Anda di halaman 1dari 8

1

https://irfanyudhistira.wordpress.com/
2012/06/01/tradisi-tahlilan/
Tradisi Tahlilan
1. Pendahuluan
Acara tahlilan yang kedengarannya tak lagi asing di telinga orang Indonesia merupakan salah
satu tradisi zaman wali songo yang sampai sekarang masih diamalkan oleh sebagian besar
masyarakat. Bahkan ada sebagian orang masih mempercayai bahwa tradisi semacam ini dapat
membawa keberuntungan tersendiri bagi yang menyelenggarakannya. Keberuntungan ini bisa
berupa ketenangan hati bagi yang berhajat, berlimpahnya rezeki serta menambah rasa
kebersamaan antar sesama dan bahkan mampu menambah dekat kepada Sang Pencipta selaku
pemberi rezeki.
Namun apabila kita mau jujur, asal usul tradisi ini sebenarnya berasal dari kebudayaan Hindu-
Budha yang termodifikasi oleh ide-ide kreatif pada wali songo, penyebar agama Islam di Jawa.
Awalnya tradisi tahlilan ini belum ada, sebab masyarakat zaman dulu masih mempercayai
kepada makhluk-makhluk halus dan gaib. Oleh sebab itu, mereka berusaha meminta sesuatu
kepada makhluk-makhluk gaib tersebut berdasarkan keinginan yang dikehendakinya. Agar
keinginan itu terkabul, maka mereka membuat semacam sesajen yang nantinya ditaruh di
tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti punden dan pohon-pohon besar.
Melihat kenyataan tersebut, selain menyebar dakwah Islam, para wali songo juga bertekad ingin
merubah kebiasaan mereka yang sangat kental akan nuansa tahayyul untuk kemudian diarahkan
kepada kebiasaan yang bercorak islami dan realistik. Untuk itulah, mereka berdakwah lewat jalur
budaya dan kesenian yang cukup disukai oleh masyarakat dengan sedikit memodifikasi serta
membuang unsur-unsur yang berseberangan dengan Islam. Dengan begitu, agama Islam akan
cepat berkembang di tanah Jawa dengan tidak membuang mentah-mentah tradisi yang selama ini
mereka lakukan.
2. Tahlilan dan Pelaksanaannya
Kata “Tahlilan” berasal dari kata “tahlil” yang dalam bahasa Arab bermakna mengucapkan
kalimat thayyibah “Laa ilaaha illallah”, yang berarti tiada Tuhan selain Allah swt. Makna tahlil
kemudian berkembang menjadi serangkaian bacaan yang terdiri dari kumpulan dzikir seperti
tasbih, tahmid, shalawat, takbir, tahlil dan beberapa bacaan dzikir yang lain, serta ayat-ayat Al-
Qur’an dan doa. Oleh karena bacaan tahlil lebih dikenal dan lebih dominan daripada yang
lainnya, maka kata tahlil terpilih menjadi nama serangkaian bacaan tersebut. Dengan demikian,
rangkaian bacaan inilah yang menimbulkan istilah tahlilan, yang berarti kegiatan berkumpulnya
orang-orang di suatu tempat untuk membaca tahlil.
Tradisi tahlilan ini diadakan oleh sebagian besar masyarakat agar orang yang sudah meninggal
diterima amalnya di sisi Allah dan mendapat ampunan atas dosanya yang telah diperbuatnya
selama hidup di dunia. Hal ini berdasarkan firman Allah.
Artinya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berkata, “Ya Rabb kami,
ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang
beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (QS.
Al-Hasyr: 10)
Tahlilan memiliki beberapa tujuan yang manfaatnya tidak hanya dirasakan bagi keluarga yang
melaksanakan saja, namun juga dapat dirasakan oleh para undangan yang menghadirinya. Di
antara tujuan tahlilan bagi para undangan yang hadir dalam acara ini adalah:
1. Menghibur keluarga almarhum/almarhumah
2. Mengurangi beban keluarga almarhum/almarhumah
3. Mengajak keluarga almarhum/almarhumah agar senantiasa bersabar atas musibah yang
telah dihadapinya.
Adapun tujuan tahlilan bagi keluarga almarhum/almarhumah adalah:
1. Dapat menyambung dan mempererat tali silaturahmi antara para undangan dengan
keluarga almarhum/almarhumah.
2. Meminta maaf atas kesalahan yang pernah diperbuat oleh almarhum/almarhumah semasa
hidupnya kepada para undangan.
2

3. Sebagai sarana penyelesaian terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban


almarhum/almarhumah terhadap orang-orang yang masih hidup.
4. Melakukan amal shaleh dan mengajak beramal shaleh dengan bersilaturahmi, membaca
doa dan ayat-ayat al-Qur’an, berdzikir, dan bersedekah.
5. Berdoa kepada Allah agar segala dosa-dosa almarhum/almarhumah diampuni,
dihindarkan dari siksa neraka dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah.
6. Untuk mengingat akan kematian bagi para undangan dan keluarga almarhum serta dapat
mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Tahlilan sudah merupakan tradisi yang sudah dilakoni oleh sebagian masyarakat secara turun-
temurun semenjak masuknya Islam di Jawa hingga sekarang ini untuk memperingati waktu
kematian seseorang. Tradisi ini diselenggarakan secara berurutan, yaitu mulai malam ketujuh,
keempat puluh, keseratus, pendak pisan (satu tahun), pendak pindho (dua tahun) hingga keseribu
hari dari wafatnya seseorang. Setelah itu, tahlilan dilaksanakan secara periodik setiap tahun pada
tanggal dan bulan kematiannya yang oleh masyarakat lebih dikenal dengan istilah kenduri atau
slametan dalam rangka kirim doa, atau juga sering disebut dengan istilah “haul”.
Setelah acara selesai, biasanya yang mempunyai hajat (dalam hal ini adalah tuan rumah atau ahli
warisnya) menghidangkan makanan dan minuman kepada para undangan tahlil, bahkan sebelum
pulang pun juga diberi berkat (makanan/jajanan yang dibungkus untuk dibawa pulang) dengan
maksud bersedekah. Seperti yang sudah disebutkan di atas, tujuan diadakannya tahlilan ialah
mengirim doa dan pahala yang diperuntukkan bagi si mayit melalui serangkaian bacaan tahlil
dan diteruskan dengan doa agar amal seseorang yang ditahlili (si mayit) diterima dan dosa-
dosanya diampuni oleh Allah swt.
Maksud pahala disini bukan hanya berarti balasan dari Allah terhadap seseorang atas ketaatannya
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, namun makna pahala dalam acara
tahlilan ini ialah kenyamanan dan kenikmatan atas Rahmat dan Maghfirah Allah swt yang
dirasakan seseorang baik diperoleh dari amal salehnya selama hidup di dunia maupun atas
pemberian hadiah dari orang lain melalui mengirimkan pahala kepada seseorang yang dituju.
Sehingga menghadiahkan pahala dimaksudkan untuk menjadikan ganjaran dari sebuah amal agar
dapat dinikmati oleh orang lain yang dituju dan juga dapat dinikmati oleh orang yang membaca
itu sendiri.
3. Tahlilan: Bid’ah Atau Bukan?
Tradisi tahlilan ini memang tidak terdapat pada zaman Nabi saw. Lebih tepatnya tradisi ini lebih
identik dengan perpaduan antara kebudayaan Jawa Kuno dengan tradisi Islam. Sehingga tidak
sedikit dari mereka yang secara terang-terangan menolak, bahkan menentang tradisi ini. Sebab,
mereka meyakini bahwa acara tahlilan merupakan amalan yang tidak dicontohkan oleh
Rasulullah saw, sehingga termasuk bid’ah. Dan mereka tak segan-segan menjatuhkan vonis
neraka jahannam bagi orang-orang yang tetap mengamalkannya. Mereka merujuk pada sebuah
hadits Rasulullah saw yang sangat populer berikut:
)‫شر ألمر محدثاتها وك ّل بدعة ضاللة وك ّل ضاللة في النّار (رواه مسلم و النّساء‬
ّ ‫و‬
Artinya: “Perkara yang terburuk adalah pembaharuan-pembaharuan, dan setiap bid’ah adalah
sesat, dan setiap kesesatan tempat tinggalnya di neraka” (HR Muslim dan Nasa’i).
Namun perlu diingat, para wali songo dalam berdakwah sangat mengedepankan kehati-hatian
serta strategi yang jitu dalam misinya menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Jawa.
Sebab, di kala itu kondisi mereka yang masih beragama Hindu dan Budha masih belum mampu
merubah total apa yang menjadi kebiasaan dan tradisi mereka, sehingga sangat sulit bagi para
wali apabila langsung mengkikis kebudayaan yang mereka lakukan selama itu dalam
dakwahnya. Mereka juga tidak sembarangan membuang adat-istiadat yang mereka lakukan serta
sangat selektif dan teliti memilah-milah kebiasaan mana yang masih dalam koridor syari’at dan
mana yang bertentangan. Sebab apabila para wali songo bertindak gegabah dalam menjalankan
misinya, maka agama Islam pun sulit diterima oleh orang Jawa pada waktu itu. Bahkan tak
jarang merekapun semakin membenci pada Islam yang justru semakin menghambat
berkembangnya agama yang dibawa baginda Rasulullah saw ini. Strategi wali songo ini
kemudian diperkuat dengan statement Imam Syafi’i yang dikutip dalam buku “Jami’ al-‘Ulum
wa al-Hikam” karangan Ibnu Rajab yang berbunyi:
Bid’ah itu ada dua, yaitu bid’ah hasanah (terpuji) dan bid’ah dhalalah (tercela). Bid’ah
hasanah berarti bid’ah yang selaras dengan sunnah, sedangkan bid’ah dhalalah berarti bid’ah
yang bertentangan dengan sunnah.
Maka dari itu, definisi bid’ah perlu diluruskan kembali pemahamannya. Hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim dan an-Nasa’i diatas merupakan dasar agama yang sangat urgen dan
3

universal sehingga maknanya masih umum. Akan tetapi, hadits tersebut dibatasi maknanya
dengan hadirnya hadits yang lain:
)‫من أحدث في أمرنأ هذا ما ليس منه فهو ردّ (رواه بخاري ومسلم‬
Artinya: “Barangsiapa yang membuat pembaharuan dalam agamaku ini dengan hal yang bukan
dari-Nya maka ia tertolak” (HR Bukhari Muslim)
)‫ ما راد المسلمون حسنا فهو عند هللا حسن وما راد المسلمون قبيحا فهو عند هللا قبيح (أخرجه أحمد‬:‫عن ابن مسعود موقوفا‬
Artinya: Dari Ibnu Mas’ud ra: “Apa yang menurut kaum muslimin baik maka menurut Allah
adalah baik. Dan apa yang menurut kaum muslimin jelek maka menurut Allah adalah jelek”
(Hadits Mauquf dan ditakhrij oleh Ahmad)
Maksud hadits di atas adalah segala jenis pembaharu-pembaharu yang sama sekali tidak
berdasarkan kaidah syara’ maka amalannya ditolak oleh Allah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa bid’ah adalah setiap amalan yang dilakukan tanpa ada legalitas syari’at sama sekali,
bukan hanya dimaknai dengan setiap amalan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw saja.
Memang setiap perbuatan atau amalan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw adalah sunnah
dan dianjurkan untuk diamalkan oleh umat Islam, namun bukan berarti segala apa yang sama
sekali tidak pernah dicontohkan oleh beliau disebut bid’ah seperti yang telah dinashkan pada
hadits yang pertama tadi. Dicek terlebih dahulu apakah amalan yang tidak dicontohkan oleh
beliau masih terkandung nilai-nilai yang selaras dengan sunnah atau tidak sama sekali. Bila
ditemukan suatu hal yang mana bid’ah lebih banyak daripada sunnah, maka perlu dibenahi
kembali amalan tersebut, apakah masyarakat masih memerlukan dan sangat berat untuk
meninggalkan amalan tersebut ataukah tidak. Jika masih diperlukan, maka perlu memodifikasi
kembali agar sesuai dengan sunnah, bukan malah membuangnya mentah-mentah kecuali jika
benar-benar dilarang oleh hukum syara’ dan mengandung madharat yang besar.
Lalu bagaimana dengan pelaksanaan tahlilan ini? Apakah ada dasar syari’atnya ataukah tidak?
Hal tersebut hingga saat ini masih dalam permasalahan perbedaan pendapat (khilafiyah) dan
sukar untuk memutuskan hukum yang pasti yang status hukumnya bersifat universal. Karena
masing-masing kelompok bersikukuh mempertahankan pendapatnya masing-masing yang sama-
sama merujuk pada nash yang sama, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Kalaupun tahlilan tidak pernah
dilakukan pada masa kehidupan Rasulullah, maka harus dikaji dan diteliti kembali apakah
pelaksanaan tahlilan mengandung nilai-nilai yang dibenarkan syara’ ataukah tidak. Yang jelas,
tradisi tahlilan ini dirintis oleh para wali songo yang hingga saat ini masih dianggap sebagai
generasi tabiit tabiien yang sangat diacungi jempol keberadaannya dalam menyebarkan ajaran
Islam di tanah Jawa. Jika tahlilan dianggap bid’ah sehingga pelakunya diancam neraka, maka
seharusnya dari dulu-dulu wali songo sudah menentangnya karena tradisi ini bertentangan
dengan Islam.
Sebagaimana yang telah diungkap diatas, diadakannya tahlilan dimaksudkan agar amal
armarhum diterima dan segala dosa yang diperbuat sewaktu didunia diampuni oleh Allah swt.
Hal ini wajar sebab Rasulullah sendiri menganjurkan agar umat muslim selalu mendoakan umat
muslim yang lain. Maka dari sinilah muncul istilah mengirim pahala yang ditujukan kepada
almarhum.
Mengirim pahala ini pula tak jarang mengundang kontroversi, dikarenakan terdapat sebuah ayat
Al-Qur’an yang menerangkan bahwa si mayit tidak dapat menerima pahala dari orang lain yang
masih hidup, yakni di surat An-Najm ayat 39:
َ ‫سانَ إِالَّ َما‬
)39 :‫سعَى (النجم‬ َ ‫َوأ َ ْن لَّي‬
َ ‫ْس ِل ْْلَ ْن‬
Artinya: “Dan sesungguhnya seorang manusia tidak mempunyai hak selain pahala dari amal
yang telah diusahakannya” (QS. An-Najm: 39)
Ayat diatas dengan tegas bahwa pahala seseorang diperolehnya hanya karena amal saleh yang
dilakukan sewaktu di dunia. Namun ayat diatas dipersempit maknanya oleh Hadits populer
berikut:
‫ صدقة‬,‫ إذا مات اإلنسان انقطع عنه عمله إالّ من ثالث‬:‫أن رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم قال‬ ّ ‫عن أبي هريرة رصي هللا عنه‬
)‫جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له (رواه الترمذي‬
Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Apabila
seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara:
Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan orang
tuanya” (HR. Turmudzi).
Hadits kedua inilah yang oleh kelompok pro-tahlilan dijadikan sumber dalil diperbolehkannya
tahlilan. Namun ada pula kelompok yang bersikukuh tetap tidak memperbolehkan tahlilan
lantaran isi hadits tersebut hanya dipahami secara tekstual yang disitu dijelaskan bahwa amalan
si mayit akan tetap mengalir apabila terpenuhinya tiga hal, salah satunya ialah anak saleh yang
4

senantiasa mendoakan orang tuanya. Maka selain ahli waris, pengiriman pahala tidak akan
sampai kepada si mayit. Walaupun begitu, kita tetap tidak bisa menyalahkan kelompok yang
mentradisikan tahlilan karena mereka memiliki pemahaman sendiri terhadap hadits tersebut.
Status hukum tahlilan pun juga masih belum jelas, apakah sunnah ataukah sebaliknya. Yang
jelas, ada kaidah ushul fiqih yang mengatakan bahwa al-urf (adat/tradisi masyarakat) yang masih
sejalan dengan sunnah maka tidak bisa dihukumi haram dan bid’ah karena masih sejalan dengan
sunnah. Karena itu, kita tidak perlu ribut-ribut memperselisihkannya sebab akan menimbulkan
masalah baru yang dapat memperkeruh suasana keberagaman pandangan di tengah-tengah umat
Islam.
Agar tidak timbul pertentangan dan konflik yang berkepanjangan di kalangan internal umat
Islam, maka jalur tengahnya adalah saling mentolerir dan membuka diri antar sesama muslim.
Bagi pihak yang pro-tahlilan, dipersilakan untuk melakukannya asal tidak menganggapnya
sebagai hal yang mutlak wajib dilakukan. Namun bagi yang sangat antipati terhadap tahlilan,
alangkah baiknya jika diam dengan tidak menjelek-jelekkan apalagi membid’ahkan pihak yang
menyukai tradisi ini, atau lebih baik men-tabayyun-i (menyampaikan argumennya secara bijak)
kepada pihak yang menyukai tahlilan maupun tidak. Sebab Islam adalah agama yang tidak
mengajarkan perpecahan dan permusuhan antar sesama umat muslim. Justru perbedaan ini akan
semakin memperkaya ajaran Islam yang berdampak pada umat Islam dan non-muslim akan
semakin tertarik untuk mempelajari dan mendalami agama Islam.
Semoga dengan diuraikannya bahasan singkat tentang tradisi tahlilan ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi khazanah keilmuan Islam, khususnya kepada kaum muslimin dimanapun berada
agar senantiasa menjaga ukhuwah Islamiyah dan saling bertoleransi ketika terjadi perbedaan
pandangan dan pendapat. Hanya Allah yang Maha Tahu yang terbaik.

http://www.datdut.com/walaupun-
dibilang-bidah-5-hal-positif-membuat-
jamaah
DatDut.Com – Soal dalil pendukung akan baiknya tradisi yasinan, baik yasinan sepekan sekali,
ataupun yasinan kondisional kebutuhan maupun yasinan kematian sudah tak layak
diperdebatkan. Juga tak perlu jadi bahan menonjolkan diri paling sesuai sunah Nabi.
Karena selain memang pengamal yasinan dan tahlilan sudah banyak yang mengerti akan dalil
kebolehannya, perdebatan terbukti tidak selesai dengan sekadar menunjukkan argumen dan dasar
masing-masing. Karena pada dasarnya kelompok antiyasinan banyak yang tetap berpedoman
kalau tidak sama dengan fahamnya adalah salah dan sesat.
Nah, bagi Anda yang mengamalkan yasinan dan tahlilan, tak perlu kendor dan surut hanya
karena vonis bidah, sesat dan sebagainya. Kalaupun Anda belum atau tidak paham dasar
argumen dan hujjah, maka hal-hal positif berikut ini merupakan alasan kuat kenapa Anda harus
tetap yasinan.
Lima hal positif ini tentu akan hilang musnah jika kegiatan seperti jamaah yasinan dihapus dari
masyarakat. Ujung-ujungnya akan muncul pula acara kumpul-kumpul model lain untuk
mempermudah mendapat hal positif itu. Apa saja hal positif yang mengharuskan jamaah yasinan
dipertahankan? Ini ulasannya.
1. Menjalin dan Menguatkan Silaturahmi
Tak diragukan lagi bahwa tradisi saling berkunjung atau silaturahmi penting untuk menguatkan
hubungan sosial kemasyarakatan. Tapi kesibukan masing-masing orang tentu akan
menyulitkannya untuk mengatur waktu untuk sekedar berkunjung ke tetangga ataupun saudara di
lingkungan. Maka jamaah yasinanlah solusinya.
Tradisi yasinan yang masih kuat dan terjaga di kalangan muslim pedesaan telah membuktikan
bahwa yasinan dan tahlilan yang diadakan sepekan sekali menjadi ajang bertemunya orang se-
lingkungan. Berkumpul dan saling sapa. Kalau tidak ketemu di jamaah yasinan, memangnya kita
sempat seminggu sekali keliling kampung atau Rt dan Rw untuk sekedar silaturahmi?
5

2. Menjaga Kerukunan Antarwarga


Setelah jalinan antar warga kian kuat dengan pertemuan sepekan sekali terwujud, maka
kerukunan antarwarga, khususnya sesama muslim tentu akan terjaga. Hadir tidaknya seseorang
dalam jamaah yasinan juga bisa menjadi ukuran orang tersebut mau bermasyarakat atau tidak.

Baca juga: Selain Hal Positif, Ini 4 Hal Negatif dalam Yasinan yang Harusnya Dikurangi dan Dihilangkan

Dalam masyakarat yang majemuk, tentu tidak semua sama tingkat kesalihannya, tidak sama taraf
ekonominya. Dengan adanya kegiatan yasinan, maka sekat-sekat dalam masyarakat bisa dikikis
meskipun tidak bisa habis.
3. Menjaga Tradisi Gotong Royong
Jamaah yasinan juga menjadi salah satu cara untu melestarikan tradisi gotong royong atau salig
membantu. Tradisi ini kian menonjol ketika yasinan dan tahlilan berkaitan dengan musibah
kematian. Dan, inilah yang luput dari perhatian dan pembahasan orang-orang yang gemar
membidahkan yasinan kematian.
Dalam yasinan kematian, para tetangga dan handai taulan bahu membahu membatu tuan rumah
yang terkena musibah. Mereka membawa berbagai bahan makanan. Mereka juga yang sibuk
memasak bahan makanan itu. Tapi akhirnya makanan yang telah masak akan disedekahkan
kepada para jamaah yasin yang sekaligu bertakziah atas nama sedekah keluarga mayit.
Berbeda dengan sumbangan saat hajatan, sumbangan para tetangga dan saudara saat kematian
cenderung lebih ikhlas dan tak mengharap balas. Tak ada buku catatan nama-nama penyumbang
layaknya dalam resepsi pernikahan. Bahkan pada sebagian kejadian, tuan rumah bukannya
kekurangan hingga harus hutang, tapi malah mendapat kelebihan bahan makanan yang
disumbangkan oleh para tetangga.
4. Menguatkan Tradisi Saling Bersedekah
Tradisi saling bersedekah dalam yasinan biasanya dilakukan oleh para ibu di bagian dapur.
Ketika tetangga mendapat giliran ketempatan yasinan, biasanya para ibu akan membantu dan
membawa bahan makanan ala kadarnya.
Karena sifatnya ala kadar, biasanya hal itu akan diingat-ingat oleh tuan rumah. Nanti ketika
tetangga yang membantu tadi mendapat giliran yasinan, tuan rumah yang tadi dibantu juga akan
tergerak membantu tetangganya tadi.
Tradisi saling sedekah juga diwujudkan dengan mengirim aneka kue atau jajanan kepada sanak
dan tetangga. Jadi selain masak makanan dan kue untuk suguhan jamaah yasinan, tuan rumah
juga mengirimkan kue untuk saudara dan tetangga terdekat.

Baca juga: Ini 5 Kemistisan Suku Dayak

Hal ini akan dijaga dengan saling membalas kiriman kue. Tidak mewah, tapi nilainya yang
mulia. Jangan dikira kue yang dikirim adalah kue-kue mahal dan rumit. Paling-paling kerupuk
singkong, kue nagasari maupun pisang goreng.
5. Mempermudah Penyampaian dan Sosialisasi Informasi
Perkumpulan yang dilakukan rutin dan terbuka tentu memudahkan pihak aparat desa untuk
menyampaikan informasi kepada masyarakat. Tanpa harus repot-repot mengadakan pertemuan,
mengadakan rapat di balai desa, jamaah yasinan adalah tempat strategis untuk menyampaikan
informasi.
Tanyakan saja pada mahasiswa yang pernah KKN di pedesaan yang ada jamaah yasinannya.
Kalau mau sosialisai dan lebih dekat dengan masyarakat pasti jamaah yasinanlah jawabannya.

http://www.datdut.com/selain-hal-positif-4-hal-negatif-
yasinan-harusnya-dikurangi-dan-dihilangkan/
DatDut.Com – Soal hal positif dalam yasinan sudah dijelaskan. Sebagai perimbangan, kali ini
ada hal-hal yang negatif pula dalam jamaah yasinan.
Yang namanya acara perkumpulan dan oleh berbagai macam orang dalam masyarakat tentu
sifatnya beda-beda. Demikian pula taraf pendidikan dan pengetahuan keagamaannya.Karena
itulah hal-hal negatif bisa saja muncul dalam perkumpulan itu.
6

1. Berlebihan Menjamu hingga Kedodoran Anggaran


Demi memuliakan tamu, ada sebagian masyarakat yang termasuk berlebihan dalam membuat
hidangan. Hal itu didasari dua kemungkinan. Bisa jadi tuan rumah benar-benar ikhlas ingin
memuliakan para tamu, namun bisa juga karena gengsi kalau nggak menyuguh dengan hidangan
yang enak-enak.
Menyikapi dan mengikis kebiasaan ini, ada jamaah yang sampai membuat kesepakatan soal
hidangan. Misalnya batasan kue, minuman dan makanan yang disajikan. Ada juga kesepakatan
membatasi pengeluaran hanya berdasar iuran yang terkumpul.
Asal tahu saja, untuk meringankan beban anggararn belanja untuk konsumsi kegiatan ini,
biasanya jamaah yasinan punya iuran dengan nominal tertentu.
Jadi tidak tepat alasan orang yang anti tahlilan yang melarang tahlilan dengan dalih tindakan
sebagian jamaah yang berlebihan menghidangkan makanan hingga hutang-hutang.
2. Ada Juga Ghibahnya
Dimanapun perkumpulan pasti tak lepas dari obrolan. Bukan hanya obrolan para ibu, obrolan
para bapak juga tak luput dari menggunjing. Dalam jamaah yasinan pun terkadang ada yang
sempat ngobrol yang akhirnya menjadi menggunjing atau ghibah.
Salah satu cara jitu yang sering diterapkan oleh para tokoh agama adalah mengisi waktu luang
usai acara inti dengan pengajian. Atau biasanya untuk meminimalisir, setelah acara makan-
makan segera jamaah membubarkan diri.
3. Asap Rokoknya Bisa Buat Megap-megap
Rokok memang tak bisa lepas dari kehidupan para bapak. Mayoritas para bapak dalam jamaah
yasinan adalah perokok. Khususnya di desa-desa. Sambil menunggu jamaah lainnya datang
ataupun setelah makan hidangan, kegiatan paling nyaman adalah merokok.
Nah, bayangkan kalau jamaah yang berjumlah 50 an orang bapak-bapak dan minimal 40 di
antaranya merokok bersama. Bisa-bisa asapnya mirip pengasapan nyamuk.
Asap rokok inilah yang menjadi penghalang bagi orang alergi asap rokok untuk ikut hadir dan
bergabung dengan jamaah yasinan. Kalaupun ikut, tentu memilih tempat yang sirkulasi udaranya
tidak terpenuhi asap. Kadang juga memilih tempat duduk di emperan supaya bisa bernapas lega.
4. Kurang Disiplin Waktu
Budaya jam karet jugga tak ketinggalan melengkapi acara jamaah yasinan. Memang hanya
sebagian saja. Sebagian yang lain masih termasuk tepat waktu.
Jam karet biasa terlaku untuk jamaah yasinan yang waktunya memilih setelah salat Isya’. Kalau
namanya setelah Isya, maka jam karetnya bisa molor hingga jam 21 baru dimulai.
Menyiasati jam karet ini, sebagian jamaah yasin memilih waktu setelah salat maghrib. Untuk
lebih semarak dan menghiasi tempat tuan rumah dengan ibadah, maka salat Isya diadakan di
tempat yasinan itu juga.
Cara ini cukup ampuh mengurangi keterlambatan anggota. Selain itu juga menambah nilai positif
dengan diadakannya salat berjamaah di rumah anggota yang mendapat giliran tempat yasinan.
Itulah 4 hal negatif yang sering timbul dalam jamaah yasinan sekaligus cara penanganannya oleh
kalangan mereka sendiri.

https://dzofar.com/2016/04/04/6-manfaat-
tahlilan-menurut-gus-ndop/
I don’t care kalau ada yg menganggap aku melakukan bidengah )bid’ah( karena nabi dulu gak
mencontohkan tahlilan. Padahal kalian semua pasti tahu kalau nabi juga gak bisa baca tulis, tapi
kenapa kita semua belajar baca tulis? Khan nabi gak mencontohkan juga? See?
Oke peace ya! Aku gak mau bertengkar.
Aku mau fokus membahas manfaat tahlilan. Kenapa kegiatan tahlilan yang kata sebagian orang
berdosa ini tapi masih banyak dilakukan oleh para kyai/pemuka agama (yg nyata-nyata ilmu
agamanya lebih pinter dibanding orang awam yg belajar agama dari google) dan sebagian besar
masyarakat? Tentu saja karena tahlilan itu banyak manfaatnya, dan juga pahalanya. Hanya
karena tidak dicontohkan nabi trus menganggap tahlilan itu berdosa? Oh Tuhan gak sekejam itu.
Saya yakin.
7

Tanpa banyak basa-basi, inilah manfaat mengikuti Tahlilan yg menurut sebagian orang bidengah
dan berdosa itu:
1. Mempererat kerukunan hidup di antara tetangga. Kita ini hidup gak sendirian loh. Ingat,
ada tetangga di sebelah rumah kita. Kalau ada musibah yang menimpa rumah kita, misal
kebakaran, orang pertama yg kita minta bantuan tentu saja tetangga. Manggil pemadam
kebakaran, pasti datangnya lama soalnya perlu prosedur ini itu. Kelamaan, keburu
gosong!
Nah, dengan adanya tahlilan, masyarakat jadi berkumpul. Jadi saling mengenal satu sama
lain-. Tahu kabar masing-masing. Bapak-bapak, ibu-ibu, adik-adik, silaturrohmi di rumah
siapa gitu yg mengadakan tahlilan. Atau kalau di gang rumahku, setiap malam jumat
selalu ada tahlilan di Musholla.
So, kalaupun tahlilan itu berdosa karena tidak dicontohkan rosul, tapi aku yakin banget
pahala sillaturrohmi antar masyarakat jauh lebih besar dibanding dosa tahlilan. #catet
2. Kapan lagi kita mengaji Al-Quran? Bukankah zaman sekarang ini kita lebih seneng baca
status facebook? Timeline twitter? Chat BBM? Dan sosial media lainnya?
Mana ada waktu buat baca Al Quran? Baru niat baca Al-Quran, eh ada notifikasi masuk,
langsung pindah ke notifikasi. Al Quran pun ditinggalkan sampe berdebu. Aplikasi Al
Quran pun begitu, hanya sebagai penghias layar hape (biar dikira alim) . Iya khan iya
khan?
Nah, tahlilan itu tidak lain tidak bukan ya baca surat-surat yg ada di Al Quran. Ada surat
Yaasiin, Al Faatihah, An-Nas, Al Ihlas, Al Falaq, Al Baqoroh, Huud, Al Ahdzaab, Al
Anfaal, Ali Imron, dan doa-doa yang tentu saja doa yg baik-baik.
So, dengan adanya tahlilan, bisa jadi peluang besar buat kita nyempetin baca Al Quran.
Bareng-bareng sama warga sekitar pula. Buat yg gak bisa ngaji pun dengan
mendengarkan warga lainnya yg mengaji, pahalanya pun sama dengan yg mengaji khan?
Kalia pasti sudah tahu itu.
Buat warga yg baper, yang malu gak bisa ngaji, akhirnya dia (mau gak mau) belajar ngaji
juga. Biar gak dirasani karena gak bisa ngaji. Kalau kita gak pernah ikut tahlilan, kita gak
akan ada pemicu untuk belajar ngaji.
So, kalau memang tahlilan itu berdosa karena tidak dicontohkan rosul, saya yakin
membaca surat-surat Al Quran dan pemicu orang untuk belajar ngaji, pahalanya jauh
lebih besar dibanding dosanya.
3. Makan gratis. Sebenarnya ini bonus aja sih. Walaupun gak sedikit yg datang ke tahlilan
karena pingin dapat berkat. Saya pun begitu. Hahaha.
Jadi adanya tahlilan bikin warga sekitar jadi ngirit biaya hidup karena sudah “dikasih
makan” sama tetangga yg ngadain tahlilan.
4. Kata siapa biaya konsumsi tahlilan itu menyengsarakan penyelenggara tahlilan? Banyak
yg membahas hal itu.
Sudah pada lupa ya kalau sedekah itu manfaatnya besar?
Bukankah sedekah itu wujud rasa syukur?
Sudah pada lupa ya, kalau orang yg bersyukur itu maka nikmatnya akan ditambah sama
Tuhan?
Sudah pada lupa ya, kalau Tuhan Maha Kaya?
Sudah pada lupa ya, kalau sedekah itu pangkal kaya?
Jadi dengan adanya tahlilan, kita punya alasan kuat untuk bersedekah. Menyenangkan
warga sekitar juga pahalanya gedhe. Pahalanya jauh lebih besar dibanding dosa tahlilan
itu sendiri.
5. Buat yg belum lancar baca Al Quran, dan nggak begitu menguasai cara mendoakan orang
yg meninggal, mengadakan tahlilan sangat bermanfaat untuk memfasilitasi hal itu. So,
kita gak ragu lagi akan salah bacaan Al Quran karena sudah ada pemuka agama setempat
yg memimpin doa. Dan ada puluhan orang yg mengaamini doa itu. Sungguh barokah
sekali.
6. Buat yg punya bisnis, dengan mengikuti tahlilan, kalian bisa dapat banyak koneksi.
Sebelum acara dimulai, biasanya ada obrolan antar warga. Tanya kabar misalnya. Kalau
kita bisa menjelaskan pekerjaan kita, maka bisa jadi lahan untuk menambah koneksi.
Promosi gratis. Didengarkan oleh banyak orang.
Bukankah lebih baik minta bantuan ke tetangga sendiri dibanding ke orang lain?
Bukankah kalau kamu punya bisnis, pemesanan roti ulang tahun misalnya, tentu saja
8

tetanggamu akan memesan di kamu karena lebih deket, daripada di gang sebelah yg jauh.
Iya khan?
7. Buat yg tahlilan sendiri atau bareng teman, misal mengunjungi makam siapa gitu trus
tahlilan di sana. Tentu saja manfaatnya juga besar. Karena makam orang yg berjasa
(untuk agama dan negara) biasanya ramai oleh peziarah dari mana saja untuk mendoakan.
Di sana bisa bertemu orang baru, syukur-syukur kenalan, tambah teman, tambah koneksi,
tambah rejeki.
Warung-warung di sekitar makam juga otomatis kebagian rejeki dari kita yg membeli
makanan dan minumannya.
Kita juga bisa bersodaqoh jariyah dengan menyisihkan sedikit uang kita ke kotak amal
masjid di sekitar makam.
So, tahlilan berdosa? Dosanya gak sebanding sama banyaknya pahalanya kok.
Demikianlah tadi manfaat tahlilan menurut saya, Gus Ndop, Gus abal-abal. Hahaha. Sebagai
anaknya Pak Dokterandes Zainuri yang bekerja di Departemen Agama sebagai wakil kepala,
saya rasa harus menulis hal ini.
Lha wong bapak saya (almarhum) yg ilmu agamanya sudah tingkat tinggi, yang kuliahnya
jurusan tarbiyah, yang buku agamanya satu lemari gak cukup, yang punya banyak banget
kenalan kyai-kyai dari luar kota aja bilang kalau tahlilan itu gak papa. Malah justru banyak
pahalanya kok.
Masa kamu yg cuma belajar agama di google, bacanya sepotong-sepotong pula, kuliah aja
jurusannya bukan agama, baca Al Quran terjemahan langsung ditelan mentah-mentah tanpa
paham ilmu tafsir sama sekali, eh sudah dengan sombongnya membidengah-bidengahkan
tahlilan yang sudah menjadi tradisi masyarakat jawa (atau mungkin Indonesia?) yang jelas-jelas
punya manfaat besar untuk kerukunan warga bahkan kerukuan umat ini.
Kalian-kalian ini JIAN KEBACUT TENAN! KEBACUUUUT! HAHAHAHHA. BELAJAR
WUDLU SANA LOH! Jangan-jangan situ gak tahu wajib dan sunnah wudlu itu apa aja?
Coba saya tes, berkumur-kumur dalam wudlu itu wajib apa sunnah?

Anda mungkin juga menyukai