sujud,(56) mengeraskan suara
pada tempat yang seharusnya dibaca jahar, apabila mengingatkan di
dalam sholat bertasbih,(57) aurat lelaki adalah bagian antara pusat dan dua
lututnya.(58)
Wanita: mempertemukan (merapatkan) antara anggota badan yang satu
dengan lainnya,(59) merendahkan suaranya ketika di hadapan laki-laki

apabila duduk dalam sholat beliau meletakkan kaki kiri di antara paha dan betis beliau, dan
duduk di atas kaki kanan (penerjemah: yang betul adalah: duduk di atas kaki kiri, ini
namanya tas-hif atau salah tulis).
)54( Hadits riwayat Muslim (582), dari Sa’ad ra. ia berkata: Saya menyaksikan Rasulullah

saw. melakukan salam kekanan dan ke kiri, sampai terlihat putihnya pipi beliau. Diriwayatkan
oleh Abu Dawud (996) dan lainnya, dari Ibnu Mas’ud ra. bahwasanya Nabi saw. melakukan
salam ke kanan dan ke kiri, sehingga terlihat putihnya pipi beliau: ,‫"رمحسمم لم هللا وكلمة ا‬
"‫ رمحسمم لم هللا وكلمة ا‬. At Tirmidzy menyatakan: (295) Hadits Ibnu Mas’ud ini adalah hadits
hasan shohih.
)55( Hadits riwayat al Bukhary (383) dan Muslim (495), dari Abdulah bin Malik bin Buhainah

ra. bahwasanya Nabi saw. apabila sholat merenggangkan di antara dua tangan beliau sehingga
terlihat putihnya kedua ketiak beliau. Menurut riwayat Abu dawud (734) dan at Tirmidzy
(270), dari Abi Hamid ra. : Beliau menjauhkan kedua tangan beliau dari sisi kiri dan kanan
pinggang beliau, dan meletakkan dua telapak belia sejajar dengan bahu.
)56( Hadits riwayat Abu dawud (735) dari Abi Hamid ra. tentang tatacara sholat Rasululah

saw. ia berkata: Apabila beliau bersujud memisahkan antara kedua paha beliau, dan pahanya
tidak menopang perutnya.
)57( Apabila mendapati imam atau lainnya sesuatu dan hendak menngingatkan, maka

mengucapkan: "‫ "لمبحر ا‬Berdasarkan hadits riwayat al Bukahry (652) dan Muslim (421),
dari Sahal bin Sa’ad ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang merasa
ragu di dalam sholatnya, maka bertasbihlah, sesungguhnya apabila bertasbih, maka
memperhatikan kepadanya, sesungguhnya tashfiq (tepukan du tangan) bagi wanita. Tashfiq:
memukulkan telapakh tangan kiri bagian luar ke telapak tangan kanan bagian dalam. Kata:
"‫ "كربمه‬ragu terhadap sesuatu dan memerlukan untuk diperingatkan/teguran.
)58( Hadits riwayat ad daroquthny (I/231) dan al Baihaqy (II/229) marfu’: Apa yang berada di
atas dua lutut termasuk aurat, dan apa yang berada di bawah pusat termasuk aurat. Hadits
riwayat al Bukhary (346) dari Jabir ra. bahwanya dia sholat dengan satu pakaian, dia berkata:
Saya melihat Nabi saw. pernah sholat dengan satu pakaian. Dalam riwayat lain (345): Jabir
sholat menggunakan sarung, dia mengikatkan dari arah tengkuknya. Sarung menurut istilah
umum: pakaian yang bisa menutup bagaian tengah badan, atua antara pusat dengan dua lutut,
atau yang berdekatan dengan itu.
)59( Hadits riwayat al baihaqy (II/223), bahwasanya Nabi saw. melewati dua wanita yang

sedang sholat, maka beliau bersabda: “Apabila kalian bersujud, maka pertemukan sebagian
daging ke tanah, sesungguhnya wanita dalam hal ini tidak seperti kaum lelaki”.

37
ajnabie (bukan mahrom),(60) apabila memperingatkan sesuatu yang
meragukan di dalam sholat dengan tashfiq,(61) dan seluruh tubuhnya
menrupakan aurat, kecuali bagian wajah dan dua telapak tangannya, (62)
dan bagi amat (wanita budak) auratnya sama dengan kaum lelaki.(63)

(Fasal): Hal-hal yang membatalkan sholat ada 11 macam: berbicara


dengan sengaja,(64) perbuatan (gerakan) yang banyak,(65) berhadats,
terkena najis, terbuka aurat, perubahan niyat,(66) membelakangi qiblat,(67)
makan, minum tertwa terbahak-bahak dan murtad.(68)

(Fasal): Jumlah roka’at sholat fardlu ada 17 roka’at meliputi: 34 kali


sujud, 94 takbir, sembilan tasyahud, 10 kali salam, 153 kali tasbih.

)60( Dikhawatirkan menimbulkan fitnah, Allah berfirman: “Janganlah kamu tunduk dalam
berbicara, sehingga menimbulkan keinginan (rangsangan) bagi orang yang berpenyakit dalam
ahtinya” (al Ahzab:32). Pengertian tunduk dalam berbicara: memperlembut/memperindah
penuturan. Ayat ini menunjukkan, bahwa suara wanita itu kadang-kadang bisa menimbulkan
fitnah (bencana), oleh karena itu dituntut untuk merendahkan suara di hadapan lelaki ajnabie.
)61( Perhatikan CK. No: 57.

)62( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Janganlah wanita memperlihatkan perhiasa mereka,
kecuali anggota badan yang boleh ditampakkan” (an Nur:31). Menurut Jumhur ulama, bahwa
yang dimaksud dengan perhiasan adalah tmpatnya, yakni bagian tubuh yang diberi perhiasan,
sedangkan maksud: anggota tubuh yang tampak adalah: wajah dan dua telapak tangan. (Ibnu
Katsir:III/283). Hadits riwayat Abu Dawud (640) dan lainnay, dari Ummi Salamah ra.
bahwasnya dia bertanya kepada Nabi saw.: Apakah wanita boleh sholat hanya dalam satu
pakaian (baju) dan satu jilbab, tanpa sarung? Beliau menjawab: “Apabila bajunya cukup luas,
menutup sampai permukaan telapak kaki”. Jelasnya: Pakaiannya harus mampu menutup
permukaan telapak kaki ketika berdiri, ketika ruku’, dan menutup telapak kaki bagian dalam
(bawah) ketika sujud, oleh karena bagi wanita harus mempertemukan semua bagian tubuhnya
dalam sujud, perhatikan CK. No: 23.
)63( Artinya dalam kewajiban menutup aurat di waktu sholat, adapun di luar sholat aurat amat

sama dengan wanita merdeka (wanita biasa).


)64( Hadits riwayat al Bukhary (4260) dan Muslim (539), dari Zaid bin Arqom ra. ia berkata:

Kami berbicara di saat sholat, salah seorang dari kami membicarakan saudaranya tenatng
kebutuhannya, sampai turun ayat ini: “Peliharalah semua sholatmu dan pelihara pula sholat
wustho. Berdirilah untuk Allah dalam sholatmu dengan khsyu’”(al Baqoroh:238). Kemudian
beliau memerintahkan kami untuk diam. Hadits riwayat Muslim (537) dan lainnya, dari
Mu’awiyah Ibnu Hakam as Salmie ra. dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya
sholat ini tidak tidak sepatutnya ada sedikitpun dari perkataan manusia. Sesungguhnya isi
sholat adalah tasbih, atkbir, dan bacaan al Qur’an”.
)65( Oleh karena akan merusak tatanan (sistem) sholat.

)66(Misalnya berniyat keluar dari sholat.


)67( Oleh karena lima hal tersebut berarti meninggalkan syarat-syarat sholat atau rukun sholat,
sebagai yang telah anda ketahui.
)68( Oleh karena murtad itu menghilangkan (merusak) semua urusan yang berkaitan dengan

perbuatan dan persyaratan sholat. Perhatikan CK. No: 64.

38
Jumlah seluruh rukun sholat fardlu ada 126: sholat shubuh ada 30, sholat
maghrib ada 42, sholat yang empat roka’at masing-masing 54 rukun.
Barang siapa yang tidak mapu berdiri dalam sholat fardlu, diperbolehkan
sholat dalam keadaan duduk, dan barang siapa tidak mampu duduk,
diperbolehkan sholat sambil berbaring.(69)

(fasal): Hal-hal yang tertinggal dari sholat ada tiga kategori: fardlu,
sunnat, dan sunnat hai-at.
Yang fardlu: tidak dapat diganti dengan sujud sahwi (sujud karena
kelupaan), tetapi apabila ingat dalam waktu yang dekat (segera) hendknya
dia mengerjakan lagi yang terlupa, dan sholatnya tetap dapat diteruskan,
kemudian dia melakukan sujud sahwi.(70)
Yang sunnat (sunnat ab’adl): Tidak perlu diulangi setelah sudah
mengerjakan fardlu berikutnya, tetapi dia haurs sujud sahwii sebagai
pengganti yang dilupakannya.(71)
Yang sunnat hai-at: Tidak usah diganti setelah ditinggalkan, dan tidak
perlu sujud sahwii karenanya.(72)
Apabila orang ragu-ragu tentang sudah berapa jumlah roka’at yang sudah
dilakukan, maka orang harus berpegang kepada apa yang meyakinkan,
yakni yang lebih sedikit, lalu melakukan sujud sahwii. (73)

)69( Berdasarkan hadits Amron bin Hushoin ra.: “Sholatlah dengan berdiri, apabila tidak
mampu, maka dengan duduk, apabila tidak mampu, maka dengan berbaring”. Perhatikan CK.
No:30.
)70( Hadits riwayat al Bukhary (1169), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Nabi saw. sholat

dhuhur atau ashar bersama kami, lalu salam, maka Dzul Yadain bertanya kepada beliau:
Wahai Rasulullah, apakah tuan mengurangi roka’at sholat? Nabi saw. bertanya kepada para
sahabat beliau: “Apakah benar apa yang dikatakannya?” Mereka menjawab: Ya, maka beliau
sholat (melanjutkan sholat) dua roka’at berikutnya, lalu beliau sujud dua kali.
)71( Hadits riwayat al Bukhary (1166) dan Muslim (570(, dari Abdullah bin Buhainah ra. ia

berkata: Rasulullah saw. sholat bersama kami dua roka’at dari sebagian sholat – dalam satu
riwayat: beliau berdiri dari rako’at kedua sholat dhuhur – lalu beliau berdiri dan tidak duduk
(untuk tasyahud awal). Maka manusia juga berdiri bersama beliau, ketika sudah selesai sholat
beliau dan kami menunggu beliau salam, ternyata beliau bertakbir sebelum salam, beliau
sujud dua kali lalu dudk dan kemudian salam. Perhatikan CK. No:39. Dan hadits riwayat Ibnu
Majah (1208), Abu Dawud (1036) dan lainnya, dari al Mughiroh Ibnu Syu’bah ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kamu sholat, pada roka’at kedua langsung berdiri tetapi
belum berdiri tegak, maka duduklah (untuk tasyahud awal), apabila sudah berdiri tegak,
jangan duduk kembali, gantilah dengan suhud sahwi dua kali”.
)72( Karena tidak adanya takkid (penguatan) dan tidak ada hadits yang menganjurkan untuk

sujud karenanya.
)73( Hadits riwayat Muslim (571), dari Abi Sa’id ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:

“Apabila orang ragu di dalam sholatnya, dan dia tidak athu sudah berapa roka’at di sholat, tiga
atau empat roka’at? Maka hilangkan keraguan itu, dan tetapkan berdasarkan yang
meyakinkan, lalu ia bersujud sahwii sebelum salam. Apabila ternyata sholat yang ia lakukan
lima roka’at, maka dijadikan jodoh baginya (tambahan), apabila sholatnya ternyata tepat
roka’at, maka sebagai pembangkit kemarahan dan kehinaan bagi syaitan.

39
Sujud sahwii itu hukumnya sunnat,(74) dan tempatnya sebelum salam.(75)

(Fasal): Ada lima waktu yang tidak diperbolehkan untuk melakukan


sholat, kecuali sholat yang memiliki sebab: sesudah sholat shubuh sampai
dengan terbit matahari, ketika saat-saat matahari terbit sampai sempurna
dan meninggi kira-kira setinggi tombak (lembing), ketika matahari persis
di tengah (kulminasi) sampai matahari tergelincir, sesudah sholat ashar
sampai matahari ternbenam, dan ketika mataahri terbenam sampai
sempurna betul terbenamnya.(76)

(Fasal): Sholat berjama’ah hukumnya sunnat muakkad,(77) dan bagi


makmum wajib berniyat bermakmum kepada imam, tidak demikan bagi
imam.(78)

Orang yang merdeka diperbolehkan menjadi makmum seorang budak,


dan orang ayng sudah baligh boleh bermakmum kepada anak menjelang

)74( Karena tidak di syari’atkan untuk yang meninggalkan yang wajib.


)75( Sebagaimana ditegaskan di dalam hadits di muka.
)76( Hadits riwayat al Bukhary (561) dan Muslim (827), dari Abi Sa’id al Khudry ra. ia
berkata: Saya mendengar Rasululah saw. bersabda: “Janganlah sholat sesudah shubuh sampai
matahari sudah tinggi, dan jangan sholat sesudah ashar sampai matahari ternbenam”. Hadits
riwayat Muslim (831), dari Uqbah bin Amir ra. ia berkata: Tiga waktu di mana Rasulullah
saw. melarang kami untuk sholat di dalamnya, dan mengubur jenazah kami: ketika matahari
terbit kelihatan bulat penuh sampai meninggi, ketika matahari tepat berada di tengah sampai
tergelincir, dan ketika matahai mulai terbenam. Larangan ini hukumnya haram. Adapun sholat
yang mempunyai sebab, dapat dilakukan di setiap waktu, baik sunnat atau fardlu. Dalil yang
menyatakan demikian antara lain: Hadits riwayat al Bukahry (572) dan Muslim (684), dri
Annas ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Barang siapa yang lupa terhadap suatu sholat,
maka hendaklah di sholat ketika dia ingat, tiada kafarat (tebusan) kelupaan tersebut kecuali
demikian” Firman Allah: “Tegakkanlah sholat untuk mengingat Aku” (Thoha:14). Hadits
riwayat al Bukhary (1176) dan Muslim (834), dari Ummi Salamah ra. bahwasanya Nabi saw.
sholat dua roka’at sesudah sholat ashar, Ummi Salamah bertanya kepada beliau tentang hal
itu, maka beliau menjawab: “Wahai anak Abi Umaiyah, engkau bertanya tentang dua roka’at
sesudah ashar, sesungguhnya saya kedatangan banyak orang dari Abdil Qois, sehingga
membuat aku sibuk dan lupa mengerjakan dua roka’at sesudah dhuhur, maka itulah dua
roka’at tadi”.
)77( Baik bagi laki-laki atau wanita, berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (619) dan Muslim

(650), dari Abdullah bin Umar ra. bahwasanay Rasulullah saw. bersabda: “Sholat berjama’ah
itu lebih afdlol dibandingkan dengan sholat sendirian dengan 27 derajat”. Yang benar bahwa
sholat berjama’ah itu hukumnya fardlu kkifayah bagi kaum lelaki yang mukim, selama jelas
arahnya, berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (547) dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban
(425): “Tidak tiga orang di dalam kota atau padang pasir yang tidak mendirikan sholat
berjama’ah, kecuali mereka akan dikuasai oleh syaitan”. Artinya mereka akan mengalahkan
mereka dan menguasai mereka dan memalingkan mereka kepadanya.
)78( Agar shah ikutnya kepada imam dan mendapatkan pahala dari berjama’ah, berdasarkan

hadits: “Sesungguhnya semua amal itu ahru diserat dengan niyat…”.

40
baligh,(79) tidak shah laki-laki bermakmum kepada wanita,(80) dan tidak
boleh orang yang qorik (mampu membaca) bermakmum kepada yang
ummi (butahuruf).(81) Makum boleh sholat di mana saja di dalam masjid
di mana imam sholat di dalamnya, dan dia tahu sholatnya imam, (82) maka
sudah mencukupi, selama tidak medahului imam, hal itu apabila makmum
sholat di dalam masjid. Apabila makmum berada di luar masjid yang
masih berdekatan dengan masjid, dia tahu sholat imam, tanpa adanya
pembatas(83) di sana, maka diperbolehkan.

(Fasal): Bagi orang musafir (bepergian jauh) diperboelhkan mengqoshor


(meringkas) sholat yang roka’atnya empat (84) dengan lima macam syarat:
kepergiannya bukan untuk perbuatan ma’siyat (dosa), jaraknya minimal
16 farsah,(85) sholat yang diqoshor adalah sholat ada-an (bukan qodlok)

)79()80(Murahiq : anak yang mendekati baligh, yang dimaksudkan adalah anak yang sudah
mumayyiz. Berdasarkan hadits riwayat al Bukahry (4051): bahwasanya Amru bi Salamah ra.
dia menjadi imam bagi kaumnya (masyakatnya) ketiak dia berumur enam atau tujuh tahun.
)80( Hadits riwayat Abu Dawud (596) dan lainnya, dari Malik Ibnul Huwairits ra. ia berkata:

Saya mendengar rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang berziarah kepada suatu kaum,
maka jangnalah dia menjadi imam, dan hendaklah yang menjadi imam adalah laki-laki”.
Mafhum dari hadits ini: bahwa wanita tidak boleh menjadi imam di mana ada kaum lelakinya.
)81( Qorik adalah orang yang baik dalam bacaan surat al Fatihah, sedang ummi adalah orang

buta huruf, dan tidak shah ikut sholat dengannya, oleh karena bacaannya bacaan al Fatihah
harus sempurna sebagai rukun sebagaimana telah engkau ketahui. Orang yang ummi itu sah
sholat secara dlarurat, akrena ketidak mampuannya untuk belajar.
)82( Dia tahu sholatnya imim, mungkin dengan melihat atau mendengar suara imam, atau

mendengar suara muballigh (seorang makmum yang meneruskan suara imam dengan suara
keras agar didengar oleh makmum yang dibelakang), atau melihat sebagian shof yang ada.
)83( Tabir yang menghalangi jalan untuk menuju ke imam atau menghalangi pandangan.

)84( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Apabila kamu bepergian jauh, maka tidak berdosa
bila kamu mengqoshor sebagian sholat” (an Nisak:101). Hadits riwayat Muslim (686), dari
Ya’laa bin Ummayah ia berkata: Saya bertanya kepada Umar Ibnul Khothob: “Tidak ada
berdosa atas kamu untuk mengqoshor sebagian sholat apabila kamu dalam keadaan takut
orang kafir akan menfitnah (mencelakai) kamu”, sungguh manusia dalam keadaan aman?
Umar menjawab: Saya heran sebagaimana engkau heran. Maka saya bertanya kepada
Rasulullah saw. tenatng hal itu. Maka beliau menjawab: “Itu adalah sedekah dari Allah
kepadamu, maka terimalah sedekah Allah itu”. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa
mengqoshor sholat itu tidak hanya ketika dalam keadaan ketakutan. Hadits riwayat al Bukhary
(1039) dan Muslim (690), dari Annas ra. ia berkata: Saya sholat dhuhur bersama Nabi saw. di
Madinah sebanyak empat roka’at, dan sholat ashar di Dzul Halifah sebanyak dua roka’at.
)85( Hadits riwayat al Bukhary mu’allaq (tentang mengqoshor sholat dalam Bab: Tentang

berapa jauh jarak boleh mengqoshor sholat). Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. mengqoshor
sholat dan berbuka puasa pada jarak empat barid (pos), yakni 16 farsah, kira-kira sama dengan
81 kilometer. Dan hal yang serupa dikerjakan karena tauqif, atau berdasarkan pengetahuan
dari Nabi saw. (Penerjemah: untuk bahan perbandingan: Kitab al Mjmuk II/210: Qoshor boleh dilakukan bila
jarak perjalanan mencapai: dua hari perjalanan, atau empat burud (pos) atau 16 farsah, atau 48 mil Hasyimy,
satu mil Hasyimy sama dengan 6000 dzirok, satu dzirok kira-kira = 50 cm, silakan dihitung).

41
yang empat roka’at,(86) harus berniyat qoshor ketika melaksanakan
takbirotul ihrom, dan tidak bermakmum kepada orang yang mukim. (87)

Diperbolehkan bagi orang musafir untuk menjamak (menyatukan dalam


satu waktu) antara sholat dhuru dengan ashar di waktu yang dikehendaki,
dan antara maghrib dengan isyak di waktu yang ia kehendaki. (88) Bagi
orang yang tidak bepergian jauh juga diperbolehkan menjamak antara dua
sholat di waktu awal (sholat pertama) dari keduanya.(89)

(Fasal): Syarat orang diwajibkan melaksanakan sholat Jum’ah(90) ada


tujuh macam: Islam, baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki, sehat
jasmani dan mustauthin.(91)

)86( Artinya mengqoshor sholat yang empat roka’at yang harus dikerjakan di waktu bepergian
tersebut, apabila mengqodlok sholat yang ditinggalkan ketika masih di rumah di tengah
perjalanan, maka tidak dipoerbolehkan mengqoshor, demikian pula apabila mengqodlok
sholat yang ditinggalkan ketika bepergian setelah ia sampai di rumah.
)87( Berdasarkan hadits Ahmad bin Hanbal, dari Ibnu Abbas ra. ia ditanya: Apa alasan bahwa

orang musafir sholat dua roka’at bila sendiri dan empat roka’at bila bermakmum kepada orang
yang mukim? Ibnu Abbas menjawab: Itu adalah berdasarkan sunnah Rasul saw.
)88( Hadits riwayat al Bukhary (1056), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah

saw.menjamak antara sholat dhuhur dengan asahar ketika beliau sedang dalam perjalanan
bepergian, dan menjamak antara maghrib dan isyak. Hadits riwayat Abu Dawud (1208) dan at
Tirmidzy (553) dengan lafadh at Tirmidzy, dan lainnya, dari Mu’adz ra., bahwasanya Nabi
saw. pada peperangan Tabuk: Ketika berangkat sebelum matahari tergelincir, maka beliau
mengakhirkan sholat dhuhur sampai waktu ashar, lalu beliau sholat jamak (tak-khir), apabila
beliau berangkat setelah matahari tergelincir, maka beliau menjamak sholat dhuhur dan ashr
(jamak taqdim) kemudia beliau berangkat. Dan apabila beliau bengkat sebelum maghrib,
maka mengakhirkan sholat maghrib sampai waktu isyak, lalu beliau menjamak sholat maghrib
dan isyak, apabila beliau berangkat sesudah maghrib, maka beliau mempercepat waktu isyak
ke waktu amghrib, lalu menjamak sholat isyak dengan maghrib (di waktu maghrib).
)89( Hadits riwayat al Bukhary (518) dan Muslim (705), dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya Nabi

saw. di Madinah ada tujuh atau delapan kali: menjamak sholat dhuhur dengan ashar, dan
maghrib dengan isyak. Muslim menambahkan: Tanpa adanya rasa ketakutan dan tidak
bepergian. Menurut al Bukhary: Ayyub berkata – salah seorang perowi hadits – boleh jadi
pada malam dalam keadaan hujan? Ia menyatakan: Barang kali. Dan dipersyaratkan sholat
jama’ah dilaksanakn di masjid, atau di tempat yang jauh menurut kebiasaan. Dan tidak
diperbolehkan menjamak sholat di waktu sholat kedua, oleh karena dimungkinkan hujan
sudah reda, sehingga orang akan meninggalkan sholat tanpa suatu udzur (halangan).
)90( Dasar hukum tentang wajibnya sholat Jum’ah: firman Allah Ta’alaa: “Wahai orang-orang

yang beriman, apabila telah diseru untuk melaksanakan sholat Jum’ah, maka bergegaslah
untuk berdzikir kepada Allahj, dan tinggalkan jual beli, yang demikian itu lebiha baik bagimu,
bila kalian mengetahuinya” (al Jumu’ah: 9). Hadits riwayat Muslim (865), dan lainnya, dari
Abi Hurairoh dan Ibnu Umar ra. bahwa keduanya mendengar Nabi saw. bersabda ketika
beliau di atas mimbar beliau: Hendklah suatu kaum mencegah orang dari meninggalkan sholat
Jum’ah, atau membiarkan Allah akan menutup hati mereka, kemudian mereka menjadi orang
yang lalai”
)91( Artinya dia mukim, tidak bepergian jauh. Dalil yang menunjukkan tiga syarat pertama,

adalah apa yang sudah berlaku di awal kitab sholat. Dan dalil yang menunjukkan empat syarat

42
Syarat pelaksanaan sholat Jum’ah ada tiga macam: tempat tersebut
merupakan kota atau desa,(92) jumlah mencapai 40 orang terdiri dari orang
yang wajib sholat Jum’ah,(93) bahwa waktunya masih ada,(94) apabila
sudah keluar waktu dhuhur atau tidak terpenuhinya persyaratan dimaksud,
maka wajib melaksanakan sholat dhuhur.
Yang difardlukan di dalam rangkaian sholat Jum’ah ada tiga macam: dua
khotbah dalam keadaan berdiri dan duduk di antara keduanya, (95) sholat
dua roka’at,(96) dengan berjama’ah.(97)
Sunnat hai-atnya ada empat macam: mandi dan membersihkan badan,
memakai pakaian serba putih, memotong kuku, dan memakai
wewangian.(98)

terakhir, adalah hadits riwayat ad Daroquthny (II/3) dan lainnya dari Jabir ra., dari Nabi saw.:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka dia wajib melaksanakan sholat
Jum’ah, kecuali bagi wanita, musafir, budak dan orang sakit”. Menurut riwayat Abu Dawud
(1067) dari Thoriq biun Syhab ra. dari nabi saw. beliau bersabda; “Sholat Jum’ah itu hak dan
kewajiban bagi setiap muslim dalam berjama’ah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita,
anak-anak, dan orang sakit”.
)92( Oleh karena Nabi saw. dan sahabat-sahabat beliau tidak melaksanakan sholat Jum’ah

kecuali demikian. Ada beberapa kabilah (suku) yang tinggal di sekitar Madinah, mereka tidak
melaksanakan sholat Jum’ah, dan Nabi saw. tidak memerintahkan mereka untuk
melaksanakannya. Kota (mishro) adalah satu tempat yang terdapat di dalamnya: pasar,
pemerintahan sah, dan hakim, ada ulama yang menyatakan tidak demikian.
)93( Mereka adalah yang telah memenuhi syarat wajib melaksanakan sholat Jum’ah

sebagaimana dijelaskan di muka. Dalil ayng menunjukkan syarat jumlah adalah hadits riwayat
ad Daroquthny (II/4) dan al Baihaqy (III/177), dari jabir ra. ia berkata: Telah berlalu sunnah
Rasul, bahwa di setiap 40 atau lebih, maka ada Jum’atan. Dan hadits riwayat Abu Dawud
(1069) dan lainnya, dari Ka’ab bin Malik ra. : bahwa mula pertama orang yang melakukan
sholat Jumlah dengan mereka adalah As’ad bin Zaroroh ra., mereka waktu itu berjumlah 40
orang.
)94( Hadits riwayat al Bukhary (3935) dan Muslim (860), dari Salamah bin Aku’ ra. ia berkata:

Kami sholat Jum’ah bersama Nabi saw., lalu kami bubaran dan di perjalanan tidak ada
naungan untuk kami bernaung. Menurut riwayat keduanya (597 – 859) dari Sahal bin Sa’ad
ra. Kami tidak pernah tidur istirahat di siang hari dan makan sebelum selesai sholat Jum’ah.
Kedua hadits di atas menunjukka, bahwa sholat Jum’ah tidak dilaksanakan kecuali pada
waktu dhuhur, bahkan dilaksanakan di awal waktu.
)95( Hadits riwayat al Bukhary (878) dan Muslim (861), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Nabi

saw. berkhotbah dalam keadaan berdiri, lalu duduk, lalu berdiri lagi, sebagaimana yang kalian
laksanakan sekarang ini.
)96( Berdasarkan kesepakatan ulama, dan berdasarkan hadits riwayat an Nasaie (III/111), dan

lainnya, dari Umar ra. ia berkata: Sholat Jum’ah dua roka’at …. berdasarkan ucapan
Muhammad saw.
)97( Oleh karena tidak pernah dilaksanakan sholat sejak zaman Nabi saw. dan Khulafaur

Rosyidin kecuali dengan berjama’ah. Dan berdasarkan hadits riwayat Abu dawud (1067), dari
Thoriq bi Syihab ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Sholat Jum’ah itu hak dan kewajiban
bagi setiap ummat Islam dengan berjama’ah”
)98( Hadits riwayat al Bukhary (843) dan lainnya, dari Sulaiman al Farisie ra. ia berkata: Nabi

saw. bersabda: “Tidak mandi seseorang pada hari Jum’at, dan bersuci sesuai dengan
kemampuannya, dan memakai minyak wangi, atau mengusapkan sesuatu yang harum di

43
Disunnatkan diam ketika waktu khotbah,(99) bagi yang baru masuk masjid
dan imam masih berkhotbah, maka disunatkan sholat dua roka’at ayng
ringan, lalu duduk.(100)

(Fasal): Sholat Ied hukumnya sunnat muakkad,(101) sebanyak dua


roka’at,(102) pada roka’at pertama bertakbir sebanyak tujuh kali selain
takbirotul ihrom, pada roka’at kedua bertakbir lima kali selain takbir
ketika berdiri dari sujud.(103) Berkhotbah sesudah sholat sebanyak dua
kali, pada khotbah pertama bertakbir sebanyak 9 kali, dan pada khotbah
kedua sebanyak tujuh kali.(104)

rumahnya, lalu di kaluar, tidak memisahkan antara dua orang, lalu dia sholat yang tentukan
baginya, dia diam ketika imam berbicara, keculai akan diampuni baginya dosa antara di
(sekarang) dan Jumu’ah yang akan datang” Menurtu riwayat Ahmad (III/81): “Dan memakai
pakaian yang paling bagus di antara pakaiannya”. Dipilihnya pakain serba putih, berdasarkan
hadits at Tirmidzy (994) dan lainnya: “Pakailah pakaianmu yang serba putih, sesungguhnya
itu adalah yang terbaik dari pakaianmu, dan kafanilah dengan kain putih mayitmu”.
Diriwayatkan oleh al Bazzar di dalam kitab Musnadnya: bahwasanya Nabi saw. memotong
kuku beliau dan mencukur kumis beliau pada hari Jum’at. Perhatikan CK no: 54 kitab
Thoharoh.
)99( Hadits riwayat al Bukhary (892) dan Muslim (851), dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra.,

bahwasanay Nabi saw. bersabda: “Apabila engkau mengtakan kepada temanmu pada hari
Jum’ah: diamlah kau, dan imam sedang berkhotbah, maka sungguh engkau telah berbuat
lagho (sia-sia)” Menurut riayat Abu Dawud ( 1051) dari Ali ra.: “Barang siapa yang lagho,
maka dia tidak mendapatkan apa-apa dari sholat Jum’ah tersebut” Artinya tidak mendapatkan
pahalanya secara sempurna, dan Lagho adalah perkataan yang tidak baik. Perhatikan CK.
No: 97.
)100( Hadits riwayat Muslim (875) dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:

“Apabila seorang dari kami datang pada hari Jum’ah di mana imam sedang berkhotbah, maka
ruku’lah dua roka’at dan hendaknya meperringan sholatnya itu”. Perhatikan al Bukhary (888).
)101( Hadits riwayat al Bukahry (913) dan Muslim (889), dari Abu Sa’id al Hudry ra. ia

berkata: Rasulullah saw. keluar pada Iiedul Fitri dan Iedul Adl-ha ke musholla, yang lebih
dahulu dilaksanankan adalah sholat Ied, setelah selesai beliau berdiri menghadap ke manusia,
ketika itu amnusia duduk di shof masing-masing, beliau memberikan wejangan dan wasiyat,
dan memerintahkan kepada mereka, apabila beliau berkeinginan untuk memutus sesuatu maka
beliu putuskan untuk berjihad, atau memerintahkan dengan sesuatu yang beliau diperintah,
kemudian beubaran.
)102( Hadits riwayat an Nasie (III/111), dan lainnya, dari Umar ra. ia berkata: “Sholat Iedul

Fitri dua roka’at, sholat Iedul Adl-ha dua roka’at …, lau ia berkata: Berdasarkan ucapan
Muhammad saw., dan atas dasar kesepakatan ini.
)103( Dari Amru bin Auf al Muzanie ra. bahwasanya Nabi saw. bertakbir dalam sholat dua hari

raya, pada roka’at pertama sebanyak tujuh kali sebelum membaca al Fatihah, pada roka’at
akhir sebanyak lima kali sebelum membaca al Fatihah. Hadits riwayat at Tirmidzy (536), dan
dia berkata: Ia adalah sesuatu ayng terbaik dalam bab ini dari Nabi saw.
)104( Hadits riwayat al Bukhary (920) dan Muslim (888), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Nabi

saw., Abu Bakar dan Umar ra. melaksanakan sholat dua hari raya sebelum khotbah. Hadits
riwayat al Bukhary (932), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Saya keluar bersama Nabi saw. pada
hari raya Fitri atau Iedul Adl-ha, beliau sholat, lalu berkhotbah. Diriwayatkan oleh as
Syafi’ie rohimaullah Ta’alaa (al Um:I/211), ia berkata: Disunnatkan agar imam berkhotbah

44
Disunnatkan mengumandangkan takbir sejak terbenamnya matahari pada
malam Ied, sampai saat imam mulai sholat,(105) pada Iedul Adl-ha takbir
dilaksanakan setiap sesudah sholat fardlu, sejak dari shubuh hari Arofah,
sampai dengan ashar dari akhir hari tasyriq.(106)

(Fasal): Sholat gerhana hukumnya sunnat muakkad, apabila sudah lewat


tidak perlu diqodlok. Sholat gerhana matahari dan gerhana bulan
sebanyak dua roka’at, setiap roka’at dua kali berdiri dengan
memanjngkan bacaan di dalamnya dan dua ruku’ dengan memperpanjang
tasbih dalam kedua ruku’ tersebut, dan tidak di dalam sujud. Sesudah
sholat imam berkhotbah dua kali.(107) dengan suara rendah ketika terjadi
gerhana matahari dan suara keras ketika gerhana bulan.(108)

dalam sholat Ied sebanyak dua kali khotbah, beliau memisahkan antara kedua khotbah dengan
duduk. Dan hadits riwayat al Baihaqy (III/299) ia berkata: Disunnatkan untuk membuka
khotbah dengan mengucapkan takbir sembilan kali secara beruntun, dan untuk yang kedua
sebanyak tujuh kali secara beruntun.
)105( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: Hendklah kamu sempurnakan jumlah hitungan

harinya, dan hendaklah kamu mengagungkan Allah sebagaimana Allah telah memberikan
petunjuk kepadamu, agar kamu sekalian bersyukur” (al Baqoroh:185). Ia berkata: Ini takbir
pada Iedul Fitri, dan diqiyaskan dengannya untuk Iedul Adl-ha.
)106( Hadits riwayat al Hakim (I/299), dari Ali dan Ammar ra. bahwasanya Nabi saw.

menjaharkan di dalam sholat fardlu bacaan: "‫رمحاان هللا‬ ‫ "بسهللا ا رمحالر‬, beliau berdo’a qunut pada
sholat shubuh, beliau bertakbir mulai hari Arofah pada waktu sholat shubuh, dan berhenti
pada waktu sholat ashar akhir dari hari tasyriq. Ia berkata: Ini adalah hadits shohih sanadnya,
dan saya tidak mengetahui adanya cacat. Al Bukhary menyatakan: Umar ra. bertakbir di
qubahnya di Mina, dan didengarkan oleh yang ada di masjid dan mereka bertakbir bersama-
sama. Orang yang di pasar sehingga bergema karena takbir. Ibnu Umar ra. bertakbir di Mina
pada hari itu, dan di setiap sesudah sholat, di atas tempat duduk, di rumah, di pertemuan, dan
di perjalanan, pada hari itu secara keseluruhan. (Kitab Iedaini: bab: at Takbir ayyaami
minan).
)107( Hadits riwayat al Bukhary (997) dan Muslim (901), dari A’isyah ra. ia berkata: Terjadi

gerhana matahari pada zaman Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. sholat bersama
manusia, beliau berdiri lama, lalu ruku’ juga lama, lalu berdiri lagi lama, dan ruku’lagi juga
lama, lalu beliau sujud dan lama, lalu beliau melakuka pada roka’at kedua seperti pada
roka’at pertama, lalu selesai, pada waktu itu matahari sudah tampak jelas kembali, maka
beliau berkhotbah untuk manusia. Dalam khotbah beliau memuji Allah dan menyanjung
kepada-Nya. Lalu beliau menyatakan: “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan
sebagian tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Terjadinya gerhana bukan sebab kematian
atau kehidupan seseorang. Apabila kamu melihat terjadi gerhana, maka berdo’alah kepada
Allah, bertakbirlah, sholatlah, dan bersedekahlah”. Gerhana pada waktu itu bertepatan dengan
meninggalnya Ibrohim putera beliau. Sujud: artinya sujud dua kali. Pada zaman Jahiliyah
apabila terjadi gerhana, mereka menduga ada ulama besar yang mati.
)108( Hadits riwayat at Tirmidzy (562) dan ia menyatakan bahwa hadits ini hasan shohih, dari

Samuroh bin Jundab ra. ia berkata: Nabi saw. sholat gerhana bersama kami, dan kami tidak
mendengar suara beliau. Hadits riwayat al Bukhary (1016) dan Muslim (901), dari A’isyah ra.
Nabi saw. menjaharkan bacaan dalam sholat gerhana. Hadits pertama menunjukkan bahwa itu
adalah sholat gerhana matahari, sedangkan hadits kedua menunjukkan gerhana bulan.

45
(Fasal): Sholat istisqok (meminta hujan) hukumnya sunnat.(109) Imam
(kepala negara) memerintahkan kepada masyarakat untuk bertaubat,
bersedekah, meninggalkan dari perbuatan dholim, berusaha untuk
memperbaiki hubungan dengan musuhnya, dan berpuasa selama tiga
hari.(110) Selanjutnya imam keluar bersama masyarakat pada hari ke empat
dengan berpakaian sederhana,(111) berlaku tenang/sopan dan merendahkan
diri,(112) melaksanakan sholat dua roka’at seperti sholat dua hari raya, (113)
kemudian berkhotbah sesudah selesai sholat, (114) memindahkan
selendangnya,(115) memperbanyak istighfar dan berdo’a,(116) berdo’a
‫"رمحلهمهللا رجعلهرلمق ر‬dengan do’a yang berasal dari rasulullah saw. yakni:
)117(
‫ و آ مهللا و غمما ع‬,.‫ و مممه و بممم‬,‫ و هعلهممر لممق ر ممذرب‬,‫كلممة‬

)109( Hadits riwayat al Bukhary (966) dan Muslim (894), dari Abdullah bin Zaid bin Ashim ra.
bahwasanya Nabi saw. keluar ke musholla dan sholat istisqok, beliau menghadap ke arah
qiblat dan meindahkan letak selendang beliau, dan sholat sebanyak dua roka’at. Dalam suatu
riwayat menurut al Bukhary: beliau menjaharkan bacaan sholat.
)110( Oleh karena dengan perbuatan demikian itu, akan sangat berpengaruh terhadap

terkabulnya do’a, sebagaimana telah tegas dinyatakan dalam banyak hadits. Maksud musuh di
sini adalah: bagi orang yang di antara dia dengan orang lain terjadi permusuhan persoalan
duniawi antara ummat Islam.
)111( Artinya memakai pakaian yang hina dan tingkah laku yang tidak membanggakan diri,

dan tidak pamer.


)112( Hadits riwayat Ibnu Majah (1266) dan lainnya, dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah

saw. keluar dalam keadaan tawadlu’, hina, khusyuk, bebas, merendahkan diri, lalu beliau
sholat dua roka’at seperti sholat Ied.
)113( Artinya bertakbir paad roka’at pertama sebanyak tujuh kali dan pada roka’at kedua

sebanyak lima kali. Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (1165) dan at Tirmidzy (558),
dari Ibnu Abbas ra., dia ditanya tentang tatacara Rasulullah sholat istisqok, ia menjawab:
Beliau sholat dua roka’at seperti sholat Ied. Perhatikan: CK no: 109.
)114( Hadits riwayat Ibnu Majah (1267) dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. pada

hari permohonan hujan, beliau sholat bersama kami dua roka’at tanpa adzan dan aiqomah, lalu
beliau berkhotbah dan berdo’a kepada Allah, dan memalingkan wajah beliau menghadap ke
arah qiblat, beliau mengangkat kedua belah tangan, lalu memindahkan selendang beliau
dengan cara meletkaan yang kanan ke sebelah kiri dan yang sebelah kiri ke sebelah kanan.
Beliau beristighfar di dalam khotbah beliau, sebagai ganti takbir dalam khotbah Ied,
berdasarkanfirman Allah Ta’alaa: “Beristighfarlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun, yang mengirimkan hujan dari langit berupa hujan lebat dan terus
menerus” (Nuh: 10 – 11).
)115( Membalikkan selendang yang atas ke bawah yang kanan ke kiri, dengan harapan bahwa

Allah akan membalikkan dari gersang menjadi subur. Perhatikan: CK. no: 114.
)116( Perhatikan: CK. No:114.

)117( Mursal, diriwayatkan oleh as Syafi’ie di dalam kitab al Um:I/222.

46
‫رمحلهمهللا لممى رمحظمارب ورواممر ع و كربمب رمحشم ا وبام رألوديممةع رمحلهمهللا ان رمح كممر‬
‫ لممحر مممر غم قر‬,‫ آك ممر اي ممر ايعممر‬,‫) رمحلهمهللا رلممقكر غ قممر و قممر‬118(‫و ل كممرع‬
‫) رمحله مهللا رلممقكر رمحو مما و هعلكممر ممر‬119(‫طبقممر دلمممع درئمممر رىل ي م رمح م يرع‬
‫) رمحله مهللا ي ابمحعبممرد ورمحممبمد ممر رله م ورل م ورمحلممكك ممر‬120(‫رمحقممرنا ع‬
"‫) وكن مما‬122(, ‫) رمحله مهللا كنب ممب محك ممر رمح مماك وكدك محك ممر رمحل مما‬121(‫نش م ي يمح ممكع‬
.‫ وراشم كمر مر رمحمبم‬,‫ع وكنبب ر باار رألكض‬.‫ل كر ر باار رمحسمر‬
.‫ ن كلممل رمحسمممر‬,‫ممر ي شممفه غممم ع رمحله مهللا ين نسممتوفا ينممك اكممب غفممركر‬
)123(
‫ل كر كركرع‬
(Yaa Allah jadikanlah air hujan sebagai minuman yang penuh rahmat, dan
jangan Engkau jadikan sebagai minuman siksa, bukan sebagai pemusnah
dan bukan pual sebagai cobaan, bukan penghancur dan bukan untuk
menenggelamkan, yaa Allah, terhadap bukit, dan tanah, tetumbuhan dan
lembah. Ya Allah, rubahlah kami kearah yang lebih baik, bukan kearah
kerusakan. Yaa Allah, berilah kami minum dari air hujan yang mampu
merobah kesengsaraan kearah yang baik dan terpuji, dan pengembalaan
yang berlipat ganda, suatu kejadian yang hebat, menyeluruh, yang
banyak, merata keseluruh bumi dengan nyata, selamanya sampai hari
qiyamat. Ya Allah, berilah kami minum dari air hujan, dan janganlah
menjadikan kami orang yang berputus asa menunggu datangnya hujan
dari-Mu. Ya Allah, sesungguhnya penduduk ini, negeri ini dalam keadaan
kesempitan dan kemelaratan, kami tidak mengeluh kecuali hanya
mengeluh kepada-Mu. Ya Allah, tumbuhkanlah pertanian, dan perbanyak
curahan air susu hewan kami, dan turunkanlah kepada kami keberkatan
dari langit dan tumbuhkan pula keberkatan dari bumi. Dan bebaskanlah
dari kami balak (bencana) di mana tidak ada yang mampu

)118( Hadits riwayat al Bukhary (967) dan Muslim (897).


)119( Diriwaytatkan oleh Abu dawud (1169) dan lainnya.
)120( Berputus asa dengan terlambatnya hujan.
)121( ‫ = رله‬kemelaratan, ‫رمحلكك‬ = kesempitan atau kesengsaraan.
)122( ‫كدك‬ = perbanyaklah, ‫رمحلا‬ = air susu sebelum melahirkan anaknya.
)123(Unrtuk diikuti, diriwayatkan oleh as Syafi’ie di dalam al Um: I/222, dan perhatikan CK.
No: 114.

47
menghindarkannya selain Engkau. Ya Allah, kami memohon ampunan-
Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, maka curahkanlah dari
langit kepada kami air yang deras dan terus menerus). Selanjutna mandi
di telaga setelah air mengalir,(124) dan bertasbih ketika mennyaksikan
guntur dan kilat.(125)

(Fasal): Sholat khauf (dalam keadaan takut) ada tiga macam:


Pertama: musuh tidak berada di arah qiblat (di belakang), maka jama’ah
dibagi oleh imam menjadi dua bagian, satu bagian berdiri menghadap
musuh (kelompok I) dan satu bagian membelakangi musuh (kelompok
II), imam sholat bersama dengan bagian yang membelakangi musuh
(kelompok II) satu roka’at, selanjutnya mereka (II) menyelesaikan
sendiri, lalu menghadap ke arah musuh, lalu datang kelompok I sholat
bersama imam satu roka’at, lalu menyelesaikan sendiri, imam menunggu
sehingga salam bersama kelompok I.(126)
Kedua: musuh berada di arah qiblat (di depan mereka), maka imam
mebentuk mereka menjadi dua shof, dan beliu bertakbirotul ihrom
bersama mereka, ketika beliau imam sujud, maka ikut sujud makmum
salah satu shof (shof I), dan tetap berdiri shof yang lain untuk menjaga

)124( Berdasarkan hadits riwayat as Syafi’ie, bahwasanya Nabi saw. apabila air sudah
mengalir, beliau bersabda: “Keluarlah kamu bersama kami, ke tempat yang dijadikan oleh
Allah sebagai sarana bersuci, bersucilah dari air itu dan pujilah Allah” (al Um:I/223). Hadits
riwayat Muslim (898) dan lainnya, dari Annas ra. ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw.
kehujanan, maka beliau membuka baju beliau sampai beliau kehujanan. Maka kami bertanya:
Mengapa Tuan berbuat demikian? Beliau menjawab: Oleh karena ini suatu kejadian yang
dijanjikan oleh Tuhan Allah”. An Nawawy menyatakan: Maksudnya, bahwa hujan adalah
rahmat Allah, dan beliau adalah manusia yang paling dekat dengan Alalh, dan beliau
bertabaruk dengan air hujan tersebut. Syarh Muslim: VI/195.
)125( Berdasarkan hadits riwayat Malik di dalam al Muwathok (II/992), dari Abdullah ibnuz

Zubair ra. bahwasanya Nabi saw. bila mendengar guntur meninggalkan pembicaraan dan
mengucapkan: "‫م م ه وربمئ ممة ممر ري فتممه‬ ‫"لممبحر رمحممذ يسممبم رمحا م‬ (Maha Suci Allah,
membuat guntur bertasbih dengan memuji-Nya, dan para malaikat karena rasa takut kepada-
Nya). Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya ini adalah peringatan keras bagi penduduk bumi.
Ketika beliau menyaksikan turunnya suara petir dan sejenisnya. Do’a ini diambil dari al
Qur’an Surat ar Ra’du ayat: 13.
)126( Hadits riwayat al Bukhary (3900) dan Muslim (842) dan lainnya, dari Sholih bin

Khowwat, dari orang yang menyaksikan Rasulullah saw. sholat khauf pada hari Dzatir
Ruqok, bahwa sebagian membentuk shof untuk sholat bersama beliau, sedang sebagian
menghadap ke arah musuh. Maka beliau sholat bersama sebagian yang bersma belaiu satu
roka’at, lalu beliau tetap dalam keadaan berdiri, sementara makmum menyelesaikan sendiri-
sendiri sholat mereka, lalu bubar dan membentuk barisan menghadap musuh. Lalu datang
sebagian lain, mnaka beliau sholat bersama mereka satu roka’at sisa darei sholat beliau, lalau
beliau tetap dalam duduk beliau, sedangkan makmum menyelesaikan sholat mereka, lalu
beliau salam bersma mereka.

48
keselamatan mereka, ketika imam sudah bangun, maka shof berikutnya
sujud dan mengejar imam (untuk roka’at kedua).(127)
Ketiga: Dalam keadaan ketakutan ya(128)ng hebat dan perang berkecamuk,
maka orang sholat dengan cara yang memungkinkan, mungkin sambil
berjalan, atau berkendaraan, mungkin bisa menghadap ke qiblat mungkin
membelakangi qiblat.

(Fasal): Diharamkan bagi kaum lelaki memakai pakaian dari bahan


sutera, dan memakai cincin dari emas, dan hal itu dihalalkan bagi kaum
wanita. Emas yang sedikit atau banyak sama saja keharamannya bagi
kaumlelaki.(129)
Apabila baju sebagian dari bahan sutera dan sebagian dari bahan katun
atau bulu, maka diperbolehkan memakainya, selama bahan sutera tidak
dominan.(130)

(Fasal): Hal-hal yang wajib dilakukan terhadap mayit ada empat macam:
memandikannya, mengafaninya (membungkus), melakukan sholat
atasnya, dan menguburkannya.(131)
)127( Hadits riwayat al Bukhary (902), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Nabi saw. untuk sholat
bersma manusia, maka beliau bertakbir, dan mereka bertakbir pula bersam beliau, beliau ruku’
sebagian mereka ruku’, lalu beliau dan mereka sujud bersmam beliau, lalu beliau berdiri
untuk roka’at kedua, maka berdiri pula mereka yang sujud bersama beliau, lalu mereka
menjaga temannya, lalu shof berikutnya ruku’ dan sujud dan selanjutnya mereka berdiri, dan
seluruhnya dalam keadaan sholat, tetapi sebagian menjaga sebagian yang lain.
)128( Allah Ta’ala berfirman: “Peliharalah sholatmu dan pelihara sholat wustho. Bedirilah

untuk Allah (dalam sholat) dengan khusyu’ Jika akmu dalam keadaan takut, maka sholatlah
sambil berjalan, atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah
(sholatlah) sebagaimana Allah telah emngajarkan kepada kamu, apa yang belum kamu
ketahui”. (al Baqoroh: 238 – 239). Hadits riwayat al Bukhary ( 4261), dari Ibnu Umar ra.
tentang tatacara sholat khauf: Apabila keadaan sangat menakutkan, maka mereka sholat
dengan berjalan kaki, atau berkendaraan, baik menghadap atau tidak menghadap qiblat. Malik
berkata: Nafi’ menyatakan: Saya berpendapat bahwa Ibnu Umar tidak akan menjelaskan
demikian, kecuali berasal dari Rasulullah saw.
)129( Hadits riwayat al Bukhary (5110) danMuslim (2067), dari Hudzaifah ra. ia berkata: Saya

mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah memakai sutera, dan jangan pula sutera kualitas
tinggi ….”. Hadits riwayat al Bukhary (5526) dan Muslim (2089), dair Abi Hurairoh ra. dari
Nabi saw. : Bahwasanya beliau melarang memakai cincin dari emas. Hadits riwayat at
Tirmidzy (1720), bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Diharamkan memakai sutera dan
emas untuk kamu lelaki dari ummatku, dan dihalalkan bagi kaum wanita”.
)130( Hadits riwayat al Bukhary (5490) dan Muslim (2069), dari Umar ra. bahwasanya

Rasulullah saw. melarang lelaki memakai sutera kecuali yang demikian, dia memberikan
isyarat dengan dua jari-jarinya yang berdekata dengan ibu jari (telunjuk dan jari tengah).
Ibroisim adalah sutera kelas tinggi.
)131( Ummat Islam sepakat atas wajibnya empat hal tersebut, sebagai wajib kifayah (apabila

sudah ada beberapa orang yang melakukannya maka gugur kewajiban atas yang lain). Dalil
yang mewajibkannya adalah Ijma’ (kesepakatan ulama), disandarkan kepada hadits-hadits
shohih, yang akan dijelaskan berikutnya.

49
Ada dua jenis mayit yang tidak perlu dimandikan dan disholati untuk
keduanya: mati syahid dalam pertempuran melawan kaum musyrikin, (132)
dan janin yang dilakhirkan karena keguguran dalam keadaan meninggal,
yang belum mengeluarkan suara tangisan.(133)
Dimandikan mayit dengan witir (ganjil), diawali dengan air bercampur
dedaunan yang digiling (sidir), diakhiri dengan air bercampur kapur
barus.(134)
Dan dikafani sebanyak tiga lapis dengan kain putih, tanpa baju dan
surban.(135).
Ditakbirkan sebanyak empat kali (dalam sholat), (136) membaca al Fatihah
sesudah takbir pertama,(137) membaca sholawat kepada Nabi saw. sesudah
takbir kedua,(138) berdoa’ untuk mayit sesudah takbir ketiga dengan

)132( Berdasarkan ahdits riwayat al Bukhary (1278), dari Jabir ra. bahwasanya Nabi saw.
memerintahkan terhadap orang yang terbunuh dalam peperangan Uhud untuk dikuburkan
dengan pakaian yang berlumuran darah, tidak dimandikan dan tidak disholati jenaazah
mereka.
)133( Berdasarkan hadits riwayat at Tirmidzy (1032), dan lainnya, dari Jabir ra. dari Nabi saw.

beliau bersabda: “Bayi tidak disholati jenazahnya, dan tidak berhak mewarisi dan diwarisi,
sampai dia menagis”. Hadits riwayat Ibnu Majah (1508) dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah
saw. bersabda: “Apabial bayi lahir menangis (lalu meninggal), maka disholati jenazahnya dan
diwarisi”. Pengertian: ""‫"رلمتهل مر رتلمتهم‬ = menjerit, atau bersin, atau bergerak yang
dengannya diketahui bahwa dia lahir dalam keadaan hidup.
)134( Dalil yang menjelaskan demikian adalah hadits riwayat al Bukhary (165) dan Muslim

(939), dari Ummi Athiyah al Anshorie ai berkata: Rasulullah saw. masuk ke rumah akmi
ketika akmi memandikan jenazah puteri beliau, maka beliau bersabda: “Mandikanlah
sebanyak tiga kali, atau lima kali, atau lebih dari itu, apabila kamu memandang itu baik,
menggunakan air bercampur dengan sidir (dedaunan yang digiling). Dan akhirilah
menggunakan air bercamapur kapur (kamper), atau sedikit kapur, mulailah dari anggota
bagian kanan dan anggota wudlunya”
)135( Hadits riwayat al Bukhary (1214) dan Muslim (941), dari A’isyah ra. ia berkata:

Rasulullah saw. dikafani dengan tiga lapis kain putih suhuliyah (dari bahan katun murni),
tanpa baju dan surban di dalamnya. Perhatikan CK. No:134.
)136( Hadits riwayat al Bukhary (1188) dan Muslim (951), dari Abi Hurairoh ra. bahwasanya

Rasulullah saw. mengumumkan kematian raja Najasyie pada hari kematiannya, beliau keluar
ke musholla, kemudian orang membentuk shof untuk sholat dengan empat kali takbir.
)137( Hadits riwayat al Bukahry (1270), dari Tholhah bin Abdullah bin Auf, ia berkata: Saya

sholat jenazah di belakang Ibnu Abbas ra. , ia membaca al Fatihah, ia berkata: agar diketaui,
bahwa itu adalah sunnah Rasul.
)138( Diriwayatkan oleh as Syafi’ie di dalam kitab Musnad an Nasaie (IV/75) dengan sanad

shohih, dari Abi Umamah bin Sahal ra. bahwa dia diberitahu leh seorang lalaki dari kalangan
sahabat Nabi saw., bahwa menurut sunnah sholat jenazah adalah: imam bertakbir, lalu
membaca al Fatihah, sesudah takbir pertama, secara sir dalam dirinya sendiri, lalu membaca
sholawat kepada Nabi saw., dan dengan ikhlas berdo’a untuk jenazah di setiap takbir, dan
tidak membaca bacaan apapun (dari al Qur’an), lalu salam secara sir pula. (Perhatikan
Hamasy al Um: VI/265).

50
ucapan: ,‫ ريمما ممر كوح رمح م ن ر ولممعتهر‬,‫"رمحلهمهللا آممذر بم وربممر بم يك‬
‫ رىل ظلمة رمحقرب و ر آ ق هع ار يشه ك يمحمه ي‬,‫ومب به وكانبرؤه ن هر‬
‫ وكنمب ك لمهللا بمه كمرع‬,‫ وك ممم ر بم وكلم محك‬,‫شايك محك‬ ‫كنب وان‬
‫رمحلهمهللا ينممه نمما" بممك وكنممب ريممم كمماو" بهعوكصممبم نقممر يىل كلتممك وكنممب غم‬
‫ محمهع كمحلهمهللا ي امر مسمكر نماد ىف‬.‫ وق ج كر كرغب يمح مك شمفعر‬,‫ر ذربه‬
‫ وقممه نتكممة رمحقممرب‬, ‫ وي اممر سم ر نت ممرول كممهع ومحقممه بالتممك كاممر‬,‫يانسممرنه‬
‫ وجممر رألكض ممر جكب ممهع ومحقممه بالتممك رأل ممر‬,‫ ورنسممم محممه ىف قممربه‬,‫و ذربممه‬
)139(
‫ بالتممك ككان مهللا رمح مارل ع‬,‫ انممه تبعقممه م كممر يىل جكتممك‬,‫ممر ممذربك‬
(Ya Allah, inilah hamba-Mu putera dua hamba-Mu, dia keluar dari
kenikmatan dunia dengan segala keluasannya, dan segala yang dicintai
dan yang mencintainya, menuju ke kegelapan kubur dengan segala apa
yang ia temui. Ia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau satu-satunya
tanpa sekutu bagi-Mu, dan Muhammad adalah hamba-Mu dan utusan-
Mu. Engkau Maha Mengetahui tentang dia dari pada kami. Ya Allah,
sesungguhnya dia turun karena-Mu dan Engkau yang terbaik sebagai
tempat turun. Maka ia sangat membutuhkan rahmat-Mu, dan Engkaulah
yang Maha kaya (mampu) untuk menghidarkan dari siksa. Dan sungguh
kami datang kepada-Mu penuh harap kepada-Mu agar diberikan syafa’at
baginya. Ya Allah, bila dia orang yang baik, maka tambahlah
kebaikannya, dan apabila dia jahat, maka bebaskanlah dari kejahatan itu.
Dan pertemukanlah dia dengan rahmat dan ridlo-Mu. Selamatkanlah dia
dari fitnah kubur dan siksanya. Luaskanlah kuburnya, jauhkanlah

)139(Do’a ini ditemukan oleh as Syafi’ie di dalam kitab Majmuk al Akhbar, mungkin
periwayatannya belmakna. Kemudian diperindah oleh para pengikutnya. Yang sah dari hadits
adalah riwayat Muslim (963) dari Auf bin Malik ra. ia berkata: Rasulullah saw. sholat
jenazah, saya dengar beliau membaca: ‫ وكاما نامحمه وولم‬,‫"رمحلهمهللا رغفما محمه وركلمه و رنمه ور م كمه‬
‫ و لج وبادع ونقمه مر راامر اممر يكقمى رمحقم ب رألبم د مر رمحم ن ع ورب محمه دركر ريممر‬.‫ ورغسله مبر‬,‫ريله‬
"‫ وق م ممه نتك م ممة رمحق م ممرب و م ممذرب رمحك م ممرك‬,‫( م ممر دركه وكآ م ممم ريم م ممر م ممر كآل م ممهع ولوج م ممر ريم م ممر م ممر لوج م ممه‬Yaa
Allah,ampunilah dosanya dan rahmatilah dia, dan sehatkan dan maafkan dia, mulyakanlah
turunnya, lapangkanlah tempat masuknya. Mandikanlah dengan air, dan salju. Dan
bersihkanlah dia dari dosa sebagaimana Engkau membersihkan pakain putih dari noda.
Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari
keluarganya, isteri yang lebih baik dari isterinya, dan jauhkanlah dia dari fitnah/siksa kubur
dan siksa api neraka)

51
himpitan bumi dari tubuhnya, dan pertemukanlah dengan rahmat-mu
keamanan dari siksa-Mu, sampai Engkau bangkitkan nati, selamat sampai
masuk surga-Mu, berkat rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Pemurah lagi
Penyayang).
Sesudah takbir keempat mengucapkan: ‫"رمحلهمهللا را كمر كجماه و تفتكمر‬
‫ ورغفمما محكمر ومحممهع‬,‫(بعم ه‬140) (Ya Allah, janganlah Engkau haramkan kami
untuk menrima pahala dia, dan janganlah Engkau timpakan fitnah kepada
kami sesudah di tiada, ampunilah kami dan dia), salam sesudah berdo’a
pada takbir ke empat.(141)
Menguburkan di dalam liang lahat menghadap ke arah qiblat, (142) dan
ditarik dari arah kepalanya dengan lembut (pelan-pelan),(143) orang yang
memasukkan ke dalam liang lahat mengucapkan: ‫"بسمهللا ا لمى لممة‬
)144(
‫( كل " ا صلى ا ل مه ولملهللا"ع‬Dengan nama Allah, sesuai dengan
agama Rasulillah saw.), meletakkan jenazah dengan posisi miring
menghadap qiblat setelah liang kubur digali sampai dalam dan sesuai
dengan ukuran panjang.(145) ratakanlah pekuburan, dan janganlah
didirikan bangunan, dan jangan diplester.(146)

)140( Hadits riwayat Abu Dawud (3201) :Jangalah Engkau menyesatkan kami sesudah dia.
)141( Hadits riwayat al Baihaqy (IV/43) dengan sanag yang bagus, dari Abdullah bin Mas’ud
ra. ia berkata: Nabi saw. melakukan salam pada sholat jenazah sama dengan salam pada
sholat.
)142( Hadits riwayat Muslim (966) dari Sa’ad bin Waqosh ra. bahwasanya ia berpesan kertika

dalam sakit menjelang maut: Kuburkanlah saya dalam liang lahat, dan tuangkan kepadaku
laban (air susu) satu kali, sebagaimana diperbuat terhadap Rasulullah saw. Liang lahat adalah
lobang di sisi depan dari liang kubur.
)143( Hadits riwayat Abu Dawud (3211) dengan sanad shohih, bahwa Abdullah bin Yazid al

Khothmie seorang sahabat, memasukkan al harits ke dalam kubur dari arah kedua kaki, dan ai
berkata: Ini menurut sunnah.
)144( Hadits riwayat Abu Dawud (3213) dan at Tirmidzy (1046) dinyatakan hadits hasan, dari

Ibnu Umar ra. bahwasanya Nabi saw.apabila meletakkan mayit di dalam kubur, beliau
mengucapkan: "‫ا‬ " ‫"بسهللا ا لى لة كل‬ .
)145( Kira-kira dalamnya setinggi orang normal berdiri dan mengangkat tangan ke atas. Hadits
riwayat Abu dawud (3215) dan at Tirmidzy (1713) dan haidts dinyatakan hasan shohih, dari
Hiayam bin Amir ra. dari Rasulullah saw. beliau bersabda di dalam peperangan Uhud:
“Galilah lobang, dan perluaslah dan perbaikilah”.
)146( Dasar larangan ini, hadits riwayat Muslim (969) bahwa Ali bin Abi Tholib ra. berkata

kepada Abil Hayyaj al Asadie: Saya menganjurkan engkau, sebagaimana aku dianjurkan
untuk itu oleh Rasulullah saw.: Agar tidak ada gambar yang tertinggal kecuali kamu
hapuskan, dan tidak pula kubur yang tinggi, kecuali engkau ratakan sedikit di atas tanah.

52
Tidak berdosa orang menangisi mayit,(147) dengan tanpa meratap dan
menyobek saku baju.(148) Berta’ziyah kepada keluarganya selama tiga hari
sesudah pemakaman.(149)
Tidak diperbolehkan mengubur dua jenazah dalam satu liang kubur,
kecuali karena sangat diperlukan.(150)

" ‫ "متقمر‬:gambar makhluk yang bernyawa. Dan hadits riwayat Muslim (970) dari Jabir ra. ia
berkata: Rasulullah saw. melarang orang memlester (menembok) kuburan, duduk di atas
kubur, dan mnendirikan bangunan di atasnya. Apa gunanya memasang marmer dan
sebagainya, meninggikan kuburan dan menghiasnya, sesudah jelas bahwa itu dilarang oleh
Rasulullah saw. Tidak diragukan lagi, bahwa hukumnya adalah haram, karena bertentangan
dengan sunnah Rasul, dan dianggap menghabur-hamburkan harta yang dilarang oleh syara’.
)147( Hadits riwayat al Bukhary (1241) dan Muslim (2315 – 2316), bahwasanya Rasulullah

saw. menangis atas putera beliau yakni Ibrahim sebelum meninggal, oleh karena belaiu
sangat terharu, dan beliau bersabda: “Sesungguhnya mata mengeluarkan air mata, sedangkan
hati dalam keadaan duka, dan kami tidak megatakan kecuali apa yang diridloi oleh Tuhan
kami. Dan sesungguhnya kami dengan berpisahmu wahai Ibrahim benar-benar sedih”. Dan
hadits riwayat Muslim (976), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Nabi saw. berziarahj ke kubur
ibu beliau, maka beliau menangis , dan menangis pula orang sekitar beliau.
)148( Nahiyah (ratapan) adalah perbuatan atau perkataan yang menunjukkan keputus asaan,

dan meniadakan kepatuhan serta kepasrahan terhadap keputusan Allah Ta’alaa. Antara lain
merobek-robek saku baju, menampar pipi dan sebagainya. Kesemuanya itu hukumnya haram
menurut syara’ Allah Ta’alaa. Hadits riwayat Muslim (935) dari Abi Malik al Asy’arie ra.
bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Meratap, apabila tidak bertaubat sampai dia mati, maka dia
dibangkitkan nanti pada hari qiyamat diberi jubah yang dilumuri dengan tir, atau baju yang
dipenuhi oleh virus penyakit”. Hadits riwayat al Bukhary (1232) dari Abdullah bin Mas’ud ra.
ia berkaat: Rasulullah saw. bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang memukul
pipinya, atau merobek kantong bajunya, dan menyeru dengan seruan orang jahiliyah”.
)149( Berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah (1601), dari Nabi saw. bahwasanya beliau

bersabda: “Tidak seorang Islam manapun, yang berta’ziyah saudaranya yang terkena musibah,
kecuali akan diberi pakaian kehormatan oleh Allah pada hari qiyamat nanti”. Berta’ziyah
kepada saudaranya, maksudnya memberikan anjuran untuk bersabar serta menghiburnya,
misalnya dengan ucapan: Semoga Allah memberikan kepadamu pahala yang besar. Dan
dimakruhkan berta’ziyah setelah lewat tiga hari setelah pemakaman, kecuali bagi yang
musafir, oleh karena kesusahan itu sudah hilang setelah tiga hari, maka tidak baik untuk
membangkitkan kembali kesusahannya, sebagaimana dimakruhkan berta’ziyah berulang-
ulang. Yang baik selesai pemakaman, orang sibuk untuk membantu keluarga si mayit, berupa
memberikan perbekalan dan lain-lain, kecuali bila sangat susah sekali, kedatangan mereka
sangat baik, karena untuk menghibur mereka.
)150( Hadits riwayat al Bukhary (1280), dari Jabir bin Abdullah ra., bahwasanya Nabi saw.

pernah menyatukan dua orang laki-laki dalam satu kubur korban perang Uhud.

53
KITAB ZAKAT

Harta yang wajib dizakati ada lima macam: hewan ternak, barang
berharga, hasil pertanian, buah-buahan dan barang perdagangan.(1)
Adapun hewan ternak: diwajibkan zakat untuk tiga jenis hewan, yakni:
onta, sapi, dan kambing.(2)
Syarat orang wajib membayar zakat ada enam: Islam, merdeka,
kepemilikan harta secara sempurna, cukup nishab, (3) genap satu tahun,(4)
dan tempat pengembalaan.(5)

Adapun barang berharga itu ada dua jenis yakni: emas dan perak. (6) Dan
syarat diwajibkannya zakat barang berharga ada lima: pemiliknya orang
)1( Asal usul kewajiban zakat secara pasti berdasar ayat-ayat al Qur’an, antara lain firman
Allah Ta’alaa: “Pungutlah dari harta mereka sebagai sedekah (zakat) untuk membersihkan dan
emnsucikan mereka dengannya”. (at Taubah:103). Maksudnya untuk memperbaiki keadaan
mereeka serta menjaga mereka dari sifat kikir dan sebagainya, dan akan mendapatkan pujian
dari Allah Ta’alaa. Banyak hadits, antara lain sabda Rasulullah saw. kepada Mu’adz bin Jabal
ra. ketika diutus ke Yaman: “Beritahukan kepada mereka bahwasanya Allah menfardlukan
atas mereka sedekah (zakat), yang diambil dari mereka yang kaya, dan dibagikan kepada fakir
miskin mereka”, riwqayat al Bukhary (1331), dan Muslim (19).
)2( Dalil yang menunjukkan kewajiban membayar zakat tiga jenis hewan, beserta

persyaratannya adalah ayat al Qur’an. Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1386) dari
Annas ra. dia diberi tugas sebagai kurir membawa surat untuk pergi ke Bahrain, pada awal
surat tertulis: " "‫لرمن ا لرمن‬ ‫"بسم‬ Ini suatu kewajiban bersedekah yang difardlukan oleh
Rasulullah saw. terhadap ummat Islam. Maka barang siapa yang meminta dari orang Islam
sesuai dengan ketentuan maka hendaklah diberinya, dan barang siapa yang meminta di atas
ketentuan jangan diberi ………” Di dalam hadits tersebut dijelaskan adanya tiga macam jenis
hewan, serta penjelasan tentang nishabnya, dan berapa yang wajib dikeluarkan untuk zakat,
masing-masing akan dijelaskan pada tempatnya.
)3( Bahwa harta tersebut mencukupi batas jumlah tertentu, sehingga wajib keluarkan zakatnya,

di dalam kitab al Mishbahul Munir: Nishab: adalah batasan yang jelas untuk diwajibkannya
zakat. Penjelasan nishab akan disampaikan pada setiap jenis harta di tempatnya beserta dalil-
dalilnya.
)4( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak ada kewajiban zakat atas harta, sampai genap

satu tahun”, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1573), artinya kepemilikannya sudah berjalan
selama satu tahun Qomariyah.
)5( Yakni tempat pengembalaan hewan ternak di padang rumput yang mubah, bai setahun

penuh atau lebih. Terdapat dalam kitab Abu Bakar ra. tenatng zakat kambing di tempat
pengembalaannya ……
)6( Asa usul kewajiban zakat barang berharga ini adalah firman Allah: “Dan orang-orang yang

menumpuk emas dan perak, mereka itu tidak mau membelanjakan untuk kepentingan fii
sabilillah, maka berilah khabar gembira kepada mereka dengan siksa yang pedih” (at
taubah:34). Al Kanzu: adalah harta yang tidak dikeluarkan zakatnya. Hadits riwayat al
Bukhary (1339) di dalam tafsirnya, dari Ibnu Umar ra. Barang siapa yang menumpuk emas
dan perak dan tidak mau menunaikan zakatnya, maka nerakalah baginya. Hadits riwayat
Muslim (978), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada bagi
pemilik emas atau perak yang tidak menunaikan haknya (zakat), kecuali nanti pada hari

54
Islam, merdeka, kepemilikannya sempurna, mecapai nishabnya, dan
genap satu tahun.
Hasil pertanian: Wajib dikeluarkan zakatnya dengan tiga syarat:
merupakan hasil pertanian yang diusahakan oleh manusia, hasil pertanian
tersebut merupakan bahan makanan pokok (qutil balad), dapat disimpan
lama,(7) sudah mencapai nishab (batas minimal) yakni: lima ausuk
(wasak) bersih tanpa kulit.(8)
Buah-buahan yang wajib keluarkan zakatnya ada dua: buah kurma dan
buah anggur.(9) Syarat wajib zakat buah-buahan ada empat macam:
pemiliknya Islam, merdeka, kepemilikannya sempurna, dan mencapai
nishab.
Barang perdagangan: wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat
sebagaimana syarat zakat barang berharga.(10)

(Fasal): Awal nishab onta adalah lima ekor, zakatnya seekor kambing,
untuk 10 ekor onta dua ekor kambing, untuk 15 ekor onta tiga ekor
kambing, untuk 20 ekor onta empat ekor kambing, untuk 25 ekor onta
zakatnya seekor onta yang dinamai binta makhodl, untuk 36 ekor onta
zakatnya seekor onta yang dinamai binta labun, untuk 46 ekor onta
zakatnya seekor onta yang dinamai hiqqoh, untuk 61 ekor onta zakatnya
seekor onta dinamai jadza’ah, dan untuk 76 ekor onta zakatnya dua ekor
binta labun, untuk 91 ekor onta zakatnya dua ekor onta hiqqoh, untuk 121

qiyamat, dia akan diberi baju dengan baju berlapis dari api neraka, dia dibakar di api neraka
jahannam, maka mengelupas karenanya pinggang dan punggungnya. Katika sudah dingin
dikembalikan lagi kepadanya, pada suatu hari yang perkiraan waktunya seribu tahun, sampai
ditetapkan di antara hamba, dan ditunjukkan jalannya, mungkin ke surga, mungkin ke
neraka”.
)7( Dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan, pengertian: ""‫"لرقمت‬ adalah: sebagai bahan
makanan pokok penduduk negeri, yang dimaksudkan antara lain: gandum, jewawut (bangsa
rumput-rumputan), atau kacang-kacangan dan lain-lain.
)8( Akan dijelaskan kemudian beserta dalil dan fasalnya.

)9( Hadits riwayat Abu Dawud (1603) dan dinyatakan hadits hasan oleh at Tirmidzy (644),
dari Utab bin Asid ra. ia berkata: Rasulullah saw. memerintahkan untuk menaksir buah anggur
seperti menaksir buah kurma, dan dipungut zakatnya dalam bentuk zabib (kismis),
sebagaimana zakat kurma dalam bentuk tamar (kurma kering). Pengertian menaksir di sini
adalah: memperkirakan dari kurma basah (ruthob) menjadi kurma kering (tamar), sedang
anggur dari buah basah menjadi kismis (zabib). (menjadi berapa persen dari ketika basah).
)10( Asal usul kewajiban zakat barang perdaganan adalah firman Allah Ta’alaa:

“Belanjakanlah sebagian harta hasil kerjamu yang baik” (al Baqoroh:267). Mujahid
menyatakan: Ayat ini diturunkan dalam hal barang perdagangan. An Nisfie di dalam kitab
Tafsirnya menyatakan: Di dalam ayat ini sebagai dalil tentang diwajibakannya zakat harta
perdagangan. Hadits riwayat Abu Dawud (1562), dari Sammuroh bin Jundab ra. ia berkata:
Sesungguhnya rasulullah saw. telah memerintahkan kita untuk mengeluarkan shodaqoh
(zakat) dari harta yang kita perhitungkan sebagai perdagangan, yang dimaksudkan shodaqoh
adalah zakat.

55
ekor onta zakatnya tiga ekor binta labun, selanjutnya setiap tambah 40
ekor zakatnya tambah sekor binta labun, setiap tambah 50 ekor onta
zakatnya tambah seekor onta hiqqoh. (11)

(Fasal): Awal nishab sapi adalah 30 ekor, zakatnya seekor sapi yang
dinamai tabi’, untuk 40 ekor sapi zakatnya seekor sapi yang dinamai
musinnah, untuk selanjutnya perhitungkanlah dengan berdasarkan dua
ketentuan di atas.(12)
Awal nishab untuk kambing adalah 40 ekor zakatnya seekor kambing
jadza’ah,(13) kalau dibayar dengan kambing bandot berupa dlo’ni atau
tsaniyah.(14) Untuk 121 ekor kambing zakatnya dua ekor kambing, untuk
201 zakatnya tiga ekor kambing, dan untuk 400 ekor kambing zakatnya 4
ekor kambing, selanjutnya setiap ada tambahan 100 ekor, zakatnya
tambah seekor kambing.(15)

)11( Di dalam Kitab Abu Bakar ra. untuk 24 ekor onta ke bahwah zakatnya kambing, setiap
liam ekor onta seekor kambing. Apabila sudah mencapai jumlah 25 ekor sampai dengan 35
ekor, maka zakatnya seekor binta makhodl betina, apabila sudah mencapai 36 sampai 45 ekor
onta zakatnya binta labun betina, apabila sudah mencapai 46 sampai 60 ekor onta zakatnya
hiqqoh yang sudah menjelang bunting (dara), apabila sudah mencapai 61 sampai 75 ekor onta
zakatnya seekor onta jadza’ah, apabila sudah mencapai 76 sampai 90 zakatnya dua ekor binta
labun, apabila sudah lebih dari 120 ekor, maka setiap tambah 40 ekor tambah zakatnya seekor
binta labun, dan setiap tambah 50 ekor maka zakatnya tambah lagi seekor onta hiqqoh. Barang
siapa yang hanya memiliki onta sebanyak empat ekor onta, dia tidak wajib zakat, kecuali bila
pemiliknya menghendakinya. Apabila sudah mencapai lima ekor, baru zakatnya seekor
kambing. Pengertian: binta makhodl: onta umur satu tahun lebih, binta labun: onta umur dua
tahun lebih, hiqqoh: onta umur tiga tahun lebih, dan jadza’ah: onta umur empat tahun lebih.
)12( Hadits riwayat at Tirmidzy ( 623) dan Abu Dawud (1576) dan lainnya, dari Mu’adz bin

Jabal ra. ia berkata: Nabi saw, mengutus saya ke Yaman, beliau memerintahkan saya untuk
memungut zakat dari setiap 30 ekor sapi zakatnya seekor tabi’, dan setiap 40 ekor sapi
zakatnya seekor musinnah, dan setiap seekor sapi dewasa dengan uang satu dinar, atau
sepotong baju model Yamamah. Tabi’: sapi berumur satu tahun lebih, musinnah: sapi berumur
dua tahun lebih. Dan dari setiap orang yang sudah bermimpi (baligh) dipungut jizyah (upeti)
sebesar satu dinar, sebagai imbalan memberikan rasa aman kepada mereka.
)13( Domba jadza’ah: domba yang berumur satu tahun masuk tahun kedua.

)14( Kambing bandot dlokni/tsaniyah: kambing bandot berumur dua tahun, masuk tahun
ketiga.
)15( Di dalam Kitab Abu Bakar ra. tentang zakat kambing yang digembalakan, apabila sudah

mencapai 40 sampai 120 ekor, zakatnya seekor kambing, apabila sudah mencapai lebih dari
120 sa,pai 200, zakatnya dua ekor kambing, apabila lebih dari 200 sampai 300 ekor, zakatnya
tiga ekor kambing, apabila lebih dari 300, maka setiap tambah 100, zakatnya tambah seekor
kambing. Apabila kambing yang digembalakan oleh pemiliknya kurang dari 40 ekor, maka
tidak wajib dikeluarkan zakatnya, kecuali bila pemiliknya menghendakinya.

56
(Fasal): Dua orang yang berserikat terhadap harta, maka wajib zakat
untuk seluruh harta bersama,(16) dengan tujuh syarat: menjadi satu
kandang, tempat istirahat di pengembalaan manjadi satu, lokasi
pengembalaannya menjadi satu, pejantannya satu, tempat minumnya
menjadi satu, tempat pemerahan susunya menjadi satu, dan pemerah
susunya juga satu orang.(17)

(Fasal): Nishab emas adalah 20 mitsqol (dinar), zakatnya seperempat


puluhnya (dua setengah persen) yakni setengah mitsqol, setiap kali
bertambah, maka zakatnya diperhitungkan sesuai dengan prosentasi
dimaksud.(18) Nishab perak adalah 200 dirham, zakatnya seperempat
puluhnya, yakni lima dirham, setiap ada tambahan, maka zakatnya
diperhitungkan demikian.(19) Tidak diwajibkan zakat untuk perhiasan
yang mubah (diperbolehkan).(20)

(Fasal): Nishab hasil pertanian dan buah-buahan adalah lima ausuq


(wasaq),(21) yakni: 1600 rithil Iraq,(22) terhadap tambahan dari itu dapat
diperhitungkan zakatnya. Dalam hal ini: apabila pertanian tersebut diari

)16( Dua orang yang berserikat terhadap sesuatu benda, maka keduanya wajib zakat
sebagaimana apabila benda itu dimiliki oleh seorang saja, selama memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Di dalam Kitab Abu Bakar ra.: Tidak disayukan yang terpisah dan tidak
dipisahkan yang menyatu, karena takut membayar zakat, dan harta yang menjadi hak milik
bersama, maka akan dibagi sama antara keduanya. Artinya: apabila nishab masing-masing
terpisah dan dibedakan dengan yang lain, maka jangan disatukan, untuk mewajibkan zakat,
atau apabila perhitungan nishabnya menjadi satu, maka jangan dipisahkan, sehingga tidak
berkewajiban zakat, karena akan mempersedikit (mengurangi) nishab. Apabila dipungut zakat
dari harata bersama,maka masing-masing anggota dikenai sesuai dengan haknya.
)17( Kandang; tempat istirahat di malam hari, tempat istirahat: suatu tempat mengumpulkan

kambing untuk diberi minum di area pengembalaan.


)18( Hadits Riwayat Abu Dawud (1573) dan lainnya, dari Ali ra. dari Nabi saw. belaiu

bersabda: “Tidak ada kewajiban apapun bagimu – yakni terhapad emas – sampai sejumlah 20
dinar, apabila sudah mencapai 20 dinar, dan sudah genap satu tahun, maka zakatnya setengah
dinar, terhadap tambahan dari itu diperhitungkan demikian”. Dinar sama dengan mitsqol,
nilainya sekarang kira-kira sama dengan setengah lira lebih sedikit, mata uang Inggris.
)19( Di dalam Kitab Abu Bakar ra. tentang perak yang zakatnya seperempat puluhnya,

berdasarkan sabda Nabi saw.: “Tidak ada zakat untuk perak yang kurang dari lima awaq”,
diriwayatkan oleh al Bukhary (1413) dan Muslim (980), dengan lafadh dari Muslim. Awaq =
40 dirham.
)20( Berdasarkan hadits riwayat al Baihaqy (IV/138) dan lainnya, dari Jabir ra. Rasulullah saw.

bersabda: “Tidak ada kewajiban zakat untuk barang perhiasan”. Perhiasan yang mubah: antara
lain: cincin perak untuk lelaki, atau giwang dan lain-lain dari emas untuk wanita.
)21( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak ada kewajiban zakat untuk yang kurang dari

lima ausuq”, hadits riwayat al Bukhary (1340), menurut riwayat Muslim (979): “Tidak ada
kewajiban zakat untuk biji-bijian dan tidak pula untuk tamar, ayng kurang dari lima ausuq”.
Ibnu Hibban menambahkan: satu wasaq sama dengan satu sho’. (satu sho’=2,4 kg.).
)22( Sama dengan berat 715 kg,

57
dari air hujan atau dengan sistem irigasi, maka zakatnya sepersepuluhnya,
tetapi apabila diairi dengan cara disiram atau disemprot, maka zakatnya
seperdua puluhnya.(23)
(Fasal): Diperhitungkan zakat untuk barang perdagangan ketika sudah
genap satu tahun dengan apa barang tersebut dibeli,(24) dan dikeluarkan
zakatnya seperempat puluhnya (dua setengah persen).
Harta yang dikeluarkan (dieksploitasi) dari pertambangan emas atau
perak, maka dikeluarkan zakatnya sebesar seperempat puluh pada saat
dihasilkannya. Dan harta yang didapatkan dari rikaz, maka zakatnya
seperlima.(25)

(Fasal): Kewajiban zakat Fitrah ada tiga syarat: beragama Islam, setelah
matahari terebenam pada akhir bulan Romadlon, adanya kelebihan bahan
makanan untuk dirinya dan keluarganya pada hari itu.
Orang wajib membayar zakat untuk dirinya sendiri, dan untuk orang yang
menjadi tanggungan untuk memberi nafkahnya dari orang Islam,
sebanyak satu sho’ dari bahan makanan pokok negerinya, (26) kira-kira
lima sepertiga rithil Iraq.(27)

)23( Sistem iriagsi termasuk meliputi air yang mengalir di atas permukaan tanah baik dari
gunung atau sungai, sedangkan yang disiram adalah dengan cara mengambil dari sumur, baik
menggunakan tenaga manusia atau lainnya. Hadits riwayat al Bukhary (1412) dari Ibnu Umar
ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Terhadap pertanian yang diairi dengan air hujan atau mata
air, atau tampungan air hujan (rawa-rawa), zakatnya sepersepuluh, sedangkan yang diairi
dengan menyiram, zakatnya seperdua puluh”. Hadits riwayat Muslim (981) dari Jabir ra.
bahwasanya dia mendengar Nabi saw. bersabda: “Dari hasil pertanian yang diairi dengan air
hujan sepersepuluh, dan yang diairi dengan dengan tenaga manusia atau lainnya zakatnya
seperdua puluh. Dan dikeluarkan zakatnya setelah anggur menjadi kismis, kurma menjadi
tamar, dan hasil pertanian setiap kali selesai panen. Berdasar firman Allah: “Tunaikanlah
kewajibannya pada saat panen” (al An’am: 141).
)24( Dari uang, apabila dibeli menggunakan emas, maka diperhirungkan dengan emas, apabila

dibeli dengan perak, diperhitungkan dengan perak, demikian. Dan tidak diperhitungkan
dengan benda lain apabila dibeli dengan alat tukar benda lain.
)25( Hadits riwayat al Bukhary (1428) dan Muslim (1710), dari Abi Hurairoh ra. dari

Rasulullah saw. beliau bersabda: “Di dalam harta rikaz zakatnya seperlima”. Rikaz: harta
yang dikeluarkan dari harta peninggalan orang Jahiliyah (harta Karun), berupa emas atau
perak, zakatnya dikeluarkan seketika pada saat ditemukan harta tersebut.
)26( Hadits riwayat al Bukhary (1433) dan Muslim (984), lafadh Muslim, dari Ibnu Umar ra.

bahwasnya Rasulullah saw. mewajibkan manusia membayar zakat Fitrah dari bulan
Romadlon, satu sho’(kuarng lebih 2,35 kg) dari tamar atau satu sho’ gandum, untuk setiap
orang baik merdeka atau budak, laki-laki atau wanita, dari orang Islam”. Dalam riwayat al
Buhkary (1432): Beliau memerintahkan untuk membayar zakat Fitrah sebelum manusia keluar
untuk melaksanakan sholat Ied. Menurut riwayat al Bukahry (1439), dari Abi Sa’id al Hudrie
ra. ia berkata: Kami mengeluarkan zakat Fitrah pada zaman Rasulullah saw. pada hari Iedul
Fitri satu sho’ dari bahan makanan yang kami makan, dari gandum, atau kismis, atau keju,
atau tamar.
)27( Kira-kira sama dengan 2400 gram (2,4 kg).

58
(Fasal): Zakat dibagikan kepada delapan asnaf (golongan), sebagaimana
dijelaskan oleh Allah Ta’alaa di dalam Kitab-Nya yang mulya (at Taubah:
60) ‫"إمنمما لرقم لا" راءقمنلا نيلوسممالني نيلرهااممني لا مما نيلوىفرءم لاممت ني‬
)28(
"‫( لرنلاب نيلرغارمني ني سب ل نيلبا لرسب ل‬Seseungguhnya zakat itu
hak atas orang fakir, orang miskin, amil atas zakat, muallaf, riqob,
ghorim, sabilillah, dan ibnus sabil). Zakat itu diserahkan (dibagikan)
kepada siapa yang ditemi dari delapan asnaf tersebut, dan tidak terbatas
hanya tiga orang untuk masing-masing asnaf, kecuali amil.
Ada lima orang yang tidak berhak menerima zakat: orang kaya harta atau
usahawan,(29) budak, bani Hasyim dan bani al Mutholib, (30) orang kafir,(31)

)28( Surat at Taubah:60. "‫( "لرءقنلا‬fakir) adalah orang yang tidak mempu memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari, seperti orang yang kebutuhannya Rp.10.000,- dia hanya berpenghasilan
Rp. 2.000, atau bahkan tidak sama sekali. "‫( "لوسمالني‬miskin) adalah orang yang tidak bisa
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, misalnya: kebutuhan sehari-hari Rp. 10.000,- dia
hanya berpenghasilan Rp. 8.000,-. "‫( "لرهماماني‬amil) adalah orang membantu Imam (pejanbat)

untuk menghimpun dan membagikan zakat. " ‫( "لوىفرءم لامت‬muallaf) adalah orang Islmanya
lemah atau baru masuk Islam. "‫"لرنلماب‬ (budak) seorang hmba sahaya yang dalam proses

mencari mendapatkan kemerdekaan (mukatab). "‫"لرغممارمني‬ (ghorim) orang yang banyak

hutangnya, dan tidak mampu membayar hutangnya. " ‫" سمب ل‬ (sabilillah) adalah orang
ikut berperang untuk mempertahankan Islam, yang tidak digaji dari baitul mal (uang negara).
"‫( "لبما لرسمب ل‬ibnu sabil) adalah orang musafir yang ingin pula kenegerinya, tetapi kehabisan
perbekalan sehingga tidak tercapai maksudnya.
)29( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak halal zakat bagi orang yang kaya, tidak pula

bagi orang yang memiliki kemapuan dan kekuarat untuk bersaha, diriwayatkan oleh at
Tirmidzy (652) dan Abu Dawud (1634).
)30( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya sedekah/zakat ini, adalah kotoran

manusia, sesungguhnya tidak halal bagi Muhammad, dan tidak pula bagi keluarga
Muhammad”, diriwayatkan oleh Muslim (1072). Hadits riwayat al Bukhary (1420) dan
Muslim (1069), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Al Hasan bin Ali mengambil sebutir tamar
(kurma)dari hasil sedekah, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya, maka Nabi saw. bersabda:
“hus, hus, agar kurma yang di dalam mulut al Hasan dibuang, lalu beliau bersabda: Tidakkah
engkau merasa, bahwa saya tidak makan sedekah”. Yang dimaksud keluarga Muhammad saw.
adalah bani Hasyim dan bani Mutholib, diharamkan atas mereka untuk menerima zakat,
karena mereka berhak menerima seperlima dari harta rampasan perang (ghonimah),
sebagaimana ayng akan dijelaskan dalam Kitab Jihad.
)31( Berdasarkan sabda Nabi saw. kepada Mu’adz ra.: “Beri tahulah mereka bahwa atas

mereka diwajibkan membayar zakat, diambil dari mereka yng kaya dari orang Islam, dan
dibagikan kepada mereka yang fakir miskin”. Perhatikan CK. No: 1.

59
dan orang yang menjadi tanggungan orang yang wajib membayar zakat,
mereka tidak berhak menerima zakat atas nama fakir atau miskin.(32)

)32( Artinya tidak diperbolehkan memberikan hasil zakat kepada mereka, sekalipun mereka
dalam keadaan fakir atau miskin, oleh karena dia sudah diberi nafkah oleh pembayar zakat.
Tetapi boleh diberi zakat bukan atas nama fakir dan miskin, misalnya sebagai ghorim atau
sabilillah, dan lainnya. Perhatikanlah tentang orang-orang yang wajib diberi nafkah, satu fasal
tentang nafkah dalam nikah.

60
KITAB SHIYAM (PUASA)

Syarat diwajibkannya berpuasa(1) ada tiga macam: Islam, baligh, berakal


sehat,(2) mampu untuk melaksanakan puasa.(3)
Fardlunya puasa (yang difardlukan di dalam puasa) ada empat macam:
niyat,(4) menahan diri dari makan, minum serta bersetubuh,(5) serta
menahan muntah yang disengaja.(6)
Hal-hal yang membatalkan puasa ada 10 macam: segala sesuatu yang
masuk dengan sengaja ke dalam rongga badan dan kepala, menyuntikkan
bahan melalui dua jalan, muntah dengan sengaja, bersetubuh dengan
sengaja ke dalam farji, keluar mani karena mubasyarah,(7) haid, nifas, gila,
dan murtad.(8)

)1( Dasar difardlukannya berpuasa secara mutlak (umum) adalah firman Allah Ta’ala: “Wahai
orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana telah
diwajibkannya atas orang sebelum kamu, agar kamu sekalian bertaqwa” (al Baqoroh:183).
Khusus puasa pada bukan Romadlon adalah firman Allah Ta’ala: “Bulan Romadlon yang
diturunkan al Qur’an di dalamnya sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelasan dari
petunjuk serta pembeda, barang siapa di antara kamu yang menyaksikan bulan tersebut, maka
hendaklah mereka berpuasa” (al Baqoroh:185). Dan berdasarkan banyak hadits, antara lain
sabda Rasulullah saw. kepada orang Arab gunung yang bertanya kepada beliau:
Beritahukanlah kepadaku apa saja yang difardlukan oleh Allah kepadaku untuk berpuasa?
Beliau menjawab: “Puasa Romadlon”, diriwayatkan oleh al Bukhary (1792) dan Muslim (11).
)2( Berdasarkan hadits: “Diangkat pena dari tiga orang ….”, perhatikan CK. No: 10 Kitab

Sholat.
)3( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan wajib bagi orang yang berat untuk menjalankan

puasa mambayar fidyah” (al Baqoroh:184). Pengertian kata: ""‫"يطيقونه‬ sama dengan ""‫"يكلفونه‬

artinya ""‫يطيقون‬ ‫"فال‬ (tidak memiliki kemampuan untuk…).


)4( Dilakukan sebelum terbit fajar dan setiap malam (hari), berdasarkan sabda Rasulullah
saw.: “Barang siapa yang tidak berniyat berpuasa sebelum terbit fajar, maka tidak sah
puasanya”, diriwayatkan oleh ad Daroquthny (II/172).
)5( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Makanlah dan minumlah sampai tampak jelas bagimu

antara benang putih dan benang merah dari fajar, kemudian sempurnakanlah puasamu sampai
malam, dan janganlah kamu bersesutbuh dengan isterimu, begitu pula ketika kamu ber’iktikaf
di daalm masjid” (al Baqoroh:187). Pengertian: benang putih adalah cahaya siang, dan benang
hitam adalah gelapnya malam, fajar adalah cahaya yang terbit melintang di ufuq timur lalu
disusul dengan terbitnya matahari, maka tampaklah siang.
)6( Hadits riwayat Abu Dawud (2380), at Tirmidzy (720) dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra. ia

berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang muntah karena terpaksa, padahal dia
bepuasa, maka dia tidak wajib mengqodlok, apabila seseorang berusaha untuk muntah, maka
dia wajib mengqodlok”.
)7( Keluar mani disebabkan mubasayarah (bersentuhan kulit) atau berciuman dan lainnya.

)8( Karena keluar dari sebutan orang yang berhak melakukan ibadah.

61
Disunnatkan dalam berpuasa tiga macam hal: menyegerakan berbuka
puasa,(9) mengakhirkan makan sahur,(10) meninggalkan berkata-kata yang
kotor.(11)
Diharamkan untuk berpuasa pada lima hari: dua hari Raya,(12) dan tiga
hari tasyriq.(13)
Dimakruhkan berpuasa pada hari syak (ragu), kecuali apabila sudah
terbiasa melakukan puasa peda hari itu.(14)

)9( Hadits riwayat al Bukhary (1856) dan Muslim(1098), dari Sahal bin Sa’id ra. bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda: “Manusia senantiasa berada di dalam kebaikan, karena
menyegerakan berbuka puasa”. Yang afdlol berbuka puasa dengan tamar (kurma) atau sedikit
air, lalu sholat Maghrib, lalu makan bila mau. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dengan sanad
shohih: bahwasanya Rasulullah saw. apabila berpuasa, beliau tidak sholat lebih dulu sampai
beliau diberi ruthob (kurma basah) atau air. Kemudian beliau memakannya atau
meminumnya, Apabila pada musim dingin, beliau tidak sholat sebelum diberi tamar (kurma
kering) atau air.
)10( Hadits riwayat Ahmad di dalam kitab Musnadnya (V/147): bahwasanya Rasulullah saw.

bersabda: “Ummatku senantiasa berada di dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan


makan sahur”. Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Hibban: “Sesungguhnya mengakahirkan makan
sahur adalah sunah para Rasul”. Mengakirkan makan sahur, artinya makan dan minum sudah
diakhiri sebelum terbitnya fajar. Hadits riwayat al Bukhary (556) dari Ibnu Malik ra.
bahwasanya Nabi saw. dan Zaid bin Tsabit makan sahur, ketika selesai dai sahur, Nabi saw.
berdiri lalu sholat. Maka kami bertanya kepada Annas: Berapa lama antara selesainya dari
makan sahur sampai dengan masuk waktu sholat? Annas menjawab: Sekedar cukup
seseorang untuk mebaca 50 ayat al Qur’an.
)11( Atau pembicaraan yang jorok/keji dan batil (rusak), seperti memaki, ghibah (ghosip) dan

lain-lain. Hadits riwayat al Bukhary (1804), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Barang siapa yang tidak mampu meninggalkan kata-kata kotor serta
pengamalannya, maka Allah tidak butuh terhadap usahanya meninggalkan makan dan
minumnya”, artinya puasanya tidak mendapatkan pahala, sekalipun sudah gugur dari
kewajiban puasa.
)12( Hadits riwayat Muslim ( 1138), dari Abi Hurairoh ra. bahwasanya Rasulullah saw.

melarang untuk berpuasa pada dua hari, yakni Iedul adl-ha dan Iedul fitri, juga diriwayatkan
oleh al Buykhary (1142) dari Abu sa’id ra.
)13( Hadits riwayat Muslim (1142) dari Ka’ab bin Malik ra. bahwasanya Rasulullah saw.

mengutus dia dan Aus ibnul Hadatsan, pada hari tasyriq, maka ia berseru: “Tidak akan masuk
surga kecuali orang mukmin, dan hari-hari Mina adalah hari makan dan minum”. Dan
diriwayatkan oleh Abu Dawud (2418), dari Umar Ibnul Ash ra. ia berkata: Hari ini di mana
Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk berbuka (makan dan minum), dan beliau melarang
kita untuk berpuasa. Malik berkata: Dia adalah hari tasyriq.
)14( Yakni puasa pada tanggal 30 bulan Sya’ban, di mana manusia ragu pada hari itu, apakah

masih berada pada bulan Sya’ban ataukah sudah masuk bulan Romadlon? Yang benar
menurut madzhab kami hukumnya haram, dan tidak sah puasanya, berdasarkan hadits riwayat
Abu Dawud (2334), dan at Tirmidzy (686), dari Ammar bin Yasar ra., dari Rasululaah saw.
beliau bersabda: “Barang siapa yang berpuasa pada hari yang diragukan manusia, maka
sungguh telah berma’siyat kepada Abal Qosim saw.” Pendapat penyusun kitab ini: makruh
adalah karohah tahrim, sesuai dengan yang lebih kuat. Dan diharamkan pula berpuasa di
separoh akhir bulan Sya’ban, berdasarkan hdits riwayat Abu Dawud (2337) dan dishohihkan
oleh at Tirmidzy (738), dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw.bersabda: “Apabila
sudah separoh bulan Sya’ban, maka janganlah berpuasa”. Menurut Ibnu Majah (1651):

62
Barang siapa yang bersetubuh dengan isteri di siang hari bulan Romadlon
dengan sengaja, maka dia wajib mengqodlok serta membayar kafarat
(denda), yakni memerdekakan budak yang mukmin, apabila tidak
mendapatkannya, maka dia berpuasa selama dua bulan berturut-turut,
apabila tidak mampu, maka memberikan makanan kepada sebanyak 60
orang miskin, setiap orang satu mud.(15)
Barang siapa yang meninggal dunia, padahal dia mempunyai hutang
puasa Romadlon, maka berikanlah makan kepada fakir miskin untuk dari
si mayit, setiap hari satu mud.(16)

“Apabila sudah separoh bulan Sya’ban, maka tidak ada puasa sampai datangnya bulan
Romadlon”. Keharaman berpuasa pada hari ragu dan separoh kedua Sya’ban bisa ditiadakan,
apabila orang sudah terbiasa melakukan puasa pada hari tersebut, atau melanjutkan puasa
yang sudah dilakukan sejak sebelum separoh kedua bulan Sya’ban. Hadits riwayat al Bukhary
(1815) dan Muslim(1082), lafadh Muslim, dari Sabi Hurairoh ra. dari Rasulullah saw. beliau
bersabda: “Jangan mendahului puasa Romadlon dengan berpuasa satu atau dua hari, kecuali
bagi orang yang berpuasa suatu puasa, maka laksanakanlah (misal: Senin Kamis).
)15( Hadits riwayatal Bukhary (1834) dan Muslim (1111) dan alinnya, dari Abi Hurairoh ra. ia

berkata: Ketika kami dudu di dekat Nabi saw. maka datang seorang laki-laki dan berkata::
Wahai Rasulullah, saya kecelakaan. Beliau bertanya: “Ada apa engkau?”. Ia menjawab: Saya
menyetubuhi isteriku, padahal saya berpuasa – di dalam satu riwayat: di dalam bulan
Romadlon – Maka Rasulullah saw. bersabda: “ Apakah engkau mendapatkan budak untuk
engkau merdekakan?” Ia menjawab: Tidak. Beliau bertanay lagi: “Apakah engkau mampu
berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Ia menajwab: Tidak. Beliau bertanya lagi: “Apakah
engkau mampu memberi makan kepada 60 orang miskin? Ia menajwab: Tidak. Abu Huriaroh
berkata: Nabi saw. diam sejenak, ketika kami dalam keadaan terdiam tersebut, Nabi saw.
diberi bakul terbuat dari daun kurma berisi tamar. Beliau bertanya: “Mana orang yang
bertanya tadi? Ia menjawab: Saya. Beliau bersabda: “Ambillah ini dan sedekahkanlah kepada
orang miskin”. Lelaki itu bertanya: Apakah saya sedekahkan kepada orang yang lebih miskin
dariku wahai Rasulullah? Demi Allah, dan demi bumi yang berbatuan hitam, tidak ada
penghuni rumah tangga yang lebih fakir dari keluargaku. Maka Nabi saw. tersenyum sampai
terlihat gigi taring beliau, lalu beliau bersabda: Berikanlah untuk mekanan keluargamu”.
Tidak diperbolehkan bagi si fakir yang mampu memberikan makan kepada keluarganya,
memindahkan kafarat tersebut kepada keluarganya, demikian pula untuk kafarat lainnya. Apa
yang dijelaskan dalam hadits di atas hanya khusus bagi lelaki tersebut saja.
)16( Dari bahan makanan pokok negeri, misalnya biji tanaman gandum. Mud (kati menurut

orang Jawa) adalah suatu wadah seperti kubus yang panjang sisi-sisinya = 9,2 cm, kalau
ditimbang beratnya kira-kira sama dengan 600 gram, diambilkan dari harta peninggalan si
mayit, apabila tidak memiliki harta peninggalan, maka diperbolehkan dari keluarganya untuk
si mayit, untuk membebaskan tanggungannya. Hadits riwayat at Tirmidzy (817), dari Ibnu
Umar ra. ia berkata: Barang siapa ayng mati dan dia mempunyai huatng puasa bulan
Romadlon, maka hendaklah memberikan makanan untuk dai, untuk setiap hari kepada orang
miskin. Hadits riwayat Abu Dawud (2401), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Apanbila seorang
sakit di bulan Romadlon, lalu dia mati belum sempat berpuasa, maka berikanlah makanan dari
dia. Dan yang lebih baik bila keluarganya mengqodlok puasa si mayit, atau dipuasakan oleh
orang yang mendapatkan izin oleh si mayit, atau ahli waris mayit untuk berpuasa, berdarakan
hadits riwayat al Bukahry (1851) dan Muslim (1147), dari A’isyah ra. bahwasanya Rasulullah
saw. bersabda: “Barang siapa yang mati, padahal dia mempunyai hutang puasa Romadlon,
maka hendaklah keluarganya berpuasa untuk si mayit”. Hadits riwayat al Bukahry (1852) dan
Muslim (1148), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Datang seorang lelaki kepada Nabi saw. ia
berkata: Wahai Rasulullah saw. sesungguhnya ibu saya sudah meninggal, dan dia mempunyai

63
Orang yang sudah sangat tua: apabila tidak mampu berpuasa, maka dia
boleh tidak berpausa dan memberi makanan setiap hari satu mud.(17)
Orang yang sedang hamil atau menyusui: apabila keduanya khawatir akan
keselamatan dirinya sendiri, maka kemudian dia tidak berpuasa, maka dia
wajib mengqodlok puasa yang ditinggalkannya, (18) apabila dia khawatir
akan kesehatan anaknya, kemudian dia tidak berpausa, maka dia wajib
mengqodlok puasanya serta membayar kafarat (denda),(19) setiap hari satu
mud, yakni satu sepertiag rithil Iraq.(20)
Orang ayng dalam keadaan sakit, atau bepergian yang jauh, boleh tidak
berpuasa dana wajib mengqodlok puasa yang ditinggalkannya.(21)

(Fasal): I’tikaf hukumnya sunnat,(22) syaratnya: berniyat, tinggal diam di


dalam masjid.
Tidak boleh keluar dari I’tikaf yang dinadzarkan, kecuali ada hajat
manusiawi,(23) atau ada udzur, misalnya haid atau sakit, yang tidak
memungkinkan berdiam di dalam masjid.

hutang puasa satu bulan, apakah saya mengqodlok puasa untuk dia? Beliau menajwab: “Ya,
karena hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar”. Hal ini bagi orang yang tidak
berpuasa karena suatu udzur (halangan) dan memungkinkan untuk mengqodlok - sesudah
hilang udzurnya sebelum ia mati, ada waktu qodlok tetapi dia tidak mampu berpuasa –
demikian pula bagi orang yang tidak berpuasa tanpa udzur secara mutlak. Adapun barang
siapa yang tidak berpuasa karena udzur dan tidak mungkin mengqodlok – lalu mati sebelum
udzurnya hilang, atau sesudah udzur hilang sudah tidak ada waktu berpuasa – maka dia tidak
wajib qodlok dan tidak pula wajib fidyah, dan dia tidak berdosa.
)17( Perhatikan CK. No:3.

)18( Hadits riwayat at tirmnidzy (715) dan lainnya, dari Annas binMalik ra. dari Rasulullah
saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’alaa meringankan bagi orang musafir
keharusan berpuasa serta separoh sholatnya, dan dari orang hamil atau menyusui berpuasa”.
Separoh sholat, artinya boleh mengqoshor untuk sholat yang empar roka’at.
)19( Hadits riwayat Abu Dawud (2318), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: “Bagi orang yang tidak

mampu untuk berpuasa, maka dia wajib membayar fidyah dengan memberi makanan kepada
orang miskin”, ia berkata: itu sebagai keringanan bagi orang yang sudah terlalu tua baik laki-
laki atau wanita, mereka tidak mampu berpuasa, dan dia wajib membayar fidyah dengan
memberi makan kepada orang miskin setiap hari, sedangkan bagi orang yang hamil dan
menyusui apabila khawatir akan kesehetana anaknya, lalu dia tidak berpausa, maka mereka
juga wajib memberi makan orang miskin.
)20( Perhatikan CK. No: 16.

)21( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Barang diapa yang sakit atau bepergian jauh, maka
boleh menggenapi puasanya di hari lain (di luar Romadlon)” al Baqoroh:185). Adapun
maksudnya Allah saja yang Maha Tahu: Barang siapa yang sakit dan tidak mampu berpausa,
atau bepergian jauh , maka boleh tidak berpuasa bagi yang mau, lalu menggantinya di luar
Romadlon, sesudah terbebas dari udzur, sesuai dengan ahri-hari ayng ditnggalkannya.
)22( Hadits riwayat al Bukhary (1922) dan Muslim (1172), dari A’isyah ra. bahwasanya Nabi

saw. ber’tikaf pada akhir bulan Romadlon sampai beliau wafat, lalu isteri beliau juga
beri’tikaf sesudahnya. Hadits riwayat al Bukahry (1936), dari sebuah ahdits panjang:
bahwasanya Nabi saw. ber’itkaf di sepuluh akhir bulan Syawal. I’tikaf adalah tinggal diam di
dalam masjid.

64
I’tikaf menjadi batho apabila melakukan persetubuhan.(24)

)23( Hadits riwayat al Bukhary (1925) dan Muslim (297), dari A’isyah ra. ia berkata:
Sesungguhnya Rasulullah saw. memasukkan kepala beliau ke dalam rumah saya, ketika itu
beliau di dalam masjid, maka saya merapikan rambut beliau, beliau tidak masuk ke dalam
rumah kecuali bila ada keperluan/hajat, bila beliau sedang beri’tikaf.
)24( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan janganlah kemu bersetubuh dengannya, padahal

kamu sedang beri’tikaf di dalam masjid” (al Baqoroh: 187). Janganlah menyetubuhi isterimu
pada saat kamu beri’tikaf.

65
KITAB HAJI

Syarat-syarat diwajibkannya ibadah haji(1) ada tujuh macam: beragama


Islam, sudah baligh, berakal sehat, merdeka, memiliki perbekalan dan
kesempatan transportasi,(2) keselamatan perjalanan, serta memungkinkan
melakukan perjalanan.(3)
Rukun ibadah haji ada lima macam: ihrom disertai dengan niyat,(4)
wukuf di Arofah,(5) thowaf di Baitullah,(6) sa’ie antara Shofa dan
Marwah,(7) mencukur kepela (memotong rambut).(8)
)1( Asa usul diwajibkannya ibadah haji adalah firman Allah Ta’alaa: “Mengerjakan ibadah
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah” al Imron:97). Dan banyak hadits, antara lain: hadits riwayat Msulim
(1337), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. berkhotbah kepada kami, beliau
bersabda: “Wahai manusia, Allah telah menfardlulkan kepada kamu sekalaian untuk
beribadah haji, maka berhajilah kamu”. Dan hadits riwayat al Bukahry dan Msulim: “Islam
dibangun di atas ……”, perhatikan CK. No: 1 Kitab Sholat.
)2( Sebagai penafsiran dari jalan menurut ayat, hadits riwayat al Hakim (I/442), dari Annas ra.

dari Nabi saw. tentang firman Allah Ta’alaa: “Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”,
ia menyatakan: Ditanyakan kepada Rasulullah saw.: Apakah yang dimaksudkan dengana
“jalan”? Beliau menajwab: “Perbekalan dan transportasi”, hadits ini hasan shohih.
)3( Artinya dijamin keselamatan perjalanan dari marabahaya, dan masih adanya waktu yang

luas untuk sampai di tempat untuk melakukan ibadah haji.


)4( Berniyat untuk memasuki ibadah haji atau umroh, di dalam kitab al Misbahul Munir:

Orang berihrom berarti berniyat untuk masuk ibadah haji atau umroh, artinya: memasukkan
jiwanya ke dalam sesuatu dan diharamkan baginya sesuatu yang diahlalkan sebelumnya. Yang
dimaksudkan adalah masuk, berdasarkan penjelasan Mushonnif (penyusun Kitab) disertai
dengan niyat.
)5( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Haji itu adalah wukuf di Arofah, barang siapa yang

datang pada malam “jam’in” sebelum terbitnya fajar, maka dia berhasil mendapatkan ibadah
haji”, diriwayatkan oleh at Tirmidzy (899), Abu Dawud (1949) dan lainnya. Malam jam’in
adalah: malam Muzdalifah, dinamakan demikian sebab manusia berkumpul di Muzadalifah
malam hari itu.
)6( Berdasarkan firman Allah: “Hendaklah mereka melakukan thowaf di rumah yang tua” (al

Haj: 29). Berdasarkan ijmak ulama, bahwa yang dimaksudkan adalah thowaf ifadloh.
)7( Berdasarkan hadits ad Daroquthnie (I/270) dan lainnya dengan sanad shohih, bahwasanya

Nabi saw. menghadap kepada manusia di tempat sa’ie dan berrsabda: “Lakukanlah sa’ie,
sesungguhnya Allah Ta’ala mewajibkan kepadamu untu sa’ie”. Hadits riwayat al Bukhary
(1565), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Nabi saw. datang di Makkah, lalu beliau berthowaf di
Baitullah, lalu sholat dua roka’at, lalu sa’ie antara Shofa dan marwah, lalu Ibnu Umar
membaca: " ‫د‬ ‫س ددس‬ ‫"لقددك ندلك لىفددس ل هللا دسو‬ (Sungguh Rasulullah adalah merupakan
contoh/ikutan yang terbaik) al Ahzab: 21.
)8(Sebagian kepala atau memotong sebagian rambut, hadits riwayat al Bukhary (129) dan

Muslim 1305), dan lainnya, dari Annas bin Malik ra. bahwasanya Rasulullah saw. tiba di
Mina, beliau datang ke jamarot (tempat pelontaran), lalu belaiu melontar jumrah, lalu beliau
datang ke tempat tinggal di Mina, dan beliau menyembelih hewan, lalu beliau bercukur. Ibnu
Umar menyatakan: Beliau mengisyaratkan ke bagian sebelah kanan dan kiri, lalu memberikan

66
Rukun ibadah Umroh ada empat: melakukan ihrom, thowaf, sa’ie
mencukur atau memotong rambut, menurut salah dari dua pendapat.(9)
Hal-hal yang wajib dikerjakan di dalam ibadah haji selain rukun ada tiga
macam: ihrom mulai dari miqot,(10) melontar tiga jumrah,(11) dan
bercukur.(12)

alat cukur kepala hanya memotong sebgaian, berdasarkan perbuatan Nabi saw. sebagaiama
dijelaskan di atas. Dan sesuai dengan do’a beliau: “Ya Allah rahmatilah mereka yang
bercukur”. Mereka bertanya: Bagaimana yang hanya memotong sebagian saja, beliau
menajwab: Ya Allah rahmatilah orang yang mencukur rambutnya”, mereka bertaya lagi:
Bagaimana ya Rasulullah yang hanya memotong? Belaiu menjawab: Yaa Allah termasuk
aang hanya memotong”, hadits riwayat al Bukhary (1640) dan Muslim (1301) dan lainnya.
Memotong sebagian rambut bagi wanita lebih afdlol, dan dimakruhkan mencukur seluruh
rambutnya, berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak ada bagi wanita mencukur rambut,
sesungguhnya bagi wanita adalah memotong”, diriwayatkan oleh at Tirmidzy (1984 – 1985).
Menurut riwayat Abu Dawud (914) dari Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw. melarang wanita
mencukur rambut kepalanya.
)9( Ini yang paling jelas, hadits riwayat al Bukhary (1568), dari Jabir ra. ia berkata: Nabi saw.

memerintah sahabat beliau, untuk melaksanakan umroh, dan berthowaf, lalu mencukur
rambut, kemudian bertahallul. Di dalam riwayat lain (1470) dari Ibnu Abbas ra.: hendaklah
thowaf di Baitullah, di Shofa dan marwah, lalu mencukur rambut mereka, lalu bertahaullul. Di
dalam riwayat yang lain (1644): Kemudian bertahallul, mencukur rambut atau memotongnya,
diriwayatkan oleh Muslim (1227), dari Ibnu Umar ra.
)10( Yakni tempat yang ditentukan oleh Rasulullah saw. bagi penduduk dari seluruh penjuru

dunia, untuk melakukan ihrom sebelum melewatinya. Apabila orang datang ke Mekkah untuk
beribadah haji atau umroh. Riwayat al Bukhary (1454) dan Muslim (1181), dari Ibnu Abbas
ra. ia berkata: Rasulullah menetukan waktu bagi penduduk Madinah adalah di Dzal Hulaifah,
untuk penduduk Syam di Juhfah, untuk penduduk Najed di Qornal Manazil, untuk penduduk
Yaman di Yaalamlam, itulah miqot bagi mereka, dan bagi mereka yang sampai di situ yang
bukan penduduk dimaksud, bagi mereka yang bermaksud untuk ibadah haji atau umroh.
Barang siapa yang tempatnya lebih dekat dari miqot dimaksud, maka tempat ihromnya di
rumah masing-masing, demikian pula bagi penduduk kota Makkah, maka tempat ihrom
mereka di rumahnya. Waktu di sini menunjukkan ketentuan waktu, tetapi yang dimaksudkan
adalah ketentuan tempat (miqot), ihlal adalah mengucapkan talbiyah dengan suara keras
ketika ihrom. Hadits riwayat al Bukhary (1458), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Ketika
terbukanya dua kota ini, mereka datang kepada Umar dan berkata: Wahai Amirul Mukminin,
sesungguhnya Rasulullah saw. menetukan batas bagi penduduk Najed adalah Qornan, yakni
berjauhan dengan jalan kami, apabila kami menuju ke Qornan, maka akan memberatkan kami.
Umar berkata: Perhatikanlah mana yang terdekat dengan jalanmu, maka mereka menentukan
miqotnya di Irqin, berdasarkan ijtihad mereka seniri. Tempat tersebut di dalam banyak hadits
bisa diketahui sampai dengan sekarang bagi jama’ah haji, meluai penduduk setempat atau
lainnya, dan boleh jadi sekrang namanya sudah berobah.
)11( Pada hari Tasyriq, yakni hari tanggal 11, 12 dan 13 bulan Dzulhijjah, pada hari Nahar (1o

Dzulhijjah) hanya melontar Jumrorul Aqobah (jumrotul kubroo) saja, perhatikan CK. No:
8. Hadits riwayat al Bukahry (1665), bahwasanya Abdullah Ibnu Umar ra. melontar Jumroh
yang paliong dekat dengan kemahnya (jumrotul uulaa) dengan tujuh butir batu, lalu dia
bertakbir setiap melontar satu batu, lalu dia maju dan mencari tempat yang longgar, dia berdiri
menghadap ke arah Qiblat cukup lama untuk berdo’a dengan mengangkat kedua belah
tangannya. Lalu dia melontar jumrotul wustho (tengah) seperti halnya pada pelontaran
jumrotul ula, dia mengambil posisi di sebelah kiri mencari tempat yang longgar, lalu dia
berdiri menghadap ke arah Qiblat cukup lama, untuk berdo’a dengan mengangkat kedua
belah tangannya. Lalu dia melontar jumrotul aqobah dari tengah lembah, dan dia tidak berdiri

67
Yang disunnatkan di dalam ibadah haji ada tujuh macam: haji ifrod,
yakni: mendahulukan ibadah haji dari sebelum umroh, (13) membaca
talbiyah,(14) thowaf qudum,(15) bermalam di Muzdalifah,(16) sholat sunnat
dua roka’at sesudah thowaf,(17) bermalam di Mina,(18) dan thowaf
wadak.(19)
di dekatnya. Lalu dia berkata: Demikianlah saya melihat Rasulullah saw. melakukannya.
Waktu melontar jumroh pada hari nahar (10 Dzulhijjah) sesudah matahari terbit, sedangkan
pada hari-hari tasyriq sesudah matahari tergelincir. Hadits riwayat Muslim (1299), dari Jabir
ra. ia berkata: Rasulullah saw. melontar jumroh pada hari nahar adalah waktu dluha, adapun
sesudah itu setelah matahari tergelincir. Menurut riwayat Abu dawud (1973), dari A’isyah ra.:
Kemudian beliau kembali ke Mina dan beliau tinggal/bermalam di sana selama hari tasyriq,
beliau melontar jumroh setelah matahari tergelincir, setiap jumroh dengan tujuh butir batu.
)12( Bercukur termasuk wajibnya haji, berdasarkan pendapat yang dianggap rojih (kuat), tetapi

yang benar bercukur adalah rukun haji dan Umroh, berdasarkan yang telah anda ketahui,
perhatikan CK. No: 8 dan 9.
)13( Oleh karena Nabi saw. melakukan demikian melaksanakan di dalam Haji Wadak Hadits

riwayat al Bukhary (4146), dari Aisyah ra. ia berkata: Kami keluar bersama Rasulullah saw.
pada waktu Haji Wadak, di antara kami ada yang melakukan ihrom untuk iabadah umroh, ada
yang ihrom untuk ibadah haji, dan ada pula yang ihrom untuk ibadah haji dan umroh (untuk
keduanya), sedangkan Rasulullah melakukan ihrom untuk ibadah haji saja. Adapun mereka
yang ihrom untuk ibadah haji saja atau menyatukan haji dan umroh, maka tidak melakukan
tahallul (melepas baju ihrom) sampai dengan hari nahar (10 Dzulhijjah).
)14( Disunnatkan berpegangan kepada lafadh talbiyah Rasuluillah saw. Hadits riwayat al

Bukhary (1474), dan Muslim (1184), lafadh dari Muslim, dari Ibnu Umar ra. bahwasanya
Rasulullah saw. ketika kendaraan beliau telah siap, maka beliau berdiri di dekat masjid di
Dzul Hulaifah mengumandangkan talbiyah, dengan ucapan beliau: ‫لبيد‬ ‫"لبيد للهمدس لبيد‬
" ‫شدري لد‬ ‫إك لحلمك ولل عم ل ولملهد‬ ‫( شري ل لبي‬Aku datang menyambut seruan-Mu
yang Allah, aku datang, aku datang menyambut seruan-Mu ya Allah, aku datang, tiada sekutu
bagi-Mu dan aku datang. Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan adalah milik-Mu, begitu
pula kekuasaan, tiada sekutu bagi-Mu). Hadits riwayat al Bukhary (1478), bahwasanya Ibnu
Umar ra. mengumandangkan talbiyah sampai terdengar di tanah haram, dan dia
memberitahukan, bahwa Rasulullah saw. melkaukan demikian.
)15( Hadits riwayat al Bukhary (1536) dan Muslim (1235), dari A’isyah ra. bahwasanya yang

pertama dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika sudah tiba di Makkah, beliau berwudlu lalu
thowaf di Baitullah.
)16( Berdasarkan ahdits riwayat Msulim (1217), dari Jabir ra., bahwasanya Nabi saw. tiba di

Muzdalifah, beliau sholat maghrib dan isyak, lalu beliau tidur-tiduran miring sampai setelah
terbit fajar beliau sholat shubuh. Bermalam di Muzdalifah ini dimasukkan amalan sunnat,
tetapi yang rojih (benar) adalah wajib, demikian dibenarkan oleh an Nawawi dalam kitab
Sarah al Muhadzab, dan yang benar menurut dia: bahwa cukup bila hanya sebentar saja
berada di Muzdalifah pada separoh kedua pada malam 10 Dzulhijjah. (al Majmuk: VIII/128).
(Di dalam kitab al Majmuk milik penerjemah: VIII/152).
)17( Hadits riwayat al Bukhary (1544), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. telah

tiba, maka beliau thowaf di Baitullah tujuh kali, lalu beliau sholat di belakang Maqom Ibrahim
dua roka’at.
)18( Oleh karena Nabi saw. bermalam di sana, an Nawai menyatakan di dalam kitab al

Majmuk: VIII/188 (dlm. Kitab al Majemuk milik penerjemah: VIII/208). Adapun hadits
tentang bermalamnya Nabi saw. di Mina pada malam Tasyriq, adalah shohih dan terkenal.

68
Bagi kamu lelaki wajib melepaskan pakaian yang berjahit ketika
melakukan ihrom, hanya diperkenankan memakai sarung dan toga (ridak)
yang berwarna putih.(20)

(Fasal): Diaharamkan bagi orang yang sedang ihrom sepuluh macam:


memakai pakaian berjahit, menutup kepala bagi kamu lelaki dan menutup
wajah bagi wanita,(21) menyisir rambut,(22) bercukur,(23) memotong

Perhatikan CK. No: 11. Dia menganggap dari hadits-hadits tersebut, bahwa yang benar adalah
wajib. Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (1553), dan Muslim(1315), dari Ibnu Umar ra.
ia berkata: Abbas bin Abdul Mutholib meminta izin kepada Rasulullah saw. untuk bermalam
di Makkah pada malam Mina, karena dia dalam keadaan sakit, maka beliau mengizinkannya.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak boleh meninggalkan bermalam di Mina, tanpa adanya
udzur. Dan dipersyaratkan bermalam di Mina itu mendapati sebagian besar malamnya di sana.
)19( Yang jelas thowaf wadak hukumnya wajib, berdasarkan hadits riwayat Muslim (1327),

dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Manusia bubaran dari setiap penjuru, maka Rasulullah saw.
bersabda: “Janganlah kalian meninggalkan (Makkah) sampai menutup semua manasiknya
dengan thowaf di Baitullah”. Dan dibebaskan bagi wanita yang sedang haid atau nifas,
berdasarkan hadits riwayat al Bukahry (1667), dan Muslim (1328), dari Ibnu Abbas ra. ia
berkata: Manusia diperintahkan untuk mengakhiri ibadahnya di Baitullah, kecuali bahwasanya
diberi keringanan bagi wanita sedang haid. Nifas diqiyaskan dengan haid.
)20( Hadits riwayat al Bukhary (1470), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Nabi saw. berangkat

dari Madinah, setelah merapikan rambut beliau, memakai wewangian, memakai sarung dan
toga, belaiu bersama para shabat beliau tidak melarang orang memakai ridak dan sarung
macam apa saja. Warnanya putih berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Pakailah pakaianmu
serba putih”. Perhatikan CK. No: 98 Kitab Sholat. Dan disunatkan mandi lebih dahulu, lalu
memakai wewangian, memakai pakaian ihrom, lalu sholat dua roka’at sunnat ihrom, lalu
ihrom. Hadits riwayat al Bukhary (1479), dari Nafii’ ia berkata: Ibnu Umar ra. apabila hendak
keluar ke Makkah, dia memakai wewangian, yang tidak terlalu wangi, lalu datang ke masjid
Dzul Hulaifah dan melakukan sholat, lalu menaiki kendaraanya. Apabila sudah siap
perjalanannya, maka dia berdiri dan melalkukan ihrom, lalu ia berkata: Demikianlah Nabi
saw. melakukannya. Hadits riwayat al Bukhary (1465) dan Muslim ( 1189), dair A’isyah ra. ia
berkata: Saya memberi wewangian kepada Rasulullah saw. untuk ihrom beliau ketika ihrom,
dikenakan sebelum thowaf di Baitullah, atau thowaf rukun.
)21( Hadits riwayat al Bukahry (1467), dan Muslim (1177), dari yang boleh dipakai oleh

muhrim (orang yang ihrom)? Beliau menjawab: “Janganlah memakai baju, surban, celana,
penutup kepala, sepatu, kecuali apabila tidak mendapatkan sendal, maka pakailah sepatu dan
potonglah bagian di bawah dua matakaki, dan jangan memakai pakaian yang terkena kunyit
atau tetumbuhan yang dipergunakan untuk mengecat kulit”, al Bukhary menambahkan (1741):
“Dan janganlah wanita menutup mukanya dan jangan pula memakai sarung tangan yang
sampai ke siku-siku. Wanita diperbolehkan memakai pakain apa saja yang berjahit dan
lainnya, dan tidak boleh kelihatan selain wajah dan dua telapak tangan, apabila takut timbul
fitnah, lalu dia menutupnya, maka dia wajib membayar fidyah.
)22( Termasuk apabila dia tahu bahwa menyisir rambut akan terjadi rontok, karena rambut

kusut dan lainnya, bila tidak demikian, maka hukumnya makruh, karena diduga keras akan
menggugurkan rambut.
)23( Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Janganlah kamu mencukur kepalamu, sampai korban

tiba di tempat penyembelihannya” (al Baqoroh: 196). Yakni Mina pada hari Nahar (10
Dzulhijah).

69
kuku,(24) memakai wewangian,(25) membunuh hewan buruan,(26)
melakukan akad nikah,(27) bersetubuh, atau mubasyaraoh (sentuhan kulit)
disertai dengan syahwat,(28) untuk kesemuanya itu harus membayar
fidyah, kecuali itu nikahnya tidak diperhitungkan, (29) tidak merusak
ibadah haji kecuali bersetubuh pada afrji, dan apabila batal hajinya, maka
dia tidak boleh keluar dari rangkaian manasik haji tersebut. (30)
Barang siapa yang meninggalkan melakukan wukuf di Arofah hendaklah
bertahallul dengan amalan umroh, dan dia wajib mengqodlok serta
mebayar hadiyah,(31) dan barang siapa yang meninggalkan rukun haji (32)

)24( Diqiyaskan kepada bercukur kepala, disebabkan motif bersenang-senang, ibadah haji itu
kumal dan berdebu, sebagaimana dijelaskan dalam hadits, rambut kusut dan berdebu.
)25( Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (1742), dan Muslim (1206), dari Ibnu Abbas ra. ia

berkata: Seorang lelaki yang sedang ihrom terinjak kaki onta dan akibatnya dia mati,
kemudian di bawa kepada Rasululah saw. beliau bersabda: “Mandikanlah, dan kafanilah dia,
janganlah kamu tutup kepalanya, dan jangan pula kamu kenai wewangian, oleh akrena dia
akan dibangkitkan dalam keadaan ihrom”. Dalam satu riwayat: “dalam keadaan
bertalbiyah/ihrom”. Perhatikan CK. No: 21.
)26( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Diharamkan bagi kamu, memburu hewan buruan

darat, selama dalam keadaan ihrom” (al Maidah:96).


)27( Hadits riwayat Muslim (1409), dari Utsman bin Affan ra. ia berkata: Rasulullah saw.

bersabda: “Orang yang ihrom tidak boleh menikah atau dinikahkan”.


)28( Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Musin haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,

barang siapa yang telah membulatkan niyatnya untuk melaksanakan ibadah haji, maka
janganlah berbuat rofats, berbuat fasiq, dan berbantuah-bantahan ketika saat melaksanakan
haji” (al Baqoroh:197). Rofats adalah bersetubuh, pendahuluannya adalah mubasyaroh dan
lain-lain.
)29( Artinya tidak sah, dan pihak lelaki tidak ada kewajiban apa-apa, karena tidak berhasil apa

yang dimaksud.
)30( Dia tetap wajib melanjutkan hajinya secara sempurna walaupun hajinya rusak (batal),

berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah” ( al
Baqoroh:196). Dia wajib mengqodlok , sekalipun haji yang dilaksanakan adalah haji sunnat.
Hadits riwayat Malaik di dalam al Muwathok (I/381), bahwa sampai berita kepadanya: bahwa
Umar ibnul Khothob, Ali bin Abi Tholib dan Abu Hurairoh ra. ditanya tentang seorang lelaki
yang bersetubuh dengan isterinya, padahal dia sedang ihrom? Mereka menajwab: Mereka
berdua wajib meneruskan hajinya, mereka melanjutkan yang belum diselesaika sampai tuntas
haji mereka, kemudian mereka wajib berhaji pada tahun berikutnya serta menyembelih hewan
sebagai hadiyah.
)31( Berdasarkan sabda Nabi saw.: “Barang siapa yang mencapai Arofah pada malam hari,

berarti dia medapati haji, dan barang siapa yang ketinggalan wukuf di Arofah pada malam
hari, maka sungguh gagal hajinya, hendaklah dia melakukan amalan umroh, dia wajib
melaksanakan haji di tahun mendatang”, riwayat ad Daroquthny (II/241), di dalam sanad
terdapat nama Ahmad al Faro al Wasithy, dia dloif. Hadits tersebut dikuatkan oleh hadits yang
diriwayatkan oleh Malik di dalam kitab al Muwathok (I/383) dengan sanad shohih, bahwa
Habbar bin al Aswad datang pada hari Nahar, sedang Umar ibnul Khothob sedang
menyembelih hewan hadiyah, maka ia berkata: Wahai Amirul Mukminin, saya salah
perhitungan, kami kira ahri ini hari Arofah, maka Umar berkata: Pergilah ke Makkah,
thowaflah engkau beserta orang yang bersamamu, dan sembelihlah hewan untuk hadiyah bila
telah kamu persiapkan, lalu bercukurlah atau potonglah rambutmu, dan kembalilah, apabila

70
tidak boleh bertahallul dari ihromnya sampai selesai menunaikan seluruh
manasik haji,(33) barang siapa meninggalkan wajib haji, dia wajib
membayar dam,(34) barang siapa meninggalkan sunnat haji, maka tidak
ada kewajiban apa-apa.

(Fasal): Dam yang wajib di dalam ihrom ada lima macam: Pertama: Dam
karena meninggalkan salah satu manasik, dengan tertib sebagai berikut:
seekor kambing, apabila tidak mendapatkan kambing, maka diganti
dengan berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari di waktu haji dan tujuh
hari setelah kembali kepada keluarganya.(35)
Kedua: Dam wajib karena mencukur rambut dan bersenang-senang, dia
boleh memilih: antara seekor kambing, atau berpuasa selama tiga hari,
atau bersedekah dengan tiga sho’, untuk enam orang miskin. (36)

datang musin haji tahun mendatang, maka berhajilah dan sebelihlah hewan untuk hadiyah,
barang siapa yang tidak mendapatkan hewan untuk hadiyah, maka hendaklah mereka berpausa
tiga hari di waktu haji dan tujuh hari setelah tiba di rumah (pulang). Hadits riwayat al Baihaqy
(V/175) dengan sanad shohih, dari Ibnu Umar ra. sperti ini. An Nawawi menyatakan di dalam
kitab Syarhul Muhadzab: Hal ini termasyhur, maka jangan diingkari, dan merupakan suatu
kesepakatan ulama atau ijmak (Kifayah:I/232).
)32( selain wukuf di Arofah, karena tentang ketinggalan wukuf sudah dibicarakan.

)33( Dia tidak wajibkan membayar dam, tetapi hajinya mauquf, oleh karena intisari haji tidak
dihasilkan, kecuali mengerjakan seluruh rukun haji, dan hajinya tetap harus diselesaikan,
tidak boleh bertahallul dari ihrom sampai selesai melaksanakan seluruh rukun ahji, selain
wukuf di Arofah, karena tidak ada waktu tertentu, maka masih memungkinkan untuk
dilaksanakan.
)34( Hadits riwayat al Baihaqy dengan sanad shohih, dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Barang

siapa yang meninggalkan salah satu manasik, maka dia wajib membayar dam. (Al Majmuk:
VIII/106). (Dalam kitab al Majmuk milik penerjemah: VIII/82, 206, 207, 208, 209, dan 232).
Yang dimaksud dengan manasik di sini adalah: wajib haji.
)35( Firman Allah ta’alaa: “Barang siapa yang ingin mengerjakan umroh sebelum haji,

wajiblah dia menyembelih hewan sebagai hadiyah (kurban) yang mudah didapatkan, barang
siapa ayng tidak mendapatkannya, maka dia wajib berpuasa selama tiga hari di waktu haji dan
tujuh hari setelah kamu kembali” (al Baqoroh:196). " ‫"متتد للعمدر‬ artinya: beribadah umroh
lebih dulu, lalu ihrom untuk haji dari Makkah, dan tidak keluar ke Miqot. Sedangkan ihrom
dari miqot hukumnya wajib, sebagaimana telah anda ketahui, dan oleh karenanya dia wajib
membayar dam sebagaimana yang telah dijelaskan, dan yang lain diqiyaskan dengan ini.
)36( Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Jangalah kamu cukur kepalamu, sampai hewan

hadiyah sampai di tempat penyembelihannya, barang siapa yang sakait atau sakoit kepala,
maka dia wajib membayar fidyah, dengan berpuasa atau bersedekah, atau berkurban” (al
Baqoroh:196). Tempat penyembelihan adalah Mina, pada atnggal 10 Dzulhijjah. Tiga kategori
tersebut telah dijelaskan dalam hadits Ka’ab bin Ajroh ra. ketika dia melihat Rasulullah saw.di
Hudaibiyah, ketika itu kutu berterbangan di wajahnya, maka beliau bersabda kepadanya:
“Apakah serangga itu menyakiti kepalamu? Ia menjawab: Ya, beliau bersabda: Cukurlah
kepalamu, dan sembelihlah kambing sebagai kurban, atau berpuasalah tiga hari, atau berilah
makan tiga sho’ kepada enam orang miskin”. Ka’ab di dalam hadits menyatakan: Ayat ini
turun karena aku, ".…… ‫"فمد ندلك كد ىفس‬ Ia berkata: Ayat ini diturunkan tentang saya,

71
Ketiga: Dam wajib karena terhalang (ada hambatan), maka dia bertahallul
dan berkurban dengan seekor kambing.(37)
Keempat: Dam wajib sebab membunuh hewan buruan darat, dan boleh
memilih antara: apabila hewan yang dibunuh itu ada yang seimbang,
maka dia wajib mengganti dengan hewan sejenis, atau mengeluarkan
uang seharga hewan tersebut untuk dibelikan bahan makanan, kemudian
disedekahkan, atau berpuasa untuk setiap mud selama satu hari (satu mud
sama dengan: 9,2 x 9,2 x 9,2 cm. Berat = 600 gram), apabila hewan
buruan tersebut tidak ada pengganti hewan yang seimbang, maka dia
harus mengeluarkan uang seharga hewan tersebut untuk dibelikan bahan
makanan kemudian disedekahkan, atau berpuasa setiap satu muda bahan
makanan satu hari puasa.(38)
Kelima: Dam wajib disebabkan bersetubuh, yakni berurutan: seekor onta
badanah (gemuk), bila tidak mendapatkan diganti dengan seekor sapi, bila
tidak mendapatkan seekor sapi, diganti dengan tujuh ekor kambing, bila

tetapi untuk kaliam semuanya, hadits riwayat al Bukhary (1719) dan Muslim (1201). ""‫"للفدر‬
sama dengan tiga sho’, satu sho’ sama dengan 2400 gram. Dan selanjutnya diqiyaskan
dengan bercukur, terhadap pelanggaran serupa, misalnya istimta’, memakai minyak wangi,
memakai pakaian berjahit, memotong kuku, pendahulan persetubuhan, karena sama dalam hal
bersenang-senang (berhias).
)37( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Sempurnakanlah ibadah haji dan umroh karena Allah.

Jika kamu terhalang (oleh musuh atau sakit), maka sembelihlah kurban yang mudah didapat”
(al Baqoroh: 196). Pengertian: ""‫"س صدر‬ adalah: kamu terhalang untuk melanjutkan ibadah
haji atau umroh. Di dalam kitab Shohihain, bahwasanya Rasulullah saw.bertahallul di
Hudaibiyah, ketika dihalang-halangi oleh kaum musyrikin, ketika itu beliau ihrom untuk
ibadah umroh, (al Bukhary (1558) dan Muslim (1230), paling sedikit seekor kambing yang
sudah sah untuk udlhiyah (hewan kurban). Penyembelihan kurban tersebut harus lebih dahulu
sebelum bercukur, berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Janganlah kamu mencukur kepalamu
sampai hadiyah (kurban sampai di tempat penyembelihan”. Hadits riwayat al Bukhary (1717),
dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Kami keluar bersama Nabi saw. untuk ibadah umroh, maka
orang kafir menghalang-halangi di dekat Bait, maka Rasulullah menyembelih kurban seekor
onta, kemudian beliau bercukur.
)38( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

membunuh hewan buruan, padahal kamu sedang dalam keadaan ihrom, barang siapa yang
membunuhnya dengan sengaja, maka hukumannya adalah mengganti hewan seimbang yang
dibunuhnya, menurut keputusan dari dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadnya
(hulkumannya), yang dibawa sampai ke Ka’bah, atau denda dengan mambayar kafarat dengan
cara memberi makan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan
yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah
memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya
Allah akan menyiksanya. Dan Allah Maha Kuasa lagi mempunyai kekuasaan untuk menyiksa
manusia” (al Maidah:95). Pengertian hewan seimbang adalah hewan serupa bentuknya atau
yang mendekatinya seperti hewan buruan, misalnya: kijang dengan kambing dst).
Hadiyah/kurban adalah hewan ternak yang sudah dipersiapkan untuk disembelih dia tanah
haram untuk disedekahkan kepada orang miskin. Puasa yang diwajibkan adalah sesuai
dengana jumlah hewan yang kemudian dibelikan bahan makanan, dan setiap satu mud bahan
makanan diganti dengan berpuasa satu hari.

72
tidak mendapatkan, maka dinilai harganya, kemudian dari nilai harga
tersebut dibelikan bahan makanan untuk disedekahkan kepada orang-
0rang miskin, apabila tidak mendapatkan bahan makanan, maka diganti
dengan berpuasa, untuk setiap satu bahan makanan dengan satu hari
puasa.(39)
Tidak cukup (sah) kurban dan pemberian bahan makanan kecuali
dilaksanakan di tanah Haram,(40) dan sah pula bila diganti dengan
berpuasa bila dia mau.

Dilarang membunuh hewan buruan di tanah haram, memotong


pepohonannya, baik orang dalam keadaan ihrom atau muhil (tidak ihrom)
hukumnya sama-sama dilarang.(41)
)40(Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Hadiyah (kurban) yang sampai di dekat Ka.bah”,
maka wajib pembagian daging kurban tersebut atau bahan makanan kepada orang-orang
miskin di tanah haram, baik dia mukim atau musafir.

)39( Dasar wajib dam dengan seekor onta badanah, adalah fatwa sahabat ra. tentang hal itu,
Malik telah meriwayatkan di dalam al Muawathok (I/384) dari Ibnu Abbas ra., bahwasanya
dia ditanya tentang seorang lelaki yang telah bersetubuh dengan isterinya, padahal dia sedang
berada di Mina, sebelum ia melakukan thowaf ifadloh, maka Ibnu Abbas memerintahkan dia
agar menyembelih seekor onta badanah. Dan riwayat yang seperti itu dari Umar dan anaknya
yakni Abdullah dan Abu Hurairoh ra. Dan merujuk kepada seekor sapi kemudian tujuh ekor
kambing, oleh karena di dalam udlhiyah (kurban) sapi atau tujuh ekor kambing sebanding
dengan seekor badanah (onta gemuk). Adapun pengembalian kepada bahan makanan dan
berpuasa, oleh karena syari’at memberikan pilihan untuk penggantian hewan buruan cukup
dengan hewan yang seimbang, atau berpuasa, maka hal ini dirujuk kepadanya, ketika adanya
suatu udzur berdasarkan tertib dam.
)41( Berdasarkan sabda Rasulullah saw. pada hari terbukanya kota Makkah: “Sesungguhnya

negeri ini harom sebab penghormatan Allah, tidak boleh dipotong pepohonannya, tidak boleh
dibunuh hewan buruannya, tidak diabmbil barang luqothohnya, kecuali bagi mereka yang
bermaksud untuk mengumkannya, dan boleh dicabut rerumputannya”. Al Abbas berkata:
Kecuali tetumbuhan yang dikenal oleh penduduk Makkah, untuk kebutuhan sehari-hari,
sesungguhnya tetumbuhan tersebut diperuntukan sebagai bahan bakar atau atap rumah
mereka. Riwayat al Bukhary (1510), dan Muslim (1353), dari Ibnu Abbas ra.

73
KITAB AL BUYU’ WAL MU’AMALAT
(JUAL BELI DAN TRANSAKSI DALAM KEHIDUPAN)

Jual beli ada tiga macam: jual beli barang secara langsung dan nyata itu
diperbolehkan,(1) jual beli sesuatu yang ditentukan sifat-sifatnya
(spesifikasinya) di dalam suatu perjanjian, jual beli seperti ini
diperbolehkan asalkan sifat-sifat dimaksud dijamin dapat diwujudkan,
dan jual beli barang yang tidak ada ditempat dan tidak dapat disaksikan
pada saat transaksi, maka jual beli semacam ini tidak diperbolehkan. (2)

Sah jual beli semua barang yang suci, bermanfaat, dan sebagai hak
milik,(3) dan tidak sah jual beli barang yang najis, dan tidak bermanfaat.(4)

(Fasal): Riba itu bisa terjadi pada emas, perak atau bahan makanan, (5) dan
tidak diperbolehkan jual beli emas dengan emas atau perak dengan perak,
kecuali sama dan naqdan (serah terima langsung).(6)

)1( Dasar disyari’atkannya jual beli adalah ayat-ayat al Qur’an, antara lain firman Allah
Ta’alaa: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (al Baqoroh:275). Dan
beberapa hAdits Nabi saw, antara lain hadits riwayat al Hakim (II/10), Rasulullah saw.
ditanya: Manakah pekerjaan yang terbaik? Beliau menjawab: “Perbuatan seorang dengan
tangannya sendiri, dan semua bentuk jual beli yang mabrur atau baik”, artinya tidak ada
manipulasi di dalamnya dan tidak ada khiyanat.
)2( Oleh karena suatu penipuan, atau dapat diduga akan terjadinya manipulasi atau penipuan,

Rasulullah saw. telah melarang " ‫"بيع لغرعرل‬ (jual beli penipuan), diriwayatkan oleh Muslim
(1513).
)3( Tidak sah jaul beli sesuatu yang tidak di miliki, berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak

ada jual beli kecuali terhadap barang yang dimiliki”, diriwayatkan oleh Abu Dawud (2190).
)4( Berdasarkan ketentuan syara’, seperti khomer, babi, serta alat-alat untuk perjudian dan

lainnya. Hadits riwayat al Bukahry (2121) dan Muslim (1581), dari Jabir ra. bahwasanya dia
mendengar Rasulullah saw. bersabda pada hari terbukanya kota Makkah, dan beliau berada di
Makkah: “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khomer, bangkai, babi
dan patung”. Ditanyakan: wahai Rasulullah, bagaimana pendapat tuan tentang lemak bangkai,
sesungguhnya lemak tersebut untuk mengolesi perahu, meminayki kulit, serta untuk minyak
lampu (penerangan) bagi manusia? Beliau menjawab: “Jangan, itu haram”. Lalu Rasulullah
saw. bersabda ketika itu: “Allah melaknat orang Yahudi, sesungguhnya Allah ketika
mengharamkan lemaknya, mereka memrosesnya (dengan melelehkannya untuk dijadikan
minyak) lalu menjualnya kemudian mereka memakan uang hasil penjualannya”. Yang
dimaksudkan lemak bangkai, termasuk lemak bangkai sapi atau kambing, sebagaimana
diberitakan dengan firman Allah kepada orang Yahudi: “Dari sapi dan kambing kami
haramkan bagi mereka (Yahudi) lemaknya” (al An’am:146).
)5( Dijelaskan maknanya sesuai dengan syara’ dala urusan ini. Riba menurut bahasa:

kelebihan, menurut syara’: sesuatu transaksi yang jelas-jelas didalamnya terjadi kelebihan
(tambahan) dalam bentuk tertentu, menafikan terhadap pokok-pokok tasyri’ Islami (kaidah
pembentukan hukum Islam). Transaksi dengan cara riba merupakan dosa besar, dasar
keharamannya adalah firman Allah ta’alaa: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba” (al Baqoroh: 275). Banyak hadits, antara lain yang diriwayatkan oleh Muslim (1598),

74
Tidak diperbolehkan menjual barang yang dibeli sebelum berada
dipegang di tangan,(7) tidak boleh membeli daging dengan hewan hidup,(8)
dan diperbolehkan menjual emas dengan perak yang lebih volumenya
secara naqdan (serah terima langsung).(9) Demikian juga bahan
makanan: tidak diperbolehkan menjual bahan makanan sejenis, kecuali
harus naqdan,(10) diperbolehkan menjual satu jenis dengan jenis yang lain

dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. melaknat orang yang memakan harta riba, orang yang
bersekongkol dalam urusan riba, penulis transaksi riba, dan saksi terjadinya riba. Jabir
berkata: mereka itu sama saja, artinya sama-sama berbuat maksiyat dan dosa.
)6( Hadits riwayat Muslim (1588), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:

“Jual beli emas dengan emas sama beratnya, sama kualitasnya, atau perak dengan perak juga
harus sama beratnya dan sama kualitasnya, barang siapa yang menambah atau minta
ditambah, maka hal itu riba”. Dalam satu riwayat dari Abi Sa’id ra. (1584): “yadan biyadin”
(serah terima langsung) atau disebut pula dengan “naqdan”, artinya adanya serah terima
langusng di tempat transaksi terjadi.
)7( Hadits riwayat al Bukhary (2028), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Adapun jual beli yang

dilarang oleh Rasulullah saw. adalah bahan makanan dijual sampai berada di tangan. Ibnu
Abbas menyatakan: Saya tidak memperhitungkan setiap sesuatu kecuali seimbang, atau
sejenis bahan makanan tidak boleh dijual sebelum berada di tangan. Hadits riwayat al Hakim
bin Khozam ra. ia berkata: Saya bertanya: Wahai Rasulullah, saya menjual barang dagangan,
maka mana yang halal dan yang haram bagiku? Beliau menjawab: “Wahai anak saudaraku,
janganlah menjual sesuatu sebelum berada di tangan” (al Baihaqy: V/313). Hadits riwayat
Abu dawud (3499), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang
menjual barang dagangan yang baru dibeli, sampai pedagang memindahkannya ke kendaraan
atau rumah mereka (sudah diterima).
)8( Berdasarkan hadits Samuroh ra., bahwasanya Nabi saw. melarang menjual kambing

dengan daging, diriwayatkan oleh al Hakim (II/35), ia menyatakan: hadits ini sanadnya
shohih, para perowinya orang-orang kuat hafalannya serta kuat. Hadits riwayat Malik di
dalam al Muwathok (II/655) mursal, dari Sa’id ibnul Musayyab rohimahullah, bahwasanya
Nabi saw.melarang menjual hewan dengan daging.
)9( Hadits riwayat Muslim (1587), dari Ubadah bin as Shomit ra. ia berkata: Rasulullah saw.

bersabda: “Emas dibeli dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,juwawut
dengan juwawut, tamar dengan tamar, garam dengan garam …. Harus seimbang dan sama dan
yadan biyadin, apabila berbeda jenisnya, maka lakukanlah jual beli sesuai yang kamu
kehendaki, asalkan yadan biyadin”. Hadits riwayat al Bukhary (2070), dan Muslim (1589),
dari al Barrok bin Azib dan Zaid bin Arqom ra.: Rasulullah saw. melarang jual beli emas
dengan perak dengan cara hutang. Pengertian: sesuai dengan yang kamu kehendaki, baik
sejenis atau berbeda jenis dengan takaran atau timbangan.
)10( Hadits riwayat Muslim (1588), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:

“Tamar dengan tamar, gandum dengan gandum, juwawut dengan juwawut, garam dengan
garam, sebanding dengan cara yadan biyadin, barang siapa yang memberikan tambahan atau
meminta tambahan, maka berarti sudah riba, kecuali apabila barang tersebut berlainan
jenisnya”, artinya apabila berbeda jenisnya, maka boleh ada kelebihan asal secara anqdan.
Hadits riwayat al Bukhary (2089) dan Muslim (1593), dari Abi Sa’id al Khudry dan Abi
Hurairoh ra., bahwsanya rasulullah saw. mempekerjakan seorang lelaki untuk berdagang ke
negeri Khoibar, dia datang dengan membawa tamar berkualitas baik, maak Rasulullah saw.
bertanya: “Apakah semua tamar di Khoibar sebaik ini, dia menajwab: Tidak, demi Allah ya
Rasulullah, saya membeli satu sho’ di sana dengan dua sho’, dua sho’ dengan tiga sho’. Maka
Rasulullah saw. bersabda: “Jangan engkau berbuat demikian, juallah kurma jelek ini dengan
uang dirham, lalu belilah tamar berkualitas baik dengan uang dirham tersebut”.

75
dengan ada kelebihan asalkan naqdan,(11) dan tidak diperbolehkan
melakukan bai’ul ghoror (jual beli penipuan).(12)

(Fasal): Antara penjual dan pembeli memiliki hak khiyar, selama belum
berpisah,(13) Kedua belah pihak boleh menentukan syarat adanya khiyar
sampai dengan tiga hari,(14) apabila didapati barang yang dibeli ternyata
cacat, maka pembeli berhak mengembalikan barang tersebut.(15)
Tidak diperbolehkan menjual buah-buahan secara mutlak keculai sesudah
jelas-jelas masak,(16) dan tidak diperbolehkan berjual beli yang di

)11( Perhatikan CK. No: 7 dan 9.


)12( Yakni semua jual beli yang tidak diketahui bendanya, yang mengakibatkan ragu-ragu
antara manfaat dan mafsadahnya (bahayanya), tidak diketahui kepastiannya, seperti jual beli
janin hewan masih dalam kandungan, air susu masih di paydara induk hewan, tidak diketahui
jenis barangnya, dan lain sebagainya. Hadits riwayat Muslim (1513), dari Abi Hurairoh ra. ia
berkata: Rasulullah saw, melarang jual beli kerikil, dan jual beli ghoror. Jual beli kerikil
artinya: jual beli terhadap barang yang tidak jelas, pembeli/penjual melemparkan kerikil,
mana barang yang terkena kerikil itulah yang dijual/dibeli, ada ulama lain yang menyatakan
tidak demikian.
)13( Hadits riwayat al Bukhary (2005) dan Muslim (1531), dari abdullah bin Umar ra.,

bahwasanya rasulullah saw. bersabda: “Penjual dan pembeli masing-masing mempunyai hak
khiyar terhadap pihak lainnya, selama belum berpisah dari tempat transaksi, kecuali jual beli
dengan khiyar” Maksud dengan khiyar: masing-masing pihak berhak untuk melanjutkan jual
belinya atau membatalkan jual belinya dan mengembalikan barangnya. Sedangkan pengertian
selama belum berpisah (khiyar majelis): salah satunya sudah meninggalkan tempat transaksi,
apabila salah satunya sudah meninggalkan tempat, maka jual beli tersebut jadi. Bai’ul khiyar
(khiyar syarat) artinya: Apabila salah satu pihak mengatakan kepada pihak lainnya: Pilihlah
jadi atau batal jual beli ini? Apabila memilih salah satu antara jadi atau batal, maka pilihan itu
berlaku.
)14( Hadits riwayat al Bukhary (2011) dan Muslim (1533), dari Abdullah bin Uamr ra.,

bahwasanya ada seorang lelaki menjelaskan kepada Nabi saw. bahwa dia telah ditipu dalam
jual beli, maka beliau bersabda: “Apabila engkau berjual beli, katakanlah: tidak ada
manipulasi dan tidak ada penipuan. Menurut riwayat al Baihaqy (V/273) dangan sanad hasanL
“Kemudian kamu berhak khiyar untuk setiap barang dagangan yang engkau beli selama tiga
malam”.
)15( Hadits riwayat al Bukhary (2041) dan Muslim (1515), dari Abi Hurairoh ra. dari Nabi

saw.: “Jangan kamu tinggal diamkan onta dan kambing tidak diperah susunya, barang siapa
yang menjual sesudahnya, maka akan tampak jelas setelah onta atau kambing tersebut diperah
susunya, kalau pembeli mau silakan pertahankan, bila tidak silakan dikembalikan dengan
mengganti air susu yang sudah diperah dengan satu sho’ tamar”. Pengertian: "‫ "التصرول‬adalah:
jangan membiarkan berhari-hari onta atau kambing tidak diperah air susunya, diikat putting
susunya sehingga air susu terkumpul di dalam payudaranya, seolah-olah onta atau kambing
tersebut banyak air susunya (manipulasi), maka pembeli berhak mengembalikan sebelum
memerah susu hewan yang dibeli apabila dia tahu bahwa air susunya beberapa hari tidak
diperah. Hal menunjuukkan bahwa adanya khiyar, dan hak pengembalian karena terdapat
cacat.
)16( Hadits riwayat al Bukhary (2072), dan Muslim (1534), dari Abdullah bin Umar ra.,

bahwasanya Rasulullah saw. melarang menjual buah-buahan, sampai jelas-jelas sudah masak,
melarang kepada penjual dan pembeli” Di dalam satu riwayat menurut Muslim: Rasulullah

76
dalamnya terdapat berlebih (riba)(17) yang sejenis dalam keadaan masih
ruthob (kurma basah), kecuali air susu.(18)

(Fasal): Dianggap sah adanya akad salam (semacam pesan suatu


barang)(19) baik tunai atau hutang dengan lima syarat: dengan ciri atau
spesifikasi yang jelas, haru satu jenis barang tidak tercampur dengana
yang lain, tidak ada unsur api dalam penyerahannya, bukan benda yang
tampak sudah ada,(20) dan bukan pula sebagian dari benda yang sudah ada
di tempat. Untuk sahnya barang yang dipesan ada delapan persyaratan:
ditentukan sifat-sifat barang setelah ditetapkan jenis serta macamnya,
untuk menentukan ragam harganya, dijelaskan standar ukurannya
sehingga tidak ada hal-hal yang tidak diketahui, apabila tidak tunai, maka
ditentukan waktu penyerahannya, barang ahrus ada pada saat serah
terima, ditentukan tempat serah terima barang, dikethaui hargnya secara
jelas,(21) serah terima dilakukan sebelum kedua belah pihak berpisah, (22)
akad salam dianggap final (jadi), tanpa adanya khiyar syarat.(23)

saw. bersabda: “Janganlah kamu menjual buah-buahan, sampai tampak jelas sudah matang,
dan dijamin tidak ada penyakit”, artinya tidak terkena sesuatu yang akan merusaknya.
)17( Yang di dalamnya terdapat penyebab terjadinya riba, dalam wujud barang berharga atau

bahan makanan.
)18( Oleh karena sudah jelas bahwa itu serupa, adapun untuk yang lain (selain susu), misalnya

anggur dan lainnya, maka tidak jelas keterserupaannya.


)19( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Wahai orang yang beriman, apabila kamu melakukan

transaksi hutang piutang dalam masa tertentu, maka catatlah” (al Baqoroh: 282). Ibnu Abbas
menyatakan: Yang dimaksud di sini adalah aqad “salam”. Hadits riwayat al Bukhary (2125),
dan Muslim (1604), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Nabi saw. tiba di Madinah, mereka
meminjamkan tamar dua atau tiga tahun, maka beliau bersabda: “Barang siapa yang
meminjamkan sesuatu, maka pinjamkanlah dengan cara ditakar atau ditimbang secara jelas,
dan sampai batas waktu yang jelas pula”.
)20( Yang bendanya ada di tempat dan dapat ditunjukkan benda itu, oleh karena pada dasarnya

salam itu adalah hutang piutang.


)21( Dasar dari persyaratan di atas adalah firman Allah Ta’alaa: “Sampai waktu tertentu”, dan

sabda Rasulullah saw. di dalam hadits: “Dengan takaran yang jelas, timbangan jelas, dan pada
batas waktu yang jelas”, untuk yang tidak disebutkan disini dianalogikan dengan apa yang
sudah dijelaskan.
)22( Penyerahan barang yang ditransaksikan (salam) kepada yang berhak di tempat terjadinya

transaksi, berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Barang siapa yang bertransaksi pinjam
meminjam, maka laksanakanlah”, inilah maksudnya. Wallahu a’lam.
)23( Oleh karena akad salam akan terjadi penipuan ketika dilihat dari sisi bendanya yang

belum ada, dan di dalam khiyar syarat juga bisa terjadi penipuan, ketika terlintas, bahwa
transaksi tersebut bisa jadi biusa pula batal, oleh karena itu janganlah disatukan antara dua hal
yang kemungkinan akan terjadi penipuan.(Oleh karena itu tidak ada khiyar syarat).

77
(Fasal): Semua barang yang boleh dijual belikan, maka boleh digadaikan
(dijaminkan) dalam hal hutang piutang,(24) apabila sudah menjadi
tangungannya secara tetap. Bagi orang yang menggadaikan/menjaminkan
barang berhak menarik kembali barangnya, sebelum diserah terimakan, (25)
orang yang menggadaikan tidak boleh didenda kecuali apabila melewati
batas,(26) apabila sudah menyerahkan sebagian hak yang berpiutang, maka
orang yang menggadaikan tidak boleh menarik kembali barang yang
digadaikan sebelum dibayar luas secara keseluruhan.

(Fasal): Hajru (membatasi hak kelola harta) terhadap enam orang: anak-
anak, orang gila, orang dungu, orang boros terhadap hartanya (tabdzir), (27)
orang yang bangkrut akibat terbenam dalam hutang, (28) orang yang sakit
keras yang mengkahwatirkan,(29) selebihnya dari sepertiganya,(30) dan
budak yang tidak mendapatkan izin untuk berdagang.

)24( Dasar masalah ini adalah firman Allah ta’alaa: “Apabila kamu dalam perjalanan (dan
bertransaksi secara tidak tunai), sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang jaminan yang dipegang” (al Baqoroh: 283). Jaminan/gadai hukumnya
sah baik orang dalam bepergian atau hadir (di rumah), telah diriwayatkan hadits oleh al
Bukhary (1962), dan Muslim (1603), dari A’isyah ra., bahwasanya Nabi saw. membeli
makanan dari kepada orang Yahudi dengan tidak tunai, beliau menjaminkan baju besi beliau.
)25( Artinya bagi yang menggadaikan berhak menarik kembali barangnya sebelum barang

tersebtu ditangan yang berpiutang. Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Jaminan yang sudah
diterima tangan”, dan barang gadaian tidak menjadi tetap sebelum diserah terimakan.
)26( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Barang gadaian tidak tidak boleh menutup hak

pemiliknya, pemiliknya tetap berhak atas keuntungan atau kerugian dari barang tersebut”,
hadits diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (1123) dan al Hakim (II/51), dinyatakan shohih. Tidak
boleh menutup di sini artinya: Orang yang berpituang tidak boleh menghalangi hak
pemiliknya, atau mendendanya kecuali bila yang berhutang melampaui batas.
)27( Firman Allah Ta’alaa: “Dan janganlah kemu serahkankepada orang yang belum
sempurna akalnya harta mereka yang dijadikan oleh Allah sebagai pokok kehidupanmu”, (an
Nisak: 5). Dan firman Allah Ta’alaa: “Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah keadaannya, atau dia sendiri tidak mampu untuk mengimlakkan (tidak tahu hitung dan
tulis), maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur”. Maksud dalail ini, bahwa Allah
Ta’alaa menjelaskan bahwa mereka itu digantikan oleh walinya dalam hal mengelola ahrta,
itulah makna dari hajru. Allah berfirman: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup
umur kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai mengelola
harta), maka serahkanlah kepada mereka harta mereka”, (an Niask: 6). Ayat ini menjunjukkan
bahwa terhadap anak yang belum cerdas mengurus harta, tidak boleh diserahkan hartanya
kepadanya, dia dibatasi hak-haknya oleh walinya.
)28( Hadits riwayat Malik dari Umar ra. ia berkata: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya al

Asaifii’rela sebab hutang atau amanatnya disebut haji terlambat, dia berhutang enggan untuk
melunasinya, akibatnya lama-lama banyak hutang dan tidak mampu membayarnya. Maka
barang siapa yang merasa mempunyai hak padanya, hendaklah besok pagi hadir, kami akan
menjual hartanya, dan membaginya untuk membayar hutang. Kemudian jauhilah olehmu
berhutang, pada awalnya kegelisahan dan pada akhirnya penyesalan.
)29( Artinay mati sebab sakitnya itu.

78
Transaksi jual beli yang dilakukan oleh anak-anak, orang gila, dan orang
dungu tidak sah hukumnya, sedangkan transaksi jual beli yang dilakukan
oleh orang yang sedang mengalami kebangkrutan hukumnya sah terhadap
apa yang menjadi tanggung jawabnya, bukan pada hakibat hartanya.
Transaksi orang yang sakit keras, yang melebihi dari sepertiga harus
menunggu mendapatkan izin dari ahli warisnya setelah dia meninggal
nanti, dan transaksi seorang budak akan diperhitungkan setelah dia
merdeka nanti.

(Fasal): Shahnya suatu shuluh (islah/perdamaian) harus disertai dengan


ikrar (pernyataan lisan)(31) dalam urusan harta, atau yang mengarah
kepada harta,(32) ada dua macam ishlah: ibrok (bebas tanpa tuntutan) dan
mu’awadloh (ada pengganti).
Adapun yang dinamakan Ibrok ialah: mencukupkan sebagian haknya saja,
dan tidak boleh digantungkan dengan persyaratan (tak bersyarat).
Sedangkan mu’awadloh: ialah memindahkan haknya kepada pihak lain,
dan berlaku hukum jual beli.(33)

Orang diperbolehkan apabila membuka kaca jendelanya (34) atau rembesan


air rumahnya ke jalan, selama tidak membahayakan bagi pengguna

)30( Hadits riwayat al Bukhary (1233) dan Muslim (1628), dari Sa’ad bin Abi Waqosh ra. ia
berkata: Rasulullah saw. mengnjungi saya pada tahun haji wadak, sebab saya sakit keras, saya
berkata: Sesungguhnya saya sakit berat, dan saya mempunyai harta peninggalan, dan tidak ada
ahli waris kecuali hanya seorang anak perempuan saya, apakah boleh saya sedekahkan dua
pertiga harta saya? Beliau menjawab: Tidak. Saya bertanya: Kalau separohnya? Beliau
menjawab: Tidak. Lalu beliau bersabda: Sepertiga saja, sepertiga sudah besar dan banyak,
sesungguhnya lebih baik engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, dari pada
meninggalkannya dalam kemiskinan dan menjadi peminta-minta.
)31( Dari tergugat terhadap gugatan yang disampaikan untuk tujuan kebaikan.

)32( Artinya sesuatu yang dapat ditafsirkan urusannya kepada harta, sebagaimana orang yang
memegang hak sebuah cerita terhadap yang lain, maka perdamainnya antara lain berdasarkan
perhitungan harta, menurut dasar-dasar syara’. Firman Allah ta’alaa: “Perdamaian/ishlah itu
baik” (an Niasak: 128), dan sabda Nabi saw.: “Shulhu (perdamaian) itu diperbolehkan antara
dua orang Islam, kecuali perdamaian dalam hal mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram, dan orang Islam itu boleh membuat persyaratan-persyaratan, kecuali syarat
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”, hadits riwayat at Tirmidzy
(1352), ia menyatakan: hadits ini hasan shohih.
)33( Berdasarkan telah tetapnya hak khiyar majelis dan khiyar syarat, pengembalian barang

karena cacat, dan sebagainya.


)34( Berdosa, yakni memperpanjang bagian dari atap rumah di atas tembok keluar sampai ke

jalan. Dalil yang menunjukkan demikian adalah: Bahwasanya Rasululah saw. mendirikan
saluran air di rumah paman beliau yakni Abbas ra., karena melewati masjid Rasulullah saw.
diriwayatkan oleh Ahmad di dalam kitab Musndanya, al Baihaqy dan al Hakim. Dan
diqiyaskan dengan saluran air orang lain.

79
jalan,(35) dan tidak diperbolehkan masuk ke lorong hak bersama kecuali
mendapatkan izin pihak yang terlibat bersama. Dan diperbolehkan
menadahulukan kepentingan pemilik hak atas lorong dan tidak boleh
mengakhirkannya, kecuali setelah mendapatkan izin mereka.

(Fasal): Syarat-syarat hiwalah (pemindahan hak/tanggung jawawab) ada


empat macam:(36) kerelaan orang yang memindahkan haknya, adanya
penerimaan oleh orang yang menerima hak, hak tersebut menjadi
tanggung jawabnya secara tetap, adanya kesepakatan yang menjadi
tanggung jawab pemberi hak dan penerima hak, dalam hal jenis, macam,
tuani atau hutang, dan terbebasnya pemberi hak dari tanggung jawab.

(Fasal): Shah hukumnya menjamin hutang yang sudah menjadi


tanggungan, apabila diketahui batasnya (jumlahnya), (37) bagi pemilik hak
berhak menuntut kepada yang ia kehendaki terhadap penjamin atau orang
yang dijamin,(38) apabila penjaminan tersebut sesuai dengan apa yang
)35( Apabila membahayakan seseorang atau pengguna jalan, atau memanjang sampai ke
rumah tetanganya, hal itu dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Jangan
membahayakan dan jangan pula dibahayai”, diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2340 –2341), dan
lainnya.
)36( Dasar hukum disyari’atkannya hiwalah, hadits riwayat al Bukhary (2166), dan Muslim

(1564), dari Abi Hurairoh ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Pemguluran waktu
pembayaran hutang bagi yang mampu adalah suatu kedholiman, apabila kamu setuju
memindahkan hutang kepada orang yang lebih mampu, maka laksanakanlah”. Di dalam
riwayat lain: “Apabila kamu memindahkan hak kepada orang yang lebih mampu, maka
pindahkanlah”.
)37( Hadits riwayat alBukhary (2168), dari Salmah bin al Aku’ ra. ia berkata: Kami duduk di

dekat Rasulullah saw. ketika itu di hadirkan satu jenazah, mereka berkata: Wahai Rasul,
mohon kiranya tuan berkenan menyalatinya. Belia bertanya: “Apakah dia mempunyai
tanggungan hutang?”, mereka menjawab: Tidak. Beliau bertanya: “Apakah dia mempunyai
harta peninggalan?” Mereka menjawab: Tidak. Maka beliau sholat untuk jenazah tersebut.
Lalu beliau didatangkan jenazah lainnya, mereka berkata: Wahai Rasul, kiranya tuan berkenan
menyalatinya. Beliau bertanya: “Apakah di menanggung hutang?”. Mereka menjawab: Ya.
Beliau bertanya: “Apakah dia meninggalkan harta?” Mereka menjawab: Tiga dinar. Maka
beliau sholat jenazah. Kemudian di datangkan lagi jenazah yang lain, mereka berkata: Kiranya
Rasul berkenan menyalatinya. Beliau bertanya: “Apakah dia meningalkan harta?” Mereka
menjawab: Tidak. Beliau bertanya: “Apakah dia menanggung hutang?” Mereka menjawab:
Tiga dinar. Beliau bersabda: “Sholatlah kamu untuk saudaramu”. Abu Qotadah berkata:
Sholatkanlah dia wahai Rasul, dan hutangnya menjadi tanggungan saya, maka beliau
melakukan sholat untuk jenazah tersebut. Menurut riwayat an Nasaie (IV/65) Nabi saw.
bersabda: “Sudah cukup”, beliau bersabda: “Sudah cukup, lalu beliau sholat untuk janazah
tersebut. Artinya: Janji ini atasmu untuk mencukupinya. Menurut riwayat Ibnu Majah (2407)
Abu Wqotadah berkata: “Saya menanggung hutangnya”. Dan hal ini merujuk kepada firman
Allah Ta’alaa: “Bagi siapa yang dapat mengembalikannya, maka akan memperoleh bahan
makanan seberat beban onta, dan aku menjamin terhadapnya” (Yusuf: 72). Seberat beban
onta, sudah dikenal oleh manusia pada zaman Nabi Yusuf.
)38( Adapun terhadap penjamin: berdasarkan sabda Nabi saw.: “Hutang harus dibayar, pada

hakikatnya penjamin adalah yang berhutang”, diriwayatkan oleh at Tirmidzy (1265)

80
telah kami jelaskan. Apabila penjamin berhutang, maka dikembalikan
kepada orang yang dijamin, apabila hutang dan kekuasaan atas izinnya.
Dan tidak shah penjaminan yang majhul (tidak diketahui), dan tidak pula
sesuatu yang bukan kewajiban(39) kecuali sebagai akibat dari barang yang
dijual.(40)

(Fasal): Jaminan (asuransi) jiwa diperbolehkan, apabila pada orang yang


dijamin atas hak adamie.(41)

(Fasal): Untuk Syarikah (usaha bersama) ada lima syarat:(42) hendaknya


atas barang bergerak(43) dari uang dirham atau uang dinar, adanya
kesepakatan(44) dalam hal jenis dan macamnya, hendaknya harta bersama
dicampur menjadi satu, masing-masing pihak mendapatkan izin dari
kedua belah pihak utnuk menjalankan usaha, hendaknya keuntungan dan
kerugian dibagi berdasarkan prosentasi modal keduanya. Masing-masing
pihak berhak untuk membatalkan syirkah tersebut kapan saja ia
mengehndaki. Apabila salah satunya meninggal dunia, maka rusaklah
syarikah dimaksud.

dinyatakan hasan. Adapun terhadap yang dijamin, berdasarkan sabda Nabi saw. kepada Abi
Qotadah ra., setelah dia membayar hutang yang menjadi tanggungannya dari mayit:
“Sekarang sudah menjadi dingin kulitnya dengan terbayar hutangnya”, diriwayatkan oleh
Ahmad (III/330).
)39( Ada dan tetap di dalam tanggungannya, misalnya orang menyatakan: Saya menjamin

bagimu apa-apa yang akan engkau pinjamkan kepada si Fulan.


)40( Yakni, menjamin terhapa pembeli jumlah harga yang telah dibayar, apabila barang yang

diserahkan hak milik orang lain, atau terdapat cacat, dan sebagainya. Dan ini sebagai jaminan
terhadap sesuatu yang belum ada dan belum tetap, dan diperbolehkan sebab sangat dibutuhkan
olehnya.
)41( Kebolehannya merujuk kepada firman Allah Ta’alaa: “Maka ambillah salah seorang di

antara kami sebagai penggantinya, sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang
yang baik” (Yusuf: 78).
)42( Dalil yang menunjukkan disyari’atkannya syarikah, adalah hadits riwayat Abu Dawud

(3383), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Sesungguhnya Allah berfirman: Saya adalah pihak
ketiga dari dua orang yang berserikat, selama tidak berkhiyanat salah satunya kepada teman
berserikatnya, apabila mengkhiyanatinya, maka Aku keluar dari antara mereka berdua”.
Pengertian pihak ketiga dari dua orang berserikat: Allah akan selalu menjagaa, menolong, dan
menurutnkan barokah di dalam harta yang dieprolehnya. Aku keluar dari antara mereka: Aku
mencabut abrokah dari harta keduanya.
)43( Uang yang dapat diusahakan, seperti barang berharga.

)44( artinya harta berdua sebagai moidal pokok perserikatan.

81
(Fasal): Semua barang yang boleh dikelola manusia secara sendirian,
maka boleh juga dia mewakilkannya kepada orang lain atau menjadi
wakil orang lain.(45)
Wakalah (perwakilan) adalah suatu akad (perjanjian) yang
diperbolehkan dalam Islam,(46) masing-masing pihak berhak untuk
membatalkan perjanjian tersebut kapan saja dia mau, perjanjian tersebut
rusak/batal sebab salah satu pihak meninggal dunia, seorang waki harus
amanah (terpercaya) terhadap apa yang ada di tangannya dan dalam hal
pengelolaannya, dan wakil tidak wajib mengganti kecuali bila ia
melakukan penyimpangan.
Seorang wakil tidak boleh menjual atau membeli barang, kecuali harus
memenuhi tiga syarat: menjual/membeli dengan harga yang pantas,
pembayaran menggunakan mata uang yang berlaku di dalam negeri, tidak
boleh menjual/membeli untuk kepentingan dirinya sendiri, dan boleh
membuat ikrar pengakuan atas yang diwakilinya tanpa seizin yang
mewakilkannya.

(Fasal): Hal-hal yang diikrorkan (diakui)(47) ada dua macam: hak Allah
Ta’alaa, dan hak adamie (sesama manusia). Adapun ikrar yang berkaitan

)45( Dalil yang menunjukkan demikian adalah banyak hadits Nabi saw. antara lain: tentang
pembayaran hutang: hadits riwayat al Bukhary (2182) dan Muslim (1601), dari Abi Hurairoh
ra. ia berkata: Ada seorang lelaki yang mempunyai onta umur tertentu pada Nabi saw., dia
datang kepada beliau untuk meminta kembali ontanya, maka beliau bersabda: “Berilah dia”,
mereka mencari yang umurnya seperti yang dimaksud tidak mendapatkannya, kecuali umur
satu tahun lebih. Maka beliau bersabda: “berikanlah kepadanya”dan beliau bersabda:
“Semoga Allah mencukupiku dan mencukupimu”. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya
oang yang terpilih di antara kamu adalah yang paling baik di antara kamu keputusannya”.
Yang berkaitan dengan pembelian: hadits riwayat at Tirmidzy (1258) dengan sanad shohih,
dari Urwah al Bariqie ra. ia berkata: Rasulullah saw. menyerahkan kepada saya uang satu
dinar, agar saya membelikan seekor kambing untuk beliau. Saya membeli untuk beliau dua
ekor kambing, lalu seekor di antaranya saya jual dengan harga satu dinar, kemudian saya
datang menghadap kepada Rasulullah saw. membawa seekor kambing dan uang satu dinar,
dan saya jelaskan kepada beliau tenatng perbuatanan saya. Maka beliau bersabda: “Semoga
Allah memberkati engkau dalam hal transaksi tangan kananmu”. Dalam urusan suami isteri:
hadits riwayat al Bukhary (2186), dan Muslim (1425), dari Sahal bin Sa’ad ra. ia berkata:
Datang seorang wanita kepada Rasulullah saw. dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya
saya benar-benar menyerahkan jiwaku kepadamu. Maka ada seorang lelaki berkata: Wahai
Nabi, nikahkanlah saya dengan dia. Beliau bersabda: “Sungguh-sungguh aku nikahkan engkau
dengan dia, dengan apa yang ada pada engkau dari al Qur’an”. Pengertian: "‫معك‬ ‫"مبا‬ Ajarilah
dia apa-apa yang telah engkau hafal dari al Qur’an sebagai mahar (maskawin) baginya.
)46( Tidak wajib secara kontinyu di dalam akad tersebut, baik wakil atau yang mewakilkan.

)47(Dasar disyari’atkannya ikrar, adalah firman Allah Ta’alaa: “Jadilah kamu orang-orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, beiarpun terhadap dirimu
sendiri” (an Nisak:135). Kesaksian terhadap diri sendiri adalah ikrar. Dan sabda Rasulullah
saw.: “Wahai Unais berangkatlah pagi-pagi besuk mengurus wanita ini, apabila dia membuat
pengakuan, maka rajamlah dia”. Maka pada pagi harinya wanita itu membuat pengakuan,

82
dengan hak Allah Ta’alaa, ikrarnya dapat ditarik kembali, (48) sedangkan
ikrar yang bekaitan dengan hak adamie (hak sesama manusia), maka
tidak shah menarikan kembali apa yang sudah diikrarkannya.
Untuk shahnya suatu ikra diperlukan tiga persyaratan: sudah baligh,
berakal sehat, dan ikhtiyar (atas kesadaran sendiri).(49) Apabila ikrar itu
berkaitan dengan harta, maka ada syarat keempat yakni: cerdas (pandai).
Apanbila orang berikrar tentang sesuatu yang tidak jelas, maka
dimintakan kepada yang bersangkutan untuk menjelaskannya, dan ikrar
itu shah dengan pengecualian di dalam kalimat ikrar, dengan catatan
bersambung, baik dalam keadaan sehat atau sakit (50) sama saja.

(Fasal): Segala sesuatu yang memungkinkan untuk diambil manfaatnya,


dan tetap dalam keadaan utuh barangnya, maka boleh untuk
dipinjamkannya,(51) apabila manfaatnya hanya sebagai hasil.(52)

Diperbolehkan pinjam meminjam secara mutlak atau terikat dengan batas


waktu tertentu, yakni bagi peminjang diharuskan memberikan jaminan
berupa satuan harga apabila terjadi kerusakan.(53)

maka Rasulullah saw. memerintahkannya, maka wanita itu dirajam, diriwayatkan oleh al
Bukhary (2575) dan Muslim (1697).
)48( Dalil yang menunjukkan demikian adalah qisah tentang perajaman terhadapMa’iz ra.,

bahwasanya dia kerika merasakan lempara batu, maka dia melarikan diri, maka mereka
menangkapnya dan merajamnya. Kemudian mereka memberitahukan kepada Rasulullah saw.,
maka beliau bersabda: “Mengapa kamu tidak meninggalkannya?”, al Bukhary (4970), dan
Muslim (1691) dan at Tirmidzy (1428).
)49( Tidak diperhitungkan suatu ikrar atas dasar paksaan dari pihak lain kepadanya, hadits

riwayat Ibnu Majah (2044), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah membebaskan bagi ummatku dari dosa dari apa yang terlintas di dalam
dadanya (hatinya), selama tidak diucapkan atau dilakukan, dan perbuatan dari paksaan pihak
lain kepadanya”. Artinya Allah menggugurkan taklif (beban hukum) dari perbuatan ayng
dipaksa pihak lain, dan tidak sah ikrar karena suatu paksaan, bahkan Allah menganggap suatu
yang tidak berarti apabila seorang berikrar bahwa dia kafir, kalau ikrar itu karena pekasaan
pihak lain, yang disertai dengan tuma’ninah beriman kepada Allah di dalam hatinat. Allah
berfirman: “Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap tuma’ninah dengan keimanan”
(an Nahl: 106).
)50( Artinya sakit ayng membawa maut.

)51( Dasarnya adalah firman Allah ta’alaa: “Mereka enggan menolong dengan barang yang
bermanfaat” (al Ma’un:7). Maksudnya adalah barang yang bisa dipinjam antar tetangga,
sebagaimana ditafsirkan oleh Jumhur Ulama’. Hadits riwayat al Bukhary (2484) dan Muslim
(2307), bahwasanya Nabi saw. meminjam seekor kuda dari Abi Tholhah ra. kemudian beliau
menaikinya.
)52( Yang paling benar bahwa bisa juga dipinjamkan sesuatu yang manfaatnya adalah

bendanya itu sendiri, misalnya meminjam sebatang pohon untuk dimakan buahnya, tetapi
tidak sah peminjaman tersebut apabila akan merusakkan barangnya selama pamakaian,
misalnya meminjam lilin untuk penerangan malam, dan sebagainya.

83
(Fasal): Barang siapa yang meng-ghoshob (memakai barang tanpa seizin
pemiliknya) harta milik orang lain, maka dia wajib mengembalikannya, (54)
membayar denda atas kekurangan yang terjadi, dan membayar sewa yang
seimbang. Apabila terjadi kerusakan, maka wajib mengganti dengan
barang yang seimbang, apabila ada barang yang seimbang, atau diganti
dengan harganya apabila tidak ada barang yang seimbang, sebesar harga
pada saat terjadinya ghoshob sampai saat terjadinya kerusakan.

(Fasal): Syuf’ah (hak prioritas membeli) diwajibkan bahwa harta itu


milik dua orang menjadi satu, bukan sekedar berdekatan antara dua harta,
berlaku untuk harta yang dapat dibagi, bukan yang tidak dapat dibagi, dan
berlaku untuk semua barang yang tidak bergerak seperti sawah ladang
dan lain-lain, dengan harga yang sesuai dengan nilai jual saat itu. (55) Hak
syuf’ah tersebut harus dalam waktu cepat, apabila orang menundanya
padahal dia memiliki kemampuan untuk menggunakan hak tersebut, maka
hak itu menjadi gugur.(56) Apabila seorang lelaki menikahi seorang wanita
dengan sibidang tanah(57) dia berhak syuf’ah dengan sistim mahar mitsil.
Apabila hak syuf’ah itu dimiliki oleh beberapa orang, maka mereka
berhak syuf’ah sebanding dengan hak miliknya.

)53( Hadits riwayat Abu Dawud (3562), bahwasanya Nabi saw. meminjam beberapa baju
perang (baju besi) kepada Shofwan bin Umayyah pada hari peperangan Hunain, maka dia
bertanya kepada beliau: Apakah ini suatu ghoshob (pemakaian tanpa izin) wahai
Muhammad? Beliau menjawab: “Tidak, tetapi suatu peminjaman yang disertai jaminan”.
)54( Berdasarkan hadits Abu Dawud (3562), dan at Tirmidzy (1266), dari Samuroh ra., dari

nabi saw. beliau bersabda: “Tanggung jawab tangan, apa saja yang diambil sampai
dikembalikan”. Ghoshob adalah perbuatan dosa besar, dasar keharamannya bayak ayat-ayat al
Qur’an, antara lain firman Allah Ta’alaa: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebgian yang lain di antara kamu dengan cara batil (al Baqoroh: 188). Dan banyak hadits,
antara lain: Sabda Rasulullah saw. di dalam khotbah beliau di Mina: “Sesungguhnya darah
kamu, harta kamu dan kehormatan kamu hukumnya haram untuk kamu langgar, seperti
keharaman pada hari ini, di negerimu ini”, diriwayatkan oleh al Bukhary (perhatikan: 67?) dan
Muslim (1218), dan lainnya.
)55( Dasarnya adalah hadits riwayat al Bukhary (2138), dan Muslim (1608), dari Jabir ra. ia

berkata: Rasulullah saw. memutuskan dengan hak syuf’ah terhadap harta yang tidak/belum
dibagi. Menurut Muslim: Tentang tanah, rumah, atau kebun. Apabila ada pembatas, atau
dipisahkan dengan jalan, maka tidak ada hak syuf’ah.
)56( Hadits riwayat Ibnu Majah (2500), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw.

bersabda: “Syuf’ah itu seperti lepasnya ikatan”. Artinya: hak syuf’ah akan hilang apabila tidak
segera diusahakan untuk mendapatkannya, sebagaimana hilangnya seekor onta yang binal
ketika lepas ikatannya, karena tidak segera diusahakan.
)57( Sebidang tanah atau saham berupa sawah atau ladang.

84
(Fasal): Qirodl (pemberian modal kerja, bagi hasil)(58) ada empat macam
syarat: modal kerja dalam bentuk niali uang, uang dirham atau dinar,
pemilik modal memberikan izin kepada pelaksana untuk mengelola
secara mutlak, selama tidak akan memerusak modal pada umumnya,
dengan ketentuan pembagian keuntungan yang jelas,(59) tidak dibatasi
dengan rentang waktu tertentu. Dan tidak ada kewajiban bagi pelaksana
untuk mengganti, kecuali bila mereka melanggar ketentuan, (60) apabila
mendapatkan keuntungan, juga sekali waktu mengalami kerugian, maka
kerugian ditutup dengan keuntungan yang telah diperoleh.

(Fasal): Musaqoh (kerjasama dalam pertanian) diperbolehkan untuk


tanaman kurma dan anggur,(61) untuk itu ada dua macam syarat: pertama:
ditentukan batas waktu tertentu, kedua: ditentukan pembagian yang jelas
hasilnya berupa buahnya. Selanjutnya pekerjaan dalam kerjasama ini ada
dua kategori: pekerjaan yang berpengaruh terhadap produktivitas buah,
merupakan tanggung jawab pekerja (pelaksana), sedangkan yang
berkaitan dengan perbaikan tata tanah menjadi tanggung jawab pemilik
harta.

(Fasal): Semua benda yang dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuh
pisik bendanya boleh dan shah untuk disewakan (diupah), (62) apabila

)58( Dinamakan juga dengan “mudlorobah”, dasarnya adalah kesepakatan ulama’ serta
amalan para sahabat ra. Dalam kitab Taklimatul Majmuk: XIV/191. Ibnul Mundzir
menyatakan: Ahli Ilmu sepakat atas diperbolehkannya mudlorobah dalam segala hal. As
Shon’anie menyatakan: Tidak ada perbedaan pendapat antara ummat Islam terhadap
diperbolehkannya qirodl, bahwa qirodl itu berasal sejak zaman Jahiliyah kemudian ditetapkan
di dalam Islam. Perbuatan itu dinukil dari banyak sahabat, antara lain Umar dan anaknya
yakni Abdullah bin Umar, Utsman bin Affan ra. Perhatikan dalam kitab al Muwathok Kiatb al
Qirodl:(II/687).
)59( Dengan ketentuan yang jelas, misalnya separoh atau sepertiga dan sebagainya.

)60( Artinya mereka melampaui batas, atau semangat kerjanya menurun, tidak sesuai dengan
ketentuan ayng berlaku.
)61( Dasar hukum kerjasama ini adalah hadits riwayat al Bukhary (2203) dan Muslim (1551),

dari Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw.memberikan kepada orang khoibar separoh
dari ahsil kerjasama ini berupa buah-buahan atau hasil pertanian. Di dalam riwayat Muslim:
Belia menyerahkan kepada orang Yahudi Khoibar berupa sebidang kebun kurma, untuk
diusahakan dengan biaya mereka sendiri, dan bagi Rasulullah separoh dari penghasilannya.
Kerjasama ini berdasarkan nash berlaku untuk kebun kurma, tetapi untuk tanaman aggur dapat
diqiyaskan dengan kebun kurma, dapat pula untuk pertanian, apabila dianggap itu sebagai
pepohonan, sebagaimana dijelaskan dalam ahdits.
)62( Dalil tenatng disyari’atkannya adalah: ayat-ayat al Qur’an, antara lain: firman Allah

Ta’alaa: “Jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu, maka berikanlah kepada mereka
upahnya” (at Tholaq:6). Dan banyak hadits, antara lain hadits riwayat al bukhary (2150), dari
Abi Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: Allah Ta’alaa berfirman: “Ada tiga
golongan, di mana Aku memusuhi mereka nanti pada hari qiyamat: laik-laki yang berjanji
kepada-Ku lalu dia mengingkarinya, laki-laki yang menjual budaknya ayng sudah merdeka,

85
ditentukan manfaatnya dengan dua hal: dalam waktu tertentu atau dengan
perbuatan tertentu dan dengan upah segera, kecuali bila dipersyaratkan
dengan upah menyusul (di belakang). Ijaroh (sewa/upah) tidak menjadi
batal sebab kematian salah satu pihak yang melakukan perjanjian, tetapi
bisa menajdi batal (rusak) apabila terjadi kerusakan benda ayng
disewakan, dan bagi pemakai jasa tidak dituntut penggantian kecuali
apabila dia melakukan pelanggaran.

(Fasal): Ji’alah (hadiah/komisi/sayembara) diperbolehkan dalam Islam,


yaitu: misaalnya: “dengan syarat dapat menemukan kembali sesuatu yang
hilang dengan imbalan tertentu”, apabila ada orang telah dapat
menemukannya, maka dia berhak mendapatkan imbalan sesuai dengan
yang dipersyaratkan (masyrut).(63)

(Fasal): Apabila seorang menyerahkan sebidang tanah kepada pihak lain


untuk ditanami, dengan janji akan memberikan bagian tertentu dari hasil
produksi pertaniannya, maka hal itu tidak diperbolehkan. (64) Apabila
dibayar dengan emas atau perak, atau dengan bahan makanan yang
menjadi tanggung jawabnya, diperbolehkan.(65)

kemudian dimakan hasil penjualannya, dan laki-laki yang mempekerjakan orang, kemudian
pekerja tersebut meminta upah kerjanya, dia tidak memberikan upah tersebut”. Hadits riwayat
al Bukhary (2159), dan Muslim (1202), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Nabi saw. berbekam,
dan beliau memberikan upah kepada tukang bekam, kalau beliau tahu bahwa hal itu
diharamkan niscaya beliau tidak memberinya.
)63( Dalil disyari’atkannya ahl itu adalah hadits riwayat al Bukhary (2156), dan Muslim

(2201), dari Abi Sa’id al Khudry ra., bahwasanya serombongan sahabat Nabi saw. bertamu
kepada suatu kaum, tetapi mereka enggan menerima mereka sebagai tamu mereka, kebetulan
pemimpin mereka digigit seekor ular berbisa, maka salah seorang di antara sahabat berusaha
menyembuhkannya dengan surat al Fatihah dengan imbalan sepotong daging kambing, Maka
ternyata dia sembuh dan mereka mengambil upah mereka. Kemudian mereka
memberitahukan kepada Rasululah saw., maka beliau bersabda: “Kamu betul sekali, bagilah
upahnya, dan pukulah mereka untukku dengan panah yang ada padamu”, ini ringkasan sebuah
ahdits.
)64( Ini yang dinamakan dengan muzaro’ah, pada dasarnya tidak diperbolehkan, berdasarkan

hadits riwayat al Bukhary (2214) dan Muslim (1548), dengan lafadh Muslim, dari Rofi’ bin
Khodij ra. ia berkata: Kami membajak (menggarap) sebidang tanah di zaman Rasulullah saw.
kami mendapatkan sepertiga atau seperempat hasil pertanian tersebut, atau bahan makanan
tertentu, kemudian pada suatu hari datang kepadaku seorang laki-laki dari Amumatie ia
berkata: Rasulullah saw. melarang kami dari hal-hal yang bermanfaat bagi kami.
Kelembutan/kebaikan Allah dan Rasul-Nya lebih bermanfaat bagi kita, beliau melarang kita
untuk menggarap tanah, lalu diberi upah sepertiga atau seperempat, atau bahan makanan
tertentu, dan beliau memerintahkan agar pemilik tanah mengusahakan pertanian tersebut
sendiri atau mengupah orang lain, dengan upah yang lain dari itu. Artinya dapat diupah
dengan hasil pertanian dimaksud.
)65( Hadits riwayat Muslim (1549), dari Tsabit ibnud Dluhak ra., bahwasanya Rasulullah saw.

melarang muzaro’ah, dan memerintahkan memberlakukan sistim upah, dan beliau bersabda:
“Tidak ada masalah dengannya”.

86
(Fasal): Ihya-ul mawat (mengolah lahan tidur) diperbolehkan dalam
Islam dengan dua syarat: orang yang membuka lahan adalah beragama
Islam, tanah yang dibuka adalah tanah yang merdeka, tidak dimiliki oleh
orang Islam.(66) Tatacara membuka lahan disesuaikan dengan apa yang
sudah berlaku kebiasaan pembuka lahan setempat.

Wajib berderma dengan air dengan tiga sayarat: air kelebihan dari
kebutuhannya,(67) orang lain sangat membutuhkan air tersebut untuk
dirinya sendiri atau untuk hewan ternaknya, air itu berada di sumur atau
mata air.(68)

(Fasal): Waqof diperbolehkan dengan tiga sayarat: Sesuatu yang dapat


ambil manfaatnya dan bendanya tetap utuh, hendaknya ada bendanya
pada saat diwaqofkan dan kepada generasi yang tidak terputus, (69) dan
bukan untuk kepentingan yang dilarang oleh syara’.(70)
Waqof itu berdasarkan persyaratan yang diberikan oleh orang yang
berwaqof: dari hal siapa yang didahulukan, di akhirkan, atau sama-sama,
atau yang diutamakan.(71)

)66( Hadits riwayat al Bukhary (2210), dari A’isyah ra., dari Nabi saw. beliau bersabda:
“Barang siapa yang membangun bumi (membuka lahan) yang tidak dimiliki oleh seorangpun,
maka dia yang paling berhak”. Artinya dia lebih berhak dibanding dengan orang lain. Dia
mebangun dengan membuka pertanian atau mendirikan bangunan. Menurut riwayat al
Bukhary secara muallaq (1346): “Tidak dalam kepemilikan orang Islam”.
)67( Hadits riwayat al Bukhary (2230), dan Muslim (107), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda: “Tiga golongan tidak akan diperhatikan oleh Allah nanti pada hari
qiyamat dan tidak disucikan dari dosa, bagi mereka siksa yang amat pedih: lelaki yang
mempunyai kelebihan air di jalanan, tetapi dia tidak mau memberikan kepada ibnus sabiil
(musafir)….” Hadits riwayat Muslim (1565), dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw.
melarangmenjual kelebihan air,
)68( Tersisa, yang belum diwadahi di dalam bejana atau lainnya.

)69( Artinya benda yang diwaqofkan atau jenisnya berada ketika ikrar waqof dilaksanakan,
dan jenisnya bukan dari sesuatu yang terputus, kecuali apabila diketahui dari sisi lain tidak
terputus, seperti halnya mewaqofkan kepada anaknya, lalu diteruskan oleh orang-orang fakir
sesudahnya.
)70( Artinya diharamkan oleh syara’.

)71(Dasar dari waqof, adalah hadits riwayat al Bukhary (2586), dan Muslim (1632), dari Ibnu
Umar ra. bahwasanya Umar Ibnul Khaothob ra. mengambil sebidang tanah di daerah Khoibar,
maka dia datang kepada Nabi saw. untuk bermusyawarh dengan beliau tenatng tanah tersebut.
Umar berkata: Wahai Rasulullah, saya mengambil (memiliki) tanah di daerah Khoibar, saya
tidak mengambil harta sama sekali ayng lebih menarik hati saya selain atnah tersebut, maka
apakah perintah tuan terhadapnya? Beliau menjawab: “Apabila engkau mau waqofkanlah
tanah itu dan bersedekahlah dengannya”. Ibnu Umar berkata: Maka umar menyedekahkan
tanah tersebut, bahwa dia tidak menjualnya, atau menghibahkannya atau mewariskannya, dia
menyedekahkan kepada fakir miskin terdekat, para budak, fii sabilillah, ibnus sabill, dan para
tamu, dan tidak ada dosa bagi pengelola untuk memakannya dengan cara yang baik dan
memberi makan keluarganya, selain orang ayng berharta. Sungguh Islam menganjurkan

87
(Fasal): Setiap benda yang boleh diperjualbelikan, maka boleh pula
dihibahkan,(72) dan tidak tetap hibah itu kecuali setelah berada di tangan
penerimanya,(73) apabila penerima yang diberi hibah sudah menerimanya,
maka orang yang memberikan hibah tidak berhak untuk menarik kembali
barang yang dihibahkan, kecuali dia adalah orang tua penerima hibah. (74)

Apabila seorang memberikan tempat tinggal (al ‘umraa atau ar


ruqbaa), itu adalah hak bagi yang diberi tempat tinggal atau ahli waris
sesudahnya.(75)

umatnya untuk berwaqof, dalil yang menunjukkan demikian adalah hadits riwayat Muslim
(1631), dari Abi Hurairoh ra., bahwasanya Rasulullah saw.bersabda: “Apabila manusia
meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, serta anak yang sholeh yang selalu mendoakan kepadanya”. Ulama membawa
sedekah jariyah ini ke arah waqof.
)72( Dasar disyari’atkannya hibah adalah firman Allah Ta’alaa: “Berilah maskawin kepada

wanita ayng kamu nikahi sebagai pemberian yang difardlukan, kemudian jika mereka
menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
pemberian itu sebagai makanan yang halal dan baik akibatnya” (an Nisak: 4). Hadits riwayat
al Bukhary (2437), dan Muslim (1077), dengan lafadh Muslim, dari Abi Hurairoh ra.,
bahwasanya Nabi saw.: Apabila disajikan kepada beliau makanan, maka beliau bertanya
tenatng makanan itu: apabila dinyatakan sebagai hadiah, maka beliau berkenan memakannya,
tetapi bila dikatakan itu sebagai sedekah, maka beliau tidak memakannya.
)73( Artinya pisik benda dimaksud tidak keluar dari kepemilikan yang memberi hibah dan

masuk menjadi milik yang diberi hibah sebelum diserahterimakan kepada penerima hibah,
yang memberi hibah berhak menarik hibahnya sebelum dipegang tangan penerima hibah.
Dasarnya hadits riwayat al Hakim dan dinyatakan shohih: Bahwasanya Nabi saw.
menghibahkan kepada Najasyie minyak wangi, tetapi an Najasyie meninggal dunia sebelum
hibah itu sampai ke tangannya, maka beliau membagikannya kepada para isteri beliau. (an
Nihayah).
)74( Hadits riwayat al Bukahry (2449), dan Muslim (1622), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang menarik kembali hibahnya, seperti anjing yang sudah
muntah, lalu menjilat kembali muntahannya”. Dan ahdits riwayat Abu Dawud (3539), dan at
Tirmidzy (2133), dinyatakan hadits hasan shohih, dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra., dari
Nabi saw. beliau bersabda: “Tidak halal bagi seorang lelaki yang memberikan sesuatu
pemberian atau menghibahkan sesuatu hibah lalu menariknya kembali, keculai orang tua yang
memberi hibah kepada anaknya”.
)75( ""‫ "لغعُ ْم ىعر‬adalah apabila seorang menyatakan: Saya memberikan tempat tinggal kepadamu
di area kebun ini” atau “saya serahkan menjadi hakmu selama engkau masih hidup, apabila
engkau mati, maka kembali lagi kepadaku”. Sedangkan ""‫"لغععرْع ى‬ adalah apabila seorang
menyatakan: Saya serahkan sesuatu ini kepadamu, apabila engkau meninggal lebih dulu,
maka kembali kepada saya lagi, apabila aku meninggal lebih dulu, maka tetap menjadi hak
milikmu.Hadits riwayat Muslim (1625), dari Jabir ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa saja yang memberikan umraa kepada seseorang dan pelanjutnya, dengan pernyataan:
Saya serahkan kepadamu dan generasi sesudahmu, maka orang yang diberi dan pelanjutnya
tidak berkewajiban mengembalikan kepada pemilik asalnya, oleh karena dia memberi sesuatu
yang menjadi harta yang bisa diwaris”. Atau sudah termasuk harta yang dapat diwaris, dan
tetap menjadi hak ahli waris. Dan diriwayatkan oleh Abu dawud (3558) dan at Tirmidzy
(1351), dinyatakan hadits hasan, dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Umraa

88
(Fasal): Apabila orang menemukan luqothoh (barang tak bertuan) di
tanah yang tak bertuan atau di jalanan, maka dia berhak memilih antara
mengambil atau membiarkannya, apabila dia mengambilnya itu lebih baik
dibanding membiarkannya, selama dia kuat mental untuk menjaga hak-
hak barang tersebut. Apabila dia mengambilnya, maka dia wajib
mengetahui enam hal: wadahnya, wadah-wadah kecil di dalamnya, tali
pengikatnya, jenis barangnya, jumlahnya, dan timbangan beratnya. Dia
harus menyimpannya pada tempat yang sesuai dengan barangnya.
Kemudian apabila dia berkehendak untuk memilikinya, maka dia wajib
mengumumkan selama satu tahun di pintu masjid, atau di tempat di mana
barang tersebut telah ditemukan, apabila ternyata tidak ditemukan
pemiliknya, maka dia berhak memilikinya dengan syarat adanya
jaminan.(76)
Barang luqothoh itu ada empat kategori:
Pertama: barang yang abadi (tidak akan rusak) dalam waktu lama, maka
hukumnya seperti yang disebutkan diatas.
Kedua: barang yang gampang rusak sepeti makanan yang basah, untuk
itu boleh memilih antara dua: dimakan sebagai hutang, atau menjualnya
dan menyimpan hasil penjualannya.
Ketiga: barang yang akan abadi dengan memerlukan pemrosesan lebih
lanjut, seperti ruthob (buah kurma basah), maka dia boleh berbuat apa
yang membawa kebaikan: menjual kemudian menyimpan uangnya, atau
mengeringkan kemudian menyimpannya.
Keempat: barang yang memerlukan biaya seperti hewan ternak, ada dua
macam: hewan yang tidak mampu mempertahankan hidupnya sendiri,
maka boleh memilih antara memakannya sebagai hutang dari nila jualnya,
atau mebiarkannya dengan memberikan makanan atau biaya, atau
menjualnya dan menyimpan hasil penjualannya. Hewan yang mampu
mempertahankan hidupnya sendiri, apabila didapatkan di padang, maka
ditinggalkan, apabila ditemukan di perkampungan, maka boleh meilih di
antara tiga alternatif seperti tersebut di atas.(77)

itu diperbolehkan ditujukan kepada keluarganya sendiri, begitu pula ar roqbaa untuk
kaluarganya sendiri”.
)76( Dasar disyari’atkannya luqothoh serta hukumnya, adalah banyak ahdits Nabi saw. antara

lain: hadits riwayat al Bukahry (2296), dan Muslim ( 1722), dari Zaid bin Kholid al Jahnie ra.,
bahwasanya Nabi saw.ditanya tenatng luqothoh, baik berupa emas atau perak. Beliau
menajwab: “Ketahui ikatan talinya, wadahnya, lalu umumkan selama satu tahun, apabila tidak
kamu temukan pemiliknya, maka milikilah barang itu, dan itu sebagai titipan padamu, apabila
pada suatu ketika pemiliknya datang dan memintanya, maka serahkanlah kepadanya”. Dalam
hadits riwayat al bukahry (2294) dan Muslim ( 1723), dari Ubai bin Ka’ab ra., maka beliau
bersabda: “Ketahuilah jumlahnya, talinya, wadahnya, apabila datang pemiliknya, apabila
tidak, maka bergembiralah dengan benda itu”.
)77( Terdapat dalam hadits Zaid bin Kholid ra., dan dia bertanya tenatng onta yang hilang?

Maka beliau menajwab: “Bukan milikmu, dan milik dia, biarkanlah dia, sesungguhnya

89
(Fasal): Apabila ditemukan seorang anak terlantar di tengah jalan, maka
memungutnya, mendidiknya, dan mengasuhnya hukumnya fardlu
kifayah.(78) Dan tidak ditempatkan dia kecuali kepada tangan orang yang
dapat dieprcaya, apabila beserta anak tersebut didapati harta, maka hakim
menginfaqkan harta tersebut, apabila tidak didapati ahrta pada anak
tersebut, maka nafkah hidupnya sehari-hari ditanggung oleh baitul maal
(perbendaharaan negara).(79)

(Fasal): Harta titipan adalah sebagai amanat,(80) dan disunnatkan untuk


menerimanya bagi orang yang mampu memegang amanat, dan pemegang
amanat tidak dituntut ganti rugi, kecuali bila melampaui batas, pernyataan
penerima titipan lebih diterima dalam hal menolak orang yang memberi
amanat. Bagi orang yang menerima rtitipan wajib menjaganya dalam
tempat ayng sesuai dengan yang diamanatkan kepadanya, apabila diminta
kembali oleh pemiliknya dan dia tidak memberikannya – padahal dia
mampu untuk berbuat demikian – sehingga barang titipan tersebut
menjadi rusak, maka dia wajib menggantinya.

besertanya ada sepatunya, ada persediaan air munumnya, dia bisa minum air dan memakan
pepohonan, sampai ditemukan oleh pemiliknya”. Dia juga bertanya tentang kambing? Beliau
menjawab: “Ambillah ia, sesungguhnya itu milikmu, atau akan diambil saudaramu, atau akan
dimakan serigala”.
)78( Menjaga agar anak tersebut tidak mengalami bahaya (kerusakan), dan memberi

keselamatan jiwa sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’alaa: “Barang siapa yang
memelihara kehidupan seseorang, maka seolah-oleh dia telah memelihara kehidupan semua
manusia” (al Maidah: 32).
)79( Oleh karena Umar ra. bermusyawarah dengan para sahabat tentang nafkah hidup anak

temuan, mereka sepakat bahwa diambilkan dari baitul maal. (Kitab al Mughnie: II/421).
)80( Dasar disyari’atkannya adalah ayat-ayat al Qur’an, antara lain: firman Allah Ta’alaa:

“Apabila sebagian kamu mempercayai kepada sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya” (al Baqoroh: 283). Dan banyak hadits, antara lain
hadits riwayat Abu Dawud (3535), dan at Tirmidzy (1264), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: “Tunaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat
kepadamu, dan janganlah kamu mengkhianati orang yang telah mengkhianatimu”.

90
KITAB AL FAROIDL (PEMBAGIAN HARTA WARIS)
DAN WASIYAT

Ahli waris golongan laki-laki ada sepuluh orang: (1) anak lelaki, (2) anak
lelaki dari anak lelaki (cucu laki-laki) sampai ke bawah, (3) ayah, (4)
kakek sampai ke atas, (5) saudara lelaki, (6) anak laki-laki dari saudara
lelaki sampai yang jauh,(1) (7) paman, (8) anak laki-laki paman sampai
yang jauh, (9) suami, dan (10) maulal mu’tiq (tuan yang memerdekakan
dirinya dari perbudakan).
Ahli waris dari golongan wanaita ada tujuh golongan: (1) anak
perempuan, (2) anak perempuan dari anak laki-laki, (3) ibu, (4) nenek, (5)
saudara perempuan, (6) isteri, dan (7) maulaatul mu’tiqah (wanita yang
telah memerdekakan dirinya dari perbudakan).
Ahli waris yang tidak gugur haknya dalam keadaan apapun ada lima
orang: dua suami isteri, dua orang tua, dan anak kandung.(2)
Orang yang tidak berhak menerima waris karena sesuatu sebab ada tujuh;
budak, mudabbar,(3) ummul walad,(4) mukatab,(5) pembunuh,(6) murtad,
berbeda agama agama.(7).
Ashobah yang paling dekat:(8) sampai yang jauh: anak laki-laki, lalu
anaknya, lalu ayah, lalu ayahnya ayah (kakek), lalu saudara seibu bapak,
lalu saudara sebapak, lalu anak saudara seibu bapak, lalu anak saudara
sebapak, lalu paman sesuai dengan tertib di atas, lalu anaknya, apabila
sudah tidak ada ashobah, maka maulal mu’tiq (tuan yang
memerdekakannya).

)1( Yang jauh, seperti anak laki-laki dari anak laki-lakinya saudara laki-laki.
)2( Anak kandung baik laki-laki atau wanita.
)3( Budak yang diberi janji oleh tuannya menjadi merdeka setelah tuannya maninggal dunia.
)4( Budak wanita yang disetubuhi tuannya dan hamil mengandung anak tuannya.
)5( Budak yang sudah mengadakan perjanjian dengan taunnya untuk memerdekakan dirinya
dengan cara mengangsur, dan setelah dia lunas membayar angsurannya, maka menjdai
merdeka, dia tidak berhak menerima waris begitu pula orang sebelumnya, karena pada
dasarnya tidak memiliki hak kepemilikan harta.
)6( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Pembunuh tidak berhak emwarisi harta yang

dibunuh”, diriwayatkan oleh at Tirmidzy (2110).


)7( Artinya antara muslim dan kafir, berdasarkan hadits riwayat al Bukahry (6383), dan

Muslim (1614), dari Usamah bin Zaid ra., bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Orang Islam
tidak berhak mewarisi harta orang kafir, dan orang akfir tidak berhak mewarisi ahrta orang
Islam”, murtad sama dengan kafir.
)8( Ashobah adalah ahli waris yang mewarisi seluruh sisa dari harta, sesudah diambil oleh ahli

waris yang berhak menerima waris sesuai dengan kadar bagian masing-masing. Hadits
riwayat al Bukahry (6351) dan Muslim (1615), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Sampaikan harta warisan kepada yang berhak, sisanya adalah bagi ahli waris lelaki
(ashobah)”.

91
(Fasal): Hak pembagian waris sebagaimana yang dijelaskan dala
Kitabullah Ta’alaa ada enam kategori:(9) seperdua, seperempat,
seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan seperenam.
Adapun yang mendapatkan seperdua harta warisan ada lima orang: anak
perempuan,(10) anak perempuan anak laki-laki,(11) saudara perempuan
seibu seayah, saudara perempuan seayah,(12) suami, apabila tidak
bersama-sama dengan anak.(13)
Yang mendapatkan seperempat ada dua golongan: suami bersama anak,
atau anaknya anak laki-laki, dan isteri satu atau lebih tanpa anak, atau
anak dari anak laki-laki.(14)
Yang mendapatkan seperdelapan adalah isteri satu atau lebih dengan
adanya anak atau anak dari anak laki-laki.(15)
Dua pertiga adalah bagin dari empat golongan: dua anak perempuan atau
dua anak perempuan dari anak laki-laki,(16) dua orang saudara perempuan
seibu sebapak, atau dua saudara perempuan sebapak saja.(17)
Sepertiga adalah bagian dari dua golongan: ibu apabila tidak mahjub
(tertutup),(18) dua orang atau lebih saudara perempuan seibu.(19)

)9( Dijelaskan dalam ayat: 11, 12 dan 176 surat an Nisak, dan akan dijelaskan pada saatnya.
)10( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Apabila dia sendirian, maka baginya separoh harta
warisan”. (an Nisak:11)
)11( Diqiyaskan kepada anak perempuan, berdasarkan kesepakatan ulama.

)12( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Apabila seorang meninggal dunia, dan dia tidak
mempunyai anak laki-laki, dan dia mempunyai saudara perempuan, maka baginya
mendapatkan separoh harta peninggalannya”. (an Nisak: 176). Yang dimaksudkan adalah
saudara perempuan seayah seibu, atau saudara perempuan seayah saja.
)13( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Bagi kamu (suami) separoh dari yang ditnggalkan

oleh isterimu, apabila dia tidak mempunyai anak”. (an Nisak: 12).
)14( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Apabila ia mempunyai anak, maka bagiamu

seperempat dari harta peninggalannya, sesudah diselesaikan wasiyatnya, atau hutangnya, dan
bagi isteri mendapatkan seperempat apabila kamu tidak meninggalkan anak”. (an Nisak: 12).
)15( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Apabila kamu punya anak, maka bagian isteri

seperdelapan dari harta peninggalanmu” (an Nisak: 12).


)16( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Allah mensyari’atkan begimu tentang pembagian

pusaka anak-anakmu, yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak
perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagian mereka dua
pertiga dari harta peninggalanmu” (an Nisak:11).
)17( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan jika tidak mempunyai anak tetapi mempunyai

dua orang saudara perempuan, maka bagi keduanya mendapatkan dua pertiga dari harta
peninggalanmu. (an nisak:176).
)18( Apabila tertutup, maka bagiannya hanya seperenam, sebagaimana yang akan dijelaskan,

firman Allah Ta’alaa: “Apabila tidak mempunyai anak, maka bgaian orang tuanya, untuk ibu
sepertiga. (an Nisak: 12).

92
Seperenam adalah bagian dari tujuh golongan: ibu bersama dengan anak
atau anak dari anak laki-laki, atau dua orang atau lebih saudara
perempuan,(20) bagian nenek apabila tidak ada ibu,(21) untuk anak
perempuan anak laki-laki bersama dengan anak kandung perempuan,(22)
untuk saudara perempuan seayah bersama dengan saudara perempuan
seayah seibu,(23) untuk ayah bersama anak atau bersama anaknya anak
laki-laki,(24) untuk kakek apabila tidak ada ayah,(25) untuk seorang anak
dari ibu.(26)
Hak menerima harta waris nenek menjadi gugur karena ada ibu, begitu
pula hak kakek menjadi gugur sebab ada ayah.(27) Anak ibu menjadi gugur
haknya bila bersama dengan empat golongan: anak, anak dari anak laki-
laki, ayah, dan kakek.(28) Gugur hak saudara seayah seibu dengan adanya
tiga: anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki, dan ayah. Gugur
hak saudara seayah karena adanya tiga orang di atas dan adanya sudara
seayah seibu.(29)

)19( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Apabila saudara seibu lebih dari seorang, maka
bagian bagian mereka bersekutu adalah sepertiga” (an Nisak: 12).
)20( Allah berfirman: “Dan untuk dua orang ibu bapak, masing-masing seperenam dari harta

yang ditinggalkan, jika yang meninggal mempunyai anak” (an Niasak: 11). Allah berfirman:
“Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara , maka bagi ibunya seperenam” (an
Nisak: 11).
)21( Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (2895), dari Buraidah ra., bahwasanya Nabi saw.

menetapkan bagian nenek seperenam, apabila tidak ada ibu.


)22( Berdasarkan keputusan Rasulullah saw. demikian itu, sebagaimana diriwayatkan oleh al

Bukhary (6355) dari Ibnu Mas’ud ra.


)23( Diqiyaskan kepada anak peremuan anak laki-laki bersama anak perempuan.

)24( Perhatikan CK. No:20.


)25( Diqiyaskan kepada ayah, berdasarkan ijmak ulama’.
)26( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Jika seseorang mati , baik laki-laki atau wanita yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mepunyai seorang saudara laki-
laki seibu, atau seorang saudara perempuan seibu, maka masing-masing dari keduanya
mendapatkan seperenam” (an Nisak: 12). Kalaalah: adalah orang yang tidak memiliki ahli
waris, dan tidak ada ahli waris yang mewarisi hartanya, atau tidak memiliki ahli waris yang
aseli.
)27( Karena dia adalah orang yang lebih dekat kepada mayit dengan perantara, maka menjadi

tertutup dengan sebab adanya perantara.


)28( Oleh karena hak warisnya atas dasar kalalah, yakni sebutan bagi orang yang meninggal

tidak mempunyai ahli waris yang aseli, dan tidak pula mempunyai ahli waris dari cabang,
sebagaiama yang telah kiat ketahui, maka dia tidak mendapatkan warisan ketika adanya ahli
waris yang aseli atau cabangnya.
)29( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Adapun sisanya adalah hak bagi lelaki (ashobah)

yang peling prioritas (dekat). Perhatikan CK. No: 27.

93
Ada empat golongan yang mengangkat saudaranya menjadi ashobah:
anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki, saudara laki-laki seayah
seibu, dan saudara laki-laki seayah.(30)
Ada empat orang yang berhak menerima waris, tetapi tidak untuk saudara
perempuannya, mereka itu adalah: paman, anak laki-laki dari paman,
anak laki-laki saudara, dan ashobah karena sebagai maulal mu’tiq (tuan
yang memerdekakan).(31)

(Fasal): Diperbolehkan di dalam Islam untuk berwasiyat, (32) baik berupa


benda yang diketahui atau tidak diketahui, (33) sudah ada barangnya atau
belum ada.(34) Wasiyat itu hanya boleh sepertiga harta,(35) apabila wasiyat
tersebut melebihi dari sepertiga, maka harus mendapatkan izin terlebih
dahulu dari ahli waris,(36) dan tidak diperbolehkan berwasiyat kepada ahli
waris, kecuali setelah mendapatkan izin dari ahli waris yang lain.(37)

)30( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa; “Allah mensyari’atkan bagimu tentang pembagian
harta wris untuk anak-anakmu, yaitu: bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagia
dua anak perempuan”. (an Nisak: 11). Dan firman Allah Ta’alaa: “Dan jika mereka ahli waris
yang terdiri dari saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara
laki-laki sama dengan bahagian dua orang saudara permpuan”. (an Nisak: 176).
)31( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Untuk kaum lelaki yang terdekat”, oleh karena

wanita menjadi ashobah sebab mendapatkan pertolongan, dan wanita tidak berhak menolong.
)32( Dasar diperbolehkannya adalah firman Allah Ta’alaa: “Sesudah terpenuhinya wasiyat

yang ia buat atau sesudah dibayar hutang-hutangnya”, (an Nisak: 11). Dan banyak hadits,
antara lain: hadits riwayat al Bukhary (2587) dan Muslim (1627), dari Ibnu Umar ra.,
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada hak seseorang muslim yang diwasiyatkan,
yang sudah berlangusng selama dua malam, kecuali wasiyat itu sesuatu yang wajib
dipenuhinya”. Artinya sesuatu yang patut bagi orang Islam, untuk bersikap hati-hati,
hendaknya segera dicatat wasiyat tersebut, dan dilaksanakan kalau bisa pada saat masih dalam
keadaan sehat.
)33( Misalnya orang berwasiyat dengan obyek sepotong baju yang tidak ditentukan.

)34( Misalnya berwasiyat dengan obyek buah-buahan yang akan dihasilkan dari sebatang
pohon.
)35( Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (2591) dan Muslim (1628), dari Sa’ad bin Abi

Waqosh ra. ia berkata: Nabi saw, menjenguk saya, lalu saya bertanya: Apakah boleh saya
berwasiyat semua hartaku? Beliau menajwab: Tidak. Saya bertanya lagi: Kalau seperduanya?
Beliau menajwab: Tidak. Saya bertanya lagi: Kalau sepertiga? Beliau menjawab: “Ya,
sepertiga sudah banyak”.
)36( Artinya harus disepakati oleh mereka, karena hak mereka tergantung kepada kelebihan

dari sepertiga itu.


)37( Hadits riwayat Abu Dawud (2870), dan at Tirmidzy (2121), dinyatakan hadits hasan

shohih, dan lainnya, dari Abi Umamah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada pemilik hak akan haknya, maka
dari itu janganlah berwasiyat kepada ahli waris”. Fan hadits riwayat ad Daroquthnie (IV/152)
dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak diperbolehkan berwasiyat
untuk ahli waris, kecuali bila dikehendaki oleh ahli waris lainnya”.

94
Hukumnya shah wasiyat yang dilakukan oleh orang yang sudah baligh
dan berakal sehat, pemilih harta, dan untuk sabilillah Ta’alaa.

Hukumnya shah wasiyat(38) kepada orang yang memiliki lima hal: Islam,
sudah baligh, berakal sehat, merdeka, dan amanah (dapat dipercaya).

)38(Berwasiyat untuk mengelola suatu harta, serta bimbingan terhadap anak-anak dan
sebagainya.

95
KITAB NIKAH
DAN HAL-HAL YANG BERSANGKUT PAUT DENGAN NIKAH
BAIK HUKUM MAUPUN KETENTUAN LAINNYA.

Nikah itu hukumnya sunnat bagi orang yang sudah membutuhkannya. (1)
Diperbolehkan bagi lelaki merdeka mengumpulkan empat wanita
merdeka sebagai isteri,(2) sedangkan bagi seorang budak laki-laki antara
dua wanita.

Tidak boleh seorang yang merdeka menikahi wanita budak, kecuali


dengan dua syarat: tidak memiliki harta untuk membiayai wanita
meredeka dan takut terjerumus ke dalam kekekjian perzinaan.(3)

Seorang lelaki melihat wanita hukumnya ada tujuh macam:


Pertama: melihat kepada wanita ajnabiyah (bukan mahrom) tanpa
adanya keperluan, tidak diperbolehkan.(4)
Kedua: melihat kepada isterinya sendiri atau budak wanaitanya sendiri,
diperbolehkan hanya pada selain farji (kemaluan).(5)

)1( Dalil yang menunjukkan demikian adalah ayat-ayat al Qur’an, antara lain: firman Allah
Ta’alaa: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak nikah, dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya”. (an
Nuur:32). Dan banyak hadits Nabi saw. antara lain: hadits riwayat al Bukahry (4779), dan
Muslim (1400), dari Abdullah bin Mas’ud ra. ia berkata: Kami bersama Nabi saw. sebagai
pemuda yang tidak memiliki apa-apa. Maka Rasulullah saw. bersabda kepada kami: “Wahai
anak muda, barang siapa yang sudah mampu membina rumah tangga, maka hendaklah segera
kawin, karena yang demikian itu akan menutup pandangan mata, dan terpeliharanya farji,
barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, sesungguhnya dengan
berpuasa itu sebagai peredam gejolak syahwat”.
)2( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu sukai: dua,

atau tiga atau empat”. (an Nisak:3). Dan hadits riwayat Abu Dawud (2241) dan lainnya, dari
Wahbin al Asadie ra. ia berkata: Saya telah masuk agama Islam dan saya mempunyai delapan
orang isteri, maka saya ceritakan hal itu kepada Nabi saw., maka Nabi saw. bersabda:
“Pilihlah empat orang dari mereka”.
)3( Dalil yang menunjukan demikian adalah firman Allah Ta’alaa: “Dan barang siapa di natar

kamu yang tidak cukup belanja (mampu) untuk mengawaini wanita merdeka yang beriman,
ia boleh mengawini wanita budak ayng beriman, dari budak-budak yang kamu miliki”. (an
Niasak: 25).
)4( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Katakanlah kepada orang mukmin laki-laki hendaklah

mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian adalah lebih
baik bagi mereka”. (an Nuur: 30).
)5( Adapun farji hukumnya makruh untuk dilihat, tanpa adanya suatu keperluan, oleh karena

bertentangan dengan sopan santun. Dan telah diriwayatkan dari A’isyah ra. bahwa dia
berkata: Saya tidak pernah melihat dari beliau dan beliau tidak pernah melihat dariku.

96
Ketiga: Melihat kepada wanita mahromnya, atau wanita budak miliknya
yang sudah menjadi isteri orang lain, diperbolehkan pada selain bagian
antara pusat dan dua lutut.(6)
Keempat: Melihat karena hendak dinikahinya, maka diperbolehkan pada
bagian wajah dan dua telapak tangan.(7)
Kelima: melihat untuk pengobatan, diperbolehkan pada bagian yang
diperlukan untuk diobati.(8)
Keenam: Melihat untuk sebagai saksi atau untuk kegiatan sehari-hari
(mu’amalah), diperbolehkan hanya terbatas pada bagian wajah saja.(9)
Ketujuh: Melihat kepada wanita budak ketika terjadinya transaksi jual
beli, maka yang boleh dilihat hanya bagian tubuh yang diperlukan untuk
dibolak-balik (dilihat dari sisi-sisinya).(10)

)6( Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah memperlihatkan perhiasan mereka,
kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau anak-anak
mereka, anak-anak suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak saudara
perempuan mereka”. (an Nuur:31). Dan hadits riwayat Abu Dawud (4113), dari Amru bin
Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya ra. dari Nabi saw.beliau bersabda: “Apabial seorang di
antara kamu menikahkan budakmu dengan budak wanita miliknya, maka janganlah melihat
kepada aurat wanita budak tersebut”. Dalam salah satu riwayat: “Maka janganlah melihat ke
bagian di bawah pusat dan di atas lutut”.
)7( Hadits riwayat al Bukahry (4833), dan Muslim (1425), dari Sahal bin Sa’ad ra.,

bahwasanya ada seorang wanita datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Wahai
Rasulullah, saya datang untuk menyerahkan diriku kepada tuan, maka Rasulullah saw.
melihat kepada wanita tersebut, lalu melihat ke arah bagian atas serta memastikan pendangan
beliau, lalu beliau menundukkan kepala. Pengertian memastikan pandangan: beliau melihat
ke bagian atas dan bawah serta mempertimbangkannya. Hadits riwayat Muslim (1424), dari
Abi Hurairoh ra. ia berkata: Saya di dekat Nabi saw. kemudian datang seorang laki-laki
kepada beliau, dia memberitahukan bahwa menikahi seorang wanita dari kaum Anshor, maka
Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Apakah engkau sudah melihat dia?” Ia menjawab:
Belum. Beliau bersabda: “Pergilah dan lihatlah dia, sesungguhnya di mata kaum Anshor ada
sesuatu”. Artinya berbeda dengan mata orang lainnya, boleh jadi tidak menarik bagimu. Dan
ahdits riwayat at Tirmidzy (1187), dinyatakan hasan, dari al Mughiroh bin Syu’bah ra.,
bahwa dia telah melamar seorang wanita, maka Nabi saw. bersabda kepadanya: “Lihatlah dia,
sesungguhnya lebih pantas untuk diajak makan roti bersama antara kamu berdua”. Artinya
dia lebih tepat untuk menumbuhkan saling cinta, saling sepakat dan saling menjaga
kelangsungan perkawinan. Hadits-hadits ini mengandung pengertian dieprbolehkannya
melihat wajah dan dua telapak tangan, oleh karena tidak diperlukan untuk melihat bagian
tubuh yang lain.
)8( Hadits riwayat Muslim (2206), dari Jabir ra. bahwasanya Ummi Salamah ra. meminta izin

Rasulullah saw.untuk berbekam (cantuk Jawa), maka Nabi saw. memerintahkan Abu Thoibah
untuk mebekamnya. Dipersyaratkan pelaksanaan pengobatan harus ditunggui oleh mahrom
atau suaminya, dan tidak ada wanita yang berprofesei sebagai tukang bekam, dan apabila
masih didapatkan tukang bekam dari kalangan Islam, janganlah mencari di luar Islam.
)9( Apabila ada keperlkuan untuk mengetahui wanita tertentu, danorang tidak akan tahu

keculai dengan melihat padanya.


)10( Selain bagian antara pust dan lutut, karena tidak boleh melihat bagian tersebut.

97
(Fasal): Tidak shah nikah kecuali ada dengan wali dan dua orang saksi
yang adil.(11) Wali dan dua orang saksi nikah memerlukan enam macam
syarat: Islam,(12) sudah balgih, berakal sehat, merdeka, laki-laki, adil,(13)
kecuali pernikahan seorang kafir dzimmi, dalam pernikahan ini walinya
tidak perlu harus bergama Islam, dan begitu pula untuk pernikahan
seorang amat (budak wanita) tidak memerlukan keadilan tuannya.
Yang harus diutamakan/prioritaskan sebagai wali adalah: ayah, lalu
ayahnya ayah, lalu saudara seayah seibu, lalu saudara seayah, lalu anak
laki-laki saudara kaki-laki seayah seibu, lalu anak laki-laki saudara laki-
laki seayah, lalu paman, lalu anak laki-laki paman, berdasarkan urutan
sebagaimana disebutkan di atas. Apabila tidak didapat ashobah, maka
walinya adalah maulal mu’tiq, lalu ashobah maulal mu’tiq, lalu hakim.(14)

Tidak secara terang-terangan melamar wanita yang masih dalam iddah,


tetapi diperbolehkan bila hanya sekedar memberikan isyarat (sindiran)
bahwa dia akan melamarnya, dan menikahinya setelah wanita janda
tersebut habis masa iddahnya.(15)

)11( Berdasarkan sabda Nabi saw. Tidak shah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi
yang adil, dan apabila ada nikah yang tidak dilakukan seperti itu, maka nikahnya batal”,
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (1247), ia menyatakan: Tidak shah dalam hal menjelaskan
dua saksi selain yang bersangkutan. Hadits riwayat Abu Dawud (2085), dan at Tirmidzy
(1101), dari abi Musa al Asy’arie ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidk shah nikah
kecuali dengan wali”. Dan hadits riwayat ad Daroquthny (III/227), dari Abi Hurairoh ra.,
bahwasanya Nabi saw.bersabda: “Janganlah seorang wanita menikahkan wanita, dan jangan
seorang wanita menikahkan dirinya sendiri”. Kami berpendapat: Wanita yang menikahkan
dirinya adalah pezina”.
)12( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Orang-orang yang beriman baik laki-laki atau

permpuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi yang lain”. (at Taubah:71). Tidak
dapat diterima persaksian bukan orang Islam terhadap orang Islam.
)13( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak shah nikah, kecuali dengan wali dan dua

orang saksi yang adil”, diriwayatkan oleh as Syafi’ie rohimahullah di dalam Musnadnya.
Imam Ahmad menyatakan: Ini yang paling benar dalam bab ini (al Mughnie al Muhtaj:
III/155), dan perhatikan CK. No:11.
)14( Berdasarkan sabda Rasulullah saw. “Sultan (hakim) sebagai wali bagi orang yang tidak

memiliki wali”, diriwayatkan oelh Abu Dawud (2073), dan at tirmidzy (1102), dan lainnya,
dari A’isyah ra.
)15( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan tidaklah berdosa bagi kamu meminang wanita-

wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan keinginanmu dia dalam hatimu.
Allah Maha Tahu bahwa kamu akan senantiasa menyebut mereka, dalam pada itu janganlah
mengadakan janji untuk kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan
perkataan yang baik. Dan janganlah kamu berazam untuk melakukan akad nikah, sebelum
habis iddahnya”. (al Baqoroh:235). Pengertian berazam menikah: memastikan niyat untuk
mengikat perkawinan. Haits riwayat Muslim (1480), bahwasanya Fathimah binti Qois dithlak
(dicerai) oleh suaminya dengan talak tiga. Maka Nabi saw. bersabda kepadanya: “Apabila
engkau sudah halal (selesai iddah) beritahulah saya”.

98
Wanita itu ada dua golongan: janda dan perawan. Terhadap wanita
perawan, bagi ayah atau kakek untuk ijbar (memaksanya) untuk nikah,
sedang terhadap wanita janda, ayah atau kakek tidak boleh
menikahkannya kecuali sesudah baligh atau mendapatkan persetujuan
yang bersangkutan.(16)

(Fasal): Mahrom menurut nash(17) ada 14 orang: tujuh orang karena


hubungan nasab (keturunan) yakni: ibu keatas, anak perempuan ke
bawah, saudara perempuan, bibi dari ayah, bibi dari ibu, anak perempuan
saudara laki-laki, anak perempuan saudara perempuan.(18) Dua orang
disebabkan adanya hubungan persusuan: ibu yang menyusui, sudara
perempuan sepersusuan.(19) Empat orang akrena adanya hubungan
perkawinan: ibunya isteri, anak perempuan bawaan isteri yang sudah
disetubuhi, isterinya ayah, dan isterinya anak laki-laki.(20) Satu wanita
sebab berkumpul: yakni saudara perempuan isteri. (21) Dan haram
menghimpun dalam perkawainan antara seorang wanita dengan bibinya
dari ayah atau bibi dari ibu.(22) Keharaman sebab hubungan persusuan
sebagaimana keharaman dalam hubungan nasab.(23)

)16( Hadits riwayat Muslim (1421), dari Ibnu Abbas ra., bahwasanya Nabi saw.bersabda:
“Wanita janda lebih berhak terhadap dirinya sendiri dari pada walinya, sedang wanita
perawan hendaknya dimintai izin, dan izinnya adalah diamnya”, dalam satu riwayat: “Izinnya
adalah diam dirinya”. Memusyawarakan kepada wanita perawan tidak wajib.
)17( Yakni berdasarkan nash al Qur’an, surat an Nisak: 22 – 23, akan dijelaskan secara

terperinci di tempatnya.
)18( Allah berfirman: “Diharamkan bagimu (mengawini) ibumu, anak-anak perempuanmu,

saudara perempuanmu, saudara perempuan bapakmu, sudara perempuan ibumu, anak


perempuan dari saudara laki-lakimu, anak perempuan dari saudara perempuanmu”. (an
Nisak:23).
)19( Friam Allah Ta’alaa: “Dan (diharamkan untuk dinakahi) ibu yang menyusukan kamu,

dan saudara perempuan sepersusuan”. (an Nisak: 23).


)20( Tetapnya keharaman isteri ayah adalah berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Janganlah

kamu menikahi wanita yang telah dinikahi ayahmu”. (an Nisak: 22). Sedangkan keharaman
yang lainnya, adalah berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan ibu isterimu, anak perempuan
dari isteri kamu yang sudah kamu cerai sesudah kamu setubuhinya, dan apabila sudah kamu
cerai dan belum kamu setubuhinya, maka tidak berdosa bagi kamu untuk mengawininya, dan
isteri dari anak kandungmu sendiri”. (an Niasak: 23).
)21( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan diharamkan bagimu menghimpun dalam

perkawinan dua perempuan bersaudara, kecuali perbutan yang telah lampau”. (anNiasak: 23).
)22( Hadits riwayat al Bukahry (4820) dan Muslim (1408), dari Abi Hurairoh ra. Rasulullah

saw. bersabda: Tidak boleh mengumpulkan dalam perkawinan antara wanita dengan bibi dari
ayah, dan antara wanita dengan bibi dari ibu”.
)23( Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya hubungan persusuan diharamkan seperti

keharaman dari hubungan keturunan”. Dala riwayat al Bukhary (2502), dan Muslim (1447),
dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Tidak halal saya nikahi, keharaman

99
Wanita menjadi tertolak dengan sebab adanya lima cacat: gila, judzam,
barosh, rotqu, dan qoron.(24) Sedangkan seorang pria bisa menajdi
tertolak disebabkan lima cacat pula: gila, judzam, barosh, jabbu, dan
‘unah.(25)

(Fasal): Disunnatkan untuk menamakan (menyebutkan) mahar di dalam


akad nikah,(26) apabila tidak disebutkan secara pasti, akad nikahnya tetap
shah.(27) Maskawin wajib dibayarkan adanya tiga kemungkinan sebab:
karena difardlukan oleh suami atas dirinya sendiri, atau difardlukan oleh

karena hubungan persusuan, seperti keharaman dalam hubungan nasab, aykni anak
perempuan dari saudara spersusuan”.
)24( Yang dimaksud dengan tertolak, bahwa suami mempunyai hak untuk memilih apakah

meneruskan perkawinan atau membatalkannya (fasakh), tanpa berkewajiban membayar


mahar ketika itu. Judzam: penyakit yang tampak merah pada jaringan kulit lalu menghitam,
dan bisa terlepas anggota tubuh dari badan. (lepra). Barosh: kulit menjadi putih kuat dan
hilang pigmennya (bule). Rotqu: farjinya tertutup dengan daging. Qoron: farjinya tertutup
dengan tulang. Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw. menikahi seorang wanita dari suku
Ghifar, ketika wanita itu masuk ke ruangan beliau, beliau melihat kulit pinggangnya
berwarna putih, maka beliau bersabda: Kenakanlah pakaianmu, dan temuilah keluargamu”
dan beliau bersabda kepada keluarganya: “Kamu menyembunyikan cacat dari padaku”, hadits
riwayat al Baihaqy (VII/214) dari Ibnu Umar ra. Hadits ini diperkuat dengan hadits riwayat
Malik di dalam al Muwathok (II/526), dari Umar ra. ia berkata: Lelaki mana saja yang
menikhai wanita, ternyata dia gila, atau judzam, atau barosh, - dalam satu riwayat: qoron –
lalu disetubhinya, maka wanita tersebut berhak menerima maskawin secara utuh, demikianitu
sebagai hutang atas suaminya terhadap walinya.
)25( Jabbu: dzakarnya putus. Unah: impoten. Bagi isteri berhak memilih apakah tetap

melanjutkan perkawinan dengan suami tersebut ataukah membatalkan pernikahannya, dengan


catatan agar memastikan selama satu tahun, apabila ternyata selama satu tahun tetap impoten
maka secara apsti dai berhak menfasah (membatalkan nikahnya. Oleh karena impotensinya
boleh jadi dipengaruhi oleh faktor eksternal. Dan berdasarkan hadits riwayat al Baihaqy
(VII/226) dari Umar ra., bahwasanya ada seorang wanita datang kepadanya, dia
meberitahukan bahwa suaminya tidak mampu melayaninya, maka dia tunggu sampai satu
tahun, setelah ditinggu slama satu tahun juga tetap impoten, maka dia diberi hak memilih,
maka umar memisahkan antara keduanya dengan thalak bain (talak tiga).
)26( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa; “Berikanlah maskawin kepada wanita yang kamu

nikahi sebagai pemberian wajib”. (an Nisak: 4). Hadits riwayat al Bukahry (4741), dan
Muslim (1425), dari Sahal bin Sa’ad ra. ia berkata: Datang seorang wanita kepada Nabi saw.
dan berkata: Sesungguhnya dia telah menyerahkan dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya saw.
Maka beliau bersabda: “Saya tidak membutuhkan wanita”, maka ada seorang lelaki berkata:
Nikahkanlah wanita itu denganku. Beliau bersabda: “Berilah dia baju. Ia menajwab: Saya
tidak mempunyainya. Beliau bersabda: “berilah dia sebuah cincin walaupun terbuat dari
besi”. Dia juga menyatakan tidak mampu. Maka beliau bersabda: “Apa yang kamu mampui
dari al Qur’an”. Dia menjawab: Demikian, demikian … Maka beliau bersabda: “Sungguh aku
nikahkan engkau dengan dia dengan maskawin apa yang engkau mampu dari al Qur’an”.
)27( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Tidak ada kewajiban membayar maharatasmu

apabila kamu menceraikan isteri kamu sebelum kamu bersetubuh dengannya, atau sebelum
kamu menentukan maharnya”. (al Baqoroh:236). Telah dijelaskan bahwa nikah tetap shah
walaupun belum ditentukan maharnya secara jelas, oleh karena tholak (cerai) itu tidak akan
terjadi sebelum shanya akad nikah.

100
keputusan hakim, atau sebab dia menyetubuhinya, maka wajib dibayar
mahar mitsil (maskawin secara untuh).
Tidak ada ketentuan berapa paling sedikit atau berapa paling banyak
ketentuan maskawin.(28) Diperbolehkan memberiakn maskawin dalam
bentuk manfaat (jasa) tertentu.(29) Maskawin itu bisa menjadi gugur
disebabkan terjadinya perceraian sebelum menyetubuhi isterinya, maka
yang wajib hanya seperdua dari yang telah ditentukan.(30)

)28( Hadits riwayat at Tirmidzy (1113), dari Amir bin Robi’ah ra., bahwasanya ada seorang
wanita dari Bani Fazaroh menikah dengan maskawin sepasang sendal, maka Rasulullah saw.
bertanya: “Apakah engkau rela dalam hatimu dengan maskawin hanya sepasang sendal?”.
Dia menajwab: Yaa. Maka nikahnya shah. Perhatikan CK. No: 26 dan 31. Dan firman Allat
ta’alaa: “Sedangkan kamu telah memberika kepada salah seorang dari mereka harta yang
banya”. (an Nisak: 20). Ini menunjukkan bahwa tidak ada batas banyaknya maskawin.
Disunnatkan maskawin itu tidak kurang dari lima dirham, untuk menghindari perbedaan
pendapat, sebab ada yang mewajibkan minimal lima dirham, yakni madzhab Hanafie. Dan
tidak lebih dari 500 dirham, karena sekian maskawin puteri serta isteri-isteri beliau saw.
Hadits riwayat al Khomsah dan dishohihkan oleh at Tirmidzy (1114), dari Umar ibnul
Khothob ra. ia berkata: Janganlah membuat mahal maskawin wanita, sesungguhnya kalau
karena demi kehormatan di dunia dan berrtaqwa di akhirat, niscaya yang paling mulya di
antara kamu adalah beliau saw.. Rasulullah tidak pernah memberikan maskawin isteri beliau,
atau menrerima maskawin untuk puteri beliau, lebih dari 20 auqiyah, satu auqiyah sama
dengan (40 dirham), jadi total 480 dirham.
)29( Seperti jasa emngajarkan ayat-ayat al Qur’an, atau mengerjakan sesuatu pekerjaan

tertentu, perhatikan CK. No: 26.


)30( Firman Allah Ta’alaa: “Jika kamu menceraikan isteri kamu sebelum kamu bercampur

dengan mereka, padahal sesungguhnya kemau sudah menetukan maskawinnya, maka


bayarlah seperdua dari maskawin yang telah kamu tentukan itu”. (al Baqoroh:237). Dan
maskawin tetap dibayar utuh apabila suami meninggal dunia atau sudah disetubhui:
Dalil yang menunjukkan tetapnya maskawin karena mati adalah hadits riwayat Abu Dawud
(2114), dan at Tirmidzy (1145), dinyatakan hasan shohih, dan lainnya, dari Abdullah bin
Mas’ud ra. bahwasanya dia ditanya tentang lelaki yang menikahi seorang wanita yang belum
ditentukan maskawinnya, dan belum disetubuhinya sampai dia mati? Ibnu Mas’ud menajwab:
Dia berhak menerima maskawin sama dengan isteri lainnya, tanpa dikurangi dan didholimi,
dan isterinya wajib menjalani iddah dan berhak menrima harta warisannya. Maka Ma’qil bin
Sinan al Asyja’ie berdiri dan berkata: Rasulullah saw. menetapkan terhadap Barwa’a binti
Wasiq, salah seorang wanita dari kita, seperti yang engkau putuskan, maka senanglah oelh
karenanya Ibnu Mas’ud. Kesenangan Ibnu Mas’ud disebabkan bahwa fatwa yang
disampaikan sesuai dengan fatwa yang diberiathukan oleh Ma’qil bin Sinan dari Rasulullah
saw. dan ini sebagai tanda adanay taufiq dari Allah ta’alaa. Adapun tetapnya maskawin
dengan persetubuhan, adalah firman Allah ta’alaa: “Apabila kamu menceraikan isteri kamu
sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan
maskawinnya, maka bayarlah seperdua dari maskawin yang telah kamu tentukan”. (al
Baqoroh:237). Sungguh sebagai dalil bahwa apabila perceraian terjadi sesudah persetubuhan,
maka tidak akan gugur sebagian maskawin. Umar ra. berkata: Mana saja lelaki yang
menikahi seorang waniat …… lalu dia menyetubuhinya maka wanita tersebut berhak
menerima amskawai secara penuh …. Perhatikan CK. No: 24.

101
(Fasal): Walimatul urus (upacara perkawinan) hukumnya sunnat,(31)
memenuhi undangan walimatul urus hukumnya wajib, (32) kecuali apabila
ada udzur.(33)
(Fasal): Kesamaan dalam pembagian giliran antara isteri yang satu
dengan lainnya hukumnya wajib,(34) tidak boleh masuk kerumah yang
tidak berhak menerima giliran, tanpa adanay suatu keperluan, apabila
hendak bepergian, maka diadakan undian untuk semua isteri, dan keluar
bersama isteri yang tepat mendapatkan undian.(35)
Apabila beristerikan yang baru, maka mendapatkan prioritas khusus
selama tujuh malam, apabila masih perawan, tetapi bila sudah janda
selama tiga malam.(36)

Apabila khawatir isterinya nusyuz (menyeleweng), maka suami harus


memberikan nasehat kepaadnya, apabila membangkang hendaklah
berpisah tidur, apabila sudah pisah tidur tetap membangkang, maka

)31( Hadits riwayat al Bukhary (4860), dan Muslim (1427), dari Annas bin Malik ra.,
bahwasanya Nabi saw. melihat kepada Abdur Rohman bin Auf mencelup (mewarnai)
bajunya. Beliau bertanya: Apakah ini? Ia menjawab: Saya telah menikahi seorang wanita
dengan maskawin emas seberat biji kurma. Beliau bersabda: Semoga Allah memberkatimu,
dan buatlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing”. Walimah adalah
menyediakan makanan serat mengundang manusia untuk ahdir kepadanya, acara ini pada
umunya khusus untuh perkawinan.
)32( Hadits riwayat al Bukahry (4878), dan Muslim (1429), dari Ibnu Umar ra. ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kamu diundang ke walimah hendaklah menghadirinya”.


Dalam riwayat Muslim (1421): “Barang siapa yang tidak menghadiri undangan, maka
sungguh bermaksiyat kepada Allah dan Rasul-Nya”.
)33( Misalnya: karena didapti adanya kemungkaran yang tidak dapat dirubahnya, yang terjadi

di dalam acara akad nikah atau upacaranya, misalnya adanya pengambilan gambar, atau
bunyi-bunyian piano dan sebagainya.
)34( Hadits riwayat Abu Dawud (2133), dan at Tirmidzy (1141) dan lainnya, dari Abi

Hurairoh ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang mempunyai dua
orang isteri, lalu dia hanya memperhatikan salah satunya saja – meurut at Tirmidzy tidak
berbuat adil antara keduanya – maka dia datang nanti pada hari qiyamat badannya yang
sebelah akan runtuh”. Hadits riwayat Abu Dawud (2134) dan at Tirmidzy (1140), dari
A’isyah ra. ia brrkata: Rasulullah saw. membagi giliran terhadap isteri beliau secara adil, dan
beliau berdo’a: “Ya Allah, ini adalah pembagianku terhadap apa yang aku miliki, maka
janganlah Engkau mencela dalam hal yang aku miliki dan yang tidak aku miliki, kata Abu
Dawud: yakni Hati.
)35( Hadits riwayat al Bukhary (3910), dan Muslim (2770), dari A’isyah ra. bahwasanya dia

berkata: Rasulullah saw. apabila hendak bepergian, beliau mengundi antara isteri-isteri
beliau, mana yang mendapatkan undian, maka beliau keluar bersamanya.
)36( Hadits riwayat al Bukhary (4916), dan Muslim (1461), dari Annas ra. ia berkata:

menureut sunnah: Apabila menikah dengan perawan maka bermalam selama tujuh malam,
lalu membagi gilirannya, apabila menikah dengan janda, maka bermalam tiga malam, lalu
membagi gilirannya. Abu Qilabah berkata: Bila aku mau nisacaya aku katakannya.
Sesungguhnya Annas ra. menyatakan bahwa hadist ini marfu’ sampai kepada Rasulullah saw.

102
dipukul,(37) dan gugurlah hak-hak isteri untuk menerima giliran, dan
nafkah dari suami karena dia nusyuz.

(Fasal): Khulu’ (thalak tebus) diperbolahkan dalam Islam dengan


tebusan tertentu,(38) dan selanjutnya wanita (isteri) berhak atas dirinya
sendiri,(39) dan tidak boleh bagi mantan suami untuk merujuk kembali,
kecuali dengan nikah baru. Khulu’ itu daapt dijatuhkan pada saat isteri
dalam keadaan suci atau haid, dan tholak mempengaruhi terhadap wanita
yang melakukan khulu’.(40)

(Fasal): Tholak itu ada dua macam: shorih (dengan ikrar yang jelas) dan
kinayah (sindiran):
Adapun yang shorih ada tiga macam lafadh (kosa kata): tholaq
(talak/cerai), dan firoq (pisah/cerai), dan saroh (lepas/cerai), dan pada
tholak shorih tidak memerlukan adanya niyat.(41)

)37( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Wanita yang kamu khawatirkan nusyuz, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka,
kemudian apabila mereka taat kepadamu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkan mereka”. (an Niasak: 34). Nusyuz adalah bermaksiyat atau melawan suami.
)38( Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu

dari yang telah kamu berikan kepada mereka (isteri), kecuali kalau dikhawatirkan keduanya
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Apabila kamu khawatir tidak dapat
menjalankan hukum Allah, maka tidak berdosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan
oleh isteri guna menebus dirinya”. (al Baqoroh: 229). Hadits riwayat al Bukahry (4971), dari
Ibnu Abbas ra. bahwasanya isteri Tsabit bin Qois datang kepaad Nabi saw. dan berkata:
Wahai Rasulullah, Tsabit bin Qois, saya tidak keberatan tenatng akhlaknya, atau soal hutang,
tetapi saya benci kekufuran di dalam Islam. Maka Nabi saw. bertanya: “Apakah engkau mau
mengembalikan kebunnya kepadanya?” Ia menjawab: Ya Nabi. Maka Rasulullah saw.
bersabda kepada Tsabit bin Qois: “Terimalah kebun iutu, dan ceraikanlah dia dengan sekali
thalak”.
)39( Artinya suami tidak berhak menguasai isterinya lagi, karena khulu’ itu kedudukannya

adalah tholak bain (talak tiga).


)40( Oleh karena wanita tersebut menjadi wanita ajnabiyah bagi manta suami setelah

terjadinya khulu’..
)41( Karena dijelaskannya beberapa lafadh tersebut di dalam syari’at Islam, dan berkali kali

disebutkan di dalam al Qur’an, yang maksudnya adalah thalak (cerai). Frman Allah ta’alaa:
"‫يب طلقت ت يب إس االط قوهن ادهتن ا ن‬ ‫("آي أيه اال يب إ ا‬Wahai Nabi, apabila kamu mentholak
(menceraikan) isteri-isteri kamu, maka tholaklah mereka pada waktu mereka dapat
menghadapi iddah mereka secara wajar). (at Tholaq: 1). Dan firman Allah Ta’alaa:
"‫حكن سريبحل مجيال‬
ّّ ‫أسر‬
ّ ‫( "و‬Dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik), (al Ahzab: 28). Dan
firman Allah Ta’alaa: ""‫( "أو فرقتتن ن مب ارو‬Aatau lepaskanlah mereka dengan baik) (at
Tholaq:2).

103
Sedangkan kinayah (sindiran): semua lafadh (ucapan) yang mengandung
pengertia tholak dan atau lainnya, dan dalam hal dibutuhkan adanya niyat
dari yang mengucapkannya.(42)
Wanita ada dua kategori:
Pertama: dalam hal perceraian yakni: sunnat dan bid’ah, di mana
kondisi wanita masih subur (masih bisa haid). Adapun perceraian yang
sunnah: apabila talak dijatuhkan ketika wanita dalam keadaan suci dan
belum disetubuhi selama suci tersebtu, sedangkan yang bid’ah: apabila
tholak dijatuhkan pada saat wanita sedang haid, atau dalam keadaan suci
tetapi sudah disetubuhi dalam saat suci tersebut.(43)
Kedua: dalam hal perceraian tidak terdapat istilah sunnah atau bid’ah,
yakni ada empat macam wanita: masih kecil, wanita sudah tua yang
sudah tidak haid lagi, hamil, dan perceraian dengan cara khulu’ (talak
tebus) ayng belum disetubuhi pada saat suci.

)42( Sebagaimana sabda beliau: “Temuilah/kembalilah kepada keluargamu, engkau sudah


bukan wanitaku, dan engkau hanya sekededar hiasan”, apabila kalimat Nabi ini diniyati talak,
maka terjadilah talak (cerai), berdasarkan hadits riwayat al Bukahry (4955), dari A’isyah ra.
bahwasanya anak perempuan al Jun, ketika dimasukkan ke dalam ruangan Rasulullah saw.
dan beliau mendekatinya, wanita itu berkata: Aku berlindung kepada Allah dari padamu.
Maka beliuau bersabda: “Engkau telah berlindung kepada Yang Maha Besar, kembalilah
kepada keluargamu”. Apabila tidak berniyat untuk meceraikan, maka tidak jadi cerai, dalil
yang menunjukkan demikian adalah hadits riwayat al Bukhary (4152) dan Muslim (2769),
hadits tentang keterlambatan Ka’ab bin Malik ra. dari peperangan Tabuk, ia berkata: Setelah
berusia 45 tahun wahyu terlambat turun, ketika Rasulullah saw. mendatangi saya beliau
bersabda: “Sesungguhnya Rasulullah saw. memerintahkan engkau untuk menjauhkan diri
dari siterimu”, maka saya bertanya: Apakah saya harus menceraikannya atau saya harus
berbuat apa? Beliau bersabda: “Bahkan jauhilah isterimu dan jangan engaku mendekatinya”.
Saya berkata kepada isteriku: Kembalilah kepada keluargamu. Dia berbuat demikian karena
merasa takut menentang Rasulullah saw. dan dia tetap mempergaulinya ketika isterinya
berada di dekatnya, ketikan turun wahyu lagi, maka kembalilah isterinya kepadanya, dan
beliau tidak memerintahkan untuk menceraikannya, atau memperbaharui akad nikahnya. Hal
ini menunjukkan, bahwa kalimat: “kembalilah kepada keluargamu”, bukanlah lafadh cerai.
)43( Dalil yang menunjukkan demikian adalah hadist riwayat al Bukhary (4953), dan Muslim

(1471), dari Abdullah bin Umar ra., bahwasanya dia menceraikan isterinya yang sedang haid,
pada zaman Rasulullah saw. Kemudian Umar Ibnul Khothob bertanya kepada Rasulullah
saw. tenatng hal itu. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Perintahkanlah dia merujuk kembali
isterinya, lalu mempertahankannya sampai dia suci, lalu haid, lalu suci lagi, bila dia mau
pertahankan pernikahan tersebut, dan bila tidak silakan diceraiakan sebelum disetubuhinya.
Dan itulah iddah yang dieprintahkan oleh Allah ta’alaa, hila engkau menceraikan isterimu”.
Atau berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan iasterimu,
maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu di amna dia dapat menghadapi iddahnya
secara wajar” (at Tholaq:1). Oleh karena wanita tersebut memulai masa iddahnya pada saat
dia dicerai suaminya, berbeda bila wanita dicerai pada saat haid, dia mulai iddahnya sesudah
suci dari haid ayng dialaminya saat itu. Apabila dicerai sesudah distubuhi, maka boleh ajdi
dia bisa hamil, dan dia tidak berharap dicerai dalam keadaan hamil, dan itu akan
menimbulkan suatu penyesalan di kemudian hari.

104
(Fasal): Bagi orang merdeka mempunyai hak tholak tiga kali, (44) sedang
bagi budak hanya dua kali tholak.(45)
Hshah hukumnya adanya pengecualian di dalam kalimat tholak asalkan
kalimat tersebut bersambung,(46) dan shah pula apabila tohlak itu
digantungkan dengan suatu sifat atau syarat tertentu.(47)

Tholak tidak akan jatuh sebelum pernikahan, (48) dan ada empat orang
ayng tidak bisa jatuh tholaknya: anak-anak, orang gila, orang sedang
tidur, dana orang yang dipaksa pihak lain.(49)

)44( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Tholak (yang dapat dirujuk) hanya dua kali, setelah
itu boleh runjuk kembali secara ma’ruf (baik) atau menceraikannya secara baik”. (al Baqoroh:
229), dan firman Allah ta’alaa: “Apabila ia meceraikannya, maka tidak halal lagi baginya
sesudah itu, sampai dia dinikahi oleh orang lain”. (al Baqoroh: 230). Hadits riwayat Abu
Dawud (2195), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: “Wanita yang telah dicerai itu harus menunggu
iddahnya selama tiga kali suci, tidak halal bagi wanita itu menyembunyikan apa yang telah
dijadikan oleh Allah di dalam rahimnya, bila dia benar-benar beriman kepada Allah dan hari
Akhir, dan mantan suaminya yang lebih berhak untuk merujuknya dalam masa iddah, apabila
mereka benar-benar bermaksud untuk kebaikan”. (al Baqoroh: 228). Ia berkata: Dari ayat ini,
menjelaskan bahwa manatan suami berhak merujuk kembali mantan isterinya, walaupun
sudah talak tiga, maka hal ini dinasakh (dihapus) dengan ayat yang menyatakan: “Tholak itu
ahnya dua kali”.
)45( Hadits riwayat ad Daroquthny (IV/39), bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “tholak

budak itu hanya dua kali”.


)46( Misalnya suami menaytakan kepada isterinya: “Engkau saya tholak tiga, kecuali dua”,

maka ucapan itu shah dan jatuhlah tholak satu kali. Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang
memerdekakan budaknya atau mentholak isterinya dan membuat pengecualian, maka baginya
sesuai dengan pengecualian tersebut, demikian dijelaksn oleh Ibnu Atsir di dalam kiatb an
Nihayah.
)47( Misal dari menggantungkan dengan sifat: Engkau saya tholak pada bulan ini, atau engkau

saya tholak apabila hari ini hujan. Sedangkan contoh menggantungkan kepada syarat: bila
suami menyatakan: Apabila engkau masuk rumah, maka engkau saya tholak, maka tholak
jatuh ketika isteri memasuki rumah dimaksud. Hal in memperhatikan sabda Nabi saw. :
“Orang Islam itu sesuai dengan persyaratannya” (al Hakim II/49).
)48( Hadits riwayat Abu Dawud (2190), dan at Tirmidzy (1181), di menyatakan: hadits hasan

shohih, dari Amru bin Su’aib dari ayahnya, dari kakeknya ra. ia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak ada nadzar bagi anak Adam terhadap sesuatu yang tidak dimiliknya, dan
tidak memerdekakan budak yang bukan miliknya, dan tidak ada tholak terhadap wanita yang
tidak dimilikinya”. Artinya: terhadap wanita yang tidak ada pemiliknya, dan tidak berhak
memiliki terhadap wanita sebelum terjadinya pernikahan. Menurut riwyat al hakim: “Tidak
ada tholak sebelum pernikahan terjadi”.
)49( Berdasarkan hadits: "..… ‫ "رقا يب نهاع ان اال‬, perhatikan CK. No: 10 Kitab Sholat.
Dan berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (2193), dan lainnya, dari A’isyah ra. ia berkata:
Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Tidak shah tholak, dan tidak shah pemerdekaan
budak dalam keadaan dipaksa. Hadits riwayat Ibnu Majah (2045) dengan lafadh: "ّ‫ "إغالق‬dia
menafsirkan: “dipaksa”, karena paksaan berarti menutup urusan serta hak-hak pribadi
seseorang. Dan berdasarkan sabda Rasulullah saw. : “Sesunngguhnya Allah mengabaikan

105
(Fasal): Apabila seorang menceraikan isterinya dengan talak satu atau
dua, maka dia masih berhak untuk rujuk kembali selama belum habis
masa iddahnya,(50) apabila iddahnya sudah ahbis, dihalalkan untuk
menikahinya kembali dengan akad nikah yang baru, dan padanya berlaku
sisa tholak yang masih ada.(51)
Apabila menceraikan isterinya dengan talak tiga, maka tidak halal bagi
manta suami, kecuali adanya lima macam syarat: iddahnya sudah habis,
sudah pernah menikah dengan lelaki lain, dan sudah disetubuhi oleh
suami kedua dan mengenainya,(52) sudah dicerai oleh suami kedua,(53) dan
sudah habis iddahnya dari suami kedua.

(Fasal): Apabila seorang suami bersumpah untuk tidak menyetubuhi


isterinya secara mutlak, atau dalam waktu lebih dari empat bulan
lamanya, maka berarti dia melakukan sumpah ilak. Apabila terjadi
demikian, maka ditunggu selama empat bulan lamanya. setelah itu dia
disuruh memilih antara: (a) kembali (mencabut sumpahnya) dengan

dari ummatku kesalahannya dan kelupaannya dan hal-hal yang dipaksakan”, HR. Al Hakim,
dari Ibnu Abbas ra.
)50( Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Dan suaminya berhak untuk merujuknya kembali

dalam keadaan iddah”. (al Baqoroh: 228).Dan berdasarkan sabda Nabi saw. kepada Umar ra.:
“Perintahkanlah agar dia rujuk kembali dengan isterinya”, perhatikan CK. No: 43. Dalam
riwayat lain: Abdullah menceraikan isterinya dengan satu kali tholak. Di dalam riwayat
Muslim: Ibnu Umar ketika ditanya tentang hal itu, maka dia berkata kepada salah satu dari
mereka: Adapun apabila engkau menceraikan isterimu satu kali atau dua kali, maka
sesungguhnay rasulullah saw. memerintahkan kepadaku demikian, yakni agar rujuk kembali.
Hadits riwayat Abu Dawud (2283), dari Umar ra. , bahwasanya Rasulullah saw. menceraikan
Hafshoh, lalu beliau rujuk kembali padanya.
)51( Diriwayat kan Umar ra., bahwasanya dia ditanya tentang orang yang menceraikan

isterinya dengan talak dua dan sudah habis iddahnya, dan wanita itu sudah menikah dengan
lelaki lain kemudan bercerai, lalu dinikahi oleh suami yang pertama? Umar menjawab: Dia
masih memiliki sisa tholak (satu kali lagi) (al Muwathok: II/586).
)52( Berdasarkan firman allah Ta’alaaa: “Apabila ia menceraikannya (talak tiga), maka tidak

halal baginya sesudah itu sampai dinikahi orang lain, apabila sudah diceraikan lagi dari suami
kedua, maka tidak berdosa untuk keduanya kembali mengikat perkawinan, apabila kedau
belah pihak yakin dapat menegakkan hukum Allah”. (al Baqoroh: 230). Dan hadits riwayat al
Bukhary (2496) dan Muslim (1433), dari A’isyah ra.: Datang kepada Nabi saw. isteri Rifa’ah
al Quradhie, ia berkata: Saya sebagai isteri Rifa’ah, dia sudah menceraikan saya dengan talak
tiga, lalu saya menikah dengan Abdur Rohman ibnuz Zubair, saya bersamanya terasa seperti
pinggirnya baju. Beliau bertanya: “Apakah engkau hendak kembali kepada Rifa’ah? Jangan.
Sampai engkau menikmati madunya dia, dan dia menikmati madumu. Pengertian pinggir
baju di sini adalah sebagai perumpamaan, bahwa Abdur Rohman tidak memiliki kemampuan
sebagai lelaki. Menikmati madu sebagai kiasan bahwa hendaknya melakukan persetubuhan
walalu sebentar dan sekedar memasukkan dzakar ke dalam farjinya.
)53( Sudah putus hubungan perkawinannya dengan suami kedua, baik dengan tholak, atau

fasah atau karena mati.

106
membayar kafarat (denda sumpah), atau (b) bercerai.(54) Apabila dia tidak
mau menceraikan isterinya, maka dia diceraikan dengan isterinya oleh
hakim.(55)

(Fasal): Dhihar: apabila suami menyatakan kepada isterinay: “Engkau


seperti punggung ibuku”.(56) Apabila suami menyatakan demikian dan dia
tidak menindak lanjuti dengan perceraian, berarti dia menarik kembali
sumpahnya,(57) dan dia wajib membayar kafarat.
Adapun kafarat dhihar adalah: memerdekakan waniat budak yang
mukminah, tanpa cacat yang mengganggu aktivitas dan kerjanya, apabila
tidak mendapataknya, maka dia wajib berpausa selama dua bulan
berturut-turut, apabila tidak mampu, maka dia wajib memberi makanan
kepada 60 orang miskin, setiap orang sebanyak satu mud (bahan
makanan). Tidak halal bagi suami yang mendhihar isterinya melakukan
persetubuhan dengan siterinya tersebut sampai dia membayar kafarat. (58)
)54(Artinya di diminta untuk menarik sumpahnya, lalu menyetubuhi isterinya dan membayar
kafarat sebagai tebusan sumpah, apabila dia tidak mau maka dia harus menceraikan isterinya.
Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Kepada orang-orang yang meng-ilak (bersumpah tidak
akan menyetubuhinya), diberi tangguh selama empat bulan, kemudian jika mereka kembali,
makasesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka
ber’azam untuk tholak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
(al Baqoroh: 226 –227). Pengertian: "‫ "قاالاويب‬artinya: kembali mencabut sumpahnya dan
menyetubuhi isterinya. Hadits riwayat Malik di dalam al Muwathok (II/556), dari Ali ra.
bahwasanya ia berkata: Apabila seorang lelaki bersumpah tidak menyetubuhi isterinya,
belum berarti tholaknya jatuh, sekalipun sudah berjalan selama empat bulan, sampai dia
dicegah: mungkin dia menceraikan isterinya, atau mungkin mencabut sumpahnya.
Diriwayatkan hadist seperti ini dari Ibnu Umar ra.
)55( Untuk menghialngkan dlarurat (bahaya) dari sang isteri, dan tidak ada jalan kecuali harus

diceraikan oleh pihak yang berwenang.


)56( Artinya: Engkau haram bagiku untuk saya gauli, seperti keharaman ibuku bagiku untuk

saya gauli sebagai suami isteri. Pernyataan demikian ini hukumnya haram berdasarkan
kesepakatan ummat Islam. Allah Ta’alaa berfirman: “Orang-orang yang mendhihar isterinya
(menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) bukanlah isterinya itu ibu mereka. Ibu-ibu
mereka tidak lain hanyalah wanita yang telah melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka
telah mengucapkan sesuatu yang mungkar dan dusta, dan sesungguhnya Allah Maha
Pnegampun”. (al Mujadalah: 2).
)57( Artinya berlawanan dengan apa yang telah ia ucapkan, yakin: mengharamkan isterinya

bagi dirinya, oleh karena mempertahankan isterinya dan tidak menceraikannya berarti
berlawanan dengan pengaharaman isterinya baginya.
)58( Allah Ta’alaa berfirman: “Orang-orang yang mendhihar isterinya (menganggap isterinya

sebagai ibunya, padahal) bukanlah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu mereka tidak lain adalah
wanita yang telah melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka telah mengucapkan suatu
perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun. Orang-orang yang mendhihar isteri mereka , kemudain mereka hendak menarik
kembali apa ayng telah mereka ucapkan, maka wajib atasnya memerdekakan budak, sebelum
kedua suami isteri bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha
Mengtahui apa yang kamu kerjakan. Barang siapa yang tidak mendapatkan budak, maka

107
(Fasal): Apabila seorang suami menuduh isterinya berzina, maka dia
mendapatkan hukuman tuduhan, kecuali bila dia mampu mengemukakan
bukti-bukti atau berani mengucapkan sumpah (li’an),(59) dia
mengucapkan di depan hakim, di atas mimbar sebuah masjid jamik, di
tengah kumpulan orang banyak:(60) “Aku bersaksi di hadapan Allah,
bahwa saya adalah di pihak yang benar, tentang tuduhan saya
terhadap isteri saya “si Fulanah” berbuat zina, dan anak yang akn
dilahirkan adalah anak zina, bukan dariku”, sebanyak empat kali,
setelah mendapatkan pengarahan atau wejangan dari hakim: maka
sebagai ucapan yang kelima: “Dan semoga laknat Allah menimpa saya
apabila saya berbohong”.(61) Dan akibat dari sumpah li’an oleh suami

wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa
yang tidak kuasa untuk berpuasa, maka wajib memberi makan kepada 60 orang miskin.
Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan itulah hukum-hukum
Allah (yang tidak boleh dilanggar), dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih”. (al
Mujadalah: 2 – 4).
)59( Hadits riwayat al Bukahry (4470), dari Ibnu abbas ra. bahwasanya Hilal bin Ummayah

menuduh isterinya di hadapan Nabi saw. berzina dengan Syarik bin Samhak. Maka Nabi saw.
bersabda: “Datangkan bukti, atau dicambuk punggungmu” …….. Hilal berkata: Demi Tuhan
yang telah mengutusmu dengan benar saya adalah di pihak yang benar. Maka Allah akan
menurunkan aap yang bisa menyelamatkan punggungku dari hukuman cambuk. Maka Jibril
turun dan menurunkan wahyu kepada Nabi saw. : "..… ‫( "ويب ذين يرمدن أزويبجهع‬an Nuur:6).
)60( Hadits riwayat al Bukhary (5003), dan Muslim (1492), dari Sahal bin Sa’ad ra. bahwa
ada seorang lelaki dari kaum Anshor datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Wahai
Rasulullah, bagaimanakah pendapat tuan apabila seorang suami melihat isterinay bersama-
sama dengan lelaki lain, apakah boleh membunuh laki-laki tersebut, atau apa yang harus ia
perbuat? Allah menurunkan wahyu sebagaimana tersebut di dalam al Qur’an tentang urusan
orang yang bersumpah li’an. Maka Nabi saw. bersabda: “Allah telah memutuskan tentang
engkau dan urusanmu”. Beliau bersabda: Hendaklah keduanya melakukan sumpah li’an di
masjid dan saya sebagai saksinya. Di dalam satu riwayat: Agar kedua belah pihak sama-sama
bersumpah li’an dan saya bersama manusia banyak di hadapan Rasulullah saw. Menurut
riwayat Abu Dawud (2250) Sahal berkata: Saya telah datang kepada Rasulullah saw. dan
sunnah sudah berjalan, bahwa sesudah sumpah li’an diucapkan: hendaknya hakim
memisahkan mereka dari ikatan suami isteri untuk selamanya.
)61( Allah Ta’alaa berfirman: “Orang-orang yang menuduh isterinya berzina, padahal mereka

tidak mempunyai saksi-saksi selain dirinya sendiri, maka persaksiannya adalah dengan empat
kali sumpah dengan nama Allah, sesungguhnya bahwa dia adalah termasuk orang yang benar.
Dan sumpah yang kelima: bahwa laknat Allah akan menimpanya, apabila dia termasuk
orang-orang yang berdusta”. (an Nuur: 6 – 7). Hadits riwayat al Bukhary (5001), dari Ibnu
abbas ra. bahwasanya Hilal bin Umayyah menuduh isterinya berzina, maka dia datang
menghadap Nabi dan bersaksi, dan Nabi saw. bersabda: “Allah Maha Tahu bahwa salah satu
di antara kamu berdua ada yang berdusta, apakah ada salah seorang dari kamu bertaubat”.
Dalam satu riwayat al Bukhary (5006) dari Ibnu Umar ra.”: Beliau mengulangi kalimta
tersebut tiga kali, lalu isterinay berdiri dan bersaksi. Hadits riwayat Abu Dawud (2263) dan
lainnya dari Abi Hurairoh ra. bahwa dia mendengar Rasululah saw. bersabda pada saat
turunnya ayat tentang sumpah li’an: “Siapapun wanita yang memasuki suatu kaum di mana
wanita itu bukan termasuk dalam kaum itu, maka dai tidak mendapat apa-apa dari Allah, dan

108
ada lima macam hukum: terbebas dari hukuman tuduhan, hukuman wajib
dijatuhkan kepada yang tertuduh, hilangnya hak tidur bersama, penafian
anak bagi suami, dan haram berhubungan suami isteri selamanya.(62)
Hukuman bisa gugur atas isteri (tertuduh) dengan cara bersumpah li’an,
dengan ucapan: “Aku bersaksi kepada Allah, bahwa si Fulan (suami)
ini adalah berdusta, terhadap tuduhan bahwa saya berzina”,
sebanyak empat kali, setelah mendapatkan nasehat dari hakim, dia
mengucapkan sumpah yang kelima dengan ucapan: “Murka Allah akan
menimpaku, bila dia (suami) benar”.(63)

(Fasal): Wanita yang dalam keadaan iddah itu ada dua macam: karena
ditinggal mati suaminya, dan bukan karena ditinggal mati suaminya.
Karena ditinggal mati suaminya: apabila dalam keadaan hamil, maka
iddahnya sampai dia melahirkan kandungannya, (64) apabila wanita
tersebut tidak hamil, maka iddahnya selama empat bulan sepuluh hari. (65)
Adapun yang bukan karena kematian suaminya: (66) apabila dalam
keadaan hamil, maka iddahnya sampai melahirkan kandungannya, (67)

Allah tidak akan memasukkanya ke dalam surga-Nya Allah. Dan siapapun lelaki mengingkari
anaknya padahal ia tahu (bahwa ia adalah anaknya), maka Allah akan menutup dia dari
padanya, dan Allah akan membuka aibnya kepada setiap kepala manusia sejak awal sampai
akhir zaman.
)62( Hadits riwayat al Bukhary (5009), dan Muslim (1494), dari Ibnu Umar ra., bahwasanya

Nabi saw. menyumpah li’an kepada seorang lelaki dengan isterinya, menafikan hubungan
nasab dengan suami terhadap anak yang akan dilahirkan, memisahkan hubungan mereka, dan
menjadikan nasab bayi yang akan dilahirkan hanya kepada wanita yang melahirkannya.
Dalam hadits riwayat al Bukahry (5006) Nabi saw. bersabda kepada keduanya: Hisab kalian
berdua di tangan Allah, salah seorang dari kamu berdusta, tidak ada jalan bagi kamu untuk
mengikat hubungan suami isteri dengannya lagi. Artinya: Tidak ada hak bagi untuk rujuk
kembali dan beretmu antara kalian berdua, sekalipun dengan akad nikah baru. Perhatikan CK.
No: 61.
)63( Firman Allah Ta’alaa: “Isterinya itu terhindar dari hukuman dengan sumpah empat kali

atas nama Allah, sesungguhnya suaminya termasuk orang-orang yang berdusta. Dan sumpah
yang kelima: bahwa la’nat Allah akan menimpanya, jika suaminya termasuk orang-orang
yang benar”. (an Nuur: 8 –9). Menurut riawayat Muslim (1493): “Kemudian beliau
memanggilnya dan menasehati serta memperingatkannya, dan memberitahukan kepadanya,
bahwa siksa dunia lebih ringan dibandingkan dengan siksa di akhirat”.
)64( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah

mereka itu ialah sampai melahirkan kandungan mereka”. (at Tholaq: 4). Hadits riwayat al
Bukahry (5014), dari al Miswar bin Makhromah ra. Bahwasanya Subai’ah al Asalamah
melahirkan semalam setelah suaminya meninggal dunia, dia datang kepada Nabi saw. untuk
meminta izin menikah lagi, maka beliau mengizinkannya, maka dia menikah.
)65( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Orang-orang ayng meninggal dunia dan

meninggalkan isteri, maka hendaklah isteri-isteri itu menjaga diri (beriddah) selama empat
bulan sepuluh hari. Apabila sudah sampai batas iddahnya, maak tidak berdosa atas kamu
terhadap apa yang mereka lakukan utnuk dirinya sendiri secara baik, dan Allah Maha Tahu
apa yang kamu kerjakan”. (al Baqoroh:234). Pengertian terhadap yang mereka lakukan:
untuk berhias diri, bertatap muka untuk berbicara, atau menikah, dan sebagainya.

109
apabila tidak hamil – bagi mereka yang masih haid – maka iddahnya
selama tiga kali suci,(68) dan itu sangat jelas, apabila wanita masih kecil
atau sudah tidak haid lagi, maka iddahnya selama tiga bulan. (69)
Wanita yang diceraikan suaminya sebelum disetubuhinya, maka tidak
ada waktu iddah atasnya.(70)
Iddah bagi amat (budak wanita), apabila dalam keadan hamil iddahnya
sampai dia melahirkan kandungannya, apabila menggunakan ukuran
“aqrok” (berapa kali suci), maka iddahnya dua kali suci,(71) apabila
menggunakan hitungan bulan, apabila karena kamatian suaminya,
iddahnay dua bulan lima hari, dan apaila karena ditholak (dicerai), maka
iddahnya dua setengah bulan,(72) apabila iddahnya diperpanjang menjadi
dua bulan lebih baik.(73)

(Fasal): Wajib bagi mantan suami terhadap wanita (mantan isteri) yang
masih dalam iddah untuk memberikan perumahan dan nafkah, dan wajib
bagi suami terhadap mantan isteri yang sudah ditalak tiga memberikan

)66( Misalnya bercerai dengan suaminya sebab li’an, atau fasakh, setelah disetubuhi, dan
sebagainya.
)67( Perhatikan CK. No: 64.

)68( Berdasarkan firman alah ta’alaa: “Wanita-wanita yang dicerai, hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quruk (haid/suci), dan tidak halal bagi mereka menyembunyikan apa
yang diciptakan oleh Allah dalam rahimnya, apabila mereka beriman kepada Allah dan hari
akhir”. (al Baqoroh: 228). Pengertian “quruk” adalah satuan waktu antara dua haid, dan
secara mutlak diartikan dengan waktu haid.
)69( Al – ayisah: wanita yang sudah tua yang sudah terputus dari haid, dan susah untuk

mengembalikan lagi ke masa sebelumnya. Firman Allah Ta’alaa: “Dan wanita-wanita yang
putus haid, jika kamu ragu tentang masa iddah mereka, maka iddah mereka adalah tiga bulan,
dan begitu pula bagi wanita yang tidak haid”. (at Tholaq: 4).
)70( Berdasarkan firman Allah ta’alaa; “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu

menikahi perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
setubuhinya,maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang akmu minta untuk
menyempurnakannya, maka berilah mereka itu mut’ah (hadiah) dan lepaskanlah mereka
dengan baik”. (al Ahzab: 49).
)71( Berdasarkan pernyataan Umar dan anaknya ra.: Diperhitungkan iddah amat dua kali

suci/haid, dan pendapat ini tidak ada ayng menolaknya dari kalangan sahabat, maka pendapat
Umar ini menjadi ijmak ulama’. Karena budak itu hanya separoh dari wanita merdeka dalam
banyak hukum Islam. Dan diqiyaskan kepada budak laki-laki, dalam hal hak tholak terhadap
isterinya hanya dua kali. (Nihayah).
)72( Diqiyaskan kepada yang menggunakan hitungan aqrok, dalam hal setengah dari wanita

merdeka.
)73( Oleh karena bulan itu pengganti dari aqrok, dan bagi wanita merdeka dibuat tiga bulan

sebagai ganti tiga kali suci, demikian pula yang lebih baik bagi amat bila dihitung iddahnya
dua bulan sebagai penganti dua kali suci/haid.

110
perumahan tanpa nafkah, kecuali bila mantan isteri tersebut dalam
keadaan hamil.(74)

Wajib bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya untuk ihdaad,
yakni menahan diri dari berhias dan memakai wewangian (bermake
up).(75) Dan bagi wanita yang ditinggal mati suaminya diharuskan tetap
tinggal dalam rumah kecuali apabila ada keperluan penting. (76)

(Fasal); Barang siapa yang memiliki amat (budak wanita) yang baru,
diharamkan baginya untuk bermesraan dengannya sampai betul-bertul
dia bebas: apabila dia masih bisa haid supaya ditunggu sesudah haid satu
kali, apabila dia waniat yang iddahnya dihitung dengan bulan, maka
cukup ditunggu sampai satu bulan saja, apabila dia wanita yang sedang
hamil, ditunggu sampai dia melahirkan kandungannya. (77)

)74( Maka wajib diberi nafkah, berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Tempatkanlah mantan
isteri kamu di mana sesuai dengan kemampuanmu, dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk mempersempit mereka, apabila mereka sedang dalam keadaan hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkah hidupnya hingga mereka melahirkan kandungannya.
Apabila mereka menyusui anak-anak kamu untukmu, maka berilah upahnya, dan
musayawarahkanlah antara kamu segala sesuatu dengan baik. Dan jika kamu menemui
kesulitan dalam hal penyusuan anak, maka perempuan lain untuk menyusui anakmu itu”. (at
Tholaq: 6). Hadits riwayat ad Daroquthny dan an Nasaie (VI/144), tenatng kisah Fathimah
binti Qois ra., ketika diceraikan oleh suaminya dengan talak tiga, dia tetap tinggal serumah
dengannya, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Sesungguhnya nafkah dan
perumahan itu hak bagi mantan isteri yang dapat dirujuk kembali”. Dalam riwayat Abu
Dawud (2290), beliau bersabda kepadanya: “Tidak ada hak mendapatkan nafkah bagimu,
kecuali bila engkau dalam keadaan hamil”.
)75( Hadits riwayat al Bukahry 95024) dan Muslim (1486, 1489), dari Ummi Habibah ra. ia

berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Tidak halal bagi wanita yang beriman
kepada Allah dan hari akhir untuk ihdad (berkabung) atas mayit lebih dari tiga malam,
kecuali atas kematian suami, yakni selama empat bulan sepuluh hari”. Dan hadits riwayat al
Bukhary (307) dan Muslim (938), dari Ummi Athiyah al Anshory ra. ia berkata: Kami
dilarang untuk ihdad terhadap mayit lebih dari tiga hari, kecuali terhadap suami selama empat
bulan sepuluh hari, dan kami tidak memakai celak, tidak memakai wewangian, tidak
memakai pakaian yang indah-indah, tetapi kami memakai pakaian harian biasa, dan kami
diberi keringan pada saat kami bersuci, ketika di antara kami mandi dari haid, dalam hal
memotong kuku, dan kami dilarang untuk mengantarkan jenazah.
)76( Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah

mereka, dan jangan diizinkan keluar kecuali kalau mereka melakukan perbuatan keji yang
terang-terangan. Itulah hukum Allah dan barang siapa melanggar hukum Allah, maka
sungguh telah berbuat dholim terhadap dirinya sendiri”. (at Tholaq:1). Hadits riwayat Muslim
(1483), dari Jabir ra. ia berkata: Bibi saya diceraikan oleh suaminya, dia bermaksud untuk
memotong buah kurmanya, maka ada seorang lelaki yang melarang dia untuk keluar rumah,
maka dia datang melapor kepada Nabi saw. maka beliau bersabda: “Potonglah kurmamu,
sesungguhnya mudah-mudahan akan bersedakah dengan kurma itu, atau engkau akan berbuat
baik”.
)77( Dasar masalah ini adalah hadits riwayat Abu dawud (2157), dari Abi Sa’id al Khudzrie

ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda dalam hal wanita tawanan perang dari orang kafir

111
Apabila tuan dari ummil walad, maka dia harus membebaskan dirinya
sebagaimana amat.(78)
(Fasal): Apabila seorang wanita menyusui anak laki-laki dengan air
susunya, maka anak tersebut menjadi anak susuan bagi wnita
menyusuinya dengan dua syarat: pertama: anak dimaksud umurnya di
bawah dua tahun,(79) kedua: dia menyusuinya sebanyak lima kali secara
terpisah,(80) dan jadilah suami dari wanita yang menyusi menjadi ayah
bayi yang disusuinya.(81

di lembah Authos sesudah perang Khunain: “Janganlah disetubuhi wanita budak yang hamil
sampai dia melahirkan kandungannya, dan jangan pula terhadap wanita budak yang tidak
hamil sampai dia haid satu kali”, dan diqiyaskan selain wanita tawanan perang tersebtu,
karena hak kepemilikan.
)78( Diqiyaskan kepada amat, dan hadits riwayat Malaik (II/592), dari Abdullah bin Umar ra.

bahwa dia berkata: Iddah ummil walad, apabila ditinggal mati oleh tuannya adalah satu kali
haid. Ummul walad adalah amat (budak wanita) yang disetubuhi oleh tuannya, lalu dia hamil
karenanya dan memberikan anak.
)79( Hadits riwayat al Bukhary (4814), dari A’isyah ra. bahwasanya Nabi saw.masuk

kerumahnya dan di sampingnya ada seorang lelaki, sepertinya beliau berobah air mukanya
karena tidak suka terhadap hal itu, maka A’isyah berkaat: Sesungguhnya dia adalah saudara
lelakiku. Maka beliau bersabda: “Perhatikanlah saudaramu, sesungguhnya yang disebut
saudar rodlo’ah (sepersusuan) karena kelaparan”, artinya: Diharamkan saudara sepersusuan
apabila disusui ketika pada saat manusai sedang lapar untuk menghentikan kelaparan dan
mengenyangkannya ketiak disusui, dan hal itu tidak bisa terjadi kecuali ketika anak masih
kecil. Hadits riwayat at Tirmidzy (1152), dari Ummi Salamah ra. ia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak haram karena sepersusuan, kecuali susu tersebut mengenyangakn bayinya,
dan bay tersebut masih saat membutuhkan air susu ibu, dan bayi yang belum waktunya
disapih (belum umur dua tahun)”. Firman Allah Ta’alaa: “Dan menyapihnya setelah umur
dua tahun” (Luqman: 14). Dan firman Allah Ta’alaa: “Dan bagi kaum ibu wajib menyusui
anaknya selama dua tahun penuh, bagi orang yang ingin menyempurkan penyusuan
anaknya”. (al baqoroh: 233). Dan hadits riwayat ad Daroquthny (IV/174), Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak ada rodlo’ah kecuali dia masih dalam usia dua tahun”. Perhatikan CK. No:
19 dan 23.
)80( Hadits riwayat Muslim (1452), dari A’isyah ra. Pada saat diturunkannya sebagian al

Qur’an: sepuluh kali susuan yang ditentukan maka menjadi haram, lalu di nasakh (diganti)
menjadi lima kali susuan yang ditentukan, kemudain Rasulullah saw. wafat, dan mereka
memberlakukan apa yang dibaca dalam al Qur’an. Artinya apabila hal itu dinasakh, maka
datangnya sudah akhir, sampai beliua wafat, dan sebagian manusia tetap berpegang apa yang
telah dibaca dalam al Qur’an. Oleh akrena nasakh tersebut belum sampai kepadamereka.
Yang dimaksudkan dengan tertentu adalah setiap satu kali menyusui terpisah dengan
penyusuan lainnya, yakni terpisah sampai bayi kenyang. Hadits riwayat Muslim (1451), dari
Ummi al Fadlel ra, bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Tidak menjadi haram apabila hanya
satu atau dua kali penyusuan, atau hanya satu atau dua kali isapan”.
81( Hadits riwayat al Bukhary (4518), Muslim (1445), bahwasanya A’isyah ra. berkata:

Aflah meminta izi kepada saya , saudara Abul Qu’ais, sesudah turunnya ayat tenatng hijab,
maka saya menjawab: Saya tidak akan mengizinkan padanya sampai dia meminta izin
tenatgn hal itu kepada Nabi saw.. Sesungguhnya saudaranya Abul Qu’ais tidak menyusui
aku, dan yang menyusui aku adalahisteri Abul Qu’ais. Maka Nabi saw. masuk ke rumah saya
dan saya berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Aflah, saudara Abul Qu’ais

112
Diharamkan orang yang disusui menikahi wanita yang telah menyusui
dirinya, dan haram pula orang yang dinasabkan kepadanya,(82) dan
diharamkan atas wanita yang menyusui kepada yang disusui dan anak
dari lelaki yang disusuinya,(83) tidak termasuk orang yang setingkat
dengannya,(84) atau tingkat yang lebih tinggi dari padanya.(85)

(Fasal): Nafkah terhadap pangkal pokok keluarga hukumnya wajib untuk


kedua orang ibu bapak,(86) dan anak-anaknya.(87)

meminta izin, dan saya menolak untuk memberikan izin kepaadnya sampai dia meminta izin
kepada tuan. Maka Nabi saw. bersabda: “Apa yang menghalangimu untuk memberi izin
pamanmu?”. Saya berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya seorang lelaki tidak menyusui
aku, tetapi yang menyusui aku adalah isteri Abul Qu’ais, maka beliau bersabda: “Berilah dia
izin, sesungguhnya dia adalah pamanmu, maka tangan kanamu akan diberkati Allah”. Arti
dari kata: ""‫"تربا ييإا‬ adalah: “engkau akan menang dan beruntung”, sedangkan arti
sebenarnya adalah: “engkau menjadi sulit, dan tanganmu penuh dengan debu”.
)82( Artinya orang yang dinasabkan kepadanya baik sebagai nasab sesungguhnya atau karena

melalui rodlo’ah (penyusuan), seperti anak perempuannya, atau saudara perempuannya dan
sebagainya.
)83( Perhatikan CK. No: 19 dan 23.

)84( Seperti saudaranya atau anak laki-laki pamannya.


)85( Seperti ayahnya atau pamannya.
)86( Berdasarkan firman A;lla Ta’alaa: “Dan pergaulilah kedua orang tuamu di dunia ini
dengan baik”, (Lukman: 15), memberikan nafkah kepada keduanya dengan baik pula.
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya yang paling baik untuk dimakan oleh seorang
lelaki adalah dar hasil karjanya sendiri, dan anak-anaknya dari dari hasil kerjanya sendiri”,
diriwayatkan oleh Abu dawud (3528), dan at tirmidzy (1358), dan lainnya, dari A’isayah ra.
Dan dari Abu dawud (3530): “Engkau dan hartamu adalah milik orang tuamu, sesungguhnya
anak-anak kamu adalah dari hasil kerjamu yang terbaik, makanlah dari hasil karya anakmu”.
Dan hadits riwayat an Nasaie (V/61), dari Thoriq al Muharibie ra. ia berkata: Saya tiba di
Madinah, ketika itu Rasulullah saw. sedang berdiri di atas mimbar untuk ebrkhotbah kepada
manusia, beliau bersabda: “Tangan pemberi yang di tinggi, dan utamakan orang ayng
terdekat, ibumu, ayahmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, lalu yang dekat
padamu, dan ayng dekat denganmu”, artinay: kerabatmu. Hadits riwayat Abu Dawud (1540),
dari Kulaib bin Manfa’ah dari kakeknya ra. bahwasanya dia datang kepaad Nabi saw. dan
berkata: Wahai Rasulullah, siapakah orang di amna aku harus berbuat paling baik? Belaiu
menajwab: “Ibumu dan ayahmu, saudara perempuanmu dan saudara laki-lakimu, budakmua
yang mengurusi urusanmu, suatu hak dan kewajiban dan kasih sayang yang tak terputus”.
)87( Allah berfirman: “Dan para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun

penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan
makanan dan pakaian dengan cara yang baik”. (al Baqoroh: 233). Dan firman Allah Ta’alaa:
“Dan jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya”. (at tholaq: 6). Dua ayat tersebut memjelaskan bahwa ayah wajib memberi nafkah
kepada wanita yang menyusui anaknya, dan ini sabagai adlil bahwa kewajiban memberikan
nafkah kepada anak lebih penting. Hadits riwayat al Bukhary (5049), dan Muslim (1714),
dari A’isyah ra. bahwasanya Hindun binti Utbah berkata: Wahai Rasulullah, bahwa Abu
Sufyan seorang lelaki yang kikir, dia tidak pernah memberi belanja kepadaku yang dapat
mencukupi kebutuhanku dan anak-anakku, kecuali saya harus mengambil dari padanya tanpa
dia ketahui, maka beliau bersabda: “Ambillah secukup kebutuhanmu dan anakmu dengan

113
Adapun terhadap dua orang tua: wajib untuk diberi nafkah dengan dua
syarat: karena fakir dalam keadaan cacat, atau fakir dalam keadaan gila.
Sedangkan untuk anak-anak: wajib diberi nafkah dengan tiag syarat: fakir
dalam keadaan masih kecil, fakir dalam keadaan cacat, dan fakir dalam
keadaan gila.
Nafkah bagi budak, dan hewan piaraan hukumnya wajib, dan tidak
diperbolehkan memberikan beban tugas yang di luar kemampuannya. (88)
Memberi nafkah kepada isteri demi kesehatan dirinya adalah wajib, (89)
dengan pertimbangan sebagai berikut: apabila suami kondisinya mampu,
maka jatahnya dua mud bahan makanan pokok yang dkonsumsi
amsyarakata setempat,_90) wajib memberikan bahan lauk pauk dan
pakaian yang berlaku bagi adat kebiasan, apabila suami dalam kondisi
kurang mampu, maka cukup satu mud dari bahan makanan pokok
masyarakat umum, dan yang biasa dikonsumsi dan ditempati oleh
masyarakat kurang mampu. Apabila kondisi suami cukupan, maka satu

cara yang baik”, artinya: sebagaimana yang diketahui manusia dan dengan nafkah yang
sesuai dengan kamu, dengan menyesuaikan kondisi suami tidak boros dan kikir.
)88( Hadits riwayat Muslim (1662), dari Abi Hurairoh ra., bahwasanya Rasulullah saw.

bersabda: “Bagi budak mempunyai ahk untuk mendapatkan makanan dan pakaian, dan tidak
dibebani pekerjaan, kecuali seuai dengan kekuatannya”. Hadits riwayat al Bukahry (30), dan
Muslim (1661), dari Abi Dzar ra., Rasulullah saw. bersabda: “Saudaramu, pamanmu, yang
ditakdirkan oleh Allah berada di abwah atnganmu, barang siapa yang saudaranya berada di
bawah tangannya, hendaklah memberinya makan sama dengan apa yang ia makan, dan
memberinya pakaian seperti yang ia pakai, dan janganlah membebani mereka pekerjaan yang
membuat dia lemah dan tidak kuat, apabila kamu membebani tugas berat, hendaklah pastikan
bahwa mereka mampu”. Hadits riwayat al Bukahry (3295), dan Muslim 2242), dari Ibnu
Umar ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Disiksa seorang wanita disebabkan oleh
seekor kucing, dia mengurungnya sampai mati, maka dia akan diamsukkan ke dalam neraka,
dia tidak memberinya makan dan minuman, ketika dia mengurungnya, dan tidak juga
membiarkan dia memakan seranga bumi”. Ini menunjukkan atas wajibnya memberi nafkah
kepada hewan yang dikurung, termasuk bila memberi pekerjaan budak mereka itu sibuk
untuk melakukan demi kabaikan tuannya.
)89( Firman Allah ta’alaa: “Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena

Allah telah melebihkan sebagian mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena
kaum lelaki telah menafkahkan harta mereka”. (an Nisak: 34). Ayat ini menjelaskan bahwa
suami dituntut untuk memberi nafkah isteri. Dalam hadits Jabir ra. yang diriwayatkan oleh
Msulim (1218): “Takutlah kepada Allah tentang wanita, sesungguhnya kamu mengambilnya
berdasarkan amanat dair Allah, dan dihalalkan bagimu farjinya dengan kalimat Allah, hak
kamu terhadap mereka agar tidak akan ditiduri tempat tidur kamu oleh lelaki yang kamu
benci, apabila isteri berbuat demikian, maak pukullah mereka dengan pukulan yang tidak
menyakiti pisik, dan kewajiban kamu untuk meberi rizki mereka dan pakaian mereka dengan
cara yang baik, dan saya telah meninggalkan untuk kamu sesuatu yang kamu tidak akan sesat
sesudahnya apabila kamu berpegang teguh dengannya: yakni Kitabullah”. Di natra perbuatan
yang baik adalah memberikan makanan yang dimakan oleh masyarakat yang sebanding
dengannya dari penduduk setempat, dam memberi pakaian yang biasa diapkai oleh
masyarakat setempat. Perhatikan CK. No: 87.
)90_ Artinya bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat.

114
setengah mud, dan dengan lauk pauk serta perumahan yang kelas
menengah.(91)
Apabial seorang yang melayani dirinya sesuai dengan ketentuan, maka
wajib mendapatkan imbalan sesuai dengan pelayanannya.(92)
Apabila seorang suami tidak mampu meberikan nafkah kepada isterinya,
maka isteri berhak melakukan fasah (pemabatalan) nikahnya,(93)
demikian pula bila suami tidak mampu membayar maskawin sebelum
menyetubuhi isterinya.

(Fasal): Apabila seorang suami meceraikan isterinya dan dia mempunyai


anak (masih kecil), maka isteri lebih memiliki hak asuh terhadap anaknya
sampai umur tujuh tahun,(94) lalu ia disuruh memilih antara kedua orang
tuanya, dan dia harus diserahkan kepada siapa yang dipilihnya. (95)

)91( Firman Allah Ta’alaa: “Hendaklah orang yang mampu meberikan nafkah menurut
kemapuannya. Dan orang ayng disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dengan
ahrta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepaadnya. Kelak Allah akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan”. (at Tholaq: 7). Hadits riwayat Abu Dawud (2144), dari
Mu’awiyah al Qusyairie ra. ia berkata: Saya datang menghadap Rasulullah saw. dan saya
menyampaikan apa ayng dikatakan oleh isteri-isteri kami, beliau bersabda: “Berilah makanan
dari apa yang kamu makan, dan berilah pakaian dari apa yang kamu pakai, janganlah kamu
memukulnya dan janganlah kamu menjelek-jelekkannya”. Ini untuk diketahui kejadian besar
dalam hal batasan-batasan nafkah sesuai dengan zaman, tempat, dan kondisi, dan
kesemuanya ini bila suami tidak dalam keadaan miskin dan isteri amkan bersamanya, apabila
demikian (suami miskin) maka gugurlah kewajiban memberi nafkah, perhatikan CK. No: 87
dan 90.
)92( Apabila ia memintanya demikian, sesungguhnya terhapa keluarga harus berbuat dengan

baik.
)93( Hadits riwayat ad Daroquthny (III/297), dari Abi Hurairoh ra., bahwasanya Nabi saw.

bersabda: tentang suami yang tidak memiliki kemampuan memberi nafkah kepada siterinya:
“Diceraikan antara keduanya”.
)94( Hadits riwayat Abu Dawud (2276) dan lainnya, dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya,

dari kakeknya ra., bahwasanya Rasulullah saw. didatangi oleh seorang wanita lalu ia berkata:
Wahai Rasulullah, Sesungguhnya anaku ini, perutku sebagai wadahnya, payudaraku sebagai
sumber minumannya, kamar tidurku yang melindunginya, dan sesungguhnya ayahnya telah
menceraikanku, dan dia bermaksud untuk mencabutnya dari asuhanku. Maka Rasulullah saw.
bersabda kepadanya: “Engkau lebih berhak terhadapnya, selama engkau belum menikah
kembali”.
)95( Hadits riwayat at Tirmidzy (1357), dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra., bahwasanya Nabi

saw. memberikan hak pilih kepada seorang anak antara ayah atau ibunya. Dan di dalam satu
riwayat Abu Dawud (2277) dan lainnya, bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullh saw.
dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya suamiku ingin pergi bersama anakku, sungguh
dia telah memberi minum kepadaku dari sumur Abi Inabah, dan telah memberikan manfaat
kepadaku. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Undilah antara kamu berdua terhadap dia”.
Maka suaminya berkata: Siapakah yang memberikan hak padaku terhadap anakku? Maka
Nabi saw. bersabda: “Ini ayahmu, dan ini ibumu, maka peganglah tangan siapa yang engkau
kehendaki (pilih)”. Maka anak tersebut memegang tangan ibunya, maka ibunya
meninggalkan tempat dengan anaknya. Yang dimaksud dengan sumur Abi Inabah adalah:

115
Persyaratan hadlonah (hak asuh) ada tujuh: berakal sehat, merdeka,
beragama Islam,(96) perwira (terhormat), terpercaya, bertanggung jawab,
dan tidak mempunyai suami,(97)

suatu sumur tertentu, jelasnya di tempat yang jauh. Maksudnya adalah: bahwa anaknya sudah
besar, sudah bisa mandiri dan memberikan manfaat bagi ibunya, setelah dididik sejak kecil.
)96( Bahw orang yang mengasuh harus muslim, bila yang diasuh muslim.

)97( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Selama belum menikah lagi”, perhatikan CK. No:
94.

116
KITAB JINAYAT
(PEMBUNUHAN ATAU PENCEDARAAN ANGGOTA TUBUH)

Pembunuhan itu ada tiga kategori: ‘amdun mahdlun (benar-benar


dengan sengaja), khotho-un mahdlun (salah semata-mata), dan ‘amdun
khothok (sengaja tapi salah).
Pembunuhan ‘amdun mahdlun adalah: memukul dengan sengaja
menggunakan alat yang menurut kebiasaan dapat mematikan, dan yang
demikian itu sengaja untuk membunuhnya, (1) maka wajib atasnya
diqoshsos (hukuman mati),(2) apabila dimaafkan oleh keluarganya, maka
dia wajib membayar diyat mugholladhoh (denda diperberat) dan wajib
dibayar secara tunai dari harta si pembunuh.(3)

)1( Pembunuhan ini termasuk dosa besar, dan dosa yang sangat mengerikan, Allah Ta’alaa
berfirman: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya ialah neraka Jahannam, ia kekal di dalamnya, dan Allah amat murka kepadanya,
dan melaknatnya, dan menyediakannya siksa yang berat”. (an Niasak: 93). Rasulullah saw.
bersabda: “Jauhilah olehmu tujuh dosa yang merusak”, yakni yang menghancurkan yang
dapat memasukkan pelakunya ke dalam neraka. Salah satunya: “Pembunuhan terhadap jiwa
yang diharamkan oleh Allah, kecuali dengan hak”, riwayat Muslim (89), dari Abi Hurairoh ra.
Dan riwayat Ibnu Majah dengan sanad shohih (2619), dari al Barrok bin Azib ra. bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda: “Hilangnya dunia ini lebih ringan menurut Allah dibandingkan
dengan pembunuhan terhadap mukmin tanpa hak”, riwayat at Tirmidzy (1395) dan lainnya,
dari Ibnu Amru ra.
)2( Atau qishos: yakni hukuman mati kepada si pembunuh, Allah Ta’alaa berfirman: “Hai

orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishos berkenaan dengan orang yang dibunuh;
orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita. Maka
barang siapa mendapatkansuatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti dengan cara
yang baik. Yang demikian itu adalah suatu keringan dari Tuhanmu, dan suatu rahmat. Barang
siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. (al
Baqoroh:178). Dan hadits riwayat al Bukhary (4228), dan lainnya, dari Ibnu Abbas ra. ia
berkata: Pemaafan itu suatu kesediaan untuk menerima diyat (tebusan) sebab pembunuhan
secara sengaja. Sedang yang dimaksud mengikuti dengan baik: Pemberi maaf selaku peminta
diyat harus mengikuti dengan baik, dan bagi si pembunuh membayar diyat dengan baik pula.
Tidak ada perbedaan dalam hal wajibnya qishos antara laki-laki dan wanita, berdasarkan
firman Allah Ta’alaa: “Dan akmi telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at Taurat)
bahwasanya: jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata …..”. (al Maidah:45). Diriwayatkan
oleh at Thobrony, dari Ibnu Amru bin Hazem al Anshory ra., bahwasanya Rasulullah saw.
bersabda: “Pembunuhan sengaja hukumannya qishos”.
)3( Hadits riwayat al bukahry (112), dan Muslim (1355), dari Abi Hurairoh ra., bahwasanya

Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang keluarganya dibunuh oleh pembunuh, maka dia
berhak memilih salah satu dari dua: boleh memilih hukuman bunuh, atau minta diyat
(tebusan), diyat itu wajib dibayar tunai dari harta pembunuh, sebagai hukuman berat atasnya.
Hadits riwayat al Baihaqy (V/104), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Tidak boleh diyat atas
pembunuhan dengan sengaja secara langsung, dan tidak ada perdamaian, dan tidak diyat
pidana atas dasar pengkuan tanpa saksi, dan tidak dianggap perbuatan jinayat perbuatan
budak”. Malik menjelaskan di dalam al Muwathok (II/865), dari Ibnu Syihab, bahwa dia
berkata: Telah berlaku sunnah Rasul, bahwa pemebayaran diyat secara langsung tidak
mempengeruhi sedikitpun diyat pembunuhan dengan sengaja, kecuali bila mereka

116
Pembunuhan khotho-un mahdlun: misalnya seorang melempar kepada
sesuatu, ternyata mengenai seorang tertentu kemudian orang tersebut
mati, maka dia (pelempar) tidak dikenai hukuman qishos, tetapi dia wajib
membayar diyat mukhoffafah (denda diperingan), kepada keluarganya
dengan cara mengangsur selama tiga tahun lamanya.(4)
Pembunuhan ‘amdun khothok: bila seorang dengan sengaja memukul
orang lain dengan alat pukul yang pada kebiasaanya tidak mematikan,
ternyata dia (yang dipukul) mati, maka orang yang memukul tidak
dihukum qishos, tetapi dihukum dengan diyat mugholladhoh (denda
berat) yang diserahkan kepada keluarganya, dan pembayarannya diangsur
selama tiga tahun.(5)
Syarat wajibnya qishos ada empat macam: pembunuhnya sudah baligh,
berakal sehat,(6) bukan orang tua yang terbunuh,(7) yang terbunuh tidak

menghendaki yang demikian itu. Al Aqilah adalah: pihak keluarga siterbunuh, aqilah juga
diartikan sebagai tebusan yang diterima oleh keluarga siterbunuh,.
)4( Allah Ta’alaa berfirman: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang

mukmin lainnya, kecuali karena salah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh orang
mukimin dengan tidak sengaja, hendaklah dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman atau membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka
bersedekah”. (an Nisak: 92). Keberadaan pembayaran diyat, berdasarkan hadits riwayat al
Bukahry (6512), dan Muslim (1681), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Dua orang wanita dari
suku Hudzail saling bertengkar, maka yang satu melempar yang lain dengan batu, lalu yang
dilempar mati dan mati pula janin yang ada di dalam rahimnya, mereka meminta keadilan
kepada Rasulullah saw., maka beliau memutuskan, bahwa diyat untuk janinnya adalah
ghurroh seorang budak laki-laki, atau wanita, dan diyat atas kematian wanita kepada keluarga
siterbunuh. Ghurroh ialah: tanda putih pada dahi budak, yang menunjukkan bahwa dia adalah
budak penuh. Mereka menyatakan: Pembunuhan ini menyerupai disengaja (syibhu ‘amdin),
maka diputuskan dalam hal ini hukumannya diyat yang diserahkan kepada keluarganya, dan
kalau hal itu ditetapkan terhadap pembunuh karena salah (tidak sengaja) adalah lebih tetapat.
Hadits riwayat Ibnu Majah (2633), dari al Mughiroh bin Syu’bah, ia berkata: Rasulullah saw.
memutuskan untuk membayar diyat kepada keluarganya bagi pembunuhnya. Dengan cara
mengangsur selama tiag tahun, berdasarkan riwayat dari Umar, Ali, Ibnu Umar dan Ibnu
Abbas ra., bahwasanya mereka memutuskan demikian, dan tidak ada yang mengingkarinya,
sehingga dianggap sebagai ijmak, mereka tidak akan memutuskan demikian kecuali
berdasarkan ilmu dari Rasulullah saw. (tauqif), bahkan as Syafi’ie menyatakan: Saya tidak
tahu adanya perbedaan, bahwa Rasulullah saw. memutuskan dengan diyat atas si pelaku,
diangsur selama tiga tahun. At Tirmidzy menyatakan (1386): Ahli ilmu telah sepakat bahwa
diyat ditarik selama tiga tahun, perhatikan kitab Nailul Author: VII/90. (VII: 142 keatas)
)5( Hadits riwayat Ibnu Majah (2627), dan Abu Dawud (4547), dan lainnya, dari Abdullah

ibnu Umar ra., dari Nabi saw. beliau bersabda; “Pembunuhan yang salah serupa dengan
disengaja, pemukulan dengan cambuk atau tongkat, seratus – dalam satu riwayat: di dalamnya
seratus – ekor onta: 40 ekor onta kholifah yang sudah hamil”. Perhatikan CK. No: 14. Hadits
riwayat Abu Dawud (4565), bahwasnya Nabi saw. bersabda: “Diyat pembunuhan seperti
sengaja (syibihu ‘amdin) adalah diperberat, seperti diyat pembunuhan pembunuhan yang
disengaja, pembunuhnya tidak dibunuh”. " ‫اليةل‬ ‫ "العقل‬Diyat yang diperberat keberadaanya
ada tiga macam sebagaimana akan dijelaskan nati. Perhatikan CK. No: 4.
)6( Oleh karena qishos adalah hukuman badaniyah, dan hukuman tidak bisa diberlakukan

kecuali karena kejahatan pidana, pelaku yang masih anak-anak, atau gila tidak disebut

117
lebih rendah derajatnya dibanding si pembunuh, karena kafir atau
budak.(8)
Dihukum bunuh sejumlah orang karena membunuh seorang bersama-
sama.(9)
Semua kejahatan antara dua orang yang diberlakukan hukum qishos
dalam kaitannya dengan hilangnya jiwa seseorang, maka berlaku pula
antar manusia terhadap anggota tubuh.(10)
Dan syarat wajibnya qishos terhadap anggota tubuh, selain syarat-syarat
sebagaimana yang telah dijelaskan di muka, maka ada dua: harus sama
dalam hala nama anggota tubuh secara spesifik: kanan dengan kanan, kiri
dengan kiri, dan tidak antara dua anggota (yang hilang dan penggantinya)
tidak lumpuh (invalid).(11) Dan setiap anggota tubuh yang terambil dari
ruas-ruasnya, maka hukumanya juga qishos,(12) dan tidak diqishos karena
melukia tubuh, kecuali luka yang menulang (sampai kalihatan tulang).(13)

penggaran pidana, oleh karena tidak tidak adanya kesengajaan untuk membunuh, dan tidak
bisa dianggap orang yang bertanggung jawab terhadap hukum, dan tidak ada qishos untuk
keduanya dalam pembunuhan yang mereka lakukan, sekalipun tampaknya disengaja.
)7( Apabila pembunuh dengan sengaja adalah ayah dari yang terbunuh, maka pembunuh tidak

dihukum bunuh, berdasarkan hadits riwayat ad Daroquthny (III/141), dari sabda Rasulullah
saw.: “Tidak dihukum bunuh karena terbunuhnya anak oleh ayahnya”, termasuk ayah adalah
kakek atau ayahnya kakek.
)8( Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (6507), dari Ali ra., dariRasulullah saw.: “Tidak

dibunuh seorang mukmin karena membunuh orang kafir”. Dan berdasarkan firman Allah
ta’alaa: dalam ayat qishos: “Merdeka dengan merdeka”. Dan dari Ali ra. ia berkata: menurut
sunnah: Tidak dibunuh orang merdeka karena membunuh budak. Menurut hadits Abu Dawud
(4517): Tidak dibunuh orang merdeka karena membunuh budak.
)9( Hadits riwayat Malik dalam al Muwathok (II/871), dari Sa’id ibnu Musayyab, bahwasanya

Umar ibnu Khothob ra. menghukum bunuh sejumlah orang – lima atau tujuh – karena
membunuh seorang dengan cara melakukan tipu daya. Umar berkata: Kalau seandainya
sepakat penduduk Shon’ak, niscaya saya bunuh semuanya. Dan diriwayatkan seperti hadits itu
dari sahabat yang lain dan mereka tidak mengingkari perbuatan Umar tersebut, dan menjadi
ijmak.
)10( Yakni anggota tubuh manusia, berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan telah Kami

tetapkan terhadap mereka di dalam Taurot, bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa, mata
dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan pada
lukapun ada qishosnya”. (al Maidah:45).
)11( Oleh karena yang dinamakan qishos itu serupa (sama), dan tidak sama antara kanan

dengan kiri, dalam hal manfaat, dan tidak sama pula antara anggota tubuh sehat dengan
invalid.
)12( Untuk memungkinkan bisanya ditetapkan bahwa itu sama, berbeda dengan bila luka itu

tidak seperti itu.


)13( Yakni luka ayng merobek daging sampai ke tulang dan tampak tulangnya, berdasarkan

firman Allah Ta’alaa: “Dan untuk luka ada qishos”, dan qishos itu asalnya berarti persesuaian,
sebagaimana yang telah anda ketahui, dan tidak dapat dipastikan terhadap luka yang tidak
menulang.

118
(Fasal): Diyat itu ada dua kategori: mugholladhoh (diperberat) dan
mukhoffafah (diperingan). Diyat mugholladhoh adalah sebanyak 100
ekor onta terdiri: 30 ekor onta hiqoh, 30 ekor onta jadza’ah, dan 40 ekor
onta kholifah yang sedang mengandung anaknya.(14)
Diyat mukhoffafah adalah dengan 100 ekor onta terdiri dari: 20 ekor onta
hiqqoh, 20 ekor onta jadza’ah, 20 ekor onta binta labun, 20 ekor onta ibna
labun, dan 20 ekor onta binta makhodl.(15)
Apabila tidak mendapatkan onta-onta dimaksud, maka pembayarannya
diganti dalam bentuk uang seharga ont-onta dimaksud, ada yang
berpendapat dengan uang sebesar 1.000 dinar, atau 12.000 dirham.
Apabila diyat mugholladhoh maka ditambah dengan sepertiganya. (16)
Diyat pembunuhan khothok mhadlun bisa diperberat dalam tiga tempat:
apabila pembunuhan itu terjadi di tanah Haram, atau terjadi pada bulam
haram, atau yang terbunuh adalah memiliki hubungan rahim dan sebagai
mahrom.(17)

)14( Hadits riwayat at tirmidzy (1387), dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya,
bahwasanay Rasulullah saw.bersabda: “Barang siapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja, maka diserahkan kepada wali orang yang terbunuh untuk memilih: bila
mereka mau bisa meminta dihukum qishos, dan bila mereka mau juga bisa dengan meminta
diyat, yakni berupa 30 ekor onta hiqoh, dan 30 ekor onta jadza’ah, dan 40 ekor onta kholifah,
dan memeprhatikan mana yang dianaggap baik oleh kedua belah pihak, demikian untuk
memperberat diyat, sebagai perberatan diyat, maka ditentukan 30 an, sebagaimana dijelaskan.
Hiqqoh adalah onta masuk umur empat tahun, jadza’ah adalah onta masuk umur lima tahun,
sedangkan kholifah adalah onta onta yang sedang hamil. Perhatikan CK. No: 5.
)15( Sebagai wujud keringanan adalah dengan lima macam tingkatan umur onta, berdasarkan

hadits riwayat ad Daroquthny (III/172), dari Ibnu Mas’ud ra. hadits mauquf, bahwa dia
berkata: Untuk diyat pembunuhan yang salah (‘amdun khothok) adalah (100 ekor onta terdiri
dari): 20 ekor onta jadza’ah, 20 ekor onta hiqqoh, 20 ekor onta binta labun, 20 ekor onta ibna
labun, dan 20 ekor onta binta makhodl. Seperti hadits mauquf ini ada hadist marfu’ sampai
kepada Nabi saw., oleh akrena dalam hal perhitungan, tidak mungkin berbicara berdasarkan
penalaran.
)16( Ini adalah madzhab Syafi’ie qaul qodim, sedangkan menurut qaul jadid: tetap

memindahkan harga onta sesuai dengan jenis onta dalam diyat mugholladhoh, ini yang ebnar
dan kuat, oleh karena pada dasarnya diyat itu berupa onta, maka dikembalikan kepada harga
onta apabila tidak mendapatkannya.
)17( Tanah Haram adalah Makkah, bulan haram adalah: Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharrom,

dan Rojab. Dalil atas diperberatnya diyat pada tempat-tempat ini adalah perbuatan sahabat ra.
dan sudah termasyhur di kalangan mereka. Diriwayatkan dari Umar ra. ia berkata: Barang
siapa yang membunuh di tanah Haram, atau mahrom, atau di dalam bulan haram, maka dia
wajib membayar diyat ditambah sepertiganya. Diriwayatkan seperti ini dari Utsman dan Ibnu
Abbas ra., yang diriwayatkan oleh al Baihaqy, perhatikan Kitab Takmilatul al Majmuk:
XVII/378, (Dlam kitab al Majmuk milik penerjemah: XX : 453 dan berikutnya) dan
sesudahnya.

119
Diyat wanita separoh dari diyat laki-laki,(18) dan diyat orang Yahudi dan
Nasrani sepertiga diyat orang Islam,(19) adapun diyat orang Majusi adalah
dua pertiga puluh diyat orang Islam.(20)
Dianggap sama dengan diyat pembunuhan dalam hal memotong: dua
belah tangan, dua belah kaki, hidung, dua daun telinga, dua mata, empat
pelupuk/kelopak mata, satu lidah, dua bibir, menghilangkan kemampuan
berbicara, menghilangkan kemampuan melihat, menghilangkan
kemampuan mendengar, menghilangkan kemampuan penciuman,
menghialngkan akal, menghilangkan dzakar, menghilangkan dua buah
peler.(21)

)18( Dasarnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Utsman, Ali, Ibnu Mas’ud dan lain-lain ra.
bahwa mereka berpendapat: Diyat wanita seperdua dari diyat laki-laki, tidak da perbedaan di
kalangan sahabat, dan hal itu menajdi ijmak. Dan terhadap hal ini bukanlah pendapat dari
pemikiran, tetapi hukum ini berasal dari Rasulullah saw. (perhatikan: Takmilatul Majmuk:
XVII/378 (Dalam kitab al Majmuk milik penerjemah: XX : 460), dan Nailul Author: VII: 70
(Dalam Kitab Nailul Author milik penerjemah:VII: 225). Hikmah dari ini: bahwa diyat itu
manfaatnya pada materi, dan menurut syara’ telah dijelaskan bahwa untuk manfaat materi
dianggap atau ditentukan untuk wanita seperdua dari laki-laki, seperti dalam hal waris. Hal ini
sudah adil dan serasi dalam setiap keadaan, dan sudah manjadi tabiat laki-laki dan wanita.
)19( Dasarnya adalah hadits riwyata as Syafi’ie rohimahullah ta’alaa di dalam kitab al Um

(VI/92) ia berkata: Umar ibnul Khothob, dan Utsman bin Affan ra. memutuskan dalam hal
diyat orang Yahudi dan Nasarani dengan sepertiga diyat orang Islam, perhatikan hadits
riwayat Abu Dawud (4542).
)20( As Syafi’ie rohimahullah Ta’alaa menyatakan di dalam Kitab al Um: (VI/92): Umar ra.

memutuskan tenatng diyat orang Majusi dengan 800 dirham, ini sama dengan dua pertiga
puluh (2/30) diyat orang Islam, oleh karena ia menyatakan: bahwa diyat orang Islam sama
dengan 12.000 dirham. Diriwayatkan seperti itu oleh Utsman bin Affan dan Ibnu Mas’ud ra.,
dan tersebar di kalangan sahabat, dan tidak ada yang mengingkari seorangapun dari mereka,
maka menjadi ijmak. {al Majmuk: XVII/279 (Dalam Kitab al Majmuk milik penerjemah:XX :
460)}.
)21( Dua buah peler, hadits riwayat an Nasaie (VIII: 57) dan lainnya, dari Amru bin Hazem

ra., bahwasanya rasulullah saw. menulis surat kepada penduduk Yaman, tentang pembagian
waris, usia, dan diyat, dan sebagai kurirnya adalah Amru bin Hazem ….. antara lain: “Bahwa
di dalam jiwa ada diyatnya sebanyak 100 ekor onta, untuk hidung apabila terpotong
keseluruhan satu diyat, untuk lidah satu diyat, untuk dua bibir satu diyat, untuk dua buah peler
satu diyat, untuk dzakar satu diyat, untuk tulang belakang (hilangnya kemampuan bersetubuh)
satu diyat, untuk dua buah mata satu diyat, untuk sebelah kaki setengah diyat”. Di dalam
riwayat lain: “Untuk satu tangan setengah diyat”. Dalam riwayat al Baihaqy (VIII/85): “Untuk
satu telinga lima puluh ekor onta”. Juga riwayat al Baihaqy (VIII/86): “Untuk pendengaran
apabila hilang, maka satu diyat sempurna. (100 ekor onta). Untuk anggota tubuh yang tidak
disebutkan di sini diqiyaskan kepada yang sudah disebutkan, demikian pula hilangnya
manfaat dan kemampuan diqiyaskan kepada hilangnya kemampan bersetubuh. Diyat satu jari-
jari tangan atau kaki sepersepuluh diyat, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Amru bin
Hazem ra.: “Untuk satu jari-jari dari di antara ajri-jari tangan atau kaki, sepersepuluh diyat”.
Tidak ada perbedaan antara jari-jari yang satu dengan yang lainnya, berdasarkan hadits
riwayat al Bukahry (6500) dan lainnya, dari Ibnu Abbas ra. dari Nabi saw. beliau bersabda:
“Ini dan ini sama”, yakni jari kelingking sama dengan ibu jari. Menurut riwayat Abu Dawud
(4559): “Semua ajri-jari itu sama”. Apabila yang dihilangkan lebih banyak dari pada anggota
yang termasuk jinayat lebih dari satu, maka wajib membayar diyat secara keseluruhan,

120
Untuk mudlihah (luka menulang) dan satu gigi, diyatnya lima ekor
onta,(22) dan untuk setiap anggota tubuh yang tidak bermanfaat (invalid)
tetap ada hukumannya.(23)
Diyat hamba adalah sesuai dengan harganya, diyat untuk janin yang
merdeka adalah ghurroh: yakni budak atau amat,(24) diyat janin dikandung
wanita budak adalah sepersepuluh harga ibunya.(25)

(Fasal): Apabila disamping tuduhan pembunuhan dia dituduh telah


melakukan kejahatan lain,(26) maka kebanaran ada pada penuduh, maka
penuduh diwajibkan bersumpah 50 kali, dan dia berhak menerima diyat,
apabila tidak indikasi kejahatan, maka tertuduh bersumpah. (27)

sekalipun melebihi diyat pembunuhan, berdasarkan hadits riwayat Ahmad rohimahullah


ta’alaa, dari Umar ibnul Khothob ra., bahwa dia memutuskan terhadap seorang lelaki yang
memukul seorang laki-laki, akibatnya menghilangkan pendengarannya, penglihatannya,
kemampuan bersetubuh dan akalnya dengan empat diyat. (400 ekor onta).
)22( Mudlihah adalah luka yang sampai ke tulang dan membuat tulang tampak jelas, atau

dagingnya terbuka. Terdapat dalam hadits Amru bin Hazem ra. di muka: “Untuk satu gigi
diyatnya lima ekor onta, dan untuk luka mudlihah diyatnya lima ekor onta”. Tidak ada
perbedaan antara gigi yang satu dengan gigi yang lain, berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud
(4559) dan lainnya, dari Ibnu Abbas ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “semua gigi
itu sama, gigi tengah dan geraham sama saja”, artinya sama dalam hal diyat. Di antara luka
yang mewajibkan diyat adalah: (a). al ja-ifah: yakni luka yang sampai masuk ke dalam
rongga tubuh, misalnya sampai ke bagian dalam leher, dada, atau perut, dan sebagainya,
dengan sepertiga diyat, (b) al makmumah: yakni luka yang sampai mengenai otak, yakni
luka yang merobek tempurung kepala dan mengenai selaput otak, untuk itu sepertiga diyat, (c)
al munaqqolah: yakni luka meubah letak susunan tulang dari tempat semestinya, sesudah
dipecahkannya, untuk itu tiga perduapuluh diyat. Dasar dari tiga macam luka ini adalah
adanya hadits Amru bin Hazem ra.: “Untuk luka al makmumah sepertiga diyat, untuk luka al
ja-ifah sepertiga diyat, dan untuk luka al munaqqolah lima belas ekor onta” (sama dengan tiga
perduapuluh diyat), (d) al hasyimah: yakni luka yang bisa meremukkan tulang, untuk itu
sepersepuluh diyat, berdasarkan hadits riwayat al Baihaqy (VIII/82), dari Zaid bin Tsabit ra. ia
berkata: Untuk luka al hasyimah sepuluh ekor onta. Perhatikan Takmilatul Majmuk: XVII/392
– 393 (Dalam Kitab al Majmuk milik penerjemah: XX – 470 – 471).
)23( Seperti tangan yang lumpuh, jari-jari kelebihan, dan daging yang membebani kaki, dan

sebagainya. Demikian pula setiap luka atau pemecahan tulang, tidak ada diyat tertentu, maka
wajib adanya sangsi hukum, yang berat atau nilainya seimbang dengan diyat. Hakim
menganbil keputusan sesuai dengan diyat, dengan syarat di bawah diyat untuk anggota tubuh
yang sehat yang dihilangkan.
)24( Perhatikan hadits Abi Hurairoh ra. pada CK. No: 4, halaman: 117.

)25(
Diqiyaskan kepada janin yang dikandung wanita merdeka, oleh karena ghurroh sebanding
dengan sepersepuluh diyat wanita merdeka.
)26( Pengertian kata " ‫ "دعلى اللي‬adalah tuduhan pembunuhan, sedangkan: ""‫"الللى‬ adalah
indikasi, atau karena adanya saksi. Contoh indikasi: pembunuh berada di suatau kota tertentu,
atau tempat tertentu di mana antara dia dan keluarganya ada permusuhan, dan tidak ada orang
lain lagi, sedangkan saksi: ada seorang yang dapat dieprcaya melihat dia, atau ada orang yang
tidak dapat dijadikan saksi melihatnya, bahwa Fulan membunuh Fulanah.
)27( Dasar hal ini adalah hadits riwayat al Bukahry (5791), dan Muslim (1669) dan lainnya,

dari Sahal bin Abi Hatsmah ra. ia berkata: Abdulah bin Sahal dan Muhayishoh bin Mas’ud ke

121
Terhadap pembunuh jiwa yang diharamkan(28), maka ia diwajibkan
membayar kafarat: yakni wajib memerdekakan budak yang mukminah,
selamat dari cacat berat, apabila tidak mendapatkan, maka dia wajib
berpuasa selama dua bulan berturut-turut.(29)

Khoibar, dia pada saat itu melakukan ishlah, kemudian mereka berpisah di Nakhal.
Muhayishoh datang kepada Sahal, dia dalam keadaan berlumuran darah dalam keadaan
terbunuh, maka jenazahnya dikuburkan, dan selanjutnya dia tiba di Madinah. Abdurrahman
bin Sahal, Muhayishoh dan Huwaiyyishoh – paman – Ibnu Mas’ud berangkat, dan menemui
Nabi saw., lalu Abdurrahman pergi dan berbincang-bincang, dia berpaling, maka Nabi saw.
bersabda: ”Besarkanlah yang sudah besar”, - maksudnya untuk mengambil alih pembicaraan
yang lebih besar – saya terdia dari epmbicaraan. Beliau bersabda: “Apakah kamu menuntut
orang yang membunuhnya membayar diyat, dengan sumpah 50 orang dari kamu”. Mereka
menajwab: wahai Rasulullah, suatu urusan yang tidak pernah kami saksikan. Beliau bersabda:
“Orang Yahudi itu bisa bebas dari tuduhanmu, dengan sumpah 50 orang dari mereka”.
Mereka berkata: Wahai Rasulullah, mereka orang kafir, maka Rasulullah memberikan diyat
mereka dari sisi beliau (baitul maal).
)28( Yakni setiap jiwa muslim tidak boleh ditumpahkan darahnya, kecuali salah dari tiga sebab

sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. dengan sabda beliau: “Tidak halal darah
seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwasanya aku
adalahutusan Allah, kecuali salah satu sebab: jiwa dibalas dengan jiwa, orang yang sudah tua
berzina, yang memisahkan diri dari agamanya dan meninggalkan jama’ah ummat islam”,
diriwayatkan oleh al Bukahry 6484 (yang betul: 6878), dan menurut lafadh Muslim (1676):
" ‫ "التارك لينهاو ملااراركل لاعةر ا‬. Disamakan antara muslim dengan kafir dzimmie atau yang
diharapakan menjadi mukmin, besar atau kecil, atau masih janin (dalam kandungan).
)29( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin

karena khothok (salah) hendaklah ia memeredekakan budak yang beriman dan diserahkan
kepada keluarganya, kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika orang yang
terbunuh dari orang yang memusuhimu, padahal dia mukmin, maka hendaklah pembunuh
memerdekakan budak yang beriman. Dan jika yang terbunuh dari keluarga kafir yang ada
perjanjian damai antara mereka dengan kamu, maka hendaklah si pembunuh membayar diyat
yang diserahkan kepada keluarganya, serta memerdekakan budak yang beriman, Barang siapa
yang tidak memperolehnya, maka hendaklah si pembunuh berpuasa dua bulan berturut-turut,
sebagai permohonan taubat kepada Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana”.
(an Nisak: 92). Wajib terhadap pembunuhan seperti sengaja, atau seperti salah, dan adapun
yang mewajibkan masuk ke neraka apabila pembunuhan itu disengaja. Berdasarkan hadits
riwayat Abu Dawud (3964) dan lainnya, dari Watsilah bin al Asqok ra. ia berkata: Kami
mendatangi Rasulullah saw.tentang sahabat kami yang wajib masuk neraka sebab
pembunuhan, maka beliau bersabda: “Bebaskanlah dia – dalam satu riwayat hendaklah dia
memerdekakan budak – maka Allah akan memerdekakan setiap anggota tubuhnya dari api
neraka”. Mereka berkata: Tidak wajib masuk neraka kecualai sebab pembunuhan yang
disengaja. Dalil disyari’atkannya kafarat dalam hal ini, diqiyaskan kepada pembunuhan
khothok, lebih tepat. .

122
KITAB HUDUUD
(HUKUMAN PIDANA)

Pezina itu ada dua kategori: (a) pezina muhshon (sudah pernah menikah)
dan (b) pezina ghoiru muhshon:
Pezina muhshon hukumannya adalah dirajam (dilempari batu sampai
mati).(1)
Pezina ghoiru muhshon hukumannya: dicambuk 100 kali dan diasingkan
selama satu tahun,(2) sampai sejauh jarak orang boleh mengqoshor
sholat.(3)

)1( Penjelasan tentang muhshon dapat dibaca pada halaman: 124, CK. no: 4. Hadits riwayat al
Bukhary (6430), dan Muslim (1691), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Seorang lelaki datang
kepada Rasulullah saw. ketika itu beliau berada di dalam masjid, dia memanggil beliau sambil
berkata: Wahai Rasulullah, saya telah berzina, beliau tidak emnghiraukannya, sampai lelaki
itu mengulangi pernyataannya sebanyak empat kali. Ketika dia bersaksi pada dirinya sendiri
sebanyak empat kali, maka Nabi saw. memanggilnya dan bertanya: “Apakah engkau gila?” Ia
menajwab: Tidak. Beliau bertanya: “Apakah engkau sudah muhshon?” Dia menajwab: Ya,
sudah. Maka Nabi saw. bersabda: “Pergilah kalian dengan orang ini dan rajamlah dia”. Jabir
menyatakan: Saya termasuk orang yang ikut merajamnya, maka kami marajamnya di
musholla. Tatkala batu lemparan mengenainya dengan keras, maka dia melarikan diri, lalu
kami tangkap dia di tempat berbatuan hiatm, kemudian kami rajam dia. Lelaki diamksud
adalah Ma’iz bin Malik al Aslamaie ra.. muhson artinya sudah menikah, musholla adalah
tempat orang sholat Ied dan sholat janazah. Hadits riwayat al Bukahry (6467), dan Muslim
1697), dari Abi Hurariroh dan Yazid bin Kholid ra. keduanya berkata: Datang seorang lelaki
kepada Nabi saw. dan berkata: Saya bersumpah di hadapanmu karena Allah, kecuali bila
memberikan keputusan antara kami dengan kitab Allah, beliau bertanya: Musuhnya, dan ia
lebih faqih dari padanya. Ia menajwab: benar, hukumilah antara kami dengan kitab Allah. Dan
izinkanlah saya wahai Rasulullah, maka Nabi saw. bersabda: “Katakanlah”, ia berkata:
Sesungguhnya anak saya sebagai pekerja upahan pada keluarga ini, maka dia berzina dengan
isterinya. Maka saya membarikan tebusan berupa 100 ekor kambing dan seorang budak, dan
saya bertanya kepada seorang lelaki ahli ilmu, dia memberitahukan kepadaku, bahwa anakku
harus dicambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan atas permpuan ini
harus dihukum rajam. Maka beliau bersabda: “Demi Dzat di mana diriku berada di
genggaman tangan-Nya, sungguh akan saya hakimi antara kamu berdua dengan kitab Allah:
100 ekor kambing dan satu budak dikembalikan kepadamu, untuk anakmu dicambuk 100 kali
dan diasingkan selama satu tahun. Wahai Unais besok pagi perempuan ini agar engkau tanyai,
apabial dia mengakuinya, maka rajamlah dia”. Ternyata perempuan tersebut mengakuinya,
maka dia dirajam. Oleh karena apa yang diputuskan oleh Rasulullah saw. pada dasarnya
adalah berdasarkan al Qur’an, sebagaimana firman Allah Ta’alaa: “Apa saja yang dibawa oleh
Rasulullah, maka ambillah, dan apa yang dilarang bagimu dari padanya, maka hindarilah”, (al
Hasyer:7). Unais adalah Ibnud Dluhaq al Aslamie ra.
)2( Allah Ta’alaa berfirman: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka

cambuklah tiap-tiap orang 100 kali cambuk, dan ajnganlah belas kasihan kepada keduanya
dalam hal menjalankan agama Allah, apabila kamu beriman kepada Allah dan ahri akhir, dan
hendaklah pelaksanaan hukuman mereka itu disaksikan oleh sekumpulan orang-orang ayng
beriman”. (an Nuur: 2). Yang diamaksudkan pezina laki-laki dan waniat di sini adalah pezina
ghori muhshon, dapat diketahui bahwa pezina muhshon wajib dirajam (dilempari batu sampai
mati). Dalil yang menunjukkan bahwa wajib diasingkan selama satu tahun adalah hadits al
Bukahry dan Muslim di muka pada CK. No: 1. Dan hadits riwayat al Bukhary (6443), dari
Zaid bin Kholid ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. memerintahkan terhadap

123
Syarat orang dinyatakn sebagai muhshon ada empat: sudah baligh,
berakal sehat, merdeka, sudah melakukan persetubuhan dengan isteri
yang dinikahi secara shah.(4)
Untuk budak dan amat, hukumannya seperdua dari hukuman orang
merdeka.(5)
Hukuman orang yang melakukan liwath (sodomi), atau menyetubuhi
hewan, seperti hukuman orang berzina.(6)

orang yang berzina dan dia belum muhshon (belum nikah), dengan hukuman cambuk 100 kali
dan diasingkan selama satu tahun. Ibnu Syihab menyatakan: Telah memberitahukan kepadaku
Urwah bin az Zubair: bahwa Umar ibnul Khothob, mengasingkannya satu tahun sempurna.
Menurut riwayat Muslim (1690) dari Ubadah bin as Shomit ra. ia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Pezina laki-laki masih jejaka dengan wanita masih perawan, maka mereka
dicambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun”. Maksud diasingkan adalah dijauhkan
dari negerinya (dibuang).
)3( Atau lebih, berdasarkan pertimbangan hakim bahwa keputusan itu adil, tidak boleh kurang

dari jarak tersebut, oleh akrena tidak disebut bepergian, dan tidak menghasilkan apa yang
diamksud, yakni menjauhkan dia dari kehidupan masyarakat negerinya. Tidak ada perbedaan
antara laki-lakai dan wanita, dan untuk wanita harus ditemani oleh mahromnya, karena
keharaman wanita bepergian tanpa mahromnya.
)4( Pezina muhson itu, mereka yang sudah pernah menikah dan melakukan persetubuhan

dengan isterinya yang shah, dan akad nikahnya shah, untuk sempurnanya persyaratan dan
rukun nikah sebagaimana ditentukan oleh syara’, antara lain ada wali, ada saksi yang adil, dan
sebagainya. Demikian pula pezina muhshon wanita, pezina yang telah menikah dan disetubuhi
suaminya yang shah, dan akad pernikahannya shah sebagaimaan dijelaskan di atas. Tidak
dipersyaratkan hubungan suami isteri masih berlangusng, tetapi apabila sudah cerai sekalipun
asal sudah sesuai dengan apa yang baru dijelaskan, apabila melakukan perzinaan dianggap
sebagai pezina muhshon dan hukumannya dirajam. Apabila hilang salah satu syarat empat di
atas, maka tidak dianggap pezina muhshon, dan tidak dihukum rajam, tetapi dicambuk dan
dibuang seperti yang belum menikah, sekalipun sudah baligh atau berakal sehat, dan diberikan
pendidikan tentang betapa tercelanya perbuatan zina, bila masih anak-anak atau gila.
)5( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Apabila mereka mengerjakan perbuatan keji (zina)

maka atas mereka hukumannya separo dari hukuman wanita merdeka”. (an Nisak: 25).
Artinya wanita budak sebagaimana dijelaskan dalam an Nisak ayat 25 pula: “dari budak-
budak wanita ayng kamu miliki, yang mereka itu berioman”. Maksud dari kata: ""‫"احملصنات‬
adalah wanita merdeka. Perhatikan CK. No: 3 Kitab Nikah. Maksudnya: Apabila wanita
budak melakukan perzinaan, maka hukumannya separo dari hukuman wanita merdeka, yakni
dicambuk sebanyak 50 kali dan diasingkan selama setengah tahun, baik dia bersuami atau
tidak, karena tidak ada hukuman setengah rajam, untuk budak lelaki diqiyaskan dengan budak
wanita, oleh karena maknanya sama.
)6( Liwath adalah: melakukan hubungan seksual ke dalam dubur, demikian pula bila orang

melakukan sodomi terhadap wanita bukan mahrom melalui duburnya. Hukuman ats
pelakunya sama dengan hukuman bagi pezina, oelah kerena termasuk perbuatan keji, maka
dirajam bila yang melakukan sudah muhshon, dan dicambuk bila pelakukan masih belum
pernah nikah. Adapun sebagai kurbannya, dikenai hukuman sebagi ghoriu muhshon secara
mutlak, sekalipun sudaj menikah, oleh karena yang disebut pezina muhshon adalah orang
yang menytubuhi – atau disetubuhi – persetubuhan melalui organ tubuh yang wajar. Dan
orang yang disodomi tidak sama dengan disetubuhi, oleh karena itu yangdisodomi tidak
berpredikat muhshon. Adapun orang yang meyetubuhi hewan, maka hukumannya di-ta’zir
(diberi sangsi agar jera) bukam hukuman yang baku, berdasarkan pendapat yang benar dan

124
Barang siapa yang melakukan wathie (mubasyarah) bukan pada farjinya,
maka ia di-ta’zir,(7) dan ta’zir itu tidak sampai seberat had (hukuman).(8)

(Fasal): Apabila orang menuduh orang lain dengan perbuatan zina (9) maka
atsnya dikenai had (hukuman) penuduhan, dengan delapan syarat:
Tiga syarat berada pada orang yang menuduh, yakni: sudah baligh, dan
berakal sehat,(10) penuduh bukan sebagai orang tua dari tertuduh.(11)
Lima syarat berada pada tertuduh: yakni: tertuduh seorang
muslim/muslimah, sudah baligh, berakal sehat, merdeka, dan iffah
(perwira/baik).(12)

terkenal dalam madzhab as Syafi’ie, oleh karena perbuatan yang tidak menarik jiwa, bahkan
dijauhi oelha tabiat manusia sehat, dan jiwa yang sehat tidak akan tertarik dengan perbuatan
tersebut, berdasarkan ketentuan yang tidak disyari’atkan dalam Islam. Ta’zir adalah:
pengajaran yang ditetapkan oleh hakim Islam yang adil, mungkin dengan sangsi pukulan,
diasingkan, dipenjara, atau dipermalukan, dan sebagainya, oleh karena dianggap suatu
perbuatan maksiyat yang tidak ada sangsi hukum yang tegas dan tidak ada kafaratnya. Apabila
tidak ada ketentuan hukum yang pasti, maka wajib ditetapkan oleh Hakim sebagai ta’zir, atas
pelanggarannya terhadap norma kemanusian, serta kemaksiyatan, yang tidak ada ketentuan
hukum (had) dan tidak ada kafaratnya.
)7( Kata : ""‫ "وطن‬di sini berarti: menyentuhkan kemaluannya kepada jasad wanita ajnabiyah
(bukan isteri dan bukan mahrom) atau kepada lelaki ajnabie (bukan suami dan bukan
mahrom), dan semacamnya yang mengarah kepada pendahuluan persetubuhan, seperti ciuman
dan sebagainya. Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (4465), dan at Tirmidzy (1455), dari
Ibnu Abbas ra. ia berkata: Tidak ada had (hukuman) bagi orang yang menyetubuhi hewan.
Dan pernyataan semacam ini bukanlah dari hasil pemikiran, tetapi hukumnya marfuk berasal
dari Nabi saw.
)8( Had (hukuman) peminum khomer dicambuk sebanyak 40 kali, maka untuk ta’zir wajib

kurang dari itu, berdasarkan hadits riwayat al Baihaqy (VIII/327), dari an Nu’man bin Basyir
ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang memberikan hukuman kepada
pelaku kejahatan yang tidak ditentukan hadnya (hukumannya) sampai sama dengan had,
maka dia sudah termasuk orang yang melampaui batas”. Pengertian: " ‫"ىف غن ـ ن‬ adalah:
perbuatan yang tidak mewajibkan pelakunya wajib di had (dihukum), yang dimaksudkan
adalah had yang paling rendah, sebagaimana yang telah anda ketahui.
)9( Menduga dan menuduh orang telah melakukan perzinaan, misalnya dia menyatakan: Hai

pezina, hai wanita pezina, atau mengatakan: “dia itu bukan anak pak Fulan”, berarti dia
telah menuduh ibunya sebagai pezina, dan sebagainya.
)10( Karena had adalah sebagai hukuman, sedangkan anak-anak dan orang gila bukan orang

yang sudah dibebani hukum atasnya.


)11( Oleh karena orang tua tidak akan dibunuh karena membunuh anaknya sebagaimana yang

telah anda ketahui. Maka tidak ditegakkan hukum had apabila ayah atau ibu menuduh
anaknya dan ini yang tepat. Disamakan dengan orang tua adalah asal keluarga yang lebih atas
(kakek misalnya), baik laki-laki atau wanita.
)12( Tidak pernah dihukum sebab perzinaan sebelumnya, berdasarkan firman Allat ta’alaa:

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik berbuat zina dan mereka tidak
dapat mendatangkan empat orang saksi, maka deralah (cambuklah) mereka 80 kali cambuk”.
(an Nuur : 4). Dipersyaratkannya hukuman had bila tertuduh adalah orang yang baik-baik,
inilah syarat ihshon. Dalil yang menunjukkan disyaratkannya Islam, merdeka dan iffah:

125
Orang yang merdeka di had (hukum) dengan 80 kali cambuk,(13) dan
untuk budak hukumannya (hadnya) sebanyak 40 kali cambuk.

Hak tuduhan dapat gugur dengan tiga hal: adanya saksi atau bukti, (14) atau
dimaafkan oleh pihak tertuduh,(15) atau dengan sumpah li’an sebagai hak
isteri.(16)

(Fasal): Barang siapa minum khomer atau minuman yang memabukkan(17)


dihukum (had) sebanyak 40 kali cambuk.(18) Dan boleh mencapai 80 kali
cambuk sebagai ta’zir.(19)

firman Allah Ta’alaa: “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita ayng baik-
baik yang tidak berpikir untuk zina lagi beriman, mereka terkena laknat di dunia dan di
akhirat, dan bagi mereka adzab yang sangat pedih”. (an Nuur: 23). Dan hadits riwayat ad
daroquthny dalam Kitab Sunannya (III/147), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Barang siapa menyekutukan Allah, maka dia bukan orang muhshon (baik)”.
Menurut ad Daroquthny: yang benar ini adalah terhenti hanya sampai perkataan Ibnu Umar,
bukan dari Nabi saw. (hadits mauquf). Juga diwajibkannya had atas penuduh, karena dia
menuduh orang dengan dusta, sebagai pemulihan aib (cela) pada tertuduh, begitu pula orang
yang diketahui bahwa tidak terpelihara dari perbuatan zina lebih kuat dibandingkan dengan
dugaan kebenaran sipenuduh. Demikian pula orang kafir di mana tidak ada pada diri mereka
potensi untuk mencegah diri dari perbuatan keji. Adapun tentang dipersyaratkannya harus
berakal sehat dan baligh, oleh karena orang gila dan anak-anak tidak terdapat hal-hal yang
cela. Hukuman had terhadap penuduh secara syar’ie adalah untuk menolak adanya tuduhan
pelecehan terhadap tertuduh sebagaimana anda ketahui.
)13( Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang

baik-baik berbuat zina, dan mereka tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka itu 80 kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-
lamanya. Dan mereka itulah orang-orang fasik”. (an Nuur: 4). Ayat ini diperuntukkan bagi
orang yang merdeka, sedangkan untuk budak hukumannya setengah dari orang meredeka,
sebagaimana yang telah anda ketahui.
)14( Sebagtai bukti bahwa penuduh benar dan apa yang ditudahkan bahwa tertuduh berzina

adalah benar, berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Kemudian dia tidak dapat mendatangkan
empat orang saksi”, hal itu menununjukkan bahwa apabila penuduh dapat mendatangkan
emapat orang saksi, maka dia tidak di-had (dihukum) atas tuduhannya, dan perzinaan benar
dilakukan oleh tertuduh.
)15( Oleh karena hukuman (had) tuduhan untuk menolak tercemarnya nama baik tertuduh,

oleh karena itu sebagai hak yang pasti bagi anak manusia, maka gugurlan hukuman had atas
penuduh bila dimaafkan oleh tertuduh, oleh karena had itu tidak dapat dihapuskan kecuali atas
izin atau diminta oleh tertuduh, seperti halnya hukum qishos.
)16( Artinya bila seorang suami menuduh isterinya berbuat zina, dan dia tidak dapat

mendatangkan baukti atau saksi, maka dia dihukum (had), kecuali bila dia berani
mengucapkan sumpah li’an. Apabila suami sebagai penuduh berani bersumpah li’an, maka
gugurlah hukuman had dari padanya. Perhatikan: CK. No: 59 dan 60 Kitab Jinayat.
)17( Bagaimanapun wujud zatnya dan berbeda namanya, yang sama-sama dapat membuat

orang menjadi mabuk, sedikit atau banyak. Rasulullah saw. telah ditanya tentang: “bit’ie”
yakni minuman keras yang terbuat dari madu, dan “al mirzi” yakni menuman keras yang
terbuat dari bahan gandum atau bulir, maka Rasululah saw. bertanya: “Apakah
memabukkan?”. Ia menajwab: Ya. Beliau bersabda: Semua yang memabukkan hukumnya
harom, sesungguhnya bagi Allah Azza wa Jalla ada satu janji, bagi orang yang meminum

126
Peminum khomer wajib di had dengan salah satu alasan: adanya bukti
atau karena adanya pengakuannya sendiri (ikrar),(20) dan tidak dihukum
(had) sebab dia muntah atau mulutnya berbau khomer.(21)

(Fasal): Pencuri duhukum dengan potong tangan dengan tiga syarat: (22)
pencuri sudah baligh, berakal sehat, dan mencuri barang yang sudah

yang memabukkan, akan diberi minuman dari lumpur yang kotor. Mereka bertanya: Wahai
Rasulullah, apakah yang diamksud dengan lumpur kotor? Beliau menajwab: “Keringat
penghuni neraka, atau perasan penghuni neraka”. Perhatikan hadits riwayat Muslim: 2001 –
2003. Hadits riwayat Abu Dawud (3688), dan lainnya, dari Abi Malik al Asy’ari ra.
bahwasany dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Niscaya ummatku akan minum
khomer, yang dinamakan dengan nama selain khomer”. Hadits riwayat Abu Dawud (3681),
dan at Tirmidzy (1866), dan lainnya, dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Segala sesuatu bila banyak memabukkan, maka walaupun hanya sedikit hukumnya haram
pula”.
)18( Hadits riwayat Muslim (1706), dari Annas ra. bahwasanya Nabi saw. mencambuk

peminum khomer, menggunakan sendal dan pelepah daun kurma sesudah dibersihkan dari
lembar daunnya, sebanyak 40 kali.
)19( Apabila Imam (kepala negara) memandang perlu dan adil dalam hali itu, termasuk apabila

gejala melkukan minum khomer itu sudah memasayarakat, dan sudah demikian
membahayakan masyarakat, sebagai menghasilkan efek jera yang kuat. Hadits riwayat
Muslim (1706), dari Annas ra. bahwasanya Nabi saw. menjilid (mencambuk) peminum
khomer menggunakan sendal, lalu Abu Bakar mencambuk sebanyak 40 kali, ketika
pemerintahan Umar – ra – di mana manusia makin mendekati daerah yang subur dan
perkotaan, di bertanya:: Apa pendapatmu tentang hukuman cambuk untuk peminum khomer?
Abdurrahman bin Auf berkata: Saya berpendapat agar dihukum hampir mendekati had yang
paling ringan, ia berkata: Maka Umar mencambuk sebanyak 80 kali. Dasar tambahan dari 40
kali adalah itu sebagai ta’zir, sebagaiaman hadits riwayat Muslim (1707), bahwasanya Utsman
ra. memerintahkan menjilid (mencambuk) Walid bin Uqbah bin Abi Mu’aith, maka Abdullah
bin Ja’far menjilidnya ra. Ali ra. mengulangi lagi sampai mencapai 40 kali. Kemudian
Utsman berkata: Stop. Lalu Utsman berkata: Nabi saw. mencambuk 40 kali, Abu Bakar
mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali, dan berlaku seluruh tahun dan itu yang aku
sukai. Yakni cukup hanya 40 kali saja, karena Rasulullah saw. melakukannya. Dan itu yang
lebih berhati-hati dalam menghukum pezina, dibanding dengan menambah hukuman lebih
dari yang semestinya, dan itu suatu kedholiman. Dan tidak boleh pelaksanaan hukuman pada
saat sedang mabuk, oleh karena tidak menghasilkan efek jera.
)20( Artinya orang pasti di had (dihukum) karena minum minuman yang memabukkan,

apabila ada orang yang menyaksikan perbuatannya minimal dua orang, atau ikrarnya sendiri
bahwa dia telah minum khomer. Hadits riwayat Muslim (1207): Hendkalah ada dua orang
saksi, atau adaanya ikrar yang bersangkuta, sebagai alasan yang menduduki kedudukan saksi.
)21( Yakni menicum bau orang yang mambuk dari mulutnya, sebab dimungkinkan dia minum

khomer karean dipaksa pihak lain, atau karena dalam keadaan darurat, atau salah minum, oleh
karena bau khomer kadang serupa dengan bau minuman lainnya, maka dalam urusan ini
mengahasilkan keraguan (keterserupaan) dalam pelanggaran hukum minum minuman yang
memabukkan, dan oleh karenanya hukuman (had) menjadi gugur sebab adanya keraguan.
)22( Dasarnya adalah firman Allah Ta’alaa: “Pencuri laki-laki dan pencuri wanita, maka

potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan tas apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (al Maidah: 38). Pencuri
adalah orang yang mengambil harta bukan miliknya, harta tersebut tersimpan pada tempat
penyimpanan yang sesuai (tepat), dengan cara yang tidak shah.

127
cukup nishab yakni: seharga seperempat dinar,(23) diambil dari tempat
penyimpanan yang sesuai dengan jenis barangnya, (24) dan dia tidak
mempunyai hak kepemilikan terhadap barang yang dicurinya, (25) tidak
syubhat dalam harta yang dicuri.(26)

Tangan kanan pencuri dipotong dari pemisah al kuu’ (pergelangan


tangan),(27) apabila mencuri untuk kali kedua, maka dipotong kaki
kirinya,(28) apabila mencuri untuk kali yang ketiga, maka dipotong tangan
kirinya,(29) apabila dia mencuri lagi kali yang keempat, maka dipotong

)23( Berdasarkan hadits riwayat al Bukahry (6407), dan Muslim (1684), sesuai dengan lafadh
Muslim, dari A’isyah ra. dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Tidak dipotong tangan
pencuri kecuali sudah mencapai seperemat dinar atau lebih”. Satu dinar sama dengan setengah
lira satuan uang Inggris dari bahan emas.
)24( Tempat penyimpanan: adalah tempat untuk menjaga barang tersebut sesuai dengan

kebiasaan, atau yang dapat diperkirakan mampu mencegah masuknya tangan yang bukan
pemiliknya untuk mengambilnya. Dalil yang menunjukkan dipersyaratkannya tempat
penyimpanan banyak hadits, antara lain: hadits riwayat Abu Dawud (4390) dan lainnya, dari
Abdullah bin Amru Ibnul Ash ra. dari Rasulullah saw. bahwasanya beliau ditanya tentang
buah-buahan yang masih berada pada pohonnya, beliau bersabda: “Barang siapa yang
memasukkan ke mulutnya karena sangat membutuhkan, dan tidak mengambil untuk
diamsukkan kedalam bajunya, maka hal itu tidak apa-apa, barang siapa yang keluar dari
kebun dengan membawa sesuatu dari kebun itu, maka dia wajib mengganti yang serupa, dan
mendapatkan hukuman, dan barang siapa yang mencuri sesuatu yang berada di dalam
penyimpanan, dan mencapai harga seauai dengan harga sebuah perisai, maka dia wajib
dipotong tangannya”. Harga sebuah perisai sama dengan seperempat dinar.
)25( Di dalam harta yang dicuri, apabila pencuri mempunyai hak terhadap harta tersebut,

misalnya seorang mencuri harta persekutuan (harta bersama), maka tidak dipotong tangannya.
)26( Pencuri tidak seolah-olah sebagai pemilik harta yang dicuri, apabila seorang ayah mencuri

harta anaknya atau seorang anak mencuri harta ayahnya, maka tidak dipotong tangannya,
karena adanya syubhat dalam kepemilikan harta, karena anak berhak mendapatkan nafkah dari
ayah, atau sebaliknya ayah berhak mendapatkan nafkah dari anak yang sudah mandiri.
)27( Kata: ""‫"الكنع‬ : adalah tulang yang menonjol di atas ibu jari, sebagai pemisah antara
telapak tangan dengan lengan bawah. Dalil yang menunjukkan bahwa dipotong tangan kanan
adalah bacaan Ibnu Mas’ud ra. : "‫"فنتطعوعا مياتانت‬ yakni hukum dari hadits ahad dari ketika
berhujjah dangannya untuk menentukan suatu keputusan hukum. Menurut at Thobrony:
bahwasanya Nabi saw. datang dengan membawa seorang pencuri, maka beliau memotong
tangan kanannya (al Mughnie: IV:177). Dan keadaan pemotongan tangan dari pergelangan
tangan, berdasarkan hadits tenatng seorang pencuri yang mengambil jubah Shofwan ibnu
Mu’awiyah ra. Menurut ad Daroquthny (III/205): Kemudian beliau memerintahkan untuk
memotong tangannya dari pergelangan tangan.
)28( Hadits riwayat ad Daroquthny (III/103), dari Ali ra. ia berkata: Apabila seorang mencuri,

maka dipotong tangan kannya, apabila mengulangi lagi perbuatan mencurinya, maka dipotong
kaki kiri, dipotong mulai dari pergelangan pemisah antara betis dengan telapak kaki,
berdasarkan perbuatan Umar ra., dan perbuatan Umar tersebut tidak diiangkari oleh
seorangpun, maka hal itu dianggap sebagai ijmak (Nihayah: III/60).
)29( Hadits riwayat Malik di dalam al Muwathok (II/835), dan as Syafi’ie di Musnadnya (al

Um: VI/255): Bahwa seorang laki-laki dari penduduk Yaman dipotong tangan dan kaki. Lalu

128
kaki kanannya,(30) apabila mencuri lagi sesudah itu, maka dita’zir,(31) ada
ulama yang berpendapat, bahwa dia dibunuh.(32)

(Fasal): Qutho’ut thoriq: (penyamun/begal)(33) dalam empat kategori


kejahatan: apabila membunuh dan tidak mengambil harta, maka
hukumannya dibunuh, apabila membunuh dan mengambil harta, maka
hukumannya dibunuh dan disalib,(34) apabila mengambil hartanya tetapi
tidak membunuh, maka dipotong tangan dan kaki mereka bersilang, (35)

dia datang kepada Abu bakar as Shiddiq untuk mengajukan keberatan (soamsi) karena petugas
di Yaman telah mendholiminya. Dia melaksanakan sholat malam, maka Abu bakar berkata:
Dan ayahmu tidak pernah menghabiskan malam seperti kamu untuk mencuri. Kemudian
mereka kehilangan kalung milik al Asmak binti Umais, salah seorang isteri Abu Bakar as
Shiddiq. Lelaki tadi di sambil bekeliling bersama mereka, ia mengatakan: Yaa Allah, Engkau
berhak menghukum orang yang membuat ahli bait yang sholeh menjadi bingung dan yang
mengambil harta mereka. Maka mereka mendapati perhiasan yang hilang itu berada di tukang
emas, orang mengira bahwa orang yang terpotong tangannya datang ke tukang emas
membawa perhiasan tersebut, maka ternyata lelaki tadi mengaku, maka dipotong algi
tangannya sebelah kiri. Abu Bakar berkaat: Demi Allah do’a dia kepada dirinya lebih berat
menurut aku dari pada perbuatan dia mencuri.
)30( Diriwayatkan oleh as Syafi’ie dengan sanadnya, dari Abi Hurairoh ra., bahwasanya

Rasulullah saw. bersabda tenatng seorang pencuri: “Apabial mencuri, maka potonglah
tangannya, lalu apabila mencuri lagi, maka potonglah kakinya, lalu apabila mencuri lagi,
maka potonglah tangannya, lalu apabila mecuri lagi, maka potonglah kakinya”. (Mughnie al
Muhtaj: IV/178, perhatikan: al Um: VI/138).
)31( Diberi sangsi berdasarkan keputusan hakim, untuk memberikan efek jera kepadanya,

dengan pukulan, atau dipenjara, atau diasingkan, oleh karena pencurian ke lima ini dianggap
sebagai perbuatan maksiyat, dan tidak ada had sesudah kali yang keempat, maka hal ini
memastikan dengan sangsi ta’zir.
)32( Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (4410) dan lainnya, ini satu pendapat yang jelas-

jelas dloif (lemah), karena hadits ini dloif. Dan ijmak ulama menentang pendapat ini,
seandainya hadits ini benar, maka hadits ini sudah di mansukh (dihapus), di dalam sebagaian
teks kitab: “Dia dibunuh dengan pelan-pelan” artinya dipenjarakan sampai mati, walapun
hanya satu hari saja.
)33( Mereka adalah sekelompok orang yang memiliki kekuatan, yang memberikan doktrin

jahat antara masing-masing mereka, mereka saling membantu untuk memwujudkan


keinginannya dengan cara seolah-olah mereka saling bermusuh, mereka mengintai orang di
tempat persembunyian mereka, apabila mereka melihat mangsanya, maka mereka
menampakkan diri, untuk merampas harta bawaan mangsanya, kadang-kadang mereka tega
menghilangkan nyawa pemilik harta yang dirampoknya.
)34( Digantungkan pada dua batang kayu dengan keadaan disalib, sesudah dimandikan,

dikafani dan disholati, apabila mereka itu musli, untuk penguatan sebagai contoh dan agar
terkenal akibat perbuatan mereka, atas kekejian serta besarnya dosa mereka, dan membuat
efek jera terhadap yang lain. Disalib selama tiga harti selama tidak membusuk, apabila
membusuk, maka diturunkan sebelum tiga hari.
)35( Dipotong tangan kanan dan kaki kiri, apabila mengulangi lagi perbuatan tersebut, maka

dipotong tangan kiri dan kaki kanan.

129
apabila hanya sekedar menakut-nakuti orang yang lewat(36) dan tidak
mengambil harta dan tidak pula membunuh, maka hukumannya
dipenjarakan atau dita’zir.(37) Barang siapa yang bertaubat sebelum
mereka tertangkap, maka gugurlah dari padanya hukumannya (had), (38)
dan mereka dituntut sebagai pelaku pidana biasa.(39)

(Fasal): Barang siapa yang hendak dicelakai oleh orang, baik jiwanya,
hartanya atau kehormatannya, lalu terjadi perkelaian antara kedua belah
pihak dan dia membunuh penjahat dimaksud, maka dia tidak dituntut
pertanggung jawaban atas pembunuhan itu.(40)

)36( Membuat rasa takut kepada manusia, dengan cara berdiri di tengah jalan dan
menunjukkan perlawanan kepada orang yang lewat.
)37( Dita’zir dengan cara dipukuli dan sebagainya, berdasarkan keputusan hakim untuk

mebuat efek jera serta memalukan mereka. Yang baik dipenjarakan di daerah bukan daear dia
tinggal, oleh karena agar mereka jera dan merasa benar-benar malu. Pemenjaraan tersebut
sampai mereka bertaubat dan menempuh jalan hidup yang lurus, sebagai sikap berhati-hati
terhadap keamanan masayarakat. Dara dari hal ini adalah firman Allah Ta’alaa:
“Sesungguhnya balasan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, adalah dibunuh mereka itu dan disalib, atau dipotong tangan dan
kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari negeri mereka. Yang demikian itu sebagai
suatu penghinaan terhadap mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapatkan siksa yang
amat hebat”. (al Maidah: 33). Pengertian memusuhi Allah dan Rasul-Nya adalah menentang
perintah Alah dan Rasul-Nya, dengan memusuhi makhluk Allah, dan membuat kerusakan di
muka bumi, mereka itu melakukan perbuatan yang merusak kehidupan, dengan cara
membunuh dan merampas harta, menimbulkan rasa takut dan kegelisahan dalam masyarakat
luas. Ibnu Abbas menafsirkan sebagaimana dijelaskan di atas, sebagaimana diriwayatkan oleh
as Syafi’ie rohimahullah di dalam kitab Musnadnya (al Um: VI/655 : Hamas).
)38( Gugur hukuman sebagai perampok seperti dijelaskan di atas, ini khusus bagi penyamun,

berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Kecuali mereka yang bertaubat sebelum tertangkap, maka
ketahuilah bahwa Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (al Maidah: 34).
)39( Misalnya dengan diqishos, atau mengganti harta yang dirampok, atau lainnya.

)40(Dia tidak dituntut untuk mengganti apa yang telah dihilangkannya, dan dia tidak berdosa
atas perbuatannya itu, kalau yang orang yang sengaja hendak berbuat jahat tersebut
dibunuhnya, maka dia tidak dikenai hukuman qishos, dan tidak wajib membayar diyat atau
kafarat, kalau yang dibunuh berupa hewan, maka dia tidak dituntut untuk mengganti
harganya, demikian pula bila yang dihilangkannya adalah anggota tubuh, atau menyebabkan
cacat tubuh. Apabila tidak mampu menolak serangan tersebut, kemudian dia terpaksa mati,
maka dia mati syahid, dalam hukum fiqih Islamie hal ini dinamakan: " ‫"دفننا الصننت‬
(mempertahankan diri dari serangan pihak lain), membela diri dari orang lain yang berbuat
dholim untuk mendapatkan harta, nyawa atau kehormatannya. Dasar masalah ini adalah
firman Allah Ta’alaa: “Barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia sebanding
dengan serangannya terhadapmu”. (al Baqoroh: 194). Artinya tolaklah serangan mereka
sebanding dengan serangannya, dan ini jelas disyari’atkan agar orang menolak penyerangan,
serta mempertahankan diri. Dan hadits riwayat Abu Dawud (4772), dan at Tirmidzy (1420),
dan lainnya, dari Sa’id Ibnu Zaid ra., dari Nabi saw. beliau bersabda: “Barang siapa yang
terbunuh karena memeprtahankan hartanya, maka dia syahid, dan barang siapa yang terbunuh
karena mempertahankan agamanya, maka dia syahid, dan barang siapa yang terbunuh karena
mempertahankan darahnya (jiwanya), maka dia syahid, dan berang siapa terbunuh karena

130
Terhadap penunggang hewan diwajibkan untuk menganti apabila terjadi
kehilangan/kerusakan pada hewan tersebut.(41)

(Fasal): Ahli bugho (pemberontak) harus diperangi(42) dengan tiga syarat:


mereka itu terhimpun dalam suatu kekuatan untuk membuat

mempertahankan keluarganya, maka dia syahid”. Yang dimaksudkan dengan keluarga adalah:
isteri, dan lainnya, seperti anak, saudara, ibu, dan semua orang dia harus berhutang
disebabkan oleh mereka (menjadi tanggung jawabnya). Arah dari hadits, bahwa bila mati dia
syahid, hal ini menunjukkan bahwa dia berhak untuk melawannya, sebagaimana orang syahid
dalam peperangan, karena dia melawan musuh dalam peperangan. Dan suatu yang mungkin
terjadi dari perlawanan tersebut dia membunuh lawan. Hal itu menunjukkan bahwa diizinkan
baginya untuk membunuh lawannya, dan semua yang diizinkan tidak ditunutut oleh hukum.
Apabila dia perlawanan itu harus sebanding dengan serangan yang dia terima, dan bila
mungkin menolak serangan dengan menjerit untuk meminta tolong kepada orang lain, tanpa
memaksakan diri ahrus memukul, dan kalu toh terpaksa harus memukul, agar diusahakan
tidak sampai memutuskan bagian anggota tubuh penyerang. Melawan itu hukumnya wajib
bila penyerang mengancam keselamatan jiwa atau kehormatan. Meninggalkan perlawanan dan
menyerahkan diri kepada orang dholim tidak diperbolehkan, kecuali bila penyerang adalah
muslim, maka dia boleh tidak melawan, dan itu yang dianjurkan. Tetapi apabila penyerang
menginginkan harta, maka orang boleh melawan atau tidak melawan, oleh karena dia
memiliki hak untuk menghalalkan hartanya kepada orang lain. Dalil yang menunjukkan
demikian adalah hadits riwayat Ahmad di dalam kitab Musnadnya (III/487), bahwasanya
Rasulullah saw.bersabda: “Barang siapa tahu bahwa di sampingnya ada orang yang dihinakan
oleh orang mukmin lain, dia tidak mau menolongnya, padahal dia mampu untuk
menolongnya, maka Allah kan menghinakannya dihadapan mata setiap makhluk nanti pada
hari qiyamat”.
)41( baik yang rusak/hilang itu kainya, atau mulutnya dan sebagainya, oleh karena kerusakan

tersebut disebabkan kelengahannya. Dasar dari permasalahan ini adalah hadits riwayat Abu
Dawud (3570), dan lainnya, bahwasanya Nabi saw. memutuskan: Bagi pejnaga kebun
bertanggung jawab di siang hari, sedang bagi penjaga hewan (pengembala) bertanggung
terhadap apa yang terjadi pada hewan piaraannya pada malam hari. Arah dari dalil ini, bahwa
menurut kebiasaan yang berlaku: bahwa penjaga kebun menjaga tanaman pada siang hari, dia
meninggalkan tugasnya pada malam hari, sedangkan pengembala melepasakan hewan
gembalaannya di siang hari dan dia harus menjaga di malam hari. Maka Rasulullah saw.
memutuskan sesuai dengan kebiasaan ini. Apabila penjaga kebun lengah, dia tidak berjaga di
siang ahri, lalu dimasuki oleh hewan dan kebunnya menjadi rusak, maka penjaga kebun harus
mengganti kerusakan tersebut. Apabila yang lengah penjaga hewan, dia membiarkannya
ternaknya mencari makan di malam hari, dan ketika penjaga kebun melihat terdapat kerusakan
sebab dimakan hewan, maka penjaga hewan bertanggung jawab untuk mengganti semua
kerusakan akibat hewan ternaknya. Keputusan Rasulullah tersebut menunjukkan: bahwa
barang siapa yang diberi tanggung jawab sesuatu, kemudian dia lengah dalam menjalankan
tugasnya, dan akibat kelengahan itu terjadi suatu kehilangan/kerusakan, maka dia bertanggung
jawab untuk menggantinya. Diqiyaskan hilangnya hewan diamksud, dengan hilangnya sebuah
kendaraan di zaman sekarang sebab kelengahan sang sopir, maka sopir tersebut wajib
mengganti semua yang hilang/rusak akibat kelengahannya, karena seharusnya dia mampu
untuk menjaganya dengan baik. Termasuk misalnya kendaraannya berdebu, dan kotor, akibat
dari kecepatan yang tinggi, maka apabila terjadi kecelakaan dan sebagainya, maka sopir
bertanggung jawab untuk mengganti atau berhadapan dengan hukum.
)42( Mereka itu dari kaum muslimin, yang tidak tunduk kepada pemerintah yang sah, yang

ditegakkan (dipilih) oleh semua ummat islam, mereka menolak untuk melaksanakan
kewajiban yang dibebankan kepada mereka oleh negara. Maka mereka itu harus diperangi

131
pemberontakan,(43) mereka bermaksud untuk keluar dari genggaman
kekuasaan imam (kepala negara),(44) mereka memiliki penafsiran hukum
yang rancu.(45) Tidak dibunuh mereka yang tertawan, dan tidak dirampas
harta mereka, dan tidak pula dibunuh mereka yang terluka.(46)

oleh seluruh ummat Islam, sebab mereka menafsirkan hukum bertentangan dengan ketentuan
yang berlaku, mereka memproklamirkan bahwa mereka yang benar dan merekalah yang
berkuasa dalam negara itu. Penumpasan terhadap mereka ini hukumnya wajib bagi penegak
keadilan bersama-sama dengan pemerintah, apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana
yang disebutkan. Dasar disyari’atkannya memmerangi ahli bughoh adalah firman Allah
Ta’alaa: “Dan jika ada dua golongan sesama mukmin berperang, maka damiaknalah antara
keduanya. Jika salah satunya berbuat aniaya terhadap golonga yang lain, maka perangilah
golongan yang berbuat aniaya itu sehingga mereka kambali kepada perintah Allah. Jika sudah
kembali kepada perintah Allah, maka damaikanlah antara kedua belah pihak dengan adil, dan
berlakulah adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (al Hujurot:
9). Arah dalil ini: bahwa hukumnya wajib memerangi golongan yang memebrontak,
berdasarkan perintah dari imam (kepala negara), apabila anaiayat itu dari satu golongan ke
golongan yang lain. Tetapi apabila pemberontakan itu ditujukan kepada pemerintah secara
langsung, maka pemerintah wajib memeranginya. Hadits riwayat Muslim (1852), dan lainnya,
dari Arfajah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang
datang kepadamu dalam urusan ummat Islam, untuk mengikuti seseorang tertentu untk
memecahkan tongkatmu atau memisahkan persetuanmu (jama’ahmu), maka bunuhlah dia”.
Dalam satu riwayat lain: “Barang siapa yang menghendaki memecah belah persatuan ummat
Islam, maka pukullah dia dengan pedang, di mana saja orang berada”. Memecahkan tongkat
sebagai kinayah kiasan dari membuat perpecahan ummat Islam dan mencerai beraiknan jiwa
ummat Islam, sampai ummat Islam terpecah belah bagaikan tongkat yang hancur.
)43( Atau kekuatan yang memungkinkan mereka itu menggoyangkan kedudukan pemimpin

yang sah dan pemegang kendali keadilan, dimungkinkan adanya kelompok-kelompok yang
bergabung kepada mereka, dan adanya kekuatan yang melindunginya (menjadi backing)
dalam pemberontakan tersebut, atau sudah merebut beberapa daerah muslim, oleh karena
mememranginya (menumpasnya) untuk mencegah kejahatan mereka terhadap ummat.
Apabila tidak memiliki kekuatan, maka tidak perlu dikhawatirkan kejahatan mereka.
)44( Atau rajanya, dengan memisahkan diri dari negara datau kota, dan mereka memiliki

pemimpin yang mereka taati.


)45( Syubhat dan membingungkan, baik dari kitab maupun sunnah, yang membolehkan

mereka keluar dari kekuasaan imam yang sah, atau menolak kebenaran dan membawanya
memihak kepada mereka. Barang siapa yang keluar tanpa melakukan penafisran yang salah,
maka hal itu dianggap sebagai pelanggaran tetapi bukan pemberontakan. Sebagaimana
penafsiran sebagian orang yang keluar dari kekuasaan Ali ra., karena mereka mengetahui
bahwa pembunuh Utsman bin Affan ra. dan mereka tidak dipisahkan dari mereka, dan itu
adalah kafir, karena mengabaikan hukum yang diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla. Dan
Allah berfirman: “Barang siapa yang tidak berhukuim dengan apa yang diturunkan oleh Allah,
maka mereka itu kafir”. (al Maidah: 44). Begitu pula penafsiran orang yang enggan membayar
zakat kepada Abu bakar ra., bahwa mereka tidak membayar zakat kecuali kepada orang yang
mengajak mereka dana merahmati mereka, yakni Rasulullah saw. Oleh karena Allah
berfirman: “Ambillah dari harta mereka zakat, untuk membersihkan mereka dan mensucikan
mereka, dan do’akanlah mereka. Sesungguhnya do’amu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi
mereka”. (at Taubah: 103). Apabila hilang salah satu syarat dari tiga syarat tersebut di atas,
maka tidak dinamakan bughoh, dan tidak wajib diperangi, tetapi mereka dituntut berdasarakn
hukum yang ebrlaku sesuai dengan kesalahan mereka, dan tidak diberlakukan tindakan
sebagai pemberontak. Di samping itu juga dipersyaratkan agar sebelumnya pemerintah
mengirim delegasi yang terdiri dari orang terpercaya dan cerdas, untuk membujuk mereka

132
(Fasal): Barang siapa yang murtad dari Islam, maka dia harus diminta
untuk bertaubat sebanyak tiga kali, apabila dia mau bertaubat, bila tidak
mau dia harus dibunuh,(47) jenazahnya tidak dimandikan, tidak disholati,
dan tidak dikuburkan di pemakaman Islam.(48)

agar bersedia kembali taat kepada pemerintah yang sah, serta membuka kesalahan mereka
dalam menafsirkan suatu persolanan, apabila mereka memiliki penafsiran yang rancu, dan
mencoba berdialog untuk mencari tahu tentang sisi mana yang tidak mereka sukai terhadap
kepemimpinan kepala negara yang sah, dan memberikan ancaman akan akibat rencana mereka
untuk berontak, dan mmebrikan ancaman akan diperangi (dibunuh) apabila mereka tetap
melaksanakan rencana mereka tersebut. Dasar dari permasalahan ini, bahwa Allah Ta’alaa
memerintahkan untuk mengadakan ishlah sebelum memerangi pemebrontak, dengan firman-
Nya: “Maka damaikanlah antara keduanya, apabila salah satunya berbuat aniaya terhadap
yang lain, maka perangilah golonaga yang berbuat aniaya”. (al Hujurot: 9). Itulah yang
diperbuat oleh Ali ra. ketika dia mengutus Ibnu Abbas ra. kepada pimpinan Khowarij serta
mengawasi mereka, maka kembalilah kepada pemerintahan Ali yang saha sebanyak 4000, dan
lainnya mempertahankan diri, kemudian mereka itu diperangi oleh Ali ra. (Musnad Ahmad:
I/87).
)46( Di antara perbedaan memerangi pemberontak dengan memerangi orang kafir, bahwa

apabila menawan pemberontak, tidak dibunuh, tetapi ditahan sampai mereka mengakhiri
pemberontakan mereka. Apanbial mengambil harta mereka, maka tidak dibagi seperti
membagi harta ghonimah (rampasan perang), tetapi harta tersebut disimpan sampai mereka
kembali tidak berontak, baru harta tersebut dikembalikan kepada pemiliknya. Apabila
mendapati mereka yang terluka, tidak dibiarkan agar segera mati, atau tidak dibunuh sekali,
apabila ada oknom yang melarikan diri tidak dikejar. Dasar permasalahan ini adalah hadits
riwayat al Baihaqy (VIII/182), dari Abdullah bin Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Wahai Ibnu Mas’ud, tahukan engkau apa hukum Allah tenatng pemberontak di
dalam ummat ini? Ibnu Mas’ud emnjawab: Allah dan Rasul-Nya yang athu. Beliau bersabda:
Sesungguhnya hukum Allah terhadap mereka adalah: hendaknya tidak dikejar-kejar orang
yang membelakangi mereka (malarikan diri), dan tidak dibunuh tawanan mereka, dan tidak
dieprcepat kematiannya bagi mereka yang terluka”, di dalam riwayat alin: “Dan tidak dibagi-
bagikan harta faik mereka”. Artinya harta yang mereka rampas dari pemberontak. Hadits
riwayat Ibnu Syaibah dengan sanad hasan: Bahwasanya Ali ra. memerintahkan kepada juru
bicaranya pada peperangan Jamal, maka juru bicaranya menyerukan: Jangan mengejar mereka
yang melarikan diri, jangan membiarkan cepat mati mereka yang terluka, jangan membunuh
tawanan, barang siapa yang menutup pintnya, maka dia aman, barang siapa yang meletakkan
senjatanya, maka dia aman. (Mughny al Muhtaj: IV/127). Dan diriwayatkan oleh oleh Ibnu
Abi Syaibah: Sesungguhnya pasukan penduduk Nahrowan (Baghdad) meletakkan senjata
mereka di padang luas antara rumah-rumah penduduk, barang siapa yang mengetahuinya,
hendaklah mengambilnya, sampai selesainya dapatnya dikuasi keadaan, silakan diambil.
)47( Berdasarkan hadits al Bukhary (2854), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda:

“Barang siapa mengganti agamanya, maka dia harus dibunuh”. Dan berdasarkan sabda beliau:
“Tidak halal darah seorang muslim ……… kecuali sebab salah satu dari tiga: …… orang
yang memisahkan diri dari agamanya, dan meninggalkan agamanya”. Perhatikan CK: no: 28
Kitab Jinayat. Istitabah (permintaan untuk taubat) itu hukumnya wajib, artinya dia dimnita
untuk bertaubat dan kembali lagi kepada Islam sebelum dibunuh, berdasarkan hadits riwayat
ad Daroquthny (III/118), dari Jabir ra. bahwasanya seorang wanita namanya Umma Rumman
murtad, maka Nabi saw. memerintahkan dia untuk kembali ke Islam, bila dia mau bertaubat,
tetapi bila tidak mau, maka dia harus dibunuh. Perintah untuk bertaubat itu diberlakukan
selama tiga ahri, diulang-ulang dalam permintaan itu, berdasarkan pernyataan Umar ra.tenatgn
seorang yang murtad dibunuh tanpa menunggu tiga hari: Apakah tidak sebaiknya kamu tahan
lebih dulu selama tiga hari, dan kamu beri makan dia setiap hari dengan roti, dan kamu minta
agar dia bertaubat, mudah-mudahan dia mau bertaubat dan kembali kepada perintah Allah?

133
(Fasal): Orang yang meninggalkan sholat ada dua kategori:
Pertama: Meninggalkan sholat karena dia berkeyakinan bahwa sholat itu
tidak wajib, maka hukumnya dia murtad.(49)
Kedua: Dia meninggalkan sholat karena malas, dia berkeyakinan bahwa
sholat itu wajib, maka dia harus diminta untuk bertaubat, apabila dia

Kemudian Umar berkata: Yaa Allah, sesungguhnya ketika itu saya tidak ada di tempat, dan
saya tidak memerintahkannya, dan saya tidak rela apabila hal itu lebih dahulu disampaikan
kepadaku. (Al Muwathok II/737). Mengembalikan dia ke Islam, menurut madzhab as Syafi’ie
tidak perlu menunda sampai tiga ahri, berdasarkan dalail di muka, telah diriwayatkan oleh al
Bukhary (6525), dan Muslim (1733), hadits tentang perwalian Abu Musa al Asy’ari ra. di
Yaman di dalam ahdits tersebut: …. Kemudian diikutkan kepada Mu’adz bin Jabal, setelah
sampai di tempat maka Abu Musa melemparkan kepadanya sebuah bantal. Lalu ia berkata:
Turunlah. Tiba-tiba ada seorang laki-laki di sampingnya yang diikat, Mu’adz bertanya:
Apakah ini? Abu Musa berkata: Dia adalah seorang Yahudi yang sudah masuk Islam, lalu
menjadi Yahudi lagi. Lalu Abu Musa berkata: duduklah. Lelaki itu berkata: Saya tidak akan
duduk sampai dibunuh, sesuai dengan keputusan Allah dan Rasul-Nya, sebanyak tiga kali.
Maka Abu Musa memerintahkan agar dia dibunuh.
)48( Oleh karena dia telah keluar dari golongan Islam, Allah berfirman: “Barang siapa yang

murtad dari agamanya, kemudian dia mati, maka dia adalah kafir”. (al Baqoroh: 217).
)49( Dia diminta untuk bertaubat, sebagi bukti taubatnya dia melakukan sholat yang

membuktikan bahwa dia berkeyakinan bahwa sholat itu hukumnya wajib, apabila dia tidak
mau bertaubat, maka dibunuh damn dia dalam keadaan kafir, tidak dimandikan, tidak
disholati, dan tidak dikubur di pemakaman Islam. Hadits riwayat Muslim (82) dan lainnya,
dari Jabir ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya
perbedaan antara lelaki muslim dengan orang musyrik dan kafir, adalah meninggalkan
sholat”. Ini mengandung pengertian bahwa dia meninggalkan sholat karena menentang dan
ingkar atas difardlukannya sholat.

134
bertaubat dan sholat lagi, bila tidak, maka dia dibunuh sebagai had,(50) dan
dia dihukumi sebagai muslim.(51)

)50( Atau hukuman atas perbuatannya meninggalkan sesuatu yang fardlu, maka dia dibunuh
karenanya. Dalilnya adalah hadits riwayat al Bukhary (25), dan Muslim (22), dari Ibnu Umar
ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Saya diperintah untuk memerangi manusia,
sampai mereka itu bersyahadat bahwasanya tiada Tuhan selain Allah, dan bahwasanya
Muhammad adalah utusan Allah, medirikan sholat, dan membayar zakat. Apabila mereka
melaksanakan hal itu, maka mereka mendapatkan perlindungan dariku darah mereka, harta
mereka, kecuali urusan yang menjadi hak Islam, dan hisab mereka pada Allah”. Hadits
tersebut sebagai dasar bahwa barang siapa yang mengikrarkan dua syahadat, tetap dibunuh
apabila dia tidak mau sholat, tetapi tidak dihukumi sebagai mati kafir, berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud (1420), dan lainnya, dari Ubadah bin as Shomit ra. ia berkata:
Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Lima kali sholat diwajibkan oleh Allah kepada
semua hamba, barang siapa yang datang membawa sholat, maka tidak akan dipersempit
sedikitpun sebagai hak mereka, dia mempunyai janji Allah untuk dimasukkan ke dalam surga,
dan barang siapa datang tidak membawanya, maka dia tidak ada di sisi Allah janji, apabila
Allah menghendaki dia akan disiksa dan apabila Allah menghendaki dia akan dimasukkan ke
dalam surga”. Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan sholat tidak kafir,
oleh karena apabila dia kafir, maka tidak termasuk dalam sabda Nabi saw. tersebut: “Apabila
Allah mau, maka akan dimasukkan ke dalam surga”, oleh karena kafir tidak akan dimasukkan
surga secara pasti. Hadits ini mengandung pengertian bahwa dia meninggalkan sholat karena
malas, untuk memadukan antara beberapa dalil.
)51( Maka jenazahnya dimandikan, disholati, dan dikuburkan di pemakaman Islam, oleh

karena dia termasuk muslim.

135
KITAB JIHAD(1)
(Perang)

Syarat wajibnya berjihad (berperang) ada tujuh macam: Islam, sudah


baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki, sehat jasmani, memiliki
kemampuan untuk berperang.(2) Orang yang ditawan dari orang akfir ada
dua kategori:
Pertama: dia langsung menjadi budak,(3) mereka itu adalah anak-anak
dan kaum wanita.
Kedua: Tidak langsung menjadi budak, mereka itu adalah kaum lelaki
yang sudah baligh, Imam (kepala negara) memilih salah satu dari empat
alternatif: membunuhnya, menjadikan budak, dibebaskan tanpa syarat,

)1(Berjihad salah satu dari yang difardlukan oleh Islam, dan merupakan syiar yang agung,
yang menunjukkan bahwa disyari’atkan berjihad adalah dari Kitabullah Ta’alaa cukup
banyak, antara lain firman Allah Ta’alaa: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, apdahal ia amat buruk bagimu, dan
Allah mengetahui, sedangkamu tidak mengetahui”. (al Baqoroh: 216). Dari hadits Nabi saw,
bahwa jihad Rasulullah saw. terus menerus sejak beliau diperintah, sampai beliau menjumpai
Allah Azza wa Jalla, dengan segala penjelasan tentang hukum, dan sasarannya, sebagaimana
sabda beliau: “Saya diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka itu mengucapkan:
" ‫ "لا إل ـ ا إلا الل ـ‬, hadits riwayat al Bukhary (2786), dan Muslim (21). Dan telah dijelaskan
tentang keutamaan berjihad dan anjuran untuk berjihad, dan berangkat meninggalkan tempat
duduk, dan ancaman bagi orang yang mengabaikannya, tidak terhitung jumlahnya dari nash al
Qur’an dan hadits Nabi saw.
)2( yakni kuat untuk berperang, baik dengan jasmani, harta dengan tanpa adanya kesulitan

yang berarti, misalnya: buta, pincang, kehabisan nafkah. Sebagai dasar persyaratan ini adalah
firman Allah Ta’alaa: “Wahai orang yang beriman perangilah orang-orang kafir yang di
sekitar kamu”. (at Taubah:123).Telah diperintahkan untuk berperang bagi orang mukmin,
mereka itu orang Islam, dan tidak boleh menghadap kepada yang lain. Jihad merupakan
ibadah yang paling agung, yang bukan orang Islam tidak berhak untuk ikut berperang. Dan
jihad merupakan upaya besar untuk menjunjung tinggi kalimat Allah Azza wa Jalla, dan orang
kafir tidak tergerak iuntuk itu. Dan firman Allah “Tidak berdosa (lantaran tidak pergi
berjihad) bagi orang-orang yang lemah, orang-orang yang saki, dan orang-orang yang
mendapatkan apa-apa yang akan mereka nafkahkan”. (at Taubah: 91). Hadits riwayat al
Bukhary (2521), dan Muslim (1868), beradsakan lafadh Muslim, dari Ibnu Umar ra. ia
berkata: Rasulullah saw. meneliti aku, pada saat terjadi peperangan Uhud, saya pada waktu itu
masih berumur sepuluh tahun, beliau tidak meluluskan aku, pada peperangan Khondak beliau
meneliti saya lagi, dan saya sudah berumur 15 tahun, maka beliau meluluskan aku”,
maksudnya mengizinkan aku keluar untuk ikut beliau dalam peperangan. Hadits riwayat al
Bukhary (1762), dari A’isyah ra. ia berkata: Saya bertanya: Wahai Rasululah, Apakah tidak
sebaiknya kami ikut berperang dan berjihad bersama kamu? Beliau menjawab: “Bagi kamu
juga baik untuk berjihad, lebih baik lagi bila kamu berhaji, menajdi haji mabrur”.
)3( Mereka yang ditawan dan ditangkap dari barisan musuh di tengah peperangan, atau yang

musuh yang ditangkap dari pemburuan.

135
ditukar dengan harta atau dengan lelaki lain (tukar menukar tawanan), (4)
Imam berbuat yang mengandung maslahat.(5)
Dan barang siapa yang sebelum ditawan sudah masuk Islam, maka terjaga
hartanya, darahnya dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.(6)
Untuk anak-anak dihukumi sebagai muslim apabila memenuhi tiga
macam sebab:(7) salah satu dari kedua orang tuanya beragama Islam, atau
ditawan oleh orang Islam terpisah dari orang tuanya, atau ditemukan di
daerah Islam.(8)

)4( Meminta tebusan harta sebagai ganti pembenbasan, atau tukar menukar tawanan kita
dengan tawanan mereka.
)5( Allah Ta’alaa berfirman: “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (dalam

peperangan), maka pancunglah batang leher mereka. Setelah kamu menang, maka tawanlah
mereka, dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka, atau menerima tebusan sampai
peperangan berhenti”. (Muhammad: 4). Hadits riwayat al Bukhary (3804), dan Muslim
(1766), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Bani Nadlir dan bani Quraidhoh menyerang ummat
Islam, bani Nadlir dapat dipukul mundur dan melarikan diri, sedangkan bani Quraidhoh
dibiarkan bertahan oleh ummat Islam, tawanan perang dikembalikan kepada mereka, sampai
bani Quroidhoh memerangi ummat Islam, Ummat Islam membunuh kaum laki-laki bani
Quroidhoh, dan membagi-bagikan isteri mereka, harta mereka dan anak-mereka kepada
ummat Islam. Sa’id bin Mu’adz telah menetapkan hukum pembunuhan mereka berdasarkan
hukum yang diberikan oleh Rasulullah saw. setelah diturunkan kepada mereka hukum
berperang. Perhatikan al Bukhary (2878) dan Muslim (1768). Nabi saw. meninjau tawanan
perang dari suku Hawazun, lalu mereka meminta syafaat kepada ummat islam setelah mereka
membagi-bagikan antara mereka, ketika itu suku Hawazun bertamu kepada ummat islam,
mereka meminta kepada Rasulullah saw. agar mengembalikan kepada mereka tawanan perang
dan harta mereka, ummat Islam membebaskan tawanan dari mereka, riwayat al Bukhary
(2963). Hadits riwayat Muslim (1755), bahwa tawanan perang dari ummat Islam diganti
dengan tawanan mereka, di antara mereka ada kaum wanita dari bani Fazaroh, Maka
Rasulullah saw. mengutus dia ke Makkah, maka dia bertamu kepada ummat islam yang
mereka ditawan di Makkah. Diriwayatkan pula oleh Muslim (1763), bahwasanya Nabi saw.
meminta ganti dari tawanan perang dalam perang Badar.
)6( Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (25), dan Muslim (22), dari Ibnu Umar ra.,

bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Saya diperintah untuk memerangi manusia, sampai
mereka itu bersaksi, bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah
utusan Allah, menegakkan sholat, membayar zakat, apabila mereka melaksanakan yang
demikian itu, maka mereka terlindungi dariku darah mereka, harta mereka, kecuali yang
berkaitan dengan hak-hak Islam, dan hisab mereka berada di kekuasaan Allah”. Pengertian
hak-hak Islam: yakni apabila mereka berbuat kejahatan yang mewajibkan dia dihukum atau
diwajibkan membayar diyat dalam Islam, maka mereka tetap berhak dituntut, mungkin berupa
qishos. Hisabnya berada dalam genggaman Allah: yakni hal-hal yang bersifat rahasia, atau
disembunyikan dalam hati mereka.
)7( Apabila memenuhi salah satu dari tiga sebab.

)8( Karena berdekatan dengan daerah muslim, jelas-jelas untuk kemaslahatan anak dan yang
bermanffat baginya, karena sesungguhnay Islam adalah memiliki sifat sempurna serta mulya
dan tinggi, Rasulullah saw. bersabda: “Islam itu tinggi, tidak ada yang mengatasinya”,
diriwayatkan oelh ad Daroquthny dalam kitab Sunannya (kitab Nikah). Dan hadits riwayat al
Bukhary muallaq dalam kitab Jenazah, bab: Apabila anak menajdi Islam …. (al ‘Ayyi:
VIII/169).

136
(Fasal): Barang siapa yang membunuh musuh, maka diberikan kepadanya
salab-nya (perlengkapan, harta yang dibawa musuh yang terbunuh),(9)
dan dibagi barang ghonimah (rampasan perang)(10) sesudah selesai
perang menjadi lima bagian: empat bagian diberikan kepada yang ikut
berperang.(11) Empat bagian tersebut diperuntukkan bagi pasukan kavaleri
(Pasukan berkuda) tiga bagian dan untuk pasukan infanteri (pasukan
jalan darat) satu bagian.(12)
Tidak diberi bagian ghonimah kecuali orang yang memenuhi lima syarat:
Islam, sudah baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki. Apabila kurang
dari salah satu syarat, maka diberi sekedarnya dan tidak mendapatkan
bagian tertentu.(13)
Seperlima dari ghonimah dibagi menjadi lima bgaian lagi: satu bagian
untuk Rasulullah saw. yang selanjutnya diserahkan untuk kepentingan
kemaslahatan ummat, sebagian untuk keluarga dekat Nabi saw, mereka
itu adalah: bani Hasyim, dan bani Mutholib, sebagian lagi untuk anak-
anak yatim, sebagian lagi untuk fakir miskin, dan sebagian lagi untuk
ibnu sabiil.(14)
)9( Apa yang berada beserta orang ayng dibunuh, berupa senjata, peralatan perang, pakaian,
dan harta lainnya. Hadits riwayat al Bukhary (2973), dan Muslim (1851), dari Abi Qotadah ra.
dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Barang siapa yang membunuh musuh, dan ada
bukti/saksinya, maka dia berhak memiliki salab”.
)10( Ghonimah; apa ayng diambil dari harta orang kafir memelaui kekerasan dan peperangan

yang terjadi, sekalipun melalui pengjaran.


)11( Hadits riwayat al Baihaqy (IX/62), bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw., ia

berkata: Apakah fatwa tuan tentang harta ghonimah? Beliau menjawab: Untuk Allah
seperlimanya, empat perlimanya untuk tentara yang ikut berperang”.
)12( Hadits riwayat al Bukhary (2708), dari Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw.

membagi kepada pasukan berkuda dua bagian dan kepada pasukan jalan kaki satu bagian.
Hadits riwayat al Bukhary pula (3988) dan Muslim (1762) ia Ibnu Umar berkata: Rasulullah
saw. membagi ghonimah peperangan Khoibar, untuk pasukan berkuda dua bagian dan untuk
pasukan jalan kaki sebagian.
)13( Oleh karena bukan orang yang berhak untuk ikut berperang yang difardlukan kepada

mereka untuk mengikutinya, tetapi dia diberi oleh pimpinan apsukan atau Imam sesuatu dari
ghonimah sebelum ghonimah dibagi, adapun berapa jumlahnya disesuaikan dengan keadaan
dan tidak sampai mencapai satu bagian pasukan jalan kaki, inilah arti dari: ""‫"رضـ‬ yakni
pemberian yang sedikit.
)14( Allah Ta’alaa berfirman: “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh

sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Raul, kerabata Rasul,
anak yati, orang miskin dan ibnu sabil”. (al Anfal: 41). Yatim adalah anak kecil tidak
memiliki bapak, kalau sudah baligh bukan yatim, berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak
disebut yatim, mereka yang sudah bermimpi”, diriwayatkan oleh Abu Dawud (2873). Ibnu
sabil adalah musafir ayng kehabisan nafkah, dan dia jauh dari harta yang ia punyai. Hadits
riwayat al Bukhary (2871), dari Jubair bin Math’am ra. ia berkata: Saya dan Utsman bin Affan
berjalan ke Rasulullah saw. Kami berkata: Wahai Rasulullah, Engkau memberi kepada bani
Muthlib, dan engkau meninggalkan kami, sedang kami dan mereka adalah mempunyai
kedudukan yang sama? Maka Rasulullah saw. menajwab: Sesungguhnya bani Mutholib dan

137
(Fasal): Dibagi harta faik(15) menjadi lima pecahan:(16) Yang
seperlima dibagi kepada mereka yang mendapatkan bagian seperlima dari
ghonimah.(17) Dan empat perlima dari harta faik dibagikan kepada
pasukan yang ikut berperang,(18) dan untuk kemaslahatan
(kesejahteraan) ummat Islam.(19)

bani Hasyim adalah satu”. Pengertian: " "‫"مبنزلـ اادـ‬ artinya: dari segi kekerabatan, karena

semuanya berasal dari bani Abdi Manaf. Pengertian: ""‫"شــو اادــ‬ oleh karena mereka
menolong beliau sejak sebelum masuk Islam dan sesudah masuk Islam. Perhatikan CK. No:
17 berikut ini.
)15( Apa-apa yang diambil dari orang kafir tanpa berperang, atau sesudah selesainya

peperangan. (Barang yang ditinggalkan orang kafir dalam peperangan).


)16( Lima bagian.

)17( Firman Allah Ta’alaa: “Apa saja harta faik yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya
yang berasal dari penduduk kota , maka untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnu sabil”. (al Hasyer:7). Ayat ini bersifat mutlak, tidak menjelaskan
di dalamnya tentang pembagian menjadi lima, sedang dalam ayat tentang ghonimah
ditentukan dengan membagi lima. Rasulullah saw. bersabda: “ Tidak ada hak bagiku dari
harta faik dari Allah, kecuali hanya seperlima, dan seperlima lagi dikembalikan kepadamu”,
diriwayatkan oleh al Baihaqy (Nihayah: III/272). Atau dibagi untuk kemaslahatan ummat,
demikianlah sesudah wafat beliau saw., yang dimaksudkan adalah seperlima dari seperlima
(serperdua puluh lima). Perhatikan CK. No: 14.
)18( Mereka itu adalah tenrata yang bertugas mengintai musuh, menjaga pertahanan di markas,

dan pasukan siap tempur (combad ready).


)19( Oleh karena mereka itu diberi bagian pada masa Rasulullah saw. masih hidup, dan

pembagaiannya sebagaimana yang telah dijelaskan di muka. Hadits riwayat al Bukhary


(2748), dan Muslim (1757), dari Umar ra., ia berkata: Harta bani Nadlir di antara harta faik
dari Allah kepada Rasulullah saw. dari sesuatu yang tidak membutuhkan jalan cepat oleh
ummat Islam untuk meraihnya, baik menggunakan kuda atau kendaraan lainnya, dan itu milik
Rasululah saw. secara khusus. Dan harta faik itu diperuntukkan sebagai nafkah keluarga
beliau, selama satu tahun. Lalu sisanya untuk keperluan senjata dan kuda sebagai kendaraan,
yang senantiasa siap untuk berjihad fii sabilillah. Termasuk untuk membiayai nafkah tawanan
perang, pasukan yang mati, dan mereka yang sebagaimana telah dijelaskan dalam pembagian
ghonimah, yakni orang upahan, walaupun tidak dalam waktu berperang, atau untuk para
ulama dan alin-lain, yakni orang-orang yang membutuhkan untuk kepentingan pekerjaan
mereka. Dan diberikan kepada ahli waris pasuka yang gugur dari keluarga yang menjadi
tanggungannya untuk memberi nafkah hidupnya, sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Di dalam Nihayah menyatakan: Apabila orang upahan meninggal, maka haknya
diberikan kepada ahli warisnya yang menjadi tanggungannya untuk emmberi nafkah
hidupnya, diambilkan dari empat perlima harta faik, bukan dari yang menjadi hak Rasul.
Diberikan kepada isteri walaupn berjumlah, kepada anak-anaknya sampai mereka usia
menikah atau sudah mampu bekerja sendiri, atau lainnya. Terhadap anak-anak laki-lakinya
sampai mampu berusaha atau siap untuk berperang, agar manusia tidak sulit bekerja di luar
perang, agar tidak menyulitkan keluarganya sesudah ditinggalkan mati. Bagi anak yang sudah
balighh tetapi kondisinya lemah, maka disamakan dengan anak yang belum baligh. Juga
diberikan kepada anak-anak dari orang alim, sampai mereka mampu bekerja atau siap untuk
nikah, sebagai motivasi untuk menuntut ilmu. (III/74).

138
(Fasal): Syarat wajibnya membayar jizyah (upeti/pajak pribadi)
ada lima macam:(20) sudah baligh, berakal sehat, merdeka, laki-
laki,(21) dan mereka itu termasuk ahli kitab,(22) atau dari golongan
yang memiliki serupa kitab suci(23).
Batas minimal jizyah satu dinar untuk satu tahun,(24) dan
dipungut dari orang yang kelas menengah dua dinar, dan dari
orang yang kaya empat dinar,(25) dan diperbolehkan
dipersyaratkan kepada mereka agar memberikan dliyafah
(jamuan sebagai tamu) sebagai tambahan dari ketentuan
jizyah.(26)

)20(
Jizyah, adalah nama sejumlah harta yang wajib dibayar oleh orang non muslim dengan
perjanjian secara khusus, dengan imbalam perlindungan serta keselamatan darah, serta
keamanan mereka dalam kehidupan berumah tangga. Dinamakan dengan jizyah oleh karena
sebagai jaminan tidak diperangi, atau memenuhi kebutuhan kemanan. Dasar disyari’atkannya
adalah firman Allah Ta’alaa: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
hari kemudian, dan tidak mengharamkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya
dan tidak bergama dengan agama yang benar, yaitu orang-orang yang diberi kitab, sampai dia
berseida membayar jizyah dengan patuh, dan mereka dalam keadaan patuh”. (at taubah: 29).
Pengertian: "‫ "صاغرين‬pada mereka ada tanda kehinaan serta terpaksa, as Syafi’ie
menyatakan: "‫ "الصغار‬yakni berlakunya hukum Islam terhadap mereka. Hadits riwayat al
Bukhary (2988), dan Muslim (2961), dari Amru bin Auf al Anshory ra., bahwasanya
Rasulullah saw.mengutus Abu Ubaidah ibnul Jarroh ke Bahroin, untuk memungut jizyah di
daerah itu.
)21( Dasar persyaratan yang empat ini adalah ayat di muka, dan menjelaskan bahwa jizyah

dipungut dari orang yang mukallaf dan yang sudah berhak berperang, kaum wanita
dikeluarkan dari jizyah, karena mereka bukan orang yang berhak untuk berperang, demikian
pula budak, dikeluarkan juga dari kewajiban memabyar jizyah untuk anak-anak dan orang
gila, oleh karena mereka ini tidak mukallaf. Hadits riwayat al Baihaqy (IX/195), bahwasanya
Umar ra. menulis surat kepada pekerjanya, agar tidak memengut jizyah kepada kaum wanita
dan anak-anak. Perhatikan CK. No: 20.
)22( Berdasarkan ayat di atas.

)23( Seperti orang majusi, mereka itu menyembah api, hadits riwayat al Bukahry (2987),
bahwasanya Umar ra. tidak memungut jizyah dari orang Majusi. Sampai Abdurrahman bin
Auf ra. bersaksi, bahwa Nabi saw. memungut jizyah dari orang Majusi yang ikut hijrah.
)24( Oleh karena Rasulullah saw. ketika mengutus Mu’adz ra. ke Yaman, beliau memrintahkan

dia agar memungut jizyah untuk setiap orang yang sudah bermimpi (dewasa) satu dinar,
sebagai imbalan memberikan rasa aman bagi mereka.
)25( Mengikuti Umar ra. telah menetapkan jizyah untuk orang kaya 48 dirham, untuk kelas

menegah 24 dirham, dan untuk yang fakir dua belas dirham, diriwayatkan oleh al Baihaqy
(IX/196). Dan dipindahkan menjadi satu dinar untuk setiap duabelas dirham, sebanding
dengan satu lirah Inggris berupa uang emas sekarang.
)26( Hadits riwayat al Baihaqy (IX/195), bahwasanya Rasulullah saw. berbuat baik kepada

orang yang berpindah tempat sebesar 300 dinar, - dan jumlah mereak ada 300 orang laki-laki

139
Perjanjian jizyah itu mengandung empat hal: Harus membayar
jizyah, dan mereka harus mematuhi hukum Islam,(27) tidak boleh
menjelaskan agama Islam kecuali dengan baik,(28) tidak boleh
berbuat sesuatu yang dapat membahayakan terhadap ummat
Islam,(29) mereka itu diberi tanda dengan memakai al ghiyar
(tanda pada baju) dan dengan ikatan az zunar (senar), dan tidak
diperbolehkan menunggang kuda (kendaraan).(30)

– dan ditambah dengan jamuan tamu di mana ummat Islam yang sedang melakukan
perjalanan kontrol.
)27( Terhadap hal-hal yang diharamkan dalam Islam, misalnya berzina, telah terdapat dalam

hadits riwayat al Bukhary (6433), damn Muslim (1699), bahwasanya Rasulullah saw.
merajam seorang Yahudi dan seorang Yahudi wanita ayng melakukan perzinaan. Adapun
yang tidak diharamkan, maka tidak berlaku bagi mereka hukum Islam, kecuali apabila dia
dihadapkan kepada hakim Islam, maka akan ditegakkan hukum Islam di antara mereka.
)28( Apabila dia menentang al Qur’an, atau menjelaskan Rasulullah saw. dengan sifat-sifat

yang tidak sepatutnya, atau emnunjukkan sikap benci terhadap syari’at Allah Ta’alaa, apabila
hal itu dipersyaratkan adanya pembatalan perjanjian, maka menjadi batal.
)29( Misalnya menyembunyikan mata-mata, atau menunjukan kepada musuh tentang kondisi

ummat Islam, membatalkan perjanjian sepihak, meminum khomer, atau makan daging babi,
atau secara terang-terangan menunjukkan perbuatan musyrik, dan sebagainya, kesemuanya itu
tidak boleh mereka lakukan.
)30( "‫"الغيـار‬ pakaiannya diberi tanda sejenis benang sulaman dengan warna tertentu yang

berbeda. Sedang: "‫ "الـ ُّزانر‬adalah benang yang tebal (besar) untuk diikatkan di pinggang kaum
lelaki di luar bajunya. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk membedakan dengan ummat islam
dengan menggunakan model pakaian dan sebagainya, agar mudah diketahui dan memudahkan
untuk bersikap terhadap mereka sebagaimana mestinya. Mereka dilarang menampakkan sikap
lebih tinggi, lebih mulya, di ahdapan ummat Islam. Allah telah menetapkan demikian atas
mereka, dengan kehinaan, kemiskinan serta kecil dalam pandangan. Na’udzu billah min
dzaalika.

140
KITAB AS SHOIDI WADZ DZABAIH
(PERBURUAN DAN PENYEMBELIHAN)

Hewan yang dapat disembelih(1) maka penyembelihannya pada bagian


antara halaq dan labah,(2) hewan yang tidak dapat ditangkap untuk
disembelih, maka penyembelihannya dengan jalan melukai hewan
tersebut di bagian mana saja.(3)

Sempurnanya penyembelihan itu ada empat hal: memotong kerongkongan


(jalan nafas), tenggorokan (jalan makanan) dan dua urat darah.(4) Sudah
dianggap cukup apabila sudah memotong: kerongkongan dan
tenggorokan.(5)

)1(Dasar disyari’atkannya penyembelihan adalah firman Allah Ta’alaa: “Kecuali yang sempat
kamu sembelih”. (al Maidah: 3). Artinya hewan yang kamu dapatkan dalam keadaan hidup,
dan kamu sembelih, maka sesungguhnya yang demikian itu halal kamu makan dagingnya.
Sedang disyari’atkannya perburuan adalah firman Allah Ta’alaa: “Apabila kamu sudah
meneyeleasiakan ibadah haji, maka berburulah”. (al Maidah: 2), artinya apabila kamu sudah
bertahallul dari ihrom untuk ibadah haji atau umroh, maka dihalalkan bagi kamu untuk
berburu hewan. Akan dijelaskan dalil-dalilnya di sela-sela fasal-fasal dalam kitanb ini.
)2( "‫"ا ْللَق‬ adalah bagian di atas leher, sedangkan: "‫"اللبَة‬ adalah bagian di bawah leher,
penyembelihan mengenai antara dua bagian tersebut. Sabda Rasulullah saw.: “Ketahuilah
sesungguhnya penyembelihan itu pada antara halaq dan labah”, diriwayatkan oleh ad
Daroquthny (IV/283), dan al Bukhary secara muallaq dari Ibnu Abbas ra. dalam kitab
Penyembelihan, bab: Nahar dan dzibhi (penyembelihan).
)3( Melukainya dengan luka yang mampu melepaskan nyawanya, bagian mana saja dari badan

hewan dimaksud. Hadits riwayat al Bukahry (5190), dan Muslim (1968), dari Rofi’ bin
Khudaij ra. bahwasanya Rasulullah saw. mendapatkan ghonimah berupa onta dan kambing.
Kemudian ontanya melarikan diri dan binal, ketika itu tidak kuda yang siap untuk
mengejarnya, maka ada seorang yang memanahnya dan mati, maka Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya untuk hewan ini yang melarikan diri dengan binal bagiakan binalnya binatang
liar, apabila hanya dengan cara demikian, maka perbuatlah terhadapnya seperti itu”. Dalam
riwayat lain: Dan tidak dapat kamu tundukan, maka perbuatlah terhadap hewan tersebut
demikian”.
)4( Memotong keseluruhannya secara sempurna adalah sunnat hukumnya, oleh karena

mempercepat keluarnya nyawa, dan merupakan perbuatan baik terhadap hewan yang di
sembelih. Dalam sebuah hadits: “Makanlah hasil sembelihan yang memotong urat-urat leher”,
atau penyembelihan yang memotong uruq (saluran) atau memotong keempat-empatnya
secara keseluruhan.
)5( Hadits riwayat al Bukhary (2356), dan Muslim (1868), dari Rofi’ bin Khudaij ra. ia

berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila sudah mengalirkan darah dan di sebutkan nama
Allah atasnya, makanlah dagingnya”. Hadits tersebut menjelaskan bahwa sudah dianggap
cukup bila dalam penyembelihan sudah menumpahkan darah, mangalir dengan kuat, dan
sudah memotong kerongkongan dan tenggorokan dan menumpahkan darah, maka
penyembelihan tersebut sudah shah, oleh karena kehidupan akan terputus dengan memotong
keduanya.

141
Diperbolehkan berburu menggunakan hewan jariihah (pemburu) yang
sudah terdidik, dari hewan buas atau burung pemburu.(6)

Sebagai syarat binatang pemburu yang terlatih ada empat: (a) apabila
dilepaskan (diperintah) untuk memburu hewan buruan dia langSung
mengejarnya, (b) apabila diperintah untuk berhenti dia langsung
berhenti,(7) (c) apabila membunuh hewan dia tidak memakannya
sedikitpun, (d) dan sikap demikian itu dilakukan berulang-ulang.(8)
Apabila salah satu syarat tersebut tidak terpeNuhi, maka tidak halal hasil
tangkapan hewan pemburu tersebut, kecuali apabila didapati masih dalam
keadaan hidup, kemudian disembelih.(9)

Diperbolehkan melakukan penyembelihan menggunakan alat apa saja


yAng dapat melukai hewan yang disemnbelih, kecuali dengan gigi dan
kuku.(10)

)6( Yakni setiap hewan yang memiliki taring, seperti cheetah dan anjing, dan yang memiliki
burung yang memiliki cakar kuat, seperti burung rajawali dan burung elang. Allah berfirman:
“Mereka bertanya kepadamu: Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah: Dihalalkan
bagimu yang baik-baik dan hasil buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah kamu
latih untuk berburu. Kamu melatihnya sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Allah
kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkap untukmu, dan sebutlah nama Allah atas
bintang buas itu, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha cepat
perhitungan-Nya”. (al Maidah: 4). Pengertian: ""َ‫"مكلب‬ hewan yang sudah terlatih untuk

dilepaskan untuk memburu hewan buruan, diambil dari kosa kata: ""َ‫"الكل‬ (anjing) karena
kebanyakan hewan yang terlatih adalah anjing.
)7( Pengertian: ""‫ "أرسَل‬dilepas dan dipacu untuk berburu. ""‫ "اسرتسَل‬dia cepat berlari
memburu, ""‫ زجَت‬diperintah berhenti, sesuai dengan kode yang dilatihkan, ""‫ "انزجَت‬dia
berhenti.
)8( Pengertian berulang-ulang itu dua kali atau lebih, oleh karena kalau hanya satu kali, boleh

jadi hanya kebetulan saja, dan tidak menunjukkan hasil dari latihan, dan hendaknya berulang-
ulang tersebut diakui oleh orang yang sudah berpengalaman tentang latihan hewan pemburu
yang terlatih.
)9( Dasar dari syarat ini adalah ayat tersebut di muka, dan banyak hadits, antara lain hadits

riwayat al Bukhary (5167), dan Muslim (1929), dari Addie bin Hatim ra. dari Nabi saw. beliau
bersabda: “Apabila engkau melepaskan anjingmu yang sudah terlatih, dan engkau membaca
Basmalah, kemudian aning itu menangkap heean buruan dan membunuhnya, maka makanlah
dagingnya. Apabila anjing tersebut memakan sebagian hewan buruannya, maka janganlah
engkau makan, karena berarti anjing tersebut berburu untuk dirinyan sendiri”. Hadits riwayat
al Bukahry (5170), dan Msulim (1930), dari Abi Tsa’labah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda:
“Hewan ayng engkau buru dengan anjingmu yang tidak terlatih, kemudian kamu dan dapat
kamu sembelih, maka makanlah dagingnya”. Artinya kamu dapati dalam keadaan hidup
kemudian kamu sembelih.
)10( Oleh karena penyembelihan yang menggunakan gigi atau kuku, terkesan menyiksa

terhadap hewan, dan pada umumnya hewan akan berontak. Terdapat di dalam hadits Rafi’ ra.

142
Dihalkan hasil sembelihan semua orang Islam dan orang ahli kitab,(11) dan
tidak halal sembelihan orangf Majusi dan watsanie (penyembah
berhala).(12)

Penyembelihan janin mengikuti sembelihan induknya, kecuali bila


didapati dalam keadaan hidup, maka harus disembelih. (13)

Apa saja yang dipotong dari organ hewan yang masih hidup, maka
dianggap sebagai bangkai,(14) kecuali bulu yang dapat dimanfaatkan untuk
permadani atau pakaian.(15)
(CK. No: 5): “Kami berharap atau takut terhadap musuh pada suatu pagi hari, dan kami tidak
membawa apa-apa kecuali sebuah pisau, apakah kami boleh menyembelih menggunakan
bambu? Beliau bersabda: “Apa saja yang dapat menumpahkan darah dan dengan membaca
Basamalah dalam penyembelihan itu, maka makanlah dagingnya, selain menggunakan gigi
atau kuku. Dan akan saya jelaskan tenatng hal itu, adapaun gigi adalah termasuk tulang,
sedangkan kuku adalah pisaunya orang Habsyie. Pengertian kata: "‫"مَى – مىيَة‬ (pisau),

" ‫( "أهنَت الَى‬mengalirakan atau menumpahkan darah dengan banyak, seperti mengalirnya air di
sungai), ""َ‫"فعظ‬ (tulang, tidak halal hewan disembelih dengan tulang), dan "‫"فمَى البةَة‬
(orang-orang Habsyie menyembelih hewan menggunakan kuku, mereka itu orang akfir,
sungguh kamu dilrang untuk menyerupai perbuatan mereka).
)11( Yahudi atau Nasrani, berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Makanan orang yang diberi

kitab itu halal bagimu”. (al Maidah: 5). Yang dimaksudkan dengan makanan di sini adalah
hasil sembelihan mereka. Kehalalan tersebut tidak ada bedanya antara sembelihan orang laki-
laki dan wanita, berdasarkan ijmak ummat Islam.
)12( Seperti penyembah berhala dan lain-lain, berdasarkan pemahaman dari ayat tersebut di

muka yang menjelaskan bahwa tidak halal sembilihan selain orang Islam dan ahli kitab, oleh
karena Rasulullah saw. telah mengirim surat kepada orang Majusi yang berpindah untuk
menawarkaqn Islam kepada mereka, barang siapa yang masuk Islam merak akan diterima
dengan baik, dan barang siapa yang enggan, maka mereka akan dikani jizyah, di samping itu
tidak halal penyembelihan merkea, dan tidak halal pula wanita mereka dinikahi ummat islam.
Al Baihaqy menyatakan (IX/285), hadits ini mursal, tetapi ulama sepakat untuk memperkuat
hadits tersebut. Disamakan dengan penyembah berhala dalam hal tidak halal
penyembelihannya adalah orang murtad, oleh karena dia tidak memastikan ke agama mana
dia berpidah agama. Juga orang mulhid (atheis), dia adalah mengingkari semua agama dan
mengingkari pula keberadaan Tuhan pencipta Yang Maha Suci, oleh karena mereka itu tidak
memiliki agama, maka tidak halal sembelihan mereka itu.
)13( Penyembelihan terhadap induknya berarti sudah termasuk penyembelihan janinnya,

kecuali apabila setelah dikeluarkan dari induknya yang sudah disembelih teryata masih hidup,
maka harus disembelih. Hadits riwayat Abu Dawud (2827), dari Abi Sa’id al Khudry ra. ia
berkata: Kami bertanya kepada Rasulullah saw.tentang penyembeliahan janin, beliau
bersabda: “Makanlah ia bila kamu mau, sesungguhnya penyembelihannya mengikuti
penyembelihan induknya”.
)14( Dihukumi sebagai bangaki dari hewan hidup, baik hewan itu halal atau tidak, suci atau

najis. Apa yang terpotong dari ikan yang hidup halal, karena bangkai ikan halal dimakan,
sebagaimana akan dijelaskan nanti. Apa yang terpotong dari manusia hukumnya suci
sebagaimana anda telah ketahui, perhatikan: CK. No: 11 Kitab Thoharoh, dan CK. No: 19 (di
bawah). Hadits riwayat al Hakim dan dinyatakan shohih (IV/239), dari Abi Sa’id al Khudry

143
(Fasal): Setiap hewan yang dianggap baik oleh orang Arab, adalah halal,
kecuali apabila ada penjelasan dari syra’ tentang keharamannya, dan
semua hewan yang dianggap jelek oleh orang Arab, (16) adalah haram,
kecuali bila ada penjelasan dari syara’ kehalalannya.(17)

Diharamkan binatang buas yang memiliki taring yang kuat untuk


menyerang musuhnya,(18) dan diharamkan pula bangsa burung yang
memiliki cakar yang kua untuk melukia mangsanya.(19)

ra. bahwasanya Rasulullah saw. ditanya tentang potongan punuk onta dan potongan pantat
kambing? Beliau menjawab: “Apa saja yang dipotong dari hewan yang masih hidup, adalah
bangaki”. Hadits riwayat Abu Dawud (2858), dan at Tirmidzy (1480), lafadh at Tirmidzy, dan
dinyatakan hasan, dari Abi Waqid al Laitsie ia berkata: Nabi saw. tiba di Madinah, mereka
memotong punuk onta dan memotong pantat kambing, beliau bersabda: “Apa yang dipotong
dari hewan yang masih hidup, adalah bangkai”, juga diriwayatkan oleh al Hakim dan
dinyatakan shohih (IV/239).
)15( Dengan syarat: hewan tersebut adalah halal dimakan dagingnya menurut syara’, dipotong

pada saat masih hidup, atau sesudah disembelih menurut syara’, bukan terpisah dari hewan
yang masih hidup dari tubuhnya. Adapun bulu bangkai hewan selain bangkai manusia, adalah
najis, tidak bisa disucikan, oleh karena tidak disembelih. Dasar kessucian apa yang
disaebutkan di muka adalah firman Allah Ta’ala: “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-
rumahmu sebagai tempat tinggal, dan menjadikan kemah-kemah kamu dari kulit binatang
ternak yang kamu rasa lebih ringan untuk membawanya di waktu kamu berjalan atau diwaktu
kamu bermukim, dan dijadikan pula bagimu dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing
sebagai alat rumah tangga dan perhiasan sampai waktu tertentu”. (an Nahl: 80). Ayat di atas
menunjukkan bahwa diperbolehkannya mempergunakan apa-apa yang telah disebutkan. Hal
itu menunjukkan bahwa itu semua adalah suci. Termasuk yang dijelaskan tentang bulu
hewan, adalah bulu semua hewan yang halal di makan dagingnya, seperti bulu burung dan
sebangsanya.
)16( Oleh karena orang Arab adalah yang mendapatkan perintah syara’ pertama, dan di tengah-

tengah mereka Nabi saw. diutus, dan diturunkannya al Qur’an.


)17( Allah Ta’alaa berfirman: “Dan menghalakan abgi mereka segala yang baik dan

mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (al A’rof: 158), dan firman Allah Ta’alaa:
“Mereka bertanya kepadamu: Apa saja yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah: Dihalalkan
bagimu yang baik-baik “. (al Maidah: 4). Kata: ""‫ "الطيبَت‬artinya: apa saja yang menurut jiwa

baik dan menarik, sedangkan: ""َ‫ "اخلبتئ‬artinya: apa saja yang dianggap oleh jiwa kotor, dan
harus dijauhi.
)18( Untuk menyergap dan memburu mangsanya (lawannya), seperti serigala, singa, anjing

dan sebagainya.
)19( Hadits riwayat al Bukahry (5210), dan Muslim (1932), dari Abi Tsa’labah al Khosynie

ra., bahwasanya Rasulullah saw. melarang memakan setiap binatang buas yang memiliki
taring”. Hadist riwayat Muslim (1934), dan lainnya, dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah
saw. melarang memakan daging binatang yang bertaring, dan burung yang memiliki cakar
kuat”. "‫"انب‬ :taring adalah gigi yang tajam untuk menggigit hewan buruannya, ""‫ "السَبت‬:
binatang pemburu (buas), ""ََ‫"خمل‬ : kuku untuk memotong dan merobek kulit hewan
mangsanya.

144
Dihalalkan bagi orang yang dalam keadaan dlarurat (terpaksa) dalam
keadaan sangat lapar: untuk memakan bangkai yang diharamkan, untuk
menutup kebutuhan mempertahankan nafas-nafas terakhir.(20)
Bagi kita ada dua macam bangkai yang dihalalkan: yakni: ikan, dan
belalang, dan dua macam darah yakni: hati dan limpa.(21)

(Fasal): Udlhiyah (kurban)(22) hukumnya sunnat muakkad:(23) cukup


dengan seekor kambing domba berumur satu tahun lebih,(24) atau kambing
bandot umur dua tahun lebih. Atau Onta umur dua tahun lebih, atau sapi

)20(Untuk mempertahankan kekuatan serta mempertahankan nyawanya, contoh hewan yang


haram dalam keadan seperti itu semua yang haram untuk dikonsumsi. Dasarnya adalah firman
Allah Ta’alaa: Diharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang
disembelih atas nama selain Allah….”. (al Maidah: 3). Dan firman Allah selanjutnya: “Maka
barang siapa yang terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja untuk berbuat dosa, maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (al Maidah: 3). Pengertian:
" ‫ "أهَ لريَهللا‬: Apa ayng disebutkan nama ketika penyembelihan bukan nama Allah Ta’alaa,
berasal dari kata: " "ََ‫"اإله‬ : suara yang keras/tinggi, "‫ "املخمصََة‬: sangat lapar ayng

dikhawatirkan akan mengalalmi kematian atau sakit berat, " ‫ "غََهللا مانََتن" إل‬: tidak
bermaksud menentang hukum serta sengaja berbuat dosa.
)21( Hadits riwayat Ahmad (II/97) dan lainnya, dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasululah saw.

bersabda: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua
macam bangkai adalah ikan dan belalang, sedangkan dua macam darah adalah hati dan
limpa”. Diharamkan ikan yang muncul terapung di permukaan air yang sudah membengkak,
karean diduga keras bangkai ikan tersebut akan menimbulkan penyakit.
)22( Adalah hewan yang disembelih berupa onta, sapi, atau domba atau kambing bandot pada

Iedul adlha, untuk kurban (pendekatan diri) kepada Allah Azza wa Jala. Diambil dari kata:
"‫"الضحوة‬: memperpanjang siang hari, di namai dengan permulaan pelaksanaan penyembelihan
yakni dluha.
)23( Dasar dari itu adalah ayat-ayat al Qur’an, di antaranya firman Allah Ta’alaa: “Maka

sholatlah untuk Tuhanmu, dan sembelihlah kurban” (al Kautsar: 2), artinya sholat Ied dan
menyemeblih hewan kurban. Dan banyak hadits, antara lain: hadits riwayat al Bukhary
(5245), dan Msulim (1966), dari Annas ra. ia berkata: Nabi saw. berkurban dengan dua ekor
kambing kibas yang warnanya dominan putih dan bertanduk, beliau menyembelih kedua-
duanya dengan tangan beliau sendiri, dengan mengucapkan Basmalah dabn bertakbir, dan
beliau meletakkan kaki beliau di dekat leher hewan yang disembelih.
)24( Kata: ""‫ "اجلَع‬: umur satu tahun lebih, atau yang sudah gugur gigi depannya (poel kata

orang Jawa), " "ََ‫"الض‬ : kambing. Hadits riwayat Ahmad (VI/368), dan at Thobrony,
bahwasanya Rasulullah saw.bersabda: “Berkurbanlah dengan kambing berumur satu tahun
lebih, karena itu sudah mencukupi”. Perhatikan al Jami’us shoghir (II/52 sesuai dengan JS.).
Dan menurut riwayat Ahmad (II/254), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Sudah cukup, atau sudah cukup berkurban dengan seekor kambing
jadza’ah”.

145
umur dua tahun lebih.(25) Dan dianggap cukup seekor onta untuk kurban
dari tujuh orang, begitu pula seekor sapi untuk kurban dari tujuh orang,
dan seekor kambing untuk kurban dari satu orang.(26)

(Fasal): Empat keadaan hewan tidak mencukupi untuk berkurban:


matanya juling yang sangat jelas, pincang yang sangat berat, sakit sangat
jelas sakitnya, kurus dan sudah hilang lemaknya karena sangat
kurusnya.(27)

Dan diperbolehkan hewan yang hilang kedua pelernya, (28) atau pecah
tanduknya.

Tidak diperbolehkan untuk berkurban hewan yang terpotong daun


telinganya atau ekornya.(29)

Waktu penyembelihan hewan kurban: mulai waktu sholat Ied, (30) sampai
terbenamnya matahari pada akhir hari tasyriq.(31)

)25( Kata: "‫والبقت‬ ‫ "الثىن من املعز‬adalah untuk kambing atau sapi yang sudah berumur dua tahun
lebih, untuk onta yang suidah berumur enam tahun lebih, cukup untuk digunakan sebagai
hewan kurban berdasarkan ijmak ulama.
)26( Kata: "‫"البىنَة‬ : seekor onta, baik jantan atau betina. Hadits riwayat Muslim (1318), dari
Jabir ra. ia berkata: Kami berkurban bersama Rasulullah saw. pada tahun terjadinya
peperangan Hudaibiyah: seekor onta untuk tujuh orang, dan seekor sapi juga untuk tujuh
orang. Dalam riwayat al Bukahry (5228), dari A’isyah ra.: Rasulullah saw. berkurban untuk
isteri-isteri belia dengan seekor sapi. Di dalam al Muwathok (II/482): Bahwasanya Abu
Ayyub al Anshory ra. berkata: Kami berkurban dengan seekor kambing , ia menyembelihnya
untuk dirinya dan keluarganya, kemudian orang berlomba-lomba untuk berkurban sesudah itu,
sehingga kerban merupakan suatu kebanggaan bagi manusia, bukan dengan maksud
beribadah, hal yang demikian itu tidak perlu ditinggalkan tetapi hendaklah diperbaharui niyat
agar ikhlas semata-mata karena Allah.
)27( Berdasarkan hadits riwayat at Tirmidzy dan dinyatakan shohih (1497), dan Abu Dawud

(2802) lafadh dari padanya, dari al Barrok bin Azib ra., dari Nabi saw. beliau bersabda: “Ada
empat yang tidak boleh digunakan sebagai hewan kurban: matanya juling dan sangat jelas,
sakit yang sangat jelas, pincang yang berat, yang pecah salah satu kakinya – menurut lafdadh
at Tirmidzy: sangat kurus – sehingga tak ada lemaknya”.
)28( Yang hilang dua pelernya (dikebiri) atau terputus pembuluh darah sehingga tidak ada

syahwat bagi manusia atau senggama bagi hewan. Hadits riwayat al Hakim (IV?227), dari
A’isyah dan Abi Hurairoh ra., bahwasanya Rasululah saw. berkurban dengan dua ekor kibas
yang besar warnanya dominan putih kedua-duanya dikebiri, maka beliau menyembelih kedua-
duanta dengan mengucapkan: " "‫لَب‬ ‫"اللهَ" نَن دمَىأ وأماَنأ مَن كَهى لَي لاوديَى وكَهى‬
(Yaa Allah, ini kurban dari Muhammad, dan dari ummat Muhammad, yang bersaksi kepada-
Mu dengan bertauhid, dan bersaksi kepadaku, dengan tabligh).
)29( Secara keseluruah atau sebagian, karena mengurangi jumlah daging dan hilangnya

sebagian dari tubuh untuk dimakan.

146
Disunnatkan ketika penyembelihan lima hal: membaca Basamalah,
membaca sholawat Nabi saw., menghadap ke arah qiblat, membaca
takbir, membaca do’a agar dikabulkan oleh Allah.(32)

Tidak diperbolehkan memakan daging sedikitpun dari kurban yang


dinadzarkan,(33) dan diperbolehkan ikut makan daging kurban yang
sunnat.(34) Dan tidak boleh menjual sedikitpun dari hewan kurban, (35)
daging hewan kurban diberikan kepada fakir dan miskin.(36)
)30( Mulai masuknya waktu sholat Ied, dan berlangsung selama waktu sholat dan dua khotbah,
dan yang afdlol adalah sesudah sholat Ied dan dua khotbah. Hadits riwayat al Bukahry (5225),
dan Muslim (1961), dari al Barrok bin Azib ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya yang pertama kita lakukan pada hari kita ini adalah sholat, lalu kita kembali
terus menyembelih kurban. Barang siapa yang melakukan seperti itu, sungguh benar-benar
tepat dengan sunnah kami, dan barang siapa yang menyembelih sebelum itu, maka
sesungguhnya itu adalah daging biasa, dan agar diberikan kepaad keluarganya, tidak termasuk
ibadah kurban sedikitpun”. Pengertian hari kami ini: hari tanggal 10 Dzulhijjah, aykni hari
nahar dan hari berkurban
)31( Yakni; tanggal: 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Hadist riwayat Ibnu Hibban (1008), dari Jabir

bin Math’am ra. ia berkata: Rasulullahs aw. Bersabda: “Semua hari tasyriq adalah hari
penyembelihan kurban”.
)32( Allah Ta’alaa berfirman: “Makanlah dari apa yang diucapkan nama Allah ketika

penyembelihan” (al An’am: 118). Dalam hadits Annas ra.: “Membaca Basmalah dan
bertakbir”. Menurut Muslim (1966), bahwasanya Rasulullah saw. berkurban dengan kambing
kibas, dan ketika penyembelihan beliau mengucapkan: ‫" سَ" أ اللهَ" بقبَ مَن دمَىأ و‬
"‫دمَىأ ومَن أمَة دمَى‬ (Dengan nama Allah, Yaa Allaah, terimalah dari Muhammad, dan
keluarga Muhammad, dan ummat Muhammad”. Adapun sholawat kepada Nabi saw.,
termasuk berdzikir kepada Allah, dan hendaklah mempercepat berdzikir kepada Nabi saw.
dengan membaca sholawat kepada beliau, seperti adzan. Adapun menghadap ke arah qiblat:
oleh karena qiblat adalah arah yang paling mulya, yakni yang apling utama untuk
menghadapkan wajah ketiak berkurban, dengan emnghadapkan hewan sembelihan ke arah
qiblat, begitu pula yang menyembelih.
)33( Yakni kurban yang diwajibkan atas dirinya, seperti bila orang menyatakan: Untuk Allah

padaku untuk berkurban pada tahun ini, atau dengan kambing ini, atau apabila saya sembuh
dari penyakit ini, dan sebagainya. Atau menyatakan: Saya jadikan kambing ini sebagai
kurban. Termsuk makan adalah memanfaatkan kurban, dia tidak boleh memanfaatkan kulitnya
misalnya. Tetapi dia wajib memberikannya kepada orang, apabila dia ternyata ikut makan,
maka dia wajib menggantinya atau membayar harganya.
)34( Hadits riwayat al Bukhary (5249), dan Muslim (1974), dari Salmah bin al Aku’ ra. ia

berkata: Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang berkurban, maka janganlah pada pagi hari
sesudah tanggal 13 di rumahnya masih ada sisa daging”. Pada tahun berikutnya para sahabat
berkata: Wahai Rasulullah, apakah kami harus berbuat seperti tahun lalu? Beliau menjawab:
Makanlah dan berikanlah makan orang, dan simpanlah, sesungguhnya pada tahun lalu itu
kondisi amnusia dalam keadaan sengsara, maka saya bermaksud untuk menolong mereka”.
Dan dieprbokan memberikan sebagai hadiah kehormatan kepada orang kaya, dan disunnatkan
agar yang dimakan atau yang diberikan sebagai hadiah tidak lebih dari sepertiganya,
memabgikan kepaad yang membutuhkan lebih afdlol dibanding untuk ahdiah. Yang afdlol
yang berkurban memakan dagingnya sedikit sebagai tabaruk (mengharap barokah Allah) dan
menyedekahkan sisanya, mengikuti perbuatan Rasulullah saw.. Telah diriwayatkan oleh al

147
(Fasal): Aqiqoh itu hukumnya sunnat, yakni penyembelihan hewan sebab
kelahiran anak pada hari ketujuh.(37) Untuk anak laki-laki disembelih dua
ekor kambing, dan untuk wanita seekor kambing, dan untuk memberi
makan kepada orang fakir miskin.(38)

Baihaqy, bahwasanya Rasulullah saw. memakan hati kurban. (Mughny al Muhtaj: IV/290).
Wajib dibagikan kepada fakir miskin walaupun hanya seorang, menurut pendapat yang benar
dalam madzhab kami, berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan telah Kami jadikan bagi akmu
onta-onta itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang abnyak padanya,
maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelih dalam keadaan berdiri. .
Kemudian apabila telah roboh, maka maknlah sebagiannya dan beri makanlah orang-orang
yang amat fakir”. (al Haj: 36). Dan tidak wajib makan dari daging kurban, sebanding dengan
wajibnya memberikan kepada yang fakir, dia bebas memilih antara makan atau tidak.
(Mughny al Muhtaj: IV/290).
)35( Atau bagian dari hewan tersebut, termasuk menjual kulitnya, karena hal itu hukumnya

haram, atau memberikan kepada tukang jagal sebagai upahnya. Dasarnya adalah hadits
riwayat al Baihaqy (IX/294), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa yang menjual kulit hewan kurban, maka hewan yang disembelih tersebut tidak
dianggap sebagai kurban baginya”. Apabila bukan kurban nadzar atau kurban wajib
(perhatikan CK. No: 33), orang yang berkurban boleh memanfaatkan kulitnya, bila tidak
dimanfaatkan sendiri, maka wajib disedekahkan kepada orang lain.
)36( Perhatikan CK. No: 34.

)37( Menurut bahasa berasal dari kata: "‫ "العَ "ق‬artinya: merobek atau memotong. Itu adaalh
nama dari rambut yang berada pada kepala sang bayi ketika dia dilahirkan, dinamakan
demikian karena dipotong atau di cukur. Dan oleh karenanya hewan yang disembelih
dimakanan dengan nama rabut tersebut, karena hewan tersebut disembelih ketika bayi tersebut
dicukur rambutnya. Disunnatkan mencukur rambut pada hari ketujuh, dan memberikan
sedekah dengan perhiasan dari emas atau perak, baik bayi laki-laki atau wanita. Dasar
disyari’atkannya dan disunnatkannya adalah hadits riwayat at Tirmidzy (1522), dan lainnya,
dari Samuroh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Anak itu tergadaikan dengan aqiqoh,
maka harus disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dan diberi nama, dan dicukur
kepalanya”. Pengertian: "‫ "مَتنن ععقيقاَن‬artinya dia tidak akan memberi syafaat kepada kedua
orang tuanya pada ahri qiyamat, apabila tidak diaqiqohi untuknya, ada yang berpendapat tidak
demikian. Hadits riwayat al Hakim (IV/234), dari Ali bin Abi Tholib ra. ia berkata: Rasulullah
saw. melakukan aqiqoh untuk cucu beliau bernama al Husain dengan seekor kambing, dan
beliau bersabda: “Wahai Fathimah, cukurlah kepalanya, dan bersedekahlah dengan perhiasan
seberat timbangan rambutnya”, kemudian beliau menimbangnya, dan beratnya satu dirham.
)38( Hadits riwayat Ibnu Majah (3163), dari A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw.

memerintahkan kepada kami untuk beraqiqoh untuk anak laki-laki dengan dua ekor kambing,
dan untuk anak perempuan satu ekor kambing. Menurut riwayat Abu Dawud (2834), dan at
Tirmidzy (1513): Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama.

148
KITAB AS SABAQI WAR RAMYI
(LOMBA PACU DAN TEPAT SASARAN)

Diperbolehkan lomba pacu untuk hewan piaraan dan lomba tepat sasaran
dengan panah:(1) apabila jaraknya ditentukan,(2) dengan tatacara lomba
tepat sasaran yang tertentu.(3)

Dan mengeluarkan jaminan (hadiah)(4) oleh salah seorang dari peserta,


sehingga apabila orang yang mengeluarkan hadiah menang lomba, maka
benda hadiah tersebut kembali kepadanya, dana apabila kalah, maka
benda hadiah tersebut menjadi hak pemenangnya. Apabila kedua orang
peserta lomba sama-sama mengeluarkan benda untuk hadiah, maka yang

)1( "‫ "السَبق‬artinya mendahului, sedangkan lomba tepat sasaran


Musabaqoh berasal dari kata:

berasal dari kata: " َ‫ "النض‬sama dengan kata: ""َ‫ "التم‬artinya: panahan, tembakan, lemparan,
perlombaan ini dimaksudkan untuk menunjukkan kemahiran masing-masing dalam memanah.
Kedua lomba ini hukumnya sunnat, apabila dimaksudkan sebagai upaya mempersiapkan diri
untuk berperang (menangkal musuh), bila tidak untuk itu, maka hukumnya mubah (boleh),
selama tidak dimaksudkan untuk hal-hal yang haram – seperti untuk merampok – maka dua
lomba itu haram hukumnya, atau untuk bermegah-megah dan untuk bangga banggaan. Dasr
disyari’atkannya dua lomba tersebut adalah firman Allah Ta’alaa: “Dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka dengan kekuatan apa saja yang kamu sanggup dan dari kuda-kuda yang
ditambatkan untuk berperang” (al Anfal: 60). Nabi saw. menafsirkan ayat tersebut adalah:
kekuatan untuk tepat dalam memanah, beliau bersabda: “Ketahuilah, bahwa kekauatan itu
adalah kemampuan memanan, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah kemampuan memanah,
dan ektahuialh bahwa kekuatan itu adalah kemampuan memanah”, diriwayatkan oleh Muslim
(1917). Hadits riwayat al Bukhary (2743), dari Salamah ainul Aku’ ra. ia berkata: Nabi saw.
memerintahkan kepada sekelompok orang dari qabilah Aslam untuk berlomba tepat sasaran,
maka Nabi saw. bersabda: “Lemparlah bani Ismail, sesungguhnya nenek moyang kamu adalah
pemanah, lemparl;ah, dan saya beserta bani Fulan. Al Aku’ berkata: Salah seorang dari dua
kelompok memegang tangan mereka (berpangku tangan tidak melempar), maka Rasulullah
saw. bersabda: Mengapa kamu tidak ikut memanah? Mereka menajwab: Bagaimana kami
melempar, sedang tuan beserta mereka? Maka Nabi saw. bersabda: “Lemparlah, maka saya
berpihak kepada kalian semuanya”. Dan hadits riwayat al Bukhary (410), dan Muslim (1870),
dari Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw. ikut berlomba di antara kuda yang udlmirot,
dari al Haifak ke Tsaniyatil Wadak. Dan berlomba di antara kuda yang tidak udlmirot dari as
Tsaniyah ke Masjid bani Zuraiq, bahwasanya Abdullah bin Umar ra. berada di dalam mereka
yang ikut berlomba. Udlmirot: adalah digemukkan lebih dulu, lalau dikurangi makanannya
dan diamsukkan ke dalam suatu tempat, sesudah itu dikeluarkan agar keluar keringatnya
dengan banyak, sehingga menjadi singset dan padat tubuhnya, sehingga akan kencang larinya.
Diperbolehkan adu cepat dan adu tepat dengan persyaratan (hadiah) benda, dan boleh pula
berlomba tanpa hadiah benda, dengan syarat tidak menyakiti orang atau menyiksa hewan.
)2( Perhatikan hadits Ibnu Umar ra. pada CK. Dimuka.

)3( Sebagaimana diketahuinya tujuan, sifat dan tatacaranya memanah, dan sebagainya.
)4( Benda (hadiah) yang disediakan di dalam perlombaan.

149
demikian itu tidak diperbolehkan,(5) kecuali bila memasukkan peserta lain
sebagai muhallil (penghalal),(6) apabila orang ketiga tersebut menang dia
berhak mengambil hadiahnya,(7) apabila orang ketiga kalah, dia tidak
merugi.

)5( Oleh karena kedua belah pihak terbayang akan memboyong hadiah atau kehilangan, dan
ini merupakan judi dan tidak diperbolehkan. Oleh karena itu diperbolehkan kalau berasal dari
salah satu dari kedua peserta, agar tirhindar dari bentuk perjudian sebagaimana yang telah
dijelaskan. Dan dieprbolehkan bila hadiah tersebut dikeluarkan oleh pihak ketiga, mislanya
dikeluarkan olrh sultan (raja) dari baitul maal, atau salah seorang pejabat dari hartanya sendiri,
untuk diperlombakan, atau dari salah satu dari peserta lomba.
)6( Orang ketiga yang bisa mebolehkannya dilaksanakan lomba, yang dinamakan dengan

muhallil, oleh karena dengan adanya orang ketiga tersebut transaksi (lomba) menjadi halal
(diperbolehkan), sebagai pengahpus bentuk perjudian sebagtaimana yang dijelaskan di muka.
)7( Hadiah dari dua peserta bila orang ketiga menang, tetapi apabila orang ketiga dikalahkan

oleh ksalah satu dari kedua peserta yang emngeluarkan hadiah, maka yang berhak menerima
hadiha adalah salah satu dari yang telah mengeluarkan hadiah.

150
KITAB AL AIMAN WAN NUDZUR
(SUMPAH DAN NADZAR)

Sumpah itu tidak sah, kecuali dengan nama Allah Ta’alaa, atau dengan
salah satu nama dari nama-nama-Nya, atau dengan salah satu sifat dari
sifat-sifat-Nya.(1)

Barang siapa yang bersumpah untuk mnyedekahkan hartanya,(2) maka dia


diberi hak memilih antara menyedekahkan hartanya,(3) atau dia membayar

)1( Kata: ""َ‫"اليم‬ sama dengan ""َ‫"الل‬ artinya: sumpah, dinamakan demikian karena
mereka apabila bersumpah masing-masing pihak saling berpegang tangan kanan pihak
lainnya. Pengertian tidak shah adalah: tidak menghasilkan bekas apa-apa menurut syara’,
kecuali bila menunjukkan yang bersangkut paut dengan dzat Allaah Ta’alaa, misalnya dengan
ucapan: " ‫"و‬ (demi Allah), atau dengan nama khusus dari Allah, misalnya mengucapkan:

"‫( "واإللََن‬demi Tuhan), atau: "‫( "ومتلَي يَو الَىين‬demi penguasa pada hari pembalasan), atau
dengan salah sifat Allah, seperti mengucapkan: "‫( "والَتنن‬demi Yang Maha Pengasih), atau:

""‫( "والَ" الَع مي تَو‬demi Yang Maha Hdiup dan tidak mati), dan sebagainya. Sumpah tidak
sebagaimana yang disebutkan di muka hukumnya haram dan dianggap bermaksiyat kepada
Allah. Dasarnya adalah hadits riwayat al Bukhary (6270), dan Muslim (1646), dari Abdullah
bin Umar ra., bahwasanya Rasulullah saw. mendapati Umar Ibnul Khothob ketika dia sedang
berkendaraan, dia bersumpah dengan menyebut nama bapaknya. Maka beliau bersabda:
“Ketahuilah sesunguhnya Allah melarang kamu bersumpah dengan nama bapakmu, barang
siapa yang bersumpah, hendaklan bersumpah dengan nama Allah, atau diam”. Hadits riwayat
al Bukhary (6253), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Sumpah Nabi saw.: "‫"مي ومقلَ" القلَوب‬
(tidak, demi yang membolak balikkan hati). Dan cukup banyak hadits dalam riwayat al
Bukhary (6254, 6255), dan lainnay, bahwasanya Rasululah saw. dalam sumpah, beliau
mengucapkan: "‫"والَع نسسَب عيَىوأ والَع نسَ دمَى عيَىو‬ (Demi Dzat di mana diriku berada
dalam genggaman-Nya atau Demi Dzat di mana diri Muhammad berada dalam genggaman-
Nya). Dimakruhkan bersumpah tanpa ada keperluan apa-apa, firman Allah Ta’alaa:
“Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat
kebajikan, bertaqwa dan mengadakan islah di antara manusia”. (al Baqoroh: 224). Hadits
riwayat al Bukahry (1981), dan Muslim (1606), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Saya
mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sumpah untuk mempromosikan dagangan,
menghilangkan barokah”
)2( Misalnya dia menyatakan: “Milik Allah padaku aku akan menyedakahkan hartaku, apabila

saya sampai berbuat demikian”, misal lain: “Saya akan berpuasa satu hari” dan sebagainya.
Yang demikian itu disebut sumpah: ""َ‫"اللنَت والريض‬ (larangan dan kemurkaan) juga
dinamakan dengan nadzar lajaj wal ghodlob, karena sumpah ini serupa dengan nadzar, yakni
mewajibkan dirinya untuk berkurban, serupa dengan sumpah dari sisi penguatan dalam hal
melarang perbuatan atau untuk meninggalkannya. Dan hal ini lebih dekat dengan nadzar,
karean disandarkan kepada larangan, - yakni secara terus menerus dalam pertentangan – dan
disandarkan pula dengan kemurkaan, oleh karena pada umumnya menghasilkan kedua-
duanya.

151
kafarat sumpahnya.(4) Dan tidak berarti apa-apa sumpah yang lagho
(main-main).(5)

Barang siapa yang bersumpah, bahwa dia tidak akan melakukan sesuatu,
kemudian dia menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu tersebut,
maka dia tidak melanggar sumpahnya,(6) dan barang siapa bersumpah
tidak akan melakukan dua hal, kemudian dia melakukan salah satu dari
dua hal tersebut, maka dia tidak dianggap melanggar sumpah.(7)

)3( Yakni menyedekahkan hartanya, atau memenuhi apa yang wajib ia lakukan dari ibadah
yang ia janjikan.
)4( Berdasarkan hadits riwayat Muslim (1645), dari Uqbah bin Amir ra., dari Rasulullah saw.

beliau bersabda: “Kafarat nadzar sama dengan kafarat sumpah”. An Nawawy rohimahullah
menyatakan: Ulama berbeda pendapat tentang maksudnya. Jumhur ulama golongan kami
membawanya sebagai nadzar lajjaj (larangan), di melarang dirinya untuk berbicara kepada
Zaid misalnya: “Apabila saya berbicara dengan Zaid – misalnya – maka milik Allah berada
pada saya yakni ibadah haji” atau lainnya. Ternyata dia pada suatu ketika berbicara dengan
Zaid, maka dia boleh memilih antara membayar kafarat sumpahnya atau melaksanakan janji
dalam sumpahnya. Ini yang benar menurut madzhab kami (Syarah Muslim: XI/104).
)5( Yakni sumpaah yang terucap di oleh lidah (mulut) tetapi tidak ada niyat untuk bersumpah,

atau berniyat sumpah terhadap sesuatu, tetapi yang terucap oleh lidahnya (mulutnya) terhadap
yang lain. Maka sumpah semacam ini tidak wajib membayar kafarat dan tidak berdosa,
berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan oleh
sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu
disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) dalam hatimu”. (al Baqoroh: 225).
Pengertian disengaja di sini adalah: diniyatkan dalam hati. A’isyah ra. berkata: Ayat tersebut
diturunkan karena sabda beliau: " ‫"مي و أ علَب و‬ (Tidak, demi Allah atau Benar, demi
Allah), diriwayatkan oleh al Bukhary (6276). Hadits riwayat Abu Dawud (3254), dan Ibnu
Majah (1187), dari Athok tentang sumpah yang main-main, ia berkata: A’isyah ra. berkata:
Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Yaitu ucapan seorang laki-laki di rumahnya: "‫"ك‬
" ‫( و أ وعلب و‬Tidak, demi Allah, atau ya, demi Allah).
)6( Kata : ""َ‫ "حين‬berasal dari ""َ‫ "الن‬artinya: tidak memenuhi apa yang diwajibkan atas

sumpahnya, ""َ‫ "الن‬pada asalanya berarti dosa. Tidak berdosa dalam bentuk sebagaimana
yang dijelaskan, oleh karena dia tidak melaksanakan sesuatu itu secara langsung, perbuatan itu
disandarkan kepada pelaku langsungnya (orang yang disuruh), sebab dia bersumpah tidak
melakukan sesuatu sebagai perbuatan dirinya sendiri, maka tidak berdosa bil;a menggunkan
tenaga orang lain.
)7( Seperti bila orang bersumpah: “Tidak akan memakai dua pakain ini”, atau “tidak akan

berbicara dengan Zaid dan Umar”, ternyata pada satu saat diamemakai salah satu dari baju
tersebut, atau dia berbicara dengan Zaid saja”, maak dia tidak melanggar sumpah, oleh karena
sumpahnya satu untuk bersatunya dua hal. Tetapi apabila dia menyatakan: “Saya tidak akan
memaki baju ini dan tidak pula baju ini”, atau “Saya tidak akan berbicara dengan Zaid , dan
tidak pula dengan Umar”, maka dia dianggap melanggar sumpah bila ternyata memakai salah
satu dari dua baju tersebut, atau berbicara dengan salah satu dari dua orang tersebut, oleh
karena diulangnya kata “tidak” (nafi), berarti yang dimaksudkan adalah masing-masing dari
keduanya, bahwa yang dimaksudkan oleh sumpah adalah satu persatu.

152
Kafarat sumpah(8) dia boleh memilih antara tiga macam alternatif: (a)
memerdekakan budak yang mukmin, atau (b) memberi makan kepada
sepuluh orang miskin masing-masing satu mud, atau pakaian masing-
masing satu baju, atau (c) bila tidak mampu, maka berpuasa selama tiga
hari.(9)

(Fasal): Nadzar itu menjadi wajib sebagai imbalan (kompensasi) atas


keberhasilan suatu perbuatan, baik yang mubah atau ibadah,(10) misalnya

)8( Artinya sumpah yang shah, yakni yang diucapkan oleh lisannya, dan diniyatkan dalam
hati, apabila ternyata tidak dilakukannya, maka dia wajib membayar kafarat (sangsi denda),
berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-
sumpah yang kamu sengaja”. (al Maidah: 89). Pengertian: " ‫"نقىمت األتَت‬ (sumpah yang kamu
sengaja, atau sumpah yang kamu perkuat), bersarkan firman Allah Ta’alaa: “Tetapi Allah
menghukum kamu disebabkan sumpah kamu yang disengaja dalam hatimu”. (al Baqoroh:
225). Hal ini bisa berlaku di amsa lampau atau yang akan datang, apabila berlaku untuk masa
lampau berarti dia bohong, dan itu disebut dengan sumpah " ‫"الغموس‬ (al ghomus) atau
sumpah malapetaka dan itu termasuk dosa besar, di dalmnya terdapat dosa yang berkaitan
dengan kewajiban membayar kafarat. Dinamakan dengan al ghomus oleh karena yang
bersumpah diancam akan dimasukkan ke dalam neraka, apabila dia tidak bertaubat dari
sumpah bohong itu. Hadits riwayat al Bukahry (6298) dari Abdullah bin Amru ra., dari Nabi
saw. beliau bersabda: “Dosa besar adalah: menyekutukan Allah, melawan kedua orang tua,
membunuh jiwa, dan sumpah ghomus”.
)9( Mud adalah takaran berbentuk kubus yang sisi-sisinya 9,2 cm, kira-kira isinya 600 gram.

Pakaian adalah yang biasa dipakai masyarakat umum, bila tidak mampu memerdekakan
budak atau memberi pakaian, maka berpuasa selama tiga hari, tanpa dituntut secara berturut-
turut. Dasar dari kafarat ini adalah firman Allah Ta’alaa: “Maka kafarat pelanggaran sumpah
itu, ialah memberi makan kepada sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu
berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan
budak. Barang siapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian itu, maka kafaratnya
berpuasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpahmu bila kamu melanggar
sumpah. Memerdekakan budak artinya memmebasakan seorang dari perbudakan baik laki-laki
atau wanita. Terkait pula dengan sumpah ketika membahas kafarat pembunuhan dan dhihar,
perhatikan CK. No: 58 Kitab Nikah, dan CK. no: 29 Kitab Jinayat. Pengertian:""‫دلسَا‬ ‫"اذا‬ :
apabila tidak bisa memenuhi sumpahkamu.
)10( Artinya shah suatu nadzar dan menjadi wajib atas segala konsekwensinya, dan wajib

dipenuhi. Apabila seorang mewajibkan dirinya untuk berbuat ibadah, sebagai imbalan (rasa
terima kasih) atas keberhasilannya dalam melakukan hal-hal yang mubah, atau yang
menyenangkan dengan mendapatkan kenikmatan atau terbebasnya dari kejahatan. Nadzar
menurut bahasa: janji, baik atau buruk, sedang menurut syara’: janji berbuat kebaikan
tertentu, atau keharusan berbuat ibadah yang tidak ada asal-usulnya dalam syara’. Nadzar
ada dua macam: (1) nadzar lajaj wa ghodlob (mencegah diri dari berbuat sesuatu)
sebagaimana yang telah dijelaskan pada CK. no: 1, dan (2) nadzar tabarrur (akan berbuat
baik), yakni dituntut sebab nadzar itu untuk melakukan kebaikan atau pendekatan diri kepada
Tuhan (ibadah). Nadzar tabarrur ada dua macam: (a) dalam keadaan bergantung, wajib
melakukan sesuatu kebaikan apabila berhasilnya suatu nikmat (kebahagiaan) atau hilangnya
suatu niqmat (bencana), ini dinamakan: nadzar al mujaazah atau nadzar al mukaf-ah

153
seorang menyatakan: “Apabila Allah menyembuhkan saya dari sakit,
maka hak Allah berada pada saya, yakni saya akan akan melakukan
sholat, atau puasa, atau bersedekah. Dan wajib bagi dia untuk melakukan
jenis perbuatan yang diucapkan.(11)

Tidak diperbolehkan bernadzar dalam hal perbuatan ma’siyat, misalnya


orang menyatakan: Apabila saya dapat membunuh si Fulan, maka hak
Allah pada saya demikian”.(12) Dan tidak shah (tidak wajib dipenuhi)
nadzar akan meninggalkan perbuatan mubah, seperti pernyataan: “Saya
tidak makan daging dan tidak minum susu”, dan yang sejenisnya.(13)

(perwujudan rasa terima kasih) sebagaimana yang dijelaskan oleh Mushonnif (penyusun
kitab) beserta contohnya, (b) tidak bergantung: misalnya dia mengucapkan: “Hak Allah pada
saya, puasa, atau haji, atau lainnya”, maka dia wajib melakukan apa yang diikrarkan. Dasar
disyari’atkannya nadzar serta wajib untuk dilaksanakannya adalah firman Allah Ta’alaa
tentang sifat orang yang baik: “Mereka menunaikan nadzar dan tajut akan suatu hari yang
adzabnya (siksanya) merata di mana-mana”. (ad Dahr/al Insan: 7), dan firman Allah Ta’alaa:
“Dan hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka” (al haj: 29). Dan
Rasulullah saw. mencela orang-orang yang tidak memenuhi sumpah mereka, sebagaimana
hadits riwayat al Bukhary (2508), dan Muslim (2535), dari Umron bin Hushoin ra. ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya sesudah kamu nanti ada kaum (sekelompok
masyarakat) yang berkhianat dan tidak dapat dipercaya, mereka bersaksi tetapi tidak dapat
dipertanggung jawabkan persaksiannya, mereka bernadzar tetapi mereka tidak memenuhinya,
yang tampak di kalangan mereka adalah manusia yang gemuk-gemuk, disebabkan terlalu
banyak makan serta cukup istirahat, tetapi meninggalkan berjihad”. Ada yang menyatakan: itu
sebagai simbul kemewahan kehidupan duniawi. Hadits riwayat al Bukahry (6318), dari
A’isyah ra. dari Nabi saw.: “Barang siapa yang bernadzar akan berbuat taat kepada Allah,
maka hendaklah ia melakukan ketaatan itu, dan barang siapa yang bernadzar akan berma’siyat
kepada Allah, maka janganlah berma’siyat kepada-Nya”.
)11( Yakni: nama perbuatannya: sholat, atau puasa, atau sedekah sesuai dengan syara’. Paling

sedikit untuk sholat adalah dua roka’at, puasa paling sedikit satu hari, dan sedekah paling
sedikit adalah yang pantas dianggap sebagai harta menurut syara’, hal ini apabila nadzar itu
dengan kalimat mutlak (tanpa batas ketentuan), apabila dalam nadzar ditentukan jumlahnya,
maka wajib dipenuhi sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
)12( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Dan barang siapa yang bernadzar akan berma’siyat

kepada Allah, maka janganlah berma’siyat kepada-Nya”. Dan sabda beliau saw.: “Tidak shah
nadzar dalam hal berma’siyat kepada Allah”, diriwayatkan oleh Muslim (1641). Artinya tidak
diperhitungkan dan tidak berakibat apa-apa sumpah tersebut, kecuali apabila diniyatkan dalam
hati bahwa itu sebagai sumpah, maka dia wajib membayar kafarat sumpah, perhatikan CK>
no: 4).
)13( Contoh meninggalkan perbuatan: bila orang bernadzar: akan makan, atau minum, atau

memakai sesuatu. Yang menunjukkan demikian adalah hadits riwayat al Bukhary (6326), dari
Ibnu Abbas ra. ia berkata: Ketika Rasulullah saw. berkhotbah, ternyata beliau melihat seorang
lelaki berdiri, maka beliau bertanya tentang dia. Para sahabat menjawab: Dia adalah Abu
Isroil, dia bernadzar akan berdiri terus tidak duduk, tidak berteduh, tidak berbicara, dan
berpausa. Maka Nabi saw. bersabda: “Pewrintahkan dia untuk berbicara, berteduh, duduk, dan
menyempurnakan puasanya”. Yang demikian itu sebab berpuasa adalah sebagai ibadah, maka
wajib dipenuhi bila dinadzarkan.

154
KITAB AL AQDLIYAH WAS SYAHADAAT
(PERDILAN DAN PERSAKSIAN)(1)

Tidak diperbolehkan memegang kekuasaan peradilan, (2) kecuali bagi


orang yang dirinya memiliki lima belas macam syarat: Islam, (3) sudah
balgh, berakal sehat, merdeka,(4) laki-laki,(5) adil,(6) mengetahui hukum-

)1( Kata: "‫"األقضَية‬ adalah jamak (plural) dari kata: ""‫"قضَت‬ yang menurut bahasa artinya
bermacam-macam, antara lain: “hukum”. Allah Ta’alaa berfirman: “Dan Tuhanmu telah
memerintahkan agar supaya kamu tidak menyembah kepada selain Dia, dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapak”, (al Isrok: 23), artinya Allah menetapkan hukum. Arti menurut
syara’: Menyelesaikan perkera antara dua pihak yang berselisih atau lebih dengan hukum
Allah Ta’alaa. Banyak ayat al Qur’an, di antaranya firman Allah Ta’alaa: “Apabila kamu
menetapkan hukum di antara manusia, maka hendaklah kamu menetaknannya dengan adil”,
(an Niasak: 58), dan firman Allah Ta’alaa: “Dan hendaklah memutuskan perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah”, (al Maidah: 49). Banyak hadits di antaranya
hadits riwayat Abu Dawud (3582), dan lainnya, dari Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw.
mengutus saya ke Yaman untuk menjadi qodlie (hakim), maka saya berkata: Wahai
Rasulullah, tuan menyruruh saya, sedangkan saya masih muda usia – menurut riwayat al
Hakim (IV/93): Tuan menyuruh saya kepada suatu kaum yang sudah cukup usia, sedangkan
saya masih muda belia – tidak ada ilmu pada saya untuk memutuskan hukum?. Maka beliau
bersabda: “Sesungguhnya Allah akan memberikan petunjuk hatimu, dan memberikan
kekuatan pada lisanmu”. Ia berkata: Saya terus menjadi qodlie, atau saya tidak argu menjadi
qodie untuk selanjutnya. Kata: ""‫ "الةَهتاا‬bentuk jamak (plural) dari kata: "‫"كَهتاة‬ (saksi)

dari kata: "‫"املةََتهىة‬ (menyaksikan), yakni mengungkapkan sesuatu secara jelas, yakni
pemberitahuan tentang apa yang hal-hal disaksikan, atau memberitahukan menggunakan
lafadh tertentu. Arti menurut syara’: Pemberitahuan untuk memperkuat kebenaran pihak lain
atas yang lain dengan lafadh tertentu. Dasr disyari’atkannya persaksian adalah ayat-ayat al
Qur’an, antara lain firman Allah Ta’alaa; “Hendaklah kamu menjadi orang yang selalau
menegakkan kebenaran karena Allah”, al Maidah: 8), dan firman Allah Ta’alaa: “Dan
janganlah kamu menyembunyikan persaksian” (al baqoroh:283). Dan banyak hadits, akan
dijelaskan pada tempatnya nanti.
)2( Artinya tidak shah pengusaannya, dan tidak berhak Sultan (raja) memegang kekuasaan

peradilan, dan berdosa menerima kekuasaan peradilan tersebut.


)3( Tidak shah penguasan peradilan oleh orang kafir di negeri Islam, walaupn untuk mengdili

orang perkara antara orang kafir. Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan Allah sekali-kali
tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir memusnahkan orang-orang beriman”,
(an Nisak: 141). Tidak memberi jalan lebih besar dibandingkan dengan memberikan hak
perdilan terhadap ummat Islam, atau di negeri Islam.
)4( Karena merupakan suatu kekurangan bagi orang yang kehilangan salah satu dari sifat-sifat

ini.
)5( Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak akan mendapatkan kemenangan suatu kaum

yang menyerahkan urusannya kepada kaum wanita”, diriwyatkan oleh al Bukhary (4163), dari
Abu Bakroh, ra.
)6( Oleh karena tidak kuat dengan perkataan (keputusan) orang yang tidak adil, dan negara

tidak akan aman dari kesewenang-wenangan (kedholiman).

155
hukum dari al Qur’an dan hadits,(7) mengetahui hukum-hukum hasil ijmak
(kesepakatan ummat),(8) mengetahui perbedaan ulama di kalangan ummat
islam,(9) mengetahui jalan atau prosedur berijtihad yang benar, (10)
mengetahui atau menguasai seluk beluk bahasa Arab, (11) mengetahui tafsir
Kitabulllah Ta’alaa,(12) hakim itu harus baik pendengarannya, baik
)7( Hukum-hukum yang sudah tetap (baku) dari al Qur’an dan hadits Nabi saw., tahu ayat-ayat
muhkamat dan ayat-ayat yang mansukh, mengetahui hukum-hukum kemasyarakatan dari al
Qur’an dan hadits dengan jalan mengisthinbathkan hukum (mengambil kesimpulan hukum)
furu’iyah (fiqih), sebagaimana kemampuannya untuk memilih di antara dalil-dalil hukum
apabila terjadi saling bertentangan.
)8( Hukum yang sudah disepakati , sehingga tidak akan terjadi perbedan dalam pengambilan

keputusan hukum. Ijmak menurut istilah ahli fiqih dan ahli ushul (tauhid) adalah kesepakatan
seluruh mujtahid ummah (ahli ijtihad) pada suatu zaman tertentu, terhadap satu hukum syara’,
yang terjadi dan tidak ditetapkan hukumnya oleh al Qur’an dan Hadits. Apabila dihasilkan
suatu kesepakatan mujtahid, maka hukum dimaksud menjadi hukum yang disepakati secara
syar’ie dan berlaku tetap, dan tidak boleh seorangpun dari ummat Islam untuk menentangnya,
termasuk para mujtahid berikutnya sampai mujtahid modern nanti, sehingga akan menetukan
hukum baru berdasarkan ijtihad mereka.
)9( Hal yang terjadi pada zaman sahabat, atau sesudah sahabat dari kalangan Tabiian dan para

tokoh mujtahid, tentang permasalahan yang mereka putuskan hukumnya, agar lebih arif dalam
hal mengambil keputusan hukum atas masalah yang dihadapinya.
)10( Atau jalan untuk beristhinbath hukum berdasarkan dalil-dalilnya, dan tatacara mengambil

atau memilih dasar-dasar hukum yang ada.


)11( Memahami bahasa Arab, asal-usual lafadhnya, tashrifnya, I’robnya, oleh karena bahasa

Arab adalah bahasa Syari’ah Islam dari al Qur’an dan Hadits.


)12( Dasar dari enam sayarat di atas adalah hadits riwayat Abu Dawud (3573), dan lainnya,

dari Buraidah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Qodlie (hakim) itu ada tiga kategori: satu
yang masuk surga dan dua masuk neraka. Adapun hakim ayng masuk surga adalah seorang
hakim yang mengetahui kebenaran dan memutuskan dengan kebenaran itu. Sedangkan
seorang yang tahu kebenaran tetapi dalam memutuskan perkara dengan melanggar hukum,
maka dia itu amsuk neraka, dan seorang yang menghakimi manusia atas kebodohannya, maka
dia masuk neraka”,. Pengertian atas kebodohannya: dia tidak memiliki alat yang dapat
mengantarkan dia untuk mengambil keputusan dengan benar yang diridloi oleh Allah Azza
wa Jalla. Di dalam kitab al Iqnak ia menyatakan: Hakim yang hukumnya berlaku adalah
hakim pertama, sedangkan hakim kedua dan ketiga tidak dapat dipegang keputusan
hukumnya. Hadits riwayat al Bukhary (6919), dan Muslim (1716), dari Abdullah bin Amru
ibnul Ash ra. , bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Apabila hakim
mengadilil suatu perkara dia berijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka dia mendapatkan
dua pahala. Apabila mengadili perkara dan berijtihad, kemudian ijtihadnya salah, maka dia
mendapatkan satu pahala”. Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan diri untuk
mengetahui tentang ketetapan hukum, serta mengetahui kebenaran di dalamnya. Hal ini
menunjukan bahwa seorang hakim yang mengadili antara manusia dan dan ketetapan
hukumnya harus merupakan hasil dari kemampuannya berijtihad dan tidak terkumpul
kemampuan berijtihad keculai memiliki semua syarat ini. An Nawawie rohimahullah
menyatakan di dalam Syarah Muslim (XII/13): Ulama berpendapat, bahwa ummat Islam telah
sepakat bahwa hadits ini membahas tentang hakim yang berilmu dan ahli di bidang peradilan,
apabila keputusannya benar, maka dia mendapat dua pahala, satu pahala ijtihadnya dan satu
pahala dari kebenaran keputusannya, apabila salah maka dia mendapat satu pahal dari
ijtihadnya. Adapun orang yang tidak tidak ahli di bidang hukum, maka tidak halal abginya
menjadi hakim, apabila dia menetapkan hukum, maka tidak mendapatkan pahala, bahkan dia

156
penglihatannya, dan mampu baca tulis, dan dalam keadaan sadar
(jaga).(13)

Disunnatkan hakim duduk (bedomicili) di tengah kota, di tempat yang


tampak dan mudah diketahui banyak orang(14) dan tidak terdinding
(terhalang) oleh sesuatu.(15) Dan ketika melaksanakan tugas peradilan
hakim tidak duduk di dalam masjid.(16)

Bersikap sama terhadap dua pihak yang berperkara dalam tiga hal: tempat
duduk, ungkapan bertutur bahasa, dan perhatian.(17)

berdosa, dan keputusan hukumnya tidak dapat diberlakukan, apakah keputusannya bertepatan
dengan kebenaran atau tidak, oleh karena kebenarannya hanya sekedar kebetulan saja – bukan
disengaja – tidak berdasarkan kepada dasar hukum syara’, berarti dia bermaksiyat di semua
keputusan hukumnya, baik benar atau salah, hasilnya tertolak keseluruhannya, tanpa alasan
apapun juga. Telah terdapat dalam hadits: “Hakim itu adatiga kategori ……”, kemudian kita
hubungkan dengan hadits Abu Dawud di muka.
)13( Tidak lupa, sehingga tidak mudah tertipu, ini syarat apabila terdapat cacat dalam bidang

pemimikiran dan pendapat, bila rtidak demikian, maka hukumnya sunnat. Dipersyaratkannya
baik pendengaran, agar mampu membedakan antara ikrar (pengakuan) dan inkar
(penolakan). Baik penglihatan, agar mampu membedakan antara lawan dengan saksi, dan
membedakan antara penuntut dengan yang dituntut, oleh karena orang yang buta tidak mampu
mebedakan antara keduanya, kecuali hanya melalui suara, yang kadang-kadang hampir sama.
Yang paling benar bahwa kemampuan menulis bukanlah sebagai syarat, kecuali apabila tidak
didapati pada persidangan itu juru tulis (panitera) yang mampu untuk melakukan tugas itu.
)14( Memungkinkan diketahui secara mudah, baik bagi penduduk aseli atau orang asing.

)15( Misalnya penjaga pintu dan sebagainya, yang menghalangi orang karenanya, ketika hakim
sedang duduk untuk mengadili perkara, dan menghalangi orang yang akan masuk/menuju
kepadanya. Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (2948), dan at Tirmidzy (1332), dan
lainnya, dari Abi Maryam al Azdie ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa yang diberi kepercayaan suatu urusan ummat Islam, kemudian dia menutup
kebutuhan mereka, hajat mereka, kesusahan mereka, maka Allah akan menutup hajatnya,
kebutuhannya, dan dan kesusahannya”. Hal ini apabila kondisinya tidak penuh sesah,
sehingga membutuhkan pembatas untuk menertibkan urusan.
)16( Untuk menjaga halhal yang tidak sepantasnya di masjid antara lain: terjadinya teriakan,

kegaduhan serta pertengkaran, dan kadang-kadang diperlukan untuk menghadirkan ke majelis


perdilan orang-orang yang tidak boleh tinggal diam di dalam masjid, misalnya orang yang
sedang haid, dan orang-orang yang tidak patut masuk ke dalam masjid, misalnya anak kecil,
orang gila, orang kafir dan lain-lain.
)17( Yakni pandangan, jnganlah hakim hanya menujukan pandangannya hepada salah satu

pihak yang berperkara, atau menghadapkan wajah kepada satu [ihak lebih banyak dari pada
kepada pihak ayng lain, sebagaimana halnya, bahwa dia tidak hanya mengkhususkan
pembicaraan atau memberi salam hanya kepada salah satu pihak, dan semua bentuk
penghormatan lainnya. Dasar hal ini adalah hadits riwayat ad Daroquthny (IV/205), dari
Ummi Salamah ra. ia berkata: Rasululah saw. bersabda: “Barang siapa yang diuji untuk
mengadili di antara manusia, maka hendaklah berlaku adil antara mereka, dalam hal perhatian,
isyarat, dan tempat duduk. Janganlah mengeraskan suara kepada salah satu dari dua pihak
yang berperkara, dan tidak demikian terhadap pihak lainnya.

157
Tidak diperbolehkan menerima hadiah dari pihak yang ada hubungannya
dengan tugasnya.(18)

Hakim pada saat mengadili hendaknya menjauhi sepuluh hal: ketika


sedang marah, lapar, haus, ketika timbul syahwat yang kuat, (19) suasana
sedih, gembira yang melampaui batas, keadaan sakit, pada saat menahan
dua hadats (kebelet),(20) sedang ngantuk, kondisi udara sangat panas atau
sangat dingin.(21)

)18( Yakni orang-orang yang bertanggung jawab kepadanya dalam menyelesaikan


permusuhanmereka, serta memutuskan hukum dalam hal pertengkaran mereka.. Dasar dari hal
ini adalah hadits riwayat al Bukhary (6260), dan Muslim (1832), dari Abi Humaidie as Sa’idie
ra. bahwasanya Rasulullah saw. menugaskan seorang amil (pengumpul zakat). Kemudian
amili tersebut datang sesudah selesai melaksanakan tugasnya, dan berkata: Wahai Rasulullah,
ini untuk tuan, dan ini hadiah untukku. Maka beliau bertanya kepadanya: “Apakah bila
engkau duduk di rumah bapakmu dan ibumu: apakah orang tuamu memberimu hadiah atau
tidak?” Lalu Rasulullah saw. berdiri pada malam hari sesudah sholat, beliau mengucapkan
syahadat dan memuji kepada Allah, dengan pujian yang patut bagi Allah, lalu bersabda:
“Amma ba’du: Bagaimanakah seorang amil kami tunjuk, dia datang kepada kami dan berkata:
Ini hasil kerjamu, dan ini hadiah untukku, apakah bila dia duduk di rumah ayahnya dan
ibunya, lalu memperhatikan: Apakah dia akan diberi hadiah atau tidak? Demi Dzat di mana
diri Muhammad berada di genggaman-Nya, tidak seorangpun di antara kamu yang melakukan
suatu penipuan, kecuali nanti akan datang pada hari qiyamat membawa hasil penipuan itu
pada lehernya : apabila itu berupa onta, maka dia akan datang dengannya dan dia bersuara
seperti suara onta, apabila sapi, maka akan datang dengannya dan dia akan bersuara seperti
suara sapi, dan apabila berupa kambing, maka akan datang dengannya dan dia akan bersuara
seperti suara kambing, dan hal ini sudah saya sampaikan kepadamu”. Kemudian Rasulullah
saw. mengangkat kedua belah tangan beliau, sampai kami melihat putihnya kedua ketiak
beliau. Dalam riwayat lain menurut Ahmad (V/424): “Tingkah laku para amil yang menjadi
penipu”. Ini semua apabila hadiah berasal dari orang yang sedang berperkara, dan hakim
mengetahui hal itu, atau berasal dari orang yang tidak biasanya memberikan hadiah sebelum
dia menjadi hakim. Apabila hadiah berasal dari orang yang pada biasanya memberi dan tidak
ada hubungannya dengan perkara, maka boleh diterima, selama tidak lebih dari kebiasaan
jenis atau caranya. Apabila lebih, maka perlu diperhatikan: apabila hal itu akan menimbulkan
dampak negatif, jangan diterima, bila tidak menimbulkan dampak negatif, maka boleh
diterima.
)19( Ingin melakukan hubungan seksual.

)20( Menahan buang besar atau menahan buang air kecil.


)21( Dan hal-hal lain yang mengakibatkan terganggunya stabilitas jiwa (emosi), atau jeleknya
perilaku, atau hilangnya kemampuan berfikir sehat. Dasar hal ini adalah hadits riwayat al
Bukhary (6739), dan Muslim (1717), dari Abi Bakroh ra. ia berkata: Saya mendengar
Rasululah saw. bersabda: “Janganlah hakim mengdili dua orang yang berperkara ketika dia
dalam keadaan marah”. Menurut riwayat Ibnu Majah (2316): “Hakim tidak boleh mengadili
…..”. Dalam riwayat lain: “Tidak patut bagi hakim mengadili ketika …….” Marah akan
membuat perobahan dalam berfikir, dan keluar dari tabiat profesionalisme dalam berfikir
berijthad untuk mengetahui hukum sebenarnya. Larangan di sini menunjukan makruh, sebaba
sekalipun dalam kondisi sepereti itu, keputusan hakim tetap berlaku.

158
Tidak diperbolehkan bertanya kepada tertuduh sebelum sempurnanya
tuduhan,(22) dan tidak boleh menyumpahnya sebelum ada permintaan dari
penuduh.(23) Dan tidak boleh mendektekan suatu alasan (argumentasi)
kepada salah satu pihak berperkara, atau memberikan pemahaman suatu
kalimat.(24) Dan tidak boleh mempersulit para saksi. (25)

Tidak diterima persaksian seseorang keculai dia benar-benar adil,(26) tidak


dapat diterima kesaksian musuh terhadap lawannya, dan tidak dapat
diterima pula persaksian orang tua terhadap anaknya, atau anak terhadap
orang tuanya.(27)

Tidak dapat diterima surat dari seorang hakim kepada hakim lainnya
dalam hal ketetapan hukum, kecuali sesudah disaksikan oleh dua orang
saksi apa isi dalam surat tersebut.(28)

)22( Sesudah selesainya penuduh menjelaskan semua tuduhannya.


)23( Artinya sesudah diminta oleh penuduh agar hakim menyumpah tertuduh. Oleh karena
sumpah tertuduh adalah hak penuduh, maka harus melalui izin penuduh. Maka tergantung
kepada izin atau pemintaan penuduh.
)24( Sehingga orang tahu bagaimana cara untuk memperkuat dakwaan, atau memberikan

jawaban, atau tahu bagaimana cara menyetujui atau menolak, karena adanya indikasi
keberpihakan kepada salah satu pihak dan melawan pihak lainnya, yang demikian itu
hukumnya haram.
)25( Artinya janganlah mempersulit mereka serta menyakiti hati mereka, dan sebagainya,

misalnya: mengejek, atau menyerang pembicaraan mereka, atau menekan mereka dalam
upayanya untuk mengetahui tatacara menyiapkan diri untuk menjadi saksi, padahal
sebenarnya dia adalah benar serta sehat akalnya, oleh karena sikap hakim yang tidak
kooperatif akibatnya mereka lari tidak mau menajdi saksi, padahal manusia sangat
membutuhkan kesaksian mereka. Allah Ta’alaa berfirman: “dan janganlah saling mempersulit
antara penulis (katib/panitera) dengan saksi, jika kamu lakukan yang demikian itu, maka
sesungguhnya hal itu suatu kefasikan (dosa) pada dirimu sendiri”. (al Baqoroh: 282).
)26( Keadilan yang pasti dengan pengetahauan hakim terhadap saksi, atau berdasarkan

rekomendasi dua orang yang adil di dekat hakim, akan dijelaskan tenatng keadilan beserta
dalilnya sesudah ini.
)27( Adanya dugaan akan berbuat dholim terhadap musuhnya, dan karenba rasa cinta anak

terhadap orang tuanya atau sebaliknya. Dasarnya ditolaknya persaksian itu, sebab adanya
dugaan tidak akan adil. Sebagaimana haits riwayat Abu Dawud (3601), dan lainnya, dari
Abdullah bin Amru ibnul Ash ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh diterima
kesaksian pengkhianat, dan begitu pula kesaksian pezina, dan kesaksian penipu terhadap
saudaranya” Dalam satu riwayat: “Tidak dapat diterima kesaksian orang yang diduga tidak
baik, dan tidak pula kesaksian kerabat”
)28( Apabila hakim memutus perkara terhadap orang yang tidak ada di tempat (in absentia),

lalu dia mengirim surat keputusan itu kepada hakim di mana terdakwa berada, untuk
dilaksanakan ketetapan hukum tersebut, maka dipersyaratkan agar surat tersebut disaksikan
oleh dua orang saksi, di hadapan hakim penerima surat tentang apa isi surat dimaksud.

159
(Fasal): Untuk petugas pembagi (29) diperlukan memiliki tujuh macam
syarat: Islam, sudah baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki, adil, dan
pandai berhitung.(30) Apabila masing-masing pihak saling rela terhadap
orang yang akan diberi hak membagi, maka tidak diperlukan persyaratan
tersebut.(31)
Apabila di dalam pembagian tersebut diperlukan adanya penaksiran
harga, maka tidak boleh kurang dari dua orang petugas penaksir.(32)
Apabila salah seorang anggota persekutuan meminta bagiannya dengan
tanpa menimbulkan kesulitan,(33) maka pihak yang lain wajib
mengabulkannya.(34)

(Fasal): Apabila bersama penuduh ada bayyinah (saksi), (35) maka hakim
wajib mengdengarnya dan menetapkan hukum berdasarkan keterangan
)29( Orang yang diberi tugas oleh hakim untuk membagi suatu benda milik bersama antara
beberapa orang, serta memisahkan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Dasar
disayri’atkannya pembagian adalah firman Allah Ta’alaa tentang harta waris: “Apabila pada
waktu pembagian waris hadir sanak kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah
mereka itu dari harta waris sekedarnya dan ucapkanlah kepada mereka dengan ucapan yang
baik” (an Niasak: 8). Dan sabda Rasulullah saw.: “Hak syuf’ah itu terhadap harta yang belum
dibagi”, perhatikan CK. no: 55 Kitab Jual beli. Dan sudah ada ketetapan dari Rasulullah saw.
dalam hal membagi ghonimah kepada yang berhak, perhatikan CJK. no: 12 Kitab Jihad.
)30( Adapun enam syarat yang pertama: sebab seorang pembagi adalah memiliki kekuasaan

terhadap orang yang berhak menerima bagian, oleh karena pembagian itu merupakan suatu
keharusan, dan orang yang tidak memiliki secara lengkap enam persyaratan tersebut, maka
tidak berhak memegang suatu kekuasaan. Adapun kemampuan berhitung, demikian pula di
bidang ukur mengukur, dan semua kemampuan yang diperlukan untuk menghitung
pembagian harta. Oleha karena kesemuanya itu merupakan alat (sarana) untuk pembagian,
sebagaimana kemampuan di bidang hukum syar’ie sebagai sarana untuk menjabat sebagai
hakim.
)31( Atau semua persyaratan di atas, karena cukup dengan syarat sudah mukallaf, yakni: Islam,

baligh, dan berakal sehat. Oleh karena dia tidak memegang kekuasaan dalam hal ini, tetapi
bertindak sebagai wakil dari masing-masing pihak.
)32( Oleh karena penaksiran tersebut merupakan perkiraan harga barang yang dibagi,

diperlukan adanya saksi dalam nilai harganya, oleh karenanya diperlukan penaksir lebih dari
satu orang.
)33( Dalam hal harganya, seperti sebuah rumah besar, atau sejumlah pakaian, dan sebagainya.

)34( Sepakat untuk membaginya, sebab dimungkinkan dengan diteruskannya persekutuan


tersebut akan membuat kerugian baginya. Tetapi apabila dengan pembagian itu akan
menimbulkan kerugian atau masalah), maka dia pihak kedua tidak wajib mengabulkannya.
Dasar permasalahan ini adalah sabda Rasulullah saw. (Janganlah menyulitkan orang dan
jangan dipersulit oleh orang”, riwayat Ibnu Majah (2340), dan Malik dalam al Muwathok:
(II/745, 805).
)35( "‫ "البينَة‬adalah saksi yang menyaksikan apa yang dituduhkannya, maka pernyataan saksi
ahrus didengar dan diterima. Dasar masalah ini adalah banyak ahdits, antara lain: hadits
riwayat al Baukahry (4277), dan Muslim (1711), lafadh Muslim, dari Ibnu abbas ra.,
bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Kalau manusia dipenuhi tuntutannya, niscaya akan
menuntut darah dan harta manusia lain, tetapi sumpah adalah hak orang yang dituduh. Hadits

160
saksi, apabila tidak memiliki saksi, maka hak bebicara diberikan kepada
tertuduh disertai dengan sumpah, apabila tertuduh tidak berani
bersumpah, maka dikembalikan kepada penuduh, dan apabila penuduh
berani bersumpah, maka penuduh berhak atas tuntutannya. (36)

(Fasal): Apabila ada dua orang sama-sama mengakui satu benda adalah
miliknya, sedang benda tersebut berada pada salah satu pihak yang
berebut, maka yang dimenangkan adalah pengakuan pihak shohibul yad
(pemegang benda), disertai dengan sumpah.(37) Apabila benda itu berada
di tangan kedua belah pihak, maka kedua belah pihak diminta untuk
bersumpah.(38)

Barang siapa yang bersumpah atas perbuatannya sendiri, berarti dia


bersumpah dengan pasti,(39) dan barang siapa yang bersumpah atas
perbuatan orang lain: apabila benar-benar terjadi, maka sumpahnya
harus dengan pasti,(40) apabila tidak terjadi, maka sumpah harus
menyatakan bahwa dia tidak tahu.(41)

riwayat Muslim (138), dari al Asy’ats bin Qois ra. ia berkata: Nabi saw. dengan seorang lelaki
di Yaman, Saya memperkarakan dia kepada Nabi saw., maka beliau bertanya: “Apakah
engkau mempunayi saksi”, saya jawab: Tidak. Beliau bersabda: “Maka minta dia bersumpah”.
Dalam riwayat lain: “Dua orang saksimu ataukah sumpah dia”.
)36( Dia berhak atas apa ia tuntut. Berdasarkan hadits riwayat al Hakim (IV/100), dari Ibnu

Umar ra. ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw. mengembalikan sumpah kepada pihak penuntut
hak. Ia menyatakan: Hadits ini shohih sanadnya.
)37( Berpengan kepada dasar, dan berdasarkan realitas, apabila keberadaannya di tangannya,

maka bahwa benda itu miliknya, selama tidak ada saksi yang menyatakan lain, oleh karena
pada dasarnya tidak mungkin benda itu berada di tangannya kecuali adanya sebab-sebab yang
sah sesuai dengan syri’at.
)38( Kata: "‫"حتتلسَت‬ artimya masing-masing pihak bersumpah, yang menyatakan bahwa benda
itu bukan milik pihak lain tetapi miliknya. Hadits riwayat Abu dawud (3613), dan lainnya,
dari Abi Musa al Asy’ary ra. bahwasanya ada dua orang laki-lakisaling berebut hak terhadap
seekor onta atau hewan, kepada Nabi saw. masing-masing tidak memiliki saksi, maka Nabi
saw. menjadikan onta tersebut milik berdua. Al Hakim menyatakan: hadits ini shohih.
)39( Oleh karena dirinya lebih tahu terhadap dirinya sendiri serta menguasai hal ihwal dirinya

sendiri.
)40( Karena mudahnya untuk membuktikan kejadian tersebut dan mudah diketahui kejadian

itu. Sebagaimana bila seorang yang mendakwa harta warisannya berada di tangan si Fulan
demikian, maka si Fulan mengingkarinya, tetapi dia tidak berani bersumpah, maka sumpah
dikembalikan kepada pendakwa.
)41( Apabila sumpah itu menunjukkan sesuatu yang tidak terjadi pada orang lain, maka jangan

bersumpah dengan kalimat pasti, oleh karena tidak ada jalan baginya untuk memastikannya
terhadap sesuatu yang tidak ada pada orang lain, tetapi hendaklah dia menyatakan dalam
sumpahnya: “Demi Allah saya tidak tahu, bahwa Fulan melakukan demikian”.

161
(Fasal): Tidak dapat diterima saksi, kecuali orang yang memenuhi lima
macam syarat: Islam, sudah baligh, berakal sehat, merdeka, dan adil. (42)
Adil itu ada lima macam syarat: senantiasa menjauhi dosa besar, tidak
membiasakan berbuat dosa kecil walaupn sedikit, hatinya selamat, tetap
terpercaya walaupun sedang marah, dan menjaga keperwiraan atau sikap
kesatria.(43)

(Fasal): Hak itu ada dua macam: (a) hak Allah Ta’alaa, dan (b) hak
adamie (sesama manusia). Adapun hak adamie ada tiga kategori:
Pertama: Tidak dapat diterima di dalamnya, kacuali dengan dua orang
saksi laki-laki semua, yakni hak yang tidak berkaitan dengan harta, dan
diketahui oleh kaumm lelaki.(44)

)42( Adapun syarat Islam berdasarkan firman Allahj Ta’alaa: “Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang laki-laki di antara kamu” (al Baqoroh: 282). Orang kafir tidak termasuk
orang laki-laki di antara kita, dan berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu” (at Tholaq: 2). Orang kafir tidak termasuk
orang adil di antara kita. Juga perlu dikathui, bahwa persaksian itu suatu kekuasaan, dan tidak
ada kekuasaan bagi orang kafir, sebagaimana telah anda ketahui, perhatikan CK. no: 4).
Adapun baligh dan sehat akal dan merdeka ; karena anak-anak, orang gila, dan budak tidak
mempunyai kekuasaan pada dirinya sendiri, maka tidak pula memiliki kekuasan terhadap
orang lain. Oleh karena itu tidak dapat diterima persaksiaanya. Adapun tenatng adil,
berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di
antara kamu” (at Tholaq: 2). Dan ayat ini cukup jelas tentang dipersyaratkannya saksi harus
adil.Dan firman Allah Ta’alaa: “dari saksi-saksi yang kamu ridloi” (al Baqoroh: 282). Tidak
dianggap adil orang yang tidak diridloi.
)43( "‫"الكبَتئت‬ kata jamak (plural) dari: "‫"كبَهللاة‬ (dosa besar), yakni semua yang dijelaskan
dengan ancaman siksa yang berat di dalam al Qur’an dan hadits, pelanggaran tersebut
menunjukkan sikap meremehkan agama, seperti minum khomer, bergelimang dalam usaha
riba, menuduh orang mukmin berbuat zina. Allah Ta’alaa berfirman: “Tidak dapat diterima
persaksian mereka selamanya, mereka itu adalah orang-orang fasiq” (an Nuur: 4). "‫"الصَريتئت‬
kata jamak (plural) dari: "‫( "صَريهللاة‬dosa kecil), yakni dosa yang tidak termasuk ke dalam dosa
besar, seperti melihat sesuatu yang haram, berseteru dengan sesama muslim lebih dari tiga
hari, dan sebagainya. "‫"سَلي" السَتيتة‬ (hatinya selamat) artinya aqidahnya benar. Tidak dapat
diterima persaksian orang yang berkeyakinan bahwa diperbolehkan memaki-maki sahabat
Nabi ra. "‫"مَ"موان‬ (aman, terpercaya), aman dari sikap melampaui batas di dalam mengelola

sesuatu, serta aman dari terjatuh ke dalam kebatilan dan hal-hal kotor. "‫مثلَن‬ ‫"مَتو"ة‬ (perwira),
artinya berakhlaq dengan akhlaq yang sesuai dengan masyarakat setempat pada zamannya,
yang senantiasa menjaga sopan santun sesuai dengan syari’at Islam dan semua prosedurnya,
di segala zaman dan tempat, dan kesemuanya itu tetap dipadukan dengan uruf (adat kebiasaan
masyarakat setempat.
)44( Seperti persoalan pernikahan, perceraian, wasiyat dan lain-lain, berdasarkan firman Allah

Ta’alaa: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi
kematian, sedang dia akan berwasiyat disaksikan oleh dua orang saksi yang adil di antara
kamu” (al Maidah: 106). Dan firman Allah Ta’alaa: “maka rujukilah mereka dengan baik

162
Kedua: Dapat diterima dengan dua orang saksi laki-laki, atau seorang
saksi laki-laki dan dua orang wanita, atau seorang saksi laki-laki dengan
dperkuat oleh sumpah dari penuduh, yakni dalam perkara yang
bersangkut paut dengan harta.(45)
Ketiga: Dapat diterima dua orang saksi laki-laki, atau seorang laki-laki
dan dua orang wanita, atau empat orang wanita, yakni dalam urusan yang
tidak diketahui oleh kaum lelaki.(46)
Adapun hak Allah Ta’alaa, maka tidak dapat diterima persaksian
wanita,(47) dalam hal ini ada tiga kategori:
Pertama: Tidak dapat diterima persaksian kurang dari empat orang laki-
laki, yakni dalam urusan perzinaan.(48)

atau lepaskanlah mereka dengan baik pula, dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang
adil di antara kamu” (at Tholaq: 2). Dan Sabda Rasulullah saw.: “Tidak shah nikah, kecuali
dengan wali yang pandai dan dua orang saksi yang adil”, perhatikan CK.no: 13 Kitab Nikah).
Di dalam ketentuan nash tiga (dua ayat dan satu hadits), menjelaskan bahwa saki itu kaum
lelaki, dan diqiyaskan hak-hak sejenis yang tidak disebutkan di sini.
)45( Seperti jual beli, sewa menyewa, gadai dan sebagainya. Dasar masalah ini adalah firman

Allah Ta’alaa: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki di antara
kamu, jka tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang wanita
dari saksi-saksi yang kamu ridloi, supaya jika seorang lupa maka yang seorang lagi
mengingatkannya” (al Baqoroh: 282). Hadits riwayat Muslim (1712), dari Ibnu Abbas ra.
bahwasanya Rasulullah saw. memutuskan perkara dengan sumpah dan seorang saksi. Di
dalam kitab Musnad as Syafi’ie: Amru – Ibnu Dinar meriwayatkan dari Ibnu Abbas – dia
berkata dalam urusan harta. (al Um: VI/156) Hamasy). Bahwasanya Rasulullah saw.
memutuskan perkara dengan sumpah dan seorang saksi dalam urusan harta.
)46( Pada umumnya; dari hal-hal yang berkaitan dengan rahasia wanita. Demikian puila dalam

hal persusuan anak, persalinan dan sebagainya. Berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abi Saibah,
dari az Zuhrie rohimahullah Ta’alaa, ia berkata: Telah berjalan sunnah, bahwa diperbolehkan
kesaksian wanita dalam urusan yang tidak diketahui oelh kaum lelaki, antara lain urusan
wiladah (persalinan), rahasia wanita dan sebagainya (al Iqnak: II/297). Seperti pendapat ini
terdapat pendapat dari Tabiin sebagai hujjah (dasar hukum), karena dianggap hadits marfu’,
selamatidak dianggap pendapat ahli rokyu dan bukan pula hasil ijtihad. Dan diqiyaskan apa
yang tidak disebutkan di sini kepada apa yang sudah dijelaskan. Dipersyaratkannya saksi lebih
dari satu, oleh karena Pembuat syara’ (Allah) menjadikan dua saksi wanita sama dengan satu
saksi laki-laki. Apabila dapat diterima persaksian hanya dari wanita tentang urusan
kewanitaan, maka dapat diterimanya kesaksian seorang laki-laki dan dua orang wanita lebih
tepat, oleh karena pada asalnya saksi itu harus laki-laki, demikian pula apabila saksi hanya
dari laki-lakai saja.
)47( Karena persaksian wanita dalam hal ini adalah dianggap syubhat (meragukan), dan hak

Allah ini harus dilakukan secara hati-hati. Demikian pula penerimaan saksi hanya untuk kaum
lelaki saja, tertutup bagi wanita. Hadits riwayat Malik dari az Zuhry, ia berkata: Telah berlaku
sunnah, bahwasanya tidak diperbolehkan persaksian dari kaum wanita dalam hal hudud
(hukuman zina) (al Iqnak: II/296).
)48( Dasar yang menunjukkan demikian adalah banyak Ayat, antara lain firman Allah Ta’alaa:

‘Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak
dapat mendatangkan empat orang saksi, maka deralah (cambuklah) mereka delapan puluh kali
dera” (an Nuur: 4). Telah ditetapkan bahwa wajibnya cambuk adalah karena tidak adanya
saksi empat orang, hal ini menunjukkan bahwa perzinaan tidak dianggap terbukti terjadi,
kecuali dengan empat saksi. Allah Ta’alaa berfirman: “Dan terhadap wanita yang

163
Kedua: Dapat diterima dengan dua orang saksi, yakni had (hukuman)
selain perzinaan.(49)
Ketiga: Dapat diterima satu orang saksi saja, yakni tentang hilal (bulan
sabit) awal bulan Romadlon.(50)

Tidak dapat diterima persaksian seorang buta, kecuali dalam lima hal:
kematian, nasab (keturunan), kepemilikan secara mutlak,(51) terjemahan
dalam bahasa,(52) dan apa yang disaksikan sebelum dia buta, (53) dan yang
sudah dihafalkannya (dipegangnya).(54)

mengerjakan perbuatan keji (zina), hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu “ ( an
Nisak: 15). Rasulullah saw. bersabda dalam hadits ifqi (kebohongan), suatu tuduhan terhadap
A’isyah ra. berbuat keji; Allah berfirman: Mengapa mereka tidak menghadirkan empat orang
saksi, apabila tidak dapat menghadirkan empat orang saksi, meka mereka itu di sisi Allah
sebagai pendusta” (an Nur: 13). Ayat-ayat ini kesemuanya menunjukkan bahwa nisab (batas
minimal) saksi dalam urusan perzinan harus empat orang laki-laki. Dan dijelaskan dalam
hadits riwayat Muslim (1498), bahwsanya Sa’id bin Ubadah ra. berkata: Ya Rasulullah, kalau
saya menjumpai isteri saya bersma dengan seorang laki-laki. Saya tidak terburu-buru, sampai
saya dapat mendatangkan empat orang saksi? Rasulullah saw. menjawab: “Ya benar”. Ia
berkata: Tidak demikian, demi Dzat yang telah mengutus engkau dengan benar, apabila saya
mendahului dengan pedang sebelum itu. Rasulullah saw. bersabda: “oleh kalian semua apa
yang dikatakan oleh tuanmu: Sesungguhnya itu adalah karena rasa cemburu, dan saya lebih
cemburu dari dia, dan Allah lebih dari saya”. Hadits ini terjadi ketika turunnya ayat: ‫"والَعين‬
".…… "‫يتمَو اصصَنت‬ Lalu turun ayat tentang sumpah li’an, sebagai kelonggaran bagi
suami, perhattikan CK. no: 59 dan 60 Kitab Nikah).
)49(

)50( Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (2342), dan lainnya, dari Ibnu Umar ra. ia
berkata: Manusia sama-sama melihat hilal, maka saya memberitahukan kepada Rasulullah
saw. bahwa saya telah melihat hilal, maka beliau langsung berpuasa dan memerintahkan
manusia agar melaksanakan puasa Romadlon. Hikmah dari penerimaan satu saksi dalam hal
hilal ini, adalah sebagai sikap berhati-hati terhadap urusan puasa. Apabila ternyata salah
dalam melakukan ibadah, maka sedikit sekali mafsadahnya, bila dibandingkan dengan
kerusakan karena meninggalkannya. Oleh karena itu tidak dapat diterima perseksian hilal
pada bulan syawal kurang dari dua orang saksi.
)51( Misalnya seorang mengakui benda itu miliknya, dan tidak ada pihak lain yang

mengakuinya, lalu orang buta menjadi saksi: bahwa barang itu ada pemiliknya, tanpa
menyandarkan kepemilikan kepada seseorang tertentu. Maka persaksiannya dapat diterima
dalam urusan ini, oleh karena tidak emmerlukan penglihatan serta pendengaran secara khusus,
oleh karena hal itu sudah tersebur luas sejak waktu yang lama, yang sulit untuk mendatangkan
saksi permulaanm karena sudah tidak adanya yang mengetahui apda umumnya.
)52( Yakni penjelasan tenatng kalimat yang dipertentangkan, serta menyaksikan serta

menjelaskannya, oleh karena yang demikian itu berkaitan erat dengan bentuk lafadh
(penuturan), yang tidak memerlukan penglihatan.
)53( Dia membawakan persaksian terhadap apa yang dilihat sebelum dia buta, apabila yang

dipersaksikan itu dia ketahui nama dan nasabnya.


)54( Sudah dipegangnya, misalnya seorang menyatakan tentang diizinkannya orang buta

menjadi saksi berupa pendapat, dalam kaitnannya dengan penetapan atau tholak dan

164
Tidak dapat diterima persaksian seorang terhadap perkara yang
mengharapkan memberikan manfaat pada dirinya sendiri, dan tidak pula
persaksian orang yang berusaha menolak bahaya (kesulitan).(55)

sebagainya, dan kesemuanya itu sangat tergantung kepada hakim, dia bersaksi berdasarkan
pernyataannya tentang diizinkannya menjadi saksi.
)55( Contah kepentingan pertama: bila seorang ahli waris bersaksi, bahwa orang yang berhak

diwarisi hartanya meninggal sebelum sembuh dari lukanya, agar dia berhak menerima diyat
atas kematian pewarisnya. Contoh kedua: Orang yang berkewajiban membayar diyat bersaksi
dalam hal pembunuhan khotho’ (tak sengaja), bahwa pembunuhan adalah orang fasiq,
sehingga tidak mengakibatkan kewajiban membayar diyat pembunuhan. Dasar penolakan
saksi yang demikian adalah adanya kecurigaan.

165
KITAB AL ITHQI
(MEMERDEKAKAN BUDAK)(1)

Dianggap shah memerdekakan budak miliknya, oleh pemiliknya yang


berhak membelanjakan harta bendanya.(2)
Memerdekakan budak itu berlaku menggunakan kalimat jelas atau
kinayah (kalimat tidak terang-terangan)(3)

Apabila memerdekakan sebagian dari seorang budak, maka berarti dia


merdeka secara keseluruhan. Apabila seorang anggota persekutuannya
memerdekakan sebagian budak milik bersama (dua orang), sedang dia
dalam keadaan kaya, maka berlaku kemerdekaan itu untuk sisanya, dia
wajib membayar harga yang menjadi hak teman serikatnya.(4)

)1( Yakni melepaskan hak kepemilikannya terhada manusia, dan membebaskannya dari
perbudakan, untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’alaa. Telah jelas dianjurkannya
perbuatan itu, dan dianggap sebagai perbuatan sunnat oleh banyak nash baik dari al Qur’an
maupun hadits. Adapun nash dari al Qur’an, contohnya firman Allah ta’alaa: “Tetapi dia tiada
menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi
sukar itu?Uaitu memeredkakan budak” (al Balad: 11 – 13). Antara lain juga ayat tentang
kafarat: seperti kafarat pemnbunuhan, dhihar, sumpah, sebagaimana yang telah anda ketahui.
Adapun banyak hadits, antara lain: hadits riwayat al Bukahry (2381)), dan Msulim (1509),
dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa
yang memerdekakan budak yang mukmin, maka bagi dia suatu kebebasan dari siksa neraka”.
Pengertian budak termasuk laki-laki dan wanita. Dan Rasulullah memerintahkan
memerdekakan budak ketika terjadi bencana. Hadits riwayat al Bukhary (2383), dari Asmak
bin Abi Bakar ra. ia berkata: Nabi saw. memerintahkan untuk memerdekakan budak ketika
terjadi gerhana matahari.
)2( Artinya dia memiliki hak mutlak mengelola harta miliknya, yakni setiap orang yang

baligh, berakal sehat, tidak mahjur (dibatasi hak-haknya), karena bodoh, atau karena
bangkrut, oleh karena memerdekan budak itu merupakan perbuatan sunnat. Dan tidak sah
berbuat ibadah sunnat, kecuali oleh orang yang memenuhi sifat tersebut (mukallaf).
)3( Semua ungkapan yang mengandung pengertian pelepasan kepemilikan, atau munculnya

isyarat perpisahan. Misalnya menyatakan: “Saya sudah bukan lagi penguasa atas kamu” atau
“engkau merdeka” atau “Sudah tidak kewajiban atasmu melayani aku” dan sebagainya.
)4( Apabila orang yang memerdekakan sebagian budak sebagai ahknya tadi tidak mampu

untuk memerdekakan sisanya, maka budak tersebut diberi kesempatan untuk bekerja agar
mampu menebus separo harga dirinya yang belum merdeka, untuk diserahkan kepada teman
perserikatannya, sehingga budak tersebut dapat merdeka secara sempurna. Hadits riwayat al
Bukhary (2386), dan Muslim (1501), dan lainnya, dari Ibnu Umar ra., bahwasanya Rasulullah
saw.bersabda: “Barang siapa yang memerdekakan budak dalam persekutuan, dan dia memiliki
harta cukup untuk membeli budak tersebut, maka hendaklah ahrga budak tersebut ditaksir
dengan secara obyektif (adil), kemudian dia memberikan bagian teman sarikatnya, maka
budak tersebut menjadi merdeka. Bila tidak demikian, maka budak tersebut merdeka sebatas
hak orang yang memerdekaknnay (mungkin hanya setengah merdeka). Hadits riwayat al
Bukahry (2360), dan Muslim (1503), dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra., dari Nabi saw. beliau
bersabda: “Barang siapa yang memerdekakan yang menjadi hak miliknya dari seorang budak,
maka dia wajib membebaskan dengan hartanya, bila tidak mampu, maka ditaksir harga budak

166
Barang siapa yang memiliki budak, budak adalah salah seorang dari orang
tuanya, atau anaknya, maka dia memerdekakannya dari perbudakan.(5)

(Fasal): Walak adalah hak bagi orang yang telah memerdekakan.(6)


Hukumnya sebagai ashobah, bila tidak ada ashobah di sisinya.(7) Hak
walak itu bisa dipindahkan kepada ahli waris orang yang
memerdekakannya dari kaum lelaki sebagai ashobah. (8) Tata urutan
ashobah dalam walak sama dengan tata urutan ashobah menurut nasab
dalam waris.(9) Walak itu tidak boleh diperjual belikan dan tidak boleh
pula dihibahkan.(10)

(Fasal): Barang siapa yang menyatakan kepada budaknya: “apabila saya


sudah mati, maka engkau merdeka”, maka dia (budak) dinamakan

tersebut dengan adil, lalu budak tersebut diberi kesempatan bekerja yang tidak memberatkan
untuk menebus separo dirinya”. Apabila memerdekakan sebagian (separo) dari budak, maka
berlaku secara keseluruhan, oleh karena pemerdekaan secara keseluruhan bila mampu adalah
lebih afdlol.
)5( Artinya barang siapa yang memiliki salah satu dari asal-usulnya (orang tuanya), bahkan

sampai kakek dan nenek, atau cabangnya (anaknya), bahkan sampai cucu, maka langsung
menjadi merdeka, berdasarkan kepemilikan. Dasarnya adalah hadits riwayat Muslim (1510),
dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak kebaikan anak
terhadap bapaknya, kecuali bila dia mendapati ayahnya menjadi budak lalu dia membelinya
dan kemudian memerdekakannya”. Artinya pembelian terhadap ayahnya yang menjadi budak,
sebagai sebab ayahnya menjadi merdeka, maka ayahnya menjadi merdeka sebab pembelian
tersebut, dan tidak memerlukan penjelasan baru lagi. Dan diqiyaskan kepada pembelian,
sebab kepemilikan yang lain, seperti hibah, warisan dan sebagainya.
)6( Hak miliknya. Tetap berada pada orang yang memerdekakan budak, tidak ada yang berhak

menggugurkannya atau memindahkan dari padanya. ""‫"الََومي‬ berasal dari kata: "‫"املَوامية‬
artinya: tolong menolong, atau pertolongan. Yang dimaksudkan hadk waris apabila tidak
didapati ashobah dari hubungan nasab (keturunan). Hadits riwayat al Bukahry (444), dan
Muslim (1504), dari A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya walak
itu adalah hak orang yang memerdekakan”. (Penerjemah: Misalnya Ahmad memerdekakan
budak bernama Ali, kemudian Ali meninggal dunia dan meninggalkan harta, maka Ahmad
memiliki hak walak, yakni menjadi ashobah, apabila Ali tidak mempunyai ashobah berdasar
nasab).
)7( Menjadi hak orang yang memerdekakannya, apabila tidak ada ashobah dari nasab, seperti

anak, ayah, atau saudara laki-laki. Dialah yang berhak memiliki harta warisan, serta
kekuasaan menerima diyat, serta hak menuntut dan sabagainya. Hadits riwayat al hakim
(IV/341), dan dinyatakan shohih sanadnya: Rasulullah saw. bersabda: “Walak itu merupakan
hubungan kekerabatan seperti hubungan kekerabatan karena nasab”.
)8( Yakni ashobah dari al Mu’tiq (orang yang memerdekakan), setelah dia (mu’tiq) mati.

)9( Mana yang paling dekat dari ashobah mu’tiq, itulah yang didahulukan dari yang lain.
)10(Hadits riwayat al Bukahry (2398), dan Muslim (1506), dari Ibnu Umar ra. ai berkata:
Rasulullah saw. melarangmenjual walak atau menghibahkannya.

167
mudabbar.(11) Dia merdeka setelah tuannya mati, dengan nilai sepertiga
dari harta peninggalannya.(12) Dan diperbolehkan bagi pemilik
menjualnya pada saat ia masih hidup, dan gugurlah janji untuk
menjadikannya mudabbar.(13) Mudabbar itu hukumnya masih sebagai
budak selama tuannya masih hidup.(14)

(Fasal): Kitabah hukumnya sunnat: apabila hal itu diminta oleh budak.
Dan kondisi budak itu terpercaya dan mampu bekerja.(15) Dan tidak shah
akad kitabah itu kecuali dengan imbalan harta yang ditentukan, dapat
dilaksanakan dengan cara mengansur dengan waktu angsuran yang
ditentukan, paling sedikit dua kali angsunran. (16)
Akad kitabah itu ditinjau dari pihak tuan (pemilik budak) hukumnya tetap
(tidak bisa diralat), sedangkan dari pihak mukatab, hukumnya jaiz

)11( Berasal dari kata: "‫"الاَىعهللا‬ yaitu: suatu ta’liq (pernytaan bersyarat) dari pemilik budak,
untuk memerdekakan budaknya setelah dia mati, dinamakan mudabbar karena kematian
merupakan dubur (dibelakang/sesudah kehidupan), atau kematian adalah akhir hayat atau
penghabisan hayat.
)12( Sepertiga dari harta peninggalan tuannya, setelah diambil untuk membayar hutang-

hutangnya, oleh karena mudabbar adalah ibadah sunnat yang bergantung kepada kematian,
maka disamakan dengan wasiyat, yakni hanya sepertiganya. Diriwayatkan bahwasanya Ibnu
Umar ra. berkata: Mudabbar itu sepertiga dari harta peninggalan, riwayat ad Daroquthny
(IV/138), dan tidak ada seorangpun yang mengingkarinya, maka menjadi hukum ijmak
(Nihayah: III/116).
)13( Hadits riwayat al Bukhary (2034), dan Muslim (997), dari Jabir bin Abdullah ra.,

bahwasanya seorang lelaki memerdekakan budaknya dengan cara menjadikannya mudabbar,


lalu dia sangat membutuhkan, maka Rasulullah mengambilnya, dan bersabda: “Siapakah ayng
mau membelinya dariku”. Maka Nu’aim bin Abdullah membeli budak tersebut, demikian …
demikian. Maka uangnya dikembalikan kepadanya.
)14( Tuannya masih memiliki hak untuk mengelolanya, menjualnya, menghibahkannya dan

sebagainya, berdasarkan hadits di muka.


)15( "‫"الكاتعََة‬ menurut bahasa: menyusun dan menyepakati, menurut syara’: suatu akad
(perjanjian) untuk memerdekakan dengan suatu imbalan (kompensasi), dengan sayarat-syarat
tertentu. Dengan lafadh tertulis. Dinamakan kitabah oleh karena budak itu termasuk bagian
dari harta, untuk dipisahkan sampai merdeka. (Budak yang melakukan perjanjian tersebut
disebut budak mukatab). Allah Ta’alaa berfirman: “Dan budak-budak yang kamu miliki yang
menginginkan perjanjian (menjadi mukatab), hendaklah kamu buat perjanjian dengan
mereka, jika kamu mengetahui adanya kebaikan pada mereka” (an Nuur: 33). Maksud
kebaikan pada mereka adalah: mereka mampu bekerja serta dapat dipercaya.
)16( Kata: " ‫ "جنمت‬adalah mutsanna (kata dua) dari ""‫"جن‬ (satu kali) atau bintang, " ‫( "جنمت‬dua
kali angsuran), yang menunjukkan waktu. Karena orang Arab menentukan waktu dengan
terbutnya bintang. Dengan memastikan jumlah harta yang harus diserahkan setiap waktu yang
telah ditentukan.

168
(bebas), ia boleh membatalkannya kapan saja dia mau. (17) Bagi mukatab
diberikan hak untuk mengelola harta yang ada ditangannya.
Wajib bagi tuannya untuk menyimpan harta mukatab, agar mukatab
mampu membayar angsuran akad kitabahnya.(18) Mukatab tidak bisa
merdeka kecuali setelah melunasi seluruh angsuran yang harus dibayar. (19)

(Fasal): Apabila seorang tuan (pemilik) menyetubuhi amatnya (budak


wanita), lalu hamil secara jelas janin sudah berbetuk manusia, maka
haram bagi tuannya untuk menjual, mengadaikan atau menghibahkannya.
Dia hanya diperbolehkan memperlakukannya sebagai pelayan dan untuk
disetubuhi. Apabila tuan mati, maka amat tersebut menjadi merdeka
diperhitungkan dari harta peninggalan kotor sebelum dipergunakan
membayar hutang dan menunaikan wasiyat.(20) Dan anak-anaknya yang
dari bapak lain akan berstatus sama dengan kedudukannya (merdeka).(21)

Barang siapa yang menyetubuhi amat orang lain tanpa melalui pernikahan
yang shah, maka anak dari amat tersebut tetap menajdi budak
pemiliknya,(22) apabila persetubuhan itu terjadi karena syubhat, (23) maka

)17( Pengertian: "‫( "ميزمَة‬tetap), dia wajib meneruskan akad kitabah tersebut, tidak boleh

membatalkannya atau menarik diri dari perjanian tersebut. Sedangkan: "‫( "جتئزة‬relatif/bebas),
artinya bahwa bagi mukatab tidak wajib memeprtahankan perjanjian tersebut, dia berhak
menarik kembali dan membatalkan akadnya, baik karena tidak mampu membayar angsuran
atau tidak. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kebaikan mukatab, oleh karana akad kitabah
itu disyari’atkan pada dasarnya untuk kemaslahatan budak.
)18( Merelakan kepada budaknya sebagian harta (tuan) yang disepakati, untuk memudahkan

bagi mukatab membayar angsuran. Allah Ta’alaa berfirman: “Dan berikanlah kepada mereka
sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kamu” (an Nuur: 33).
)19( Hadits riwayat Abu Dawud (3926), dari Abdullah bin Amru ra. dari Nabi saw. beliau

bersabda; “Budak mukatab adalah budak murni selama masih ada sisan angusran kitabahnya
walaupun hanya satu dirham saja”.
)20( Setelah melahirkan anaknya, maka amat tersebut “ummul walad”, dasarnya
sebagaimana dijelaskan di dalam hadits riwayat ad Daroquthny (IV/134), dan al Baihaqy
(X/348) dan dinyatakan shohih, terhenti pada perkataan Umar ra. : Ummal walad tidak
boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwaris, tuannya boleh menyetubuhinya
selama dia masih hidup. Apabila dia (tuan) sudah mati, maka ummul walad menajdi merdeka.
Dinyatakan shohih oleh Ibnul Qoththon, dan dinyatakan hadits ini marfu’. (Nihayah: III/121).
Menurut Malik di dalam al Muwathok: II/776), bahwasanya Umar Ibnul Khothob ra. berkata:
Semua ummmul walad yang melahirkan anak dari tuannya, maka sesungguhnya tuannya
tidak boleh menjualnya, atau menghibahkannya, atau mewariskannya, dia (tuan) boleh
menyetubuhinya, apabila dia (tuan) mati, maka otomatis dia (amat) merdeka.
)21( Sesudah ummul walad merdeka, apabila datang anak yang berasal dari ayah lainnya,

maka anaknya menjadi merdeka seperti ibunya sesudah tuannya mati, oleh karena anak
mengikuti status ibunya dalam hal kemerdekaan.
)22( Oleh karena amat tersebut milik orang lain dan anaknya mengikuti ibunya.

169
anak yang dilahirkan amat orang lain itu menjadi merdeka, dan orang
yang menyetubuhinya wajib membayar uang pengganti kepada tuan amat
yang melahirkannya. Apabila seorang memiliki amat yang sudah dicerai
sesudah itu,(24) maka amat tersebut tidak menjadi ummul walad karena
persetubuhan dalam ikatan pernikahan. Dan bisa menjadi ummul walad
baginya dengan persetubuhan yang syubhat, menurut salah satu dari dua
pendapat.(25) Wallaahu a’lam.(26)

.‫احلمد هلل رب العاملني‬

Malang, Jum’at : 10 Januari 2006/10 Dzulhijjah 1427.

Penerjemah,

DRS. H. K U S N A N A.

)23( Dikira dia amatnya sendiri, atau isterinya yang merdeka.


)24( Sesudah disetubuhi karean hubungan pernikahan, misalnya: Dia menikahi seorang wanita
budak, lalu menyetubuhinya, kemudian budak wanita itu melahirkan anaknya dari orang yang
menikahinya, lalu budak itu dicerai (kembali ke tuannya), kemudian budak wanita yang
mantan isterinya tersebut menjadi miliknya secara penuh, dengan cara membeli, atau hibah
dan sebagainya.
)25( Ini yang benar, dan yang paling benar adalah tidak menjadi ummul walad, selama dia

tidak menyetubuhinya dan amat tersebut tidak mengandung, setelah menjadi miliknya secara
penuh.
)26( Sempurnalah kitab ini dengan fadlilah dari Allah Ta’alaa. Sholawat dan salam semoga

terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. dan kepada seluruh keluarga beliau
dan para sahabat beliau serta mendapatkan keselamatan. ""‫"المى للَن رب العتمل‬ .

170

Anda mungkin juga menyukai