Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak di dunia. Dengan
berbagai individu yang berbeda-beda dengan suku serta budaya yang masih begitu kental dalam
kehidupan sehari-hari. Sama halnya dengan urusan agama, hal dikaitkan dengan ranah budaya.
Contohnya seperti tahlilan, ketupat, dan lainnya. Walau begitu masih perlu peleburan yang lebih agar
nilai-nilai budaya tersebut tidak menyalahi aturan yang telah dilarang oleh Allah SWT. Sehingga nilai-
nilai budaya tersebut tidak mencoreng hal-hal yang menjadi aturan dalam Islam, bukan malah sebaliknya
meleburkan Islam ke dalam budaya sehingga nilai-nilai Islam yang harus mengikuti nilai-nilai budaya.
Bila hal ini terjadi maka zaman jahiliyah akan terulang kembali.

Memang ada budaya dengan sisi negatif, namun tak dipungkiri juga ada nilai budaya yang
menanamkan nilai positif sehingga peleburan budaya tersebut tidak menyalahi perintah Allah SWT. Salah
satunya ialah lebaran, tradisi yang begitu kental dengan nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan
ketentraman dimana tradisi tersebut bertepatan disaat Hari Raya Idul Fitri. Lebaran, sudah begitu lekat
istilah tersebut dengan masyarakat kita. Bila terdengar kata lebaran, mungkin raut sebagian besar orang di
Indonesia akan memperlihatkan keceriaan. Nilai-nilai positif itulah yang merefleksikan respon terhadap
masyarakat, yang tentunya tidak melanggar apa yang dilarang olehNya.

1
1.2 Tujuan

 Untuk menjelaskan nilai-nilai Islam dalam tradisi lebaran

 Untuk menjelaskan secara langsung mengenai hukum dalil yang membenarkan nilai-nilai yang
ada pada lebaran

1.3 Rumusan masalah

 Bagaimana nilai-nilai Islam dapat melebur ke tradisi lebaran?

 Bagaimana dalil yang menjelaskan mengenai lebaran secara tidak langsung?

1.4 Tinjauan Pustaka

 Sumber dari Al Quran

 Sumber dari modul, buku, serta pedoman

 Sumber dari Internet

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Lebaran

Istilah lebaran berasal dari bahasa Jawa "lebar" yang artinya bebas, selesai, atau rampung. Istilah
ini merupakan pengalihbahasaan yang baik dan substansial dari istilah bahasa arab "idul fitri". Para ulama
terdahulu sangat jitu dalam mengajarkan ajaran-ajaran inti Islam. Lebih dari sekedar alih bahasa, bahkan
para ulama penyebar Islam memakai istilah lebaran untuk menerjemahkan "idul fitri" ke dalam tradisi
setempat yang baik bahkan sesuai dengan ajaran inti Islam. Setelah umat Islam menjalankan ibadah puasa
selama sebulan penuh lalu ditambah zakat fitrah maka akan mendapatkan "idul fitri" atau biasa
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang lebih umum "kembali kepada kesucian". Budaya lebaran
ini biasa dilakukan saat Idul Fitri tepatnya setelah bulan Ramadhan yakni 1 Syawal dalam Kalender
Hijriyah.

Bagi umat Islam yang telah menjalankan puasa dengan baik dan benar akan diampuni dosanya
yang telah lalu bahkan dosa yang akan datang jika ia konsisten memelihara ibadah yang telah dijalaninya
di bulan Ramadhan. Lalu zakat fitrah berupa 3,5 liter atau 2,5 kg beras atau berupa uang yang
diperuntukkan bagi mereka yang mendapati malam lebaran dan mempunyai bersediaan makanan untuk
esok hari adalah prasyarat agar umat Islam yang telah lebur dosanya itu agar kembali kepada kesucian,
fitrah atau fitri, sebagaimana bayi yang baru lahir.

Seorang budayawan terkenal Dr Umar Khayam (alm), menyatakan bahwa tradisi Lebaran
merupakan terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Kearifan para ulama di Jawa mampu
memadukan kedua budaya tersebut demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Akhirnya tradisi
Lebaran itu meluas ke seluruh wilayah Indonesia, dan melibatkan penduduk dari berbagai pemeluk
agama. Untuk mengetahui akulturasi kedua budaya tersebut, kita cermati dulu profil budaya Islam secara
global. Di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Asia (selain Indonesia), sehabis umat Islam
melaksanakan salat Idul Fitri tidak ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan.
Yang ada hanyalah beberapa orang secara sporadis berjabatan tangan sebagai tanda keakraban.

Menurut tuntunan ajaran Islam, saling memaafkan itu tidak ditetapkan waktunya setelah umat
Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan, melainkan kapan saja setelah seseorang merasa berbuat
salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah SWT
lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (Q.S. Ali Imran ayat 134).

3
2.1.1 Budaya Sungkem
Dalam budaya Jawa, seseorang “sungkem” kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang
terpuji. Sungkem bukannya simbol kerendahan derajat, melainkan justru menunjukkan perilaku utama.
Tujuan sungkem, pertama, adalah sebagai lambang penghormatan, dan kedua, sebagai permohonan maaf,
atau “nyuwun ngapura”. Istilah “ngapura” tampaknya berasal dari bahasa Arab “ghafura”.

Para ulama di Jawa mewujudkan tujuan puasa Ramadan. Selain untuk meningkatkan iman dan takwa,
juga mengharapkan agar dosa-dosanya di waktu yang lampau diampuni oleh Allah SWT. Seseorang yang
merasa berdosa kepada Allah SWT bisa langsung mohon pengampunan kepada-Nya. Tetapi, apakah
semua dosanya bisa terhapus jika dia masih bersalah kepada orang-orang lain yang dia belum minta maaf
kepada mereka?

Dari sini para ulama mempunyai gagasan, bahwa di hari Lebaran itu antara seorang dengan yang lain
perlu saling memaafkan kesalahan masing-masing, yang kemudian dilaksanakan secara kolektif dalam
bentuk halal bihalal. Jadi, disebut hari Lebaran, karena puasa telah lebar (selesai), dan dosa-dosanya telah
lebur (terhapus). Dari uraian di muka dapat dimengerti, bahwa tradisi Lebaran berikut halal bihalal
merupakan perpaduan antara unsur budaya Jawa dan budaya Islam.

2.1.2 Halal bihalal


Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, bahwa tradisi halal bihalal mula-mula
dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Dalam
rangka menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan
antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan
prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.

Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam,
dengan istilah halal bihalal. Kemudian instansi-instansi pemerintah/swasta juga mengadakan halal bihalal,
yang pesertanya meliputi warga masyarakat dari berbagai pemeluk agama. Sampai pada tahap ini halal
bihalal telah berfungsi sebagai media pertemuan dari segenap warga masyarakat. Dan dengan adanya
acara saling memaafkan, maka hubungan antarmasyarakat menjadi lebih akrab dan penuh kekeluargaan.

4
Karena halal bihalal mempunyai efek yang positif bagi kerukunan dan keakraban warga masyarakat,
maka tradisi halal bihalal perlu dilestarikan dan dikembangkan. Lebih-lebih pada akhir-akhir ini di negeri
kita sering terjadi konflik sosial yang disebabkan karena pertentangan kepentingan.

2.2 Dalil mengenai Lebaran


Dalam lebaran dikenal istilah saling memaafkan, dimana diterangkan dalam dalil-dalil berikut:
“…dan balasan kejelekan itu adalah kejelekan pula, namun siapa yang memaafkan dan memperbaiki
(hubungannya), maka pahala baginya di sisi Allah. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang
dhalim. “(QS Asy Syura 40)

“…dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. At Taghaabun, 64:14)

“…dan bergegaslah kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
Disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menginfakkan hartanya di saat
lapang dan susah (sempit) dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan yang berbuat
kesalahan kepadanya dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Ali Imran 133 dan 134)

“Allah tidak akan menambah kemaafan seseorang, melainkan dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang
merendahkan dirinya karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (Hadits riyawat
Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw: jika rasa marah telah meyesakkan (menyusahkan) mu, maka hilangkanlah dengan
memberi maaf. Sesungguhnya pada hari kiamat nanti akan ada suara yang memanggilL: berdirilah siapa
yang memiliki pahala di sisi Allah! Tidak ada seorang yang berdiri, kecuali orang-orang pemaaf.
Tidakkah kamu mendengar firman Allah SWT: “siapa yang memaafkan dan memperbaiki
(hubungannya), maka pahala baginya di sisi Allah” (A’lâmuddin hal. 337)

Rasulullah saw: Hendaknya engkau memaafkan, karena tindakan memaafkan itu akan menambahkan
kemuliaan seorang hamba. Salinglah memaafkan sehingga kalian mendapatkan kemuliaan dari Allah! (Al
Kafi juz 2 hal. 108 hadits no 5)

Rasulullah saw: Siapa yang banyak memaafkan, maka akan panjang umurnya. (A’lâmuddin hal. 315)
Rasulullah saw: Maafkanlah kesalahan orang-orang yang berbuat kesalahan niscaya Allah akan
melindungi kalian dari takdir yang buruk. (Tanbihul Khawathir juz 2 hal. 120)

5
” …..dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah
mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. An Nuur [24] ; 22)

” Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada
orang-orang yang bodoh. .” (QS. Al A’raaf [7] ; 199)

“……..dan orang-orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain. Dan Allah
Mencintai orang yang berbuat kebaikan” (Q.S Ali Imran: 134

Lebaran juga mengenal nilai kekeluargaan, kebersamaan, dan ketentraman serta silaturahmi, dalam dalil-
dalil berikut:

“….dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.” ( QS. An-Nisa ; 1 )

Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “ barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya
dan dipanjangkan umurnya ( kebaikannya ) maka bersilaturahmilah. ( HR. Al-Bukhari )

“ Sebarluaskan salam, bersedekahlah dengan makanan, bersilaturahmilah, dan shalatlah di malam hari
saat orang lain lelap tidur, kamu akan masuk surga dengan selamat.” ( HR. Ahmad dan Ad-Darimi )

Saat lebaran juga mengenal istilah sungkem kepada orang tua, secara tak langsung bermakna sayang
terhadap orang tua yakni dengan dalil:

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."
(Q.S. Al Isra: 24)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah SAW. dan
berkata, ’Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ? Nabi SAW. menjawab,
’Ibumu! Orang tersebut kembali bertanya, ’Kemudian siapa lagi ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Ia
bertanya lagi, ’Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!, Orang tersebut bertanya kembali,
‘Kemudian siapa lagi, ’Nabi SAW. menjawab, Bapakmu ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang
sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat
berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur
mereka sudah tua, namun tidak dapat membuatnya masuk Surga.” (HR. Muslim)

6
BAB 3

Penutup

3.1 Kesimpulan

Lebaran merupakan budaya di Indonesia yang dirayakan bertepatan hari raya Idul Fitri 1 Syawal
dalam Kalender Hijriyah terdapat berbagai nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya begitu sejalan
dengan nilai-nilai yang ada pada Islam, seperti sungkeman dan halal bi halal, yang merupakan tradi
akulturasi adat jawa dengan Islam yang diterapkan oleh ulama-ulama terdahulu. Nilai-nilai tersebut tak
bersebrangan dengan kaidah syariat Islam. Dengan makna untuk saling memaafkan, kebersamaan,
kekeluargaan, silahturahmi, dan sayang terhadap orang tua. Sesuai dengan dalil-dalil dari Al Quran dan
Hadits-hadits. Lebaran merupakan salah satu contoh budaya akulturasi yang perlu dilestarikan, walau ada
budaya-budaya lain dari Indonesia sendiri yang bersebrangan dari nilai-nilai Islam, perlu untuk dihindari
agak keimanan kita tidak terganggu.

7
DAFTAR

PUSTAKA

Al Quran Nur Karim


Abdul Baqi,Fu’ad. Syaikh Muhammad.2010.Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim.Jakarta: Insan
Kamil.

Abdul Baqi,Fu’ad. Syaikh Muhammad.2010.Kumpulan Hadits Sabda Rasulullah SAW.Jakarta: Insan


Kamil.

Tim Dosen Mata Kuliah Agama Islam.Universitas Indonesia. 2011. “Islam Universal”.Salemba, Jakarta :
Crystal of Knowledge Publisher

http://www.lebaran.com/kisah/item/76-tradisi-lebaran-sungkem-dan-asal-mula-halal-bihalal.html

Anda mungkin juga menyukai