Anda di halaman 1dari 24

KELOMPOK 6 :

1. AHMAD NUBHAN
2. EGI ERLANGGA
3. ARIADI SAPUTRA
4. IRWAN SAPUTRA

ASSALAMUALAIKUM
BAGAIMANA MEMBUMIKAN ISLAM

DIINDONESIA
1. PENGERTIAN ISLAM

Islam pada suatu sisi dapat disebut sebagai


high tradition, dan pada sisi lain disebut
sebagai low tradition. Dalam sebutan pertama
islam adalah firman Tuhan yang menjelaskan
syariat-syariat-Nya yang dimaksudkan sebagai
petunjuk bagi manusia untuk mencapai
kebahagiaandi dunia dan akhirat, termasuk
dalam nash (teks suci) kemudia dihimpun
dalam shuhuf dan kitap suci (Al Quranul
Karim). Secara tegas dapat dikatakan hanya
Tuhanlah yang paling mengetahui seluruh
maksud, arti, dan maknasetiap Firman-Nya.
Oleh karena itu, kebenaran islam dalam
dataran high tradition ini adalah mutlak.
Bandingakn dengan islam pada sebutan kedua:
Low tradition. Pada dataran ini islam yang
mengandung dalam nash ata teks –teks suci
bergumul dengan realitas sosial pada berbagai
masyarakat yang dibaca, dimengerti, dipahami,
kemudian ditafsirkan dan dipraktikan dalam
masyarakat yang situasi dan kondisinya berbeda-
beda. Kata rang, islam kahirnya tidak hanya melulu
ajaran yang tercatum dalam teks-teks suci
melainkan juga telah mewujud dalam historisitas
kemanusiaan.
2. KEWAJIBAN SETIAP UMAT ISLAM UNTUK
MENDAKWAHKAN (MEMBUMIKAN ISLAM) DI INDONESIA

Berikut ini Dasar Dalil Kewajiban Setiap Umat


Islam Untuk Berdakwah (Membumikan Islam )dari
hadits.
ْ‫عني َولَ ْو آيَة‬ َْ ‫سلَ َْم قَا‬
َْ ‫ل بَلغهوا‬ َ ‫علَيهْ َو‬ َْ ‫صلَى‬
َ ‫ّللاه‬ َ ‫ي‬ َْ َ ‫عم ٍرو أ‬
َْ ‫ن النَب‬ َ ْ‫ّللا بن‬
َْ ْ‫عبد‬
َ ْ‫عن‬
َ

“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan,


bahwasanya Rasulullah saw bersabda,
“Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” [HR.
Bukhari]
َ ‫َمنْ َرأَى من هكمْ همن َكرا فَليهغَيرْهه بيَدهْ فَإنْ لَمْ يَستَطعْ فَبل‬
ْ‫سانهْ ْفَإنْ لَمْ يَستَطع‬
ْ‫ف اْلي َمان‬ ْ‫ك أَضعَ ه‬ َْ ‫فَبقَلبهْ َو َذل‬

“Siapa saja yang melihat kemungkaran


hendaknya ia mengubah dengan tangannya.
Jika dengan tangan tidak mampu, hendaklah ia
ubah dengan lisannya; dan jika dengan lisan
tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya;
dan ini adalah selemah-lemah iman.” [HR.
Muslim]
Dalam hadis lain juga disebutkanb yang artinya
Dari Abu Hurairah ra ia berkata : Rosulullah SAW
bersabda : “Barang siapa yang hendak mengajak
kepada kebaikan maka dia akan memperoleh pahala
atas perbuatan baiknya itu serta pahala orang yang
mengikuti dan melaksanakan kebaikan dengan tanoa
dikurangi sedikitpun. Sebaliknya bagi siapa saja yang
mengajak kesesatan atau kemungkaran, maka dia
mendapat dosa sebagai balasan atas perbuatannya
sendiri (ditambah) dosa sebanyak dosa orang yang
mengikutinya tanpa dikurangi sedikit pun” (HR Abu
Dawud, Ahmad, Nasai, Turmudzi dan Ibnu Majah)
Beberapa faidah penting yang terkandung
dalam hadits ini adalah sebagai berikut:
1. Orang yang mengajarkan ilmu agama
kepada manusia berarti telah menyebarkan
petunjuk Allah Ta’ala yang merupakan sebab
utama terwujudnya kemakmuran dan
kesejahteraan alam semesta beserta semua
isinya, oleh karena itu semua makhluk di alam
semesta berterima kasih kepadanya dan
mendoakan kebaikan baginya, sebagai balasan
kebaikan yang sesuai dengan perbuatannya
2. Sebagian dari para ulama ada yang
menjelaskan makna hadits ini bahwa Allah Ta’ala
akan menetapkan bagi orang yang mengajarkan
ilmu agama pengabulan bagi semua permohonan
ampun yang disampaikan oleh seluruh makhluk
untuknya.
3. Tentu saja yang keutamaan dalam hadits ini
khusus bagi orang yang mengajarkan ilmu agama
dengan niat ikhlas mengharapkan wajah Allah
Ta’ala, bukan untuk tujuan mencari popularitas
atau imbalan duniawi.
4. Para ulama yang menyebarkan ilmu agama adalah pewaris
para Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena merekalah yang
menggantikan tugas para Nabi dan Rasul ‘alaihis salam, yaitu
menyebarkan petunjuk Allah Ta’ala dan menyeru manusia ke jalan
yang diridhai-Nya, serta bersabar dalam menjalankan semua itu,
maka merekalah orang-orang yang paling mulia kedudukannya di
sisi Allah Ta’ala setelah para Nabi dan Rasul ‘alaihis salam.
5. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Menyampaikan/menyebarkan sunnah (petunjuk) Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat manusia lebih utama
daripada menyampaikan (melemparkan) panah ke leher musuh
(berperang melawan orang kafir di medan jihad), karena
menyampaikan panah ke leher musuh banyak orang yang (mampu)
melakukannya, sedangkan menyampaikan sunnah (petunjuk)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat manusia hanya
(mampu) dilakukan oleh (para ulama) pewaris para Nabi ‘alaihis
salam dan pengemban tugas mereka di umat mereka, semoga Allah
Ta’ala menjadikan kita termasuk golongan mereka dengan karunia
dan kemurahan-Nya”
Pada dasarnya setiap Muslim dan Muslimah
diwajibkan untuk mendakwahkan Islam
(membumikam islam ) kepada orang lain, baik
Muslim maupun Non Muslim.Ketentuan semacam
ini didasarkan pada firman Allah swt, dan berikut
Dasar Dalil Kewajiban Setiap Umat Islam Untuk
Berdakwah (Menyeru Kebaikan) di AL-Qur’an.
Yang artinya

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan


umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung”
(TQS. Al-Imran : 104),
3. Bagaimana membumikan islam
diindonesia
1. Menelusuri Transformasi
Wahyu dan Implikasinya terhadap
Corak Keberagamaan
Wahyu difirmankan untuk memperpendek proses
pembacaan terhadap alam. Apabila manusia diberi
kesempatan untuk membaca dan memahami alam
dengan segenap potensi nalar, rasa, dan jiwa yang
dimilikinya, ia akan membutuhkan waktu yang lama
untuk mencapai jawaban final. Namun berkat Wahyu,
proses yang panjang dan berliku tersebut dapat disingkat
sedemikian rupa sehingga manusia tidak perlu bersusah
payah untuk mendapatkan jawaban final kehidupan.
Corak Keberagaman Masyarakat Muslim
Indonesia Sebagai Wujud Kekayaan Alam
Nusantara

Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan


nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan
asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum
Indonesia merdeka pada tahun 1945.
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang
diakui sebagai identitas nasional.
1. Corak islam di Aceh
Pembangunan masjid di Bali sejak abad XIV hingga sekarang
mengalami akulturasi dengan unsur arsitektur tradisional Bali atau
menyerupai stil wantilan. Akulturasi dua unsur seni yang
diwujudkan dalam pembangunan masjid menjadikan tempat suci
umat Islam di Bali tampak berbeda dengan bangunan masjid
di Jawa maupun daerah lainnya di indonesia
Pemeluk agama Islam di Aceh merupakan mayoritas,
dibandingkan dengan agama-agama lain. Salah satu contoh corak
keberagamaan masyarakat muslim di Aceh terlihat dari Parlemen
Aceh yang akhirnya mengesahkan Qanun Hukum Jinayah sebagai
pedoman baru pelaksanaan syariat Islam. Penerapan hukum Islam
berupa cambuk dan denda emas bagi pelanggar syariat, termasuk
non-muslim dan anak-anak, segera berlaku di provinsi itu. Peraturan
tersebut tentu berbeda dengan peraturan yang ada di provinsi selain
Aceh.
2. Corak Islam di Sidodadi
Sidodadi merupakan salah satu gampong yang ada di
kecamatan Simoang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil,
Provinsi Aceh, Indonesia. Kenyataannya muslim Sidodadi
memang memiliki sebutan tersendiri terkait
orientasikeagamaan mereka, yakni orang Sunnah dan orang
Yasin.
 Istilah orang Sunnah terkadang digunakan secara
bertukaran dengan istilah orang Pengajian
 istilah orang Yasin juga digunakan bertukaran dengan
orang Perwiridan (muslim tradisionalis)
2. Menanyakan Alasan Perbedaan
Ekspresi dan Praktik Keberagamaan
Terdapat dua hal yang secara dominan
mempengaruhi dinamika dan struktur sosial masyarakat,
yaitu agama dan budaya lokal. Dalam masyarakat
Indonesia, dua hal tersebut memiliki peranan penting
dalam membentuk karakter dan perilaku sosial yang
kemudian sering disebut sebagai”jati diri” orang
Indonesia. Karakter tersebut mewarnai hampir semua
aspek sosial masyarakat Indonesia baik secara politik,
ekonomi maupun sosial budaya.
3. Menggali Sumber Historis,
Sosiologis, Teologis, dan Filosofis tentang
Pribumisasi Islam
1. Menggali Sumber Historis
a. Indonesia Sebagai Modal Dasar
Indonesia sebenarnya merupakan bangsa yang pada dasarnya telah
berhasil menahan gejolak kekerasan yang terjadi atas nama agama
tersebut. Indonesia memiliki kebudayaan adiluhung, di mana itu
merupakan sebuah ruang dialog bagi adanya hal-hal keberbedaan.
Ini dapat dilihat, dari falsasah keberbangsaan yang berbunyi,
bhineka tunggal ika. Bukankah slogan itu merupakan hasil galian
para founding father bangsa Indonesia dari khazanah kebudayaan
yang ada. Artinya, secara historis, Indonesia merupakan bangsa
yang mempu menyeleseikan keberbedaan itu secara harmonis. Jadi,
kekuatan harmonisasi keberagaman di Indonesia itu melalui ruang
budaya.
b. Menawarkan Gagasan Pribumisasi Islam

KH. Abdurrahman Wahid, atau yang lebih


dikenal dengan sebutan Gus Dur, telah berupaya
menjawab tantangan itu sejak tahun 1980 yang
lalu, lewat konsepsi pemikirannya mengenai
“Pribumisasi Islam”. Melalui gagasannya ini, Gus
Dur merespon secara intens dengan mengajukan
alternatif antitesa sebagai penyelesaian atau
mungkin juga ‘wacana counter’ terhadap gejala
keagamaan masyarakat modern yang kering,
paradoks, ahistoris, eksklusif, dlsb. sebagaimana
yang telah diuraikan di atas.
2. Menggali Sumber Sosiologis

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk


muslim terbesar di dunia. Fenomena ini tentu tidak bisa
dilepaskan dari jasa para dai muslim sepanjang sejarah masuknya
Islam di Indonesia. Mereka berasal dari Arab, Persia, India bahkan
dari Cina. Kedatangan mereka ke Indonesia tidak saja untuk
memeperkenalkan Islam, tetapi juga dengan membawa
seperangkat keilmuan Islam yang sudah mengalami proses
pengembangan di tanah asalnya, Timur Tengah. Sebelum Islam
datang, penduduk Indonesia (baca. Nusantara) telah menganut
agama, baik yang masih primitif seperti animisme-dinamisme
maupun yang sudah berbentuk agama formal seperti Hindu atau
Buddha. Namun demikian, berdasarkan catatan sejarah yang ada,
kedatangan Islam tidak disertai dengan konflik sosial-keagamaan
yang cukup berarti. Keberhasilan islamisasi generasi awal
setidaknya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor strategi
dakwah dan faktor daya tarik ajaran Islam itu sendiri
3. Menggali Sumber Teologis dan Filosofis

Secara filosofis pribumisasi Islam didasari oleh paradigma sufistik


tentang substansi keberagaman. Dalam paradigma sufistik, agama memiliki
dua wajah yaitu aspek esoteris (aspek dalam) dan aspek eksoterik (aspek
luar). Dalam tataran esoteris, semua agama adalah sama karena ia berasal
dari Tuhan Yang Tunggal. Dalam pandangan sufistik, bahkan dikatakan
semua yang maujud di alam ini pada hakikatnya berasal dari Wujud Yang
Satu (Tuhan Yang Maha Esa). Alam ciptaan dengan pluralitas manifestasinya
pada hakikatnya diikat oleh sebuah kebenaran universal yang berasal dari
Sang Pencipta Yang Tunggal. Perbedaan maujud dalam ciptaan Tuhan
semuanya dibingkai dalam keesaan wujud. Tuhanlah satu-satunya wujud (la
wujud illa Allah). Perbedaan hanya tampak pada aspek eksoterik, yaitu unsur
lahir dan amalan kasat mata saja. Sejalan dengan pemahaman ini, maka
substansi keagamaan adalah satu, cara manusia dapat menyembah (tunduk,
patuh, dan berserah diri) kepada Tuhan sebagai kebenaran universal. Adapun
ekspresi keberagaman atau aksentuasi paham keagamaan pasti berbeda-
beda karena perbedaan kebutuhan dan tuntutan fisik dan materi yang
berbeda pula.
Secara teologis, tauhid bukan sekedar pengakuan
atau persaksian bahwa tiada illah selain Allah, tapi
pemaknaan terhadap tauhid melampaui dari sekedar
pengakuan atas eksistensinya yang tunggal. Jika kita
tarik pemaknaan tauhid dalam ranah realitas ciptaan
(makhluk), maka tauhid berarti pengakuan akan
pluralitas atas selain Dia (makhluk-Nya). Hanya Dia
yang tunggal, dan selain Dia adalah plural. Al-Qur’an
juga mengemukakan, bahwa Allah menakdirkan
pluralitas sebagai karakteristik makhluk ciptaan-Nya.
Tuhan tidak menakdirkan pluralitas dalam ciptaan
untuk mendorong ketidakharmonisan dan perang.
Pluralitas sekaligus menjadi bukti relativitas makhluk.
KESIMPULAN

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada


Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk
menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.
Kewajiban sebagai umat islam untuk membumikan Islam
sudah tertera dalam berbagai hadist dan Surat di Alquran.
Banyak cara yang dapat ditempuh dalam membumikan Islam
di Indonesia. Kebangkitan atau kemajuan umat Islam, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama sungguh sangat
bergantung pada sejauh mana mereka berpedoman dan
berpegang teguh pada petunjuk-petunjuk, ajaran-ajaran,
aturan-aturan, etika-etika dan norma-norma yang mencakup
segala aspek dan segi kehidupan manusia di mana pun.
Terima kasih

wassalamualaikum
Secara teologis, tauhid bukan sekedar pengakuan
atau persaksian bahwa tiada illah selain Allah, tapi
pemaknaan terhadap tauhid melampaui dari sekedar
pengakuan atas eksistensinya yang tunggal. Jika kita
tarik pemaknaan tauhid dalam ranah realitas ciptaan
(makhluk), maka tauhid berarti pengakuan akan
pluralitas atas selain Dia (makhluk-Nya). Hanya Dia
yang tunggal, dan selain Dia adalah plural. Al-Qur’an
juga mengemukakan, bahwa Allah menakdirkan
pluralitas sebagai karakteristik makhluk ciptaan-Nya.
Tuhan tidak menakdirkan pluralitas dalam ciptaan
untuk mendorong ketidakharmonisan dan perang.
Pluralitas sekaligus menjadi bukti relativitas makhluk.

Anda mungkin juga menyukai