Anda di halaman 1dari 16

ANTARA TA’ZIYAH TAHLILAN DAN ZIARAH KUBUR

MAKALAH

Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Ibadah & Praktik Pada
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Manado

Oleh

Wahyu Rikshandi Patilima


20112043

Dosen Pengampu
Dr. Frangky Sulaeman, M.HI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGEI MANADO (IAIN)


2021
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa yang telah memberikan kita
taufik dan hidayahnya sehingga dengan izinnya jugalah penulis bisa menyelesaikan
tugas untuk memenuhi tugas mata kuliah fikih ibadah dan praktik yang membahas
tentang bagaimana adab seorang muslim dalam berta’ziyah, ziarah kubur, dan
tahlilan. Salawat serta salam kita haturkan kepada baginda Rasulullah SAW. yang
telah membawa umatnya dari alam kebodohan hingga kealam yang berilmu
pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu yang telah memberikan
pengetahuan untuk kelancaran makalah ini.
Penulis memohon kritik dan saran dari pembaca demi untuk membangun
makalah ini agar lebih baik. Penulis mengucapkan maaf kepada pembaca jika
didalam makalah ini terdapat kekurangan dan sistematika yang belum mencapai
standar ejaan yang sebenarnya. Karena penulis masih dalam tahap belajar. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, Aamiin

i
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dengan ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi untuk selamanya
membuat seseorang menjadi sedih dan terpuruk. Sebagai seorang muslim kita
harus bisa mengurangi beban saudara sesama muslim. Apalagi jika terdapat
sanak keluarga dan tetangga yang meninggal, tanpa disuruhpun kita harus
mengunjungi kepada keluarga yang ditinggal. Sesama muslim kita memang
wajib saling membantu semampunya. Untuk lebih lengkapnya kita bahas
pada bab II.

Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian ta’ziyah?
2. Jelaskan pengertian ziarah kubur?
3. Apa yang dimaksud dengan tahlilan?
4. Bagaimana hukum mengenai tahlilan berdasarkan Al-Qur’an dan Al-
Hadits?
5. Bagaimana pandangan beberapa ulama mengenai tahlilan?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.Ta'ziyah dan Ziarah Kubur


1. Pengertian Ta’ziyah
Ta’ziyah menurut bahasa artinya menghibur. Ta’ziyah menurut istilah
mengunjungi keluarga orang yang meninggal dunia dengan maksud agar
keluarga yang mendapat musibah dapat terhibur dan diberikan keteguhan
serta kesabaran dalam menghadapi musibah dan mendoakan kepada orang
yang meninggal supaya diampuni dosa-dosanya selama hidupnya.
Sabda Nabi saw.yang artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata,
Rasulullah saw.telah bersabda, “Siapa yang jenazah itu maka baginya pahala
satu qirath, dan siapa yang menghadiri jenazah hingga jenazah dikubur maka
baginya pahala dua qirath”. Ditanyakan,”Apakah dua qirath itu? Nabi
saw.menjawab,”(yaitu) seperti dua buah gunung besar”. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Betapa besar pahala orang yang berta’ziyah dan dalam hal ini sangat
dianjurkan di dalam agama Islam. Jika salah seorang di antara kita mendengar
kematian sesame muslim maka hendaklah kita segera melakukan ta’ziyah,
ikut menyalatkan dan mengantarkannya sampai makam.

2. Hukum Ta’ziyah
Ta’ziyah hukumnya sunah dan merupakan hak muslim yang satu
terhadap muslim yang satu terhadap muslim yang lain. Hak orang Islam
terhadap orang Islam yang lain ada enam yaitu:
a. Menjawab salam
b. Mengabulkan / memenuhi undangan
c. Member nasihat
d. Mendoakan orang yang bersin
e. Menjenguk orang sakit
f. Mengantarkan jenazah

2
Hal ini sesuai hadits Rasulullah yang artinya: “ Hak seorang muslim
terhadap muslim yang lain ada enam, jika engkau ,menjumpainya maka
berilah salam kepadanya, jika dia mengundangmu maka datangilah, jika ia
meminta nasehat kepadamu maka nasehatilah ia, jika ia bersin dan memuji
Allah maka doakanlah ia, jika ia sakit maka jenguklah, jika ia meninggal
maka iringkanlah (jenazah) nya”. (HR. Bukhari).
3. Adab Ta’ziyah
a. Orang yang mendengarkan musibah kematian hendaknya
mengucapkan:

َ‫اِ َّن هللاِ َوانَّا الَ ْي ِه َرا ِجعُوْ ن‬.


Artinya: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan
kembali.”
b. Orang yang berta’ziyah hendaknya memakai pakaian yang sopan dan
rapi. Di rumah duka ia harus menunjukkan perasaan sedih, jangan
tertawa, dan jangan bercakap-cakap dengan orang lain terlalu mencolok.
c. Orang yang berta’ziyah berusaha menghibur keluarga yang terkena
musibah agar tetap sabar, karena semua manusia pasti akan meninggal
dunia. Hal ini tentunya disesuaikan dengan keadaan setempat. Jika situasi
memungkinkan orang yang berta’ziyah berusaha mendekati jenazah dan
mendoakan agar dosa-dosanya diampuni oleh Allah swt. Firman Allah
SWT. Yang artinya:
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari
kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu”. (QS. Ali Imran:
185)
d. Jika memungkinkan, orang yang berta’ziyah dapat memberikan
sumbangan untuk meringankan beban keluarga yang terkena musibah.
e. Usahakan dalam berta’ziyah ikut shalat jenazah dan mendoakannya agar
diampuni dosa-dosanya serta ikut mengantar jenazah ke kubur untuk
dimakamkan.
4. Hikmah Ta’ziyah

3
a. Dengan berta’ziyah akan tercipta hubungan silaturahmi yang lebih erat
antara orang yang berta’ziyah dengan keluarga yang terkena musibah
kematian.
b. Keluarga yang terkena musibah dapat terhibur dengan adanya ta’ziyah
sehingga yang demikian ini dapat mengurangi beban kesedihan yang
berkepanjangan.
c. Orang yang berta’ziyah dapat ikut mendoakan kepada jenazah agar dosa-
dosanya diampuni dan amal-amal kebaikannhya dapat diterima oleh
Allah swt.
d. Orang yang berta’ziyah akan mendapat pahala dari Allah swt.

2. Ziarah Kubur
1. Pengertian Ziarah Kubur
Yang dimaksud dengan ziarah kubur ialah mengunjungi makam
(kuburan) orang-orang Islam dengan maksud untuk mengambil pelajaran
yang berkaitan dengan kematian dan kehidupan di akhirat dan
mendoakannya supaya dosa-dosa mereka diampuni oleh Allah swt.
2. Hukum Ziarah Kubur
Ziarah kubur hukumnya sunah dan diharapkan dengan ziarah
kubur ini diambil I’tibar dari orang yang telah meninggal dunia, sehingga
dengan demikian seseorang akan lebih dapat mendekatkan diri kepada
Allah swt. dengan meningkatkan amal-amal kebaikan. Rasulullah
saw.bersabda yang artinya: “Dari Buraidah r.a., Rasulullah saw.
Bersabda, ‘Sungguh dahulu aku telah melarang kamu ziarah kubur, maka
sekarang Muhammad saw. telah mengizinkan untuk berziarah ke kubur
ibundanya, maka ziarahlah kamu karena sesungguhnya ziarah kubur itu
mengingatkan akan akhirat.’ (HR. Muslim, Abu Dawud, dan At-
Turmudzi).
Ada yang berpendapat bahwa ziarah kubur bagi perempuan
hukumnya makruh atau bahkan haram jika dengan ziarah kubur itu akan
mendatangkan fitnah seperti menangis, meratap, atau tingkah laku yang

4
tidak senonoh. Rasulullah saw.bersabda yang artinya:” Dari Abu
Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw.telah melaknati para
perempuan yang ziarah kubur,” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan At-
Turmudzi).
3. Adab Ziarah Kubur
a. Ketika masuk ke pintu kubur orang yang berziarah member salam
kepada ahli kubur dan membaca doa untuk mereka.
b. Berdoa memohonkan ampun bagi ahli kubur sebagaimana yang
pernah dilakukan oleh Nabi saw.ketika ziarah kubur. Nabi saw.
bersabda:

)‫ (متفق عليه‬.‫الّلهُ َم ا ْغفِرْ ِال ْه ِل ْالبَقَي ِْع‬


Artinya: “Ya Allah, ampunilah ahli (kubur) baqi”.
Doa yang dibaca ketika ziarah kubur intinya ialah memohonkan ampun
kepada Allah saw.atas segala kesalahan dan dosa para ahli kubur
muslimin dan muslimat.
c. Orang yang ziarah kubur tidak duduk diatas kuburan
d. Bagi orang yang ziarah kubur tidak boleh meminta sesuatu apapun
kepada kuburan, baik kuburan biasa maupun kuburang yang disebut
orang sebagai kuburan keramat, karena yang demikian itu termasuk
perbuatan syirik.
4. Hikmah Ziarah Kubur
a. Orang yang ziarah kubur akan mengingat mati dan kehidupan di
akhirat sehingga dapat menimbulkan dorongan bagi seseorang untuk
lebih meningkatkan amal kebajikannya.
b. Orang yang ziarah kubur akan menyadari bahwa setiap orang pasti
akan mati dan datangnya kematian tidak dapat diduga-duga
sebelumnya. Dengan demikian ia akan bertambah imannya kepada
Allah yang telah menciptakan segala sesuatu, termasuk yang
mematikan seluruh makhluk-Nya.
c. Orang yang ziarah kubur akan mendapat pahala dari Allah swt.,
karena ziarah kubur termasuk amalan sunah.

5
3. Pengertian Tahlilan

Dalam bahasannya tahlil belum tentu tahlilan, tetapi dalam tahlilan pasti
ada bacaan tahlil. Dalam konteks bahasa Indonesia, tahlil menjadi sebuah
istilah yang sering dikatakan rangkaian kegiataan berdo’a yang sering
diselenggarakan oleh keluarga yang salah satu anggota keluarganya
meninggal. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai, seluruh
keluarga, handai taulan, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah
keluarga mayit hendak menyelenggarakan acra pembacaan ayat-ayat Al-
Quran, dzikir, berikut doa-doa yang ditujukan untuk mayit di alam sana.
Sedangkan menurut istilah tahlil adalah mengesakan Allah dan tidak ada
pengabdian tulus kecualai hanya kepada Allah, tidak hanya mengakui Allah
sebagai Tuhan tetapi juga mengabdi, sebagaimana dalam pentafsiran kalimah
thayyibah.

Tahlil menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata
“Hallala” yang artinya mengucapkan “laa ilaaha illallah” sepeti basmalah
yang berarti membaca bismilla, hamdala mengucapkan alhamdulillah dan
seterusnya. Adapun bentuk kata kerjanya ialah (hallala-yuhallilu) yang
berarti membaca atau mengucapkan: Laa ilaaha illallah. Bentuk masdarnya
adalah: “Tahliilan-Attahliilu” yang berarti pembacaan ucapan: Laa ilaaha
illallah.

Menurut Muhammad Idrus Ramli, tahlilan adalah tradisi ritual yang


komposisi bacaannya terdiri dari beberapa ayat Al-Quran, tahlil, tasbih,
tahmid, sholawat dan lainlain. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indinesia pengertian tahlilan adalah pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran
untuk memohonkan rahmat dan ampunan bagi arwah orang yang meninggal.

A.Tahlilan Prespektif Al-Quran dan Al-Hadits


Awal mula Tahlil sudah ada sejak zaman Rasullullah SAW, sebab syariat
Islam menganjurkan untuk memperbanyak dzikir kepada Allah, baik secara

6
sendiri-sendiri atau berjamaah. Dzikir yang berjamaah itulah yang disebut dengan
majlis dzikir atau yang lebih dikenal orang-orang saat ini dengan sebutan majlis
Tahlil atau Tahlilan.

Acara tahlilan atau majlis tahlil adalah suatu perkumpulan yang dibentuk
oleh sejumlah umat Islam untuk beribadah kepada Allah dengan berdzikir dan
berdoa bersama. Sebagian kecil kalangan umat Islam di Indonesia menilai bahwa
acara tersebut adalah bid’ah karena tidak ada contohnya pada waktu zaman
Rasulllullah SAW. Anggapan itu keliru dan hanyalah warisan yang paham sesat.
Bila dilihat pada bacaan tahlilnya tiak satu huruf dan katapun yang menyimpang
dari syariat islam. Sedangkan membaca dzikir atau tahlil dianjurkan oleh syariat
Islam baik secara sendiri ataupun berjamaah karena merupakan ibadah lisan
kepada Allah SWT.

B.Hukum Melaksanakan Tahlilan


1. Haram, tahlilan kematian atau doa bersama bila dalam acara tahlilan tesebut
sama dengan yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah yang terdapat unsur
kemusyrikan dan bertentangan dengan syariat Islam. Adanya keyakinan tidak
sah atau tidak boleh mengadakan selamatan kematian pada malam-malam ruh
hadir ke rumah duka, kemudian sang keluarga menyjikan makanan untuk
sesaji dibawah tempat tidur mayat dan mempersembahkan sesaji berupa 7
macam makanan atau jenis bunga tertentu.
2. Makruh, sebagian ulama berpendapat tahlilan kematian atau doa bersama
erkena hukum makruh bila hanya sekedar berkumpul, makan-makan
kemudian pulang karena menurutnya masih adanya tradisi budha namun tanpa
adanya keyakinan seperti yang diyakini orang budha, adanya ratapan atau
nihayah yang berlebihan dan harta yang digunakan dipaksakan dan diada-
adakan.
3. Mubah, tahlilan kematian atau doa bersama untuk mayit yang diperbolehkan
bila acara tersebut diisi dengan membaca Al-Quran, shalawat, dzikir, tasbih,

7
tahmid, tahlil, takbir dan doa kepada orang Islam yang telah meninggal dunia,
sebab doa dan hadiah pahala bermanfaat bagi orang yang telah meninggal.

Dzikir dan doa kepada orang yang telah meninggal adalah suatu anjuran
Rasullullah SAW agar umat Islam mendoakan orang yang telah meninggal dunia
dengan tulus dan ikhlas sebagaimana menurut hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah RA sebagia berikut:

“Aku mendengar Rasullullah SAW, bersabda jika kamu semua menshalati mayit
maka berdoalah dengan ikhlas (HR Abu Hurairah RA).”
Dari keterangan-keterangan diatas, kita mengetahui bahwa Islam membolehkan
sedekah atau tahlilan tetapi dalam pengertian dan konteks yang Islami. Islam
menuntut manusia agar berhubungan kecuali mendoakan dengan ruh orang yang
telah meninggal. Islam memandang bahwa orang yang telah meninggal ruhnya
kembali ke alam ghaib atau barzakh, sedangkan jasadnya kembali ke asalnya yaitu
menjadi tanah. Ruh orang yang telah meninggal tidak mempunyai hubungan
apalagi kekuatan misalnya untuk menolong dengan ruh ataupun jasad orang yang
masih hidup. Namun sebaliknya manusia yang masih hidup masih mempunyai
hubungan batin (antar ruh) dengan manusia yang telah meninggal, misalnya
kontrak doa dari orang yang masih hidup agar orang yang telah meninggal dialam
arwahnya senantiasa mendapat rahmat dari Allah SWT.
Menurut Ibnu Taimiyah, tidak terdapat keterangan dalam Al-Quran dan As
Sunnah yang menjelaskan bahwa sesungguhnya doa yang orang yang masih hidup
tidak bermanfaat bagi orang yang telah meninggal. Bahkan menurut beliau,
sebenarnya bukan hanya doa yang bisa sampai kepada orang yang telah
meninggal. Semua perbuatan manusia yang masih hidup bisa berpengaruh
terhadap orang yang telah meninggal. Para ulama telah sepakat mengenai manfaat
doa bagi orang yang telah meninggal ini karena dalil-dalilnya sudah sangat jelas,
baik dalam Al-Quran maupun As Sunnah. Dan barangsiapa yang berbeda
pandangan mengenai ini, berarti beliau adalah ahli bid’ah.

8
C.Tahlilan dalam Pandangan Beberapa Ulama
Dari beberapa dalil yang menjelaskan tentang tahlilan mengetahui bahwa
para sahabat telah bersepakat mengingkari peringatan kematian. Hal ini juga
dicontoh oleh generasi berikutnya yang telah ridha Allah sebagai Tuhan mereka,
Nabi Muhammad sebagai Rasul mereka dan Islam sebagai agama mereka.

a.Mazhab Syafi’i
Saudara-saudara kita yang melaksanakan tahlilan pada umumnya
berpendapat bahwa tahlilan adalah ciri khas penganut mazhab Syafi’i. Namun apa
kata Imam Syafi’i sendiri tentang hal ini? Beliau berkata dalam kitabnya Al-Umm
“Dan saya membenci berkumpul-kumpul (dalam musibah kematian) sekalipun
tanpa diiringi tangisan, karena hal itu akan memperbarui kesedihan dan
memberatkan tanggungan (keluarga mayit) serta berdasarkan atsar (hadits) yang
telah lalu.” Perkataan beliau di atas sangat jelas dan tak bisa ditakwil atau
ditafsirkan kepada arti dan makna lain, kecuali bahwa beliau dengan tegas
melarang berkumpulkumpul di rumah duka. Ini sekedar berkumpul, bagaimana
pula jika disertai dengan tahlilan malam pertama, ketiga, ketujuh, dan seterusnya
yang tak seorang pun sahabat pernah melakukannya? Imam Syafi’i juga berkata,
“Dan saya menyukai agar para tetangga mayit beserta kerabatnya untuk
membuatkan makanan yang mengenyangkan bagi keluarga mayit di hari dan
malam kematian. Karena hal tersebut termasuk sunnah dan amalan baik para
generasi mulia sebelum dan sesudah kita.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dan adapun duduk-duduk ketika melayat
maka hal ini dibenci oleh Syafi’i”.
Imam Nawawi juga menukil dalam al Majmu’ perkataan pengarang kitab asy-
Syamil, “Adapun apabila keluarga mayit membuatkan makanan dan mengundang
manusia untuk makan-makan, maka hal itu tidaklah dinukil sedikit pun (dari
Rasulullah SAW) bahkan termasuk bid’ah (hal yang diada-adakan dalam agama),
bukan sunnah.”

9
b.Madzhab Maliki
Imam At-Thurthusi berkata: “Tidak apa-apa seorang memberikan
makanan kepada kelurga mayit. Baik tetangga dekat maupun jauh. Karena Nabi
SAW tatkala mendengar kabar kematian Jafar, beliau bersabda:
“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena telah datang kepada mereka
urusan yang menyibukkan.”
Makanan seperti ini sangat dianjurkan oleh mayoritas ulama karena hal
tersebut merupakan perbuatan baik kepada keluarga dan tetangga. Adapun apabila
keluarga orang yang telah meninggal membuatkan makanan dan mengundang
orang-orang untuk makan-makan, maka tidaklah dinukil dari para salaf
sedikitpun, bahkan menurutku hal itu termasuk hal itu termasuk bid’ah tercela.
Dalam masalah ini, Syafi’i sependapat dengan kami (madzhab Maliki). Berkata
Abu Nasr bin Shobah dalam “Asy-Syamil”: “Hal itu (tahlilan) tidaklah dinukil
sedikitpun, itu termasuk perkara bid’ah yang tidak disunnahkan.”

10
BAB III
PENUTUP

4. Kesimpulan
Ta’ziyah adalah mengunjungi keluarga orang yang meninggal dunian
dengan maksud agar keluarga yang mendapat musibah dapat terhibur dan
diberikan keteguhan serta kesabaran dalam menghadapi musibah dan
mendoakan kepada orang yang meninggal supaya diampuni dosa-dosanya
selama hidupnya. Adab ta’ziyah yaitu memakai pakaian yang sopan dan rapi,
berusaha menghibur keluarga yang terkena musibah, memberikan sumbangan
untuk meringankan beban keluarga yang terkena musibah. Sedangkan ziarah
kubur adalah mengunjungi makam (kuburan) orang-orang Islam dengan
maksud untuk mengambil pelajaran yang berkaitan dengan kematian dan
kehidupan di akhirat dan mendoakannya supaya dosa-dosa mereka diampuni
oleh Allah.
Tahlilan adalah sebuah acara yang diselenggarakan ketika salah seorang dari
anggota keluarga meninggal dunia. Secara bersama-sama seluruh keluarga
berkumpul hendak menyelenggarakan acara pembacaan beberapa ayat Al-
Qur’an, dzikir, dsb. Karena dari sekian bacaan terdapat kalimat tahlil yang
diulang-ulang, maka acara tersebut dikenal dengan istilah “tahlilan”.

11
a. Saran
Bagi pembaca budiman, hendaknya kita sebagai umat Islam harus
berta’ziyah kepada keluarga yang ditinggal. Karena dengan kita berta’ziyah
bisa mengurangi beban keluarga.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amir Abyan dan Zainal Muttaqin. 2007. Fiqih Kelas IX. Semarang: Karya Toha
Putra.
Amir Abyan dan Zainal Muttaqin, Fiqih Kelas IX, (Semarang: Karya Toha Putra,
2007), hlm. 53.
Khozin, M.M. 2013. Tahlilan Bid’ah Hasanah. Surabaya: Muara Posesif.

Fattah, M.A. 2012. Tradisi Orang-orang NU. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Ramli, M.I. 2010. Membedah Bid’ah dan Tradisi dalam Perspektif Ahli Hadits
dan Ulama Salafi. Surabaya: Khalista.

Thohir, A.A. 1997. Status Tahlilan dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Surabaya:
Perguruan AlIslam “Al-Ustadz Umar Baradja”.

Abdullah, S.R. 2006. Bid’ahkah Tahlilan dan Keselamatan Kematian?. Jakarta:


Putra Grafika.

Yusuf, A.U. 2008. Polemik Perayaan Maulid Nabi. Unaizah: Pustaka An-Nabawi
Hsubky, B. 1993. Bid’ah-bid’ah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani.

Ismail, F. 2004. Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Analisis Historis.
Jakarta:Mitra Cendekia.

13

Anda mungkin juga menyukai